• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN

ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA

PASIEN DM TIPE 2

PENELITIAN DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RS H.ADAM MALIK MEDAN

JANUARI – JULI 2009

TESIS

OLEH

AMELIANA SAFITRI PURBA 057101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK / RSUD DR. PIRNGADI

(2)

HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN

ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA

PASIEN DM TIPE 2

T E S I S

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG

ILMU PENYAKIT DALAM

AMELIANA SAFITRI PURBA 057101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

(3)

Judul Tesis : Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2

Nama Mahasiswa : Ameliana Safitri Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 057101001

Bidang Ilmu : Penyakit Dalam

MENYETUJUI PEMBIMBING TESIS

(dr. DHARMA LINDARTO, SpPD-KEMD)

DISAHKAN OLEH

KEPALA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(dr. SALLI R. NASUTION,SpPD-KGH) (dr. ZULHEMI BUSTAMI,SpPD-KGH)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Juni 2010

---

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Ketua :

Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV ...

2. Anggota :

1. dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH ……….

2. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH ……….

3. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD ……….

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta terimakasih kepada Allah Yang Maha Kuasa, di dalam nama Yesus Kristus, saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : ‘Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2’, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan yang memberi segala kemudahan dan perhatian besar kepada kami selama menjalankan studi.

2. dr. Zulhemi Bustami, KGH dan dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan memudahkan penulis hingga tulisan ini bisa dibacakan di meja hijau dan kemudian untuk diuji dan kemudian diperbaiki oleh sidang tim penguji. Kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada panitia tim penguji saya : Prof. dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH., dr. Zulhemi Bustami, KGH, dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD dan dr. EN Keliat SpPD-KP.

(6)

Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang memberikan judul ini untuk saya teliti, sekaligus sebagai pembimbing tesis saya. Saya merasakan benar-benar tulusnya bantuan Bapak dalam penyelesaian penelitian dan karya tulis ini, Bapak tak jemu dan tak lelah dalam mengoreksi karya tulis ini, hanya doa yang dapat saya panjatkan kiranya berkat melimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta Bapak dan keluarga.

4. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Mardianto, SpPD dan dr. Santi Syafril, SpPD yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan memberi dorongan semangat bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih sebesar-besarnya kepada supervisor-supervisor kami ini.

(7)

Hasan SpPD,SpJP (K)., dr.Pirma Siburian SpPD., dr. EN Keliat SpPD-KP., dr. Blondina Marpaung SpPD-KR., dr. Leonardo Dairy SpPD-KGEH., dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., dr. Daud Ginting SpPD., dr. Saut Marpaung SpPD., dr. Mardianto, SpPD., dr. Zuhrial SpPD., dr. Dasril Efendi SpPD-KGEH.,dr. Dairion Gatot SpPD-KHOM., dr. Soegiarto Gani SpPD., dr. Savita Handayani SpPD., dr. llhamd SpPD., dr. Calvin Damanik SpPD., dr. Zainal Safri SpPD.,SpJP., dr. Rahmat Isnanta, SpPD., dr. Santi Safril, SpPD., dr. Jerahim Tarigan SpPD., dr. Endang Sembiring SpPD., dr. Abraham SpPD., dr. Franciscus Ginting SpPD., yang merupakan guru-guru saya, dokter kepala ruangan/senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan.

6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K)., selaku Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini

7. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini. 9. Para sejawat PPDS-Interna, paramedis dan seluruh karyawan/ti

bagian Penyakit Dalam : Lely Husna, Syafruddin Abdullah, Nelly, Ida, Yanti, Theresia, Fitri, Ita, Wanti, Sari, Tika dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama ini.

(8)

banyak suka duka bersama, selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.

11. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M Kes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini dan statistik yang dibutuhkan pada penulisan tesis ini. 12. Kepada dr. Medina Yuliza, dr. Roni Ginting, dr. Ira Ramadhani, pihak

PRODIA yang diwakili oleh Ibu Marisa dan ibu Rima, terima kasih atas segala bantuannya dari pengumpulan data dan sampel sampai proses pengerjaan sampel dan penulisan akhir tesis penelitian saya ini.

13. Para pasien rawat inap dan rawat jalan di SMF/Bagian llmu Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli, RSU Sri Pamela Tebing Tinggi, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

(9)

15. Kepada suamiku tercinta dr. Andi Mulia Tjahjasari, MKT, terimakasih untuk segala keikhlasanmu dalam kesabaran, kebijaksanaanmu dalam memberi dorongan, bantuan, serta semangat sehingga perjuangan dalam melewati sekolah ini bisa tercapai. Kepada anakku yang kusayangi Agatha Ruth Tjahjasari yang senantiasa menjadi pendorong semangat serta pelipur lara bagiku selama mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas rasa sayang yang Aggy berikan. Harapan saya kiranya Tuhan jugalah yang memperkenankan kita hidup dengan baik, selalu terjaga oleh perlindunganNya. Kalau ada sedikit ilmu atau berkat yang didapat, kiranya Tuhan jugalah yang memberi kesempatan untuk itu bisa berguna bagi semua umatNya.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Pemurah, di dalam nama Yesus Kristus. Amin.

Medan, 29 Mei 2010

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan masalah... 5

1.3. Hipotesa ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 7

2.1. Resistensi Insulin ... 8

2.2. Asymmetrical Dimethylarginine (ADMA) ... 10

2.3. Mekanisme Peningkatan ADMA ... 11

2.4. Hiperglikemia dan ADMA ... 13

2.5. Metodologi Laboratorium ... 17

2.6. ADMA sebagai Penilaian untuk Pilihan Terapetik terhadap Aterosklerosis ... 17

2.7. Kerangka Konsepsional... 19

(11)

3.1. Desain penelitian ... 20

3.2. Waktu dan tempat penelitian ... 20

3.3. Subjek penelitian... 20

3.4. Kriteria yang dimasukkan ... 20

3.5. Kriteria yang dikeluarkan ... 20

3.6. Besar sampel... 21

3.7. Cara penelitian ... ... 22

3.8. Defenisi operasional ... 25

3.9. Kerangka operasional... 27

3.10. Analisa data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29

BAB V PEMBAHASAN ………....…… 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 41

6.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN (L) Lampiran 1 Master Tabel ... 48

Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian ….…. 50

Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah Penjelasan ... 52

Lampiran 4 Profil Peserta Studi ... 53

Lampiran 5 Etika Kedokteran ... 54

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian ... 30

Tabel 2 Pengendalian diabetes yang dicapai ... 32

Tabel 3 Pengobatan anti diabetik pada pasien DM tipe 2 ... 33

Tabel 4 Rerata nilai ADMA pada kelompok DM terkendali dan tidak

Terkendali ... 34

Tabel 5 Hubungan keterkendalian kadar gula darah dengan ADMA .. 34

Tabel 6 Hubungan ADMA dengan variabel lainnya pada pasien DM

terkendali dan tidak terkendali ... 35

Grafik Hubungan korelasi antara umur dan ADMA pada kelompok

pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali ... 36

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2 ... 10

Gambar 2 Struktur kimia ADMA ... 11

Gambar 3 Jalur biokemis generasi, eliminasi dan degradasi ADMA ... 12

(14)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

DM Diabetes mellitus

KGD Kadar Gula Darah

HbA1c Hemoglobin terglikasi

ADMA Asymmetrical Dimethylarginine

ROS Reactive Oxygen Species

TNF α Tumour Necrosis Factor α

NO Nitric Oxide

NOS Nitric Oxide Synthase

DDAH Dimethylarginine Dethylaminohydrolase

SAM S -adenosyl-L-methionine

SAH S-adenosyl-L-homocysteine

DPT Dimethylarginine Pyruvate

Aminotransferase

PMRT Protein Arginine Methyltransferase

UKPDS United Kingdom Prospective Diabetes

Study

(15)

bermakna

Sd Standar deviasi perkiraan

SB Simpang baku

p tingkat kemaknaan

r kekuatan korelasi

kg kilogram

cm senti meter

nm nanometer

µl mikroliter

HPLC high performance liquid

(16)

HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA PASIEN

DM TIPE 2

Ameliana Purba, Dharma Lindarto

Bagian Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Metabolik RS H. Adam Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Latar Belakang

Meningkatnya angka harapan hidup akan meningkatkan prevalensi penyakit metabolik, terutama diabetes mellitus (DM). Sedangkan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien DM. Disfungsi endotelial akan membawa terjadinya pembentukan plak, progresi dan ruptur. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai sebuah molekul inhibitor endogen nitrit okside sintase (NOS) yang dikenal dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak. Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak dipublikasikan di Indonesia, sehingga menarik untuk diteliti.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan tidak terkendali (dinilai berdasarkan HbA1c) dan hubungan antara HbA1c dengan nilai ADMA.

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 44 orang yang dipilih acak dari pasien DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit Endokrin dan Metabolik RS HAM. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar gula darah, HbA1c dan ADMA. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %.

Hasil

(17)

Kesimpulan

Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2. Rerata ADMA pada pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dari yang terkendali. Terdapat hubungan positif antara umur dan kadar ADMA pada kelompok kadar gula darah yang tidak terkendali.

Kata kunci :

(18)

THE RELATION OF BLOOD GLUCOSE RATE CONTROL WITH ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) IN TYPE-2 DM PATIENTS

Ameliana Purba, Dharma Lindarto

Department of Internal Medicine - Division of Endocrinology and Metabolic H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Background

Increasing life expectacy is ussualy in line with increasing prevalence of metabolic diseases, especially diabetes mellitus (DM). Cardiovascular disease is the main cause of morbidity and mortality in diabetic patient. Endothelial dysfunction will carry out in plaque establishment, progression and rupture. The mechanism of endothelial hindrance is interceded by inhibitor molecule of endogene nitric oxide sinthase (NOS), which is known ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA).

Risk factor of disturbance endothelial vasodilator function is due to the accumulation of ADMA. By blockading NO generation, ADMA can begins the process of atherogenesis, plaque progression and rupture. Datas so far about ADMA in type-2 DM patients in Indonesia were not greatly published yet, which is still interesting to be analyzed.

OBJECTIVE

To find out the difference of ADMA rate in controlled and uncontrolled blood glucose rate patients and the relation between HbA1c with ADMA.

METHOD

The research had been done since January 2009 until June 2009 with cross sectional method. The amount of participant examined 44 which randomly chosen from type-2 controlled blood glucose rate DM outpatient from division of Endocrinology and Metabolic clinic in Adam Malik General Hospital.

Of all patients were performed anamneses, physical diagnostic, blood glucose examination, HbA1c, and ADMA. Controlled blood glucose was established if HbA1c less equal than 7%.

RESULT

Of 44 samples the average age (58.70 ± 9.,059) yo , average ad random blood glucose rate (194.89 ± 79.310) mg/dl, average HbA1c (8.395 ± 2.5134) %, and average ADMA (0.9161 ± 0.399) µmol/L.

(19)

CONCLUSION

This research did not find significant relation between blood glucose rate and HbA1c with ADMA in ad random type-2 DM patients. The average of ADMA rate in uncontrolled blood glucose group is higher than the controlled one. Discovered positive relation between age and ADMA in uncontrolled blood glucose rate.

KEY WORDS

(20)

HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA PASIEN

DM TIPE 2

Ameliana Purba, Dharma Lindarto

Bagian Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Metabolik RS H. Adam Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Latar Belakang

Meningkatnya angka harapan hidup akan meningkatkan prevalensi penyakit metabolik, terutama diabetes mellitus (DM). Sedangkan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien DM. Disfungsi endotelial akan membawa terjadinya pembentukan plak, progresi dan ruptur. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai sebuah molekul inhibitor endogen nitrit okside sintase (NOS) yang dikenal dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak. Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak dipublikasikan di Indonesia, sehingga menarik untuk diteliti.

Tujuan

Untuk mengetahui perbedaan nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan tidak terkendali (dinilai berdasarkan HbA1c) dan hubungan antara HbA1c dengan nilai ADMA.

Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 44 orang yang dipilih acak dari pasien DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit Endokrin dan Metabolik RS HAM. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar gula darah, HbA1c dan ADMA. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %.

Hasil

(21)

Kesimpulan

Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2. Rerata ADMA pada pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dari yang terkendali. Terdapat hubungan positif antara umur dan kadar ADMA pada kelompok kadar gula darah yang tidak terkendali.

Kata kunci :

(22)

THE RELATION OF BLOOD GLUCOSE RATE CONTROL WITH ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) IN TYPE-2 DM PATIENTS

Ameliana Purba, Dharma Lindarto

Department of Internal Medicine - Division of Endocrinology and Metabolic H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Background

Increasing life expectacy is ussualy in line with increasing prevalence of metabolic diseases, especially diabetes mellitus (DM). Cardiovascular disease is the main cause of morbidity and mortality in diabetic patient. Endothelial dysfunction will carry out in plaque establishment, progression and rupture. The mechanism of endothelial hindrance is interceded by inhibitor molecule of endogene nitric oxide sinthase (NOS), which is known ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA).

Risk factor of disturbance endothelial vasodilator function is due to the accumulation of ADMA. By blockading NO generation, ADMA can begins the process of atherogenesis, plaque progression and rupture. Datas so far about ADMA in type-2 DM patients in Indonesia were not greatly published yet, which is still interesting to be analyzed.

OBJECTIVE

To find out the difference of ADMA rate in controlled and uncontrolled blood glucose rate patients and the relation between HbA1c with ADMA.

METHOD

The research had been done since January 2009 until June 2009 with cross sectional method. The amount of participant examined 44 which randomly chosen from type-2 controlled blood glucose rate DM outpatient from division of Endocrinology and Metabolic clinic in Adam Malik General Hospital.

Of all patients were performed anamneses, physical diagnostic, blood glucose examination, HbA1c, and ADMA. Controlled blood glucose was established if HbA1c less equal than 7%.

RESULT

Of 44 samples the average age (58.70 ± 9.,059) yo , average ad random blood glucose rate (194.89 ± 79.310) mg/dl, average HbA1c (8.395 ± 2.5134) %, and average ADMA (0.9161 ± 0.399) µmol/L.

(23)

CONCLUSION

This research did not find significant relation between blood glucose rate and HbA1c with ADMA in ad random type-2 DM patients. The average of ADMA rate in uncontrolled blood glucose group is higher than the controlled one. Discovered positive relation between age and ADMA in uncontrolled blood glucose rate.

KEY WORDS

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronik yang membebani

masyarakat baik secara ekonomi dan kualitas hidup hampir di seluruh dunia

tak terkecuali Indonesia. Diabetes Melitus ( DM ) merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karateristik peningkatan kadar gula

darah dan defek sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Diabetes

melitus dapat mengenai segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Dengan

semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat

pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit

kardiovaskular, dan dislipidemia sehingga prevalensi sindroma resistensi

insulin akan meningkat pula.

Angka kejadian DM cukup tinggi di Indonesia, dimana Indonesia

menduduki peringkat 4 di dunia setelah India, Cina dan Amerika. WHO

memprediksi adanya peningkatan jumlah diabetisi yang cukup besar untuk

tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan

jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada

tahun 2030.2

Dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia didapatkan

prevalensi DM sebesar 1,5 - 2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun.

(25)

perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan

perkiraan prevalensi DM sebesar 4,6%.3

Faktor resiko tradisional seperti hiperkolesterolemia, hipertensi,

diabetes mellitus dan paparan rokok merupakan resiko besar penyakit

kardiovaskular. Keberagaman fenotif klinis, marker biokemis dan

polimorphism genetik tampaknya dapat menjelaskan marker resiko baru yang

berhubungan dengan disfungsi vasodilator endotelial.

Oleh karena disfungsi endotelial akan membawa terjadinya

pembentukan plak, progresi dan ruptur, menunjukkan faktor resiko yang

berbeda pada jalur patobiologi. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai

sebuah molekul inhibitor endogen sintase nitrit okside (NOS) yang dikenal

dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi

vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Lebih jauh,

dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam

atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak.1

ADMA yang meningkat pada kadar yang dapat menginhibisi aktivitas

NOS pada individu dengan hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosistein,

paparan rokok, dan hiperglikemia. Pada berbagai keadaan ini peninggian

ADMA sebagai hasil dari stress oksidatif. Hiperglikemia dapat meningkatkan

stress oksidatif intraseluler melalui berbagai mekanisme. 1

Pada pasien dengan resiko aterosklerosis seperti pada pasien DM tipe

2 terjadi penurunan respon vasodilator sel endotel terutama pada arteri

(26)

Terjadinya penurunan produksi nitric oxide baik pada DM atau lanjut

usia melalui mekanisme penghambatan enzim dimetilarginin

diaminohidrolase (DDAH). Enzim ini berperan dalam menguraikan asimetrikal

dimetilarginin atau ADMA (suatu inhibitor terhadap nitric oxide sintase)

sehingga kadar ADMA meningkat dan menghambat pembentukan nitric

oxide.4

Kontrol glikemik yang ketat merupakan efek anti sitokin dan

antiaterogenik dan secara patofisiologi penting. 4 Sebuah studi oleh Yasuda

dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa koreksi hiperglikemia yang intensif

berhubungan dengan perbaikan fungsi endotel, dimana terjadi penurunan

kadar plasma TNF-ά dan ADMA pada pasien DM tipe 2.

Saat ini ADMA diterima sebagai suatu mekanisme dasar terjadinya

disfungsi endotel.5,6 Selain pada DM dan lanjut usia, kadar ADMA yang

meningkat ditemukan juga pada penderita dengan faktor risiko penyakit

vaskuler seperti hipertensi, hiperkolesterol, dislipidemia, obesitas,

hiperhomositeinemia.7,8 Lanjut usia juga dihubungkan dengan peningkatan

faktor risiko penyakit kardiovaskuler, dan kadar ADMA ditemukan secara

signifikan mengalami peningkatan.

Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat

mengganggu vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan

lebih lanjut tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Disfungsi endotel merupakan

fenomena yang penting pada patogenesa aterosklerosis 11 dan berhubungan

(27)

Disfungsi endotel merupakan kejadian awal aterogenesis, dan

aterosklerosis pembuluh darah besar merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas pada pasien DM tipe 2. Fard dan kawan-kawan meneliti

ADMA pada lima puluh pasien DM tipe 2 sebelum dan sesudah 5 jam

mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. ADMA plasma diukur menggunakan

kromatografi liquid performans tinggi dari 1,04 ± 0,99 ke 2,51 ± 2,27 µmol/L

(P< 0.0005). Vasodilatasi arteri brakhial setelah hiperemia reaktif, fungsi

tergantung-NO dinilai menggunakan ultrasound resolusi tinggi, menurun dari

6,9 ± 3,9 % menjadi 1,3 ± 4,5 % (P< 0.0001). Perubahan ini terjadi

berhubungan dengan peningkatan kadar trigliserida dan VLDL trigliserida,

dengan penurunan LDL kolesterol dan HDL kolesterol, dan dengan tidak ada

perubahan pada kolesterol total. Peningkatan ADMA plasma pada respon

terhadap makanan tinggi lemak signifikan dan berhubungan terbalik dengan

penurunan persentase vasodilatasi. Pada 10 subyek dengan protokol yang

sama pada hari yang berbeda, tidak terdapat perubahan signifikan pada

respon perubahan arteri brakhial atau di ADMA plasma 5 jam setelah

mengkonsumsi makanan non lemak iso kalorik. Data ini menunjukkan bahwa

ADMA mungkin berperan terhadap respon aliran darah yang abnormal dan

aterogenesis pada pasien DM tipe 2. 11

Penelitian yang dilakukan oleh Sydow dan kawan-kawan mendapatkan

bahwa pemberian suplemen oral vitamin B selama 8 minggu tidak

memperbaiki vasodilatasi endotel pada pasien penyakit arteri perifer oklusif

(28)

memperbaiki fungsi endotel pada pasien ini. Karena itu, akumulasi ADMA dan

peningkatan stres oksidatif diduga dapat menjadi dasar disfungsi endotel di

bawah kondisi hiperhomosisteinemia. Penelitian ini mungkin perlu untuk

evaluasi terapi penurunan homosistein.13

Ziegler dkk (2005) menunjukkan nilai ADMA (0,54 ± 0.12) µmol/L pada

27 pasien dengan penyakit arteri perifer 14 dan Maas dkk (2007)

memperlihatkan nilai ADMA (0,80 ± 0,22) µmol/L pada 88 pasien perokok

yang mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner.15

Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak

dipublikasikan di Indonesia. Karena itulah penulis berminat melakukan

penelitian mengenai hubungan kendali kadar gula darah dengan kadar ADMA

di Medan.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara kendali kadar gula darah dan kadar ADMA

pada pasien DM tipe 2.

1.3. HIPOTESA

Ada hubungan antara kendali kadar gula darah dan kadar ADMA

pada pasien DM tipe 2.

(29)

Untuk mengetahui hubungan antara kadar gula darah, nilai HbA1c dengan

nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan yang tidak

terkendali.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan di bidang

endokrinologi khususnya mengenai terdapatnya perbedaan nilai ADMA

dan hubungannya dengan kendali kadar gula darah pada pasien DM tipe

2 yang terkendali dan tidak terkendali.

2. Untuk penelitian : menambah khasanah pengetahuan bahwa ADMA

dapat dipakai sebagai penanda disfungsi endotel dan penelitian ini dapat

dipakai sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya.

3. Masyarakat : untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

terutama evaluasi penatalaksanaan pasien DM tipe 2 khususnya masalah

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (DM), dimana hiperglikemia

adalah salah satu abnormalitas metabolik utama. Kontrol gula darah merupakan

langkah utama penanganan DM.3 Sebuah studi terkontrol terbaru, oleh United

Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), menyarankan terapi intensif

menurunkan glukosa telah menurunkan kejadian komplikasi makrovaskular.

Bagaimanapun, pengaturan yang tepat terhadap kontrol hiperglikemia pada

komplikasi kardiovaskular perlu segera diputuskan pada pasien DM tipe 2.8

Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat mengganggu

vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan lebih lanjut

tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Penemuan ini mengindikasikan hubungan

yang mungkin terjadi antara kadar glukosa dan fungsi endotel pada manusia.

Disfungsi endotel merupakan fenomena yang penting pada patogenesa

aterosklerosis 11 dan berhubungan dengan perubahan nitric oxide (NO) sintase

di dinding pembuluh darah. 12

Peningkatan kadar ADMA ditemukan pada binatang percobaan yang

mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2 dan pasien DM tipe 2 atau mengalami

resistensi insulin. Glukosa sendiri dapat mensupresi aktifitas DDAH dan ADMA.13

ADMA merupakan inhibitor kompetitif dari NO sintase yang endogen.14

(31)

implikasinya sebagai faktor penting pada patogenesa DM tipe 2. 16 Oleh karena

itu, studi ini ingin mengamati apakah terapi intensif hiperglikemia yang

menjadikan kendali gula darah yang baik akan dapat memperbaiki fungsi endotel

yang berhubungan dengan modulasi sitokin dan/atau penurunan kadar ADMA di

plasma pasien DM tipe 2.

2.1. RESISTENSI INSULIN

Resistensi insulin adalah kegagalan respon efek fisiologis insulin terhadap

metabolisme glukosa, lipid, protein, serta fungsi endotel vaskular.16 Dengan

semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula

jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit kardiovaskular

dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula.

Hanter dkk pada penelitiannya terhadap anak-anak prepubertas (5-10 tahun)

dengan ibu penderita diabetes tipe 1 atau tipe 2 dimana sensitifitas insulin lebih

rendah pada anak prepubertas dengan ibu diabetes.17 Tidak diragukan lagi

bahwa resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe

2.18,19 Sedangkan Haffner dan kawan-kawan mendapatkan tingginya kadar insulin

serum pada keluarga keturunan penderita DM dibandingkan yang bukan

keluarga keturunan penderita DM.20 Resistensi insulin umumnya telah

berkembang lama sebelum munculnya penyakit, maka identifikasi dan terapi

pasien resistensi insulin berpotensi mempunyai nilai prevensi yang besar.

Resistensi insulin harus dicurigai pada pasien yang mempunyai riwayat DM satu

(32)

kehamilan, polycystic ovary syndrome (PCOS) atau gangguan toleransi glukosa,

pasien obesitas.

Mekanisme yang melatar belakangi resistensi insulin belum sepenuhnya

diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara intensif. Adapun

gangguan seluler maupun molekuler yang diduga bertanggung jawab adalah :

disfungsi receptor insulin, abberant receptor signaling pathway, dan abnormalitas

transport atau metabolisme glukosa. Gangguan pada ambilan dan penggunaan

glukosa yang dimediasi oleh insulin dapat menurunkan penyimpanan glukosa

sebagai glikogen di otot dan hati. Hal ini bisa timbul , sebagian karena komponen

genetik. Beberapa abnormalitas genetik yang berkaitan dengan GLUT 4 Glucose

transporter dan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan ambilan

glukosa otot melalui down regulation GLUT 4 transporter.16 GLUT 4 adalah

pengangkut utama glukosa yang responsive terhadap insulin dan terletak

terutama pada sel otot dan adiposit.21 Pada keadaan normal di sel otot dan

adiposa, GLUT 4 mengalami daur ulang diantara membrane plasma dan pool

penyimpanan intraseluler.

Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi

(33)

Gambar 1. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2. 22

2.2. ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA)

ADMA merupakan asam amino alami yang bersirkulasi dalam darah.

ADMA dibentuk secara kontinyu sebagai produk samping pergantian protein

dalam semua sel tubuh. ADMA menunjukkan struktur yang homolog dengan

asam amino L-arginin, dan bekerja sebagai penghambat Nitric Oxide synthase

(NOS) dalam sintesis Nitric Oxide (NO). NO merupakan faktor utama dalam

menjaga fungsi endotel.23,24 Penurunan sintesa NO akan menyebabkan disfungsi

endotel. ADMA disintesis melalui residu arginin pada protein yang mengalami

metilasi oleh enzim protein arginine methyltransferase (PMRT) (gambar 2).9

Didapatkan dua rute utama eliminasi ADMA yaitu melalui ekskresi ginjal dan

degradasi enzimatik oleh dimethylarginine dimethylaminohydrolase (DDAH).

(34)

atau mempengaruhi aktifitas DDAH, diduga sebagai mekanisme peningkatan

ADMA pada beberapa kondisi klinis. Saat ini ADMA diterima sebagai suatu

mekanisme dasar terjadinya disfungsi endotel.5

Berikut gambaran bagan kimia ADMA :

Gambar 2. Struktur kimia ADMA. 25

2.3. MEKANISME PENINGKATAN ADMA

ADMA merupakan derivat dari metilasi residu arginin pada protein. Reaksi

ini dikatalisasi oleh PRMTs yang mengubah kelompok metil dari

S-adenosyl-L-methionine (SAM) menjadi masing-masing guanidino nitrogen dari residu

arginin. Reaksi ini menghasilkan derivat methylated arginine (protein terdiri dari

ADMA) dan S-adenosyl-L-homocysteine (SAH). Hidrolisis protein yang

termetilasi menghasilkan ADMA. ADMA merupakan inhibitor kompetitif

terhadap NOS endotel. Semua metil arginin dieksresikan di urin dan sebagian

dimetabolisme menjadi asam -keto oleh aktifitas enzim dimethylarginine

(35)

degradasi melalui enzim DDAH. Enzim DDAH menghidrosilasi ADMA menjadi

dimethylamine dan L-citrulline. 9

Gambar 3. Jalur biokemis generasi, eliminasi dan degradasi ADMA. 9

DM = diabetes mellitus; HTN= hypertension, LDL-C = LDL cholesterol; HCY=

hyperhomocystinemia; dan CMV = cytomegalovirus

Pada manusia diperkirakan 300 µmol (sekitar 60 mg) ADMA dihasilkan

per hari, 250 µmol akan dimetabolisme oleh enzim DDAH, dan hanya sejumlah

kecil (sekitar 50 µmol/hari) yang dieksresikan melalui ginjal.26,27 Degradasi ADMA

sebagian besar diperantarai oleh enzim DDAH membentuk citruline dan

metilamine. Sampai saat ini peningkatan ADMA yang ditemukan pada berbagai

(36)

Enzim DDAH merupakan mekanisme utama bagaimana faktor risiko

kardiovaskuler menghambat jalur sintesa nitric oxide. Aktivitas DDAH terganggu

oleh stres oksidatif sehingga menimbulkan penumpukan kadar ADMA dalam

plasma. Dalam kadar patologis beberapa faktor risiko penyakit kardiovaskuler

seperti kolesterol LDL teroksidasi, paparan rokok, hiperhomosistinemia,

hiperglikemia menimbulkan stress oksidatif pada endothelial. Masing-masing

kondisi ini menekan aktivitas enzim DDAH baik secara in vitro maupun in

vivo.10,28 Peranan utama enzim DDAH dalam pengaturan sintesis nitric oxide

secara in vivo dibuktikan pada binatang percobaan tikus, dimana ditemukan

peningkatan DDAH yang diikuti penurunan kadar ADMA 50%. Penurunan kadar

ADMA diikuti peningkatan aktivitas nitric oxide sintase yang bisa dilihat dari

penurunan ekskresi nitrat urine.28 Kadar ADMA sekitar 1,0 ± 0,1 µmol/l pada

orang sehat, dapat meningkat menjadi 2,2 ± 0,2 µmol/l pada dewasa muda

dengan hiperkolesterolemia, yang klinisnya asimptomatik. 29 Kadar ADMA

dilaporkan meningkat pada penderita DM tipe 2, lanjut usia, resistensi insulin

penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia,

hiperhomosisteinemia, dan hiperkolesterolemia. 10,29,30

2.4. HIPERGLIKEMIA DAN ADMA

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (DM), dimana hiperglikemia

adalah salah satu abnormalitas metabolik utama. Kontrol gula darah merupakan

(37)

(UKPDS), menyarankan terapi intensif menurunkan glukosa untuk menurunkan

kejadian komplikasi makrovaskular. Bagaimanapun, pengaturan yang tepat

terhadap kontrol hiperglikemia pada komplikasi kardiovaskular perlu segera

diputuskan pada pasien DM tipe 2.9

Pengendalian glukosa darah pada penderita DM dilihat dari dua hal yaitu

glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang. Pemantauan glukosa

darah sesaat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam pp, pantauan jangka

panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c. Pemeriksaan kadar

HbA1c mencerminkan rata-rata pengontrolan glukosa darah dalam 3 bulan

terakhir.31 Tingginya kadar HbA1c berkorelasi positif dengan terjadinya

komplikasi DM, baik makro maupun mikro vaskuler.32

Kadar HbA1c akan mengikuti kadar rata-rata glukosa darah harian

penderita dimana kadar HbA1c 6% mencerminkan kadar glukosa darah harian

7,5 mmol/L (135 mg/dL), 7% setara dengan 9,5 mmol/L (170 mg/dL), dan 8%

sesuai untuk rata rata glukosa darah harian sebesar 11,5 mmol/L (205 mg/dL).

Peningkatan kadar HbA1c setinggi 1% mencerminkan peningkatan rata- rata

glukosa darah 2,0 mmol/L (35 mg/dL).30,33

Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat mengganggu

vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan lebih lanjut

tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Penemuan ini mengindikasikan hubungan

yang mungkin terjadi antara kadar glukosa dan fungsi endotel pada manusia.

(38)

aterosklerosis 9 dan berhubungan dengan perubahan nitric oxide sintase (NOS)

di dinding pembuluh darah. 10

Peningkatan kadar ADMA ditemukan pada binatang percobaan yang

mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2 dan pasien DM tipe 2 atau mengalami

resistensi insulin. Glukosa sendiri dapat mensupresi aktifitas DDAH dan ADMA.9

ADMA merupakan inhibitor kompetitif dari NO sintase yang endogen.9

Konsentrasinya bertambah oleh tumour necrosis factor-α (TNF-α), 10 yang

implikasinya sebagai faktor penting pada patogenesa DM tipe 2.11

Sebagai inhibitor endogen prinsipal nitric oxide synthase, ADMA

meregulasi tingkat pembentukan nitric oxide (NO). Nitric oxide berperan sebagai

molekul signal pada sistem saraf , pertahanan melawan infeksi, regulator

tekanan darah dan menjaga aliran darah ke organ. Peninggian ADMA

merupakan faktor resiko hipertensi, pemyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, dan

disfungsi ereksi. Faktor yang berperan terhadap peningkatan ADMA meliputi

peningkatan stres oksidatif dan insufisiensi asam folat.

(39)

Beberapa studi independent menunjukkan pentingnya memeriksa ADMA

oleh karena :

1. ADMA merupakan prediktor yang lebih baik untuk resistensi insulin

dibandingkan marker lain.

2. Merupakan prediktor yang lebih baik untuk gangguan vaskular endotel

dibandingkan kolesterol.

3. Homosistein meningkat pada peningkatan ADMA. Inhibisi sintesis nitric

oxide mungkin menjelaskan mengapa homosistein berhubungan dengan

gangguan endotel, dan vasodilatasi yang tergantung nitric oxide.

4. Peningkatan konsentrasi ADMA merupakan faktor kontribusi potensial

untuk preeklampsia dan berhubungan dengan disfungsi endotel pada

beberapa wanita.

5. Gangguan yang diinduksi glukosa disebabkan akumulasi ADMA dan

mungkin berkontribusi pada disfungsi vasodilator endotel pada diabetes

melitus.

6. Pada sistem kardiovaskular, penurunan biosintesis NO potensial untuk

terjadinya kenaikan tekanan darah, meningkatkan platelet dan

perlengketan sel darah putih, meningkatkan pertumbuhan vaskular otot

polos, mengubah konsumsi oksigen mitokondria dan mengakselerasi

pertumbuhan lesi menyerupai aterosklerosis.

7. Pada studi preklinis dan klinis, ADMA ditemukan meningkat pada

hiperkolesterolemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia atau

(40)

8. Kadar ADMA meningkat berhubungan dengan kadar trigliserida.

9. ADMA meningkat pada hambatan arteri perifer dan karotis. 9

2.5. METODOLOGI LABORATORIUM

ADMA dapat dinilai menggunakan kromatografi liquid berperformans

tinggi. Metode ini memerlukan waktu lama dan tidak sesuai untuk laboratorium

klinis rutin. Sebuah kromatografi liquid performans tinggi (high performance liquid

chromatography / HPLC ) yang sederhana, sensitif dan cepat dengan metode

spektrometrik massa tandem yang sedang dikembangkan dengan batas deteksi

1 ng/ml. Perbaikan metode ini dapat membuat pemeriksaan ADMA menjadi lebih

rutin.9

2.6. ADMA SEBAGAI PENILAIAN UNTUK PILIHAN TERAPETIK TERHADAP

ATEROSKLEROSIS

Mengembalikan efek dari peningkatan ADMA atau menurunkan kadar

ADMA mungkin merupakan tujuan yang bermanfaat untuk penatalaksanaan

disfungsi endotel. Diet pasien dengan arginin, secara teoritis efektif menurunkan

disfungsi endotel yang diakibatkan peningkatan ADMA.

Obat antagonis pada sistem renin-angiotensin-aldosterone seperti ACE

inhibitors, angiotensin II receptor blockers, dan antagonis aldosteron, dapat

mengurangi kadar ADMA plasma melalui mekanisme yang belum jelas. Jalur

yang mungkin terjadi melalui perbaikan pada stress oksidatif oleh angiotensin II,

(41)

memperbaiki disfungsi endotel dan peningkatan kadar ADMA. Namun berbagai

studi sampai saat ini tampaknya gagal mendukung hipotesa ini.

Obat anti diabetik oral seperti metformin dan thiazolidinedion, menurunkan

kadar ADMA melalui mekanisme yang juga belum begitu jelas. Thiazolidinedion

menunjukkan pengaruh pada pelepasan ADMA dari sel endothelial pada in vitro

dan konsentrasi ADMA pada tikus in vivo. Metformin telah menunjukkan

penurunan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2, meskipun dipikirkan efek ini

mungkin terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemik yang lebih baik. Metformin

secara struktural mirip dengan struktur ADMA dan dapat berpindah melalui y+

channel.

Di antara senyawa alami dengan kepentingan sebagai antioksidan,

vitamin E mungkin dapat mencegah peningkatan ADMA dengan menginduksi

LDL pada tikus. Pada manusia vitamin ini menurunkan kadar ADMA plasma

pada pasien insufisiensi renal. 35

Beberapa intervensi untuk menurunkan kadar ADMA antara lain :

¾ Meningkatkan latihan

¾ Menurunkan stress oksidatif ¾ Meningkatkan kadar antioksidan

(42)

2.7. KERANGKA KONSEPSIONAL

DMT2 tidak terkendali DMT2 terkendali

Stress oksidatif ↓ Stress oksidatif ↑

ADMA

L - arginine NO

NOS Disfungsi

endotel ↑

(43)

BAB 3 METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan observasi klinik dengan pendekatan

metode potong lintang (cross sectional study).

3.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian direncakan dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai

dengan Juni 2009 di Poliklinik Endokrin dan Metabolik RS Haji Adam

Malik Medan.

3.3. Subjek penelitian

Penderita DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit

Endokrin dan Metabolik RS HAM.

3.4. Kriteria inklusi

• Laki-laki dan perempuan berumur ≥ 18 tahun. • Pasien rawat jalan dengan penyakit DM tipe 2. • Bersedia mengikuti penelitian.

(44)

• Penderita DM tipe 2 yang dalam keadaan komplikasi akut hipoglikemia atau hiperglikemia.

• Penderita DM tipe 2 dengan penyakit penyerta seperti infeksi, keganasan, gangren diabetik, riwayat stroke, riwayat infark

jantung koroner.

• Kehamilan. • Merokok.

3.6. Besar sampel

Perkiraan besar sampel : 36

(Zα+ Zβ) Sd d

2

n =

Zα = tingkat kemaknaan ditetapkan 95% = 1,96 Zβ = 1,645

Sd = Standart deviasi perkiraan = 0,32

d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgment)

= 0,26

2

n1 = n2 ≥ ( 1,96 + 1,645 ) 0,32 ≥ 19,68 ≥ 20

0,26

(45)

3.7. Cara penelitian

a. Penelitian ini mendapat persetujuan dari komite medik penelitian

bidang kedokteran FK USU.

b. Dicatat umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat stroke, riwayat

infark otot jantung, riwayat merokok, lamanya diabetes dan

penggunaan obat –obatan.

c. Diukur tinggi badan (cm), berat badan (kg)

d. Diukur tekanan darah dengan sphygmomanometer (Nova), dimana

pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada

lengan kanan dan ditentukan tekanan darah sistole dan diastole

(mmHg).

e. Prosedur pengambilan dan pengiriman sampel

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dianamnese dan diperiksa

secara fisik diagnostik oleh peneliti. Selanjutnya hasil anamnese dan

pemeriksaan fisik dicatat oleh peneliti.

Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah dari pasien dengan

prosedur sebagai berikut :

1) Pertama-tama disiapkan alat-alatnya berupa: spuit, sarung

tangan, Tempelkan stiker pada setiap spuit, dan tuliskan nama

pasien, serta tanggal pengambilan sampel darah.

Pengambilan sampel darah dengan menggunakan plasma

(46)

0

C. Untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama (sampai 24

bulan) sampel dapat disimpan pada suhu -20 0C.

2) Perhatikan apakah semua spuit sudah diberi label dan

dilengkapi, serta lembaran data telah diisi dan dikirim ke

laboratorium PRODIA Jl. S.Parman no. 17/233 G Medan.

f. Prosedur pemeriksaan sampel

1. Pemeriksaan KGD, HbA1c, dan ADMA dilakukan dari

sampel darah.

2. Pemeriksaan ADMA menggunakan kromatografi liquid berupa

high performance liquid chromatography (HPLC).

Metode ini memerlukan waktu lama.

2.1. Persiapan reagen dan sampel

2.1.1. Strip mikrotiter

MT- Strip, 12 strip, masing-masing 8 lempengan

terpisah, dilapisi ADMA.

2.1.2. Buffer pencuci (50 ml)

2.1.3. Reagen equalizing (1 vial)

2.1.4. Reagen acylation (2 vial) disertai Dimethylformamide

(DMF) (1 vial)

2.1.5. Standar A-F (6 vial), masing-masing 4 ml

2.1.6. Kontrol 1 & 2, masing-masing 4 ml (2 vial)

2.1.7. Buffer acylation, 1 botol, 3 ml

(47)

2.1.9. Enzim konjugat, 1 vial, 11 ml, Anti- IgG peroksidase

kambing-kelinci.

2.1.10. Substrat 1 vial, 11 ml solusi TMB

2.1.11. Stop Solution, 1 vial, 11 ml 0,3 M asam sulphuric

2.1.12. Piring reaksi, untuk acylation

2.1.13. Perlengkapan tambahan : pipet (20,25,50,100 dan

250 µl), pengocok orbital, perlengkapan pencucian

microplate, microplate photometer (450 nm), Vortex

mixer, Roll mixer.

2.2. Prosedur test ELISA

2.2.1. Inkubasi sampel

Pipet masing-masing 50 µl Standar A sampai F

( terdapat 6 vial StandarA-F dalam isi Kit), 50 µl kontrol

dan 50 µl sampel ke dalam strip mikrotiter yang

terlapis. Pipet tiap 50 µl antiserum dan kocok

perlahan dengan pengocok orbital. Tutup lempengan

dengan adhesive foil dan inkubasi strip mikrotiter

selama 15-20 jam (sepanjang malam) pada suhu 2-8 o

C.

2.2.2. Pencucian

Aspirasi isi lempengan dan cuci dengan 250 µl buffer

pencuci, kocok perlahan dengan pengocok orbital,

(48)

dengan menggunakan lempengan pada kertas

absorben yang bersih.

2.2.3. Konjugasi inkubasi

Masing-masing pipet 100 µl enzim konjugasi ke

dalam lempengan. Inkubasi 60 menit pada suhu

temperatur dengan pengocok orbital.

2.3.4. Pencucian

Ulang prosedur 2.2.2

2.3.5. Inkubasi substrat

Pipet masing-masing 100 µl substrat ke dalam

lempengan dan inkubasi 20- 30 menit pada suhu kamar

dengan pengocok orbital.

2.3.6. Stopping

Pipet masing-masing 100 µl Stop Solution ke dalam

lempengan.

2.3.6. Pembacaan

Dibaca dengan densitas optikal 450 nm (referensi

panjang gelombang antara 570-650 nm) pada

micrometer photometer.37

3.8. Defenisi operasional

3.8.1. DM tipe 2 berdasarkan PERKENI 2006 ditegakkan

(49)

a. Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau

KGD puasa ≥ 126 mg/dl.

b. Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau

KGD puasa ≥ 126 mg/dl.2

3.8.2. ADMA adalah inhibitor kompetitif NO sinthase, berupa derivat

dari metilasi residu arginin pada protein, jika meningkat akan

menghambat pembentukan nitric oxide sehingga saat ini

dianggap sebagai salah satu dasar terjadinya disfungsi

endotel.

3.8.3 HbA1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan

glukosa dan hemoglobin. HbA1c atau hemoglobin terglikasi

digunakan untuk menilai kadar gula darah dalam kurun waktu

12 minggu. Pemeriksaannya tidak dapat digunakan untuk

menilai kadar gula darah jangka pendek. 2

3.8.4. Hipertensi jika ada riwayat hipertensi dan/ atau menggunakan

obat-obat anti hipertensi sebelumnya. Pada pasien diabetes

dikatakan :

- hipertensi terkontrol jika tekanan darah < 130/80 mmHg.

- hipertensi tidak terkontrol jika tekanan darah ≥ 130/80 mmHg.

2

3.8.5. Penulis menggunakan kriteria pengendalian gula darah pada

pasien DM tipe 2 oleh UKPDS :

(50)

- tidak terkendali jika HbA1c > 7 %. 38

3.9. Kerangka Operasional

Tidak terkendali

- KGD sewaktu

- HbA1c

Terkendali

ADMA

? Pasien DMT2 di poli

rawat jalan

?

3.10. Analisa Data

Semua data yang diperlukan dimasukkan kedalam tabel induk

dengan menggunakan bantuan program komputer. Kemudian data

diolah dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 15,0. Data

deskriptif disajikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis. Hasil penelitian

dituangkan berupa rerata, simpang baku.

Untuk menilai perbedaan rerata umur, lama DM, tekanan darah

sistolik dan diastolik, KGD sewaktu, HbA1c dan ADMA pada sampel,

digunakan T- test untuk data normal dan Mann-Whitney test untuk data

(51)

kelamin, IMT, riwayat hipertensi, dan penggunaan obat diabetik

menggunakan uji chi square.

Untuk mengetahui korelasi antara umur, lama DM, tekanan darah

sistolik dan diastolik, KGD sewaktu, HbA1c dengan nilai ADMA

digunakan uji Pearson jika data terdistribusi normal dan uji Sperman jika

ada data yang terdistribusi tidak normal.

Hasil analisis dianggap bermakna apabila p < 0,05. Untuk menilai

adakah hubungan antara data dilakukan uji chi square. Nilai p<0,05

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di poliklinik

Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam. Pengambilan sampel

dilakukan sejak 05 Januari 2009 sampai 31 Maret 2009. Pengambilan sampel

dilakukan kepada setiap pasien diabetes melitus yang sedang berobat ke

poliklinik Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan. Diagnosis diabetes melitus adalah berdasarkan penegakan

diagnosis dari dokter ataupun riwayat menderita diabetes dan telah mendapat

pengobatan diabetes dari puskesmas, rumah sakit maupun dokter-dokter yang

praktek.

Diinklusikan pasien laki-laki dan perempuan umur minimal 18 tahun, yang

sedang berobat jalan dengan diagnosa penyakit DM tipe 2 dan bersedia

mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi adalah penderita DM tipe 2 yang dalam

keadaan komplikasi akut hipoglikemia atau hiperglikemia, penderita DM tipe 2

dengan penyakit penyerta seperti infeksi, keganasan, gangren diabetik, riwayat

stroke, riwayat infark jantung koroner, penderita DM tipe 2 yang hamil dan yang

merokok.

Data-data yang diperlukan dicatat oleh peneliti dan asisten peneliti

(anamnesa pribadi, lama dan pengobatan penyakit diabetes, riwayat hipertensi

dan lain-lain, pengukuran antropometri dan pengukuran tekanan darah

(53)

jumlah sampel diminta kesediaannya untuk diambil sampel darah sebanyak

10-12 cc dari vena mediana cubiti untuk pemeriksaan laboratorium KGD sewaktu,

HbA1c dan ADMA.

Dari tabel 1 terlihat karakteristik dasar pada sampel penelitian yang

berjumlah 44 orang.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian (n=44)

Karakteristik Rerata ± SB atau Median

(maksimum-minimum)

Umur (tahun) 58,70 ± 9,059 (41-78)

Lama DM (tahun) 10,05 ± 6,111 (1-26)

IMT (kg/m2) 25,6816 ± 2,399 (18,69-30,12)

TD sistolik (mmHg) 133,86 ± 21,264 (100-180)

TD diastolik (mmHg) 79,32 ± 7,281(60-100)

KGD sewaktu (mg/dl) 194,89 ± 79,310 (82-359)

HbA1c (%) 8,395 ± 2,5134 (5,1-12,6)

ADMA (µmol/L) 0,9161± 0,399 (0,46-1,94)

Ket : SB = simpang baku

Kadar gula darah terkendali pada pasien DM tipe2 dinilai berdasarkan

nilai HbA1c. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %. Ternyata

dari sampel ada sejumlah 20 (45,45%) orang dengan kadar gula darah terkendali

(54)

(70 %) orang laki-laki dan 6 (30 %) perempuan pada kelompok kadar gula darah

terkendali.

Ada tidaknya perbedaan bermakna berbagai variabel antara kelompok

kadar gula darah terkendali dan tidak terkendali diuji menggunakan uji T

independen untuk data kontinu dan uji chi square untuk data katagorikal.

Dikatakan terdapat perbedaan bermakna jika p < 0,05. Kelebihan berat badan

ditemukan pada 22 (50%) orang ( IMT > 23 kg/m2 menurut kriteria Asia Pasifik) 2

dan tidak ada perbedaan IMT (p = 0,69) antara kelompok dengan kadar gula

darah terkendali dan tidak terkendali. Terdapat 1 (2,3%) dan 12 (27,3%) orang

masing-masing hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol pada pasien DM

terkendali dan 4 (9,1%) dan 6 (13,6%) pasien pada kelompok DM tidak

terkendali (p = 0,05). Terdapat perbedaan bermakna antara proporsi jenis

kelamin (p = 0,015) , rerata umur (p = 0,024) dan rerata kadar gula darah (p =

0,009) pada kelompok kadar gula darah terkendali dengan yang tidak terkendali.

Untuk lebih jelasnya tabel 2 berikut menggambarkan berbagai variabel pada

(55)

Tabel 2. Pengendalian diabetes yang dicapai.

Variabel DM Terkendali

(Rerata ± SB)

DM Tidak terkendali (Rerata ± SB)

Nilai p

Umur (tahun) 62,05 ± 8,690 55,92 ± 8,556 0,024

IMT (kg/m2) 25,405 ± 2,795 25,912 ± 2,045 0,492

Lama DM (tahun) 9,90 ± 6,155 10,17 ± 6,204 0,887 Tekanan darah sistolik

(mmHg)

138,50 ± 23,902 130,00 ± 18,415 0,074

Tekanan darah diastolik (mmHg)

79,50 ± 6,863 79,17 ± 7,755 0,871

KGD sewaktu (mg/dl) 162,45 ± 52,053 221,92 ± 88,566 0,009

Ket : Rerata ± SB untuk data kontinu

Tabel 3 berikut memperlihatkan pengobatan anti diabetik yang sedang

dipakai pasien. Tidak ada perbedaan pengobatan anti diabetik antara kelompok

kadar gula darah terkendali dan tidak terkendali (p = 0,310). Terlihat kombinasi

pemakaian sulfonilurea dan biguanid paling banyak digunakan yaitu sebanyak 17

(38,6%) pasien. Pada pasien yang kadar gula darahnya terkendali sebanyak 8

(18,2%) orang menggunakan kombinasi sulfonilurea dan biguanid, 5 (11,4%)

orang menggunakan sulfonilurea dan ada 4 (9,1%) orang menggunakan insulin

(56)

Tabel 3. Pengobatan anti diabetik pada pasien DM.

Pengobatan anti diabetik

DM Terkendali n (%)

DM Tidak Terkendali n (%)

Sulfonilurea 5 (11,4) 2 (4,5)

Biguanid 0 2 (4,5)

Penghambat glukosidase 0 1 (2,3)

Insulin 3 (6,8) 2 (4,5)

Sulfonilurea + Biguanid 8 (18,2) 9 (20,5)

Insulin + Biguanid 4 (9,1) 3 (6,8)

Insulin + Biguanid +

Sulfonilurea

0 2 (4,5)

Sulfonilurea + Biguanid +

Penghambat glukosidase

0 2 (4,5)

Insulin + Biguanid +

Penghambat glukosidase

0 1 (2,3)

Pada tabel 4 berikut dinilai rerata nilai ADMA pada kelompok kadar gula

darah terkendali dan kadar gula darah tidak terkendali dan ternyata rerata nilai

ADMA pada kelompok kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dan

(57)

Tabel 4. Rerata nilai ADMA pada kelompok DM terkendali dan tidak terkendali

DM Terkendali DM Tidak

Terkendali

Nilai p

n Rerata ± SB n Rerata ± SB

ADMA

(µmol/L)

20 0,7795 ±

0,11664

24 1,0300 ± 0,50795

0,027

Dilakukan uji korelasi antara faktor-faktor yang dinilai dalam pengendalian

kadar gula darah yaitu glukosa sewaktu dan HbA1c dengan kadar ADMA

menggunakan uji korelasi Pearson. Berdasarkan uji korelasi Pearson terdapat

hubungan yang mendekati bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA.

Sedangkan antara KGD sewaktu dan ADMA tidak terdapat hubungan bermakna.

Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Hubungan HbA1c dan KGD terhadap ADMA.

Korelasi n r Nilai p

ADMA dengan HbA1c 44 0,295 0,052

ADMA dengan KGD sewaktu 44 0,112 0,471

Ket : Data menggunakan korelasi Pearson, r : kekuatan korelasi

(58)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan populasi diabetes usia dewasa dengan rerata

umur 59 tahun antara usia 41 sampai 78 tahun. Didapatkan rerata HbA1c

8,395% dengan nilai terendah 5,1 % dan tertinggi 12,6%. Hal ini menunjukkan

pada penderita DM yang usia dewasa sampai usia lanjut lebih sulit untuk

mengontrol glukosa darah.

Rerata ADMA pada penelitian ini adalah 0,9161 µmol/L. Penelitian yang

dilakukan oleh Hariawan dkk pada populasi lanjut usia dengan rerata usia 67

tahun mendapatkan rerata kadar ADMA 0,722 µmol/L.30 Meinitzeir dkk

mendapatkan rerata nilai ADMA pada pasien penyakit koroner dengan usia

rata-rata 58 tahun adalah 0,828 µmol/L (p= 0,022). 39 Hal ini disebabkan perbedaan

tempat yang disebabkan perbedaan budaya dan sosial ekonomi. Nilai rerata

ADMA pada kelompok pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih

tinggi dan berbeda bermakna dari yang terkendali, yaitu masing-masing 1,03

µmol/L dan 0,7795 µmol/L (p = 0,027). Pada penelitian ini didapatkan sebagian

besar penderita dalam keadaan gizi berlebih 22 (50%) dan ada juga yang

menderita hipertensi 23 (52,27 %).

Hubungan antara kadar HbA1c dengan ADMA pada penelitian ini

mendekati bermakna (r = 0,295; p = 0,052). Hal ini mungkin disebabkan

berbagai keterbatasan seperti jumlah sampel yang kurang banyak, atau berbagai

(59)

dkk.menemukan hubungan kadar HbA1c dengan ADMA yang tidak bermakna p

= 0,451 dengan nilai r = - 0,14.30

Dilihat dari glukosa darah sewaktu tidak terdapat hubungan yang

bermakna dengan ADMA (r = 0,112; p = 0,471). Hal ini berarti peningkatan atau

penurunan kadar glukosa darah, baik dalam waktu singkat ataupun jangka lama

tidak diikuti oleh peningkatan atau penurunan kadar ADMA.

Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan disfungsi enzim

DDAH sehingga degradasi ADMA terganggu. Kondisi hiperglikemi juga akan

memacu kerja enzim argininmetiltransferase untuk memproduksi ADMA.

Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang hubungan antara

glukosa darah dengan kadar ADMA mendapatkan hasil yang berbeda. Kadar

glukosa darah yang tinggi berhubungan secara signifikan dengan kadar ADMA

dalam darah.30

ADMA ditemukan meningkat pada beberapa penyakit yang merupakan

faktor risiko penyakit kardiovaskuler (hipertensi, dislipidemia, obesitas, usia lanjut,

DM, hiperhomosistinemia, penyakit ginjal kronis,merokok). Kadar ADMA plasma

pada usia lanjut lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan usia muda.

Penelitian dapat melihat hubungan bermakna antara umur dengan nilai

ADMA pada kelompok kadar gula darah tidak terkendali Hubungan ini berupa

hubungan positif, dimana makin bertambah umur makin tinggi nilai ADMA (r =

0,535, p= 0,007). Hasil ini juga seperti penelitian yang dilakukan oleh Maas dkk,

terhadap 88 pria dengan usia rata-rata 61 tahun dan kadar rata-rata ADMA 0,88

(60)

koroner, ternyata terdapat hubungan positif antara umur dan konsentrasi ADMA

(p < 0,001).15 Penelitian ini mendapatkan sampel pasien DM dewasa sampai

lanjut usia dimana usia lanjut identik dengan multipatologi. Multipatologi akan

diikuti oleh penggunaan banyak obat (polifarmasi). Kemungkinan pengaruh

berbagai macam obat terhadap kadar ADMA juga perlu dipertimbangkan.

Terjadinya proses biokimia, enzimatik, dan fisiologis yang disebabkan oleh

proses menua perlu dipertimbangkan dapat mempengaruhi kadar ADMA.

Diperlukan penelitian lanjutan yang menyertakan berbagai variabel yang terjadi

pada proses menua serta pengaruh beberapa obat terhadap kadar ADMA.

Dari penelitian ini tidak begitu jelas hasil yang tampak dari penggunaan

obat hipoglikemik yang digunakan untuk mencapai terkendalinya gula darah.

Beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan penurunan kadar ADMA dengan

pemberian obat hipoglikemi baik insulin maupun antidiabetes oral. Penelitian ini

menunjukkan persentase jenis dan kombinasi pengobatan hipoglikemik yang

hampir sama antara kelompok DM terkendali dan DM tidak terkendali namun

hasilnya tidak begitu berbeda terhadap kendali kadar gula darah. Hal ini bisa

disebabkan perbedaan dosis pemberian dimana penelitian sebelumnya

menggunakan obat baik insulin ataupun antidiabetes oral secara rutin,

sedangkan sampel pada penelitian ini banyak yang menggunakan obat tidak

secara rutin (sesuai dengan situasi dan kondisi).

Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang hubungan

antara glukosa darah dengan kadar ADMA mendapatkan hasil yang berbeda.

(61)

ADMA dalam darah. Kadar ADMA plasma ditemukan meningkat secara

signifikan pada DM tipe 2 dan terdapat korelasi yang bermakna antara glukosa

darah dengan kadar ADMA.

Pengendalian glukosa darah saja tidak bisa dipakai pegangan dalam

perawatan penderita DM. Penyakit-penyakit penyerta hendaknya diterapi secara

aktif, karena hubungannya dengan risiko disfungsi endotel yang merupakan

resiko penyakit kardiovaskuler termasuk diabetes.

Keterbatasan studi ini, bahwa merupakan studi potong lintang dengan

pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali, sehingga hasilnya tidak dapat

dipakai untuk menilai perkembangan subjek selanjutnya, tidak ada pemeriksaan

sejumlah faktor-faktor resiko yang lebih banyak dan dilakukan secara objektif

seperti pemeriksaan laboratorium dan berbagai alat pendukung diagnostik

lainnya untuk berbagai faktor resiko yang menyertai. Untuk melengkapi

penelitian ini perlu dilakukan penelitian serupa yang menggunakan rancangan

(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Dari hasil yang ditemukan dan pembahasannya dari penelitian ini dapat

diajukan kesimpulan sebagai berikut :

Pada pasien DM tipe 2 dengan kadar gula darah yang tidak terkendali

ditemukan nilai ADMA yang lebih tinggi dari pasien DM tipe 2 yang kadar gula

darahnya terkendali.

6.2. SARAN

Studi ini dapat dijadikan studi awal dimana perlu dilakukan lagi studi

lanjutan dengan desain studi yang sama ataupun yang berbeda seperti kohort

dengan sampel lebih besar, analisis dan evaluasi faktor resiko yang lebih

objektif. Tentu saja ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang lebih besar

nantinya, namun hasil yang diharapkan mungkin akan lebih akurat untuk

memperoleh bukti adanya korelasi antara kendali kadar gula darah dengan nilai

(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2006: 1879-1881.

2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2006. PB

Perkeni. Jakarta, 2006, hal. 1-25 .

3. Vidal PM, Mazoyer E, Bongard V, Gourdy P, Ruidavets JB, Drouet L et al.

Prevalence of Insulin Resistensi Syndrome in Southwestern France and

Its Relationship with Inflammatory and Hemostatic Markers. Diabetes Care

2002; 25: 1371-7.

4. Cooke JP, Dzau VJ. Nitric oxide synthase: role in the genesis of vascular

disease. Annu Rev Med 1997;48:489-509.

5. Tran CT, Leiper JM, Vallance P. The DDAH/ ADMA/NOS pathway.

Atheroscler Suppl 2003;4:33-40.

6. Powell LA, Nally SM, McMaster D. Restoration of glutathione levels in

vascular smooth muscle cells exposed to high glucose conditions. Free

Radic Biol Med 2001;31:1149-55

7. Stuhlinger MC, Oka RK, Graf EE, Kimoto M, Balint RF, Cooke JP.

Endothelial dysfunction induced by hyperhomocysteinemia: role of ADMA.

(64)

8. Miyazaki H, Matsuoka H, Cooke JP, Usui M, Ueda S, Okuda S, Imaizumi T.

Endogenous nitric oxide synthase inhibitor: a novel marker of

atherosclerosis. Circulation 1999;99:1141-6.

9. Cooke JP. Asymmetrical Dimethylarginine: The Über Marker? Circulation

2004;109;1813-1818.

10. Lin KY, Ito A, Asagami T, Tsao PS, Adimoolam S, Kimoto M, Tsuji H,

Reaven GM, Cooke JP.Impaired Nitric Oxide Synthase Pathway in Diabetes

Mellitus: Role of Asymmetric Dimethylarginine and Dimethylarginine

Dimethylaminohydrolase. Circulation 2002;106;987-992.

11. Fard A, Tuck CH, Donis JA, Sciacca R, Di Tullio MR, Cannon PJ, Ramasamy

R, Berglund L, Ginsberg HN, Homma S, Wu HD, Bryant TA, Chen NT,

Torres-Tamayo M. Acute Elevations of Plasma Asymmetric Dimethylarginine

and Impaired Diabetes Endothelial Function in Response to a High-Fat Meal

in Patients With Type 2. Arterioscler. Thromb. Vasc. Biol.

2000;20;2039-2044.

12. Yasuda S, Miyazaki S, Kanda M, Goto Y, Suzuki M, Harano Y, Nonogi H.

Intensive treatment of risk factors in patients with type-2 diabetes mellitus is

associated with improvement of endothelial function coupled with a reduction

in the levels of plasma asymmetric dimethylarginine and endogenous

inhibitor of nitric oxide synthase. European Heart Journal, Advance Access

published April 20, 2006.

13. Sydow K, Schwedhelm E, Arakawa N, Bode-Bo¨ger SM, Tsikas D , Hornig B.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian
Gambar 1. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2. 22
Gambar 4. Arginine dan ADMA pada sintesa nitric oxide. 34
Tabel 2. Pengendalian diabetes yang dicapai.
+3

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam menetapkan persyaratan bangunan gedung semi-permanen dan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi

[r]

The objectives of this final project report are to know the promotion strategies as Public Relations of Solo Paragon Lifestyle Mall and the strengths of promotion

Bahkan ada diantara para santri yang rela menghabiskan waktunya demi mendapatkan referensi yang benar-benar s}ari&gt;h (valid) untuk dijadikan penguat ketika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan kesiapan pengelola UMKM dalam mengimplementasikan laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Entitas Mikro

Based on the data that have been analyzed, the researcher finds five types of positive politeness, They are strategy 4 namely use in-group identity marker, In strategy 10

[r]

Oleh karena itu dibuatlah website SMAN 64 dengan menu menu seperti menu profil umum sekolah, profil kepala sekolah dan guru, profil siswa, fasilitas, ekstrakulikuler dan menu