HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN
ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA
PASIEN DM TIPE 2
PENELITIAN DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RS H.ADAM MALIK MEDAN
JANUARI – JULI 2009
TESIS
OLEH
AMELIANA SAFITRI PURBA 057101001
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK / RSUD DR. PIRNGADI
HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN
ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA
PASIEN DM TIPE 2
T E S I S
DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG
ILMU PENYAKIT DALAM
AMELIANA SAFITRI PURBA 057101001
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
Judul Tesis : Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2
Nama Mahasiswa : Ameliana Safitri Purba
Nomor Induk Mahasiswa : 057101001
Bidang Ilmu : Penyakit Dalam
MENYETUJUI PEMBIMBING TESIS
(dr. DHARMA LINDARTO, SpPD-KEMD)
DISAHKAN OLEH
KEPALA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU
(dr. SALLI R. NASUTION,SpPD-KGH) (dr. ZULHEMI BUSTAMI,SpPD-KGH)
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Juni 2010
---
PANITIA PENGUJI TESIS
1. Ketua :
Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV ...
2. Anggota :
1. dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH ……….
2. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH ……….
3. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD ……….
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur serta terimakasih kepada Allah Yang Maha Kuasa, di dalam nama Yesus Kristus, saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : ‘Hubungan Kendali Kadar Gula Darah dengan Asymmetrical Dimethilarginine (ADMA) pada Pasien DM Tipe 2’, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. dr. Salli R. Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan yang memberi segala kemudahan dan perhatian besar kepada kami selama menjalankan studi.
2. dr. Zulhemi Bustami, KGH dan dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan memudahkan penulis hingga tulisan ini bisa dibacakan di meja hijau dan kemudian untuk diuji dan kemudian diperbaiki oleh sidang tim penguji. Kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada panitia tim penguji saya : Prof. dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH., dr. Zulhemi Bustami, KGH, dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD dan dr. EN Keliat SpPD-KP.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang memberikan judul ini untuk saya teliti, sekaligus sebagai pembimbing tesis saya. Saya merasakan benar-benar tulusnya bantuan Bapak dalam penyelesaian penelitian dan karya tulis ini, Bapak tak jemu dan tak lelah dalam mengoreksi karya tulis ini, hanya doa yang dapat saya panjatkan kiranya berkat melimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta Bapak dan keluarga.
4. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Mardianto, SpPD dan dr. Santi Syafril, SpPD yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan memberi dorongan semangat bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih sebesar-besarnya kepada supervisor-supervisor kami ini.
Hasan SpPD,SpJP (K)., dr.Pirma Siburian SpPD., dr. EN Keliat SpPD-KP., dr. Blondina Marpaung SpPD-KR., dr. Leonardo Dairy SpPD-KGEH., dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., dr. Daud Ginting SpPD., dr. Saut Marpaung SpPD., dr. Mardianto, SpPD., dr. Zuhrial SpPD., dr. Dasril Efendi SpPD-KGEH.,dr. Dairion Gatot SpPD-KHOM., dr. Soegiarto Gani SpPD., dr. Savita Handayani SpPD., dr. llhamd SpPD., dr. Calvin Damanik SpPD., dr. Zainal Safri SpPD.,SpJP., dr. Rahmat Isnanta, SpPD., dr. Santi Safril, SpPD., dr. Jerahim Tarigan SpPD., dr. Endang Sembiring SpPD., dr. Abraham SpPD., dr. Franciscus Ginting SpPD., yang merupakan guru-guru saya, dokter kepala ruangan/senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan.
6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K)., selaku Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini
7. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini. 9. Para sejawat PPDS-Interna, paramedis dan seluruh karyawan/ti
bagian Penyakit Dalam : Lely Husna, Syafruddin Abdullah, Nelly, Ida, Yanti, Theresia, Fitri, Ita, Wanti, Sari, Tika dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama ini.
banyak suka duka bersama, selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat.
11. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M Kes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini dan statistik yang dibutuhkan pada penulisan tesis ini. 12. Kepada dr. Medina Yuliza, dr. Roni Ginting, dr. Ira Ramadhani, pihak
PRODIA yang diwakili oleh Ibu Marisa dan ibu Rima, terima kasih atas segala bantuannya dari pengumpulan data dan sampel sampai proses pengerjaan sampel dan penulisan akhir tesis penelitian saya ini.
13. Para pasien rawat inap dan rawat jalan di SMF/Bagian llmu Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli, RSU Sri Pamela Tebing Tinggi, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
15. Kepada suamiku tercinta dr. Andi Mulia Tjahjasari, MKT, terimakasih untuk segala keikhlasanmu dalam kesabaran, kebijaksanaanmu dalam memberi dorongan, bantuan, serta semangat sehingga perjuangan dalam melewati sekolah ini bisa tercapai. Kepada anakku yang kusayangi Agatha Ruth Tjahjasari yang senantiasa menjadi pendorong semangat serta pelipur lara bagiku selama mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas rasa sayang yang Aggy berikan. Harapan saya kiranya Tuhan jugalah yang memperkenankan kita hidup dengan baik, selalu terjaga oleh perlindunganNya. Kalau ada sedikit ilmu atau berkat yang didapat, kiranya Tuhan jugalah yang memberi kesempatan untuk itu bisa berguna bagi semua umatNya.
Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Pemurah, di dalam nama Yesus Kristus. Amin.
Medan, 29 Mei 2010
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan masalah... 5
1.3. Hipotesa ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 7
2.1. Resistensi Insulin ... 8
2.2. Asymmetrical Dimethylarginine (ADMA) ... 10
2.3. Mekanisme Peningkatan ADMA ... 11
2.4. Hiperglikemia dan ADMA ... 13
2.5. Metodologi Laboratorium ... 17
2.6. ADMA sebagai Penilaian untuk Pilihan Terapetik terhadap Aterosklerosis ... 17
2.7. Kerangka Konsepsional... 19
3.1. Desain penelitian ... 20
3.2. Waktu dan tempat penelitian ... 20
3.3. Subjek penelitian... 20
3.4. Kriteria yang dimasukkan ... 20
3.5. Kriteria yang dikeluarkan ... 20
3.6. Besar sampel... 21
3.7. Cara penelitian ... ... 22
3.8. Defenisi operasional ... 25
3.9. Kerangka operasional... 27
3.10. Analisa data ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29
BAB V PEMBAHASAN ………....…… 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 41
6.2. Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
LAMPIRAN (L) Lampiran 1 Master Tabel ... 48
Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian ….…. 50
Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah Penjelasan ... 52
Lampiran 4 Profil Peserta Studi ... 53
Lampiran 5 Etika Kedokteran ... 54
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian ... 30
Tabel 2 Pengendalian diabetes yang dicapai ... 32
Tabel 3 Pengobatan anti diabetik pada pasien DM tipe 2 ... 33
Tabel 4 Rerata nilai ADMA pada kelompok DM terkendali dan tidak
Terkendali ... 34
Tabel 5 Hubungan keterkendalian kadar gula darah dengan ADMA .. 34
Tabel 6 Hubungan ADMA dengan variabel lainnya pada pasien DM
terkendali dan tidak terkendali ... 35
Grafik Hubungan korelasi antara umur dan ADMA pada kelompok
pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali ... 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2 ... 10
Gambar 2 Struktur kimia ADMA ... 11
Gambar 3 Jalur biokemis generasi, eliminasi dan degradasi ADMA ... 12
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
DM Diabetes mellitus
KGD Kadar Gula Darah
HbA1c Hemoglobin terglikasi
ADMA Asymmetrical Dimethylarginine
ROS Reactive Oxygen Species
TNF α Tumour Necrosis Factor α
NO Nitric Oxide
NOS Nitric Oxide Synthase
DDAH Dimethylarginine Dethylaminohydrolase
SAM S -adenosyl-L-methionine
SAH S-adenosyl-L-homocysteine
DPT Dimethylarginine Pyruvate
Aminotransferase
PMRT Protein Arginine Methyltransferase
UKPDS United Kingdom Prospective Diabetes
Study
bermakna
Sd Standar deviasi perkiraan
SB Simpang baku
p tingkat kemaknaan
r kekuatan korelasi
kg kilogram
cm senti meter
nm nanometer
µl mikroliter
HPLC high performance liquid
HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA PASIEN
DM TIPE 2
Ameliana Purba, Dharma Lindarto
Bagian Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Metabolik RS H. Adam Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Latar Belakang
Meningkatnya angka harapan hidup akan meningkatkan prevalensi penyakit metabolik, terutama diabetes mellitus (DM). Sedangkan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien DM. Disfungsi endotelial akan membawa terjadinya pembentukan plak, progresi dan ruptur. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai sebuah molekul inhibitor endogen nitrit okside sintase (NOS) yang dikenal dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak. Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak dipublikasikan di Indonesia, sehingga menarik untuk diteliti.
Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan tidak terkendali (dinilai berdasarkan HbA1c) dan hubungan antara HbA1c dengan nilai ADMA.
Metode
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 44 orang yang dipilih acak dari pasien DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit Endokrin dan Metabolik RS HAM. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar gula darah, HbA1c dan ADMA. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %.
Hasil
Kesimpulan
Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2. Rerata ADMA pada pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dari yang terkendali. Terdapat hubungan positif antara umur dan kadar ADMA pada kelompok kadar gula darah yang tidak terkendali.
Kata kunci :
THE RELATION OF BLOOD GLUCOSE RATE CONTROL WITH ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) IN TYPE-2 DM PATIENTS
Ameliana Purba, Dharma Lindarto
Department of Internal Medicine - Division of Endocrinology and Metabolic H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Background
Increasing life expectacy is ussualy in line with increasing prevalence of metabolic diseases, especially diabetes mellitus (DM). Cardiovascular disease is the main cause of morbidity and mortality in diabetic patient. Endothelial dysfunction will carry out in plaque establishment, progression and rupture. The mechanism of endothelial hindrance is interceded by inhibitor molecule of endogene nitric oxide sinthase (NOS), which is known ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA).
Risk factor of disturbance endothelial vasodilator function is due to the accumulation of ADMA. By blockading NO generation, ADMA can begins the process of atherogenesis, plaque progression and rupture. Datas so far about ADMA in type-2 DM patients in Indonesia were not greatly published yet, which is still interesting to be analyzed.
OBJECTIVE
To find out the difference of ADMA rate in controlled and uncontrolled blood glucose rate patients and the relation between HbA1c with ADMA.
METHOD
The research had been done since January 2009 until June 2009 with cross sectional method. The amount of participant examined 44 which randomly chosen from type-2 controlled blood glucose rate DM outpatient from division of Endocrinology and Metabolic clinic in Adam Malik General Hospital.
Of all patients were performed anamneses, physical diagnostic, blood glucose examination, HbA1c, and ADMA. Controlled blood glucose was established if HbA1c less equal than 7%.
RESULT
Of 44 samples the average age (58.70 ± 9.,059) yo , average ad random blood glucose rate (194.89 ± 79.310) mg/dl, average HbA1c (8.395 ± 2.5134) %, and average ADMA (0.9161 ± 0.399) µmol/L.
CONCLUSION
This research did not find significant relation between blood glucose rate and HbA1c with ADMA in ad random type-2 DM patients. The average of ADMA rate in uncontrolled blood glucose group is higher than the controlled one. Discovered positive relation between age and ADMA in uncontrolled blood glucose rate.
KEY WORDS
HUBUNGAN KENDALI KADAR GULA DARAH DENGAN ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) PADA PASIEN
DM TIPE 2
Ameliana Purba, Dharma Lindarto
Bagian Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Metabolik RS H. Adam Malik/ Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Latar Belakang
Meningkatnya angka harapan hidup akan meningkatkan prevalensi penyakit metabolik, terutama diabetes mellitus (DM). Sedangkan penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien DM. Disfungsi endotelial akan membawa terjadinya pembentukan plak, progresi dan ruptur. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai sebuah molekul inhibitor endogen nitrit okside sintase (NOS) yang dikenal dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak. Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak dipublikasikan di Indonesia, sehingga menarik untuk diteliti.
Tujuan
Untuk mengetahui perbedaan nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan tidak terkendali (dinilai berdasarkan HbA1c) dan hubungan antara HbA1c dengan nilai ADMA.
Metode
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 dengan metode potong lintang. Jumlah peserta yang diperiksa adalah 44 orang yang dipilih acak dari pasien DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit Endokrin dan Metabolik RS HAM. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar gula darah, HbA1c dan ADMA. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %.
Hasil
Kesimpulan
Penelitian ini tidak mendapatkan hubungan bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2. Rerata ADMA pada pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dari yang terkendali. Terdapat hubungan positif antara umur dan kadar ADMA pada kelompok kadar gula darah yang tidak terkendali.
Kata kunci :
THE RELATION OF BLOOD GLUCOSE RATE CONTROL WITH ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA) IN TYPE-2 DM PATIENTS
Ameliana Purba, Dharma Lindarto
Department of Internal Medicine - Division of Endocrinology and Metabolic H. Adam Malik Hospital/ Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Background
Increasing life expectacy is ussualy in line with increasing prevalence of metabolic diseases, especially diabetes mellitus (DM). Cardiovascular disease is the main cause of morbidity and mortality in diabetic patient. Endothelial dysfunction will carry out in plaque establishment, progression and rupture. The mechanism of endothelial hindrance is interceded by inhibitor molecule of endogene nitric oxide sinthase (NOS), which is known ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA).
Risk factor of disturbance endothelial vasodilator function is due to the accumulation of ADMA. By blockading NO generation, ADMA can begins the process of atherogenesis, plaque progression and rupture. Datas so far about ADMA in type-2 DM patients in Indonesia were not greatly published yet, which is still interesting to be analyzed.
OBJECTIVE
To find out the difference of ADMA rate in controlled and uncontrolled blood glucose rate patients and the relation between HbA1c with ADMA.
METHOD
The research had been done since January 2009 until June 2009 with cross sectional method. The amount of participant examined 44 which randomly chosen from type-2 controlled blood glucose rate DM outpatient from division of Endocrinology and Metabolic clinic in Adam Malik General Hospital.
Of all patients were performed anamneses, physical diagnostic, blood glucose examination, HbA1c, and ADMA. Controlled blood glucose was established if HbA1c less equal than 7%.
RESULT
Of 44 samples the average age (58.70 ± 9.,059) yo , average ad random blood glucose rate (194.89 ± 79.310) mg/dl, average HbA1c (8.395 ± 2.5134) %, and average ADMA (0.9161 ± 0.399) µmol/L.
CONCLUSION
This research did not find significant relation between blood glucose rate and HbA1c with ADMA in ad random type-2 DM patients. The average of ADMA rate in uncontrolled blood glucose group is higher than the controlled one. Discovered positive relation between age and ADMA in uncontrolled blood glucose rate.
KEY WORDS
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronik yang membebani
masyarakat baik secara ekonomi dan kualitas hidup hampir di seluruh dunia
tak terkecuali Indonesia. Diabetes Melitus ( DM ) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karateristik peningkatan kadar gula
darah dan defek sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Diabetes
melitus dapat mengenai segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Dengan
semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat
pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit
kardiovaskular, dan dislipidemia sehingga prevalensi sindroma resistensi
insulin akan meningkat pula.
Angka kejadian DM cukup tinggi di Indonesia, dimana Indonesia
menduduki peringkat 4 di dunia setelah India, Cina dan Amerika. WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah diabetisi yang cukup besar untuk
tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan
jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030.2
Dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia didapatkan
prevalensi DM sebesar 1,5 - 2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun.
perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan
perkiraan prevalensi DM sebesar 4,6%.3
Faktor resiko tradisional seperti hiperkolesterolemia, hipertensi,
diabetes mellitus dan paparan rokok merupakan resiko besar penyakit
kardiovaskular. Keberagaman fenotif klinis, marker biokemis dan
polimorphism genetik tampaknya dapat menjelaskan marker resiko baru yang
berhubungan dengan disfungsi vasodilator endotelial.
Oleh karena disfungsi endotelial akan membawa terjadinya
pembentukan plak, progresi dan ruptur, menunjukkan faktor resiko yang
berbeda pada jalur patobiologi. Mekanisme gangguan endotelial diperantarai
sebuah molekul inhibitor endogen sintase nitrit okside (NOS) yang dikenal
dengan asimetrikal dimetilarginin (ADMA). Faktor resiko gangguan fungsi
vasodilator endotelial disebabkan karena akumulasi ADMA. Lebih jauh,
dengan blokade generasi NO, ADMA dapat memulai proses-proses dalam
atherogenesis, progresi plak dan ruptur plak.1
ADMA yang meningkat pada kadar yang dapat menginhibisi aktivitas
NOS pada individu dengan hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosistein,
paparan rokok, dan hiperglikemia. Pada berbagai keadaan ini peninggian
ADMA sebagai hasil dari stress oksidatif. Hiperglikemia dapat meningkatkan
stress oksidatif intraseluler melalui berbagai mekanisme. 1
Pada pasien dengan resiko aterosklerosis seperti pada pasien DM tipe
2 terjadi penurunan respon vasodilator sel endotel terutama pada arteri
Terjadinya penurunan produksi nitric oxide baik pada DM atau lanjut
usia melalui mekanisme penghambatan enzim dimetilarginin
diaminohidrolase (DDAH). Enzim ini berperan dalam menguraikan asimetrikal
dimetilarginin atau ADMA (suatu inhibitor terhadap nitric oxide sintase)
sehingga kadar ADMA meningkat dan menghambat pembentukan nitric
oxide.4
Kontrol glikemik yang ketat merupakan efek anti sitokin dan
antiaterogenik dan secara patofisiologi penting. 4 Sebuah studi oleh Yasuda
dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa koreksi hiperglikemia yang intensif
berhubungan dengan perbaikan fungsi endotel, dimana terjadi penurunan
kadar plasma TNF-ά dan ADMA pada pasien DM tipe 2.
Saat ini ADMA diterima sebagai suatu mekanisme dasar terjadinya
disfungsi endotel.5,6 Selain pada DM dan lanjut usia, kadar ADMA yang
meningkat ditemukan juga pada penderita dengan faktor risiko penyakit
vaskuler seperti hipertensi, hiperkolesterol, dislipidemia, obesitas,
hiperhomositeinemia.7,8 Lanjut usia juga dihubungkan dengan peningkatan
faktor risiko penyakit kardiovaskuler, dan kadar ADMA ditemukan secara
signifikan mengalami peningkatan.
Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat
mengganggu vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan
lebih lanjut tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Disfungsi endotel merupakan
fenomena yang penting pada patogenesa aterosklerosis 11 dan berhubungan
Disfungsi endotel merupakan kejadian awal aterogenesis, dan
aterosklerosis pembuluh darah besar merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada pasien DM tipe 2. Fard dan kawan-kawan meneliti
ADMA pada lima puluh pasien DM tipe 2 sebelum dan sesudah 5 jam
mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. ADMA plasma diukur menggunakan
kromatografi liquid performans tinggi dari 1,04 ± 0,99 ke 2,51 ± 2,27 µmol/L
(P< 0.0005). Vasodilatasi arteri brakhial setelah hiperemia reaktif, fungsi
tergantung-NO dinilai menggunakan ultrasound resolusi tinggi, menurun dari
6,9 ± 3,9 % menjadi 1,3 ± 4,5 % (P< 0.0001). Perubahan ini terjadi
berhubungan dengan peningkatan kadar trigliserida dan VLDL trigliserida,
dengan penurunan LDL kolesterol dan HDL kolesterol, dan dengan tidak ada
perubahan pada kolesterol total. Peningkatan ADMA plasma pada respon
terhadap makanan tinggi lemak signifikan dan berhubungan terbalik dengan
penurunan persentase vasodilatasi. Pada 10 subyek dengan protokol yang
sama pada hari yang berbeda, tidak terdapat perubahan signifikan pada
respon perubahan arteri brakhial atau di ADMA plasma 5 jam setelah
mengkonsumsi makanan non lemak iso kalorik. Data ini menunjukkan bahwa
ADMA mungkin berperan terhadap respon aliran darah yang abnormal dan
aterogenesis pada pasien DM tipe 2. 11
Penelitian yang dilakukan oleh Sydow dan kawan-kawan mendapatkan
bahwa pemberian suplemen oral vitamin B selama 8 minggu tidak
memperbaiki vasodilatasi endotel pada pasien penyakit arteri perifer oklusif
memperbaiki fungsi endotel pada pasien ini. Karena itu, akumulasi ADMA dan
peningkatan stres oksidatif diduga dapat menjadi dasar disfungsi endotel di
bawah kondisi hiperhomosisteinemia. Penelitian ini mungkin perlu untuk
evaluasi terapi penurunan homosistein.13
Ziegler dkk (2005) menunjukkan nilai ADMA (0,54 ± 0.12) µmol/L pada
27 pasien dengan penyakit arteri perifer 14 dan Maas dkk (2007)
memperlihatkan nilai ADMA (0,80 ± 0,22) µmol/L pada 88 pasien perokok
yang mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner.15
Sejauh ini data mengenai ADMA pada pasien DM tipe 2 belum banyak
dipublikasikan di Indonesia. Karena itulah penulis berminat melakukan
penelitian mengenai hubungan kendali kadar gula darah dengan kadar ADMA
di Medan.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Apakah ada hubungan antara kendali kadar gula darah dan kadar ADMA
pada pasien DM tipe 2.
1.3. HIPOTESA
Ada hubungan antara kendali kadar gula darah dan kadar ADMA
pada pasien DM tipe 2.
Untuk mengetahui hubungan antara kadar gula darah, nilai HbA1c dengan
nilai ADMA pada pasien DM tipe 2 yang terkendali dan yang tidak
terkendali.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan di bidang
endokrinologi khususnya mengenai terdapatnya perbedaan nilai ADMA
dan hubungannya dengan kendali kadar gula darah pada pasien DM tipe
2 yang terkendali dan tidak terkendali.
2. Untuk penelitian : menambah khasanah pengetahuan bahwa ADMA
dapat dipakai sebagai penanda disfungsi endotel dan penelitian ini dapat
dipakai sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya.
3. Masyarakat : untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
terutama evaluasi penatalaksanaan pasien DM tipe 2 khususnya masalah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (DM), dimana hiperglikemia
adalah salah satu abnormalitas metabolik utama. Kontrol gula darah merupakan
langkah utama penanganan DM.3 Sebuah studi terkontrol terbaru, oleh United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), menyarankan terapi intensif
menurunkan glukosa telah menurunkan kejadian komplikasi makrovaskular.
Bagaimanapun, pengaturan yang tepat terhadap kontrol hiperglikemia pada
komplikasi kardiovaskular perlu segera diputuskan pada pasien DM tipe 2.8
Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat mengganggu
vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan lebih lanjut
tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Penemuan ini mengindikasikan hubungan
yang mungkin terjadi antara kadar glukosa dan fungsi endotel pada manusia.
Disfungsi endotel merupakan fenomena yang penting pada patogenesa
aterosklerosis 11 dan berhubungan dengan perubahan nitric oxide (NO) sintase
di dinding pembuluh darah. 12
Peningkatan kadar ADMA ditemukan pada binatang percobaan yang
mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2 dan pasien DM tipe 2 atau mengalami
resistensi insulin. Glukosa sendiri dapat mensupresi aktifitas DDAH dan ADMA.13
ADMA merupakan inhibitor kompetitif dari NO sintase yang endogen.14
implikasinya sebagai faktor penting pada patogenesa DM tipe 2. 16 Oleh karena
itu, studi ini ingin mengamati apakah terapi intensif hiperglikemia yang
menjadikan kendali gula darah yang baik akan dapat memperbaiki fungsi endotel
yang berhubungan dengan modulasi sitokin dan/atau penurunan kadar ADMA di
plasma pasien DM tipe 2.
2.1. RESISTENSI INSULIN
Resistensi insulin adalah kegagalan respon efek fisiologis insulin terhadap
metabolisme glukosa, lipid, protein, serta fungsi endotel vaskular.16 Dengan
semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula
jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit kardiovaskular
dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula.
Hanter dkk pada penelitiannya terhadap anak-anak prepubertas (5-10 tahun)
dengan ibu penderita diabetes tipe 1 atau tipe 2 dimana sensitifitas insulin lebih
rendah pada anak prepubertas dengan ibu diabetes.17 Tidak diragukan lagi
bahwa resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe
2.18,19 Sedangkan Haffner dan kawan-kawan mendapatkan tingginya kadar insulin
serum pada keluarga keturunan penderita DM dibandingkan yang bukan
keluarga keturunan penderita DM.20 Resistensi insulin umumnya telah
berkembang lama sebelum munculnya penyakit, maka identifikasi dan terapi
pasien resistensi insulin berpotensi mempunyai nilai prevensi yang besar.
Resistensi insulin harus dicurigai pada pasien yang mempunyai riwayat DM satu
kehamilan, polycystic ovary syndrome (PCOS) atau gangguan toleransi glukosa,
pasien obesitas.
Mekanisme yang melatar belakangi resistensi insulin belum sepenuhnya
diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara intensif. Adapun
gangguan seluler maupun molekuler yang diduga bertanggung jawab adalah :
disfungsi receptor insulin, abberant receptor signaling pathway, dan abnormalitas
transport atau metabolisme glukosa. Gangguan pada ambilan dan penggunaan
glukosa yang dimediasi oleh insulin dapat menurunkan penyimpanan glukosa
sebagai glikogen di otot dan hati. Hal ini bisa timbul , sebagian karena komponen
genetik. Beberapa abnormalitas genetik yang berkaitan dengan GLUT 4 Glucose
transporter dan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan ambilan
glukosa otot melalui down regulation GLUT 4 transporter.16 GLUT 4 adalah
pengangkut utama glukosa yang responsive terhadap insulin dan terletak
terutama pada sel otot dan adiposit.21 Pada keadaan normal di sel otot dan
adiposa, GLUT 4 mengalami daur ulang diantara membrane plasma dan pool
penyimpanan intraseluler.
Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi
Gambar 1. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2. 22
2.2. ASYMMETRICAL DIMETHYLARGININE (ADMA)
ADMA merupakan asam amino alami yang bersirkulasi dalam darah.
ADMA dibentuk secara kontinyu sebagai produk samping pergantian protein
dalam semua sel tubuh. ADMA menunjukkan struktur yang homolog dengan
asam amino L-arginin, dan bekerja sebagai penghambat Nitric Oxide synthase
(NOS) dalam sintesis Nitric Oxide (NO). NO merupakan faktor utama dalam
menjaga fungsi endotel.23,24 Penurunan sintesa NO akan menyebabkan disfungsi
endotel. ADMA disintesis melalui residu arginin pada protein yang mengalami
metilasi oleh enzim protein arginine methyltransferase (PMRT) (gambar 2).9
Didapatkan dua rute utama eliminasi ADMA yaitu melalui ekskresi ginjal dan
degradasi enzimatik oleh dimethylarginine dimethylaminohydrolase (DDAH).
atau mempengaruhi aktifitas DDAH, diduga sebagai mekanisme peningkatan
ADMA pada beberapa kondisi klinis. Saat ini ADMA diterima sebagai suatu
mekanisme dasar terjadinya disfungsi endotel.5
Berikut gambaran bagan kimia ADMA :
Gambar 2. Struktur kimia ADMA. 25
2.3. MEKANISME PENINGKATAN ADMA
ADMA merupakan derivat dari metilasi residu arginin pada protein. Reaksi
ini dikatalisasi oleh PRMTs yang mengubah kelompok metil dari
S-adenosyl-L-methionine (SAM) menjadi masing-masing guanidino nitrogen dari residu
arginin. Reaksi ini menghasilkan derivat methylated arginine (protein terdiri dari
ADMA) dan S-adenosyl-L-homocysteine (SAH). Hidrolisis protein yang
termetilasi menghasilkan ADMA. ADMA merupakan inhibitor kompetitif
terhadap NOS endotel. Semua metil arginin dieksresikan di urin dan sebagian
dimetabolisme menjadi asam -keto oleh aktifitas enzim dimethylarginine
degradasi melalui enzim DDAH. Enzim DDAH menghidrosilasi ADMA menjadi
dimethylamine dan L-citrulline. 9
Gambar 3. Jalur biokemis generasi, eliminasi dan degradasi ADMA. 9
DM = diabetes mellitus; HTN= hypertension, LDL-C = LDL cholesterol; HCY=
hyperhomocystinemia; dan CMV = cytomegalovirus
Pada manusia diperkirakan 300 µmol (sekitar 60 mg) ADMA dihasilkan
per hari, 250 µmol akan dimetabolisme oleh enzim DDAH, dan hanya sejumlah
kecil (sekitar 50 µmol/hari) yang dieksresikan melalui ginjal.26,27 Degradasi ADMA
sebagian besar diperantarai oleh enzim DDAH membentuk citruline dan
metilamine. Sampai saat ini peningkatan ADMA yang ditemukan pada berbagai
Enzim DDAH merupakan mekanisme utama bagaimana faktor risiko
kardiovaskuler menghambat jalur sintesa nitric oxide. Aktivitas DDAH terganggu
oleh stres oksidatif sehingga menimbulkan penumpukan kadar ADMA dalam
plasma. Dalam kadar patologis beberapa faktor risiko penyakit kardiovaskuler
seperti kolesterol LDL teroksidasi, paparan rokok, hiperhomosistinemia,
hiperglikemia menimbulkan stress oksidatif pada endothelial. Masing-masing
kondisi ini menekan aktivitas enzim DDAH baik secara in vitro maupun in
vivo.10,28 Peranan utama enzim DDAH dalam pengaturan sintesis nitric oxide
secara in vivo dibuktikan pada binatang percobaan tikus, dimana ditemukan
peningkatan DDAH yang diikuti penurunan kadar ADMA 50%. Penurunan kadar
ADMA diikuti peningkatan aktivitas nitric oxide sintase yang bisa dilihat dari
penurunan ekskresi nitrat urine.28 Kadar ADMA sekitar 1,0 ± 0,1 µmol/l pada
orang sehat, dapat meningkat menjadi 2,2 ± 0,2 µmol/l pada dewasa muda
dengan hiperkolesterolemia, yang klinisnya asimptomatik. 29 Kadar ADMA
dilaporkan meningkat pada penderita DM tipe 2, lanjut usia, resistensi insulin
penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia,
hiperhomosisteinemia, dan hiperkolesterolemia. 10,29,30
2.4. HIPERGLIKEMIA DAN ADMA
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (DM), dimana hiperglikemia
adalah salah satu abnormalitas metabolik utama. Kontrol gula darah merupakan
(UKPDS), menyarankan terapi intensif menurunkan glukosa untuk menurunkan
kejadian komplikasi makrovaskular. Bagaimanapun, pengaturan yang tepat
terhadap kontrol hiperglikemia pada komplikasi kardiovaskular perlu segera
diputuskan pada pasien DM tipe 2.9
Pengendalian glukosa darah pada penderita DM dilihat dari dua hal yaitu
glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang. Pemantauan glukosa
darah sesaat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam pp, pantauan jangka
panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c. Pemeriksaan kadar
HbA1c mencerminkan rata-rata pengontrolan glukosa darah dalam 3 bulan
terakhir.31 Tingginya kadar HbA1c berkorelasi positif dengan terjadinya
komplikasi DM, baik makro maupun mikro vaskuler.32
Kadar HbA1c akan mengikuti kadar rata-rata glukosa darah harian
penderita dimana kadar HbA1c 6% mencerminkan kadar glukosa darah harian
7,5 mmol/L (135 mg/dL), 7% setara dengan 9,5 mmol/L (170 mg/dL), dan 8%
sesuai untuk rata rata glukosa darah harian sebesar 11,5 mmol/L (205 mg/dL).
Peningkatan kadar HbA1c setinggi 1% mencerminkan peningkatan rata- rata
glukosa darah 2,0 mmol/L (35 mg/dL).30,33
Beberapa studi telah menunjukkan hiperglikemia akut dapat mengganggu
vasodilatasi tergantung endothelium pada subyek sehat 9 dan lebih lanjut
tertekan pada pasien DM tipe 2.10 Penemuan ini mengindikasikan hubungan
yang mungkin terjadi antara kadar glukosa dan fungsi endotel pada manusia.
aterosklerosis 9 dan berhubungan dengan perubahan nitric oxide sintase (NOS)
di dinding pembuluh darah. 10
Peningkatan kadar ADMA ditemukan pada binatang percobaan yang
mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2 dan pasien DM tipe 2 atau mengalami
resistensi insulin. Glukosa sendiri dapat mensupresi aktifitas DDAH dan ADMA.9
ADMA merupakan inhibitor kompetitif dari NO sintase yang endogen.9
Konsentrasinya bertambah oleh tumour necrosis factor-α (TNF-α), 10 yang
implikasinya sebagai faktor penting pada patogenesa DM tipe 2.11
Sebagai inhibitor endogen prinsipal nitric oxide synthase, ADMA
meregulasi tingkat pembentukan nitric oxide (NO). Nitric oxide berperan sebagai
molekul signal pada sistem saraf , pertahanan melawan infeksi, regulator
tekanan darah dan menjaga aliran darah ke organ. Peninggian ADMA
merupakan faktor resiko hipertensi, pemyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, dan
disfungsi ereksi. Faktor yang berperan terhadap peningkatan ADMA meliputi
peningkatan stres oksidatif dan insufisiensi asam folat.
Beberapa studi independent menunjukkan pentingnya memeriksa ADMA
oleh karena :
1. ADMA merupakan prediktor yang lebih baik untuk resistensi insulin
dibandingkan marker lain.
2. Merupakan prediktor yang lebih baik untuk gangguan vaskular endotel
dibandingkan kolesterol.
3. Homosistein meningkat pada peningkatan ADMA. Inhibisi sintesis nitric
oxide mungkin menjelaskan mengapa homosistein berhubungan dengan
gangguan endotel, dan vasodilatasi yang tergantung nitric oxide.
4. Peningkatan konsentrasi ADMA merupakan faktor kontribusi potensial
untuk preeklampsia dan berhubungan dengan disfungsi endotel pada
beberapa wanita.
5. Gangguan yang diinduksi glukosa disebabkan akumulasi ADMA dan
mungkin berkontribusi pada disfungsi vasodilator endotel pada diabetes
melitus.
6. Pada sistem kardiovaskular, penurunan biosintesis NO potensial untuk
terjadinya kenaikan tekanan darah, meningkatkan platelet dan
perlengketan sel darah putih, meningkatkan pertumbuhan vaskular otot
polos, mengubah konsumsi oksigen mitokondria dan mengakselerasi
pertumbuhan lesi menyerupai aterosklerosis.
7. Pada studi preklinis dan klinis, ADMA ditemukan meningkat pada
hiperkolesterolemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia atau
8. Kadar ADMA meningkat berhubungan dengan kadar trigliserida.
9. ADMA meningkat pada hambatan arteri perifer dan karotis. 9
2.5. METODOLOGI LABORATORIUM
ADMA dapat dinilai menggunakan kromatografi liquid berperformans
tinggi. Metode ini memerlukan waktu lama dan tidak sesuai untuk laboratorium
klinis rutin. Sebuah kromatografi liquid performans tinggi (high performance liquid
chromatography / HPLC ) yang sederhana, sensitif dan cepat dengan metode
spektrometrik massa tandem yang sedang dikembangkan dengan batas deteksi
1 ng/ml. Perbaikan metode ini dapat membuat pemeriksaan ADMA menjadi lebih
rutin.9
2.6. ADMA SEBAGAI PENILAIAN UNTUK PILIHAN TERAPETIK TERHADAP
ATEROSKLEROSIS
Mengembalikan efek dari peningkatan ADMA atau menurunkan kadar
ADMA mungkin merupakan tujuan yang bermanfaat untuk penatalaksanaan
disfungsi endotel. Diet pasien dengan arginin, secara teoritis efektif menurunkan
disfungsi endotel yang diakibatkan peningkatan ADMA.
Obat antagonis pada sistem renin-angiotensin-aldosterone seperti ACE
inhibitors, angiotensin II receptor blockers, dan antagonis aldosteron, dapat
mengurangi kadar ADMA plasma melalui mekanisme yang belum jelas. Jalur
yang mungkin terjadi melalui perbaikan pada stress oksidatif oleh angiotensin II,
memperbaiki disfungsi endotel dan peningkatan kadar ADMA. Namun berbagai
studi sampai saat ini tampaknya gagal mendukung hipotesa ini.
Obat anti diabetik oral seperti metformin dan thiazolidinedion, menurunkan
kadar ADMA melalui mekanisme yang juga belum begitu jelas. Thiazolidinedion
menunjukkan pengaruh pada pelepasan ADMA dari sel endothelial pada in vitro
dan konsentrasi ADMA pada tikus in vivo. Metformin telah menunjukkan
penurunan kadar ADMA pada pasien DM tipe 2, meskipun dipikirkan efek ini
mungkin terjadi sebagai akibat dari kontrol glikemik yang lebih baik. Metformin
secara struktural mirip dengan struktur ADMA dan dapat berpindah melalui y+
channel.
Di antara senyawa alami dengan kepentingan sebagai antioksidan,
vitamin E mungkin dapat mencegah peningkatan ADMA dengan menginduksi
LDL pada tikus. Pada manusia vitamin ini menurunkan kadar ADMA plasma
pada pasien insufisiensi renal. 35
Beberapa intervensi untuk menurunkan kadar ADMA antara lain :
¾ Meningkatkan latihan
¾ Menurunkan stress oksidatif ¾ Meningkatkan kadar antioksidan
2.7. KERANGKA KONSEPSIONAL
DMT2 tidak terkendali DMT2 terkendali
Stress oksidatif ↓ Stress oksidatif ↑
ADMA
L - arginine NO
NOS Disfungsi
endotel ↑
BAB 3 METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan observasi klinik dengan pendekatan
metode potong lintang (cross sectional study).
3.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian direncakan dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai
dengan Juni 2009 di Poliklinik Endokrin dan Metabolik RS Haji Adam
Malik Medan.
3.3. Subjek penelitian
Penderita DM tipe 2 yang berobat rawat jalan di poliklinik penyakit
Endokrin dan Metabolik RS HAM.
3.4. Kriteria inklusi
• Laki-laki dan perempuan berumur ≥ 18 tahun. • Pasien rawat jalan dengan penyakit DM tipe 2. • Bersedia mengikuti penelitian.
• Penderita DM tipe 2 yang dalam keadaan komplikasi akut hipoglikemia atau hiperglikemia.
• Penderita DM tipe 2 dengan penyakit penyerta seperti infeksi, keganasan, gangren diabetik, riwayat stroke, riwayat infark
jantung koroner.
• Kehamilan. • Merokok.
3.6. Besar sampel
Perkiraan besar sampel : 36
(Zα+ Zβ) Sd d
2
n =
Zα = tingkat kemaknaan ditetapkan 95% = 1,96 Zβ = 1,645
Sd = Standart deviasi perkiraan = 0,32
d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgment)
= 0,26
2
n1 = n2 ≥ ( 1,96 + 1,645 ) 0,32 ≥ 19,68 ≥ 20
0,26
3.7. Cara penelitian
a. Penelitian ini mendapat persetujuan dari komite medik penelitian
bidang kedokteran FK USU.
b. Dicatat umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat stroke, riwayat
infark otot jantung, riwayat merokok, lamanya diabetes dan
penggunaan obat –obatan.
c. Diukur tinggi badan (cm), berat badan (kg)
d. Diukur tekanan darah dengan sphygmomanometer (Nova), dimana
pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada
lengan kanan dan ditentukan tekanan darah sistole dan diastole
(mmHg).
e. Prosedur pengambilan dan pengiriman sampel
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dianamnese dan diperiksa
secara fisik diagnostik oleh peneliti. Selanjutnya hasil anamnese dan
pemeriksaan fisik dicatat oleh peneliti.
Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah dari pasien dengan
prosedur sebagai berikut :
1) Pertama-tama disiapkan alat-alatnya berupa: spuit, sarung
tangan, Tempelkan stiker pada setiap spuit, dan tuliskan nama
pasien, serta tanggal pengambilan sampel darah.
Pengambilan sampel darah dengan menggunakan plasma
0
C. Untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama (sampai 24
bulan) sampel dapat disimpan pada suhu -20 0C.
2) Perhatikan apakah semua spuit sudah diberi label dan
dilengkapi, serta lembaran data telah diisi dan dikirim ke
laboratorium PRODIA Jl. S.Parman no. 17/233 G Medan.
f. Prosedur pemeriksaan sampel
1. Pemeriksaan KGD, HbA1c, dan ADMA dilakukan dari
sampel darah.
2. Pemeriksaan ADMA menggunakan kromatografi liquid berupa
high performance liquid chromatography (HPLC).
Metode ini memerlukan waktu lama.
2.1. Persiapan reagen dan sampel
2.1.1. Strip mikrotiter
MT- Strip, 12 strip, masing-masing 8 lempengan
terpisah, dilapisi ADMA.
2.1.2. Buffer pencuci (50 ml)
2.1.3. Reagen equalizing (1 vial)
2.1.4. Reagen acylation (2 vial) disertai Dimethylformamide
(DMF) (1 vial)
2.1.5. Standar A-F (6 vial), masing-masing 4 ml
2.1.6. Kontrol 1 & 2, masing-masing 4 ml (2 vial)
2.1.7. Buffer acylation, 1 botol, 3 ml
2.1.9. Enzim konjugat, 1 vial, 11 ml, Anti- IgG peroksidase
kambing-kelinci.
2.1.10. Substrat 1 vial, 11 ml solusi TMB
2.1.11. Stop Solution, 1 vial, 11 ml 0,3 M asam sulphuric
2.1.12. Piring reaksi, untuk acylation
2.1.13. Perlengkapan tambahan : pipet (20,25,50,100 dan
250 µl), pengocok orbital, perlengkapan pencucian
microplate, microplate photometer (450 nm), Vortex
mixer, Roll mixer.
2.2. Prosedur test ELISA
2.2.1. Inkubasi sampel
Pipet masing-masing 50 µl Standar A sampai F
( terdapat 6 vial StandarA-F dalam isi Kit), 50 µl kontrol
dan 50 µl sampel ke dalam strip mikrotiter yang
terlapis. Pipet tiap 50 µl antiserum dan kocok
perlahan dengan pengocok orbital. Tutup lempengan
dengan adhesive foil dan inkubasi strip mikrotiter
selama 15-20 jam (sepanjang malam) pada suhu 2-8 o
C.
2.2.2. Pencucian
Aspirasi isi lempengan dan cuci dengan 250 µl buffer
pencuci, kocok perlahan dengan pengocok orbital,
dengan menggunakan lempengan pada kertas
absorben yang bersih.
2.2.3. Konjugasi inkubasi
Masing-masing pipet 100 µl enzim konjugasi ke
dalam lempengan. Inkubasi 60 menit pada suhu
temperatur dengan pengocok orbital.
2.3.4. Pencucian
Ulang prosedur 2.2.2
2.3.5. Inkubasi substrat
Pipet masing-masing 100 µl substrat ke dalam
lempengan dan inkubasi 20- 30 menit pada suhu kamar
dengan pengocok orbital.
2.3.6. Stopping
Pipet masing-masing 100 µl Stop Solution ke dalam
lempengan.
2.3.6. Pembacaan
Dibaca dengan densitas optikal 450 nm (referensi
panjang gelombang antara 570-650 nm) pada
micrometer photometer.37
3.8. Defenisi operasional
3.8.1. DM tipe 2 berdasarkan PERKENI 2006 ditegakkan
a. Keluhan klasik diabetes + KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau
KGD puasa ≥ 126 mg/dl.
b. Dalam 2 masa pemeriksaan : KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl atau
KGD puasa ≥ 126 mg/dl.2
3.8.2. ADMA adalah inhibitor kompetitif NO sinthase, berupa derivat
dari metilasi residu arginin pada protein, jika meningkat akan
menghambat pembentukan nitric oxide sehingga saat ini
dianggap sebagai salah satu dasar terjadinya disfungsi
endotel.
3.8.3 HbA1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan
glukosa dan hemoglobin. HbA1c atau hemoglobin terglikasi
digunakan untuk menilai kadar gula darah dalam kurun waktu
12 minggu. Pemeriksaannya tidak dapat digunakan untuk
menilai kadar gula darah jangka pendek. 2
3.8.4. Hipertensi jika ada riwayat hipertensi dan/ atau menggunakan
obat-obat anti hipertensi sebelumnya. Pada pasien diabetes
dikatakan :
- hipertensi terkontrol jika tekanan darah < 130/80 mmHg.
- hipertensi tidak terkontrol jika tekanan darah ≥ 130/80 mmHg.
2
3.8.5. Penulis menggunakan kriteria pengendalian gula darah pada
pasien DM tipe 2 oleh UKPDS :
- tidak terkendali jika HbA1c > 7 %. 38
3.9. Kerangka Operasional
Tidak terkendali
- KGD sewaktu
- HbA1c
Terkendali
ADMA
? Pasien DMT2 di poli
rawat jalan
?
3.10. Analisa Data
Semua data yang diperlukan dimasukkan kedalam tabel induk
dengan menggunakan bantuan program komputer. Kemudian data
diolah dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 15,0. Data
deskriptif disajikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis. Hasil penelitian
dituangkan berupa rerata, simpang baku.
Untuk menilai perbedaan rerata umur, lama DM, tekanan darah
sistolik dan diastolik, KGD sewaktu, HbA1c dan ADMA pada sampel,
digunakan T- test untuk data normal dan Mann-Whitney test untuk data
kelamin, IMT, riwayat hipertensi, dan penggunaan obat diabetik
menggunakan uji chi square.
Untuk mengetahui korelasi antara umur, lama DM, tekanan darah
sistolik dan diastolik, KGD sewaktu, HbA1c dengan nilai ADMA
digunakan uji Pearson jika data terdistribusi normal dan uji Sperman jika
ada data yang terdistribusi tidak normal.
Hasil analisis dianggap bermakna apabila p < 0,05. Untuk menilai
adakah hubungan antara data dilakukan uji chi square. Nilai p<0,05
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di poliklinik
Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam. Pengambilan sampel
dilakukan sejak 05 Januari 2009 sampai 31 Maret 2009. Pengambilan sampel
dilakukan kepada setiap pasien diabetes melitus yang sedang berobat ke
poliklinik Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan. Diagnosis diabetes melitus adalah berdasarkan penegakan
diagnosis dari dokter ataupun riwayat menderita diabetes dan telah mendapat
pengobatan diabetes dari puskesmas, rumah sakit maupun dokter-dokter yang
praktek.
Diinklusikan pasien laki-laki dan perempuan umur minimal 18 tahun, yang
sedang berobat jalan dengan diagnosa penyakit DM tipe 2 dan bersedia
mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi adalah penderita DM tipe 2 yang dalam
keadaan komplikasi akut hipoglikemia atau hiperglikemia, penderita DM tipe 2
dengan penyakit penyerta seperti infeksi, keganasan, gangren diabetik, riwayat
stroke, riwayat infark jantung koroner, penderita DM tipe 2 yang hamil dan yang
merokok.
Data-data yang diperlukan dicatat oleh peneliti dan asisten peneliti
(anamnesa pribadi, lama dan pengobatan penyakit diabetes, riwayat hipertensi
dan lain-lain, pengukuran antropometri dan pengukuran tekanan darah
jumlah sampel diminta kesediaannya untuk diambil sampel darah sebanyak
10-12 cc dari vena mediana cubiti untuk pemeriksaan laboratorium KGD sewaktu,
HbA1c dan ADMA.
Dari tabel 1 terlihat karakteristik dasar pada sampel penelitian yang
berjumlah 44 orang.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian (n=44)
Karakteristik Rerata ± SB atau Median
(maksimum-minimum)
Umur (tahun) 58,70 ± 9,059 (41-78)
Lama DM (tahun) 10,05 ± 6,111 (1-26)
IMT (kg/m2) 25,6816 ± 2,399 (18,69-30,12)
TD sistolik (mmHg) 133,86 ± 21,264 (100-180)
TD diastolik (mmHg) 79,32 ± 7,281(60-100)
KGD sewaktu (mg/dl) 194,89 ± 79,310 (82-359)
HbA1c (%) 8,395 ± 2,5134 (5,1-12,6)
ADMA (µmol/L) 0,9161± 0,399 (0,46-1,94)
Ket : SB = simpang baku
Kadar gula darah terkendali pada pasien DM tipe2 dinilai berdasarkan
nilai HbA1c. Dikatakan kadar gula darah terkendali jika HbA1c ≤ 7 %. Ternyata
dari sampel ada sejumlah 20 (45,45%) orang dengan kadar gula darah terkendali
(70 %) orang laki-laki dan 6 (30 %) perempuan pada kelompok kadar gula darah
terkendali.
Ada tidaknya perbedaan bermakna berbagai variabel antara kelompok
kadar gula darah terkendali dan tidak terkendali diuji menggunakan uji T
independen untuk data kontinu dan uji chi square untuk data katagorikal.
Dikatakan terdapat perbedaan bermakna jika p < 0,05. Kelebihan berat badan
ditemukan pada 22 (50%) orang ( IMT > 23 kg/m2 menurut kriteria Asia Pasifik) 2
dan tidak ada perbedaan IMT (p = 0,69) antara kelompok dengan kadar gula
darah terkendali dan tidak terkendali. Terdapat 1 (2,3%) dan 12 (27,3%) orang
masing-masing hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol pada pasien DM
terkendali dan 4 (9,1%) dan 6 (13,6%) pasien pada kelompok DM tidak
terkendali (p = 0,05). Terdapat perbedaan bermakna antara proporsi jenis
kelamin (p = 0,015) , rerata umur (p = 0,024) dan rerata kadar gula darah (p =
0,009) pada kelompok kadar gula darah terkendali dengan yang tidak terkendali.
Untuk lebih jelasnya tabel 2 berikut menggambarkan berbagai variabel pada
Tabel 2. Pengendalian diabetes yang dicapai.
Variabel DM Terkendali
(Rerata ± SB)
DM Tidak terkendali (Rerata ± SB)
Nilai p
Umur (tahun) 62,05 ± 8,690 55,92 ± 8,556 0,024
IMT (kg/m2) 25,405 ± 2,795 25,912 ± 2,045 0,492
Lama DM (tahun) 9,90 ± 6,155 10,17 ± 6,204 0,887 Tekanan darah sistolik
(mmHg)
138,50 ± 23,902 130,00 ± 18,415 0,074
Tekanan darah diastolik (mmHg)
79,50 ± 6,863 79,17 ± 7,755 0,871
KGD sewaktu (mg/dl) 162,45 ± 52,053 221,92 ± 88,566 0,009
Ket : Rerata ± SB untuk data kontinu
Tabel 3 berikut memperlihatkan pengobatan anti diabetik yang sedang
dipakai pasien. Tidak ada perbedaan pengobatan anti diabetik antara kelompok
kadar gula darah terkendali dan tidak terkendali (p = 0,310). Terlihat kombinasi
pemakaian sulfonilurea dan biguanid paling banyak digunakan yaitu sebanyak 17
(38,6%) pasien. Pada pasien yang kadar gula darahnya terkendali sebanyak 8
(18,2%) orang menggunakan kombinasi sulfonilurea dan biguanid, 5 (11,4%)
orang menggunakan sulfonilurea dan ada 4 (9,1%) orang menggunakan insulin
Tabel 3. Pengobatan anti diabetik pada pasien DM.
Pengobatan anti diabetik
DM Terkendali n (%)
DM Tidak Terkendali n (%)
Sulfonilurea 5 (11,4) 2 (4,5)
Biguanid 0 2 (4,5)
Penghambat glukosidase 0 1 (2,3)
Insulin 3 (6,8) 2 (4,5)
Sulfonilurea + Biguanid 8 (18,2) 9 (20,5)
Insulin + Biguanid 4 (9,1) 3 (6,8)
Insulin + Biguanid +
Sulfonilurea
0 2 (4,5)
Sulfonilurea + Biguanid +
Penghambat glukosidase
0 2 (4,5)
Insulin + Biguanid +
Penghambat glukosidase
0 1 (2,3)
Pada tabel 4 berikut dinilai rerata nilai ADMA pada kelompok kadar gula
darah terkendali dan kadar gula darah tidak terkendali dan ternyata rerata nilai
ADMA pada kelompok kadar gula darah tidak terkendali lebih tinggi dan
Tabel 4. Rerata nilai ADMA pada kelompok DM terkendali dan tidak terkendali
DM Terkendali DM Tidak
Terkendali
Nilai p
n Rerata ± SB n Rerata ± SB
ADMA
(µmol/L)
20 0,7795 ±
0,11664
24 1,0300 ± 0,50795
0,027
Dilakukan uji korelasi antara faktor-faktor yang dinilai dalam pengendalian
kadar gula darah yaitu glukosa sewaktu dan HbA1c dengan kadar ADMA
menggunakan uji korelasi Pearson. Berdasarkan uji korelasi Pearson terdapat
hubungan yang mendekati bermakna antara HbA1c dengan kadar ADMA.
Sedangkan antara KGD sewaktu dan ADMA tidak terdapat hubungan bermakna.
Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 5.
Tabel 5. Hubungan HbA1c dan KGD terhadap ADMA.
Korelasi n r Nilai p
ADMA dengan HbA1c 44 0,295 0,052
ADMA dengan KGD sewaktu 44 0,112 0,471
Ket : Data menggunakan korelasi Pearson, r : kekuatan korelasi
BAB 5 PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan populasi diabetes usia dewasa dengan rerata
umur 59 tahun antara usia 41 sampai 78 tahun. Didapatkan rerata HbA1c
8,395% dengan nilai terendah 5,1 % dan tertinggi 12,6%. Hal ini menunjukkan
pada penderita DM yang usia dewasa sampai usia lanjut lebih sulit untuk
mengontrol glukosa darah.
Rerata ADMA pada penelitian ini adalah 0,9161 µmol/L. Penelitian yang
dilakukan oleh Hariawan dkk pada populasi lanjut usia dengan rerata usia 67
tahun mendapatkan rerata kadar ADMA 0,722 µmol/L.30 Meinitzeir dkk
mendapatkan rerata nilai ADMA pada pasien penyakit koroner dengan usia
rata-rata 58 tahun adalah 0,828 µmol/L (p= 0,022). 39 Hal ini disebabkan perbedaan
tempat yang disebabkan perbedaan budaya dan sosial ekonomi. Nilai rerata
ADMA pada kelompok pasien dengan kadar gula darah tidak terkendali lebih
tinggi dan berbeda bermakna dari yang terkendali, yaitu masing-masing 1,03
µmol/L dan 0,7795 µmol/L (p = 0,027). Pada penelitian ini didapatkan sebagian
besar penderita dalam keadaan gizi berlebih 22 (50%) dan ada juga yang
menderita hipertensi 23 (52,27 %).
Hubungan antara kadar HbA1c dengan ADMA pada penelitian ini
mendekati bermakna (r = 0,295; p = 0,052). Hal ini mungkin disebabkan
berbagai keterbatasan seperti jumlah sampel yang kurang banyak, atau berbagai
dkk.menemukan hubungan kadar HbA1c dengan ADMA yang tidak bermakna p
= 0,451 dengan nilai r = - 0,14.30
Dilihat dari glukosa darah sewaktu tidak terdapat hubungan yang
bermakna dengan ADMA (r = 0,112; p = 0,471). Hal ini berarti peningkatan atau
penurunan kadar glukosa darah, baik dalam waktu singkat ataupun jangka lama
tidak diikuti oleh peningkatan atau penurunan kadar ADMA.
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan disfungsi enzim
DDAH sehingga degradasi ADMA terganggu. Kondisi hiperglikemi juga akan
memacu kerja enzim argininmetiltransferase untuk memproduksi ADMA.
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang hubungan antara
glukosa darah dengan kadar ADMA mendapatkan hasil yang berbeda. Kadar
glukosa darah yang tinggi berhubungan secara signifikan dengan kadar ADMA
dalam darah.30
ADMA ditemukan meningkat pada beberapa penyakit yang merupakan
faktor risiko penyakit kardiovaskuler (hipertensi, dislipidemia, obesitas, usia lanjut,
DM, hiperhomosistinemia, penyakit ginjal kronis,merokok). Kadar ADMA plasma
pada usia lanjut lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan usia muda.
Penelitian dapat melihat hubungan bermakna antara umur dengan nilai
ADMA pada kelompok kadar gula darah tidak terkendali Hubungan ini berupa
hubungan positif, dimana makin bertambah umur makin tinggi nilai ADMA (r =
0,535, p= 0,007). Hasil ini juga seperti penelitian yang dilakukan oleh Maas dkk,
terhadap 88 pria dengan usia rata-rata 61 tahun dan kadar rata-rata ADMA 0,88
koroner, ternyata terdapat hubungan positif antara umur dan konsentrasi ADMA
(p < 0,001).15 Penelitian ini mendapatkan sampel pasien DM dewasa sampai
lanjut usia dimana usia lanjut identik dengan multipatologi. Multipatologi akan
diikuti oleh penggunaan banyak obat (polifarmasi). Kemungkinan pengaruh
berbagai macam obat terhadap kadar ADMA juga perlu dipertimbangkan.
Terjadinya proses biokimia, enzimatik, dan fisiologis yang disebabkan oleh
proses menua perlu dipertimbangkan dapat mempengaruhi kadar ADMA.
Diperlukan penelitian lanjutan yang menyertakan berbagai variabel yang terjadi
pada proses menua serta pengaruh beberapa obat terhadap kadar ADMA.
Dari penelitian ini tidak begitu jelas hasil yang tampak dari penggunaan
obat hipoglikemik yang digunakan untuk mencapai terkendalinya gula darah.
Beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan penurunan kadar ADMA dengan
pemberian obat hipoglikemi baik insulin maupun antidiabetes oral. Penelitian ini
menunjukkan persentase jenis dan kombinasi pengobatan hipoglikemik yang
hampir sama antara kelompok DM terkendali dan DM tidak terkendali namun
hasilnya tidak begitu berbeda terhadap kendali kadar gula darah. Hal ini bisa
disebabkan perbedaan dosis pemberian dimana penelitian sebelumnya
menggunakan obat baik insulin ataupun antidiabetes oral secara rutin,
sedangkan sampel pada penelitian ini banyak yang menggunakan obat tidak
secara rutin (sesuai dengan situasi dan kondisi).
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang hubungan
antara glukosa darah dengan kadar ADMA mendapatkan hasil yang berbeda.
ADMA dalam darah. Kadar ADMA plasma ditemukan meningkat secara
signifikan pada DM tipe 2 dan terdapat korelasi yang bermakna antara glukosa
darah dengan kadar ADMA.
Pengendalian glukosa darah saja tidak bisa dipakai pegangan dalam
perawatan penderita DM. Penyakit-penyakit penyerta hendaknya diterapi secara
aktif, karena hubungannya dengan risiko disfungsi endotel yang merupakan
resiko penyakit kardiovaskuler termasuk diabetes.
Keterbatasan studi ini, bahwa merupakan studi potong lintang dengan
pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali, sehingga hasilnya tidak dapat
dipakai untuk menilai perkembangan subjek selanjutnya, tidak ada pemeriksaan
sejumlah faktor-faktor resiko yang lebih banyak dan dilakukan secara objektif
seperti pemeriksaan laboratorium dan berbagai alat pendukung diagnostik
lainnya untuk berbagai faktor resiko yang menyertai. Untuk melengkapi
penelitian ini perlu dilakukan penelitian serupa yang menggunakan rancangan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari hasil yang ditemukan dan pembahasannya dari penelitian ini dapat
diajukan kesimpulan sebagai berikut :
Pada pasien DM tipe 2 dengan kadar gula darah yang tidak terkendali
ditemukan nilai ADMA yang lebih tinggi dari pasien DM tipe 2 yang kadar gula
darahnya terkendali.
6.2. SARAN
Studi ini dapat dijadikan studi awal dimana perlu dilakukan lagi studi
lanjutan dengan desain studi yang sama ataupun yang berbeda seperti kohort
dengan sampel lebih besar, analisis dan evaluasi faktor resiko yang lebih
objektif. Tentu saja ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang lebih besar
nantinya, namun hasil yang diharapkan mungkin akan lebih akurat untuk
memperoleh bukti adanya korelasi antara kendali kadar gula darah dengan nilai
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2006: 1879-1881.
2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2006. PB
Perkeni. Jakarta, 2006, hal. 1-25 .
3. Vidal PM, Mazoyer E, Bongard V, Gourdy P, Ruidavets JB, Drouet L et al.
Prevalence of Insulin Resistensi Syndrome in Southwestern France and
Its Relationship with Inflammatory and Hemostatic Markers. Diabetes Care
2002; 25: 1371-7.
4. Cooke JP, Dzau VJ. Nitric oxide synthase: role in the genesis of vascular
disease. Annu Rev Med 1997;48:489-509.
5. Tran CT, Leiper JM, Vallance P. The DDAH/ ADMA/NOS pathway.
Atheroscler Suppl 2003;4:33-40.
6. Powell LA, Nally SM, McMaster D. Restoration of glutathione levels in
vascular smooth muscle cells exposed to high glucose conditions. Free
Radic Biol Med 2001;31:1149-55
7. Stuhlinger MC, Oka RK, Graf EE, Kimoto M, Balint RF, Cooke JP.
Endothelial dysfunction induced by hyperhomocysteinemia: role of ADMA.
8. Miyazaki H, Matsuoka H, Cooke JP, Usui M, Ueda S, Okuda S, Imaizumi T.
Endogenous nitric oxide synthase inhibitor: a novel marker of
atherosclerosis. Circulation 1999;99:1141-6.
9. Cooke JP. Asymmetrical Dimethylarginine: The Über Marker? Circulation
2004;109;1813-1818.
10. Lin KY, Ito A, Asagami T, Tsao PS, Adimoolam S, Kimoto M, Tsuji H,
Reaven GM, Cooke JP.Impaired Nitric Oxide Synthase Pathway in Diabetes
Mellitus: Role of Asymmetric Dimethylarginine and Dimethylarginine
Dimethylaminohydrolase. Circulation 2002;106;987-992.
11. Fard A, Tuck CH, Donis JA, Sciacca R, Di Tullio MR, Cannon PJ, Ramasamy
R, Berglund L, Ginsberg HN, Homma S, Wu HD, Bryant TA, Chen NT,
Torres-Tamayo M. Acute Elevations of Plasma Asymmetric Dimethylarginine
and Impaired Diabetes Endothelial Function in Response to a High-Fat Meal
in Patients With Type 2. Arterioscler. Thromb. Vasc. Biol.
2000;20;2039-2044.
12. Yasuda S, Miyazaki S, Kanda M, Goto Y, Suzuki M, Harano Y, Nonogi H.
Intensive treatment of risk factors in patients with type-2 diabetes mellitus is
associated with improvement of endothelial function coupled with a reduction
in the levels of plasma asymmetric dimethylarginine and endogenous
inhibitor of nitric oxide synthase. European Heart Journal, Advance Access
published April 20, 2006.
13. Sydow K, Schwedhelm E, Arakawa N, Bode-Bo¨ger SM, Tsikas D , Hornig B.