UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH
PAHALA RAJA NAINGGOLAN
020906033
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nama : Pahala Raja Nainggolan NIM : 020906033
ABSTRAKSI
Efektivitas mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebuah organisasi, dalam hal ini pemerintahan daerah kabupaten Tapanuli Selatan, dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan direncanakan, dimana keefektivan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Tujuan dalam konteks efektivitas ini adalah meningkatkan kepekaan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan tujuan dan prinsip otonomi daerah UU No. 32 Tahun 2004.
Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007 yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah hanya terbatas tentang efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, serta pada penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket (quesioner). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 100 orang.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Penyelenggaraan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan secara umum telah sesuai dengan garis-garis besar tujuan otonomi daerah yang ada didalam UU No. 32 Tahun 2004 yang dilihat berdasarkan penilaian penduduk kabupaten Tapanuli Selatan dimana tingkat kesejahteraan penduduk di Tapanuli Selatan yang semakin meningkat. Tanggapan masyarakat terhadap penyelenggaraan otonomi daerah di Tapanuli Selatan sudah cukup efektif. Efektivitas ini dapat diukur dari tingkat kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Daerah kepada penduduk.
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha
Pengasih karena atas berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik
Skripsi ini disusun melalui pengumpulan data dari berbagai sumber yaitu
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan denagn angket. Dalam skripsi ini
digambarkan mengenai efektivitas pelaksanaan otonomi daerah pada kabupaten
Tapanuli Selatan ditinjau dari UU. No. 32 Tahun 2004.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan yang hendak
dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah mengikutsertakan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam program-program pembangunan baik
utuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan nasional
tentang demokratisasi.meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat.
Pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat sehingga memiliki daya saing yang kuat.
Dan bertujuan menyuksskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya
kesejahteraan rakyat yang makin meningkat. Bila dikaitkan dengan dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah maka otonomi daerah dapat berjalan
dengan efektif apabila pemerintah daerah mampu memberikan pelyanan yang
Dalam penyusunan skripsi ini terdapat bantuan dari berbagai pihak baik
berupa bimbingan, petunjuk dan saran, keteranagketeranagn serta data yang
diberikan secara tertulis maupun lisan maka skripsi ini dapat penulis selesaikan.
Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orangtua
tercinta, Ayahanda A. Nainggolan dan Ibunda A. Aritonang yang selalu
memberikan dukungan dan mendoakan penulis. Dan juga kepada adik-adikku
tercinta Badia Raja, Berliana, Christin yang juga turut memberikan semangat
kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan yaitu
Prof.Dr.M.Arif Nasution, M.A.
2. Bapak Drs.Heri Kusmanto, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.
3. Bapak Warjio SS, M.A. selaku Dosen Pembimbing dan Indra Kesuma
Nasution SIP, M.A. selaku dosen pembaca yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu Dra. Evi Novida Ginting selaku Dosen Wali yang telah membimbing
penulis selama masa pekuliahan.
5. Seluruh dosen yang telah mengajar penulis selama masa perkuliahan dan
7. Terima kasih penulis ucapkan kepada Apin (13) Malau, thx bgt bro buat
tumpangan ngetik n ngeprintnya, Ganda @dgoey Sinaga SH, Komenk,
Eyar Pandia..Bang Kadafi n calonnya. Thx guys.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan : Hendro, Bernard Tagor, Dmitri
Stefano n mom, Novembri, Mesaq (bang robert), Kurnia Putra, Mky, Ayu,
Dimpos, Jery, Joren, Emma Sembiring. Terima Kasih buat seluruh doa dan
dukungannya.
9. Seluruh staff Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneliti di daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan dan membantu penulis untuk mengumpulkan
data yang diperlukan untuk skripsi ini
10.Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket
quesioner yang telah diberikan sehingga penulis sangat terbantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
11.Perpustakaan USU dan FISIP sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini melalui referensi buku yang ada.
12.Seluruh teman-teman Stb’02 jurusan Ilmu Politik FISIP USU yang telah
membantu penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini.
Dalam skripsi ini tentunya masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
kiranya para pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ditemui dalam skripsi
semua.
Medan, Maret 2008
Penulis,
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 5
I.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
I.4. Tujuan Penelitian ... 6
I.5. Manfaat Penelitian ... 6
I.6. Kerangka Teoritis ... 7
I.6.1 Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah ... 7
I.6.2 Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 10
I.6.3 Faktor-Faktor Pengaruh dalam Pelaksanaan Otonomi ... 11
I.6.3.1 Faktor Internal ... 11
I.6.3.2 Faktor Eksternal ... 15
I.6.4. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 16
I.7. Metodologi Penelitian ... 18
I.7.1 Populasi dan Sampel ... 18
I.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 20
I.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21
I.7.4 Analisis Data ... 22
I.7.5. Definisi Konseptual ... 22
I.7.6. Definisi Operasional ... 23
II.2 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan ... 31
II.2.1 Profil Wilayah ... 31
II.2.2. Potensi Wilayah ... 33
II.2.3 Infrastruktur ... 36
II.3. Agenda Pembangunan Tahun 2006-2010 ... 38
II.4. Sasaran Pembangunan dan Pelayanan Publik ... 39
II.4.1 Sasaran Pembangunan Pelayanan Publik ... 39
II.4.2 Pelayanan Publik ... 44
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA III.1. Penyajian Data ... 50
III.1.1 Karakteristik Responden ... 50
III.1.2 Tanggapan Responden Terhadap Variable Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 53
III.2. Tanggapan Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 59
III.3. Analisis Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70
BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan ... 77
IV.2. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA
III.1 Jenis Kelamin ... 50
III.2 Usia ... 50
III.3 Tingkat Pendidikan ... 51
III.4 Jenis Pekerjaan ... 51
III.5 Jumlah Penghasilan (Per-bulan) ... 52
III.6 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Potensi Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/Perekonomian ... 53
III.7 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Aparatur Pemerintahan Daerah Dalam Menjalankan Roda Pemerintahan ... 53
III.8 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Aspirasi/ Dukungan Masyarakat Terhadap Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan ... 54
III.9 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pengelolaan Organisasi dan Administrasi Pemerintah Daerah ... 54
III.10 Tanggapan Responden Terhadap Kondisi Geografis dari Kabupaten Tapanuli Selatan ... 55
III.11 Tanggapan Responden Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Penduduk Tapanuli Selatan ... 56
III.12 Tanggapan Responden Terhadap Kehidupan Sosial Politik Penduduk Tapanuli Selatan ... 56
III.13 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintahan Daerah Dalam Menjaga Stabilitas Pertahanan dan Keamanan Daerah ... 57
III.14 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Masyarakat Tapanuli Selatan Dalam Menjaga Kerukunan Hidup Beragama ... 58
III.15 Tanggapan Responden Terhadap Pelayanan Pemkab. Dalam Penyediaan Lapangan Pekerjaan ... 59
III.16 Tanggapan Responden Terhadap Penyediaan Sarana dan Prasarana Transportasi Daerah ... 60
Yang Terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Dan Puskesmas ... 61
III.19 Tanggapan Responden Terhadap Penyediaan/Pengadaan Air Bersih
Untuk Masyarakat ... 62
III.20 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Kepada
Masyarakat ... 63
III.21 Tanggapan Responden Terhadap Pelayanan Administrasi Kependudukan
Dan Catatan Sipil ... 64
III.22 Tanggapan Responden Terhadap Praktek Pungutan Liar Dalam
Proses Pendataan Penduduk ... 64
III.23 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintah Dalam
Pengadaan Fasilitas Pendidikan ... 65
III.24 Tanggapan Responden Terhadap Keadaan JumlahTenaga
Pengajar (Guru) ... 65
III.25 Tanggapan Responden Terhadap Keadaan Kualitas Tenaga Pengajar
(Guru) ... 66
III.26 Tanggapan Responden Terhadap Keikutsertaan Dalam Pemilihan Kepala
Daerah ... 66
III.27 Tanggapan Responden Terhadap Ketertarikan Untuk Berpartisipasi Di
Dalam Partai Politik dan Organisasi Masyarakat ... 67
III.28 Tanggapan Responden Terhadap Keikutsertaan Dalam Partai Politik 67
III.29 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintah Daerah
Dan Masyarakat Dalam Pelestarian Adat dan Budaya Daerah ... 68
III.30 Tanggapan Responden Terhadap Bagaimana Pemerintah Daerah
Menggunakan Kewenangannya Dalam Memperjuangkan
Kepentingan Masyarakat ... 68
III.31 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemda Dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah ... 69
III.32 Tanggapan Responden Terhadap Kinerja Birokrasi Pemerintahan
Nama : Pahala Raja Nainggolan NIM : 020906033
ABSTRAKSI
Efektivitas mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebuah organisasi, dalam hal ini pemerintahan daerah kabupaten Tapanuli Selatan, dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan direncanakan, dimana keefektivan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Tujuan dalam konteks efektivitas ini adalah meningkatkan kepekaan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan tujuan dan prinsip otonomi daerah UU No. 32 Tahun 2004.
Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007 yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah hanya terbatas tentang efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, serta pada penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket (quesioner). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 100 orang.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Penyelenggaraan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan secara umum telah sesuai dengan garis-garis besar tujuan otonomi daerah yang ada didalam UU No. 32 Tahun 2004 yang dilihat berdasarkan penilaian penduduk kabupaten Tapanuli Selatan dimana tingkat kesejahteraan penduduk di Tapanuli Selatan yang semakin meningkat. Tanggapan masyarakat terhadap penyelenggaraan otonomi daerah di Tapanuli Selatan sudah cukup efektif. Efektivitas ini dapat diukur dari tingkat kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Daerah kepada penduduk.
I.1. Latar Belakang
Setelah lebih dari tiga dekade hidup dalam pemerintahan yang sentralistis,
sejak Januari 2001 Pemerintah Indonesia melaksanakan otonomi daerah (yang
selanjutnya disingkat dengan Otda) dengan memberi kewenangan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan kecuali
dalam bidang moneter, agama, kehakiman, keamanan dan pertahanan, hubungan
luar negeri, dan lintas kabupaten/kota. Sebagai sebuah perubahan yang sangat
radikal, pelaksanaan Otda telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.
Banyak kekawatiran yang muncul bahwa Otoda akan memperburuk pelayanan
publik, memperluas praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), dan
menimbulkan raja-raja kecil yang sulit dikendalikan oleh masyarakat sipil yang di
daerah pada umumnya masih sangat lemah. Di lain pihak, pelaksanaan Otoda juga
melahirkan berbagai macam optimisme baru seperti munculnya pemerintah yang
lebih responsif, akuntabel, dan partisipatif. Pendek kata, pelaksanaan Otoda bisa
mempercepat terwujudnya tata pemerintahan (governance) yang lebih baik di
daerah.
Dengan diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi
berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di
terhadap berbagai elemen yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah sebagai
manifestasi dari otonomi daerah.
Secara umum, terdapat enam elemen utama yang membentuk
pemerintahan daerah, yaitu:
1. Adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang
diserahkan kepada daerah.
3. Adanya personil, yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk
menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang
bersangkutan.
4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil
rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin
penyelenggaraan pemerintah daerah.
6. Adanya manajemen urusan otonomi, yaitu penyelenggaraan otonomi
daerah agar dapat berjalan secara efisien, efektif, ekonomis, dan
akauntabel.1
Efektif mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya Pemda dapat mencapai sasaran yang direncanakan, di mana sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai oleh Pemda harus terukur dan ada standar yang jelas.
1
Tujuan dalam konteks efektif ini adalah meningkatkan kepekaan Pemda dalam
menentukan tujuan atau sasaran dari setiap urusan otonomi yang dilaksanakannya.
Kejelasan sasaran tersebut akan menunjukkan sejauh mana Pemda dapat
menangkap aspirasi dan mengartikulasikan tuntutan dan dukungan masyarakat
daerah yang bersangkutan.
Efisien mengandung arti bahwa output yang dihasilkan dari setiap
penyelenggaraan urusan otonomi tercapai dengan resources inputs yang minimal.
Tujuannya adalah menciptakan citra bahwa Pemda akan selalu hemat dalam
mempergunakan resources baik yang berupa pegawai, uang, peralatan dan tata
kerja dalam menjalankan tugas pokoknya
Akauntabel mengandung makna bahwa Pemda mengutamakan
kepentingan warganya dengan jalan mempertanggungjawabkan pelaksanaan
otonominya kepada masyarakat melalui wakil-wakil rakyat dalam yurisdiksinya.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat lokal yang
pada gilirannya secara agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara
nasional
Salah satu cara penilaian keefektifan otonomi daerah adalah dengan
melihat apakah kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah itu yaitu dalam bentuk
Peraturan Daerah (Perda) secara mendasar menyentuh kepada kehidupan
masyarakat dan dalam pelaksanaannya apakah sesuai dengan yang digariskan
dalam Perda itu atau tidak. Sebagai sebuah Daerah Otonom, perlu kiranya melihat
keefektifan kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya pemberian
otonomi daerah bertujuan menyukseskan pelaksanaan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat, dan kajian ini
berfokus pada persoalan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Dalam
proses pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah telah menghasilkan
beberapa kebijakan yang dituangkan melalui peraturan daerah yang meliputi
berbagai aspek, misalnya yaitu:
1. Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan.
Kebijakan ini ditujukan agar kualitas pelayanan kesehatan dapat lebih
ditingkatkan terhadap masyarakat. Karena melalui fasilitas dan pelayanan
kesehatan yang baik maka diharapkan terwujudnya masyarakat yang sehat
dan kuat.
2. Perda No. 28 Tahun 2001 tentang Sumber Pendapatan Desa Dalam Daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan. Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat tentang sumber-sumber pendapatan desa
yang akan dipergunakan dalam pembangunan di daerah Tapanuli Selatan
3. Perda No. 7 Tahun 2004 tentang Retribusi Penyelenggaraan Pendaftaran
Penduduk. Peraturan ini dibuat sebagai acuan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran penduduk.
Pada dasarnya arahan yang diberikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 sudah
sangat baik. Tetapi yang menjadi pertanyaan kita saat ini adalah apakah dapat
berjalan secara efektif pelaksanaan otonomi daerah yang telah diberikan kepada
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah menjadi
Good Governance dapat terwujud ?
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah di
Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ?
2. Bagaimanakah tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan
otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ?
I.3. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti,
yaitu :
1. Penelitian ini mengambil ruang lingkup masalah penelitian tentang
efektifitas pelaksanaan otonomi daerah khususnya di Kabupaten Tapanuli
Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32
Tahun 2004.
2. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada penilaian masyarakat
3. Objek penelitian adalah kriteria ukuran efektifitas pelaksanaan otonomi
daerah khususnya pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten Tapanuli
Selatan Propinsi Sumatera Utara.
I.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi
di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau
dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi
daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan.
I.5. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian
di bidang ilmu sosial, khususnya ilmu politik.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi
penelitian kualitatif dengan kajian mengenai efektifitas pelaksanaan
otonomi daerah dalam kasus pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan
Propinsi Sumatera Utara.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta
pertimbangan pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah di
4. Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat guna menambah wawasan
dan pengetahuan penulis dalam bidang ilmu politik serta menerapkan ilmu
yang pernah penulis pelajari sebelumnya.
I.6. Kerangka Teoritis
I.6.1. Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah
Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara,
kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom.
Oleh karena itu, akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah
otonom.
Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri,2 dan diartikan sebagai
kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan.3 Sedangkan Otonomi Daerah
menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No.
32 Tahun 2004 dapat dijelaskan bahwa :
1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus didaerah dengan keuangan sendiri, menentukan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri.
2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian
urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.
4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
2
Muslimin Amrah, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung: Alumni, 1978, Hal.16. 3
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Menurut Pasal 1 ayat (6) UU No. 32 Tahun 2004, daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah dan daerah
otonom diatas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah
adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan, dimana pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat
kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan
kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah benar-benar
dituntut agar mandiri dalam arti dapat menunjukkan kemampuannya
sehingga secara berangsur-angsur semakin kecil ketergantungannya kepada
pemerintah pusat.
2. Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemempuan riil
daerah tersebut dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada daerah
(pengembangan otonomi daerah secara horizontal) harus mampu
3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga
daerah, pada prinsipnya daerah harus mampu membiayai sendiri
kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi
ketergantungan kepada pemerintah pusat.
4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah
tangga daerah.
5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana
urusan-urusan pemerintah pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada
satuan-satuan organisasi pemerintahan di daerah-daerah yang disebut daerah
otonom.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, pemberian otonomi daerah memiliki
empat tujuan. Pertama, pemberian otonomi daerah bertujuan untuk
mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam
program-program pembangunan baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung kebijakan nasional tentang demokratisasi. Kedua, pemberian otonomi
daerah bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Ketiga,
pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk tidak terlalu banyak bergantung
kepada pemberian pemerintah dalam proses pertumbuhan daerahnya sehingga
bertujuan menyukseskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya
kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.
Tujuan pemberian otonomi daerah dapat tercapai manakala didasarkan
pada prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dilaksanakan secara optimal oleh penyelenggara negara baik di
tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
I.6.2. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pada umumnya variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan sumber daya manusia (aparat
maupun masyarakat), sumber daya alam, kemampuan keuangan (financial),
kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat, dan karakteristik
ekologis, meskipun setiap pakar yang mengidentifikasikan variabel-variabel yang
mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah.
Widjaya mengatakan, ada tiga variabel yang menjadi tolak ukur
kemampuan daerah otonom4, yaitu :
1. Variabel pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli
daerah/keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat,
kemampuan ekonomi, kemampuan demografi, serta kemampuan
organisasi dan administrasi.
2. Variabel penunjang, yang terdiri dari faktor geografis dan faktor sosial
budaya.
4
3. Faktor khusus, yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan
serta penghayatan agama.
Dengan bahasa yang berbeda, Riwu Kaho mengidentifikasikan
faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat menentukan penyelengaraan otonomi
daerah antara lain dengan5 :
1. Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi
masyarakat;
2. Keuangan yang stabil, terutama pendapatan asli daerah.
3. Peralatan yang lengkap
4. Organisasi dan manajemen yang baik.
Penelitian Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri, berhasil
mengidentifikasikan 5 (lima) variabel pokok untuk mengukur kemampuan
penyelengaraan otonomi daerah kabupaten/kota, yaitu kemampuan keuangan,
kemampuan aparatur (kualitas), kemampuan ekonomi daerah, kemampuan kondisi
demografi, dan kemampuan partisipasi masyarakat.
I.6.3. Faktor-Faktor Pengaruh dalam Pelaksanaan Otonomi
I.6.3.1 Faktor Internal
Faktor-faktor internal wilayah adalah faktor-faktor yang berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan pembangunan
wilayah yang ada dan yang bersumber di dalam wilayah otoritas yang
bersangkutan. Faktor-faktor tersebut adalah :
5
a. Faktor sumberdaya wilayah
Sumberdaya wilayah merupakan faktor penting dalam pelaksanaan otonomi
daerah. Sumberdaya wilayah dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait
dengan potensi fisik wilayah. Kiat manajemen/pengelolan yang berimbang
dan berkelanjutan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam
peningkatan produksivitasnya. Keberhasilan pengelolaan dengan berpijak
pada kaidah kelestarian lingkungan dan berkelanjutan akan dapat menjamin
terhadap meningkatnya masukan daerah yang telah lama dieksploitasi dengan
tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan secara optimal.
b. Faktor sumberdaya manusia
Manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Sumberdaya manusia
merupakan kunci sukses dalam setiap pelaksanaan pembangunan baik dalam
skala kecil, menengah maupun sedang. Dalam rangka peningkatan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan tersebut maka diperlukan kualitas
sumberdaya manusia yang memadai. Peningkatan kualitas yang dibarengi oleh
peningkatan kuantitas sumberdaya manusia yang berkualitas di tingkat
regional untuk masa-masa sekarang dan yang akan datang perlu dilakukan dan
perlu memperoleh/mendapatkan perhatian yang serius dalam penanganannya
sehingga potensinya dapat dimanfaatkan secara baik dan benar.
c. Faktor kedudukan geografis
Letak wilayah secara geografis memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, budaya, sosial, politik dan
fisikal. Letak geografis memiliki pengaruh pula terhadap letak strategis
bersangkutan dan dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar
produksi pembangunan baik sektoral maupun non-sektoral dan bahkan
mungkin dapat menjadi salah satu produsen handal yang mampu memasok
terhadap daerah lain disekitarnya.
Disamping itu, dengan letak geografi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar
“setting” terhadap kegiatan yang prospektif dimasa depan termasuk
penentuan pola konservasi dan preservasi serta pola eksploatasinya.
Rancangan yang didasarkan pada letak geografis akan mampu memberikan
hasil yang optimal termasuk dapat mengakomodasi terhadap jiwa rancangan
pembangunan daerah yang searah (compatible) dengan Undang-Undang
tentang otonomi daerah dan tata lingkungannya, sehingga dalam pemanfaatan
setiap sumberdaya perlu senantiasa mempertimbangkan “where, what, when,
why, how and by whom”?.6
d. Faktor perkembangan penduduk dan demografi
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimasa yang akan datang disatu sisi
merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, sedangkan disisi
lain akan merupakan masalah, hal ini akan besar pengaruhnya terhadap laju
dan kecenderungan pembangunan regional. Sumberdaya daerah akan
menanggung beban yang lebih besar dalam rangka menyediakan lingkunan
hidup yang berkualitas baik..
e Faktor peningkatan kebutuhan
Sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan maka secara logis kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa yang berasal dari sumberdaya daerah akan
6
semakin meningkat sehinga perlu didukung dan diantisipasi dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan sumber daya manusia,
sehingga dapat terjaminnya kebutuhan di masa yang akan datang.
f. Faktor perkembangan persepsi masyarakat
Dengan semakin meningkatnya wawasan masyarakat akan arti penting
pelestarian sumberdaya alam, menumbuhkan sikap masyarakat yang kritis
tentang pembangunan daerah sehingga persepsi masyarakat tentang
sumberdaya tersebut mulai bergeser dari aspek ekonomis ke aspek ekologis..
g. Faktor pembangunan sektoral dan daerah
Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional
perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan
sektor lain dan pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian,
mengingat bahwa sumberdaya alam sebagai sistem penyanggga kehidupan
yang memiliki kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup
dan kehidupan, maka pembangunan sektor lain yang menyebabkan perubahan
peruntukan dan pemanfaatan sumberdaya yang berdampak penting,
bercakupan luas, atau bernilai strategis, harus dilakukan secara cermat dan
koordinatif .
h. Faktor kesenjangan
Pelaksanaan pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan
pembangunan sektoral, telah menimbulkan ekses terjadinya kesenjangan
antara penanam modal dengan masyarakat.
Ekses tersebut tidak jarang menimbulkan kerawanan sosial yang berdampak
terlaksananya keterlibatan masyarakat di daerah dalam setiap pelaksanaan
pembangunan daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pembangunan kelembagaan yang mendukung.
I.6.3.2 Faktor Eksternal
a. Faktor era globalisasi
Berkembangnya kerjasama Regional Asia Pasific dan pengaruh globalisasi
pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan pembangunan regional
dan nasional di Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia bukan
semata-mata menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia tetapi juga sudah
dianggap sebagai tanggung jawab semua umat manusia di dunia. Globalisasi
yang terjadi meliputi globalisasi ekonomi, demokrasi, lingkungan dan
globalisasi sosial.
b. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan peningkatan pelayanan yang layak
maka sudah waktunya apabila IPTEK yang semula hanya sebagai pendukung
pembangunan, dimasa yang akan datang harus dapat berfungsi sebagai
penggerak perkembangan pembangunan daerah dan regional.
c. Faktor persepsi masyarakat internasional
Perhatian masyarakat Internasional akan arti pentingnya keberadaan dan
kelestarian sumberdaya alam daerah terutama yang mendukung terhadap
kepentingan manusia baik dalam skala lokal, regional, nasional dan bahkan
internasional dalam dasa warsa terakhir semakin meningkat. Hal ini telah
menimbulkan isu global yang dapat mengakibatkan dampak yang bersifat
mengakibatkan timbulnya isu global yang bersifat negatif semakin deras.
Untuk itu, perlu adanya kehati-hatian dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut.
Faktor internal dan eksternal tersebut di atas perlu diperhatikan dan
dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam setiap pelaksanaan proyek
pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tujuan pembangunan
nasional adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia
sehingga terciptanya kondisi yang adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pancasila.
I.6.4. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah
Secara etimologis, efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya ada
efeknya, ada pengaruh atau akibatnya.7
Konsep keefektifan dipergunakan untuk merujuk kepada derajat
pencapaian tujuan sebagai upaya kerjasama. Untuk mengukur keefektivan
organisasi dapat ditinjau dari kemampuan organisasi mengelola lingkungan,
terutama dalam menghadapi kelangkaan sumber daya dan memberikan nilai
tambah kepada sumber daya dan memberikan nilai tambah kepada sumber daya
yang ada untuk mencapai tujuan organisasi.
Kalau dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka
keefektifan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu
memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat.8
7
Deno Kamelus, Jessica Ludwig, Suhirman, Efisiensi Dan Efektivitas Proses Perencanaan Dan Penganggaran Daerah Studi Di Kabupaten Bima, Sumba Timur Dan Alor, Jakarta : PROMIS-NT, Juni 2004, Hal. 5.
8
Suatu pemerintah daerah yang efektif adalah pemerintah daerah yang mampu
memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keingian
masyarakat.
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori keefektifan Epstein.
Menurut Epstein, paling tidak ada empat kriteria untuk mengukur keefektifan
suatu pemerintah daerah. Pertama, kebutuhan masyarakat secara implisit dapat
dikontrol. Kedua, adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat. Ketiga, mengukur kualitas layanan pemerintah daerah
terutama dengan ukuran kepuasan dan persepsi masyarakat. Keempat, pemberian
pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan masalah-masalah yang ada di
masyarakat.9
Dari uraian tentang arti, konsep, alat ukur keefektifan organisasi di atas
dapat disimpulkan bahwa organisasi dipandang efektif dari sudut tujuan apabila
organisasi itu berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
pencapaian tujuan dengan pemanfaatan sumber daya dan sarana yang langka dan
berharga sebaiknya tanpa merusak cara dan sumber daya itu sendiri.
Oleh karena itu, keefektifan organisasi tidak hanya dipandang dari
tujuannya saja tetapi juga dapat dipandang dari cara atau mekanisme organisasi
tersebut dalam mempertahankan diri dan mencapai sasarannya. Walaupun
demikian, Etzioni (1964 : 16 – 17) mengatakan bahwa pemahaman keefektifan
organisasi mempunyai kelemahan dalam meneliti maupun menyusun suatu
evaluasi tentang organisasi karena model tujuan hanya mensyaratkan agar peneliti
menentukan tujuan yang sedang dikejar oleh organisasi.10
9
Salam Dharma Setyawan, Op.Cit, hal. 112 10
Apalagi kalau yang diukur itu adalah tujuan pemerintah daerah, yang
memiliki kompleksitas tujuan dan tidak hanya menghasilkan produk tangible dan
tunggal tetapi pelayanan yang bersifat intangible (bahkan kadang kala abstrak).
Hal ini tentu akan berbeda dengan mengukur efektivitas yang menghasilkan satu
produk semacam barang atau pelayanan saja. Pemerintah dapat memberikan
layanan kesehatan dan pendidikan dan pada waktu yang sama juga harus
membangun proyek-proyek fisik seperti pembangunan jalan raya atau jembatan
atau irigasi.
Bersumber dari konsep-konsep keefektivan organisasi dan model-model
pendekatannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap organisasi mempunyai
kriteria dan faktor penentunya sendiri dalam mencapai keefektivan.
I.7. Metodologi Penelitian I.7.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu
penelitian.11
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten
Tapanuli Selatan yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli
Selatan yang berlamat di Jl. Sisingamaraja Km. 5,6 Batunadua Padangsidimpuan.
Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan
menggunakan cara-cara tertentu.12 Berikut adalah jumlah penduduk di Tapanuli
11
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogjakarta, 1995., hal. 141.
12
Selatan yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan untuk
1 Batang Angkola 58 14.384 15.716 30.100
2 Sayurmatinggi 55 17.147 18.736 35.883
3 Sosopan 22 4.218 4.324 8.542 10 Barumun Tengah 77 13.810 13.221 27.031
11 Huristak 27 5.800 5.553 11.353
12 Simangambat 33 16.897 16.177 33.074
13 Batang Onang 32 5.838 6.137 11.975
14 Padangsidempuan 93 33.605 34.300 67.905
15 Siais 19 10.703 11.346 22.049
16 Padangsidempuan 35 25.780 26.777 52.557
17 Batang Toru 34 16.510 16.541 33.051
18 Marancar 32 4.410 4.419 8.829
19 Sipirok 100 14.644 15.327 29.971
20 Arse 31 3.843 4.034 7.877
21 Padang Bolak Julu 23 4.296 4.537 8.833
22 Padang Bolak 75 24.381 25.072 49.453
23 Portibi 38 9.869 10.149 20.018
24 Halongonan 44 11352 10953 22305
25 Saipar Dolok Hole 68 6.638 6.850 13.488
26 Aek Bilah 42 3.269 3.374 6.643
27 Dolok 86 10.573 10.145 20.718
28 Dolok Sigompulan 44 6.662 6.313 12.975
Jumlah 1.246 328.694 334.731 663.425 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2006.
Dalam penelitian ini diketahui jumlah populasi yaitu 663.425, maka untuk
menentukan sampel yang dibutuhkan digunakan rumus Slovin yaitu :
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang dapat ditolerir, dalam hal ini diambil 10%.
Maka diketahui jumlah sampel adalah :
0.01
I.7.2 Metode Pengumpulan Data
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk mempelancar penulisan skripsi ini sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan
berbagai data yang mendukung. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan,
penulis mempergunakan suatu metode pengumpulan data, agar kebenaran tulisan
ini dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni suatu cara memperoleh
data-data melalui atau dari buku-buku, dokumen-dokumen, majalah-majalah,
kertas kerja dan lain-lain baik yang berhubungan dengan skripsi ini.
Pengumpulan data dengan metode ini dilakukan untuk menghimpun data
UKM, misalnya berasal dari bidang sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat dan
lainnya yang digunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian.13
b. Penelitian Lapangan (Field Research), yakni cara pengumpulan data melalui
penyebaran kuesioner yaitu dengan membuat angket yang berisi daftar
pertanyaan dan kemudian disebarkan kepada responden yang menjadi sampel
dalam penelitian ini. Untuk mempermudah peneliti dalam penyebaran
kuesioner, peneliti dibantu oleh 7 (tujuh) orang yang masing-masing orang
bertanggung jawab menyebarkan dan mengumpulkan kuesioner untuk
masing-masing yaitu 4 (empat) kecamatan di daerah Tapanuli Selatan.
I.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis
adalah :
a. Questioner
Questioner dilakukan dengan membuat angket yang berisi daftar pertanyaan
dan kemudian disebarkan kepada responden yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini.
b. Studi Dokumentasi
Dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil
penelitian, buletin-buletin dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
13
I.7.4 Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.14
Kegiatan analisis dimulai dengan ditentukannya objek penelitian (dalam hal ini
Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Padang
Lawas dan Padang Lawas Utara pada bulan Agustus 2007), kemudian dilakukan
pemeriksaan terhadap data yang terkumpul dari kuesioner, peraturan
perundang-undangan, karya ilmiah, pendapat ahli (doktrin) yang berkaitan dengan judul
penelitian dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung data
sekunder. Baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis secara
deskriptif, sehingga dapat menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang
ada dan juga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam
penelitian ini.
I.7.5. Definisi Konseptual
Otonomi Daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.15
Berdasarkan pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No.
32 Tahun 2004 dapat dijelaskan bahwa :
14
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, Hal. 280.
15
1 Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus
didaerah dengan keuangan sendiri, menentukan keuangan sendiri,
menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri.
2 Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat.
3 Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian
urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya
pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah
mampu melaksanakan urusan tersebut.
4 Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah
memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
I.7.6. Definisi Operasional
Secara umum terdapat 3 (tiga) variabel yang menjadi tolak ukur
kemampuan daerah otonom, yaitu :
1. Variabel Pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli
daerah/keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat,
serta kemampuan organisasi dan adminitrasi.
2. Variabel Penunjang, yang terdiri dari faktor geografi dan faktor sosial
budaya
3. Faktor khusus, yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan
Sedangkan kriteria untuk mengukur keefektifan suatu pemerintah daerah :
1. Kebutuhan masyarakat secara implisit dapat dikontrol.
2. Adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
3. Mengukur kualitas layanan pemerintah daerah terutama dengan ukuran
kepuasan dan persepsi masyarakat.
4. Pemberian pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah yang ada di masyarakat
I.8. Sistematika Penulisan
Adapun keseluruhan isi skripsi ini disajikan dalam suatu sistematika
sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teoritis yang berupa penjelasan tentang pengertian
dan kedudukan otonomi daerah, variabel-variabel yang mempengaruhi
pelaksanaan otonomi daerah, faktor-faktor pengaruh dalam
pelaksanaan otonomi (secara internal dan eksternal), efektivitas
pelaksanaan otonomi daerah, metodologi penelitian dan diakhiri
dengan sistematika penulisan.
Bab II : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini akan memberikan gambaran secara umum Kabupaten Tapanuli
strategi dan agenda pembangunan, sasaran pembangunan dan
pelayanan publik.
Bab III : Penyajian dan Analisis Data
Bab ini akan memuat penyajian data berupa identitas responden,
tanggapan responden terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah
dan diakhiri dengan analisis data serta menganalisis tanggapan
responden terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Bab IV : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab
sebelumnya, serta berisi saran-saran yang mungkin berguna bagi
penulis secara khusus dan berguna bagi lembaga-lembaga yang terkait
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
II.1. Sejarah Perkembangan Kabupaten Tapanuli Selatan
Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut
Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang
berkedudukan di Padangsidimpuan.
Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling, masing-masing
dikepalai oleh seorang Contreleur dibantu oleh masing-masing Demang, yaitu :
1. Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :
a) Distrik Angkola, berkedudukan di Padangsidimpuan b) Distrik Batang Toru, berkedudukan di Batang Toru c) Distrik Sipirok, berkedudukan di Sipirok
2. Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di Sibuhuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :
a) Distrik Padang Bolak, berkedudukan di Gunung Tua b) Distrik Barumun dan Sosa, berkedudukan di Sibuhuan c) Distrik Dolok, berkedudukan di Sipiongot
3. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal, berkedudukan di Kota Nopan. Onder ini dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :
a) Distrik Panyabungan, berkedudukan di Panyabungan b) Distrik Kota Nopan, berkedudukan di Kota Nopan c) Distrik Muara Sipongi, berkedudukan di Muara Sipongi d) Distrik Natal, berkedudukan di Natal
e) Distrik Batang Natal, berkedudukan di Muara Soma.16
Tiap-tiap onder distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai oleh
seorang Kepala Luhat (Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas beberapa
16
kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Hoofd dan dibantu oleh seorang
Kepala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk yang besar
jumlahnya.
Semenjak awal tahun 1950 terbentuklah Daerah Tapanuli Selatan dan
seluruh pegawai yang ada pada kantor Bupati Angkola Sipirok, Padang Lawas
dan Mandailing Natal ditentukan menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten
Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padangsidimpuan.
Pada periode Bupati KDH Tapanuli Selatan dipegang oleh Raja Junjungan
Lubis, terjadi penambahan 6 kecamatan sehingga menjadi 17 kecamatan.
Penambahan kecamatan tersebut antara lain :
1. Kecamatan Siabu, berasal dari sebagian Kecamatan Panyabungan dengan ibukotanya Siabu.
2. Kecamatan Batang Angkola, berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan dengan ibukotanya Pintu Padang
3. Kecamatan Barumun Tengah, berasal dari sebagian Kecamatan Padang Bolak dengan ibukotanya Binanga.
4. Kecamatan Saipar Dolok Hole, berasal dari sebagian Kecamatan Sipirok dengan ibukotanya Sipagimbar.
5. Kecamatan Sosa, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Ujung Batu.
6. Kecamatan Sosopan, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Sosopan.17
Sejak tanggal 30 Nopember 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan
menjadi Kecamatan Psp Timur, Psp Barat, Psp Utara dan Psp Selatan dimana
Kecamatan Psp Utara dan Psp Selatan dibentuk menjadi Kota Administratif
Padangsidimpuan (PP No. 32 Tahun 1982).
Pada tahun 1992 Kecamatan Natal dimekarkan mnjadi 3 Kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Natal dengan ibukotanya Natal
2. Kecamatan Muara Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang
17
3. Kecamatan Batahan dengan ibukotanya Batahan.
Pada tahun 1992 itu juga dibentuk Kecamatan Siais dengan ibukotanya
Simarpinggan yang berasal dari sebagian Kecamatan Psp. Barat.
Kemudian pada tahun 1996 sesuai dengan PP RI No. 1 Tahun 1996
tanggal 3 Januari 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan dengan ibukotanya Huta
Imbaru, yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.
Dengan dikeluarkannya UU RI No. 12 Tahun 1998 dan disyahkan pada
tanggal 23 Nopember 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal
maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Mandailing Natal (ibukotanya Panyabungan) dengan jumlah daerah
Administrasi 8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya
Padangsidimpuan) dengan jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan).
Selanjutnya Tahun 1999 sesuai dengan PP RI No. 43 Tahun 1999 tanggal
26 Mei 1999 terjadi pemekaran Kecamatan di Tapanuli Selatan antara lain :
1. Kecamatan Sosopan dimekarkan menjadi 2 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sosopan dengan ibukota Sosopan dan Kecamatan Batang Onang dengan ibukotanya Pasar Matanggor.
2. Kecamatan Padang Bolak dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Padang Bolak dengan ibukota Gunung Tua dan Kecamatan Padang Bolak Julu dengan ibukota Batu Gana.
3. Kecamatan Sipirok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok dengan ibukota Sipirok dan Kecamatan Arse dengan ibukota Arse.
4. Kecamatan Dolok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Dolok dengan ibukota Sipiongot dan Kecamatan Dolok Sigompulon dengan ibukota Pasar Simundol.18
Pada tahun 2001 wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berkurang dengan
dibentuknya Kota Padangsidimpuan melalui UU No. 4 Tahun 2001. Kota
18
Padangsidimpuan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang
terdiri atas:
1. Kecamatan Padangsidimpuan Utara;
2. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan;
3. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua;
4. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru; dan
5. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
Pada tahun 2002 sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli
Selatan Nomor 4 Tahun 2002 dibentuk lagi beberapa kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Selatan, yaitu :
1. Kecamatan Sayur Matinggi dengan ibukotanya Sayurmatinggi berasal dari
sebagian Kecamatan Batang Angkola
2. Kecamatan Marancar dengan ibukotanya Marancar berasal dari sebagian
Kecamatan Batang Toru
3. Kecamatan Aek Bilah dengan ibukotanya Biru berasal dari sebagian
Kecamatan Saipar Dolok Hole
4. Kecamatan Ulu Barumun dengan ibukotanya Pasar Paringgonan berasal
dari sebagian Kecamatan Barumun
5. Kecamatan Lubuk Barumun dengan ibukotanya Pasar Latong berasal dari
sebagian Kecamatan Barumun
6. Kecamatan Portibi dengan ibukotanya Portibi berasal dari sebagian
Kecamatan Padang Bolak
7. Kecamatan Huta Raja Tinggi dengan ibukotanya Huta Raja Tinggi berasal
8. Kecamatan Batang Lubu Sutam dengan ibukotanya Pinarik berasal dari
sebagian Kecamatan Sosa
9. Kecamatan Simangambat dengan ibukotanya Langkimat berasal dari
sebagian Kecamatan Barumun Tengah
10.Kecamatan Huristak dengan ibukotanya Huristak berasal dari sebagian
Kecamatan Barumun Tengah.
Pada 10 Agustus 2007, jumlah kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan
berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui
pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara
berdasarkan UU No. 38 Tahun 2007.
Kabupaten Padang Lawas memiliki 9 kecamatan, yaitu : Barumun,
Barumun Tengah, Batang Lubu Sutam, Huristak, Huta Raja Tinggi, Lubuk
Barumun, Sosa, Sosopan dan Ulu Barumun
Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki 8 kecamatan, yaitu : Batang
Onang, Dolok, Dolok Sigompulon, Halongonan, Padang Bolak, Padang Bolak
Julu, Portibi dan Simangambat.
Dengan dibentuknya Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara,
maka Tapanuli Selatan terdiri dari 11 kecamatan, yaitu : Aek Bilah, Arse, Batang
Angkola, Batang Toru, Marancar, Padang Sidempuan Barat, Padang Sidempuan
II.2 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan II.2.1 Profil Wilayah
Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas
wilayah 18.897 km², Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya
Padang Sidempuan menjadi kota otonom.
Secara adminstratif Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan :
1. Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Tapanuli Tengah
2. Selatan : Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Barat
3. Timur : Provinsi Riau dan kabupaten Batu
4. Barat : Samudra Indonesia dan kabupaten Mandailing Natal
Topografi
Kabupaten Tapanuli Selatan berada pada ketinggian 0 sampai dengan lebih
dari 2.009 meter di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0
meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu di desa
Muara Upu kecamatan Padang Sidempuan Barat. Sedangkan daerah yang berdiri
pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada gunung Tapulomajung di kecamatan
Saipar Dolok Nole. Keadaan lereng Tapanuli Selatan sangat bervariasi yaitu :
1. Kemiringan lereng antara 0 – 15 % terdapat sekitar 317.410 ha (25.89 %)
2. Kemiringan lereng antara 15 – 25 % terdapat sekitar 154.435.ha (12.60 %)
3. Kemiringan lereng antara 25 – 45 % terdapat sekitar 245.214 ha atau
sekitar 20 %.
4. Kemiringan lereng di atas 45 % terdapat sekitar 509.096 ha atau sekitar
Hidrologi
Selain memiliki gunung-gunung yang indah, kabupaten Tapanuli Selatan
juga memiliki panorama yang indah akan danau-danaunya yaitu : Danau Tao di
kecamaan Batang Onang, Danau Sa di kecamatan Padang Sidempuan Barat dan
Danau Marsibut di kecamatan Sipirok. Sedangkan sungai-sungai yang ada antara
lain terdapat sungai Batang Pane, Sungai Barimun, sungai Batang Toru dan
lainnya.
Di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat lima satuan wilayah sungai (sws)
atau daerah aliran sungai (DAS) yang terdiri dari 158 buah sungai yaitu :
1. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Bilah dengan luas sekitar 76.630 ha.
2. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Barimun dengan luas sekitar 587.209 ha.
3. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sosa dengan luas sekitar 93.900 ha.
4. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Batang Angkola dengan luas sekitar
230.310 ha.
5. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Batang Toru dengan luas sekitar 216.821
ha.
Dari kelima SWS tersebut baru dan di antaranya yang telah digunakan :
1. Sungai Batang Angkola dan
2. Sungai Batang Batang Pane
Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di kabupaten Tapanuli Selatan umumnya
didominasi oleh penggunaan untuk hutan yaitu seluas 410.313 ha. Kemudian
penggunaan untuk lahan perkebunan seluas 180.407 ha. Sedangkan luas daerah
penggunaan lainnya terdapat seluas 162.594 ha. Dengan demikian di kabupaten
Tapanuli Selatan masih terdapat lahan yang cukup luas, yang dapat dikembangkan
untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan lahan transmigrasi.
II.2.2. Potensi Wilayah
Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki potensi sumber daya alam tersebut
merupakan sektor yang memberikan kontribusi terhadap PAD Kabupaten
Tapanuli Selatan terutama sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu di
kabupaten Tapanuli Selatan memiliki kekayaan alam yang belum dikelola secara
optimal yaitu: sektor perikanan dan kelautan, sektor peternakan, sektor
perdagangan dan jasa koperasi, sektor industri dan usaha kecil menengah (UKM),
sektor pertambangan dan bahan galian dan sektor pariwisata.
1. Pertanian Tanaman Pangan
Kabupaten Tapanuli Selatan dikenal sebagai salah satu pemasok kebutuhan
hasil pertanian, terutama pertanian tanaman pangan. Potensi pengembangan
pertanian tanaman pangan di kabupaten Tapanuli Selatan cukup besar,
sehingga kabupaten ini mendapat penghargaan dari pemerintah di bidang
ketahanan pangan tahun 2004 mewakili Sumatera Utara. Hal ini mengingat
lahan yang tersedia cukup luas. Lahan yang telah dimanfaatkan untuk
pertanian tanaman padi sawah terdapat seluas 27.389 ha dengan jumlah
produksi sebesar 472.921 ton. Luas areal terbesar terdapat di kecamatan
Padang Bolok yaitu sebesar 7.849 ha dengan jumlah produksi sebesar 44.308
ton. Sedangkan untuk tanaman padi ladang untuk tahun 2003 terdapat seluas
Untuk meningkatkan hasil produksi tanaman padi sawah, maka di kabupaten
Tapanuli Selatan dapat dikembangkan beberapa irigasi teknis dan irigasi
setengah teknis untuk menunjang lahan pertanian. Di antaranya terdapat
irigasi Batang Angkola dan irigasi Batang Itung. Kondisi lahan pertanian
menurut jenis irigasinya dapat diuraikan sebagai berikut :
1) luas lahan sawah dengan irigasi teknis terdapat seluas 5.835 ha.
2) luas lahan sawah dengan irigasi sederhana PU terdapat seluas 2.901 ha.
3) luas lahan sawah dengan irigasi sederhana non PU terdapat sekitar 18.455
ha.
2. Tanaman Sayur-sayuran
Letak geografis Tapanuli Selatan yang sebagian besar wilayahnya berada pada
daerah pegunungan, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai pertanian
tanaman pangan sayur-sayuran. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi
tanaman sayur-sayuran di kabupaten Tapanuli Selatan yang terus meningkat,
seperti tanaman cabe dengan luas 1.301 ha dengan jumlah produksi sebesar
6.440 ton. Tanaman ini banyak terdapat di kecamatan Sipirok dengan luas
panen sekitar 166 ha dengan jumlah produksi dengan luas panen sebesar 822
ton. Tanaman kacang panjang seluas 605 ha dengan jumlah produksi sebesar
2.892 ton. Tanaman tomat terdapat sebesar 433 ha dengan jumlah produksi
sebesar 3.529 ton. Buncis seluas 128 ha dengan jumlah produksi sebesar 506
ton. Petsai/sawi 361 ha dengan jumlah produksi sebesar 4.715 ton dan bawang
3. Tanaman Buah-buahan
Kabupaten Tapanuli Selatan terkenal dengan salaknya, luas areal tanaman
salak di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat sekitar 24.033 ha dengan jumlah
produksi sebesar 408.561 ton/tahun. Tanaman ini di kecamatan
Padangsidempuan Barat, Siris, Padangsidempuan Timur, Batang Toru dan
kecamatan Maransur. Selain tanaman salak tanaman buah-buahan lain yang
mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikembangkan adalah buah jeruk yang
terdapat di kecamatan Sipirok dan kecamatan Batang Toru. Sampai dengan
tahun 2004 luas areal tanaman ini terdapat sekitar 523 ha dengan jumlah
produksi sebesar 8.368 ton/tahun. Selain itu terdapat juga tanaman buah
hingga yang terdapat di kecamatan Padang Bolak Jula, Padang Bolak, Portibi,
Barumun Tengah, Huristak dan Holongonan seluas 1.411 ha dengan jumlah
produksi sebesar 19.754 ton/tahun.
4. Perkebunan
Kondisi topografi Kabupaten Tapanuli Selatan pada dasarnya memiliki
potensi alam yang cukup tinggi sesuai untuk syarat tumbuh berbagai jenis
tanaman pertanian dan perkebunan. Akan tetapi yang menjadi kendala utama
selama ini bahwa potensi alam tersebut secara umum belum dapat
dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber usaha/penghasilan bagi
masyarakat. Tanaman perkebunan yang telah dibudidayakan masyarakat di
daerah ini terdapat 15 jenis tanaman perkebunan meliputi, karet, kelapa sawit,
kelapa, kokoa, kulit manis, nilam, kemiri, aren, pinang, kapulaga, tembakau,
II.2.3 Infrastruktur
Pembangunan kabupaten Tapanuli Selatan dimasa yang akan datang, tidak
terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Untuk mendukung dan
menunjang segala pembangunan dan perekonomian kabupaten Tapanuli Selatan,
maka diperlukan infrastruktur yang dapat mendukung keberhasilan pembangunan
tersebut. Prasarana wilayah yang sangat penting peranannya dalam pembangunan
adalah sistem transportasi, telekomunikasi dan sumber daya energi.
1. Transportasi Darat
Untuk menunjang kelancaran arus lalu lintas barang dan jasa di kabupaten
Tapanuli Selatan, maka pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan saat ini terus
berusaha untuk meningkatkan pembangunan jaringan jalan yang ada. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah aksesbilitas dari dan menuju kabupaten
Tapanuli Selatan. Panjang jaringan jalan yang terdapat di kabupaten Tapanuli
Selatan saat ini telah mencapai sekitar 2.695.15 km. yang terdiri dari 683.35
km jalan dengan kondisi baik, 972.40 km dengan jalan sedang dan 942.40 km
dengan jalan rusak.
2. Transportasi Udara
Di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat bandar udara perintis Aek Godang
lengkap dengan pesawat terbangnya. Untuk meningkatkan dan kemajuan
penerbangan, saat ini kabupaten Tapanuli Selatan terus berupaya untuk
menambah sarana dan prasarana yang ada seperti landasan pacu dan
kelengkapan alat navigasi, serta menambah rute dan jadwal dari satu kali
3. Transportasi Sungai, Laut, Dan Penyebarangan
Satu-satunya transportasi sungai terdapat di kabupaten Tapanuli Selatan
adalah pelabuhan sungai Mabang, yang terdapat di desa Hutaraja Batang Toru.
Rute yang dapat dilalui dari pelabuhan ini antara lain adalah : Mabang –
Danau Siais – Rianeate – Muara Upu. Pantai ini merupakan satu-satunya
wilayah laut yang dimiliki kabupaten Tapanuli Selatan, yang terdapat
sepanjang ± 35 km. yang terdapat di desa Muara Upu, kecamatan Padang
Sidempuan Barat.
4. Telekomunikasi
Telekomunikasi di kabupaten Tapanuli Selatan untuk pemakaiannya dibagi
atas 4 (empat) bagian yaitu telepon bisnis, telepon residentil, telepon
perkantoran dan sosial. Dari data yang dihimpun, setiap kecamatan yang
terdapat di kabupaten Tapanuli Selatan sudah mendapat pelayanan
telekomunikasi dari PT Telkom. Sedangkan untuk telepon selular dalam
waktu dekat ini akan diaktifkan pada telepon selular di beberapa kecamatan,
seperti kecamatan Padang Bolok dan kecamatan Sibutuan dan kecamatan
Batang Toru.
5. Pendidikan
Pembangunan di bidang pendidikan selalu mendapat perhatian dari
pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan untuk meningkatkan kecerdasan
generasi bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fasilitas
pendidikan yang telah ada di kabupaten Tapanuli Selatan. Jumlah fasilitas
pendidikan yang terdapat sampai dengan tahun 2006, adalah sebanyak 1.012
Menengah Pertama, 24 unit Sekolah Menengah Atas dan 7 unit Sekolah
Menengah Kejuruan.
Selain itu di kabupaten Tapanuli Selatan juga banyak terdapat sekolah agama
sampai dengan tahun 2006 terdapat sekitar 280 sekolah agama, yang terdiri
dari 88 sekolah Diniyah Awaliyah , 29 unit sekolah Ibtidaiyah, 100 unit
sekolah Tsanawiyah dan 63 unit sekolah Aliyah. Dan terdapat sekitar 61 unit
pesantren yang mengasuh sekitar 14.887 orang santri.
6. Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk di
sandang, papan, pangan, dan penduduk. Kesehatan menjadi salah satu tulang
punggung pembangunan, masyarakat yang sehat akan mendapatkan tenaga
yang kuat, cerdas dan mampu terlibat aktif dalam jalannya pembangunan.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di kabupaten Tapanuli Selatan, saat
ini telah terdapat 3 unit Rumah Sakit Umum, 35 unit Puskesmas, 132 unit
puskesmas pembantu, 10 unit balai pengobatan umum dan sekitar 997 unit
posyandu yang menyebar hampir kesetiap kecamatan dan desa.
II.3. Agenda Pembangunan Tahun 2006-2010
Agenda Pertama Menciptakan Manajemen Pemerintahan yang baik, bersih
dan profesional serta bebas KKN. Untuk terwujudnya agenda pertama akan
dilaksanakan melalui pembangunan-pembangunan bidang pemerintahan, hukum,
perencanaan pembangunan daerah, pengawasan, informasi dan komunikasi,
telekomunikasi, keuangan daerah, penataan ruang, pertanahan serta penelitian dan