• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah Pada Kabupaten Tapanuli Selatan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah Pada Kabupaten Tapanuli Selatan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

OLEH

PAHALA RAJA NAINGGOLAN

020906033

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Nama : Pahala Raja Nainggolan NIM : 020906033

ABSTRAKSI

Efektivitas mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebuah organisasi, dalam hal ini pemerintahan daerah kabupaten Tapanuli Selatan, dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan direncanakan, dimana keefektivan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Tujuan dalam konteks efektivitas ini adalah meningkatkan kepekaan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan tujuan dan prinsip otonomi daerah UU No. 32 Tahun 2004.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007 yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah hanya terbatas tentang efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, serta pada penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket (quesioner). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 100 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Penyelenggaraan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan secara umum telah sesuai dengan garis-garis besar tujuan otonomi daerah yang ada didalam UU No. 32 Tahun 2004 yang dilihat berdasarkan penilaian penduduk kabupaten Tapanuli Selatan dimana tingkat kesejahteraan penduduk di Tapanuli Selatan yang semakin meningkat. Tanggapan masyarakat terhadap penyelenggaraan otonomi daerah di Tapanuli Selatan sudah cukup efektif. Efektivitas ini dapat diukur dari tingkat kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Daerah kepada penduduk.

(3)

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha

Pengasih karena atas berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik

Skripsi ini disusun melalui pengumpulan data dari berbagai sumber yaitu

penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan denagn angket. Dalam skripsi ini

digambarkan mengenai efektivitas pelaksanaan otonomi daerah pada kabupaten

Tapanuli Selatan ditinjau dari UU. No. 32 Tahun 2004.

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan yang hendak

dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah mengikutsertakan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam program-program pembangunan baik

utuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan nasional

tentang demokratisasi.meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan

memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat.

Pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta

menumbuhkan kemandirian masyarakat sehingga memiliki daya saing yang kuat.

Dan bertujuan menyuksskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya

kesejahteraan rakyat yang makin meningkat. Bila dikaitkan dengan dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah maka otonomi daerah dapat berjalan

dengan efektif apabila pemerintah daerah mampu memberikan pelyanan yang

(4)

Dalam penyusunan skripsi ini terdapat bantuan dari berbagai pihak baik

berupa bimbingan, petunjuk dan saran, keteranagketeranagn serta data yang

diberikan secara tertulis maupun lisan maka skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orangtua

tercinta, Ayahanda A. Nainggolan dan Ibunda A. Aritonang yang selalu

memberikan dukungan dan mendoakan penulis. Dan juga kepada adik-adikku

tercinta Badia Raja, Berliana, Christin yang juga turut memberikan semangat

kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan yaitu

Prof.Dr.M.Arif Nasution, M.A.

2. Bapak Drs.Heri Kusmanto, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

3. Bapak Warjio SS, M.A. selaku Dosen Pembimbing dan Indra Kesuma

Nasution SIP, M.A. selaku dosen pembaca yang telah berkenan

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Dra. Evi Novida Ginting selaku Dosen Wali yang telah membimbing

penulis selama masa pekuliahan.

5. Seluruh dosen yang telah mengajar penulis selama masa perkuliahan dan

(5)

7. Terima kasih penulis ucapkan kepada Apin (13) Malau, thx bgt bro buat

tumpangan ngetik n ngeprintnya, Ganda @dgoey Sinaga SH, Komenk,

Eyar Pandia..Bang Kadafi n calonnya. Thx guys.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan : Hendro, Bernard Tagor, Dmitri

Stefano n mom, Novembri, Mesaq (bang robert), Kurnia Putra, Mky, Ayu,

Dimpos, Jery, Joren, Emma Sembiring. Terima Kasih buat seluruh doa dan

dukungannya.

9. Seluruh staff Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneliti di daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan dan membantu penulis untuk mengumpulkan

data yang diperlukan untuk skripsi ini

10.Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket

quesioner yang telah diberikan sehingga penulis sangat terbantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

11.Perpustakaan USU dan FISIP sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini melalui referensi buku yang ada.

12.Seluruh teman-teman Stb’02 jurusan Ilmu Politik FISIP USU yang telah

membantu penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini.

Dalam skripsi ini tentunya masih terdapat kekurangan, oleh karena itu

kiranya para pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ditemui dalam skripsi

(6)

semua.

Medan, Maret 2008

Penulis,

(7)

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 5

I.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

I.4. Tujuan Penelitian ... 6

I.5. Manfaat Penelitian ... 6

I.6. Kerangka Teoritis ... 7

I.6.1 Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah ... 7

I.6.2 Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 10

I.6.3 Faktor-Faktor Pengaruh dalam Pelaksanaan Otonomi ... 11

I.6.3.1 Faktor Internal ... 11

I.6.3.2 Faktor Eksternal ... 15

I.6.4. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 16

I.7. Metodologi Penelitian ... 18

I.7.1 Populasi dan Sampel ... 18

I.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 20

I.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21

I.7.4 Analisis Data ... 22

I.7.5. Definisi Konseptual ... 22

I.7.6. Definisi Operasional ... 23

(8)

II.2 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan ... 31

II.2.1 Profil Wilayah ... 31

II.2.2. Potensi Wilayah ... 33

II.2.3 Infrastruktur ... 36

II.3. Agenda Pembangunan Tahun 2006-2010 ... 38

II.4. Sasaran Pembangunan dan Pelayanan Publik ... 39

II.4.1 Sasaran Pembangunan Pelayanan Publik ... 39

II.4.2 Pelayanan Publik ... 44

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA III.1. Penyajian Data ... 50

III.1.1 Karakteristik Responden ... 50

III.1.2 Tanggapan Responden Terhadap Variable Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 53

III.2. Tanggapan Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 59

III.3. Analisis Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ... 70

BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan ... 77

IV.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

(9)

III.1 Jenis Kelamin ... 50

III.2 Usia ... 50

III.3 Tingkat Pendidikan ... 51

III.4 Jenis Pekerjaan ... 51

III.5 Jumlah Penghasilan (Per-bulan) ... 52

III.6 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Potensi Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/Perekonomian ... 53

III.7 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Aparatur Pemerintahan Daerah Dalam Menjalankan Roda Pemerintahan ... 53

III.8 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Aspirasi/ Dukungan Masyarakat Terhadap Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan ... 54

III.9 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pengelolaan Organisasi dan Administrasi Pemerintah Daerah ... 54

III.10 Tanggapan Responden Terhadap Kondisi Geografis dari Kabupaten Tapanuli Selatan ... 55

III.11 Tanggapan Responden Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Penduduk Tapanuli Selatan ... 56

III.12 Tanggapan Responden Terhadap Kehidupan Sosial Politik Penduduk Tapanuli Selatan ... 56

III.13 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintahan Daerah Dalam Menjaga Stabilitas Pertahanan dan Keamanan Daerah ... 57

III.14 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Masyarakat Tapanuli Selatan Dalam Menjaga Kerukunan Hidup Beragama ... 58

III.15 Tanggapan Responden Terhadap Pelayanan Pemkab. Dalam Penyediaan Lapangan Pekerjaan ... 59

III.16 Tanggapan Responden Terhadap Penyediaan Sarana dan Prasarana Transportasi Daerah ... 60

(10)

Yang Terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Dan Puskesmas ... 61

III.19 Tanggapan Responden Terhadap Penyediaan/Pengadaan Air Bersih

Untuk Masyarakat ... 62

III.20 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Kepada

Masyarakat ... 63

III.21 Tanggapan Responden Terhadap Pelayanan Administrasi Kependudukan

Dan Catatan Sipil ... 64

III.22 Tanggapan Responden Terhadap Praktek Pungutan Liar Dalam

Proses Pendataan Penduduk ... 64

III.23 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintah Dalam

Pengadaan Fasilitas Pendidikan ... 65

III.24 Tanggapan Responden Terhadap Keadaan JumlahTenaga

Pengajar (Guru) ... 65

III.25 Tanggapan Responden Terhadap Keadaan Kualitas Tenaga Pengajar

(Guru) ... 66

III.26 Tanggapan Responden Terhadap Keikutsertaan Dalam Pemilihan Kepala

Daerah ... 66

III.27 Tanggapan Responden Terhadap Ketertarikan Untuk Berpartisipasi Di

Dalam Partai Politik dan Organisasi Masyarakat ... 67

III.28 Tanggapan Responden Terhadap Keikutsertaan Dalam Partai Politik 67

III.29 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemerintah Daerah

Dan Masyarakat Dalam Pelestarian Adat dan Budaya Daerah ... 68

III.30 Tanggapan Responden Terhadap Bagaimana Pemerintah Daerah

Menggunakan Kewenangannya Dalam Memperjuangkan

Kepentingan Masyarakat ... 68

III.31 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Pemda Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah ... 69

III.32 Tanggapan Responden Terhadap Kinerja Birokrasi Pemerintahan

(11)

Nama : Pahala Raja Nainggolan NIM : 020906033

ABSTRAKSI

Efektivitas mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebuah organisasi, dalam hal ini pemerintahan daerah kabupaten Tapanuli Selatan, dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan direncanakan, dimana keefektivan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Tujuan dalam konteks efektivitas ini adalah meningkatkan kepekaan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan tujuan dan prinsip otonomi daerah UU No. 32 Tahun 2004.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007 yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah hanya terbatas tentang efektivitas pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, serta pada penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian dilakukan terhadap responden yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran pada bulan Agustus 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket (quesioner). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dan dengan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 100 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Penyelenggaraan otonomi daerah di kabupaten Tapanuli Selatan secara umum telah sesuai dengan garis-garis besar tujuan otonomi daerah yang ada didalam UU No. 32 Tahun 2004 yang dilihat berdasarkan penilaian penduduk kabupaten Tapanuli Selatan dimana tingkat kesejahteraan penduduk di Tapanuli Selatan yang semakin meningkat. Tanggapan masyarakat terhadap penyelenggaraan otonomi daerah di Tapanuli Selatan sudah cukup efektif. Efektivitas ini dapat diukur dari tingkat kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Daerah kepada penduduk.

(12)

I.1. Latar Belakang

Setelah lebih dari tiga dekade hidup dalam pemerintahan yang sentralistis,

sejak Januari 2001 Pemerintah Indonesia melaksanakan otonomi daerah (yang

selanjutnya disingkat dengan Otda) dengan memberi kewenangan kepada

pemerintah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan kecuali

dalam bidang moneter, agama, kehakiman, keamanan dan pertahanan, hubungan

luar negeri, dan lintas kabupaten/kota. Sebagai sebuah perubahan yang sangat

radikal, pelaksanaan Otda telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.

Banyak kekawatiran yang muncul bahwa Otoda akan memperburuk pelayanan

publik, memperluas praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), dan

menimbulkan raja-raja kecil yang sulit dikendalikan oleh masyarakat sipil yang di

daerah pada umumnya masih sangat lemah. Di lain pihak, pelaksanaan Otoda juga

melahirkan berbagai macam optimisme baru seperti munculnya pemerintah yang

lebih responsif, akuntabel, dan partisipatif. Pendek kata, pelaksanaan Otoda bisa

mempercepat terwujudnya tata pemerintahan (governance) yang lebih baik di

daerah.

Dengan diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi

dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi

berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di

(13)

terhadap berbagai elemen yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah sebagai

manifestasi dari otonomi daerah.

Secara umum, terdapat enam elemen utama yang membentuk

pemerintahan daerah, yaitu:

1. Adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan daerah

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang

diserahkan kepada daerah.

3. Adanya personil, yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk

menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang

bersangkutan.

4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi

daerah.

5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil

rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin

penyelenggaraan pemerintah daerah.

6. Adanya manajemen urusan otonomi, yaitu penyelenggaraan otonomi

daerah agar dapat berjalan secara efisien, efektif, ekonomis, dan

akauntabel.1

Efektif mengandung arti bahwa dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsinya Pemda dapat mencapai sasaran yang direncanakan, di mana sasaran dan

tujuan yang ingin dicapai oleh Pemda harus terukur dan ada standar yang jelas.

1

(14)

Tujuan dalam konteks efektif ini adalah meningkatkan kepekaan Pemda dalam

menentukan tujuan atau sasaran dari setiap urusan otonomi yang dilaksanakannya.

Kejelasan sasaran tersebut akan menunjukkan sejauh mana Pemda dapat

menangkap aspirasi dan mengartikulasikan tuntutan dan dukungan masyarakat

daerah yang bersangkutan.

Efisien mengandung arti bahwa output yang dihasilkan dari setiap

penyelenggaraan urusan otonomi tercapai dengan resources inputs yang minimal.

Tujuannya adalah menciptakan citra bahwa Pemda akan selalu hemat dalam

mempergunakan resources baik yang berupa pegawai, uang, peralatan dan tata

kerja dalam menjalankan tugas pokoknya

Akauntabel mengandung makna bahwa Pemda mengutamakan

kepentingan warganya dengan jalan mempertanggungjawabkan pelaksanaan

otonominya kepada masyarakat melalui wakil-wakil rakyat dalam yurisdiksinya.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat lokal yang

pada gilirannya secara agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara

nasional

Salah satu cara penilaian keefektifan otonomi daerah adalah dengan

melihat apakah kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah itu yaitu dalam bentuk

Peraturan Daerah (Perda) secara mendasar menyentuh kepada kehidupan

masyarakat dan dalam pelaksanaannya apakah sesuai dengan yang digariskan

dalam Perda itu atau tidak. Sebagai sebuah Daerah Otonom, perlu kiranya melihat

keefektifan kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda)

(15)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya pemberian

otonomi daerah bertujuan menyukseskan pelaksanaan program pembangunan

guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat, dan kajian ini

berfokus pada persoalan Otonomi Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Dalam

proses pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah telah menghasilkan

beberapa kebijakan yang dituangkan melalui peraturan daerah yang meliputi

berbagai aspek, misalnya yaitu:

1. Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan.

Kebijakan ini ditujukan agar kualitas pelayanan kesehatan dapat lebih

ditingkatkan terhadap masyarakat. Karena melalui fasilitas dan pelayanan

kesehatan yang baik maka diharapkan terwujudnya masyarakat yang sehat

dan kuat.

2. Perda No. 28 Tahun 2001 tentang Sumber Pendapatan Desa Dalam Daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan. Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan

gambaran kepada masyarakat tentang sumber-sumber pendapatan desa

yang akan dipergunakan dalam pembangunan di daerah Tapanuli Selatan

3. Perda No. 7 Tahun 2004 tentang Retribusi Penyelenggaraan Pendaftaran

Penduduk. Peraturan ini dibuat sebagai acuan dalam rangka

penyelenggaraan pendaftaran penduduk.

Pada dasarnya arahan yang diberikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 sudah

sangat baik. Tetapi yang menjadi pertanyaan kita saat ini adalah apakah dapat

berjalan secara efektif pelaksanaan otonomi daerah yang telah diberikan kepada

(16)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah menjadi

Good Governance dapat terwujud ?

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah di

Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ?

2. Bagaimanakah tanggapan masyarakat terhadap efektifitas pelaksanaan

otonomi daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan ?

I.3. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat

mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti,

yaitu :

1. Penelitian ini mengambil ruang lingkup masalah penelitian tentang

efektifitas pelaksanaan otonomi daerah khususnya di Kabupaten Tapanuli

Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau dari Undang-Undang No. 32

Tahun 2004.

2. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada penilaian masyarakat

(17)

3. Objek penelitian adalah kriteria ukuran efektifitas pelaksanaan otonomi

daerah khususnya pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Propinsi Sumatera Utara.

I.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi

di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara ditinjau

dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi

daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan.

I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian

di bidang ilmu sosial, khususnya ilmu politik.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi

penelitian kualitatif dengan kajian mengenai efektifitas pelaksanaan

otonomi daerah dalam kasus pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan

Propinsi Sumatera Utara.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan serta

pertimbangan pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah di

(18)

4. Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat guna menambah wawasan

dan pengetahuan penulis dalam bidang ilmu politik serta menerapkan ilmu

yang pernah penulis pelajari sebelumnya.

I.6. Kerangka Teoritis

I.6.1. Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah

Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara,

kata otonomi ini sering dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom.

Oleh karena itu, akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah

otonom.

Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri,2 dan diartikan sebagai

kebebasan atas kemandirian, bukan kemerdekaan.3 Sedangkan Otonomi Daerah

menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Berdasarkan pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No.

32 Tahun 2004 dapat dijelaskan bahwa :

1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus didaerah dengan keuangan sendiri, menentukan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri.

2. Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3. Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian

urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.

4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

2

Muslimin Amrah, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung: Alumni, 1978, Hal.16. 3

(19)

untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.

Menurut Pasal 1 ayat (6) UU No. 32 Tahun 2004, daerah otonom,

selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia

Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah dan daerah

otonom diatas, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah

adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan, dimana pelimpahan kewenangan oleh pemerintah pusat

kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan

kewajiban bagi rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah benar-benar

dituntut agar mandiri dalam arti dapat menunjukkan kemampuannya

sehingga secara berangsur-angsur semakin kecil ketergantungannya kepada

pemerintah pusat.

2. Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemempuan riil

daerah tersebut dengan kata lain setiap penambahan urusan kepada daerah

(pengembangan otonomi daerah secara horizontal) harus mampu

(20)

3. Bahwa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga

daerah, pada prinsipnya daerah harus mampu membiayai sendiri

kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi

ketergantungan kepada pemerintah pusat.

4. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan rumah

tangga daerah.

5. Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana

urusan-urusan pemerintah pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada

satuan-satuan organisasi pemerintahan di daerah-daerah yang disebut daerah

otonom.

Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, pemberian otonomi daerah memiliki

empat tujuan. Pertama, pemberian otonomi daerah bertujuan untuk

mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam

program-program pembangunan baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk

mendukung kebijakan nasional tentang demokratisasi. Kedua, pemberian otonomi

daerah bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan

memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Ketiga,

pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta

menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk tidak terlalu banyak bergantung

kepada pemberian pemerintah dalam proses pertumbuhan daerahnya sehingga

(21)

bertujuan menyukseskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya

kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.

Tujuan pemberian otonomi daerah dapat tercapai manakala didasarkan

pada prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dilaksanakan secara optimal oleh penyelenggara negara baik di

tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.

I.6.2. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pada umumnya variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan

pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan sumber daya manusia (aparat

maupun masyarakat), sumber daya alam, kemampuan keuangan (financial),

kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat, dan karakteristik

ekologis, meskipun setiap pakar yang mengidentifikasikan variabel-variabel yang

mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah.

Widjaya mengatakan, ada tiga variabel yang menjadi tolak ukur

kemampuan daerah otonom4, yaitu :

1. Variabel pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli

daerah/keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat,

kemampuan ekonomi, kemampuan demografi, serta kemampuan

organisasi dan administrasi.

2. Variabel penunjang, yang terdiri dari faktor geografis dan faktor sosial

budaya.

4

(22)

3. Faktor khusus, yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan

serta penghayatan agama.

Dengan bahasa yang berbeda, Riwu Kaho mengidentifikasikan

faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat menentukan penyelengaraan otonomi

daerah antara lain dengan5 :

1. Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi

masyarakat;

2. Keuangan yang stabil, terutama pendapatan asli daerah.

3. Peralatan yang lengkap

4. Organisasi dan manajemen yang baik.

Penelitian Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Badan

Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri, berhasil

mengidentifikasikan 5 (lima) variabel pokok untuk mengukur kemampuan

penyelengaraan otonomi daerah kabupaten/kota, yaitu kemampuan keuangan,

kemampuan aparatur (kualitas), kemampuan ekonomi daerah, kemampuan kondisi

demografi, dan kemampuan partisipasi masyarakat.

I.6.3. Faktor-Faktor Pengaruh dalam Pelaksanaan Otonomi

I.6.3.1 Faktor Internal

Faktor-faktor internal wilayah adalah faktor-faktor yang berpengaruh baik

secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan pembangunan

wilayah yang ada dan yang bersumber di dalam wilayah otoritas yang

bersangkutan. Faktor-faktor tersebut adalah :

5

(23)

a. Faktor sumberdaya wilayah

Sumberdaya wilayah merupakan faktor penting dalam pelaksanaan otonomi

daerah. Sumberdaya wilayah dimaksud adalah sumberdaya lahan yang terkait

dengan potensi fisik wilayah. Kiat manajemen/pengelolan yang berimbang

dan berkelanjutan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam

peningkatan produksivitasnya. Keberhasilan pengelolaan dengan berpijak

pada kaidah kelestarian lingkungan dan berkelanjutan akan dapat menjamin

terhadap meningkatnya masukan daerah yang telah lama dieksploitasi dengan

tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan secara optimal.

b. Faktor sumberdaya manusia

Manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan. Sumberdaya manusia

merupakan kunci sukses dalam setiap pelaksanaan pembangunan baik dalam

skala kecil, menengah maupun sedang. Dalam rangka peningkatan

keberhasilan pelaksanaan pembangunan tersebut maka diperlukan kualitas

sumberdaya manusia yang memadai. Peningkatan kualitas yang dibarengi oleh

peningkatan kuantitas sumberdaya manusia yang berkualitas di tingkat

regional untuk masa-masa sekarang dan yang akan datang perlu dilakukan dan

perlu memperoleh/mendapatkan perhatian yang serius dalam penanganannya

sehingga potensinya dapat dimanfaatkan secara baik dan benar.

c. Faktor kedudukan geografis

Letak wilayah secara geografis memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap

perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, budaya, sosial, politik dan

fisikal. Letak geografis memiliki pengaruh pula terhadap letak strategis

(24)

bersangkutan dan dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar

produksi pembangunan baik sektoral maupun non-sektoral dan bahkan

mungkin dapat menjadi salah satu produsen handal yang mampu memasok

terhadap daerah lain disekitarnya.

Disamping itu, dengan letak geografi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar

“setting” terhadap kegiatan yang prospektif dimasa depan termasuk

penentuan pola konservasi dan preservasi serta pola eksploatasinya.

Rancangan yang didasarkan pada letak geografis akan mampu memberikan

hasil yang optimal termasuk dapat mengakomodasi terhadap jiwa rancangan

pembangunan daerah yang searah (compatible) dengan Undang-Undang

tentang otonomi daerah dan tata lingkungannya, sehingga dalam pemanfaatan

setiap sumberdaya perlu senantiasa mempertimbangkan “where, what, when,

why, how and by whom”?.6

d. Faktor perkembangan penduduk dan demografi

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimasa yang akan datang disatu sisi

merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, sedangkan disisi

lain akan merupakan masalah, hal ini akan besar pengaruhnya terhadap laju

dan kecenderungan pembangunan regional. Sumberdaya daerah akan

menanggung beban yang lebih besar dalam rangka menyediakan lingkunan

hidup yang berkualitas baik..

e Faktor peningkatan kebutuhan

Sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan maka secara logis kebutuhan

masyarakat akan barang dan jasa yang berasal dari sumberdaya daerah akan

6

(25)

semakin meningkat sehinga perlu didukung dan diantisipasi dalam

pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan sumber daya manusia,

sehingga dapat terjaminnya kebutuhan di masa yang akan datang.

f. Faktor perkembangan persepsi masyarakat

Dengan semakin meningkatnya wawasan masyarakat akan arti penting

pelestarian sumberdaya alam, menumbuhkan sikap masyarakat yang kritis

tentang pembangunan daerah sehingga persepsi masyarakat tentang

sumberdaya tersebut mulai bergeser dari aspek ekonomis ke aspek ekologis..

g. Faktor pembangunan sektoral dan daerah

Pembangunan daerah dan regional sebagai bagian dari pembangunan nasional

perlu diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu dengan pembangunan

sektor lain dan pembangunan daerah secara holistik. Namun demikian,

mengingat bahwa sumberdaya alam sebagai sistem penyanggga kehidupan

yang memiliki kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting bagi hidup

dan kehidupan, maka pembangunan sektor lain yang menyebabkan perubahan

peruntukan dan pemanfaatan sumberdaya yang berdampak penting,

bercakupan luas, atau bernilai strategis, harus dilakukan secara cermat dan

koordinatif .

h. Faktor kesenjangan

Pelaksanaan pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan

pembangunan sektoral, telah menimbulkan ekses terjadinya kesenjangan

antara penanam modal dengan masyarakat.

Ekses tersebut tidak jarang menimbulkan kerawanan sosial yang berdampak

(26)

terlaksananya keterlibatan masyarakat di daerah dalam setiap pelaksanaan

pembangunan daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara

pembangunan kelembagaan yang mendukung.

I.6.3.2 Faktor Eksternal

a. Faktor era globalisasi

Berkembangnya kerjasama Regional Asia Pasific dan pengaruh globalisasi

pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan pembangunan regional

dan nasional di Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia bukan

semata-mata menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia tetapi juga sudah

dianggap sebagai tanggung jawab semua umat manusia di dunia. Globalisasi

yang terjadi meliputi globalisasi ekonomi, demokrasi, lingkungan dan

globalisasi sosial.

b. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan peningkatan pelayanan yang layak

maka sudah waktunya apabila IPTEK yang semula hanya sebagai pendukung

pembangunan, dimasa yang akan datang harus dapat berfungsi sebagai

penggerak perkembangan pembangunan daerah dan regional.

c. Faktor persepsi masyarakat internasional

Perhatian masyarakat Internasional akan arti pentingnya keberadaan dan

kelestarian sumberdaya alam daerah terutama yang mendukung terhadap

kepentingan manusia baik dalam skala lokal, regional, nasional dan bahkan

internasional dalam dasa warsa terakhir semakin meningkat. Hal ini telah

menimbulkan isu global yang dapat mengakibatkan dampak yang bersifat

(27)

mengakibatkan timbulnya isu global yang bersifat negatif semakin deras.

Untuk itu, perlu adanya kehati-hatian dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut.

Faktor internal dan eksternal tersebut di atas perlu diperhatikan dan

dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam setiap pelaksanaan proyek

pembangunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tujuan pembangunan

nasional adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia

sehingga terciptanya kondisi yang adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945 dan Pancasila.

I.6.4. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah

Secara etimologis, efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya ada

efeknya, ada pengaruh atau akibatnya.7

Konsep keefektifan dipergunakan untuk merujuk kepada derajat

pencapaian tujuan sebagai upaya kerjasama. Untuk mengukur keefektivan

organisasi dapat ditinjau dari kemampuan organisasi mengelola lingkungan,

terutama dalam menghadapi kelangkaan sumber daya dan memberikan nilai

tambah kepada sumber daya dan memberikan nilai tambah kepada sumber daya

yang ada untuk mencapai tujuan organisasi.

Kalau dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka

keefektifan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu

memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat.8

7

Deno Kamelus, Jessica Ludwig, Suhirman, Efisiensi Dan Efektivitas Proses Perencanaan Dan Penganggaran Daerah Studi Di Kabupaten Bima, Sumba Timur Dan Alor, Jakarta : PROMIS-NT, Juni 2004, Hal. 5.

8

(28)

Suatu pemerintah daerah yang efektif adalah pemerintah daerah yang mampu

memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keingian

masyarakat.

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori keefektifan Epstein.

Menurut Epstein, paling tidak ada empat kriteria untuk mengukur keefektifan

suatu pemerintah daerah. Pertama, kebutuhan masyarakat secara implisit dapat

dikontrol. Kedua, adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat. Ketiga, mengukur kualitas layanan pemerintah daerah

terutama dengan ukuran kepuasan dan persepsi masyarakat. Keempat, pemberian

pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan masalah-masalah yang ada di

masyarakat.9

Dari uraian tentang arti, konsep, alat ukur keefektifan organisasi di atas

dapat disimpulkan bahwa organisasi dipandang efektif dari sudut tujuan apabila

organisasi itu berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,

pencapaian tujuan dengan pemanfaatan sumber daya dan sarana yang langka dan

berharga sebaiknya tanpa merusak cara dan sumber daya itu sendiri.

Oleh karena itu, keefektifan organisasi tidak hanya dipandang dari

tujuannya saja tetapi juga dapat dipandang dari cara atau mekanisme organisasi

tersebut dalam mempertahankan diri dan mencapai sasarannya. Walaupun

demikian, Etzioni (1964 : 16 – 17) mengatakan bahwa pemahaman keefektifan

organisasi mempunyai kelemahan dalam meneliti maupun menyusun suatu

evaluasi tentang organisasi karena model tujuan hanya mensyaratkan agar peneliti

menentukan tujuan yang sedang dikejar oleh organisasi.10

9

Salam Dharma Setyawan, Op.Cit, hal. 112 10

(29)

Apalagi kalau yang diukur itu adalah tujuan pemerintah daerah, yang

memiliki kompleksitas tujuan dan tidak hanya menghasilkan produk tangible dan

tunggal tetapi pelayanan yang bersifat intangible (bahkan kadang kala abstrak).

Hal ini tentu akan berbeda dengan mengukur efektivitas yang menghasilkan satu

produk semacam barang atau pelayanan saja. Pemerintah dapat memberikan

layanan kesehatan dan pendidikan dan pada waktu yang sama juga harus

membangun proyek-proyek fisik seperti pembangunan jalan raya atau jembatan

atau irigasi.

Bersumber dari konsep-konsep keefektivan organisasi dan model-model

pendekatannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap organisasi mempunyai

kriteria dan faktor penentunya sendiri dalam mencapai keefektivan.

I.7. Metodologi Penelitian I.7.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,

benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa

sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu

penelitian.11

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kabupaten

Tapanuli Selatan yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli

Selatan yang berlamat di Jl. Sisingamaraja Km. 5,6 Batunadua Padangsidimpuan.

Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan

menggunakan cara-cara tertentu.12 Berikut adalah jumlah penduduk di Tapanuli

11

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogjakarta, 1995., hal. 141.

12

(30)

Selatan yang terdaftar di Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan untuk

1 Batang Angkola 58 14.384 15.716 30.100

2 Sayurmatinggi 55 17.147 18.736 35.883

3 Sosopan 22 4.218 4.324 8.542 10 Barumun Tengah 77 13.810 13.221 27.031

11 Huristak 27 5.800 5.553 11.353

12 Simangambat 33 16.897 16.177 33.074

13 Batang Onang 32 5.838 6.137 11.975

14 Padangsidempuan 93 33.605 34.300 67.905

15 Siais 19 10.703 11.346 22.049

16 Padangsidempuan 35 25.780 26.777 52.557

17 Batang Toru 34 16.510 16.541 33.051

18 Marancar 32 4.410 4.419 8.829

19 Sipirok 100 14.644 15.327 29.971

20 Arse 31 3.843 4.034 7.877

21 Padang Bolak Julu 23 4.296 4.537 8.833

22 Padang Bolak 75 24.381 25.072 49.453

23 Portibi 38 9.869 10.149 20.018

24 Halongonan 44 11352 10953 22305

25 Saipar Dolok Hole 68 6.638 6.850 13.488

26 Aek Bilah 42 3.269 3.374 6.643

27 Dolok 86 10.573 10.145 20.718

28 Dolok Sigompulan 44 6.662 6.313 12.975

Jumlah 1.246 328.694 334.731 663.425 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2006.

Dalam penelitian ini diketahui jumlah populasi yaitu 663.425, maka untuk

menentukan sampel yang dibutuhkan digunakan rumus Slovin yaitu :

(31)

N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang dapat ditolerir, dalam hal ini diambil 10%.

Maka diketahui jumlah sampel adalah :

0.01

I.7.2 Metode Pengumpulan Data

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan.

Untuk mempelancar penulisan skripsi ini sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan

berbagai data yang mendukung. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan,

penulis mempergunakan suatu metode pengumpulan data, agar kebenaran tulisan

ini dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai

berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni suatu cara memperoleh

data-data melalui atau dari buku-buku, dokumen-dokumen, majalah-majalah,

kertas kerja dan lain-lain baik yang berhubungan dengan skripsi ini.

Pengumpulan data dengan metode ini dilakukan untuk menghimpun data

(32)

UKM, misalnya berasal dari bidang sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat dan

lainnya yang digunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian.13

b. Penelitian Lapangan (Field Research), yakni cara pengumpulan data melalui

penyebaran kuesioner yaitu dengan membuat angket yang berisi daftar

pertanyaan dan kemudian disebarkan kepada responden yang menjadi sampel

dalam penelitian ini. Untuk mempermudah peneliti dalam penyebaran

kuesioner, peneliti dibantu oleh 7 (tujuh) orang yang masing-masing orang

bertanggung jawab menyebarkan dan mengumpulkan kuesioner untuk

masing-masing yaitu 4 (empat) kecamatan di daerah Tapanuli Selatan.

I.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis

adalah :

a. Questioner

Questioner dilakukan dengan membuat angket yang berisi daftar pertanyaan

dan kemudian disebarkan kepada responden yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini.

b. Studi Dokumentasi

Dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil

penelitian, buletin-buletin dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti.

13

(33)

I.7.4 Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.14

Kegiatan analisis dimulai dengan ditentukannya objek penelitian (dalam hal ini

Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Padang

Lawas dan Padang Lawas Utara pada bulan Agustus 2007), kemudian dilakukan

pemeriksaan terhadap data yang terkumpul dari kuesioner, peraturan

perundang-undangan, karya ilmiah, pendapat ahli (doktrin) yang berkaitan dengan judul

penelitian dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung data

sekunder. Baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis secara

deskriptif, sehingga dapat menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang

ada dan juga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam

penelitian ini.

I.7.5. Definisi Konseptual

Otonomi Daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 adalah

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.15

Berdasarkan pengertian otonomi daerah menurut Pasal 1 ayat (5) UU No.

32 Tahun 2004 dapat dijelaskan bahwa :

14

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, Hal. 280.

15

(34)

1 Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus

didaerah dengan keuangan sendiri, menentukan keuangan sendiri,

menentukan hukum sendiri, dan pemerintahan sendiri.

2 Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat.

3 Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian

urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahannya. Sebaliknya

pemerintah bawahan yang menerima sebagian urusan tersebut telah

mampu melaksanakan urusan tersebut.

4 Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah

memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap

masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.

I.7.6. Definisi Operasional

Secara umum terdapat 3 (tiga) variabel yang menjadi tolak ukur

kemampuan daerah otonom, yaitu :

1. Variabel Pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli

daerah/keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat,

serta kemampuan organisasi dan adminitrasi.

2. Variabel Penunjang, yang terdiri dari faktor geografi dan faktor sosial

budaya

3. Faktor khusus, yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan

(35)

Sedangkan kriteria untuk mengukur keefektifan suatu pemerintah daerah :

1. Kebutuhan masyarakat secara implisit dapat dikontrol.

2. Adanya program layanan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat.

3. Mengukur kualitas layanan pemerintah daerah terutama dengan ukuran

kepuasan dan persepsi masyarakat.

4. Pemberian pelayanan harus dapat menyesuaikan diri dengan

masalah-masalah yang ada di masyarakat

I.8. Sistematika Penulisan

Adapun keseluruhan isi skripsi ini disajikan dalam suatu sistematika

sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teoritis yang berupa penjelasan tentang pengertian

dan kedudukan otonomi daerah, variabel-variabel yang mempengaruhi

pelaksanaan otonomi daerah, faktor-faktor pengaruh dalam

pelaksanaan otonomi (secara internal dan eksternal), efektivitas

pelaksanaan otonomi daerah, metodologi penelitian dan diakhiri

dengan sistematika penulisan.

Bab II : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini akan memberikan gambaran secara umum Kabupaten Tapanuli

(36)

strategi dan agenda pembangunan, sasaran pembangunan dan

pelayanan publik.

Bab III : Penyajian dan Analisis Data

Bab ini akan memuat penyajian data berupa identitas responden,

tanggapan responden terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah

dan diakhiri dengan analisis data serta menganalisis tanggapan

responden terhadap efektifitas pelaksanaan otonomi daerah di

Kabupaten Tapanuli Selatan.

Bab IV : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi

kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab

sebelumnya, serta berisi saran-saran yang mungkin berguna bagi

penulis secara khusus dan berguna bagi lembaga-lembaga yang terkait

(37)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

II.1. Sejarah Perkembangan Kabupaten Tapanuli Selatan

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut

Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang

berkedudukan di Padangsidimpuan.

Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling, masing-masing

dikepalai oleh seorang Contreleur dibantu oleh masing-masing Demang, yaitu :

1. Onder Afdeeling Angkola dan Sipirok, berkedudukan di Padangsidimpuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a) Distrik Angkola, berkedudukan di Padangsidimpuan b) Distrik Batang Toru, berkedudukan di Batang Toru c) Distrik Sipirok, berkedudukan di Sipirok

2. Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di Sibuhuan. Onder ini dibagi atas 3 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a) Distrik Padang Bolak, berkedudukan di Gunung Tua b) Distrik Barumun dan Sosa, berkedudukan di Sibuhuan c) Distrik Dolok, berkedudukan di Sipiongot

3. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal, berkedudukan di Kota Nopan. Onder ini dibagi atas 5 onder distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Demang, yaitu :

a) Distrik Panyabungan, berkedudukan di Panyabungan b) Distrik Kota Nopan, berkedudukan di Kota Nopan c) Distrik Muara Sipongi, berkedudukan di Muara Sipongi d) Distrik Natal, berkedudukan di Natal

e) Distrik Batang Natal, berkedudukan di Muara Soma.16

Tiap-tiap onder distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai oleh

seorang Kepala Luhat (Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas beberapa

16

(38)

kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Hoofd dan dibantu oleh seorang

Kepala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk yang besar

jumlahnya.

Semenjak awal tahun 1950 terbentuklah Daerah Tapanuli Selatan dan

seluruh pegawai yang ada pada kantor Bupati Angkola Sipirok, Padang Lawas

dan Mandailing Natal ditentukan menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten

Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padangsidimpuan.

Pada periode Bupati KDH Tapanuli Selatan dipegang oleh Raja Junjungan

Lubis, terjadi penambahan 6 kecamatan sehingga menjadi 17 kecamatan.

Penambahan kecamatan tersebut antara lain :

1. Kecamatan Siabu, berasal dari sebagian Kecamatan Panyabungan dengan ibukotanya Siabu.

2. Kecamatan Batang Angkola, berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan dengan ibukotanya Pintu Padang

3. Kecamatan Barumun Tengah, berasal dari sebagian Kecamatan Padang Bolak dengan ibukotanya Binanga.

4. Kecamatan Saipar Dolok Hole, berasal dari sebagian Kecamatan Sipirok dengan ibukotanya Sipagimbar.

5. Kecamatan Sosa, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Ujung Batu.

6. Kecamatan Sosopan, berasal dari sebagian Kecamatan Barumun dengan ibukotanya Sosopan.17

Sejak tanggal 30 Nopember 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan

menjadi Kecamatan Psp Timur, Psp Barat, Psp Utara dan Psp Selatan dimana

Kecamatan Psp Utara dan Psp Selatan dibentuk menjadi Kota Administratif

Padangsidimpuan (PP No. 32 Tahun 1982).

Pada tahun 1992 Kecamatan Natal dimekarkan mnjadi 3 Kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Natal dengan ibukotanya Natal

2. Kecamatan Muara Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang

17

(39)

3. Kecamatan Batahan dengan ibukotanya Batahan.

Pada tahun 1992 itu juga dibentuk Kecamatan Siais dengan ibukotanya

Simarpinggan yang berasal dari sebagian Kecamatan Psp. Barat.

Kemudian pada tahun 1996 sesuai dengan PP RI No. 1 Tahun 1996

tanggal 3 Januari 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan dengan ibukotanya Huta

Imbaru, yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.

Dengan dikeluarkannya UU RI No. 12 Tahun 1998 dan disyahkan pada

tanggal 23 Nopember 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal

maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yaitu

Kabupaten Mandailing Natal (ibukotanya Panyabungan) dengan jumlah daerah

Administrasi 8 Kecamatan dan Kabupaten Tapanuli Selatan (Ibukotanya

Padangsidimpuan) dengan jumlah daerah administrasi 16 Kecamatan).

Selanjutnya Tahun 1999 sesuai dengan PP RI No. 43 Tahun 1999 tanggal

26 Mei 1999 terjadi pemekaran Kecamatan di Tapanuli Selatan antara lain :

1. Kecamatan Sosopan dimekarkan menjadi 2 Kecamatan, yaitu Kecamatan Sosopan dengan ibukota Sosopan dan Kecamatan Batang Onang dengan ibukotanya Pasar Matanggor.

2. Kecamatan Padang Bolak dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Padang Bolak dengan ibukota Gunung Tua dan Kecamatan Padang Bolak Julu dengan ibukota Batu Gana.

3. Kecamatan Sipirok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok dengan ibukota Sipirok dan Kecamatan Arse dengan ibukota Arse.

4. Kecamatan Dolok dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Dolok dengan ibukota Sipiongot dan Kecamatan Dolok Sigompulon dengan ibukota Pasar Simundol.18

Pada tahun 2001 wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berkurang dengan

dibentuknya Kota Padangsidimpuan melalui UU No. 4 Tahun 2001. Kota

18

(40)

Padangsidimpuan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang

terdiri atas:

1. Kecamatan Padangsidimpuan Utara;

2. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan;

3. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua;

4. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru; dan

5. Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara

Pada tahun 2002 sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Nomor 4 Tahun 2002 dibentuk lagi beberapa kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Selatan, yaitu :

1. Kecamatan Sayur Matinggi dengan ibukotanya Sayurmatinggi berasal dari

sebagian Kecamatan Batang Angkola

2. Kecamatan Marancar dengan ibukotanya Marancar berasal dari sebagian

Kecamatan Batang Toru

3. Kecamatan Aek Bilah dengan ibukotanya Biru berasal dari sebagian

Kecamatan Saipar Dolok Hole

4. Kecamatan Ulu Barumun dengan ibukotanya Pasar Paringgonan berasal

dari sebagian Kecamatan Barumun

5. Kecamatan Lubuk Barumun dengan ibukotanya Pasar Latong berasal dari

sebagian Kecamatan Barumun

6. Kecamatan Portibi dengan ibukotanya Portibi berasal dari sebagian

Kecamatan Padang Bolak

7. Kecamatan Huta Raja Tinggi dengan ibukotanya Huta Raja Tinggi berasal

(41)

8. Kecamatan Batang Lubu Sutam dengan ibukotanya Pinarik berasal dari

sebagian Kecamatan Sosa

9. Kecamatan Simangambat dengan ibukotanya Langkimat berasal dari

sebagian Kecamatan Barumun Tengah

10.Kecamatan Huristak dengan ibukotanya Huristak berasal dari sebagian

Kecamatan Barumun Tengah.

Pada 10 Agustus 2007, jumlah kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan

berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui

pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara

berdasarkan UU No. 38 Tahun 2007.

Kabupaten Padang Lawas memiliki 9 kecamatan, yaitu : Barumun,

Barumun Tengah, Batang Lubu Sutam, Huristak, Huta Raja Tinggi, Lubuk

Barumun, Sosa, Sosopan dan Ulu Barumun

Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki 8 kecamatan, yaitu : Batang

Onang, Dolok, Dolok Sigompulon, Halongonan, Padang Bolak, Padang Bolak

Julu, Portibi dan Simangambat.

Dengan dibentuknya Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara,

maka Tapanuli Selatan terdiri dari 11 kecamatan, yaitu : Aek Bilah, Arse, Batang

Angkola, Batang Toru, Marancar, Padang Sidempuan Barat, Padang Sidempuan

(42)

II.2 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Selatan II.2.1 Profil Wilayah

Tapanuli Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara dengan luas

wilayah 18.897 km², Ibu kota de jure-nya ialah Sipirok, menyusul dibentuknya

Padang Sidempuan menjadi kota otonom.

Secara adminstratif Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan :

1. Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Tapanuli Tengah

2. Selatan : Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Barat

3. Timur : Provinsi Riau dan kabupaten Batu

4. Barat : Samudra Indonesia dan kabupaten Mandailing Natal

Topografi

Kabupaten Tapanuli Selatan berada pada ketinggian 0 sampai dengan lebih

dari 2.009 meter di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0

meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu di desa

Muara Upu kecamatan Padang Sidempuan Barat. Sedangkan daerah yang berdiri

pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada gunung Tapulomajung di kecamatan

Saipar Dolok Nole. Keadaan lereng Tapanuli Selatan sangat bervariasi yaitu :

1. Kemiringan lereng antara 0 – 15 % terdapat sekitar 317.410 ha (25.89 %)

2. Kemiringan lereng antara 15 – 25 % terdapat sekitar 154.435.ha (12.60 %)

3. Kemiringan lereng antara 25 – 45 % terdapat sekitar 245.214 ha atau

sekitar 20 %.

4. Kemiringan lereng di atas 45 % terdapat sekitar 509.096 ha atau sekitar

(43)

Hidrologi

Selain memiliki gunung-gunung yang indah, kabupaten Tapanuli Selatan

juga memiliki panorama yang indah akan danau-danaunya yaitu : Danau Tao di

kecamaan Batang Onang, Danau Sa di kecamatan Padang Sidempuan Barat dan

Danau Marsibut di kecamatan Sipirok. Sedangkan sungai-sungai yang ada antara

lain terdapat sungai Batang Pane, Sungai Barimun, sungai Batang Toru dan

lainnya.

Di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat lima satuan wilayah sungai (sws)

atau daerah aliran sungai (DAS) yang terdiri dari 158 buah sungai yaitu :

1. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Bilah dengan luas sekitar 76.630 ha.

2. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Barimun dengan luas sekitar 587.209 ha.

3. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sosa dengan luas sekitar 93.900 ha.

4. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Batang Angkola dengan luas sekitar

230.310 ha.

5. Satuan Wilayah Sungai (SWS) Batang Toru dengan luas sekitar 216.821

ha.

Dari kelima SWS tersebut baru dan di antaranya yang telah digunakan :

1. Sungai Batang Angkola dan

2. Sungai Batang Batang Pane

Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di kabupaten Tapanuli Selatan umumnya

didominasi oleh penggunaan untuk hutan yaitu seluas 410.313 ha. Kemudian

penggunaan untuk lahan perkebunan seluas 180.407 ha. Sedangkan luas daerah

(44)

penggunaan lainnya terdapat seluas 162.594 ha. Dengan demikian di kabupaten

Tapanuli Selatan masih terdapat lahan yang cukup luas, yang dapat dikembangkan

untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan lahan transmigrasi.

II.2.2. Potensi Wilayah

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki potensi sumber daya alam tersebut

merupakan sektor yang memberikan kontribusi terhadap PAD Kabupaten

Tapanuli Selatan terutama sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu di

kabupaten Tapanuli Selatan memiliki kekayaan alam yang belum dikelola secara

optimal yaitu: sektor perikanan dan kelautan, sektor peternakan, sektor

perdagangan dan jasa koperasi, sektor industri dan usaha kecil menengah (UKM),

sektor pertambangan dan bahan galian dan sektor pariwisata.

1. Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Tapanuli Selatan dikenal sebagai salah satu pemasok kebutuhan

hasil pertanian, terutama pertanian tanaman pangan. Potensi pengembangan

pertanian tanaman pangan di kabupaten Tapanuli Selatan cukup besar,

sehingga kabupaten ini mendapat penghargaan dari pemerintah di bidang

ketahanan pangan tahun 2004 mewakili Sumatera Utara. Hal ini mengingat

lahan yang tersedia cukup luas. Lahan yang telah dimanfaatkan untuk

pertanian tanaman padi sawah terdapat seluas 27.389 ha dengan jumlah

produksi sebesar 472.921 ton. Luas areal terbesar terdapat di kecamatan

Padang Bolok yaitu sebesar 7.849 ha dengan jumlah produksi sebesar 44.308

ton. Sedangkan untuk tanaman padi ladang untuk tahun 2003 terdapat seluas

(45)

Untuk meningkatkan hasil produksi tanaman padi sawah, maka di kabupaten

Tapanuli Selatan dapat dikembangkan beberapa irigasi teknis dan irigasi

setengah teknis untuk menunjang lahan pertanian. Di antaranya terdapat

irigasi Batang Angkola dan irigasi Batang Itung. Kondisi lahan pertanian

menurut jenis irigasinya dapat diuraikan sebagai berikut :

1) luas lahan sawah dengan irigasi teknis terdapat seluas 5.835 ha.

2) luas lahan sawah dengan irigasi sederhana PU terdapat seluas 2.901 ha.

3) luas lahan sawah dengan irigasi sederhana non PU terdapat sekitar 18.455

ha.

2. Tanaman Sayur-sayuran

Letak geografis Tapanuli Selatan yang sebagian besar wilayahnya berada pada

daerah pegunungan, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai pertanian

tanaman pangan sayur-sayuran. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi

tanaman sayur-sayuran di kabupaten Tapanuli Selatan yang terus meningkat,

seperti tanaman cabe dengan luas 1.301 ha dengan jumlah produksi sebesar

6.440 ton. Tanaman ini banyak terdapat di kecamatan Sipirok dengan luas

panen sekitar 166 ha dengan jumlah produksi dengan luas panen sebesar 822

ton. Tanaman kacang panjang seluas 605 ha dengan jumlah produksi sebesar

2.892 ton. Tanaman tomat terdapat sebesar 433 ha dengan jumlah produksi

sebesar 3.529 ton. Buncis seluas 128 ha dengan jumlah produksi sebesar 506

ton. Petsai/sawi 361 ha dengan jumlah produksi sebesar 4.715 ton dan bawang

(46)

3. Tanaman Buah-buahan

Kabupaten Tapanuli Selatan terkenal dengan salaknya, luas areal tanaman

salak di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat sekitar 24.033 ha dengan jumlah

produksi sebesar 408.561 ton/tahun. Tanaman ini di kecamatan

Padangsidempuan Barat, Siris, Padangsidempuan Timur, Batang Toru dan

kecamatan Maransur. Selain tanaman salak tanaman buah-buahan lain yang

mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikembangkan adalah buah jeruk yang

terdapat di kecamatan Sipirok dan kecamatan Batang Toru. Sampai dengan

tahun 2004 luas areal tanaman ini terdapat sekitar 523 ha dengan jumlah

produksi sebesar 8.368 ton/tahun. Selain itu terdapat juga tanaman buah

hingga yang terdapat di kecamatan Padang Bolak Jula, Padang Bolak, Portibi,

Barumun Tengah, Huristak dan Holongonan seluas 1.411 ha dengan jumlah

produksi sebesar 19.754 ton/tahun.

4. Perkebunan

Kondisi topografi Kabupaten Tapanuli Selatan pada dasarnya memiliki

potensi alam yang cukup tinggi sesuai untuk syarat tumbuh berbagai jenis

tanaman pertanian dan perkebunan. Akan tetapi yang menjadi kendala utama

selama ini bahwa potensi alam tersebut secara umum belum dapat

dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber usaha/penghasilan bagi

masyarakat. Tanaman perkebunan yang telah dibudidayakan masyarakat di

daerah ini terdapat 15 jenis tanaman perkebunan meliputi, karet, kelapa sawit,

kelapa, kokoa, kulit manis, nilam, kemiri, aren, pinang, kapulaga, tembakau,

(47)

II.2.3 Infrastruktur

Pembangunan kabupaten Tapanuli Selatan dimasa yang akan datang, tidak

terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Untuk mendukung dan

menunjang segala pembangunan dan perekonomian kabupaten Tapanuli Selatan,

maka diperlukan infrastruktur yang dapat mendukung keberhasilan pembangunan

tersebut. Prasarana wilayah yang sangat penting peranannya dalam pembangunan

adalah sistem transportasi, telekomunikasi dan sumber daya energi.

1. Transportasi Darat

Untuk menunjang kelancaran arus lalu lintas barang dan jasa di kabupaten

Tapanuli Selatan, maka pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan saat ini terus

berusaha untuk meningkatkan pembangunan jaringan jalan yang ada. Hal ini

bertujuan untuk mempermudah aksesbilitas dari dan menuju kabupaten

Tapanuli Selatan. Panjang jaringan jalan yang terdapat di kabupaten Tapanuli

Selatan saat ini telah mencapai sekitar 2.695.15 km. yang terdiri dari 683.35

km jalan dengan kondisi baik, 972.40 km dengan jalan sedang dan 942.40 km

dengan jalan rusak.

2. Transportasi Udara

Di kabupaten Tapanuli Selatan terdapat bandar udara perintis Aek Godang

lengkap dengan pesawat terbangnya. Untuk meningkatkan dan kemajuan

penerbangan, saat ini kabupaten Tapanuli Selatan terus berupaya untuk

menambah sarana dan prasarana yang ada seperti landasan pacu dan

kelengkapan alat navigasi, serta menambah rute dan jadwal dari satu kali

(48)

3. Transportasi Sungai, Laut, Dan Penyebarangan

Satu-satunya transportasi sungai terdapat di kabupaten Tapanuli Selatan

adalah pelabuhan sungai Mabang, yang terdapat di desa Hutaraja Batang Toru.

Rute yang dapat dilalui dari pelabuhan ini antara lain adalah : Mabang –

Danau Siais – Rianeate – Muara Upu. Pantai ini merupakan satu-satunya

wilayah laut yang dimiliki kabupaten Tapanuli Selatan, yang terdapat

sepanjang ± 35 km. yang terdapat di desa Muara Upu, kecamatan Padang

Sidempuan Barat.

4. Telekomunikasi

Telekomunikasi di kabupaten Tapanuli Selatan untuk pemakaiannya dibagi

atas 4 (empat) bagian yaitu telepon bisnis, telepon residentil, telepon

perkantoran dan sosial. Dari data yang dihimpun, setiap kecamatan yang

terdapat di kabupaten Tapanuli Selatan sudah mendapat pelayanan

telekomunikasi dari PT Telkom. Sedangkan untuk telepon selular dalam

waktu dekat ini akan diaktifkan pada telepon selular di beberapa kecamatan,

seperti kecamatan Padang Bolok dan kecamatan Sibutuan dan kecamatan

Batang Toru.

5. Pendidikan

Pembangunan di bidang pendidikan selalu mendapat perhatian dari

pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan untuk meningkatkan kecerdasan

generasi bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fasilitas

pendidikan yang telah ada di kabupaten Tapanuli Selatan. Jumlah fasilitas

pendidikan yang terdapat sampai dengan tahun 2006, adalah sebanyak 1.012

(49)

Menengah Pertama, 24 unit Sekolah Menengah Atas dan 7 unit Sekolah

Menengah Kejuruan.

Selain itu di kabupaten Tapanuli Selatan juga banyak terdapat sekolah agama

sampai dengan tahun 2006 terdapat sekitar 280 sekolah agama, yang terdiri

dari 88 sekolah Diniyah Awaliyah , 29 unit sekolah Ibtidaiyah, 100 unit

sekolah Tsanawiyah dan 63 unit sekolah Aliyah. Dan terdapat sekitar 61 unit

pesantren yang mengasuh sekitar 14.887 orang santri.

6. Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk di

sandang, papan, pangan, dan penduduk. Kesehatan menjadi salah satu tulang

punggung pembangunan, masyarakat yang sehat akan mendapatkan tenaga

yang kuat, cerdas dan mampu terlibat aktif dalam jalannya pembangunan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di kabupaten Tapanuli Selatan, saat

ini telah terdapat 3 unit Rumah Sakit Umum, 35 unit Puskesmas, 132 unit

puskesmas pembantu, 10 unit balai pengobatan umum dan sekitar 997 unit

posyandu yang menyebar hampir kesetiap kecamatan dan desa.

II.3. Agenda Pembangunan Tahun 2006-2010

Agenda Pertama Menciptakan Manajemen Pemerintahan yang baik, bersih

dan profesional serta bebas KKN. Untuk terwujudnya agenda pertama akan

dilaksanakan melalui pembangunan-pembangunan bidang pemerintahan, hukum,

perencanaan pembangunan daerah, pengawasan, informasi dan komunikasi,

telekomunikasi, keuangan daerah, penataan ruang, pertanahan serta penelitian dan

Gambar

Tabel III.2
Tabel III.4
Tabel III.5
Tabel III.7
+7

Referensi

Dokumen terkait