• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSEDUR HUKUM PELAKSANAAN PEMEKARAN WILAYAH KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH A. Prinsip Otonomi Daerah - Akibat Hukum Dari Pemekaran Wilayah Terhadap Pendaftaran Hak Atas Tanah Di Kota Pekanbar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROSEDUR HUKUM PELAKSANAAN PEMEKARAN WILAYAH KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH A. Prinsip Otonomi Daerah - Akibat Hukum Dari Pemekaran Wilayah Terhadap Pendaftaran Hak Atas Tanah Di Kota Pekanbar"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROSEDUR HUKUM PELAKSANAAN PEMEKARAN WILAYAH KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 32

TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

A. Prinsip Otonomi Daerah

Secara etimologis pengertian otonomi daerah berasal dari bahasa latin yaitu

autosyang berarti sendiri dan nomosyang berarti aturan. Jadi dapat diartikan bahwa otonomi daerah adalah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam bahasa inggris otonomi berasal dari kataautonomy, dimana auto berarti sendiri dan

nomy sama artinya dengan nomos yang berarti aturan atau Undang-Undang. Jadi

autonomy adalah mengatur/mengurus diri sendiri. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang otonomi daerah mendefenisikan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Juncto Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi daerah adalah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.38

Dari berbagai rumusan otonomi daerah tersebut di atas maka dapat dikatakan otonomi daerah adalah kewenangan dan kemandirian daerah otonom untuk mengatur

(2)

dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Berdasarkan pengertian otonomi daerah sebagaimana yang telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai 3 (tiga) aspek yaitu :

1. Aspek hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.

(3)

Dengan demikian, bila dikaji lebih lanjut isi dan jiwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :

1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.

2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaanya. 3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri

4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya. Asas desentralisas pada prinsipnya adalah melakukan penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, disertai personil, peralatan dan pendanaan contoh proyek-proyek APBD yang dilaksanakan oleh dinas. Pada dasarnya tujuan penyelenggaraan desentralisasi antara lain adalah

a. Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

b. Sebagai wahana pendidikan politik masyarakat di daerah.

c. Dalam rangka memelihara keuntungan negara kesatuan atau integrasi nasional.

d. Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah

(4)

f. Sebagai wahana yang diperlukan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan.

g. Sebagai sarana yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah

h. Guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

Ada beberapa alasan perlunya pemerintah pusat mendensentraliassikan kekuasaan kepada pemerintah daerah, yaitu :

1. Segi politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam proses kebijakan, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional melalui pembangunan proses demokrasi di lapisan daerah.

2. Segi manajemen pemerintahan, desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas, efisien dan akuntabilitas publik terutama dalam penyediaan pelayanan publik. 3. Segi kultural, desentralisasi untuk memperhatikan kekhususan, keistimewaan,

suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian, kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.

4. Segi kepentingan pemerintah pusat, desentralisasi dapat mengatasi kelemahan pemerintah pusat dalam mengawasi program-programnya.

(5)

Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dipandang dari sudut politik dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. Penyelenggaraan desentralisasi dipandang sebagai pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokratis. Dari sudut teknis organisatoris pemerintahan, desentralisasi adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efektif, efisien, berdaya guna dan berhasil guna. Untuk menerapkan otonomi daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi yang jelas.

(6)

kesejahteraan maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan bertanggung jawab di masa mendatang. Dalam dictum menimbang huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.

Otonomi daerah dalam Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan viskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Di samping itu keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan otonomi daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

(7)

tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas dasar pemikiran di atas maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah

a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontribusi Negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah. e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatan kemandirian daerah

(8)

f. Pelaksanaan otonomi daerah haruslebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.

g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam keduduka sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.

h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya. Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam pemberian otonomi daerah : 1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertanggungjawab.

(9)

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih mengikatkan kemandirian daerah otonomi

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah

7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai daerah administrasi

8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dari pemerintahan dan daerah ke desa disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta SDM dengan kewajiban melaporkan dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervise, pengendalian koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.39

Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan salah satu usaha untuk di suatu pihak mendinginkan euphoria reformasi dan di lain pihak untuk menjaga keutuhan NKRI. Oleh karena itu, isi dari

(10)

Undang No. 22 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah tersebut seharusnya lebih memberikan kebebasan yang nyata dan seluas-luasnya bagi daerah untuk menyelenggarakan pemerintahanya sendiri demi untuk kesejahteraan daerahnya sendiri-sendiri.

Era reformasi yang dimulai dari tahun 1998 telah menggeser paradigma desentralisasi administratif, yang dianuat pada masa orde baru, menjadi desentralisasi politik pasca UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 . Dengan asas desentralisasi politik maka pemerintah pusat membentuk daerah-daerah otonom atau daerah-daerah yang mempunyai pemerintahan, yaitu daerah-daerah yang mempunyai wilayah, masyarakat hukum, kepala daerah, dan anggota DPRD yang dipilih oleh rakyat, pegawai, dan kewenangan serta keleluasan mengatur dan mengurus daerah. Kebijakan pemekaran daerah pasca ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mempunyai perbedaan yang signifikan jika dibandingkan pengaturan pemekaran daerah berdasar UU No. 5 Tahun 1974.

Pelaksanaan kebijakan pemekaran daerah pada orde baru, bersifat elitis dan memiliki karakter sentralistis, dimana perencanaan dan implementasi pemekarannya lebih merupakan inisiatif pemerintah pusat ketimbang partisipasi dari bawah. Proses pemekaran daerah seringkali menjadi proses yang tertutup dan menjadi arena terbatas di kalangan pemerintah pusat.

(11)

infrastruktur birokrasi (bukan infrastruktur politik) sebelum pembentukan daerah otonom. Masa transisi teknokratis disiapkan sedemikian rupa sebelum menjadi daerah otonomi baru. Dalam masa transisi, pembentukan daerah baru ini lebih menekankan pada mekanisme teknokratis daripada mekanisme politik, seperti penyiapan administrasi birokrasi, infrastruktur, gedung perkantoran, dan sebagainya. Setelah penyiapan teknokratis dirasa cukup barulah kemudian penyiapan politik dilakukan yaitu dengan pembentukan DPRD, dari situ barulah kemudian dibentuk DOB.40

Di masa era reformsi sekarang, proses-proses penyiapan teknokratis tersebut pada kebijakan pemekaran daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah tidak ada, tetapi justru lebih menekankan pada proses-proses politik. Ruang bagi daerah untuk mengusulkan pembentukan daerah otonomi baru dibuka lebar oleh kebijakan pemekaran daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 juncto UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan kebijakan yang demikian ini, kebijakan pemekaran daerah sekarang lebih didominasi oleh proses politik daripada proses teknokratis.

Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam rangka pertumbuhan kehidupan demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara

(12)

masyarakat dan pemerintah daerah baru, maka masyarakat sipil akan memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara lebih baik sebagai warga Negara.

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional, bahwa wilayah dapat dibedakan berdasarkan cara pandang terkait dengan kondisinya atau berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Wilayah subjektif, yakni wilayah merupakan alat untuk mengidentifikasi suatu lokasi yang berdasarkan suatu lokasi dengan kriteria tertentu dan tujuan tertentu. 2. Wilayah objektif, maksudnya wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan

dari ciri-ciri atau gejala alam di setiap wilayah. Dalam menganalisis wilayah dikenal 3 tipe, yakni :

1. Wilayah fungsional, yaitu adanya saling interaksi antara komponen-komponen didalam dan diluar wilayahnya. Wujud wilayah sering disebut wilayah modal yang didasari oleh susunan dari suatu hubungan di antara simpul-simpul perdagangan.

2. Wilayah homogeny, artinya adanya relatif kemiripan dalam suatu wilayah

3. Wilayah administratif, artinya wilayah ini dibentuk untuk kepentingan wilayah pengelolaan atau organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain.

(13)

mengefektifkan dan mengefisienkan pemerintah beserta perencanaan lokal dan nasionalnya.

Secara umum, pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Terdapat beberapa alasan mengapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu :41 1. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah

kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.

2. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal. Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.

3. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintahan dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.

B. Konsep Pemekaran Wilayah, Dasar Hukum dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pemekaran Wilayah

Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa kabupaten/kota baru pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan pada masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupaten/kota yang baru yang

(14)

akan dibentuk perlu memiliki basis sumber daya yang seimbang antara satu dengan yang lain. Hal ini perlu diupayakan agar tidak timbul disparitas yang mencolok dimasa mendatang. Selanjutnya dalam suatu usaha pemekaran wilayah akan diciptakan ruang publik baru yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik baru ini akan mempengaruhi aktivitas seseorang atau masyarakat sehingga merasa diuntungkan karena pelayanannya yang lebih maksimal.

Akhirnya pemekaran wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat, peningkatan sumber daya secara berkelanjutan, meningkatkan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar sektor, memperkuat integrasi nasional yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas hidup.42

Pemekaran wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan antar wilayah. Dalam konteks nasional, adanya pembangunan antar wilayah menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan bahwa pemekaran wilayah dimungkinkan karena adanya modal yang bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berlangsung secara kontinyu sehingga menimbulkan arus barang.

Dalam konteks pemekaran wilayah, pendekatan berdasarkan konsep ekonomi paling banyak digunakan. Tujuan dari konsep ini adalah pembangunan pada

sektor-42

(15)

sektor utama, pada lokasi-lokasi tertentu, sehingga menyebabkan kemajuan keseluruh wilayah. Ada beberapa konsep pengembangan wilayah, antara lain :43

1. Mendorong dekonsentrasi wilayah, dimana konsep ini bertujuan untuk menekan tingkat konsentrasi wilayah dan untuk membentuk struktur ruang yang tepat, terutama pada beberapa bagian dari wilayah non-metropolitan

2. Membangkitkan kembali daerah terbelakang sebagai daerah yang memiliki karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapata perkapita yang rendah, dan rendahnya tingkat fasilitas pelayanan masyarakat

3. Memodifikasi sistem kota, merupakan sebagai pengontrol urbanisasi menuju pusat-pusat pertumbuhan, yakni dengan adanya pengaturan sistem perkotaan maka telah memiliki hirarki yang terstruktur dengan baik. Ini diharapkan akan dapat mengurangi imigrasi penduduk ke kota besar.

4. Pencapaian terhadap keseimbangan wilayah. Hal ini muncul akibat kurang memuaskannya struktur ekonomi inter-regional yang biasanya dengan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan serta yang berhubungan dengan belum dimanfaatkannya sumber daya alam pada beberapa daerah.

Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18 bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur oleh undang-undang” Selanjutnya, Pasal 18a ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, “Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota atau antar propinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhsusan dan keragaman daerah”. Pasal 18a ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa, “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan

(16)

pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”.

Secara lebih khusus di dalam, UU No. 32 Tahun 2004 diatur tentang pembentukan daerah yakni dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah. UU No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan Undang-Undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan :”Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”

Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Dan ayat (4) menyebutkan “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan”.

(17)

administrative yang wajib meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah propinsi bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.44

Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di bawah ini, antara lain :

1. Kemampuan ekonomi, merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung disuatu daerah propinsi, kabupaten/kota, yang dapat diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) dan penerimaan daerah sendiri

2. Potensi Daerah, merupakan cerminan tersediannya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari lembaga keuangan, sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi, sarana pariwisata dan ketenagakerjaan.

3. Sosial budaya, merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial masyarakat yang dapat diukur dari tempat peribadatan, tempat kegiatan institusi sosial dan budaya, serta sarana olahraga.

(18)

4. Sosial politik, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari partisipasi masyarakat dalam politik dan organisasi kemasyarakatan. 5. Kependudukan, merupakan jumlah total penduduk suatu daerah

6. Luas daerah, merupakan luas tertentu suatu daerah 7. Pertahanan dan keamanan

8. Faktor-faktor lain yang memungkinkan terselenggarannya otonomi daerah

Faktor-faktor lain yang dimaksud harus meliputi paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, dan paling sedikit 5 kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

(19)

Gambar 1. Proses Pengusulan Pemekaran Wilayah di Tingkat Daerah

Sumber : Sie Infokum – Pembinaan dan Pengembangan Hukum DPRD Tingkat I, 2012

Dari gambar di atas dijelaskan bahwa persiapan dalam pemekaran wilayah dimulai dari wilayah yang mengusulkan. Usulan-usulan tersebut berbentuk proposal yang sudah memiliki pertimbangan-pertimbangan di dalamnya dan kajian-kajian ilmiah, sehingga ketika proposal rencana pemekaran wilayah tersebut diajukan ke DPRD kabupaten/kota dan kemudian ke propinsi, dapat dipertanggungjawabkan dengan berlandaskan peraturan-peraturan yang berlaku.

(20)

Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia diantarannya adalah :

1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Daerah

Faktor paling dominan sebagai pemicu terjadinya pemekaran wilayah adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Termasuk juga ke dalam aspek ini adalah ketimpangan dalam ketersediaan sumber daya manusia dan alam, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang selanjutnya akan mendorong terjadinya ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya mendorong terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat sehingga akhirnya muncul keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Indikasi terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dapat diketahui dengan menghitung data PDRB perkapita dan jumlah penduduk sebagai indikator utama melalui Indeks Wiliamson.

2. Luas Daerah

(21)

Gambar 2. Prosedur Pengesahan Pemekaran Wilayah di Tingkat Pemerintah Pusat

Sumber : Sie Infokum – Ditama Binbangkum, 2012

Gambar diatas menjelaskan tentang tahapan dan prosedur pembentukan daerah kabupaten/kota menurut pasal 16 PP No. 129 Tahun 2000, yang terdiri dari : 1. Ada kemauan politik dari pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan. 2. Pembentukan daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Daerah

3. Usul pembentukan kabupaten/kota disampaikan kepada pemerintah cq. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan dilampirkan hasil

Tidak Disetujui

Independen SidangDPOD RUU

(22)

penelitian daerah dan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan propinsi, yang dituangkan dalam keputusan DPRD

4. Dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daeah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Berdasarkan rekomendsi pada huruf d, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Deaerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut di lapangan

5. Para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Dewan Pertimbangan otonomi Daerah. Usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.

(23)

7. Apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.45 Pemekaran wilayah diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi

3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban

6. Peningkatan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah

C. Pelaksanaan Pemekaran Wilayah Kota Pekanbaru

Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang mengiringi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian besar daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir 2008, pertambahan daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga, jumlah daerah otonom di

(24)

Indonesia mencapai 522 buah, yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota.46

“Sungguh disayangkan terbentuknya daerah baru itu tidak berbanding lurus dengan peningkatan dan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Bahkan sebaliknya, di hamper sebagian besar daerah otonom baru itu, pertumbuhan kesejahteraan cenderung menurun, pelayanan publik cenderung stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka.47

Usulan pemekaran yang terjadi sekarang lebih banyak karena prakarsa maupun pernyataan orang tertentu. Jumlah terbanyak usulan pemekaran daerah selama ini berasal dari legislatif/kepala daerah. Kenyataanya, keinginan atau usulan pemekaran daerah selama ini minim dari kajian yang semestinya dilakukan.48

Beberapa ahli mengingatkan, banyaknya komplikasi yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan pemekaran di Indonesia, maka persetujuan untuk dapat melakukan pemekaran di masa mendatang perlu dilakukan secara ketat dan sangat hati-hati. Untuk keperluan ini, maka kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan jumlah provinsi, serta kabupaten/kota yang dapat dimekarkan sampai Tahun 2025 mendatang. Kajian ini perlu dilakukan agar pengambil keputusan, baik eksekutif maupun legislatif, dapat menentukan sampai jumlah berapa sebaiknya pemekaran daerah dapat dilakukan di Indonesia pada Tahun 2025 mendatang. Khusus 46 Kurniawan T. Arief, Pemekaran Wilayah Permasalah dan Solusinya, Pustaka Ilmu, Surabaya, 2010, hal. 56

47

Arvian Syahril,Pembentukan Daerah Baru Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bumi Aksara, Bandung, 2008, hal. 16

(25)

untuk kajian bidang sosial ekonomi, maka jumlah provinsi maksimum untuk Indonesia sampai Tahun 2025 mendatang adalah tidak lebih dari 39 provinsi. Jumlah provinsi yang telah ada di Indonesia sampai Tahun 2009 adalah 33 provinsi.

Menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah sebagai implementasi Otonomi daerah diharapkan dapat tercapai :

1. Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pusat dan daerah. Maksudnya adalah bahwa dengan dilaksanakannya pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah sasaran pemekaran daerah tidak lagi terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan pusat dan daerah diharapkan terjadi sinkronitasi antara peraturan pusat dan peraturan daerah dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah. 2. Peningkatan kerjasama antara pemerintah daerah. Dengan terjadinya

pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar pemerintah daerah sehingga tugas-tugas dibidang pemerintahan terutama dibidang pelayanan publik dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien dengan terjadinya kerjasama tersebut.

(26)

akuntabel sehingga tidak terjadi lagi tugas-tugas pemerintahan yang saling tumpang tindih antar lembaga pemerintah daerah.

4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumber daya aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten. Dengan terjadinya penggabungan daerah maka sasaran yang diharapkan adalah peningkatan kualitas sumber daya aparatur pemerintah daerah menuju kearah profesionalitas yang kompeten dalam melaksanaan tugas-tugas pemerintahan khususnya dibidang pelayanan publik dalam rangka meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelayanan terhadap masyarakat.

5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara transparan, akuntabel, dan professional. Penggunaan dana yang efektif dalam pembiayaan pembangunan secara transparan, akuntabel dan profesional hanya dapat dilakukan apabila organisasi pemerintah tersebut memiliki struktur yang efektif dan efisien sehingga pemerintah daerah tidak mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pelaksanaan pembiayaan pembangunan bila pengelolaan dana untuk pembiayaan pembangunan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah secara transparan akuntabel dan profesional.

(27)

Ada beberapa alasan yang muncul ketika sebuah daerah dimekarkan ; bila dikaitkan dengan rentang kendali suatu wilayah daerah yang dianggap terlalu luas, sehingga untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat, dipandang perlu menghadirkan suatu institusi dan struktur pemerintahan daerah baru. Alasan ini terkait dengan upaya meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakatnya. Dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan, karena kenyataanya konsentrasi kegiatan dan pertumbuhan pembangunan (ekonomi) selalu berada di ibu kota pemerintahan daerah dan wilayah sekitarnya.

Departemen Dalam Negeri sesungguhnya pernah melakukan evaluasi terhadap daerah otonom baru itu. Berdasarkan hasil evaluasi Depdagri tahun 2007, terhadap 149 daerah otonom baru yang dibentuk mulai tahun 1999 sampai 2005, diperoleh gambaran banyaknya daerah otonom baru yang tidak atau belum mampu menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebenarnya, pemerintah telah mengantisipasi dari obsesi tuntutan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom itu. Salah satunya yaitu pemerintah memperketat persyaratan pembentukan daerah pemekaran yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Untuk membentuk sebuah provinsi minimal harus ada lima 5 (lima) kabupaten/kota.

(28)

kabupaten/kota, pembentukan kabupaten/kota minimal 3 kecamatan. Pengaturan lainnya yakni batas usia daerah otonom baru dapat dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi, dan tujuh tahun untuk kabupaten/kota. PP itu pun tentang persyaratan pembentukan daerah pemekaran itu nantinya akan memuat pula tentang kajian daerah yang akan dimekarkan. Pada PP No. 129/2000, kajian terhadap daerah pemekaran itu hanya memuat tujuh kriteria kuantitatif. Maka dalam rencana pelaksanaan pemekaran wilayah akan memuat 11 penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. 49Pasal 6 PP No. 78 Tahun 2007 mensyaratkan ada 11 penilaian kuantitatif yaitu yakni faktor :

1. Kependudukan

2. Kemampuan Keuangan

3. Kemampuan Ekonomi masyarakat 4. Sosial Budaya

5. Sosial Politik 6. Potensi Daerah 7. Luas Daerah 8. Pertahanan 9. Keamanan

10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

11. Rentang kembali penyelenggaraan pemerintahan

(29)

Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru dilaksanakan dengan dua cara yaitu :

a. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui pemerintah

(30)

Sebagaimana diketahui dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang syarat pembentukan daerah baru yaitu :

Pasal 4

(2) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahannya

(3) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Pasal 5

(1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi :

a. Keputusan masing-masing DPRD Kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna

b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi

c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna

(31)

e. Rekomendasi Menteri

(2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi :

i. Keputusan DPRD Kabupaten/Kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota

j. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota

k. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota

l. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota, dan

m. Rekomendasi Menteri

(3) Keputusan DPRD kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan asirasi sebagian besar masyarakat setempat.

(4) Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagaian besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keptuusan DPRD Kabupaten/Kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

Pasal 6

(32)

kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tinkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah

(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator sebagamana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan pemerintah ini (3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru

apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu.

Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi Riau merupakan salah satu kota di luar Pulau Jawa yang mengalami perubahan batas wilayah ke arah perluasan kota. Dasar pertimbangan terjadinya perubahan batas wilayah kota pekanbaru kearah perluasan wilayah adalah sebagai berikut :50

a. Mengingat meningkatnya perkembangan pembangunan di provinsi Daerah Riau pada umummya dan Kota Pekanbaru pada khususnya yang menyebabkan fungsi dan peranan kota Pekanbaru meningkat pula, sehingga dalam kegiatan pembangunan telah melampaui batas wilayah administratif kota tersebut.

b. Dalam rangka tertib administratif pemerintahan dan dalam upaya menampung gerak kegiatan pembangunan yang terus meningkat di wilayah kota Pekanbaru dipandang perlu batas wilayah Kota Pekanbaru diubah, yaitu dengan memasukkan sebagian wilayah Kampar

(33)

c. Bahwa pemerintah Daerah Tk II Kabupaten Kampar telah menyetujui untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah kota Pekanbaru

d. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, perubahan batas wilayah kota Pekanbaru dan wilayah Kabupaten Kampar dalam lingkungan Provinsi Daerah Tingkat I Riau, harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Dengan terjadinya perluasan wilayah kota Pekanbaru dengan mengambil sebagian wilayah Kabupaten Kampar maka menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 tersebut maka, “Semua Peraturan Daerah Kabupaten Kampar dan keputusan Bupati Kampar yang mengatur Kelurahan/Kelurahan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 ini tetap berlaku sampai diubah dan diatur dikembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”.

Pasal 8 ayat (2) PP Nomor. 19 Tahun 1987 menyebutkan, “Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diubah atau dicabut dengan Peraturan Kota Pekanbaru dan Keputusan Walikota Pekanbaru”. Pasal 8 ayat (3) PP No. 19 Tahun 1987 menyebutkan bahwa, “masalah yang menyangkut bidang kepegawaian, kependudukan, penghasilan daerah, keuangan, prasarana, sarana kantor, administrasi pertahanan, dan lain-lain yang timbul sebagai akibat perubahan batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1987 ini, diselesaikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau dan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(34)

bertentangan dengan peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1987 ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dengan berlakunya PP No. 19 Tahun 1987 yang mengatur tentang perubahan batas wilayah Kota Pekanbaru dengan Kampar maka dapat dikatakan bahwa luas wilayah administrasi pemerintah Kota Pekanbaru menjadi lebih luas sedangkan luas wilayah administrasi Daerah Kabupaten Kampar menjadi kecil dalam hal kewenangan di bidang pengaturan wilayah pemerintahan termasuk di dalamnya adalah kewenangan di bidang pertanahan yang dalam hal ini kewenangannya dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Daerah Kota Pekanbaru.

Gambar

Gambar 1. Proses Pengusulan Pemekaran Wilayah di Tingkat Daerah
Gambar 2. Prosedur Pengesahan Pemekaran Wilayah di Tingkat Pemerintah Pusat

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi tidak ramah lingkungan pada umumnya menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi atau batu bara, menghasilkan limbah yang

Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa konduktor ACCR mempunyai panjang kawat yang lebih pendek pada saat harga arus saluran sama, hal ini disebabkan konduktor ACCR

Aplikasi telah digunakan oleh 20 responden yang menonton video dan menunjukkan Salient Area dengan menggerakkan jari.. Aplikasi merekam pergerakan jari dalam

Kedua, gerakan dakwah lewat seminar/konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional sebagai penanaman cinta tanah air dan bangsa. Luthfi telah menyelenggarakan

Hasil penelitian berdasarkan deskripsi data, analisis data dan pembahasan rnaka, diperoleh hasil bahwa 24 orang anggota Resimen Mahasiswa Batalyon 102 Mahabbhakti

Menurut Peraturan Rektor tentang Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan bagi Mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang, Praktik Pengalaman Lapangan yang

Dalam perancangan produk ini ada beberapa aspek yang perlu dikaji untuk mendesain alat filtrasi air untuk kebutuhan survival, yaitu:-. Teknologi yang akan diterapkan

standar walaupun sudah melakukan remedial (pengulangan); ketiga, proses pembelajaran menjadi kurang efektif jika arahan dari guru dalam proses pembelajaran teknologi