ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK
Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang
SKRIPSI
Oleh :
RIKI SUHARDA 100304057 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK
Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang
SKRIPSI
Oleh :
RIKI SUHARDA 100304057 AGRIBISNIS
Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Penelitian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Ir.Hj.Lily Fauzia, M.Si Emalisa, S.P., M.Si
NIP : 196308221988032003 NIP : 197211181998022001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
RIKI SUHARDA (100304057) dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik
( Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini
dibimbing oleh Ir. Hj. Lily Fauzia, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Emalisa, S.P,
M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
ketersediaan input produksi usaha ternak itik, mengetahui pendapatan peternak itik serta
mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan
adalah dengan analisis deskriptif, analisis pendapatan dan analisis kelayakan dengan
menggunakan kriteria R/C ratio, Break Even Point dan Return of Investment. Sampel ditentukan
dengan metode sensus yaitu 23 sampel. Lokasi penentuan lokasi penelitan dilakukan secara
sengaja (purposive). Dari penelitian diperoleh hasil bahwa input produksi tersedia di daerah
penelitian dengan rincian dari segi harga cukup terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup
memenuhi dan sangat tersedia ketika dibutuhkan, pendapatan rata-rata peternak itik di daerah
penelitian dalam satu kali proses produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913,
serta usaha ternak layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator kelayakan
sudah terpenuhi dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur 31.712 butir, BEP harga
telur Rp 1.179 dan ROI 18%..
RIWAYAT HIDUP
RIKI SUHARDA dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Oktober 1991. Penulis merupakan anak
kedua dari 2 bersaudara dari Bapak Wazirman dan Ibu Nurlina Damanik.
Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut:
Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 064985 Medan, masuk pada tahun 1997 dan
tamat tahun 2003.
Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 18 Medan, masuk pada tahun
2003 dan tamat pada tahun 2006.
Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Swasta Kartika 1 Medan, masuk pada tahun
2006 dan tamat pada tahun 2009.
Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, masuk tahun 2010 dan tamat pada tahun 2015.
Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kelurahan Beras Basah, Kecamatan Pangkalan
Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2014.
Mengadakan penelitian skripsi di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2014.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis penjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan
karunia-Nya, serta segala kekuatan, kemampuan, dan kesempatan yang telah dianugerahkan-Nya kepada
Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul
ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas
akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan beserta Pembantu Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan
di tingkat universitas dan fakultas.
Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di
tingkat departemen.
Bapak Dr.Ir Satia Negara Lubis, MS, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan
di tingkat departemen.
Ibu Ir.Hj. Lily Fauzia, M.Si, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
motivasi, arahan, dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Ibu Emalisa, S.P., M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak
memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Seluruh dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara,
Ayahanda tercinta Wazirman dan Ibunda Nurlina Damanik serta abang Seppryalin, yang telah
memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang serta dukungan baik moril
maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu seluruh proses administrasi.
Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2010 khususnya teman-teman dengan
minat PKP yang telah banyak memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Bapak dan Ibu Staf Pemerintahan Desa Percut dan seluruh sampel peternak itik tempat penulis
melakukan penelitian.
Akhirnya penulis mendoakan kiranya Allah SWT menerima seluruh amal dan ibadah mereka
dengan membalas budi baik mereka dengan pahala berlipat ganda, semoga segala usah dan niat
baik yang kita lakukan mendapat ridha Allah SWT.
Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan
ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini
dapat dikembangkan dengan penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Landasan Teori ... 13
2.3 Kerangka Pemikiran ... 18
2.4 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 21
3.2 Metode Penentuan Sampel ... 22
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.4 Metode Analisis Data ... 24
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 27
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 29
4.2 Karakteristik Peternak Sampel ... 35
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi ... 37
5.2 Analisis Pendapatan Usaha Ternak Itik ... 42
5.3 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik ... 44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51
6.2 Saran ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 1.1 Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara tahun 2013 ... 2
Tabel 1.2 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kabupaten Deli Serdang
per Kecamatan Tahun 2013 ... 4
Tabel 3.1 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 22
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 ... 30
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Kelompok Umur
Tahun 2008 ... 31
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ... 32
Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 ... 33
Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Percut ... 34
Tabel 4.6 Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penlitian Tahun 2014 .. 35
Tabel 5.1 Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 37
Tabel 5.2 Pendapat Peternak Mengenai Kualitas Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 39
Tabel 5.3 Pendapat Peternak Mengenai Jumlah Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 40
Tabel 5.4 Pendapat Peternak Mengenai Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian berdasarkan Waktu... 41
Tabel 5.5 Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Ternak Itik Per Periode di
Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 42
Tabel 5.6 Rata-Rata Total Penerimaan Usaha Ternak Itik per Periode Di
Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 43
Tabel 5.7 Rata-Rata Total Pendapatan Usaha Ternak Itik per Periode Di
Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 44
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Kelayakan Usaha Ternak Itik Tanpa Biaya
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Kurva BEP ... 14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2014
Lampiran 2 Ketersediaan Input Produksi Menurut Sampel Penelitian
Tahun 2014 ...
Lampiran 3 Biaya Bibit Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 4 Biaya Pakan Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 5 Biaya Sekam Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 6 Biaya Obat/Vitamin Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 7 Biaya Transportasi Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 8 Biaya Listrik dan Air Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 9 Biaya Penyusutan Kandang per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 10 Rincian Biaya Penyusutan Peralatan per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 11 Biaya Penyusutan Peralatan per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 12 Total Biaya Upah Tenaga Kerja Usaha Ternak Itik per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
Lampiran 13 Hasil Produksi Telur Usaha Ternak Itik Per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...
DAFTAR SINGKATAN
BPS = Badan Pusat Statistik
DOD =
R/C = Revenue/Cost
BEP = Break Event Point
ROI = Return of Investment
SD = Sekolah Dasar
SMP = Sekolah Menengah Pertama
SMA = Sekolah Menengah Atas
ABSTRAK
RIKI SUHARDA (100304057) dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik
( Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini
dibimbing oleh Ir. Hj. Lily Fauzia, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Emalisa, S.P,
M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
ketersediaan input produksi usaha ternak itik, mengetahui pendapatan peternak itik serta
mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan
adalah dengan analisis deskriptif, analisis pendapatan dan analisis kelayakan dengan
menggunakan kriteria R/C ratio, Break Even Point dan Return of Investment. Sampel ditentukan
dengan metode sensus yaitu 23 sampel. Lokasi penentuan lokasi penelitan dilakukan secara
sengaja (purposive). Dari penelitian diperoleh hasil bahwa input produksi tersedia di daerah
penelitian dengan rincian dari segi harga cukup terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup
memenuhi dan sangat tersedia ketika dibutuhkan, pendapatan rata-rata peternak itik di daerah
penelitian dalam satu kali proses produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913,
serta usaha ternak layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator kelayakan
sudah terpenuhi dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur 31.712 butir, BEP harga
telur Rp 1.179 dan ROI 18%..
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir usaha peternakan itik semakin banyak diminati sebagai salah satu
alternatif usaha peternakan unggas yang menguntungkan. Semakin banyak masyarakat yang
memilih itik sebagai sarana investasi dan sumber pendapatan, baik sebagai usaha sampingan
maupun sebagai pendapatan utama. Besarnya peluang ternak unggas ini tentu sebagai alasan
utamanya, baik beternak itik petelur, pedaging, pembibitan (penetasan), hingga usaha di sisi hilir
yaitu pembuatan telur asin.
Sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, usaha pemeliharaan itik telah dikenal di
Indonesia untuk diambil telurnya terutama di pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya
adalah petani. Dewasa ini daging itik juga mulai banyak digemari. Banyak rumah makan
menyediakan daging itik sebagai menu utamanya. Mulai dari pedagang kaki lima di pinggir jalan
sampai hotel-hotel mewah cukup banyak yang menyediakan olahan itik dengan berbagai variasi
masakan. Dan peluang ekspor pun terbuka lebar. Permintaan daging itik banyak berasal dari
negara-negara Asia seperti Singapura dan Korea. Sementara itu permintaan telur itik datang dari
Timur Tengah.
Berdasarkan penelitian oleh Balai Pembibitan Ternak Departemen Pertanian tahun 2008,
kebutuhan daging dan telur itik terus meningkat. Pada tahun 2010, kebutuhan daging itik
diperkirakan mencapai 14,3 ribu ton. Sementara itu, pasokan dari seluruh peternakan itik hanya
6,4 ribu ton. Sedangkan kebutuhan telur itik pada tahun yang sama mencapai 193 ribu ton
sementara pasokannnya hanya 143 ribu ton. Hal ini tentu merupakan sebuah peluang untuk
munculnya peternak itik yang baru dan tantangan bagi peternak itik yang sudah ada untuk
Peluang investasi agribisnis itik ini cukup menarik minat masyarakat untuk membuka usaha ini.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak dibangunnya usaha ternak itik baik yang peternakan
rakyat maupun perusahaan peternakan. Di Sumatera Utara sendiri produksi ternak itik tertinggi
adalah di Kabupaten Deli Serdang, dapat dilihat di Tabel 1.1 yang merupakan data dari Sensus
Pertanian 2013.
Tabel 1.1. Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2013
No. Kabupaten/Kota Populasi Ternak (Ekor)
1 Nias 1.710
2 Mandailing Natal 28.334
3 Tapanuli Selatan 19.846
4 Tapanuli Tengah 18.401
15 Humbang Hasundutan 10.101
16 Pakpak Bharat 2.124
17 Samosir 4.703
18 Serdang Bedagai 238.901
19 Batu Bara 42.177
Sambungan Tabel 1.1. Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2013
No. Kabupaten/Kota Populasi Ternak (Ekor)
20 Batu Bara 42.177
21 Padang Lawas Utara 8.057
22 Padang Lawas 9.037
23 Labuhan Batu Selatan 24.381
24 Labuhan Batu Utara 29.064
25 Nias Utara 524
27 Kota Sibolga 739
28 Kota Tanjung Balai 6.69
29 Kota Pematang Siantar 3.305
30 Kota Tebing Tinggi 8.146
31 Kota Medan 100.739
32 Kota Binjai 12.911
33 Kota Padangsidimpuan 10.923
34 Kota Gunungsitoli 1.709
Jumlah 1.313.263
Sumber: BPS SUMUT Sensus Pertanian 2013
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah produksi ternak itik di Kabupaten Deli
Serdang adalah 319.168 ekor. Jumlah yang cukup besar dibanding dengan wilayah lainnya di
Sumatera Utara.
Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang
menunjukkan bahwa Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan daerah dengan populasi ternak itik
Tabel 1.2. Populasi dan Produksi Ternak Itik Kabupaten Deli Serdang per Kecamatan Tahun 2013
No. Kecamatan Populasi Ternak
(Ekor)
Produksi
Daging (Kg) Telur (Butir)
1 Gunung Meriah 2959 195 3579
15 Hamparan Perak
16 Labuhan Deli 16097 3031 998400
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
Jumlah populasi itik yang besar mencerminkan usaha peternakan itik ini telah berkembang
dengan pesatnya. Fenomena yang terjadi dalam usaha ternak itik secara umum adalah bahwa
disamping prospeknya yang cerah tetapi usaha ini juga memerlukan biaya yang tinggi untuk tiap
periode produksinya. Biaya yang paling banyak adalah biaya pakan ternak. Karena itu
diperlukan biaya investasi yang cukup besar.
Dengan mengetahui adanya biaya investasi yang cukup besar itu, perlu juga diketahui besarnya
tingkat keuntungan dari usaha ini. Dengan demikian dapat diketahui layak atau tidaknya usaha
ini. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah untuk
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
Bagaimana ketersediaan input produksi usaha ternak itik di daerah penelitian?
Bagaimana pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian?
Bagaimana kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
Mengidentifikasi ketersediaan input produksi usaha ternak itik di daerah penelitian.
Mengetahui pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian.
Mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat/kegunaan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi pihak yang membutuhkan dalam
Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait khususnya
pemerintah pertanian Kabupaten Deli Serdang, dalam membuat kebijakan-kebijakan baru untuk
meningkatkan produksi itik.
Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Mengenal Itik
Itik adalah nama umum untuk spesies daripada famili Anatidae dan kelas burung. Itik pada
dasarnya adalah burung akuatik, lebih kecil daripada saudaranya yaitu joyinah dan angsa.
Habitat itik adalah di darat namun menyukai perairan. Itik dipelihara untuk daging atau telurnya.
Kebanyakan itik mempunyai paruh yang rata dan lebar untuk menyudu. Itik makan berbagai
jenis makanan seperti rumput, tumbuhan akuatik, ikan, serangga, amfibi kecil, cacing dan
moluska kecil (Anonimousa, 2014).
Sedangkan taksonomi itik sendiri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Masyarakat sebenarnya lebih mengenal itik dengan sebutan bebek. Nenek moyangnya
merupakan Anas moscha, yakni itik liar yang berasal dari Amerika Utara. Itik pertama kali
diperkenalkan di Indonesia oleh orang India pada abad ke-7 terutama di Pulau Jawa melalui jalur
Selanjutnya, dalam pustaka sejarah tercatat bahwa penyebaran itik berjalan sangat pesat,
terutama pada zaman keemasan Majapahit yang kemudian menjadi awal permulaan penyebaran
dan pengembangan ternak itik di wilayah lain di Indonesia, seperti Kalimantan Selatan, Sulawesi
dan Bali. Saat ini ternak banyak terpusat dibeberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera (bagian
utara dan selatan), Pulau Jawa (Cirebon-Jabar, Brebes, Tegal-Jateng, Mojosari Jawa Tengah),
Kalimantan (Alabio HSU-Kalsel), Sulawesi Selatan, dan Bali (Feli dan Harianto, 2012).
Secara keseluruhan tubuh itik berlekuk dan lebar, dan memiliki leher yang relatif panjang, meski
tidak sepanjang angsa dan angsa berleher pendek. Bentuk tubuh itik bervariasi dan umumnya
membulat. Paruhnya berbentuk lebar dan mengandung lamallaer yang berguna sebagai
penyaring makanan. Pada spesies penangkap ikan, paruhnya berbentuk lebih panjang dan lebih
kuat. Kakinya yang bersisik kuat dan terbentuk dengan baik dan umumnya berada jauh
dibelakang tubuh, yang umum terdapat pada burung akuatik. Sayapnya pada umumnya sangat
pendek. Penerbangan itik membutuhkan kepakan berkelanjutan sehingga membutuhkan otot
sayap yang kuat (Anonimousb, 2014).
Menurut tujuan utama pemeliharannya, ternak itik sebagaimana ternak ayam dibagi dalam
menjadi 3 golongan, yaitu:
Itik tipe pedaging
Itik tipe penelur
Itik tipe ornamen (hiasan)
Itik yang termasuk dalam golongan tipe pedaging biasanya mempunyai sifat-sifat pertumbuhan
yang cepat serta struktur perdagingan yang baik. Bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam
golongan ini adalah:
Salah satu bangsa itik potong yang paling populer di Inggris. Produksi telurnya rendah hanya
mencapai kira-kira 100 butir per tahun. Karena ukuran badannya yang besar maka
kemampuannya untuk kawin juga terbatas. Seekor pejantan umumnya hanya untuk 3 ekor betina
saja. Itik dewasa jantan dapat mencapai berat badan lebih kurang 10 lbs (4,5 kg), sedangkan
betina dewasa mencapai berat 9 lbs (4 kg). Karena berat jantan dan betina hampir sama maka
bangsa itik ini cocok sebagai tipe pedaging.
Cayuga
Bangsa itik ini bulunya berwarna hitam dengan kaki berwarna kuning atau coklat. Karena
bulunya berwarna hitam, maka karkasnya terkesan kebiruan, sehingga kurang disukai konsumen
untuk dimakan. Namun jenis itik terlihat sangat atraktif ketika berada diair karena warnya yang
menarik. Berasal dari danau Cayuga, bagian New York, Amerika Serikat. Berat jantan dewas
bisa mencapai 7 lbs (3 kg).
Orpingan
Selain sebagai itik pedaging, jenis itik ini juga dikenal sebagai itik penelur yang cukup baik.
Produksi telurnya setahun dapat mencapai 240 butir. Berat standar antara jantan dan betina
hampir sama yaitu antara 6-7 lbs (2,7-3kg).
Muskovi
Itik ini termasuk golongan unggas air namun kehidupan itik ini lebih bersifat terestrial (di
daratan) tidak seperti jenis unggas air yang lain. Badannya termasuk berukuran besar dengan
posisi berdiri yang hampir mendatar (horizontal). Pergerakan di darat lamban, tetapi sekali-kali
dapat terbang dengan jarak yang cukup jauh.
Peking
Bangsa itik ini berasal dari dataran China dan di Amerika bangsa itik dikembangkan menjadi
antara 110-130 butir pertahun. Dibandingkan dengan jenis itik pedaging yang lain, fertilitas
telurnya termasuk cukup baik. Seekor pejantan cocok untuk mengawini kira-kira 6 betina.
Rouen
Bangsa itik ini memiliki bulu dengan warna yang sangat menarik. Itik ini berasal dan
dikembangkan di Prancis untuk tujuan produksi daging. Produksi telurnya rendah, demikian pula
fertilitasnya tidak terlalu tinggi.
Sementara itu, bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam golongan penelur biasanya badannya
lebih kecil dibandingkan dengan tipe pedaging. Bangsa itik yang termasuk dalam golongan ini
adalah:
Campbell
Itik bangsa Campbell termasuk itik yang mempunyai kegunaan ganda yaitu sebagai penghasil
telur dan daging. Namun peranannya sebagai itik penelur lebih menonjol. Salah satu varietas
itik ini yang paling menonjol adalah itik Khaki Campbell yang beberapa diantaranya mampu
memprdouksi telur hingga 365 butir per tahun, dengan rata-rata 300 telur per tahun.
Indian Runner
Bangsa itik ini sangat terkenal sebagai penghasil telur. Dipercaya berasal dari Asia Tenggara.
Penyebarannya saat ini cukup luas termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan terlebih-lebih
daerah Indo Cina. Karakteristik yang paling menonjol adalah sikap berdiri yang hampir tegak.
Hampir seluruh populasi itik asli Indonesia adalah anggota bangsa Indian Runner, diantaranya
Selain daripada jenis itik diatas ada juga itik yang termasuk dalam golongan itik tipe ornamen
atau itik yang dipelihara untuk hiasan karena mempunyai warna bulu yang menarik. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah:
Calls
East India
Mallard
Mandarin
Wood duck (Srigandono, 1997).
Budidaya Itik di Indonesia
Itik Indonesia terkenal produktif. Walaupun agak lebih rendah dibanding dengan produktifitas
itik Khaki Campbell, tetapi lebih baik dari jenis itik lain yang berkembang di banyak negara.
Produksi rata-rata itik Indonesia mencapai 250 butir telur/ekor/tahun. Beternak itik ditekankan
pada produksi telurnya, sebab secara ekonomis lebih mengungtungkan. Itulah sebabnya selalu
diupayakan agar itik mampu bertelur sebanyak-banyaknya. Untuk tujuan tersebut, persyaratan
tentang penyediaan bibit, pengelolaan kandang, pemeliharaan, dan pengendalian penyakit harus
diperhatikan (Djarijah, 1996).
Selama ini, kebanyakan pola pemeliharaan itik masih terpaku pada cara tradisonal yaitu dengan
pengembalaan yang dilakukan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam cara
ini kebutuhan pakan sepenuhnya digantungkan pada alam di areal penggembalaan. Lahan yang
sering kali digunakan sebagai areal penggembalaan adalah sawah yang baru dipanen. Pola ini
sudah lama dilakukan masyarakat secara turun temurun, terutama di daerah pedesaan. Akibatnya
hingga kini masih banyak tertanam persepsi-persepsi negatif di masyarakat dan akhirnya
memunculkan pemahaman yang keliru mengenai dunia peritikan pada umunya maupun
Dilihat dari segmentasinya, ragam bisnis itik di Indonesia dapat dibagi menjadi empat golongan
besar, yaitu produksi, pasca produksi, jasa pemasaran atau perdagangan, dan prasarana. Keempat
segmen bisnis ini dapat menjadi usaha maupun spesialisai. Usaha di bidang produksi diantaranya
adalah usaha ternak itik petelur, pedaging, penghasil telur tetas dan DOD. Di bidang pasca
produksi seperti usaha telur asin, rumah potong itik dan bulu itik. Di bidang jasa pemasaran
seperti usaha perdaganan produk telur dan bibit itik. Sementara di bidang sarana dan prasarana
diantaranya adalah usaha pakan (Widjaja, 2003).
Landasan Teori
2.2.1. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh
mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau
menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan
dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial
maupun sosial benefit. Dengan adanya analisis kelayakan ini diharapkan resiko kegagalan dalam
memasarkan produk dapat dihindari (Resya, 2011).
Dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar persetujuan atau penolakan
maupun pengurutan suatu proyek/usaha, telah dikembangkan berbagai macam cara yang
dinamakan Investment Criteria/kriteria kelayakan, seperti:
R/C Ratio
R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Usaha peternakan akan menguntungkan
apabila nilai R/C > 1. Semakin besar nilai R/C semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan
Break Even Point (BEP)
Menurut S. Munawir ( 2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan
sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita rugi ( total penghasilan = total biaya).
Pada dasarnya, sebuah usaha dinyatakan layak apabila penjualan atau produksi melebihi
penjualan atau produksi pada saat mencapai titik impas, maka usaha tersebut telah
mendatangkan keuntungan sehingga layak untuk diusahakan (Soekartawi,2000).
Dengan menggunakan kurva, BEP dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kurva BEP
Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa break even adalah titik potong antara jumlah biaya
(cost) dengan jumlah penerimaan (income).
Return of Investment merupakan suatu ukuran rasio untuk mengetahui tingkat pengembalian
modal usaha. ROI merupakan analisis keuntungan usaha ternak itik petelur berkaitan dengan
modal yang telah dikeluarkan. Nilai ROI diperoleh dengan cara keuntungan usaha tani ternak
itik selama pemeliharaan dibagi dengan modal yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya nilai ROI
ditentukan oleh keuntungan yang dicapai dari perputaran modal.
Return of Investment (ROI) adalah kemampuan peternak itik petelur untuk menghasilkan
2.2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Suci Andanawari A. Setiadi L. D. Mahfud tahun 2013 dengan
judul “Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Peternakan Itik Di Kota Tegal Dan Kabupaten
Brebes” diperoleh kesimpulan bahwa BEP harga untuk usaha peternakan itik di Kota Tegal dan
Kabupaten Brebes adalah sebesar Rp 3.260.021,91 per bulan, atau penjualan minimal adalah 99
butir telur per hari, dengan rerata harga telur Rp 1.100,00 per butir. BEP unit usaha peternakan
itik di Kota Tegal dan Kabupaten Brebes adalah pemeliharaan 142 ekor itik, dengan persentase
produksi telur 70% total pemeliharaan..
Penelitian yang dilakukan oleh Dwianto Andreas tahun 2013 dengan judul “Analisis Kelayakan
Teknis Dan Finansial Terhadap Pendirian Usaha Ternak Itik Pedaging Jenis Hibrida Di
Kabupaten Malang” diperoleh bahwa berdasarkan studi tentang aspek teknis dan keuangan yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa peternakan dari 1.000 daging bebek layak untuk
diusahakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rumiyadi, Sri Suratiningsih tahun 2013 dengan judul “Analisis
Kelayakan Usaha Ternak Itik Petelur Di Kecamatan Godong” diperoleh bahwa pendapatan
usaha ternak itik petelur sebesar Rp.19.928.442,-/satuan ternak/tahun menunjukan usaha ternak
itik petelur ini menghasilkan pendapatan yang cukup besar. Pada analisis kelayakan usaha
perolehan hasil analisis usaha ternak itik petelur adalah RCR 2,25 dan BEP (Rp) : Rp. 482,-
dengan harga riil Rp.1.100,-, BEP sebesar 11.813 butir telur dengan jumlah riilnya 27.064 butir
telur, BEP sebesar Rp 12.994.419,- dengan jumlah riilnya Rp.32.922.862,- dan nilai ROI
sebesar 168% pertahun. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha ternak itik petelur di
Kecamatan Godong mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp.19.928.442,-/satuan
2.3. Kerangka Pemikiran
Secara ringkas, dapat digambarkan pada gambar skema berikut ini:
Keterangan:
= Ada Pengaruh
Peneri Usaha
Produ
Petern Input Produksi:
-Bibit
-Pakan
-Obat-Obatan dan Vitamin
-Peralatan dan Perlengkapan
-Listrik dan Air
-Transportasi Tenaga Kerja
Biaya Produ
Har
Pendapatan Usaha Ternak Itik
Analisis Kelayakan
Layak Tidak
Desa Percut merupakan daerah yang memiliki produksi itik cukup besar di Sumatera Utara.
Disini para peternak banyak mengusahakan pemeliharaan ternak itik sebagai penghasil telur
dan daging afkir sebagai tambahan pendapatan. Pemilihan pemeliharaan ternak itik didasarkan
pada keinginan dan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi dan usaha yang
dilakukan bisa berkembang dengan baik. Usaha ternak itik dilakukan peternak di daerah
penelitian dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan produksi yang
diinginkan. Untuk menghasilkan produksi diperlukan sarana, prasarana termasuk modal dan
input produksi. Input produksi yang dikeluarkan dalam usaha ternak itik di daerah penelitian
meliputi biaya bibit, pakan, peralatan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja yang akan
mempengaruhi produksi dari usaha ternak itik yang bersangkutan. Ketersediaan input produksi
di daerah penelitian dapat dikatakan cukup baik karena letak desa yang cukup dengan kota.
Ketersediaan input ini tentu sangat mempengaruhi jumlah produksi. Jumlah produksi yang
dihasilkan akan berpengaruh terhadap jumlah penerimaan yang diperoleh peternak yang
dipengaruhi juga oleh harga jual produk dimana penerimaan adalah jumlah produk dikalikan
harga jual. Pendapatan yang diterima peternak merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya
produksi. Usaha ternak itik dikatakan layak jika melalui analisis ekonomi diperoleh hasil layak.
Adapun analisis yang digunakan untuk mengukur kelayakan ternak itik adalah BEP, R/C ratio
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Input produksi untuk usaha ternak itik tersedia di daerah penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu penentuan secara sengaja di Desa
Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Dengan pertimbangan bahwa
berdasarkan data Sensus Pertanian 2013, Deli Serdang merupakan Kabupaten dengan populasi
ternak itik tertinggi di Sumatera Utara sebesar 319.968 ekor dan Percut Sei Tuan merupakan
Kecamatan dengan jumlah populasi ternak itik terbanyak di Kabupaten Deli Serdang yaitu
56.990 ekor.
Pemilihan Desa Percut sendiri juga berlandaskan data statistik Dinas Pertanian Deli Serdang
tahun 2013 yang menyebutkan bahwa populasi ternak itik desa tersebut terbesar di Kecamatan
Percut Sei Tuan. Berikut ini adalah tabel populasi dan produksi ternak di Kecamatan Percut Sei
Tabel 3.1 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
No. Desa Populasi Ternak (Ekor) Produksi
Jantan Betina Daging (Kg) Telur (Butir)
1 Amplas 306 1095 96 2231
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang
Seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa Desa Percut pada tahun 2013 memiliki
populasi ternak itik terbesar yaitu 34.867 ekor (penjumlahan jantan dan betina).
3.2. Metode Penentuan Sampel
Sampel dari penelitian adalah peternak itik yang berada di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Dari survey yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah
populasi peternak itik di lokasi penelitian adalah 23 KK. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel
ditentukan dengan metode sensus artinya seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 23
KK.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil observasi (pengamatan), daftar pertanyaan dan wawancara secara
langsung dengan petani sampel di daerah penelitian, dan data sekunder diperoleh dari lembaga
terkait seperti BPS Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Kantor Kepala
Desa Percut dan lembaga instansi terkait lainnya.
Penulisan skripsi ini disusun dengan tahapan-tahapan yang terdapat dalam metode. Adapun
tahapan yang dilalui adalah sebagai berikut :
Observasi, yaitu dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti dalam hal ini
adalah peternak itik di Desa Percut.
Wawancara, yaitu dengan menggunakan kuesioner atau wawancara langsung dengan para
peternak itik di Desa Percut.
Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data berupa teori-teori yang diperoleh dari
literatur-literatur (referensi) yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
Dokumentasi, penelitian ini juga menggunakan alat pengumpulan data dengan dokumentasi.
Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian adalah tentang peternak itik
3.4. Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1 (Hipotesis 1) diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu
dengan mengamati sejauh mana ketersediaan input produksi di daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah 2 (Hipotesis 2) diuji dengan menggunakan rumus:
Pendapatan usaha ternak
Penerimaan Usaha Ternak
Keterangan:
TR = Total penerimaan (total revenue) (Rp)
Y = Total produksi yang diperoleh (Kg)
Py = Harga jual (Rp)
Biaya Produksi Usaha Ternak
��
=
��
+
��
Keterangan:
TC = Total biaya (Rp)
FC= Biaya tetap (Rp)
Maka pendapatan usaha ternak dapat dihitung dengan rumus:
��
=
�� − ��
Dimana:
Pd= Pendapatan usaha ternak (Rp)
TR= Total penerimaan (total revenue) (Rp)
TC= Total biaya (total cost) (Rp)
Pendapatan usaha ternak dikatakan tinggi apabila pendapatan usaha ternak per hari lebih tinggi
dari upah harian rata-rata yang ada di daerah penelitian
(Soekartawi, 2002).
Untuk identifikasi masalah 3 (Hipotesis 2) diuji dengan metode analisis BEP, R/C ratio, dan
ROI (Return On Investment) yang mana mengidentifikasi kelayakan usaha ternak itik dilihat dari
titik impas, jumlah pendapatan yang diterima, dan tingkat kembalinya modal.
1.BEP (Break Event Point)
BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume
produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak
untung dan tidak rugi.
�����������= ������������� (��)
��������� (��)
dan
��������= ������������� (��)
Kriteria penilaian BEP : Apabila penjualan atau produksi melebihi penjualan atau produksi pada
saat mencapai titik impas, maka usaha tersebut telah mendatangkan keuntungan sehingga layak
untuk diusahakan (Soekartawi, 2002).
2. R/C ratio
R/C ratio merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat pendapatan usaha terhadap
biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Dirumuskan sebagai berikut:
�/������ =���������� (��)
���������� (��)
Kriteria uji: Suatu usaha dikatakan layak jika nilai R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin
tinggi nilai R/C tingkat keuntungan suatu usaha semakin tinggi.
3. Return of Investment (ROI)
Fungsi analisis ROI (Return of Investment) adalah mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal
yang diinvestasikan pada usaha tani.
��� =�������������ℎ� (��)
��������ℎ� (��) × 100%
Kriteria uji: Suatu usaha semakin layak diusahakan jika nilai ROI semakin mendekati angka
100%.
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional
sebagai berikut :
Definisi dibuat untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan
penelitian ini, antara lain :
Peternak itik adalah peternak yang mengusahakan ternak itik di lokasi penelitian.
Produksi adalah semua hasil panen dari ternak itik berupa daging dan telur yang untuk dijual
maupun dikonsumsi sendiri.
Satu periode produksi adalah periode produksi itik selama 2 tahun yang terdiri dari bagian yaitu
masa grower (7 bulan) sampai masa produksi atau menghasilkan telur (17 bulan).
Input produksi adalah faktor-faktor yang mendukung pengembangan usaha ternak itik di daerah
penelitian seperti bibit, pakan, obat-obatan, peralatan, transportasi, listrik, air dan tenaga kerja.
Ketersediaan input adalah kesiapan suatu sarana untuk dapat digunakan atau dioperasikan
menurut jumlah, harga, kualitas serta waktu yang telah ditentukan terhadap kebutuhan produksi.
Penerimaan adalah total produksi yang dihasilkan usaha ternak itik selama masa produksi yang
dihitung dalam satuan rupiah.
Biaya produksi adalah biaya yang diperlukan untuk selama proses produksi sampai
menghasilkan produk.
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi.
Dalam menyelesaikan penelitian ini diperlukan adanya data dan informasi.
Terkait jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan peternak itik dengan menggunakan daftar
pertanyaa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang sudah ada
3.5.2. Batasan Operasional
Ligkup operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penelitian dilakukan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Sampel penelitian adalah peternak yang mengusahakan ternak itik di Desa Percut.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETERNAK SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Berikut akan diberikan sedikit gambaran tentang Desa Percut yang merupakan daerah penelitian
berdasarkan kondisi geografis, kondisi demografis dan kelengkapan sarana dan prasarana:
4.1.1. Kondisi Geografis
Desa Percut merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang Sumatera Utara. Secara geografis Desa Percut terletak pada posisi 03o41’33
Lintang Utara dan 98o6’6” Bujur Timur dengan luas wilayah desa 1063 Ha.
Desa Percut berada pada ketinggian dengan kisaran 1-2 meter dari permukaan laut, memiliki
iklim tropis dengan suhu rata-rata 23oC – 30oC dan curah hujan 0-278 mm/tahun. Topografi desa
yaitu dataran rendah dan merupakan daerah pesisir. Batas-batas Desa Percut adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Selat Malaka.
Sebelah Selatan : Desa Cinta Damai.
Sebelah Barat : Desa Tanjung Rejo.
Sebelah Timur : Desa Tanjung Selamat dan Desa Pematang Lalang.
Desa Percut berjarak ±17 km dari pusat pemerintahan kecamatan dan jarak ke ibu kota
kabupaten ±32 km dan dari pusat pemerintahan daerah tingkat I/provinsi berjarak ±20 km. Akses
transportasi ke lokasi penelitian sangat baik dan jalan sudah di aspal.
Kondisi masyarakat Desa Percut berdasarkan keadaan demografinya seperti jenis kelamin,
tingkat pendidikan, agama, usia, sampai mata pencaharian.
4.1.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data BPS Kabupaten Deli Serdang, pada tahun 2008 Desa Percut memiliki jumlah
penduduk 11.010 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 3.141 KK. Perincian keadaan penduduk
Desa Percut berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase(%)
1 Laki-Laki 5.632 51,15
2 Perempuan 5.378 48,85
TOTAL 11.010 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki relatif lebih besar yaitu
5.632 jiwa atau 51,15% dibanding jumlah penduduk wanita yang sebesar 5.378 jiwa atau
48,85%.
4.1.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Selanjutnya distribusi penduduk menurut kelompok umur di desa dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Kelompok Umur Tahun 2008
No Kelompok Umur
(tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 0 – 3 890 8,08
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui 19 tahun adalah 6.150 orang atau 55,86 dari keseluruhan
populasi.bahwa jumlah penduduk yang berusia diatas
4.1.2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penduduk Desa Percut menurut tingkat pendidikan terdiri dari TK, SD, SMP, sampai SMA dan
ada juga yang sampai ke jenjang yang perguruan tinggi D3 sampai S1. Untuk mengetahui lebih
jelas mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Percut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 TK 123 1,54
7 Pendidikan khusus
a. Pondok Pesantren b. Madrasah c. Pendidikan agama d. Kursus/keterampilan
Sumber: Profil Desa Percut Tahun 2008
Dapat dilihat data di Tabel 4.3 bahwa sebagian besar penduduk Desa Percut berada pada
tingkatan tamat SMA yaitu sebesar 47,23% dari total populasi dan jumlah penduduk desa
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang terkecil berpendidikan akademik Diploma dan
pendidikan kursus/keterampilan yang berjumlah 25 orang atau dengan persentase 0,31 %.
4.1.2.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Desa Percut merupakan jenis Desa Pantai karena disebelah utara berbatasan langsung dengan
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008
No Mata Pencaharian Jumlah (KK) Persentase (%)
1 PNS 126 4,04
Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dipastikan bahwa sebagian besar penduduk Desa Percut adalah
bermata pencaharian dibidang perdagangan yaitu 725 KK atau 23,37% dan sebagai nelayan
sebanyak 713 KK atau 22,89% sesuai dengan kondisi geografis Desa Percut yang berdekatan
dengan laut. Sementara itu selebihnya bermata pencaharian sebagai karyawan, pertanian, buruh,
dan jasa.
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu desa. Adanya
sarana dan prasaranan yang baik akan mempermudah masyarakat suatu desa untuk melakukan
pengembangan terhadap kehidupannya baik dari segi sosial maupun ekonomi. Sarana dan
prasarana di Desa Percut sendiri terbilang cukup baik, hal ini dapat terlihat dari kelengkapan
yang cukup memadai. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sarana dan prasarana di Desa
Percut dapat dilihat pada Tabel 4.5, berikut:
Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana di Desa Percut tahun 2011
No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1 Sarana Pendidikan Formal
a. TK
5 Sarana Kesehatan
a. Puskesmas Induk b. Puskesmas Pembantu c. Dokter Praktek d. Bidan Praktek e. Balai Pengobatan f. Polindes
Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kelengkapan sarana dan prasarana di Desa Percut sudah
cukup baik seperti sarana pendidikan foromal yang sudah ada mulai dari tingkatan TK sampai
SMA, sarana ibadah pun demikian terdiri dari mesjid, gereja dan kelenteng untuk memenuhi
kebutuhan ibadah masyarakat Desa Percut yang memang terdiri dari beragam agama. Desa
Percut juga memiliki 1 unit balai pertemuan dan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap teridi
dari Puskesmas, dokter praktek, bidan, sampai posyandu.
4.2. Karakteristik Peternak Sampel
Karakterisitik peternak sampel yang dimaksud adalah mengenai jumlah ternak yang diusahakan
tanggungan keluarga peternak tersebut. Adapun karakteristik peternak sampel di daerah
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penlitian Tahun 2014
No Uraian Rata-Rata
1 Jumlah ternak (ekor) 984,78
2 Umur (tahun) 40,30
3 Pendidikan (tahun) 9,26
4 Pengalaman beternak (tahun) 6,35
5 Jumlah tanggungan (orang) 2,35
Sumber: Analisis data primer (Lampiran 1) tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat karakteristik peternak itik di daerah penelitian. Seperti
jumlah ternak, rata-rata peternak itik di daerah penelitian adalah 984,78 ekor atau dapat
dibulatkan 985 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata peternak itik di daerah penelitian
sudah memiliki usaha ternak itik yang cukup besar.
Dari segi umur rata-rata peternak adalah berusia 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peternak
itik di daerah penelitian termasuk dalam usaha produktif dan masih memiliki tenaga kerja
potensial untuk mengembangkan usaha ternak tersebut.
Menurut tingkat pendidikannya, rata-rata peternak itik di daerah penelitian telah mengecap
pendidikan selama 9 tahun atau setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama. Dengan demikian
peternak itik di daerah penelitian sudah terbilang cukup memiliki pendidikan setidaknya
mengerti untuk baca dan tulis.
Pengalaman beternak rata-rata peternak di daerah penelitian adalah 6 tahun. Lama usaha ternak
bagi peternak itik berpengaruh terhadap pengetahuan dan keahlian mereka dalam mengatasi
permasalahan yang timbul sehingga kemungkinan dapat meningkatkan produksi dimasa yang
Jumlah tanggungan keluarga peternak itik di daerah penelitian adalah rata-rata 2 jiwa, jumlah
tanggungan dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam keluarga untuk membantu dalam
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi
Ketersediaan faktor-faktor produksi sangat mempengaruhi pengembangan usaha ternak itik. Jika
faktor produksi tersedia cukup baik dari segi harga, kualitas, jumlahnya dan waktu dibutuhkan
peternak akan lebih mudah dalam mengembangkan usahanya. Dari hasil wawancara yang telah
dilakukan di daerah penelitian terhadap 23 peternak itik mengenai ketersediaan beberapa
input/faktor produksi diperoleh hasil sebagai berikut:
5.1.1. Ketersediaan Input Berdasarkan Harga
Pendapat peternak itik di daerah penelitian tentang harga input produksi ternak itik diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 5.1. Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian
Uraian Murah Sedang Sangat Mahal Total
A. Bibit
D. Peralatan dan Perlengkapan
Total (orang) - 22 1 23
37
Sambungan Tabel 5.1. Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian
Uraian Murah Sedang Sangat Mahal Total
E. Listrik
G. Tenaga Kerja
Total (orang) 12 9 2 23
Persentase (%) 52,17 39,13 8,70 100
Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2
Dilihat dari Tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa menurut pendapat sebagian besar peternak
(diatas 60%) beberapa input seperti harga bibit, pakan, obat-obatan dan vitamin, peralatan dan
perlengkapan serta listrik di daerah penelitian harganya sedang atau cukup terjangkau oleh para
peternak untuk membelinya.
Sedangkan harga air dan tenaga kerja sebagian besar peternak menganggap harganya cukup
murah (lebih dari 50%). Hal ini didukung observasi peneliti bahwa peternak di daerah penelitian
menggunakan air yang diperoleh dari sumur-sumur atau air bawah tanah yang kondisinya cukup
baik dan melimpah. Sedangkan untuk tenaga kerja sebagian besar merupakan tenaga kerja dalam
keluarga sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya.
5.1.2. Ketersediaan Input Berdasarkan Kualitas
Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai kualitas input produksi ternak itik
Tabel 5.2. Pendapat Peternak Mengenai Kualitas Input Usaha Ternak Itik di Daerah
D. Peralatan dan Perlengkapan
Total (orang) 4 17 2 23
G. Tenaga Kerja
Total (orang) 5 15 3 23
Persentase (%) 21,74 65,22 13,04 100
Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2
Berdasarkan dari data Tabel 5.2 diketahui bahwa peternak berpendapat kualitas input produksi
cukup baik, rinciannya dapat diketahui dari banyaknya jumlah peternak yang menganggap bibit,
pakan, obat-obatan dan vitamin, peralatan dan perlengkapan, listrik, air, tenaga kerja berada
dalam kondisi cukup baik (berkisar antara 47%-86%. Dan bahkan ada 43,48% peternak
5.1.3. Ketersediaan Input Berdasarkan Jumlah
Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai jumlah input produksi ternak itik diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 5.3. Pendapat Peternak Mengenai Jumlah Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian
Uraian Sangat
Memenuhi Cukup Memenuhi
Tidak
Memenuhi Total
A. Bibit
D. Peralatan dan Perlengkapan
Total (orang) 5 17 1 23
Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2
Seperti apa yang terlihat pada Tabel 5.3 diatas dapat disimpulkan bahwa peternak berpendapat
bahwa jumlah input yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan usaha ternaknya. Contohnya saja
bibit 65,22% peternak mengatakan cukup memenuhi begitu juga pakan 73,91%, obat-obatan dan
vitamin 82,61% semuanya berada dalam kondisi cukup memenuhi.
Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai ketersediaan input produksi ternak itik
berdasarkan waktu dalam pemenuhan kebutuhan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.4. Pendapat Peternak Mengenai Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian berdasarkan Waktu Dibutuhkan
Uraian Sangat
Tersedia Cukup Tersedia Tidak Tersedia Total
A. Bibit
D. Peralatan dan Perlengkapan
Total (orang) 17 5 1 23
Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 2
Berdasarkan dari data pada Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa input itik berada dalam kondisi
yang sangat tersedia artinya peternak dapat memperoleh input tersebut ketika dibutuhkan.
Beberapa input yang kondisinya sangat tersedia adalah bibit, pakan, peralatan dan perlengkapan,
listrik, air dan tenaga kerja.
Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 3 sampai 11
Analisis pendapatan yang dilakukan adalah untuk satu kali periode produksi itik yaitu selama 2
tahun (24 bulan) yang terdiri dari dua fase yaitu masa grower (7 bulan) dan masa produksi (17
bulan). Dan untuk keseragaman, jumlah itik yang dihitung adalah untuk produksi 100 ekor itik
tiap sampelnya.
5.2.1. Biaya Produksi Usaha Ternak Itik
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan peternakan itik dalam satu periode produksi (2
tahun) mulai dari bibit sampai peternakan tersebut mendapatkan produk utama berupa telur
ataupun daging untuk dipasarkan sehingga peternakan tersebut mendapatkan keuntungan. Biaya
produksi peternakan itik menggambarkan besarnya input produksi dan biaya yang yang
dikeluarkan selama proses produksi, terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap.
Tabel 5.5.Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Ternak Itik Per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik
Uraian Masa Grower 7
2. Biaya Pakan 2.613.466 27.561.106 30.174.572
3. Sekam 121.574 1.202.952 1.324.526
4. Biaya Obat-Obatan Vitamin
47.341 519.978 567.319
5. Transportasi 183.791 447.933 631.724
6. Listrik dan Air 105.987 250.744 356.731
7. Tenaga Kerja - - 6.460.698
8. Biaya Perlengkapan 18.012
Total (Rp) 41.225.878
Seperti yang terlihat pada Tabel 5.5 biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periodenya
dikeluarkan pada saat masa grower dan masa produksi atau masa menghasilkan telur. Secara
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak dalam satu kali proses produksi (2
tahun) dengan jumlah ternak 100 ekor di daerah penelitian adalah Rp 41.225.878.
5.2.2. Penerimaan Usaha Ternak Itik
Secara umum di daerah penelitian itik mulai menghasilkan telur dan siap dijual adalah pada saat
usia 7 bulan keatas.
Tabel 5.6. Rata-Rata Total Penerimaan Usaha Ternak Itik per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik
No Uraian Total Penerimaan (24 bulan)
1 Telur 45.443.874
2 Daging Afkir 3.142.917
Total (Rp) 48.586.791
Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 12 dan 13.
Data di Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata total penerimaan yang diperoleh peternak itik di daerah
penelitian dalam satu periodeatau 2 tahun dengan jumlah itik 100 ekor adalah Rp 48.586.791.
5.2.3. Pendapatan Usaha Ternak Itik
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan
dari suatu bentuk kegiatan produksi. Rata-rata besarnya pendapatan yang diperoleh peternak itik
di daerah penelitian selama satu periode produksi dilihat secara rinci pada Tabel 5.7 dibawah ini:
Tabel 5.7. Rata-Rata Total Pendapatan Usaha Ternak Itik per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik
No Uraian Nilai
1 Penerimaan 48.586.791
2 Biaya Produksi 41.225.878
Total Pendapatan (Rp) 7.360.913
Dari data Tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan yang diterima peternak itik di
daerah penelitian dalam waktu satu periode produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp
7.360.913. Dimana kurun waktu satu periode produksi ini adalah 24 bulan. Artinya untuk satu
bulan peternak itik di daerah penelitian memperoleh pendapatan bersih rata-rata Rp 306.705 per
100 ekor itik.
5.3. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik
Analisis kelayakan digunakan untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan secara finansial
layak untuk dijalankan atau tidak. Beberapa indikator dapat digunakan untuk menilai kelayakan
suatu usaha. Dalam penelitian ini sendiri digunakan 3 indikator kelayakan yaituR/C Ratio, Break
Even Point dan Return of Investment.
5.3.1. R/C Ratio
Return Cost Ratio(R/C ratio) adalah perbandingan nisbah antara total penerimaan dan total
biaya. Berdasar besar penerimaan yang diterima oleh peternak pada akhir periode produksi,
dapat dilihat kelayakan usaha ternak itik secara ekonomi. Nilai R/C ratio usaha ternak itik di
daerah penelitian dapat dituliskan secara matematika sebagai berikut:
� �⁄ ����� = ���������������
����������
=48.586.791 41.225.878
= 1,18
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa setiap Rp. 1.000 biaya yang dikeluarkan peternak
dalam usaha ternak itik maka memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.180. Kelayakan suatu
usaha diketahui dengan membandingkan nilai R/C ratio dengan nilai konstanta yakni satu. Suatu
kecil dari satu maka usaha tersebut dikatakan tidak layak. Sementara dari perhitungan di peroleh
nilai R/C ratio di daerah penelitian adalah 1,18 atau lebih besar dari satu, maka dapat
disimpulkan bahwa secara ekonomi usaha peternakan itik di daerah penelitian layak untuk
diusahakan.
5.3.2. Break Even Point (BEP)
BEP (Break Even Point) adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa hasil usaha yang
diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kondisi ini, usaha yang dilakukan tidak
mengalami untung dan tidak mengalami kerugian atau mencapai titik impas. BEP terdiri dari 2
jenis yaitu:
1. BEP Produksi Telur
BEP Produksi Telur menggambarkan produksi minimal telur yang harus dihasilkan suatu usaha
ternak agar tidak mengalami kerugian. Hal ini didapat dengan membandingkan total biaya
rata-rata selama satu periode dengan harga jual telur rata-rata-rata-rata.
�����������= �������������
����������������������
= 41.225.878 1.300
= 31.712 �����
Dari perhitungan diperoleh bahwa nilai BEP Produksi untuk telur adalah 31.712 butir, yang
artinya usaha ternak dikatakan menguntungkan apabila mampu memproduksi jumlah telur diatas
angka 31.712 butir dalam satu proses produksi (2 tahun) dengan jumlah ternak 100 ekor. Dan
dari perhitungan yang diperoleh rata-rata peternak didaerah penelitian mampu memproduksi
34.957 butir telur dengan jumlah ternak 100 ekor dalam satu periode produksi. Masa ketika itik
produksi telur itik di daerah penelitian adalah 69 butir telur per 100 ekor ternak. Karena angka
tersebut sudah memenuhi batas minimum BEP Produksi, maka dapat disimpulkan usaha ternak
2. BEP Harga Telur
BEP Harga menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan. Apabila harga
ditingkat peternak lebih rendah dari harga BEP, maka peternak akan mengalami kerugian. Hal
ini didapat dengan membandingkan total biaya rata-rata selama satu periode produksi dengan
jumlah telur rata-rata. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut:
��������= �������������
�����ℎ�������������
= 41.225.878 34.957
= 1.179
Dari perhitungan diperoleh BEP harga telur adalah sebesar Rp 1.179. Artinya peternak harus
menjual telur diatas harga Rp 1.179 per butirnya untuk memperoleh keuntungan. Sementara itu
di daerah penelitian sendiri didapat bahwa peternak menjual telur dengan harga rata-rata Rp
1.300 per butir atau diatas BEP harga minimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
usaha ternak yang dilakukan didaerah penelitian adalah layak secara ekonomi dilihat dari
5.3.3. Return of Investment
Return of Investment adalah analisis untuk mengetahui keuntungan usaha, berkaitan dengan
modal yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh keuntungan yang
dicapai dan perputaran modal. Berikut ini adalah perhitungan ROI untuk usaha ternak itik di
daerah penelitian:
��� = ���������������
������������� � 100%
= 7.360.913
41.225.878� 100%
= 18%
Dari perhitungan diperoleh hasil nilai ROI sebesar 18%. Nilai ROI yang positif menunjukkan
bahwa usaha ternak itik di daerah penelitian adalah layak untuk diusahakan.
5.4 Ringkasan
Secara ringkas hasil dari penelitian adalah sebagai berikut:
Input dari segi harga tersedia dalam artian harganya cukup terjangkau oleh peternak itik di
daerah penelitian. Input dari segi kualitas tersedia dalam artian kualitas input produksi di daerah
penelitian berada dalam kondisi yang cukup baik. Input dari segi jumlah tersedia dalam artian
jumlah input yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan peternak itik di daerah penelitian. Input
dari segi waktu tersedia dalam artian peternak dapat memperoleh input produksi setiap saat input
Pendapatan rata-rata yang diterima peternak itik dalam satu periode produksi atau 2 tahun adalah
Rp 7.360.913 per 100 ekor itik. Artinya pendapatan perbulannya adalah Rp 306.705 per 100
ekor itik.
Nilai R/C ratio dari usaha ternak itik di daerah penelitian adalah 1,18. Sehingga usaha ternak itik
tersebut dikatakan layak karena nilai R/C ratio lebih besar dari 1.
BEP produksi telur di daerah penelitian untuk 100 ekor itik adalah 31.712 butir telur. Dikatakan
layak karena produksi telur itik di daerah penelitian untuk 100 ekor itik adalah 34.957 atau lebih
besar dari nilai BEP produksi.
BEP harga telur di daerah penelitian adalah Rp 1.179, sementara harga telur yang di jual adalah
Rp 1.300 sehingga usaha ternak itik di daerah penelitan dikatakan layak.
Nilai Return of Investment didapat sebesar 18%. Usaha ternak itik dikatakan layak karena ROI
Pendapatan ini merupakan pendapatan bersih karena biaya tenaga kerja dalam keluarga juga
dihitung. Jika biaya tenaga kerja dalam keluarga dikeluarkan maka perhitungan pendapatan
peternak menjadi sebagai berikut:
Tabel 5.8. Hasil Perhitungan Kelayakan Usaha Ternak Itik Tanpa Biaya Tenaga Kerja per 100 Ekor di Daerah Penelitian
Uraian Nilai
Penerimaan Rp 48.586.791
Biaya Produksi Rp 34.765.180
Pendapatan Rp 13.821.611
R/C Ratio 1,40
BEP Produksi Telur 26.743 butir
BEP Harga Rp 995
Return of Investment 40%
Sumber: Diolah dari data primer
Dapat dilihat dari Tabel 5.8 bahwa keuntungan bersih usaha ternak itik jika biaya tenaga kerja
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Input produksi tersedia di daerah penelitian, dengan rincian dari segi harga cukup
terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup memenuhi dan sangat tersedia ketika
dibutuhkan.
2. Pendapatan rata-rata peternak itik di daerah penelitian dalam satu kali proses produksi (2
tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913.
3. Usaha ternak itik layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator
kelayakan sudah terpenuhi. Dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur
31.712 butir, BEP harga telur Rp 1.179 dan ROI 18%. 6.2. Saran
Untuk pemerintah yang terkait baik dari tingkat Kabupaten sampai Desa hendaknya lebih aktif
lagi dalam melakukan penyuluhan untuk usaha ternak itik. Memberikan informasi-informasi dan
teknologi baru kepada peternak agar usaha yang dilakukan dapat mendatangkan keuntungan
maksimal. Pemerintah hendaknya turut serta melibatkan peternak, proaktif terhadap hal-hal apa
saja yang dibutuhkan serta memberikan bantuan yang tepat untuk petani baik dari segi teknis
maupun finansial. Tidak hanya di daerah penelitian saja namun ditiap daerah yang potensial
untuk usaha ternak itik.
Untuk peternak itik di daerah penelitian diharapkan dapat mencari informasi lebih lagi mengenai
usaha ternak itik. Apa yang dilakukan peternak itik di daerah penelitian rata-rata cukup baik
namun tentu saja dapat ditingkatkan khususnya penggunaan pakan yang baik seperti
penambahan vitamin. Karena ada beberapa peternak yang tidak memerhatikan hal ini. Sehingga
penelitian, maka peternak itik hendaknya meningkatkan jumlah ternak itik agarnya produksi
telur yang di hasilkan juga lebih banyak yang akan meningkatkan keuntungan kepada peterna itu
sendiri.
Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap teknik-teknik baru untuk
mengembangkan usaha ternak itik. Serta memberikan informasi akurat agar hasil penelitian