• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK

Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang

SKRIPSI

Oleh :

RIKI SUHARDA 100304057 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK

Studi Kasus: Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang

SKRIPSI

Oleh :

RIKI SUHARDA 100304057 AGRIBISNIS

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Penelitian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Ir.Hj.Lily Fauzia, M.Si Emalisa, S.P., M.Si

NIP : 196308221988032003 NIP : 197211181998022001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

RIKI SUHARDA (100304057) dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik

( Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini

dibimbing oleh Ir. Hj. Lily Fauzia, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Emalisa, S.P,

M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

ketersediaan input produksi usaha ternak itik, mengetahui pendapatan peternak itik serta

mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan

adalah dengan analisis deskriptif, analisis pendapatan dan analisis kelayakan dengan

menggunakan kriteria R/C ratio, Break Even Point dan Return of Investment. Sampel ditentukan

dengan metode sensus yaitu 23 sampel. Lokasi penentuan lokasi penelitan dilakukan secara

sengaja (purposive). Dari penelitian diperoleh hasil bahwa input produksi tersedia di daerah

penelitian dengan rincian dari segi harga cukup terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup

memenuhi dan sangat tersedia ketika dibutuhkan, pendapatan rata-rata peternak itik di daerah

penelitian dalam satu kali proses produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913,

serta usaha ternak layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator kelayakan

sudah terpenuhi dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur 31.712 butir, BEP harga

telur Rp 1.179 dan ROI 18%..

(4)

RIWAYAT HIDUP

RIKI SUHARDA dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Oktober 1991. Penulis merupakan anak

kedua dari 2 bersaudara dari Bapak Wazirman dan Ibu Nurlina Damanik.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut:

Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 064985 Medan, masuk pada tahun 1997 dan

tamat tahun 2003.

Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 18 Medan, masuk pada tahun

2003 dan tamat pada tahun 2006.

Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Swasta Kartika 1 Medan, masuk pada tahun

2006 dan tamat pada tahun 2009.

Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, masuk tahun 2010 dan tamat pada tahun 2015.

Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kelurahan Beras Basah, Kecamatan Pangkalan

Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2014.

Mengadakan penelitian skripsi di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli

Serdang, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2014.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis penjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan

karunia-Nya, serta segala kekuatan, kemampuan, dan kesempatan yang telah dianugerahkan-Nya kepada

Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul

ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK ITIK. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas

akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan beserta Pembantu Dekan Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan

di tingkat universitas dan fakultas.

Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di

tingkat departemen.

Bapak Dr.Ir Satia Negara Lubis, MS, sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan

di tingkat departemen.

Ibu Ir.Hj. Lily Fauzia, M.Si, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan

motivasi, arahan, dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Ibu Emalisa, S.P., M.Si, sebagai anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak

memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Seluruh dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara,

(6)

Ayahanda tercinta Wazirman dan Ibunda Nurlina Damanik serta abang Seppryalin, yang telah

memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang serta dukungan baik moril

maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu seluruh proses administrasi.

Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2010 khususnya teman-teman dengan

minat PKP yang telah banyak memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Bapak dan Ibu Staf Pemerintahan Desa Percut dan seluruh sampel peternak itik tempat penulis

melakukan penelitian.

Akhirnya penulis mendoakan kiranya Allah SWT menerima seluruh amal dan ibadah mereka

dengan membalas budi baik mereka dengan pahala berlipat ganda, semoga segala usah dan niat

baik yang kita lakukan mendapat ridha Allah SWT.

Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan

ilmu pengetahuan yang dimiliki Penulis. Masukan dan saran akan sangat berarti agar skripsi ini

dapat dikembangkan dengan penelitian-penelitian selanjutnya. Akhir kata, Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2015

(7)
(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.2 Landasan Teori ... 13

2.3 Kerangka Pemikiran ... 18

2.4 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 21

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 22

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.4 Metode Analisis Data ... 24

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 27

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 29

4.2 Karakteristik Peternak Sampel ... 35

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi ... 37

5.2 Analisis Pendapatan Usaha Ternak Itik ... 42

5.3 Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik ... 44

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 52

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera

Utara tahun 2013 ... 2

Tabel 1.2 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kabupaten Deli Serdang

per Kecamatan Tahun 2013 ... 4

Tabel 3.1 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 22

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 ... 30

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Kelompok Umur

Tahun 2008 ... 31

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ... 32

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 ... 33

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana di Desa Percut ... 34

Tabel 4.6 Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penlitian Tahun 2014 .. 35

Tabel 5.1 Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 37

Tabel 5.2 Pendapat Peternak Mengenai Kualitas Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 39

Tabel 5.3 Pendapat Peternak Mengenai Jumlah Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian ... 40

Tabel 5.4 Pendapat Peternak Mengenai Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian berdasarkan Waktu... 41

Tabel 5.5 Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Ternak Itik Per Periode di

Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 42

(10)

Tabel 5.6 Rata-Rata Total Penerimaan Usaha Ternak Itik per Periode Di

Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 43

Tabel 5.7 Rata-Rata Total Pendapatan Usaha Ternak Itik per Periode Di

Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik ... 44

Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Kelayakan Usaha Ternak Itik Tanpa Biaya

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kurva BEP ... 14

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2014

Lampiran 2 Ketersediaan Input Produksi Menurut Sampel Penelitian

Tahun 2014 ...

Lampiran 3 Biaya Bibit Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 4 Biaya Pakan Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 5 Biaya Sekam Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 6 Biaya Obat/Vitamin Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 7 Biaya Transportasi Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 8 Biaya Listrik dan Air Usaha Ternak per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 9 Biaya Penyusutan Kandang per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 10 Rincian Biaya Penyusutan Peralatan per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 11 Biaya Penyusutan Peralatan per Periode (2 tahun) di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 12 Total Biaya Upah Tenaga Kerja Usaha Ternak Itik per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

Lampiran 13 Hasil Produksi Telur Usaha Ternak Itik Per Periode di Daerah Penelitian Tahun 2014 ...

(13)

DAFTAR SINGKATAN

BPS = Badan Pusat Statistik

DOD =

R/C = Revenue/Cost

BEP = Break Event Point

ROI = Return of Investment

SD = Sekolah Dasar

SMP = Sekolah Menengah Pertama

SMA = Sekolah Menengah Atas

(14)

ABSTRAK

RIKI SUHARDA (100304057) dengan judul skripsi “Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik

( Kasus: Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini

dibimbing oleh Ir. Hj. Lily Fauzia, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Emalisa, S.P,

M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

ketersediaan input produksi usaha ternak itik, mengetahui pendapatan peternak itik serta

mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian. Metode penelitian yang digunakan

adalah dengan analisis deskriptif, analisis pendapatan dan analisis kelayakan dengan

menggunakan kriteria R/C ratio, Break Even Point dan Return of Investment. Sampel ditentukan

dengan metode sensus yaitu 23 sampel. Lokasi penentuan lokasi penelitan dilakukan secara

sengaja (purposive). Dari penelitian diperoleh hasil bahwa input produksi tersedia di daerah

penelitian dengan rincian dari segi harga cukup terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup

memenuhi dan sangat tersedia ketika dibutuhkan, pendapatan rata-rata peternak itik di daerah

penelitian dalam satu kali proses produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913,

serta usaha ternak layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator kelayakan

sudah terpenuhi dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur 31.712 butir, BEP harga

telur Rp 1.179 dan ROI 18%..

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir usaha peternakan itik semakin banyak diminati sebagai salah satu

alternatif usaha peternakan unggas yang menguntungkan. Semakin banyak masyarakat yang

memilih itik sebagai sarana investasi dan sumber pendapatan, baik sebagai usaha sampingan

maupun sebagai pendapatan utama. Besarnya peluang ternak unggas ini tentu sebagai alasan

utamanya, baik beternak itik petelur, pedaging, pembibitan (penetasan), hingga usaha di sisi hilir

yaitu pembuatan telur asin.

Sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, usaha pemeliharaan itik telah dikenal di

Indonesia untuk diambil telurnya terutama di pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya

adalah petani. Dewasa ini daging itik juga mulai banyak digemari. Banyak rumah makan

menyediakan daging itik sebagai menu utamanya. Mulai dari pedagang kaki lima di pinggir jalan

sampai hotel-hotel mewah cukup banyak yang menyediakan olahan itik dengan berbagai variasi

masakan. Dan peluang ekspor pun terbuka lebar. Permintaan daging itik banyak berasal dari

negara-negara Asia seperti Singapura dan Korea. Sementara itu permintaan telur itik datang dari

Timur Tengah.

Berdasarkan penelitian oleh Balai Pembibitan Ternak Departemen Pertanian tahun 2008,

kebutuhan daging dan telur itik terus meningkat. Pada tahun 2010, kebutuhan daging itik

diperkirakan mencapai 14,3 ribu ton. Sementara itu, pasokan dari seluruh peternakan itik hanya

6,4 ribu ton. Sedangkan kebutuhan telur itik pada tahun yang sama mencapai 193 ribu ton

sementara pasokannnya hanya 143 ribu ton. Hal ini tentu merupakan sebuah peluang untuk

munculnya peternak itik yang baru dan tantangan bagi peternak itik yang sudah ada untuk

(16)

Peluang investasi agribisnis itik ini cukup menarik minat masyarakat untuk membuka usaha ini.

Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak dibangunnya usaha ternak itik baik yang peternakan

rakyat maupun perusahaan peternakan. Di Sumatera Utara sendiri produksi ternak itik tertinggi

adalah di Kabupaten Deli Serdang, dapat dilihat di Tabel 1.1 yang merupakan data dari Sensus

Pertanian 2013.

Tabel 1.1. Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2013

No. Kabupaten/Kota Populasi Ternak (Ekor)

1 Nias 1.710

2 Mandailing Natal 28.334

3 Tapanuli Selatan 19.846

4 Tapanuli Tengah 18.401

15 Humbang Hasundutan 10.101

16 Pakpak Bharat 2.124

17 Samosir 4.703

18 Serdang Bedagai 238.901

19 Batu Bara 42.177

Sambungan Tabel 1.1. Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2013

No. Kabupaten/Kota Populasi Ternak (Ekor)

20 Batu Bara 42.177

21 Padang Lawas Utara 8.057

22 Padang Lawas 9.037

23 Labuhan Batu Selatan 24.381

24 Labuhan Batu Utara 29.064

25 Nias Utara 524

(17)

27 Kota Sibolga 739

28 Kota Tanjung Balai 6.69

29 Kota Pematang Siantar 3.305

30 Kota Tebing Tinggi 8.146

31 Kota Medan 100.739

32 Kota Binjai 12.911

33 Kota Padangsidimpuan 10.923

34 Kota Gunungsitoli 1.709

Jumlah 1.313.263

Sumber: BPS SUMUT Sensus Pertanian 2013

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah produksi ternak itik di Kabupaten Deli

Serdang adalah 319.168 ekor. Jumlah yang cukup besar dibanding dengan wilayah lainnya di

Sumatera Utara.

Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

menunjukkan bahwa Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan daerah dengan populasi ternak itik

(18)

Tabel 1.2. Populasi dan Produksi Ternak Itik Kabupaten Deli Serdang per Kecamatan Tahun 2013

No. Kecamatan Populasi Ternak

(Ekor)

Produksi

Daging (Kg) Telur (Butir)

1 Gunung Meriah 2959 195 3579

15 Hamparan Perak

16 Labuhan Deli 16097 3031 998400

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Jumlah populasi itik yang besar mencerminkan usaha peternakan itik ini telah berkembang

dengan pesatnya. Fenomena yang terjadi dalam usaha ternak itik secara umum adalah bahwa

disamping prospeknya yang cerah tetapi usaha ini juga memerlukan biaya yang tinggi untuk tiap

periode produksinya. Biaya yang paling banyak adalah biaya pakan ternak. Karena itu

diperlukan biaya investasi yang cukup besar.

Dengan mengetahui adanya biaya investasi yang cukup besar itu, perlu juga diketahui besarnya

tingkat keuntungan dari usaha ini. Dengan demikian dapat diketahui layak atau tidaknya usaha

ini. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian secara ilmiah untuk

(19)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai

berikut:

Bagaimana ketersediaan input produksi usaha ternak itik di daerah penelitian?

Bagaimana pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian?

Bagaimana kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

Mengidentifikasi ketersediaan input produksi usaha ternak itik di daerah penelitian.

Mengetahui pendapatan usaha ternak itik di daerah penelitian.

Mengetahui kelayakan usaha ternak itik di daerah penelitian.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat/kegunaan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi pihak yang membutuhkan dalam

(20)

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait khususnya

pemerintah pertanian Kabupaten Deli Serdang, dalam membuat kebijakan-kebijakan baru untuk

meningkatkan produksi itik.

Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Mengenal Itik

Itik adalah nama umum untuk spesies daripada famili Anatidae dan kelas burung. Itik pada

dasarnya adalah burung akuatik, lebih kecil daripada saudaranya yaitu joyinah dan angsa.

Habitat itik adalah di darat namun menyukai perairan. Itik dipelihara untuk daging atau telurnya.

Kebanyakan itik mempunyai paruh yang rata dan lebar untuk menyudu. Itik makan berbagai

jenis makanan seperti rumput, tumbuhan akuatik, ikan, serangga, amfibi kecil, cacing dan

moluska kecil (Anonimousa, 2014).

Sedangkan taksonomi itik sendiri dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Anseriformes

Famili : Anatidae

Masyarakat sebenarnya lebih mengenal itik dengan sebutan bebek. Nenek moyangnya

merupakan Anas moscha, yakni itik liar yang berasal dari Amerika Utara. Itik pertama kali

diperkenalkan di Indonesia oleh orang India pada abad ke-7 terutama di Pulau Jawa melalui jalur

(22)

Selanjutnya, dalam pustaka sejarah tercatat bahwa penyebaran itik berjalan sangat pesat,

terutama pada zaman keemasan Majapahit yang kemudian menjadi awal permulaan penyebaran

dan pengembangan ternak itik di wilayah lain di Indonesia, seperti Kalimantan Selatan, Sulawesi

dan Bali. Saat ini ternak banyak terpusat dibeberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera (bagian

utara dan selatan), Pulau Jawa (Cirebon-Jabar, Brebes, Tegal-Jateng, Mojosari Jawa Tengah),

Kalimantan (Alabio HSU-Kalsel), Sulawesi Selatan, dan Bali (Feli dan Harianto, 2012).

Secara keseluruhan tubuh itik berlekuk dan lebar, dan memiliki leher yang relatif panjang, meski

tidak sepanjang angsa dan angsa berleher pendek. Bentuk tubuh itik bervariasi dan umumnya

membulat. Paruhnya berbentuk lebar dan mengandung lamallaer yang berguna sebagai

penyaring makanan. Pada spesies penangkap ikan, paruhnya berbentuk lebih panjang dan lebih

kuat. Kakinya yang bersisik kuat dan terbentuk dengan baik dan umumnya berada jauh

dibelakang tubuh, yang umum terdapat pada burung akuatik. Sayapnya pada umumnya sangat

pendek. Penerbangan itik membutuhkan kepakan berkelanjutan sehingga membutuhkan otot

sayap yang kuat (Anonimousb, 2014).

Menurut tujuan utama pemeliharannya, ternak itik sebagaimana ternak ayam dibagi dalam

menjadi 3 golongan, yaitu:

Itik tipe pedaging

Itik tipe penelur

Itik tipe ornamen (hiasan)

Itik yang termasuk dalam golongan tipe pedaging biasanya mempunyai sifat-sifat pertumbuhan

yang cepat serta struktur perdagingan yang baik. Bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam

golongan ini adalah:

(23)

Salah satu bangsa itik potong yang paling populer di Inggris. Produksi telurnya rendah hanya

mencapai kira-kira 100 butir per tahun. Karena ukuran badannya yang besar maka

kemampuannya untuk kawin juga terbatas. Seekor pejantan umumnya hanya untuk 3 ekor betina

saja. Itik dewasa jantan dapat mencapai berat badan lebih kurang 10 lbs (4,5 kg), sedangkan

betina dewasa mencapai berat 9 lbs (4 kg). Karena berat jantan dan betina hampir sama maka

bangsa itik ini cocok sebagai tipe pedaging.

Cayuga

Bangsa itik ini bulunya berwarna hitam dengan kaki berwarna kuning atau coklat. Karena

bulunya berwarna hitam, maka karkasnya terkesan kebiruan, sehingga kurang disukai konsumen

untuk dimakan. Namun jenis itik terlihat sangat atraktif ketika berada diair karena warnya yang

menarik. Berasal dari danau Cayuga, bagian New York, Amerika Serikat. Berat jantan dewas

bisa mencapai 7 lbs (3 kg).

Orpingan

Selain sebagai itik pedaging, jenis itik ini juga dikenal sebagai itik penelur yang cukup baik.

Produksi telurnya setahun dapat mencapai 240 butir. Berat standar antara jantan dan betina

hampir sama yaitu antara 6-7 lbs (2,7-3kg).

Muskovi

Itik ini termasuk golongan unggas air namun kehidupan itik ini lebih bersifat terestrial (di

daratan) tidak seperti jenis unggas air yang lain. Badannya termasuk berukuran besar dengan

posisi berdiri yang hampir mendatar (horizontal). Pergerakan di darat lamban, tetapi sekali-kali

dapat terbang dengan jarak yang cukup jauh.

Peking

Bangsa itik ini berasal dari dataran China dan di Amerika bangsa itik dikembangkan menjadi

(24)

antara 110-130 butir pertahun. Dibandingkan dengan jenis itik pedaging yang lain, fertilitas

telurnya termasuk cukup baik. Seekor pejantan cocok untuk mengawini kira-kira 6 betina.

Rouen

Bangsa itik ini memiliki bulu dengan warna yang sangat menarik. Itik ini berasal dan

dikembangkan di Prancis untuk tujuan produksi daging. Produksi telurnya rendah, demikian pula

fertilitasnya tidak terlalu tinggi.

Sementara itu, bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam golongan penelur biasanya badannya

lebih kecil dibandingkan dengan tipe pedaging. Bangsa itik yang termasuk dalam golongan ini

adalah:

Campbell

Itik bangsa Campbell termasuk itik yang mempunyai kegunaan ganda yaitu sebagai penghasil

telur dan daging. Namun peranannya sebagai itik penelur lebih menonjol. Salah satu varietas

itik ini yang paling menonjol adalah itik Khaki Campbell yang beberapa diantaranya mampu

memprdouksi telur hingga 365 butir per tahun, dengan rata-rata 300 telur per tahun.

Indian Runner

Bangsa itik ini sangat terkenal sebagai penghasil telur. Dipercaya berasal dari Asia Tenggara.

Penyebarannya saat ini cukup luas termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan terlebih-lebih

daerah Indo Cina. Karakteristik yang paling menonjol adalah sikap berdiri yang hampir tegak.

Hampir seluruh populasi itik asli Indonesia adalah anggota bangsa Indian Runner, diantaranya

(25)

Selain daripada jenis itik diatas ada juga itik yang termasuk dalam golongan itik tipe ornamen

atau itik yang dipelihara untuk hiasan karena mempunyai warna bulu yang menarik. Yang

termasuk dalam golongan ini adalah:

Calls

East India

Mallard

Mandarin

Wood duck (Srigandono, 1997).

Budidaya Itik di Indonesia

Itik Indonesia terkenal produktif. Walaupun agak lebih rendah dibanding dengan produktifitas

itik Khaki Campbell, tetapi lebih baik dari jenis itik lain yang berkembang di banyak negara.

Produksi rata-rata itik Indonesia mencapai 250 butir telur/ekor/tahun. Beternak itik ditekankan

pada produksi telurnya, sebab secara ekonomis lebih mengungtungkan. Itulah sebabnya selalu

diupayakan agar itik mampu bertelur sebanyak-banyaknya. Untuk tujuan tersebut, persyaratan

tentang penyediaan bibit, pengelolaan kandang, pemeliharaan, dan pengendalian penyakit harus

diperhatikan (Djarijah, 1996).

Selama ini, kebanyakan pola pemeliharaan itik masih terpaku pada cara tradisonal yaitu dengan

pengembalaan yang dilakukan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam cara

ini kebutuhan pakan sepenuhnya digantungkan pada alam di areal penggembalaan. Lahan yang

sering kali digunakan sebagai areal penggembalaan adalah sawah yang baru dipanen. Pola ini

sudah lama dilakukan masyarakat secara turun temurun, terutama di daerah pedesaan. Akibatnya

hingga kini masih banyak tertanam persepsi-persepsi negatif di masyarakat dan akhirnya

memunculkan pemahaman yang keliru mengenai dunia peritikan pada umunya maupun

(26)

Dilihat dari segmentasinya, ragam bisnis itik di Indonesia dapat dibagi menjadi empat golongan

besar, yaitu produksi, pasca produksi, jasa pemasaran atau perdagangan, dan prasarana. Keempat

segmen bisnis ini dapat menjadi usaha maupun spesialisai. Usaha di bidang produksi diantaranya

adalah usaha ternak itik petelur, pedaging, penghasil telur tetas dan DOD. Di bidang pasca

produksi seperti usaha telur asin, rumah potong itik dan bulu itik. Di bidang jasa pemasaran

seperti usaha perdaganan produk telur dan bibit itik. Sementara di bidang sarana dan prasarana

diantaranya adalah usaha pakan (Widjaja, 2003).

Landasan Teori

2.2.1. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh

mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini

digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau

menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan

dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial

maupun sosial benefit. Dengan adanya analisis kelayakan ini diharapkan resiko kegagalan dalam

memasarkan produk dapat dihindari (Resya, 2011).

Dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar persetujuan atau penolakan

maupun pengurutan suatu proyek/usaha, telah dikembangkan berbagai macam cara yang

dinamakan Investment Criteria/kriteria kelayakan, seperti:

R/C Ratio

R/C adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan

selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Usaha peternakan akan menguntungkan

apabila nilai R/C > 1. Semakin besar nilai R/C semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan

(27)

Break Even Point (BEP)

Menurut S. Munawir ( 2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan

sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak

menderita rugi ( total penghasilan = total biaya).

Pada dasarnya, sebuah usaha dinyatakan layak apabila penjualan atau produksi melebihi

penjualan atau produksi pada saat mencapai titik impas, maka usaha tersebut telah

mendatangkan keuntungan sehingga layak untuk diusahakan (Soekartawi,2000).

Dengan menggunakan kurva, BEP dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kurva BEP

Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa break even adalah titik potong antara jumlah biaya

(cost) dengan jumlah penerimaan (income).

(28)

Return of Investment merupakan suatu ukuran rasio untuk mengetahui tingkat pengembalian

modal usaha. ROI merupakan analisis keuntungan usaha ternak itik petelur berkaitan dengan

modal yang telah dikeluarkan. Nilai ROI diperoleh dengan cara keuntungan usaha tani ternak

itik selama pemeliharaan dibagi dengan modal yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya nilai ROI

ditentukan oleh keuntungan yang dicapai dari perputaran modal.

Return of Investment (ROI) adalah kemampuan peternak itik petelur untuk menghasilkan

(29)

2.2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Suci Andanawari A. Setiadi L. D. Mahfud tahun 2013 dengan

judul “Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Peternakan Itik Di Kota Tegal Dan Kabupaten

Brebes” diperoleh kesimpulan bahwa BEP harga untuk usaha peternakan itik di Kota Tegal dan

Kabupaten Brebes adalah sebesar Rp 3.260.021,91 per bulan, atau penjualan minimal adalah 99

butir telur per hari, dengan rerata harga telur Rp 1.100,00 per butir. BEP unit usaha peternakan

itik di Kota Tegal dan Kabupaten Brebes adalah pemeliharaan 142 ekor itik, dengan persentase

produksi telur 70% total pemeliharaan..

Penelitian yang dilakukan oleh Dwianto Andreas tahun 2013 dengan judul “Analisis Kelayakan

Teknis Dan Finansial Terhadap Pendirian Usaha Ternak Itik Pedaging Jenis Hibrida Di

Kabupaten Malang” diperoleh bahwa berdasarkan studi tentang aspek teknis dan keuangan yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa peternakan dari 1.000 daging bebek layak untuk

diusahakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rumiyadi, Sri Suratiningsih tahun 2013 dengan judul “Analisis

Kelayakan Usaha Ternak Itik Petelur Di Kecamatan Godong” diperoleh bahwa pendapatan

usaha ternak itik petelur sebesar Rp.19.928.442,-/satuan ternak/tahun menunjukan usaha ternak

itik petelur ini menghasilkan pendapatan yang cukup besar. Pada analisis kelayakan usaha

perolehan hasil analisis usaha ternak itik petelur adalah RCR 2,25 dan BEP (Rp) : Rp. 482,-

dengan harga riil Rp.1.100,-, BEP sebesar 11.813 butir telur dengan jumlah riilnya 27.064 butir

telur, BEP sebesar Rp 12.994.419,- dengan jumlah riilnya Rp.32.922.862,- dan nilai ROI

sebesar 168% pertahun. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa usaha ternak itik petelur di

Kecamatan Godong mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp.19.928.442,-/satuan

(30)

2.3. Kerangka Pemikiran

Secara ringkas, dapat digambarkan pada gambar skema berikut ini:

Keterangan:

= Ada Pengaruh

Peneri Usaha

Produ

Petern Input Produksi:

-Bibit

-Pakan

-Obat-Obatan dan Vitamin

-Peralatan dan Perlengkapan

-Listrik dan Air

-Transportasi Tenaga Kerja

Biaya Produ

Har

Pendapatan Usaha Ternak Itik

Analisis Kelayakan

Layak Tidak

(31)

Desa Percut merupakan daerah yang memiliki produksi itik cukup besar di Sumatera Utara.

Disini para peternak banyak mengusahakan pemeliharaan ternak itik sebagai penghasil telur

dan daging afkir sebagai tambahan pendapatan. Pemilihan pemeliharaan ternak itik didasarkan

pada keinginan dan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi dan usaha yang

dilakukan bisa berkembang dengan baik. Usaha ternak itik dilakukan peternak di daerah

penelitian dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan produksi yang

diinginkan. Untuk menghasilkan produksi diperlukan sarana, prasarana termasuk modal dan

input produksi. Input produksi yang dikeluarkan dalam usaha ternak itik di daerah penelitian

meliputi biaya bibit, pakan, peralatan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja yang akan

mempengaruhi produksi dari usaha ternak itik yang bersangkutan. Ketersediaan input produksi

di daerah penelitian dapat dikatakan cukup baik karena letak desa yang cukup dengan kota.

Ketersediaan input ini tentu sangat mempengaruhi jumlah produksi. Jumlah produksi yang

dihasilkan akan berpengaruh terhadap jumlah penerimaan yang diperoleh peternak yang

dipengaruhi juga oleh harga jual produk dimana penerimaan adalah jumlah produk dikalikan

harga jual. Pendapatan yang diterima peternak merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya

produksi. Usaha ternak itik dikatakan layak jika melalui analisis ekonomi diperoleh hasil layak.

Adapun analisis yang digunakan untuk mengukur kelayakan ternak itik adalah BEP, R/C ratio

(32)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut :

Input produksi untuk usaha ternak itik tersedia di daerah penelitian.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu penentuan secara sengaja di Desa

Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Dengan pertimbangan bahwa

berdasarkan data Sensus Pertanian 2013, Deli Serdang merupakan Kabupaten dengan populasi

ternak itik tertinggi di Sumatera Utara sebesar 319.968 ekor dan Percut Sei Tuan merupakan

Kecamatan dengan jumlah populasi ternak itik terbanyak di Kabupaten Deli Serdang yaitu

56.990 ekor.

Pemilihan Desa Percut sendiri juga berlandaskan data statistik Dinas Pertanian Deli Serdang

tahun 2013 yang menyebutkan bahwa populasi ternak itik desa tersebut terbesar di Kecamatan

Percut Sei Tuan. Berikut ini adalah tabel populasi dan produksi ternak di Kecamatan Percut Sei

(34)

Tabel 3.1 Populasi dan Produksi Ternak Itik Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

No. Desa Populasi Ternak (Ekor) Produksi

Jantan Betina Daging (Kg) Telur (Butir)

1 Amplas 306 1095 96 2231

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang

Seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa Desa Percut pada tahun 2013 memiliki

populasi ternak itik terbesar yaitu 34.867 ekor (penjumlahan jantan dan betina).

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel dari penelitian adalah peternak itik yang berada di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei

Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Dari survey yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah

populasi peternak itik di lokasi penelitian adalah 23 KK. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel

ditentukan dengan metode sensus artinya seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 23

KK.

(35)

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil observasi (pengamatan), daftar pertanyaan dan wawancara secara

langsung dengan petani sampel di daerah penelitian, dan data sekunder diperoleh dari lembaga

terkait seperti BPS Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Kantor Kepala

Desa Percut dan lembaga instansi terkait lainnya.

Penulisan skripsi ini disusun dengan tahapan-tahapan yang terdapat dalam metode. Adapun

tahapan yang dilalui adalah sebagai berikut :

Observasi, yaitu dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti dalam hal ini

adalah peternak itik di Desa Percut.

Wawancara, yaitu dengan menggunakan kuesioner atau wawancara langsung dengan para

peternak itik di Desa Percut.

Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data berupa teori-teori yang diperoleh dari

literatur-literatur (referensi) yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.

Dokumentasi, penelitian ini juga menggunakan alat pengumpulan data dengan dokumentasi.

Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian adalah tentang peternak itik

3.4. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1 (Hipotesis 1) diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu

dengan mengamati sejauh mana ketersediaan input produksi di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah 2 (Hipotesis 2) diuji dengan menggunakan rumus:

Pendapatan usaha ternak

Penerimaan Usaha Ternak

(36)

Keterangan:

TR = Total penerimaan (total revenue) (Rp)

Y = Total produksi yang diperoleh (Kg)

Py = Harga jual (Rp)

Biaya Produksi Usaha Ternak

��

=

��

+

��

Keterangan:

TC = Total biaya (Rp)

FC= Biaya tetap (Rp)

(37)

Maka pendapatan usaha ternak dapat dihitung dengan rumus:

��

=

�� − ��

Dimana:

Pd= Pendapatan usaha ternak (Rp)

TR= Total penerimaan (total revenue) (Rp)

TC= Total biaya (total cost) (Rp)

Pendapatan usaha ternak dikatakan tinggi apabila pendapatan usaha ternak per hari lebih tinggi

dari upah harian rata-rata yang ada di daerah penelitian

(Soekartawi, 2002).

Untuk identifikasi masalah 3 (Hipotesis 2) diuji dengan metode analisis BEP, R/C ratio, dan

ROI (Return On Investment) yang mana mengidentifikasi kelayakan usaha ternak itik dilihat dari

titik impas, jumlah pendapatan yang diterima, dan tingkat kembalinya modal.

1.BEP (Break Event Point)

BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume

produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak

untung dan tidak rugi.

�����������= ������������� (��)

��������� (��)

dan

��������= ������������� (��)

(38)

Kriteria penilaian BEP : Apabila penjualan atau produksi melebihi penjualan atau produksi pada

saat mencapai titik impas, maka usaha tersebut telah mendatangkan keuntungan sehingga layak

untuk diusahakan (Soekartawi, 2002).

2. R/C ratio

R/C ratio merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat pendapatan usaha terhadap

biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut. Dirumuskan sebagai berikut:

�/������ =���������� (��)

���������� (��)

Kriteria uji: Suatu usaha dikatakan layak jika nilai R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin

tinggi nilai R/C tingkat keuntungan suatu usaha semakin tinggi.

3. Return of Investment (ROI)

Fungsi analisis ROI (Return of Investment) adalah mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal

yang diinvestasikan pada usaha tani.

��� =�������������ℎ� (��)

��������ℎ� (��) × 100%

Kriteria uji: Suatu usaha semakin layak diusahakan jika nilai ROI semakin mendekati angka

100%.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional

sebagai berikut :

(39)

Definisi dibuat untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan

penelitian ini, antara lain :

Peternak itik adalah peternak yang mengusahakan ternak itik di lokasi penelitian.

Produksi adalah semua hasil panen dari ternak itik berupa daging dan telur yang untuk dijual

maupun dikonsumsi sendiri.

Satu periode produksi adalah periode produksi itik selama 2 tahun yang terdiri dari bagian yaitu

masa grower (7 bulan) sampai masa produksi atau menghasilkan telur (17 bulan).

Input produksi adalah faktor-faktor yang mendukung pengembangan usaha ternak itik di daerah

penelitian seperti bibit, pakan, obat-obatan, peralatan, transportasi, listrik, air dan tenaga kerja.

Ketersediaan input adalah kesiapan suatu sarana untuk dapat digunakan atau dioperasikan

menurut jumlah, harga, kualitas serta waktu yang telah ditentukan terhadap kebutuhan produksi.

Penerimaan adalah total produksi yang dihasilkan usaha ternak itik selama masa produksi yang

dihitung dalam satuan rupiah.

Biaya produksi adalah biaya yang diperlukan untuk selama proses produksi sampai

menghasilkan produk.

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi.

Dalam menyelesaikan penelitian ini diperlukan adanya data dan informasi.

Terkait jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan peternak itik dengan menggunakan daftar

pertanyaa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang sudah ada

(40)

3.5.2. Batasan Operasional

Ligkup operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian dilakukan di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Sampel penelitian adalah peternak yang mengusahakan ternak itik di Desa Percut.

(41)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETERNAK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Berikut akan diberikan sedikit gambaran tentang Desa Percut yang merupakan daerah penelitian

berdasarkan kondisi geografis, kondisi demografis dan kelengkapan sarana dan prasarana:

4.1.1. Kondisi Geografis

Desa Percut merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang Sumatera Utara. Secara geografis Desa Percut terletak pada posisi 03o41’33

Lintang Utara dan 98o6’6” Bujur Timur dengan luas wilayah desa 1063 Ha.

Desa Percut berada pada ketinggian dengan kisaran 1-2 meter dari permukaan laut, memiliki

iklim tropis dengan suhu rata-rata 23oC – 30oC dan curah hujan 0-278 mm/tahun. Topografi desa

yaitu dataran rendah dan merupakan daerah pesisir. Batas-batas Desa Percut adalah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Selat Malaka.

Sebelah Selatan : Desa Cinta Damai.

Sebelah Barat : Desa Tanjung Rejo.

Sebelah Timur : Desa Tanjung Selamat dan Desa Pematang Lalang.

Desa Percut berjarak ±17 km dari pusat pemerintahan kecamatan dan jarak ke ibu kota

kabupaten ±32 km dan dari pusat pemerintahan daerah tingkat I/provinsi berjarak ±20 km. Akses

transportasi ke lokasi penelitian sangat baik dan jalan sudah di aspal.

(42)

Kondisi masyarakat Desa Percut berdasarkan keadaan demografinya seperti jenis kelamin,

tingkat pendidikan, agama, usia, sampai mata pencaharian.

4.1.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data BPS Kabupaten Deli Serdang, pada tahun 2008 Desa Percut memiliki jumlah

penduduk 11.010 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 3.141 KK. Perincian keadaan penduduk

Desa Percut berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase(%)

1 Laki-Laki 5.632 51,15

2 Perempuan 5.378 48,85

TOTAL 11.010 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki relatif lebih besar yaitu

5.632 jiwa atau 51,15% dibanding jumlah penduduk wanita yang sebesar 5.378 jiwa atau

48,85%.

4.1.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur

Selanjutnya distribusi penduduk menurut kelompok umur di desa dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Kelompok Umur Tahun 2008

No Kelompok Umur

(tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0 – 3 890 8,08

(43)

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui 19 tahun adalah 6.150 orang atau 55,86 dari keseluruhan

populasi.bahwa jumlah penduduk yang berusia diatas

4.1.2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penduduk Desa Percut menurut tingkat pendidikan terdiri dari TK, SD, SMP, sampai SMA dan

ada juga yang sampai ke jenjang yang perguruan tinggi D3 sampai S1. Untuk mengetahui lebih

jelas mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Percut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 TK 123 1,54

7 Pendidikan khusus

a. Pondok Pesantren b. Madrasah c. Pendidikan agama d. Kursus/keterampilan

Sumber: Profil Desa Percut Tahun 2008

Dapat dilihat data di Tabel 4.3 bahwa sebagian besar penduduk Desa Percut berada pada

tingkatan tamat SMA yaitu sebesar 47,23% dari total populasi dan jumlah penduduk desa

berdasarkan tingkat pendidikan formal yang terkecil berpendidikan akademik Diploma dan

pendidikan kursus/keterampilan yang berjumlah 25 orang atau dengan persentase 0,31 %.

4.1.2.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Desa Percut merupakan jenis Desa Pantai karena disebelah utara berbatasan langsung dengan

(44)

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Desa Percut Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008

No Mata Pencaharian Jumlah (KK) Persentase (%)

1 PNS 126 4,04

Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dipastikan bahwa sebagian besar penduduk Desa Percut adalah

bermata pencaharian dibidang perdagangan yaitu 725 KK atau 23,37% dan sebagai nelayan

sebanyak 713 KK atau 22,89% sesuai dengan kondisi geografis Desa Percut yang berdekatan

dengan laut. Sementara itu selebihnya bermata pencaharian sebagai karyawan, pertanian, buruh,

dan jasa.

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu desa. Adanya

sarana dan prasaranan yang baik akan mempermudah masyarakat suatu desa untuk melakukan

pengembangan terhadap kehidupannya baik dari segi sosial maupun ekonomi. Sarana dan

prasarana di Desa Percut sendiri terbilang cukup baik, hal ini dapat terlihat dari kelengkapan

(45)

yang cukup memadai. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sarana dan prasarana di Desa

Percut dapat dilihat pada Tabel 4.5, berikut:

Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana di Desa Percut tahun 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Pendidikan Formal

a. TK

5 Sarana Kesehatan

a. Puskesmas Induk b. Puskesmas Pembantu c. Dokter Praktek d. Bidan Praktek e. Balai Pengobatan f. Polindes

Sumber: BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kelengkapan sarana dan prasarana di Desa Percut sudah

cukup baik seperti sarana pendidikan foromal yang sudah ada mulai dari tingkatan TK sampai

SMA, sarana ibadah pun demikian terdiri dari mesjid, gereja dan kelenteng untuk memenuhi

kebutuhan ibadah masyarakat Desa Percut yang memang terdiri dari beragam agama. Desa

Percut juga memiliki 1 unit balai pertemuan dan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap teridi

dari Puskesmas, dokter praktek, bidan, sampai posyandu.

4.2. Karakteristik Peternak Sampel

Karakterisitik peternak sampel yang dimaksud adalah mengenai jumlah ternak yang diusahakan

(46)

tanggungan keluarga peternak tersebut. Adapun karakteristik peternak sampel di daerah

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6. Karakteristik Peternak Sampel di Daerah Penlitian Tahun 2014

No Uraian Rata-Rata

1 Jumlah ternak (ekor) 984,78

2 Umur (tahun) 40,30

3 Pendidikan (tahun) 9,26

4 Pengalaman beternak (tahun) 6,35

5 Jumlah tanggungan (orang) 2,35

Sumber: Analisis data primer (Lampiran 1) tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat karakteristik peternak itik di daerah penelitian. Seperti

jumlah ternak, rata-rata peternak itik di daerah penelitian adalah 984,78 ekor atau dapat

dibulatkan 985 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata peternak itik di daerah penelitian

sudah memiliki usaha ternak itik yang cukup besar.

Dari segi umur rata-rata peternak adalah berusia 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peternak

itik di daerah penelitian termasuk dalam usaha produktif dan masih memiliki tenaga kerja

potensial untuk mengembangkan usaha ternak tersebut.

Menurut tingkat pendidikannya, rata-rata peternak itik di daerah penelitian telah mengecap

pendidikan selama 9 tahun atau setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama. Dengan demikian

peternak itik di daerah penelitian sudah terbilang cukup memiliki pendidikan setidaknya

mengerti untuk baca dan tulis.

Pengalaman beternak rata-rata peternak di daerah penelitian adalah 6 tahun. Lama usaha ternak

bagi peternak itik berpengaruh terhadap pengetahuan dan keahlian mereka dalam mengatasi

permasalahan yang timbul sehingga kemungkinan dapat meningkatkan produksi dimasa yang

(47)

Jumlah tanggungan keluarga peternak itik di daerah penelitian adalah rata-rata 2 jiwa, jumlah

tanggungan dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja dalam keluarga untuk membantu dalam

(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi

Ketersediaan faktor-faktor produksi sangat mempengaruhi pengembangan usaha ternak itik. Jika

faktor produksi tersedia cukup baik dari segi harga, kualitas, jumlahnya dan waktu dibutuhkan

peternak akan lebih mudah dalam mengembangkan usahanya. Dari hasil wawancara yang telah

dilakukan di daerah penelitian terhadap 23 peternak itik mengenai ketersediaan beberapa

input/faktor produksi diperoleh hasil sebagai berikut:

5.1.1. Ketersediaan Input Berdasarkan Harga

Pendapat peternak itik di daerah penelitian tentang harga input produksi ternak itik diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 5.1. Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian

Uraian Murah Sedang Sangat Mahal Total

A. Bibit

D. Peralatan dan Perlengkapan

Total (orang) - 22 1 23

(49)

37

Sambungan Tabel 5.1. Pendapat Peternak Mengenai Harga Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian

Uraian Murah Sedang Sangat Mahal Total

E. Listrik

G. Tenaga Kerja

Total (orang) 12 9 2 23

Persentase (%) 52,17 39,13 8,70 100

Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2

Dilihat dari Tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa menurut pendapat sebagian besar peternak

(diatas 60%) beberapa input seperti harga bibit, pakan, obat-obatan dan vitamin, peralatan dan

perlengkapan serta listrik di daerah penelitian harganya sedang atau cukup terjangkau oleh para

peternak untuk membelinya.

Sedangkan harga air dan tenaga kerja sebagian besar peternak menganggap harganya cukup

murah (lebih dari 50%). Hal ini didukung observasi peneliti bahwa peternak di daerah penelitian

menggunakan air yang diperoleh dari sumur-sumur atau air bawah tanah yang kondisinya cukup

baik dan melimpah. Sedangkan untuk tenaga kerja sebagian besar merupakan tenaga kerja dalam

keluarga sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya.

5.1.2. Ketersediaan Input Berdasarkan Kualitas

Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai kualitas input produksi ternak itik

(50)

Tabel 5.2. Pendapat Peternak Mengenai Kualitas Input Usaha Ternak Itik di Daerah

D. Peralatan dan Perlengkapan

Total (orang) 4 17 2 23

G. Tenaga Kerja

Total (orang) 5 15 3 23

Persentase (%) 21,74 65,22 13,04 100

Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2

Berdasarkan dari data Tabel 5.2 diketahui bahwa peternak berpendapat kualitas input produksi

cukup baik, rinciannya dapat diketahui dari banyaknya jumlah peternak yang menganggap bibit,

pakan, obat-obatan dan vitamin, peralatan dan perlengkapan, listrik, air, tenaga kerja berada

dalam kondisi cukup baik (berkisar antara 47%-86%. Dan bahkan ada 43,48% peternak

(51)

5.1.3. Ketersediaan Input Berdasarkan Jumlah

Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai jumlah input produksi ternak itik diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 5.3. Pendapat Peternak Mengenai Jumlah Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian

Uraian Sangat

Memenuhi Cukup Memenuhi

Tidak

Memenuhi Total

A. Bibit

D. Peralatan dan Perlengkapan

Total (orang) 5 17 1 23

Sumber: Diolah dari Data Primer Lampiran 2

Seperti apa yang terlihat pada Tabel 5.3 diatas dapat disimpulkan bahwa peternak berpendapat

bahwa jumlah input yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan usaha ternaknya. Contohnya saja

bibit 65,22% peternak mengatakan cukup memenuhi begitu juga pakan 73,91%, obat-obatan dan

vitamin 82,61% semuanya berada dalam kondisi cukup memenuhi.

(52)

Pendapat peternak itik di daerah penelitian mengenai ketersediaan input produksi ternak itik

berdasarkan waktu dalam pemenuhan kebutuhan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.4. Pendapat Peternak Mengenai Input Usaha Ternak Itik di Daerah Penelitian berdasarkan Waktu Dibutuhkan

Uraian Sangat

Tersedia Cukup Tersedia Tidak Tersedia Total

A. Bibit

D. Peralatan dan Perlengkapan

Total (orang) 17 5 1 23

Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 2

Berdasarkan dari data pada Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa input itik berada dalam kondisi

yang sangat tersedia artinya peternak dapat memperoleh input tersebut ketika dibutuhkan.

Beberapa input yang kondisinya sangat tersedia adalah bibit, pakan, peralatan dan perlengkapan,

listrik, air dan tenaga kerja.

(53)

Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 3 sampai 11

Analisis pendapatan yang dilakukan adalah untuk satu kali periode produksi itik yaitu selama 2

tahun (24 bulan) yang terdiri dari dua fase yaitu masa grower (7 bulan) dan masa produksi (17

bulan). Dan untuk keseragaman, jumlah itik yang dihitung adalah untuk produksi 100 ekor itik

tiap sampelnya.

5.2.1. Biaya Produksi Usaha Ternak Itik

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan peternakan itik dalam satu periode produksi (2

tahun) mulai dari bibit sampai peternakan tersebut mendapatkan produk utama berupa telur

ataupun daging untuk dipasarkan sehingga peternakan tersebut mendapatkan keuntungan. Biaya

produksi peternakan itik menggambarkan besarnya input produksi dan biaya yang yang

dikeluarkan selama proses produksi, terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap.

Tabel 5.5.Rata-Rata Biaya Produksi Usaha Ternak Itik Per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik

Uraian Masa Grower 7

2. Biaya Pakan 2.613.466 27.561.106 30.174.572

3. Sekam 121.574 1.202.952 1.324.526

4. Biaya Obat-Obatan Vitamin

47.341 519.978 567.319

5. Transportasi 183.791 447.933 631.724

6. Listrik dan Air 105.987 250.744 356.731

7. Tenaga Kerja - - 6.460.698

8. Biaya Perlengkapan 18.012

Total (Rp) 41.225.878

Seperti yang terlihat pada Tabel 5.5 biaya produksi yang dikeluarkan peternak setiap periodenya

(54)

dikeluarkan pada saat masa grower dan masa produksi atau masa menghasilkan telur. Secara

keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak dalam satu kali proses produksi (2

tahun) dengan jumlah ternak 100 ekor di daerah penelitian adalah Rp 41.225.878.

5.2.2. Penerimaan Usaha Ternak Itik

Secara umum di daerah penelitian itik mulai menghasilkan telur dan siap dijual adalah pada saat

usia 7 bulan keatas.

Tabel 5.6. Rata-Rata Total Penerimaan Usaha Ternak Itik per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik

No Uraian Total Penerimaan (24 bulan)

1 Telur 45.443.874

2 Daging Afkir 3.142.917

Total (Rp) 48.586.791

Sumber: Diolah dari Data PrimerLampiran 12 dan 13.

Data di Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata total penerimaan yang diperoleh peternak itik di daerah

penelitian dalam satu periodeatau 2 tahun dengan jumlah itik 100 ekor adalah Rp 48.586.791.

5.2.3. Pendapatan Usaha Ternak Itik

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan

dari suatu bentuk kegiatan produksi. Rata-rata besarnya pendapatan yang diperoleh peternak itik

di daerah penelitian selama satu periode produksi dilihat secara rinci pada Tabel 5.7 dibawah ini:

Tabel 5.7. Rata-Rata Total Pendapatan Usaha Ternak Itik per Periode Di Daerah Penelitian untuk 100 Ekor Itik

No Uraian Nilai

1 Penerimaan 48.586.791

2 Biaya Produksi 41.225.878

Total Pendapatan (Rp) 7.360.913

(55)

Dari data Tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan yang diterima peternak itik di

daerah penelitian dalam waktu satu periode produksi (2 tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp

7.360.913. Dimana kurun waktu satu periode produksi ini adalah 24 bulan. Artinya untuk satu

bulan peternak itik di daerah penelitian memperoleh pendapatan bersih rata-rata Rp 306.705 per

100 ekor itik.

5.3. Analisis Kelayakan Usaha Ternak Itik

Analisis kelayakan digunakan untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan secara finansial

layak untuk dijalankan atau tidak. Beberapa indikator dapat digunakan untuk menilai kelayakan

suatu usaha. Dalam penelitian ini sendiri digunakan 3 indikator kelayakan yaituR/C Ratio, Break

Even Point dan Return of Investment.

5.3.1. R/C Ratio

Return Cost Ratio(R/C ratio) adalah perbandingan nisbah antara total penerimaan dan total

biaya. Berdasar besar penerimaan yang diterima oleh peternak pada akhir periode produksi,

dapat dilihat kelayakan usaha ternak itik secara ekonomi. Nilai R/C ratio usaha ternak itik di

daerah penelitian dapat dituliskan secara matematika sebagai berikut:

� �⁄ ����� = ���������������

����������

=48.586.791 41.225.878

= 1,18

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa setiap Rp. 1.000 biaya yang dikeluarkan peternak

dalam usaha ternak itik maka memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.180. Kelayakan suatu

usaha diketahui dengan membandingkan nilai R/C ratio dengan nilai konstanta yakni satu. Suatu

(56)

kecil dari satu maka usaha tersebut dikatakan tidak layak. Sementara dari perhitungan di peroleh

nilai R/C ratio di daerah penelitian adalah 1,18 atau lebih besar dari satu, maka dapat

disimpulkan bahwa secara ekonomi usaha peternakan itik di daerah penelitian layak untuk

diusahakan.

5.3.2. Break Even Point (BEP)

BEP (Break Even Point) adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa hasil usaha yang

diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kondisi ini, usaha yang dilakukan tidak

mengalami untung dan tidak mengalami kerugian atau mencapai titik impas. BEP terdiri dari 2

jenis yaitu:

1. BEP Produksi Telur

BEP Produksi Telur menggambarkan produksi minimal telur yang harus dihasilkan suatu usaha

ternak agar tidak mengalami kerugian. Hal ini didapat dengan membandingkan total biaya

rata-rata selama satu periode dengan harga jual telur rata-rata-rata-rata.

�����������= �������������

����������������������

= 41.225.878 1.300

= 31.712 �����

Dari perhitungan diperoleh bahwa nilai BEP Produksi untuk telur adalah 31.712 butir, yang

artinya usaha ternak dikatakan menguntungkan apabila mampu memproduksi jumlah telur diatas

angka 31.712 butir dalam satu proses produksi (2 tahun) dengan jumlah ternak 100 ekor. Dan

dari perhitungan yang diperoleh rata-rata peternak didaerah penelitian mampu memproduksi

34.957 butir telur dengan jumlah ternak 100 ekor dalam satu periode produksi. Masa ketika itik

(57)

produksi telur itik di daerah penelitian adalah 69 butir telur per 100 ekor ternak. Karena angka

tersebut sudah memenuhi batas minimum BEP Produksi, maka dapat disimpulkan usaha ternak

(58)

2. BEP Harga Telur

BEP Harga menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan. Apabila harga

ditingkat peternak lebih rendah dari harga BEP, maka peternak akan mengalami kerugian. Hal

ini didapat dengan membandingkan total biaya rata-rata selama satu periode produksi dengan

jumlah telur rata-rata. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut:

��������= �������������

�����ℎ�������������

= 41.225.878 34.957

= 1.179

Dari perhitungan diperoleh BEP harga telur adalah sebesar Rp 1.179. Artinya peternak harus

menjual telur diatas harga Rp 1.179 per butirnya untuk memperoleh keuntungan. Sementara itu

di daerah penelitian sendiri didapat bahwa peternak menjual telur dengan harga rata-rata Rp

1.300 per butir atau diatas BEP harga minimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

usaha ternak yang dilakukan didaerah penelitian adalah layak secara ekonomi dilihat dari

(59)

5.3.3. Return of Investment

Return of Investment adalah analisis untuk mengetahui keuntungan usaha, berkaitan dengan

modal yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh keuntungan yang

dicapai dan perputaran modal. Berikut ini adalah perhitungan ROI untuk usaha ternak itik di

daerah penelitian:

��� = ���������������

������������� � 100%

= 7.360.913

41.225.878� 100%

= 18%

Dari perhitungan diperoleh hasil nilai ROI sebesar 18%. Nilai ROI yang positif menunjukkan

bahwa usaha ternak itik di daerah penelitian adalah layak untuk diusahakan.

5.4 Ringkasan

Secara ringkas hasil dari penelitian adalah sebagai berikut:

Input dari segi harga tersedia dalam artian harganya cukup terjangkau oleh peternak itik di

daerah penelitian. Input dari segi kualitas tersedia dalam artian kualitas input produksi di daerah

penelitian berada dalam kondisi yang cukup baik. Input dari segi jumlah tersedia dalam artian

jumlah input yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan peternak itik di daerah penelitian. Input

dari segi waktu tersedia dalam artian peternak dapat memperoleh input produksi setiap saat input

(60)

Pendapatan rata-rata yang diterima peternak itik dalam satu periode produksi atau 2 tahun adalah

Rp 7.360.913 per 100 ekor itik. Artinya pendapatan perbulannya adalah Rp 306.705 per 100

ekor itik.

Nilai R/C ratio dari usaha ternak itik di daerah penelitian adalah 1,18. Sehingga usaha ternak itik

tersebut dikatakan layak karena nilai R/C ratio lebih besar dari 1.

BEP produksi telur di daerah penelitian untuk 100 ekor itik adalah 31.712 butir telur. Dikatakan

layak karena produksi telur itik di daerah penelitian untuk 100 ekor itik adalah 34.957 atau lebih

besar dari nilai BEP produksi.

BEP harga telur di daerah penelitian adalah Rp 1.179, sementara harga telur yang di jual adalah

Rp 1.300 sehingga usaha ternak itik di daerah penelitan dikatakan layak.

Nilai Return of Investment didapat sebesar 18%. Usaha ternak itik dikatakan layak karena ROI

(61)

Pendapatan ini merupakan pendapatan bersih karena biaya tenaga kerja dalam keluarga juga

dihitung. Jika biaya tenaga kerja dalam keluarga dikeluarkan maka perhitungan pendapatan

peternak menjadi sebagai berikut:

Tabel 5.8. Hasil Perhitungan Kelayakan Usaha Ternak Itik Tanpa Biaya Tenaga Kerja per 100 Ekor di Daerah Penelitian

Uraian Nilai

Penerimaan Rp 48.586.791

Biaya Produksi Rp 34.765.180

Pendapatan Rp 13.821.611

R/C Ratio 1,40

BEP Produksi Telur 26.743 butir

BEP Harga Rp 995

Return of Investment 40%

Sumber: Diolah dari data primer

Dapat dilihat dari Tabel 5.8 bahwa keuntungan bersih usaha ternak itik jika biaya tenaga kerja

(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Input produksi tersedia di daerah penelitian, dengan rincian dari segi harga cukup

terjangkau, kualitas cukup baik, jumlah cukup memenuhi dan sangat tersedia ketika

dibutuhkan.

2. Pendapatan rata-rata peternak itik di daerah penelitian dalam satu kali proses produksi (2

tahun) untuk 100 ekor itik adalah Rp 7.360.913.

3. Usaha ternak itik layak dilakukan di daerah penelitian karena indikator-indikator

kelayakan sudah terpenuhi. Dengan rincian nilai R/C ratio 1,18, BEP produksi telur

31.712 butir, BEP harga telur Rp 1.179 dan ROI 18%. 6.2. Saran

Untuk pemerintah yang terkait baik dari tingkat Kabupaten sampai Desa hendaknya lebih aktif

lagi dalam melakukan penyuluhan untuk usaha ternak itik. Memberikan informasi-informasi dan

teknologi baru kepada peternak agar usaha yang dilakukan dapat mendatangkan keuntungan

maksimal. Pemerintah hendaknya turut serta melibatkan peternak, proaktif terhadap hal-hal apa

saja yang dibutuhkan serta memberikan bantuan yang tepat untuk petani baik dari segi teknis

maupun finansial. Tidak hanya di daerah penelitian saja namun ditiap daerah yang potensial

untuk usaha ternak itik.

Untuk peternak itik di daerah penelitian diharapkan dapat mencari informasi lebih lagi mengenai

usaha ternak itik. Apa yang dilakukan peternak itik di daerah penelitian rata-rata cukup baik

namun tentu saja dapat ditingkatkan khususnya penggunaan pakan yang baik seperti

penambahan vitamin. Karena ada beberapa peternak yang tidak memerhatikan hal ini. Sehingga

(63)

penelitian, maka peternak itik hendaknya meningkatkan jumlah ternak itik agarnya produksi

telur yang di hasilkan juga lebih banyak yang akan meningkatkan keuntungan kepada peterna itu

sendiri.

Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap teknik-teknik baru untuk

mengembangkan usaha ternak itik. Serta memberikan informasi akurat agar hasil penelitian

Gambar

Tabel 1.1. Populasi Ternak Itik per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2013
Tabel 1.2. Populasi dan Produksi Ternak Itik Kabupaten Deli Serdang per Kecamatan Tahun 2013
Gambar 2.1. Kurva BEP
Gambar 2. Skema kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ikan adalah salah satu biota air yang dapat digunakan sebagai bioindikator tingkat pencemaran air sungai dengan menentukan kandungan logam berat di dalam tubuh ikan.. Jika di

konsultansi IAIN Palangka Raya mengundang Bapak/Ibu Direktur sebagaimana tersebut di atas untuk melakukan pembuktian kualifikasi dengan melihat keaslian dokumen dan

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan hasil belajar

Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara,Medan. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian

dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Struktur Organisasi Manajemen Coca-Cola Amatil Indonesia. 3.5.1 Job description Coca Cola Amatil Indonesia A.. 2) Menjalin hubungan baik

Permasalahan awal (pra tindakan) yang dihadapi dalam pembelajaran Matematika konsep operasi hitung perkalian dan pembagian adalah: (1) Kriteria Ketuntasan

Mitral regurgitasi adalah gangguan dari jantung dimana katup mitral tidak menutup dengan benar ketika jantung memompa keluar darah atau dapat didefinisikan sebagai

Hasil penelitian ini didapatkan responden yang memiliki motivasi cukup dan sistem pendokumentasian ASKEP lengkap sebesar 46 responden (95,83%) secara teori artinya,