• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Informasi Tokoh Wayang Kulit Panakawan Melalui Media Buku Cerita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Informasi Tokoh Wayang Kulit Panakawan Melalui Media Buku Cerita"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI TOKOH WAYANG KULIT PANAKAWAN

Rara Ayu Kalandri Ernawan NIM. 51910176

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Skripsi/TA pada tanggal: ( . . . / . . . / . . . . .)

Menyetujui, Pembimbing

Taufan Hidayatullah, S.Sn., M.Ds. NIP. 4127 32 06 003

Dekan Fakultas Desain

Prof. Dr. Primadi Tabrani NIP. 4127 32 06 036

Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual

(3)

ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Rara Ayu Kalandri Ernawan NIM : 51910176

Program Studi : Desain Komunikasi Visual

Dengan ini menyatakan bahwa karya beserta Laporan Tugas Akhir / Skripsi ini adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan duplikasi dari hasil karya orang lain.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bandung, . . . / . . . / . . .

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Rara Ayu Kalandri Ernawan

Tempat & Tanggal Lahir : Surabaya 16 Agustus 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Lapang Raya Rt/Rw 004/001 Cikole-Lembang

Telp : 081313151692

E-mail : rara_rha@gmail.com

Agama : Islam

Golongan Darah : AB

Kewarganegaraan : Indonesia (WNI)

PENDIDIKAN

TK Bintang Persada Bekasi (1998 - 1999)

SD Al- Azhar Kelapa Gading Jakarta (1999 - 2000)

SD Muhammadiyah Jakarta (2000 - 2002)

SDN Pancasila Lembang (2002 - 2004)

SMP Mutiara 5 Lembang (2004 - 2004)

(5)

SMPIT Al- Amanah Lembang (2006 - 2006)

SMP Negeri 3 Bandung (2006 - 2007)

(6)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INFORMASI TOKOH WAYANG KULIT

PANAKAWAN MELALUI MEDIA BUKU CERITA

DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016

oleh:

Rara Ayu Kalandri Ernawan NIM. 51910176

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(7)

iii KATA PENGANTAR

BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan Media Informasi tokoh wayang kulit Panakawan” dapat diselesaikan.

Laporan ini sebagai salah satu persyaratan kelulusan pada semester VIII, yang diwajibkan kepada mahasiswa jurusan Desain komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia. Serta sebagai dasar evaluasi yang berdasarkan pada hasil-hasil kegiatan perkuliahan yang telah dijalani dan sebagai tambahan pengetahuan bagi penyusun sendiri.

Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dukungan dan masukan dari berbagi pihak. Kepada pembimbing penulis Bapak Taufan Hidayatullah M.Ds. dan penguji laporan Bapak Deni Albar M.Ds. serta ibu Ambarsih Ekawardhani M.Ds. selaku dosen wali, penulis mengucapkan terima kasih atas segala ilmu, arahan dan bimbingan yang telah diberikan terhadap penulis.

Akhir kata penulis berharap supaya laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Bandung, Juni 2016 Penulis

(8)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TUGAS AKHIR ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 3

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.4 Batasan Masalah ... 3

I.5 Tujuan Dan Manfaat Perancangan ... 4

BAB II NILAI MORAL TOKOH PANAKAWAN DALAM WAYANG KULIT PURWA GAYA YOGYAKARTA ... 5

II.1 Pengertian Wayang ... 5

II.1.1 Fungsi Wayang ... 6

II.1.2 Sejarah Wayang Kulit ... 6

II.1.3 Seni Pertunjukan ... 8

II.2 Sejarah Perkembangan Wayang Kulit Purwa ... 9

(9)

vii

II.2.2 Peran Wali Songo ... 11

II.2.3 Sunan Kalijaga ... 12

II.2.4 Wayang Sebagai Media Dakwah Sunan Kalijaga ... 14

II.2.5 Perubahan Bentuk Wayang Oleh Sunan Kalijaga ... 16

II.3 Panakawan ... 19

II.3.1 Tokoh-Tokoh Panakawan ... 20

II.3.2 Bentuk Tokoh Panakawan ... 24

II.3.3 Cerita Tokoh Panakawan ... 29

II.4 Analisa Permasalahan ... 32

II.4.1 Data Lapangan ... 32

II.4.2 Solusi ... 33

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN ... 34

III.1 Tujuan Komunikasi ... 34

III.2 Pendekatan Komunikasi ... 34

III.3 Materi Pesan ... 35

III.4 Gaya Bahasa ... 35

III.5 Khalayak Sasaran Perancangan ... 36

III.6 Format Desain ... 44

III.7 Tata Letak ... 44

III.8 Huruf ... 45

III.9 Illustrasi b ... 45

III.10 Warna ... 48

(10)

viii

BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI ... 57

IV.1 Media Utama ... 57

IV.2 Media Pendukung ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

66 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1987. Sejarah Dan Masyarakat: Lintas Historis Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Aizid, Rizem. 2012. Atlas Tokoh-Tokoh Wayang. Jogjakarta: DIVA Press (Anggota AKAPI).

Anom, Iman. 1993. Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Jakarta: Balai Pustaka. Amir, Hazim. 1997. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Arsyad, Azhar. Prof Dr. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Bilal, Mas. 1993. Kisah Para Sunan. Bandung: Mizan (Anggota IKAPI).

Chodjim, Achmad. 2003. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta (Anggota IKAPI).

Depag, RI. 1989. Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra.

Effendhie, Machmoed. 2004. Sejarah Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Endraswara, Suwardi. 2003. Mistik Kejawen. Yogyakarta: Narasi. Hardjowirogo. 1949. Sedjarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka.

Haryanto, S. 1988. Pratiwimba Adhiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang. Jakarta: Djambatan.

Hermawati, dkk.2006. Wayang Koleksi Museum Jawa Tengah. Semarang. Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kapalaye, Ageng Ki. 2010. Kamus Pintar Wayang. Jogjakarta: Laksana.

Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: ANDI. Lisbijanto, Herry. 2013. Wayang. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Mertosedono, Amir. 1990. Sejarah Wayang: Asal-Usul, Jenis dan Cirinya. Semarang: Dahara Prize.

Mulyono, Sri.1989. Apa dan Siapa Semar.Jakarta: PT Tema Baru.

Nasr, Seyyed Hossein. 1987. Islamic Art And Spirituality. Albany: State University of New York Press.

(12)

67 Purwadi dan Kazunori Toyoda. 2005. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta:

Gelombang Pasang.

Sagio dan Samsugi. 1991. Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta: Morfologi, Tatahan, Sunggingan dan Teknik Pembuatan. Jakarta: Hajimasagung. Simuh. 1995. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa.

Jogjakarta: Bentang Budaya.

Sudibyoprono, R. Rio. 1991. Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. Suprapto, Andi. 2015. Ada Mitos Dalam DKV (Desain Komunikasi Visual).

Jakarta: PT Lintar Kreasi Imaji.

Supriyono, dkk. 2008. Pedalangan Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sugito, Bambang. 1992. Dakwah Islam Melalui Media Wayang Kulit. Solo: Aneka.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunarto. 1989. Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. Jakarta: Balai Pustaka. Soepandi, Atik. 1988. Tetekon Padalangan Sunda. Jakarta: Balai Pustaka. Umari, Barmawi. 1969. Azas-azas Ilmu Dakwah. Solo: Ramadhani.

(13)

68 Admin. 2010. Sejarah dan jenis-jenis wayang di Indonesia. Diambil dari:

(14)

1 BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pagelaran wayang adalah salah satu seni pertunjukan tradisional yang bersifat

kedaerahan dan memiliki karakteristik berbeda-bedayang dipengaruhi oleh

kebudayaan-kebudayaaan di daerahnya. Wayang di setiap daerah memiliki ciri

khas masing-masing seperti wayang golek di Jawa Barat, wayang purwa di Jawa

Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta, wayang calonarang di Bali dan masih

banyak lagi. Di Indonesia, terdapat banyak sekali ragam macam wayang seperti

Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Khlitik, Wayang Beber, Wayang

Gedod, Wayang Suluh, Wayang Golek, Wayang Titi, Wayang Wahyu, Wayang

Orang, Wayang Suket, Wayang Pancasila.

Wayang merupakan seni budaya Indonesia yang sampai saat ini masih mengakar

kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dr.G.A.J.Hazeu (seperti dikutip oleh

Supriyono, 2008) bahwa pertunjukan wayang berasal dari kesenian asli Jawa. Hal

ini dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan banyak menggunakan bahasa

Jawa misalnya, kelir, blencong, cempala, kepyak. Pada susunan rumah tradisional di Jawa, dapat ditemukan bagian-bagian ruangan seperti emper, pendhapa, omah mburi, gandhok sen-thong dan ruangan untuk pertunjukan ringgit (Pringgitan), dalam bahasa Jawa ringgit artinya wayang. Rizem Aizid menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul Atlas Tokoh-Tokoh Wayang bahwa sampai saat ini, masih amat sedikit hasil penelitian, baik dari luar maupun dalam negeri, yang membahas

tentang (sejarah) pertunjukan wayang.

Masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke- 15 membawa perubahan yang

besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Pertunjukan wayang mengalami

pergeseran fungsi menjadi media penyebaran agama oleh para wali terutama

Sunan Kalijaga karena pagelaran wayang sangat digemari oleh masyarakat, setiap

pertunjukannya selalu dipenuhi penonton. Namun timbul perdebatan diantara para

wali mengenai bentuk wayang yang menyerupai manusia dan mengandung

(15)

2 media dakwah, bentuknya berubah mengikuti nilai-nilai yang terdapat dalam

agama Islam. Bentuk baru wayang yang dibuat oleh para wali terbuat dari kulit

kerbau dengan beberapa bagian yang diubah sehingga tidak menyerupai manusia.

Selain itu, ada banyak sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi

ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Jenis Wayang yang digunakan para wali

sebagai media penyebaran Islam adalah Wayang Purwa (Wayang Kulit). Wayang

kulit ini dimainkan oleh dalang dengan diiringi musik gamelan yang dimainkan

sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan pesinden. Secara umum, wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana. Namun

lakon-lakon yang digunakan para wali merupakan gubahan Sunan Kalijaga, setiap

karakternya memiliki nafas Islam seperti tokoh Punakawan. Tokoh Punakawan

terdiri dari Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Punakawan juga bisa disebut Panakawan. Istilah panakawan berasal bahasa Jawa,

panakawan terdiri dari kata pana yang berarti memahami dan kawan yang berarti

teman. Panakawan dapat diartikan sebagai kawan yang dapat saling memahami,

keempat sosok panakawan merupakan gambaran dari pemahaman Kawruh Kejawen, Sedulur Papat, Lima Pancer.Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian, ada

empat saudara yang mendampingi. Seperti halnya pada agama Islam yang juga

dinyatakan di Al Qur'an bahwa "Pada setiap manusia ada penjaga-penjaganya”.

Sosok Panakawandigambarkan sangat setia mengawal kemanapun ksatria yang

menjadi tuannya (Arjuna) pergi. Nama dan bentuk dari masing-masing tokoh

Panakawan memiliki makna yang syarat akan nilai-nilai Islam. Di kalangan

masyarakat khususnya remaja, latar belakang kehadiran tokoh panakawan yang

terkait dengan penyebaran Islam belum sepenuhnya diketahui karena tokoh

panakawan lebih dikenal sebagai tokoh pendamping yang lucu.

Dari uraian diatas dapat disebutkan bahwa tokoh Panakawan adalah salah satu

warisan kekayaan intelektual, dengan nilai-nilai kearifan budaya nusantara yang

diciptakan oleh para Wali khusus untuk mengemban misi dakwah keagamaan

(16)

3 legenda. Jadi Panakawan merupakan media yang efektif dan efisien dalam

dakwah penyebaran agama Islam yang dapat merubah kepercayaan dan keyakinan

masyarakat Jawa dulu. Banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari cerita

wayang itu sendiri, maka dari itu penelitian ini akan mengaplikasikan cerita

panakawan kedalam media informasi yang bertujuan untuk mengenalkan kembali

karakter tokoh wayang Panakawan beserta maknanya pada masyarakat khususnya

remaja.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah yaitu:

• Penambahan tokoh panakawan pada wayang kulit purwa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan tujuan menyampaikan nilai-nilai agama Islam.

• Sebagian masyarakat khususnya remaja belum mengetahui keterkaitan antara karakter tokoh Panakawan dan pesan moral yang terkandung di dalam

kisah-kisahnya.

• Kurangnya media informasi yang khusus membahas tokoh Panakawan.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diambil

perumusan masalah yaitu bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat

tentang makna yang hadir pada tokoh wayang Panakawan. Serta mengangkat

informasi tokoh Panakawan menjadi kisah yang menarik dan meninggalkan kesan

kuno bagi remaja dan menjadikan Panakawan sebagai media dalam

menyampaikan pesan dan nilai moral.

I.4 Batasan Masalah

Perancangan ini akan menguraikan tentang pengenalan filosofi karakter

(17)

4 I.5 Tujuan Dan Manfaat Perancangan

• Masyarakat mengetahui filosofi bentuk dan peran tokoh Panakawan dalam wayang kulit purwa.

• Menyediakan media informasi yang khusus membahas tokoh Panakawan. • Dengan mengangkat tokoh Panakawan secara tidak langsung dapat memberikan

dampak positif melalui pesan dan nilai moral yang terkandung di dalamnya.

(18)

5

BAB II. NILAI MORAL TOKOH PANAKAWAN DALAM WAYANG

KULIT PURWA GAYA YOGYAKARTA

I.1 Pengertian Wayang

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, wayang berarti sesuatu yang dimainkan seorang

dalang. Sesuatu ini berupa gambar pahatan dari kulit binatang yang

melambangkan watak manusia. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Sunda

disebutkan bahwa wayang adalah boneka berbentuk manusia yang dibuat dari

kulit atau kayu, dan lebih ditegaskan lagi pengertian wayang sama dengan

sandiwara boneka. Dalam pengertian luas, menurut Suryana (2002) “wayang bisa

mengandung makna gambar, boneka tiruan manusia yang terbuat dari kulit,

kardus, seng, mungkin kaca-serat (fibre glass), atau bahan dwimatra lainnya, dan

dari kayu pipih maupun bulat torak tiga dimensi” (h.60).

Diawali ketika para nenek moyang beranggapan bahwa roh-roh leluhur memiliki

kekuatan yang mampu menjadi pelindung dalam kehidupan. Roh para leluhur

dipercaya masih berada di dunia dan tinggal di gunung maupun pohon-pohon

besar dan sebagainya. Ritual-ritual penyembahan pada roh leluhur yang telah

matipun dilakukan dan dikenal sebagai pertunjukan bayangan roh nenek moyang,

ritual penyembahan tersebut berlanjut sampai pada usaha untuk mengundang roh-

roh leluhur untuk masuk ke rumah atau halaman. Seperti yang dikatakan oleh

Rizem Aizid di dalam bukunya yang berjudul Atlas Tokoh-Tokoh Wayang.

“Dengan anggapan bahwa roh-roh mempunyai kekuatan mampu menjadi

pelindung, maka bentuk gambar bayang-bayang itu harus tidak berbentuk

manusia”. Gambar-gambar itu kemudian disebut wayang. Pikiran dan anggapan

inilah yang mendorong untuk menghasilkan bayangan roh leluhur. Orang-orang

mengabadikan perwujudan orang yang telah mati dengan berbagai bentuk

patung-patung. Kepercayaan ini pula yang mempengaruhi cara pembuatan

bayang-bayang, dengan mencontoh bayang-bayang yang dilihat setiap hari. Dalam sebuah

definisi disebutkan bahwa kata wayang memiliki arti wayangan atau

bayang-bayang. Di Indonesia ada banyak sekali wayang yang terbuat dari berbagai

(19)

6

Wayang merupakan media pendidikan, karena ditinjau dari segi isinya, banyak

memberikan ajaran-ajaran kepada manusia. Baik manusia sebagai individu atau

manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi wayang dalam media pendidikan

terutama pendidikan budi pekerti, besar sekali gunanya.

A. Wayang Sebagai Media Pendidikan

Wayang merupakan media pendidikan, karena ditinjau dari segi isinya,

banyak memberikan ajaran-ajaran kepada manusia. Baik manusia sebagai

individu atau manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi wayang dalam media

pendidikan terutama pendidikan budi pekerti, besar sekali gunanya. Oleh

karena itu wayang perlu dilestarikan, dikembangkan, lebih-lebih wayang kulit

Purwa.

B. Wayang Sebagai Media Informasi

Wayang menjadi media informasi, karena dari segi penampilannya, sangat

komunikatif di dalam masyarakat. Dapat diapakai untuk memahami sesuatu

tradisi, dapat diapakai sebagai alat untuk mengadakan pedekatan kepada

masyarakat¸memberikan informasi mengenai masalah-masalah kehidupan dan

segala seluk-baluknya.

C. Wayang Sebagai Media Hiburan

Wayang sebagai media hiburan, karena wayang dipakai sebagai pertunjukan

di dalam berbagai macam keperluan sebagai hiburan. Selain dihibur para

peminat dibudayakan dan diperkaya secara spiritual.

I.1.2 Sejarah Wayang Kulit

Wayang kulit, seperti sebutannya, dibuat dari kulit. Jenis wayang yang terbuat

dari kulit ini antara lain wayang kulit purwa (Sunda, Jawa), wayang madya,

(20)

7 Menak, wayang Wahyu (Jawa), wayang Ramayana, wayang Parwa, wayang

Gambuh, wayang Cupak, dan wayang Calonarang (Bali). Juga wayang Sasak

(Sasak), wayang Betawi (Betawi), wayang Banjar (Banjar), dan wayang

Palembang (Palembang).Jenis wayang kulit dibuat dengan cara tatah-sungging

menggunakan kulit hewan, bisa kulit sapi, kerbau, atau kambing, hasil samakan

dijadikan sebagai bahan pokok dalam membuat wayang kulit. Kulit kerbau

merupakan kulit yang lazim digunakan karena bila dibandingkan dengan kulit

sapi, memiliki kekuatan tarik, kemu-luran, dan suhu kerut yang lebih baik.

Sementara itu, kulit kambing, karena terlalu tipis, hanya digunakan untuk

pembuatan wayang kulit hiasan (Sagio dan Samsugi, 1991).

Cara mementaskan wayang kulit masa kini, meski bukan untuk menghadirkan

bayang nenek moyang, hampir sama dalam pola pertunjukannya, yaitu bentuk

wayang yang dinikmati bayangannya dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar

blencong, cempor, atau bahkan lampu pijar.Seperti yang dipaparkan oleh

Ismunandar (1988), wayang kulit mulai lengkap seperti yang dapat dilihat

sekarang ini sejak tahun 1541, yaitu zaman Panembahan Senopati di Mataram.

Selanjutnya disebutkan bahwa yang berjasa melengkapinya adalah Sunan

Kalijaga, yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga antara lain, melengkapi kelir (layar

tampilan), blencong (lampu penerang pembentuk bayangan wayang pada

kelir)/pemakaian plangkan (tempat meletakkan wayang, dari batang pohon pisang

atau gedebok) dan menambah laras pelog. Sedangkan gunungan atau kayon

adalah kelengkapan lain yang dibuat oleh Raden Patah (Sultan Sah Alam Akbar),

raja Demak. Bentuk pementasan lain adalah dengan membeberkan gambar

wayang yang dibuat di atas kulit kayu, kertas, maupun bahan papar lainnya. Pada

kedua sisi bidang gambar dipasang dua buah tiang penggulung. Dalang

menceritakan isi gambar wayang dengan cara membeberkan gulungan gambar

tersebut. Pementasan wayang ini dikenal dengan sebutan wayang beber.Wayang

beber ini kini hanya tinggal sisa peninggalan masa lalu saja. Tempat yang tercatat

masih menyisakan tinggalan ini antara lain Komering, Sumatera Selatan (di sini

wayang jenis ini disebut wayang warahan) dan Pacitan, Jawa Timur (Ismunandar,

(21)

8 Pementasan wayang pada mulanya hanya dilakukan malam hari. Hal ini berkaitan

dengan sifat pementasan wayang yang menitikberatkan tampilan bayangan pada

kelir. Baru pada abad ke-16, pertunjukkan diadakan pula pada siang hari. Bentuk

wayang yang dipertontonkan berbeda. Wayang jenis ini memiliki bentuk trimarta,

berupa boneka kayu, yang disebut golek.Wayang golek pertama dibuat oleh

Sunan Kudus dipentaskan dengan cerita Wong Agung. Selain Sunan Kudus, Raja

Brawijaya V juga menciptakan wayang boneka menggunakan kayuberbentuk

pipih lebih yang dikenal dengan nama wayang klithik. Raja Brawijaya V

menciptakannya sekitar tahun 1315. Raut tokoh-tokohnya merupakan hasil tiruan

raut wayang beber, yang ditampilkan dengan cerita Keraton Jenggala, Kediri,

Urawan, Singasari, dan Majapahit. Wayang ini selanjutnya diperbaharui oleh

Sunan Bonang. Untuk mementaskannya tidak diperlukan kelir seperti pada

wayang kulit, tetapi seperti memainkan golek (Ismunandar, 1988).

I.1.3 Seni Pertunjukan

Dalam bahasa Inggris, seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance art.

Seni pertunjukan bukan hanya menampilkan dialog-dialog yang dibawakan oleh

pemainnya, dalam seni pertunjukan terdapat unsur seni lainnya yang dipadu

menjadi satu kesatuan yang indah dan bermakna. Contoh seni yang biasanya

mewarnai pementasan seni teater adalah seni musik, seni suara, seni tari, dan

lawak. Seni pertunjukan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis yaitu:

Seni Pertunjukan Tradisional

Seni pertunjukan tradsional selalu membawa pesan yang bersifat sosial, politik,

moral dan sebagainya yang ingin disampaikan pada penonton. Seni pertunjukan

tradisional secara umum memiliki empat fungsi, yaitu fungsi ritual, fungsi

pendidikan, kritik sosial dan fungsi hiburan. Untuk memenuhi fungsi ritual,

seni pertunjukan masih terikat pada aturan-aturan tradisi. Seperti menyediakan

sesaji sebelum pementasan wayang, ritual-ritual dan pantangan-pantangan yang

tidak boleh dilanggar selama pertunjukan. Ada beberapa contoh seni

pertunjukan tradisional yang hingga saat ini sangat akrab dengan masyarakat

Indonesia, diantaranya adalah seni pertunjukan Ludruk (Jawa Timur), Ketoprak

(22)

9

Seni Pertunjukan Moderen

Seni pertunjukan moderen bersifat bebas sebagai hiburan, banyak ditampilkan

di media elektronik seperti TV. Contoh seni pertunjukan moderen adalah

drama, opera, teater, dan film.

Dilihat dari bahasan diatas, dapat dikatakan bahwa wayang merupakan seni

pertunjukan tradisional. Karena mengandung beberapa unsur seni dalam satu

pertunjukan dan memiliki fungsi ritual, pendidikan, sekaligus hiburan. Dalam seni

pertunjukan yang berhubungan dengan wayang bisa disebut seni pedalangan.

I.2 Sejarah Perkembangan Wayang Kulit Purwa

Purwa dapat diartikan terdahulu atau yang pertama, oleh karena itu wayang Kulit

Purwa secara umum, mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana,

namun tidak dibatasi hanya dengan cerita tersebut. Dalang juga dapat memainkan

lakon carangan (gubahan). Dalam sejarahnya pengambilan cerita Mahabharata

dan Ramayana ke dalam bahasa Jawa kuno dilakukan pada masa pemerintahan

Raja Jayabaya, pujangga yang terkenal menggunakan cerita tersebut pada masa itu

adalah Empu Sedah, Empu Panuluh, dan Empu Kanwa (Rizem Aizid, 2012, h.37).

Cerita wayang Purwa pada awalnya berwujud lukisan yang digambar diatas daun

lontar oleh Prabu Jayabaya, Sunan Kalijaga adalah salah seorang Wali Sanga yang

pertamakali menciptakan wayang menggunakan kulit lembu. Selain kulit lembu

ada juga yang menggunakan kulit kerbau sebagai bahan pembuatan wayang. Pada

mulanya bentuk wayang purwa didasarkan pada bentuk relief candi, dan lakonnya

menggambarkan kisah perang Barata Yuda yaitu perang saudara keturunan

Barata, antara keluarga Pandawa dan Astina yang memperebutkan kerajaan

Amartapura yang akhirnya dimenangkan oleh keluarga Pandawa. Namun, bentuk

dan cerita tersebut mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman,

sehingga sekarang sesuai dengan pribadi masyarakat Indonesia (Rizem Aizid,

2012, h.38).

Pada abad ke- XVI menurut para Wali, penggambaran manusia dinilai menyamai

(23)

10 agama Islam. Kemudian para Wali menyiasati dengan menciptakan wayang

Purwa menggunakan kulit yang ditatah dan disungging seperti pada zaman Prabu

Jayabaya. Bentuk wayang diubah sehingga menjauhi bentuk manusia, seperti

yang dapat dilihat sekarang.

I.2.1 Sejarah Perkembangan Agama Islam Di Pulau Jawa

Awal mula agama Islam masuk ke tanah Jawa terjadi melalui area pesisir utara

Jawa dimana pada Desa Leran terdapat makam dari keturunan Hibatullah pada

tahun 475 Hijriah atau 1082 di kota Gresik. Fatimah yang merupakan keturunan

Hibatullah sendiri merupakan dinasti dari Persia. Selain di daerah Gresik, di

Mojokerto juga terdapat ratusan batu nisan Islam kuno yang dipercaya merupakan

makam dari keluarga Majapahit yang memeluk Islam. Pada jaman dahulu

masyasarakat Jawa mayoritas memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme.

Kepercayaan tersebut mempengaruhi kebudayaan Jawa yang berakulturasi dengan

budaya Hindu dan Budha yang datang dari India. Agama Islam memasuki Jawa

ditandai dengan adanya prasasti berupa batu nisan bernama Fatimah binti Maimun

dan makam dari salah satu Sunan yaitu Maulana Malik Ibrahim. Kepercayaan di

tanah Jawa sendiri memiliki 3 tahap. Tahapan tersebut terbagi menjadi :

1. Masa Pra Hindu Buddha

2. Masa Hindu Buddha

3. Masa Islam

Sejarah awal agama islam masuk ke tanah Jawa yang dibawa oleh pedagang Arab

memberikan perubahan besar dalam sistem kasta di masyarakat. Rakyat jelata dan

miskin derajatnya langsung terangkat dan tidak tertindas oleh peraturan istana.

Semua masyarakat memiliki nilai dan derajat yang sama. Hal ini yang membuat

agama Islam mendapatkan perhatian lebih di kalangan masyarakat di pulau Jawa,

dan Wali Songo menjadi dominasi masuknya Islam ke Jawa serta menyebabkan

(24)

11

I.2.2 Peran Wali Songo

Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya

Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol

penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat

besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.Wali adalah orang yang telah

mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT . Para

wali ini dekat dengan kalangan istana, merekalah orang yang memberikan

pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta selain itu mereka juga

merupakan penasihat sultan.Karena dekat dengan kalangan istana, mereka

kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan

wali tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke

Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan

di Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa

Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.

3. Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di

sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.

4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan

Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.

5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang.

Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof.

Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.

6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu

Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan

metode bermain.

7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah.

Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria,

terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat

(25)

12 9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda

Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

Cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah

dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan

cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan

menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi,

yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di

dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren

sebagai sarana pendidikan Islam.

I.2.3 Sunan Kalijaga

Salah satu wali yang menggunakan wayang dalam menyebarkan agama islam

adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455. Diberi nama Raden

Mas Said atau yang bergelar Sunan Kalijaga yang merupakan putra dari Ki

Tumenggung Wilatikta yaitu Bupati Tuban. Dan ada pula yang mengatakan

bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah Raden Sahur Tumenggung

Wilatikta. Selain mempunyai anak Sunan Kalijaga, beliau juga mempunyai putri

yang bernama Dewi Roso Wulan.Saat Sunan Kalijaga masih kecil, sudah

merasakan dan melihat lingkungan sekitar yang kontradiktif dengan kehidupan

rakyat jelata yang serba kekurangan, menyebabkan ia bertanya kepada ayahnya

mengenai hal tersebut, yang dijawab oleh ayahnya bahwa itu adalah untuk

kepentingan kerajaan Majapahit yang membutuhkan dana banyak untuk

menghadapi pemberontakan.Sunan Kalijaga pergi, tinggal di hutan Jadiwangi dan

menjadi perampok orang-orang kaya dan berjuluk Brandal Lokajaya. Selain gelar

tersebut sebenarnya Sunan Kalijaga juga mempunyai nama-nama lain seperti R.

Abdurrahman, Syeh Malaya, Pangeran Tuban serta Jogoboyo (Purwadi,

dkk.2005). Raden Mas Said pindah ke Cirebon bertapa di pinggir kali, bernama

Kalijaga. Dari sinilah sejarahnya kenapa Raden Mas Said bergelar Sunan

Kalijaga. Sunan Kalijaga menikah dengan dewi Sarokah dan mempunyai lima

anak, yaitu:

(26)

13 11. Nyai Ageng Penenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar.

12. Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali) menggantikan Sunan Kaijaga

sebagai kepala Perdikan Kadilangu.

13. Raden Abdurrahman.

14. Nyai Ageng Ngerang.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan

demikian, ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1479),

Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan kerajaan panjang

yang lahir pada 1541 serta awal kehadiran kerajaan Mataram di bawah pimpinan

Panembahan Senopati (Imron Abu Amar, Menara Kudus. 1992).

A. Penyebaran Agama Islam Oleh Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga ketika berdakwah selalu mengucapkan kalimat

Bismillahirohmanirohim, serta sehabis berdakwah selalu menutupnya dengan

kalimat Kersaning Allah SWT, yang artinya adalah atas kehendak Allah

SWTSunan Kalijaga menggunakan paham yang bernapas Sufistik berbasis

salaf. Sunan Kalijaga tidak menggunakan cara yang radikal dalam

menyebarluaskan agama Islam ke tengah masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga

melakukan tugasnya dengan menggunakan alur kebudayaan, salah satunya

melalui pertunjukkan wayang, pembuatan syair Macapat, gamelan, serta

Kidung Purwajati.

B. Wayang Kulit Sunan Kalijaga

Jasa Sunan Kalijaga sangat sukar dihitung karena banyaknya. Beliau dikenal

sebagai Mubaligh, ahli seni, budayawan, ahli filsafat, sebagai Dalang Wayang

Kulit dan sebagainya. Sunan Kalijaga mendapatkan gelar sebagai Ahli

Budaya, gelar tersebut tidak berlebihan karena beliaulah yang pertama kali

menciptakan seni pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan, wayang kulit,

bedug di mesjid, Gerebeg Maulud, seni Tata Kota dan lain-lain.

Salah satu karya Sunan Kalijaga yang cukup terkenal di kalangan masyarakat

adalah Wayang Kulit. Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam

(27)

14 Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama Pandawa,

Kurawa, dan lain-lain. Sunan Kalijaga menggubah sendiri lakon-lakonnya,

misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki

pengaruh Islam yang kuat.Karakter-karakter wayang yang dibawakan Sunan

Kalijaga di tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam.

Misalnya, karakter Panakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan

Gareng adalah karakter yang sarat dengan nuansa Islam.

I.2.4 Wayang Sebagai Media Dakwah Sunan Kalijaga

Bagi masyarakat jawa, wayang tidaklah hanya sekedar tontonan tetapi juga

sebagai tuntunan. Wayang bukan hanya sekedar sebagai saran hiburan, akan tetapi

juga sebagai media komunikasi, media penyuluhan, media pendidikan dan juga

bisa digunakan sebagai media dakwah.Sunan kalijaga yang merupakan Salah satu

dari walisongo mempunyai pandangan bahwa dakwah itu harus disesuaikan

dengan situasi dan kondisi. Adat istiadat rakyat yang berbau Hindhu dan Budha

jangan langsung diberantas, akan tetapi diperlihara dan dihormati sebagai suatu

kenyataan. Adapun cara mengubahnya dengan sedikit demi sedikit memberi

warna baru kepada budaya yang lama (Hindhu dan Budha)mengikuti sambil

mempengaruhi dan mengisinya dengan jiwa Islam, maka dengan sendirinya

kebiasaan lama akan hilang.

Dalam buku Suluk Linglung Sunan Kalijaga yang digubah pada tahun1984 oleh

Iman Anom, Salah seorang keturunan dekat Sunan kalijaga yang berisi:“Badarina

dipun kadi wayang, kinudang aneng enggone, padhange blincongipun, ngibarate

panggunggireki, damare ditya wulan, kelir alam suwung, ingkang nenggo cipta

keboh bumi tetepe adege ringgit, sinangga maring nanggap”.Artinya: anggaplah

ragamu wayang digerakkan ditempatnya, terangnya blencong itu, ibarat panggung

kehidupanmu, lampunya bulan purnama, layar ibarat alam jagat raya yang sepi

kosong yang selalu menunggu- nunggu buah pikir/kreasi manusia, batang pisang

ibarat bumi tempat mukimnya wayang/manusia, hidupnya ditunjang oleh yang

(28)

15 Dari pernyataan di atas dapat di gambarkan bahwa Sunan Kalijaga dalam

berdakwah mengemukakan bahwa raga manusia itu dianggap sebagai wayang,

sedangkan panggung kehidupan diibartakan seperti blencong atau lampu.

Sedangkan layar diibaratkan sebagai alam yang selalu menunggu kreasi manusia

supaya tidak sepi dan kosong. Batang pisang yang fungsinya untuk menancapkan

wayang diibaratkan bumi tempat tinggal manusia. Yang mengatur seluruh hidup

manusia adalah Allah SWT.Sunan Kalijaga memanfaatkan pagelaran wayang

sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam. Sebagai dalang beliau

terkenal dengan sebutan “Kidalang sang Kuncoro Purwo”. Ini berarti dizaman itu

wayang sudah merupakan media informasi dan komunikasi yang efektif, edukatif

dan persuatif. Lakon pertama yang ditayangkan oleh sunan Kalijaga adalah

Bhimo suci. Lakon ini menggambarkan bagaimana seseoarang mendapat godaan

dalam menuntut keimanan. Keimanan sepeti pusaka atau jimat yang adanya di

samudra minang kalbu. Artinya didalam hati sanubari yang bagaikan lautan luas

tuhan itu berwujud Hyang Nawa Ruci yang mirip diri sendiri dan keluar cahaya

dari dada sendiri. Maksudnya tuhan itu ada di setiap diri makhluknya, lebih dekat

dari urat nadi kita. Lantas Bhima disuruh masuk kelubang telinga. Artinya

dengarkan dakwah meskipun rucihanya sebesar kelingking, tetapi dalam ruci.

Ruci ternyata memuat alam semesta, artinya kekuasaan tuhan tak terbatas.

Dalam perkembangannya banyak wujud wayang kulit dalam kreasi baru yang

dintaranya adalah wayang sadat. Wayang sadat ini berdasarkan pada paham

(ajaran) Islam yang berfungsi sebagai sarana dakwah. Wujud wayang sadat masih

masih berdasar pada wayang kulit purwa, baik atribut maupun stilasinya. Hanya

saja bagian muka dan tangan serta irah-irahan (ikat kepala) mendapat beberapa

gubahan. Cerita wayang sadat berkisar pada masa penyebaran ajaran Islam di

Jawa (pada masa dikenalnya para wali di Demak) hingga pada masa berdirinya

berdirinya kerjaaan mataram.Sesuai dengan misinya wayang sadat disamping

wujud wayang yang bercorak Islam, sarana lainnya juga disesuaikan dengan

Islam. Baik dalang maupun niyaga memakai memakai serban, serta anggota

lainnyapun memakai busana muslim. Awal pertunjukan wayang sadat biasanya

(29)

16

I.2.5 Perubahan Bentuk Wayang Oleh Sunan Kalijaga

Sejak masuknya agama Islam di pulau Jawa terdapat beberapa perubahan terhadap

wayang yang di lakukan oleh Sunan Kalijaga. Bentuk wayang pada jaman

Hindu-Buddha tidak sesuai dengan ajaran Islam karena menyerupai makhluk hidup maka

dilakukan perubahan pada bentuk wayang sesuai dengan ajaran Islam. Periode

wayang di Indonesia terbagi menjadi 3 periode yaitu masa animisme dinamisme,

masa Hindu-Buddha dan masa penyebaran Islam.

A. Wayang Pada Masa Hindu Buddha

Pada masa animisme dan dinamisme wayang merupakan sarana untuk

menyembah leluhur, pemujaan nenek moyang tersebut diwujudkan dalam

bentuk arca atau gambar. Melalui media wayang yang dijalankan oleh

seorang dalang, dipercaya dapat membawa roh nenek moyang

menyebrang dari dunia bayangan (alam arwah) ke alam ragawi dengan

perantara mulut dalang. sedangkan pada jaman Hindu-Buddha wayang

memiliki bentuk yang menyerupai makhluk hidup walaupun motif

ukirannya masih seperti relief. Cerita wayang pada masa ini mengadopsi

cerita Hindu-India contohnya Mahabharata, Ramayana dan kehidupan

dewa-dewa lainnya. Pertunjukan wayang pada masa Hindu-Buddha ini

memiliki fungsi sebagai media hiburan dan sudah digemari oleh

masyarakat, setiap pertunjukan selalu dipenuhi penonton.

Dibawah ini merupakan contoh relief dan arca yang digunakan sebagai

sarana penyembahan leluhur yang terdapat di candi Panataran Jawa

Timur. Terlihat pada gambar sebelah kanan terdapat relief dengan lima

orang yang terlihat seperti sedang mempersiapkan pemujaan dan di

sebelah kiri terlihat satu orang yang sedang melakukan pemujaan sambil

(30)

17

Gambar II.1 Salah Satu Relief Candi Panataran

Sumber: http://lokalgenius.blogspot.co.id/2013/04/misteri-peradaban-nusantara-yang-tak.html

(Diakses pada 14/04/2016)

Dibawah ini merupakan contoh wayang batu pada masa Hindu-Buddha

yang terdapat di candi Prambanan. Bercerita tentang Arjuna

Wiwaha,Ramayana, dan Bima suci.

Gambar II.2 Salah Satu Contoh Wayang Batu Candi Prambanan

Sumber: http://3travelling.blogspot.co.id/2010/12/wayang-batu-stone-puppets.html (Diakses pada 14/04/2016)

Dibawah ini merupakan gambaran wayang pada jaman kerajaan Majapahit

(31)

18

Gambar II.3 Wayang Pada Masa Kerajaan Majapahit

Sumber: http://swarawarga.com/benarkah-gunungkidul-sebagai-tempat-pelarian-majapahit/

(Diakses pada 14/04/2016)

B. Wayang Pada Masa Sunan Kalijaga

Pada masa Sunan Kalijagawayang digunakan sebagai salah satu jalan

untuk mendekatkan dan menarik simpati rakyat terhadap agama Islam.

Dalam menyiarkan agama akan berbahaya jika tidak dilakukan dengan

bijaksana. Para wali termasuk didalamnya Sunan Kalijaga mengetahui

bahwa kesenian budaya yang bersifat keagamaan Syiwa-Buddha masih

sangat melekat pada masyarakat. Kemudian para wali mengadakan

musyawarah untuk menemukan cara mengislamkan orang-orang yang

belum masuk Islam, sampai akhirnya ditemukan satu solusi oleh Sunan

Kalijaga. Pertunjukan wayang sebelum Sunan Kalijaga merupakan

potongan adegan demi adegan wayang yang digambar pada sebuah kertas

dengan gambar wujud manusia. Dan ini diharamkan oleh Sunan Giri.

Karena diharamkan oleh Sunan Giri, Suna Kalijaga membuat kreasi baru,

bentuk wayang dirubah sedemikian rupa, dan digambar atau diukir pada

sebuah kulit kambing, satu lukisan adalah satu wayang, sedang dijaman

sebelumnya satu lukisan adalah satu adegan. Gambar yang ditampilkan

oleh Sunan Kalijaga tidak bisa disebut gambar manusia, mirip karikatur

bercita rasa tinggi. Diseluruh dunia hanya di Jawa inilah ada bentuk

(32)

19 Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang kreatif, berjiwa besar,

cerdan dan berasal dari suku Jawa asli. Dengan bantuan Sunan bonang

dan Sunan Giri, Sunan Kalijaga menghasilkan suatu kreasi baru

menggunakan wayang kulit beserta seluruh perangkat gamelannya.

Wayang kulit ini merupakan hasil inovasi dari wayang beber yang

memang sudah ada sejak zaman kerajaan Airlangga. Wayang kreasi baru

ciptaan Sunan Kalijaga ini dikenal dengan wayang Punakawan Pandawa

yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong.

I.3 Panakawan

Punakawan juga bisa disebut Panakawan. Panakawan terdiri dari kata pana yang

berarti memahami dan kawan yang berarti teman. Kata panakawan menurut

pedalangan berasal dari kata pana yang artinya cerdik, jelas, terang sekali atau

cermat dalam pengamatan dan kawan yang berarti teman. Jadi panakawan berati

teman atau pamong yang sangat (pana) cerdik sekali, dapat dipercaya serta

mempunyai pandangan luas dan pengamatan yang tajam dan cermat (secara

tegasnya panakawan adalah pamong/orang kepercayaan yang dapat tanggap ing

sasmita dan limpad pasang ing grahita). Jadi sesungguhnya panakawan bukan

sebagai pelayan melainkan “abdi” (Mulyono, 1989:68).

Menurut Hermawati (2006:27) kata panakawan berarti teman yang multifungsi,

yang mumpuni, yang bukan saja mengawani tetapi juga mengarahkan, menghibur,

memberi semangat dan motivasi. Hampir pada jenis wayang memiliki panakawan,

namun yang paling terkenal adalah para panakawan pada wayang purwa yang

terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Tokoh panakawan

menggambarkan rakyat biasa yang mengabdi pada tuannya. Semar, Gareng,

Petruk dan Bagong mengabdi pada para satria yang baik budi. Sedangkan

panakawan yang mengabdi pada para raja atau satria yang dipihak jahat terdapat

Togog dan Sarawita atau Bilung. Dalam wayang terdapat pula abdi wanita, yang

paling dikenal ialah Limbuk dan Cangik. Limbuk berbadan gemuk sedangkan

(33)

20 penghibur tuannya, tetapi tidak jarang pula mereka juga berperan sebagai

penasehat.

I.3.1 Tokoh-Tokoh Panakawan

Dalam wayang Jawa karakter panakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan

Petruk. Panakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa. Dalam

wayang kulit, panakawan ini paling sering muncul dalam gara- gara, yaitu babak

pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan. Karakter Punakawan

memiliki filosofi masing-masing dilihat dari bentuk dan namanya yang akan dapat

diuraikan sebagai berikut:

A. Semar

Karakter Semar dari kata Arab simaar atau ismarun artinya paku. Paku itu

alat untuk menancapkan suatu barang, agar tegak, kuat, tidak goyah. Semar

juga memiliki nama lain yakni Ismaya, yang berasal dari kata asma-ku atau

simbol kemantapan dan keteguhan. Adapun maksudnya adalah ibadah harus

didasari keyakinan kuat agar ajarannya tertancap sampai

mengakar.(Endraswara, 2003: 105).

Semar adalah figur utama dalam setiap pementasan wayang kulit karena tokoh

semar ini merupakan sang pembawa pesan atau messenger. Sebagai figur

utama, karakter Semar memiliki perbedaan dengan tokoh wayang utama,

Semar memiliki pembawaan karakter yang santai cenderung humoris namun

setiap pesannya memiliki keseriusan yang mendalam. Dengan karakter serius

tapi santai, pesan moral lewat tokoh Semar lebih mudah diterima dan dicerna

(34)

21

Gambar II.4 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Semar

Sumber: http://www.musikaal.com/Gallery/index.php/Javanese-Wayang-Kulit-Characters/Punakawan/Petruk-th

(Diakses pada 27/01/2016)

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan

simbol penggambaran jagat raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol

dari bumi, tempat tinggal dari umat manusia dan makhluk lainnya. Semar

selalu tersenyum, namun bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol

suka dan duka. Wajahnya tua namun potongan rambutnya moderen, sebagai

simbol tua dan muda. Berkelamin laki-laki namun memiliki payudara seperti

perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Semar penjelmaan dewa namun

hidup sebagai rakyat jelata, adalah simbol atasan dan bawahan. Semar

merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan,

dengan arti jika para pejabat (bangsawan) yang disimbolkan sebagai kaum

kesatria asuhan Semar mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara

Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi negara yang unggul dan

(35)

22 B. Gareng

Gambar II.5 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Gareng

Sumber:http://www.musikaal.com/Gallery/index.php/Javanese-Wayang-Kulit-Characters/Punakawan/Petruk-th

(Diakses pada 27/01/2016)

Karakter Gareng diambil dari bahasa Arab, Qariin yang artinya teman.

Maksudnya seorang Muslim selalu berusaha mencari teman

sebanyak-banyaknya unruk diajak ke arah kebaikan, Nalaa Qaarin. (Machmoed

Effendhie. 2004, hal.109)

Nama asli Gareng adalah Nala Gareng, namun masyarakt lebih mengenalnya

dengan sebutan Gareng. Gareng memiliki kaki pincang, hal ini merupakan

gambaran dari sifat gareng yang sealu berhati-hati dalam bertindak.

Sedangkan tangannya yang patah melambangkan bahwa gareng memiliki sifat

tidak suka mengambil hak orang lain. diceritakan bahwa tumit kanannya

(36)

23 C. Petruk

Gambar II.6 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Petruk

Sumber: http://www.musikaal.com/Gallery/index.php/Javanese-Wayang-Kulit-Characters/Punakawan/Petruk-th

(Diakses pada 27/01/2016)

Karakter Petruk diambil dari bahasa Arab, Fat-ruuk yang artinya tinggalkan.

Maksudnya, seorang Muslim meninggalkan segala penyembahan kepada

selain Allah SWT, Fatruuk-kuluu man SiwAllah SWT. Petruk memiliki nama

lain yaitu Dawala, Kathong Bolong, Dublajaya, atau Pentungpinanggul. Di

ranah Pasundan Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel. Ia

bermuka manis, selalu tersenyum dan kata-katanya lucu. Petruk bermata

juling, berhidung panjang dan rambutnya dikuncir. Petruk juga dipercaya

sebagai raja jin dan gendoruwo di tanah Jawa. Petruk memiliki sifat periang

dan setia kawan selalu berada ditengah ketika para kesatria mengalami

kesusahan dan kesedihan. Petruk adalah karakter yang tidak banyak bicara

tapi banyak kerja, hal itu dilambangkan dengan mulutnya yang tertutupi oleh

hidungnya. Makna hidung panjangnyayaitu dia dapat mencium dan

merasakan keadaan sekitarnya. Ia juga pribadi yang rajin bekerja serta

memiliki amal perbuatan yang baik, hal itu dilakukan dengan jalan

(37)

24 D. Bagong

Karakter Bagong diambil dari bahasa Arab, Baghaa yang artinya berontak.

Maksudnya, seorang Muslim selalu berontak saat melihat kezaliman.

Gambar II.7 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Bagong

Sumber: http://www.musikaal.com/Gallery/index.php/Javanese-Wayang-Kulit-Characters/Punakawan/Petruk-th

(Diakses pada 27/01/2016)

Bagong memiliki sifat yang jujur dan sabar. Dalam keseharian, ia tak pernah

marah ataupun protes atas tekanan hidup yang menimpa dirinya. Bagong

adalah pribadi yang tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.

Pertimbangan untung dan rugi akibat dari pengambilan keputusan benar-benar

dipikirkan dengan masak. Bagong juga memiliki sifat menghibur penonton

wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan ciri-ciri fisik yang mengundang

kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar, serta bibirnya tebal dan terkesan

memble. Gaya bicaranya terkesan semaunya sendiri. Dibandingkan tiga

panakawan lainnya bagong adalah sosok yang paling lugu dan kurang

mengerti tata krama, meskipun begitu majikan tetap bisa memahaminya (Ki

Ageng Kapalaye, 2010, h.79-80).

I.3.2 Bentuk Tokoh Panakawan

Bentuk wayang yang terdapat di Indonesia beraneka ragam, disesuaikan dengan

selera diberbagai daerah. Perbedaan itu sendiri dapat diuraikan dari cara

(38)

25 dan disesuaikan dengan cerita pembawaan dalang. Berikut beberapa contoh

perbedaan gaya penggambaran Semar yang ada

:

Gambar II.8 Tokoh Panakawan (Semar) Gaya Solo Sumber: https://www.enjang.com/berbagai-gaya-gambar-semar/

(Diakses pada 27/01/2016)

Gambar II.9 Tokoh Panakawan (Semar) Gaya Cirebon dan Jawa Timur Sumber: https://www.enjang.com/berbagai-gaya-gambar-semar/

(39)

26

Gambar II.10 Tokoh Panakawan (Semar) Gaya Yogyakarta Sumber: https://www.enjang.com/berbagai-gaya-gambar-semar/

(Diakses pada 27/01/2016)

Bukan hanya semar yang memiliki gaya penggambaran yang berbeda, begitu juga

dengan tokoh-tokoh Panakawan yang lainnya seperti gareng, petruk dan bagong

ssebagai berikut:

Gambar II.11 Tokoh Panakawan (Gareng) Gaya Yogyakarta Sumber: http://tokohwayangpurwa.blogspot.co.id/2009/10/gareng.html

(40)

27

Gambar II.12 Tokoh Panakawan (Gareng) Gaya Solo dan Cirebon Sumber: http://tokohwayangpurwa.blogspot.co.id/2009/10/gareng.html

(Diakses pada 27/01/2016)

Setiap daerah memiliki gaya gambar tersendiri, menyesuaikan selera masyarakat

atau mengikuti permintaan dalang. Dengan berbagai macam gaya gambar tersebut

bukan berarti merubah sifat pada tokoh-tokohnya. Pada umumnya tokoh-tokoh

Panakawan dalam pewayangan jawa, menceritakan peran yang baik dengan

(41)

28

Gambar II.13 Tokoh Panakawan (Petruk) Menurut Ki Hadi Sugito

Sumber: https://wayangtalu.wordpress.com/2015/04/22/petruk-miturut-sanggite-ki-hadi-sugito/

(Diakses pada 27/01/2016)

Gambar II.14 Tokoh Panakawan (Bagong) Gaya Solo

(42)

29

Gambar II.15 Tokoh Panakawan (Bagong) Gaya Yogyakarta Sumber: http://tokohwayangpurwa.blogspot.co.id/2009/10/bagong.html

(Diakses pada 27/01/2016)

I.3.3 Cerita Tokoh Panakawan

Selain bentuk, tokoh Panakawan juga memiliki beragam cerita, cerita itu sendiri

tidak terkait bersifat bebas. Cerita yang di bawakan dalang pada umumnya

tergantung pada keadaan saat itu, atau mengikuti permintaan masyarakat. Seperti

pada saat perayaan yang bersifat pribadi seperti acara pernikahan, ulang tahun,

atau pada saat perayaan yang bersifat umum seperti acara peresmian gedung baru

dan pembangunan jembatan. Selain itu para tokoh Panakawan juga memiliki

cerita sendiri, seperti sepenggal cerita petruk yang akan dipaparkan dibawah ini.

Pada suatu waktu Pandawa kehilangan jimat Kalimasada. kehilangan jimat ini

artinya Pandawa lumpuh karena hilang kebijaksanaan dan kemakmuran,

keangkaramurkaan timbul dimana-mana. Jimat ini dicuri oleh Mustakaweni.

Mengetahui hal itu Bambang Irawan dan Bambang Priyambodo (anak Arjuna)

dengan disertai Petruk berusaha merebut jimat tersebut dari tangan Mustakaweni.

Akhirnya jimat tersebut berhasil direbut dan dititipkan kepada Petruk.

Sementara itu ternyata Adipati Karna juga berhasrat memiliki jimat tersebut.

(43)

30 seketika. Atas kesaktian ayahnya (Gandarwa) Petruk dihidupkan lagi. Kemudian

ayahnya tersebut ingin menolong Petruk dengan berubah wujud menjadi

Duryudana. ketika Karna bertemu Duryudana jimat kalimasada diserahkan

kepadanya. Betapa terkejutnya Karna mengetahui telah diperdaya oleh Gandarwa.

Akhirnya jimat tersebut oleh Gandarwa diserahkan kembali kepada Petruk, dan

dia menasehati kalau menghadapi musuh Petruk harus hati-hati dan jimat tersebut

diminta untuk diletakkan di atas kepalanya. Ternyata setelah jimat tersebut

diterapkan sesuai anjuran ayahnya Petruk menjadi sangat sakti, tidak mempan

senjata apapun. Karna-pun dapat dikalahkannya.Tak terasa akhirnya Petruk

terpisah dengan tuannya Bambang Irawan. Petrukpun mengembara, semua negara

ditakhlukkannya termasuk negara Ngrancang Kencana. Petruk menjadi raja disana

dan bergelar Prabu Wel Keduwelbeh. Sedangkan raja yang asli menjadi

bawahannya. Begitulah ketika Punakawan kalau sudah mengeluarkan

kesaktiannya tidak ada manusiapun yang dapat menandinginya.

Ketika akan mewisuda dirinya, semua raja negara bawahan yang ditaklukkannya

hadir termasuk Astina. Yang belum hanya Pandawa, Dwarawati, dan Mandura.

Semula ketiga raja negar tersebut tidak mau hadir, tetapi setelah Pandawa dan

Mandura dikalahkan akhirnya Raja Dwarawati (Prabu Kresna) menyerahkan hal

ini kepada Semar. Oleh Semar Gareng dan Bagong diajukan sebagai wakil dari

Dwarawati. Terjadilah peperangan yang sangat ramai antara Prabu Wel

Keduwelbeh dengan Gareng dan Bagong, peperangan tidak segera berakhir

karena belum ada yang menang dan belum ada yang kalah, sampai ketiganya

berkeringat. Gareng dan Bagong akhirnya bisa mengenali bau keringat saudaranya

Petruk dan yakin bahwa orang yang mengajak bertarung itu sesungguhnya adalah

Petruk, maka mereka tidak lagi bertarung kesaktian tetapi malah diajak bercanda,

berjoged bersama, dengan berbagai lagu dan tari. Wel Geduwelbeh merasa dirinya

kembali ke habitatnya, lupa bahwa dia memakai pakaian kerajaan. Setelah ingat ia

segera lari meninggalkan Gareng dan Petruk. Wel Geduwlbeh dikejar oleh Gareng

dan Bagong setelah tertangkap, sang prabu dipeluk dan digelitik oleh Bagong

(44)

31 Setelah terbuka semua Petruk ditanya oleh Kresna mengapa ia bertindak seperti

itu. ia beralasan bahwa tindakan itu untuk mengingatkan tuannya bahwa segala

perilaku harus diperhitungkan terlebih dahulu. Contohnya saat membangun candi

Sapta Arga, kerajaan ditinggal kosong sehingga kehilangan jimat Kalimasada.

Bambang Irawan jangan mudah percaya kepada siapa saja. Kalau diberi tugas

sampai tuntas jangan dititipkan kepada siapapun. Setelah menjadi raja jangan

sombong dan meremehkan rakyat kecil, karena rakyat kecil kalau sudah marah/

memberontak pimpinan bisa berantakan. Dengan cara inilah Petruk ingin

menyadarkan tuannya, karena kalau secara terang-terangan pasti tidak dipercaya

bahkan mungkin dimarahi.

Bagaimanapun Petruk merasa bersalah, kemudian ia minta maaf. Pandawapun

akhirnya memaafkan Petruk dan dengan senang hati menerima nasihat Petruk.

Inti pendidikan budi pekerti yang bisa diambil dari cerita diatas :

1. Budi dan watak tidak dapat diukur dari penampilan/ fisik, tetapi dengan

perilaku nyata.

2. Bawahan harus setia pada atasan

3. Mengerjakan tugas hingga tuntas dan diusahakan berhasil dengan baik

4. Jangan merebut hak dan milik orang lain

5. Semua tindakan harus dengan penuh perhitungan, jangan ceroboh dan

tergesa-gesa mengambil keputusan.

6. Milikilah watak momong, momot, momor,mursid, dan murakabi

7. Kalau sudah mulia jangan terlena

8. Kalau salah harus berani mengakui dan meminta maaf

Selain penggalan kisah diatas masih banyak lagi kisa-kisah Panakawan yang

lainnya seperti cerita Semah Mbangun Khayangan, Petruk Dukun (Ki Hadi

Sugito), Bagong Kembar, Petruk Kantong Bolong, Ngelmu Kyai Petruk,Banyak

hikmah yang dapat diambil dari kisah-kisah Panakawan, karena kebanyakan

kisahnya mengambil dari masalah-masalah kehidupan yang sering kita temui

(45)

32

I.4 Analisa Permasalahan

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data primer yaitu

wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan pada salah satu dalang dan

beberapa pustakawan yang berada di Kekayon-Yogyakarta, dengan tujuan

mencari pembenaran atas teori-teori yang didapat selama penelitian. Selain itu,

untuk memperdalam pengetahuan dalam ranah pendalangan dan pewayangan

yang di fokuskan pada tokoh-tokoh Panakawan dalam wayang kulit purwa gaya

Yogyakarta. Sedangkan kuisioner ditujukan pada remaja dewasa awal yang

merupakan generasi penerus bangsa yang meliputi siswa dan siswi SMP sampai

SMA. Penelitian ini dilakukan di daerah kekayon, Yogyakarta dan sekitarnya.

I.4.1 Data Lapangan

Menurut hasil wawancara yang sudah dilakukan dapat diketahui bahwa wayang

masih memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat khususnya

masyarakat Yogyakarta, masih banyak yang perduli untuk melestarikan

kebudayaan wayang tersebut. Upaya yang dilakukan oleh pemeritah setempat

untuk melestarikan kebudayaan wayang salah satunya adalah mengadakan

pagelaran wayang rutin dua kali dalam sebulan yang berlokasi di alun-alun.

Pendatang yang ingin berpartisipasi melihat pagelaran wayang tersebut dikenakan

biaya masuk yang sudah disepakati oleh pihak yang bersangkutan. Menurut

beberapa pustakawan yang juga merangkap menjadi panitia pagelaran, cukup

banyak warga yang antusias mengikuti acara hingga akhir. Beberapa warga

Yogyakarta masih ada yang menganggap pagelaran wayang merupakan upacara

yang sakral karena beberapa dalang yang berilmu tidak jarang mengisi

(menghadirkan makhluk ghaib) ke dalam salah satu lakon yang menjadi andalan

saat pagelaran, pernyataan itu pun diakui oleh dalang walaupun saat ini semakin

banyak munculnya dalang tidak memiliki ilmu. Sedangkan para pendatang yang

menetap di Yogyakarta melihat bahwa pagelaran wayang merupakan hiburan,

tempat berkumpul menghabiskan akhir pekan bersama keluarga.

Sesekali dalang menampilkan tokoh Panakawan dengan pembawaan yang lucu,

(46)

33 yang dengan cepat dapat dimengerti oleh masyarakat, karena mungkin beberapa

pernah mengalami kejadian yang sama. Kebanyakan tanggapan masyarakat

tentang tokoh-tokoh Panakawan adalah tokoh pewayangan yang lucu dengan

bentuk yang menarik karna tidak seperti tokoh wayang pada cerita Mahabharata

dan Ramayana pada umumnya. Beberapa remaja juga sering tertukar antara tokoh

Bagong dan Semar karena kemiripan bentuk badan yang sama-sama besar.

Sebagian besar remaja sudah mengetahui keberadaan tokoh-tokoh Panakawan

karena sudah mendapat pengenalan tentang dunia pewayangan sejak dini,

pengenalan budaya wayang tersebut juga termasuk dalam program pemerintah

untuk melestarikan budaya wayang di daerah Yogyakarta. Meskipun begitu masih

banyak yang tidak mengenali tokoh panakawan, dilihat bahwa kurangnya

pengetahuan masyarakat, terutama masyarakat Jawa pada wayang Panakawan

menimbulkan pergeseran persepsi pada karakter tokoh Panakawan itu sendiri.

Ke-tidak pahaman remaja masa kini mengenai asal-usul dan makna dari tokoh

Panakawan sebagian besar di sebabkan oleh kurangnya buku panduan atau media

informasi yang mencakup asal-usul dan filosofi dari tokoh Panakawan itu sendiri.

Setelah mendatangi Museum Wayang Kekayon, tidak ditemukan sejarah detail

tentang tokoh-tokoh Panakawan.

I.4.2 Solusi

Dari permasalahan yang sudah diuraikan diatas dapat diketahui bahwa pentingnya

menanamkan cinta pada kebudayaan asli Indonesia sejak dini, dengan mengikuti

perkembangan zaman menciptakan media informasi yang edukatif dan menarik

untuk meningkatkan minat masyarakat khususnya remaja untuk mempelajari dan

mengambil hikmah dari tokoh-tokoh wayang Panakawan yang merupakan

(47)

34 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN

III.1 Strategi Perancangan

Agar perancangan ini dapat sesuai dengan yang diharapkan, maka disusun strategi

perancangan meliputi target audience, teknik produksi, dan teknik distribusi yang

didasari oleh consumer journey.

III.1.1Khalayak Sasaran Perancangan

Khalayak sasaran yang dituju secara khusus pada perancangan buku ilustrasi ini

dipilih berdasarkan uraian secara spesifik dari sumber data yang diperoleh secara

tepat mengenai target audience yang terbagi dua menjadi target primer dan

sekunder sebagai berikut :

a. Primer

Demografis

Remaja usia : 13 - 20 Tahun

Gender : Laki-laki dan Perempuan

Pendidikan : SMP - SMA

Pada kondisi ini remaja mulai mengalami perkembangan sosial, perkembangan

emosi, perkembangan intelektual, dan perkembangan moral. Oleh sebab itu

pentingnya menambah media informasi yang dapat memberikan bekal kepada

mereka agar dapat menyerap nilai-nilai moral yang baik melalui sesuatu yang

mereka minati.

Psikografis

Ditujukan secara khusus pada remaja masa peralihan yang masih berkembang,

karena masa ini adalah masa dimana remaja mulai membentuk dirinya dari

segala pengalaman yang telah dilalui termasuk dari apa yang dilihat.

Pengalaman membuat remaja dapat memilah minatnya dan memfokuskan

(48)

35

Geografis

Untuk generasi muda Indonesia khususnya daerah Jawa. Karena Wayang

berasal dari daerah jawa, remaja harus lebih paham tentang budaya yang

berkembang diderahnya sendiri.

Consumer Insight Habit :

Belajar, bermain dan bersosialisasi dengan teman dan keluarga

Attitude :

Dalam memilih sesuatu didasari oleh minat

Behaviour :

Memiliki kecenderungan meniru apa yang mereka sukai atau yang di idolakan

Psikografis :

Ingin mencoba hal baru dan hal yang menurutnya menarik, memiliki antusias

yang tinggi terhadap hal yang dapat menarik perhatiannya.

Environment :

Lingkungan Pendidikan dan keluarga.

Consumer Journey

Umumnya remaja dengan usia 13 - 20 tahun merupakan anak SMP dan SMA

yang memiliki banyak kegiatan. Baik di rumah, kegiatan sekolah, maupun di

luar itu, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel III.1 Consumer Journey

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Consumer JourneyRemaja (13-20 tahun)

Waktu Kegiatan Tempat Point Of Contact

05.00 Ibadah Musholla/kamar Alat Sholat

Mandi Kamar mandi Handuk, Alat

mandi, Lemari,

Pakaian, Cermin

(49)

36

14.00 Pulang Sekolah Jalan Sepeda/Motor/becak

, Billboard, Poster,

Gadget

Ganti Baju, Ibadah Kamar, Musholla,

Kamar mandi

Sepatu, Tas,

Lemari, Gantungan

baju, Pakaian, Alat

mandi, Alat sholat

Istirahat, makan Ruang makan Alat Makan, Gadget

Bercengkrama dengan

18.00 Ibadah Musholla/kamar Alat Sholat

Belajar Kamar Alat Tulis, Meja

(50)

37

Consumer JourneyRemaja (13-20 tahun)

21.00 Tidur Kamar Tempat Tidur

b. Sekunder

Demografis

Usia : 8 th - 20 Tahun

Jenis kelamin : Pria dan Wanita

Pendidikan : SD - SMP - SMA - Perguruan Tinggi - Pegawai

Pada umumnya target market-nya adalah semua umur (khususnya remaja –

dewasa).

Geografi

Daerah perkotaan dan pedesaan di Pulau Jawa.

Psikografi

Semua masyarakat pembaca yang butuh akan hiburan dan orang-orang yang

hobi serta pecinta kebudayaan lokal khususnya wayang kulit.

III.1.2Strategi Komunikasi

Tujuan komunikasi dari perancangan ini adalah untuk memberikan informasi

tentang karakter Panakawan, selain itu juga untuk menginformasikan tentang

filosofi bentuk dan kisah tokoh Panakawan agar dapat dijadikan motifasi dan

acuan bagi remaja karena terdapat banyak pesan moral yang terkandung di

dalamnya. Selain itu juga untuk mengangkat kembali ceritawayang agar dapat

bersaing dengan cerita-cerita dari kebudayaanasing yang sudah menjamur di

Indonesia. Dengan tema yang lebih relevan dalam masa sekarang diharapkan

remaja akan lebih tertarik untuk membaca dan dapat mengambil nilai-nilai yang

Gambar

Gambar II.1 Salah Satu Relief Candi Panataran
Gambar II.4 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Semar
Gambar II.5 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Gareng
Gambar II.6 Tokoh Wayang Punakawan Pandawa Petruk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berupa aplikasi wayang android dengan ukuran 12MB versi android minimal 2.3 ( GingerBread ) yang menampilkan 149 tokoh wayang kulit berupa informasi dan

Nilai-nilai yang terkandung dalam video pada Pagelaran Wayang Kulit dalam Cerita ”Wahyu Makutho Romo” antara lain: bersedia membantu tanpa berharap imbalan, lebih

Surakarta pada tokoh Raden Werkudara dalam lakon Begawan Bima Suci adalah bahwa karakter dari tokoh wayang kulit gagrak Surakarta,1. tidak semua kalangan masyarakat dapat

Tujuan penulis adalah ingin memberikan pengetahuan seluas-luasnya tentang wayang kulit kepada masyarakat Indonesia, selain untuk melestarikan budaya wayang kulit Indonesia dalam

Gambar 10 merupakan alur proses sequence diagram Tokoh, dimana penggunanya dapat memilih materi tokoh wayang purwa yang akan dilihat sesuai dengan kategori yang

Anak sukerta yang dikemas dalam pergelaran wayang kulit purwa lakon Murwakala meliputi fungsi: kegotong- royongan, fungsi sosial, fungsi pendidikan budipekerti, dan fungsi

Anak sukerta yang dikemas dalam pergelaran wayang kulit purwa lakon Murwakala meliputi fungsi: kegotong- royongan, fungsi sosial, fungsi pendidikan budipekerti, dan fungsi pranata

SKRIPSI DIMENSI PENDIDIKAN ISLAM PADA TOKOH SEMAR DALAM CERITA WAYANG KULIT LAKON MBANGUN KAYANGAN SKRIPSI Diajukan Kepada UNUGHA Cilacap Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat