• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor - faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada siswa Sekolah Dasar Negeri 05 Kuningan Barat di Kecamatan Mampang Prapatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor - faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada siswa Sekolah Dasar Negeri 05 Kuningan Barat di Kecamatan Mampang Prapatan Tahun 2013"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Karya ini aku persembahkan unt uk orang yang yang aku

cint ai.

TERUNTUK :

MAMA

BAPAK

ADI K

(8)

vii

Nama : Sherly Purnama Octaviana

Alamat : A. Yani no. 30A Utan Kayu-Rawamangun, Jakarta Timur Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 23 October 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

No Hp : 085691014456

Email : loli_pop_cheline@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996 – 2002 : SD N 12 Pagi Pondok Pinang Tahun 2002 – 2005 : SMP N 87 Jakarta

Tahun 2005 – 2008 : SMA N 46 Jakarta

Tahun 2008 – 2013 : S1 Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat

(9)

viii

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta nikmatnya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 05 Kuningan Barat Di Kecamatan Mampang Prapatan Tahun 2013” telah terselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Orang tuaku (mama dan bapak), kakak dan adik yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan motivasi dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ibu Febrianti sebagai dosen pembimbing 1 dengan segala kesabaran dan pengertiannya

membimbingn dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak dr. Yuli Prapanca sebagai dosen pembimbing 2 yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Rias, Ibu fajar, dan Ibu Farihah sebagai dosen pembimbig yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Para dosen dan staf pengajar program studi kesehatan masyarkat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis.

6. Teman-teman serta sahabatku yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Sukses selalu untuk kita semua. Aminn...

Terakhir dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Jakarta,30 Agustus 2013

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ...iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR BAGAN ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Bagi Sekolah ... 6

1.5.2 Bagi Peneliti ... 6

(11)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Status Gizi ... 8

2.1.1 Definisi Status Gizi ... 8

2.1.2 Klasifikasi Status Gizi ... 9

2.2 Status Gizi Lebih ... 29

2.3 Anak Sekolah Dasar ... 31

2.3.1 Pengertian Anak Usia Sekolah ... 31

2.3.2 Kebutuhan Makanan Pada Anak Sekolah ... 32

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Lebih ... 33

2.5 Dampak Status Gizi Lebih ... 40

2.6 Kerangka Teori ... 42

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS... 43

3.1 Kerangka konsep ... 43

3.2 Definisi operasional ... 45

3.3 Hipotesis ... 49

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 50

4.1 Jenis penelitian ... 50

4.2 Populasi penelitian ... 50

4.3 Sampel penelitian ... 51

4.4 Waktu dan tempat penelitian ... 52

4.5 Instrumen penelitian ... 53

4.6 Uji coba Kuisoner ... 53

4.7 Pengumpulan Data ... 54

(12)

xi

4.7.1.2 Data Sekunder ... 55

4.7.2 Tehnik Pengumupan Data ... 55

4.8 Pengolahan Data ... 56

4.9 Analisa Data ... 57

4.9.1 Univariat ... 57

4.9.2 Bivariat ... 57

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1Gambaran Umum SD N 05 Kuningan Barat ... ……….59

5.2Hasil Analisis Univariat ... 59

5.2.1 Gambaran Status Gizi Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 59

5.2.2 Gambaran Jenis Kelamin Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 61

5.2.3 Gambaran Pendapatan Orang Tua Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...62

5.2.4 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat …… ...63

5.2.5 Gambaran Waktu Olahraga pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...64

5.2.6 Gambaran Waktu Menonton TV pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...65

5.2.7 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Energi pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...66

5.2.8 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat 67 5.2.9 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Protein pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...68

5.2.10 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Lemak pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...69

5.2.11 Gambaran Kebiasaan Konsumsi Fast Food pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ..70

5.3Hasil Analisis Bivariat ... 72

5.3.1. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 73

5.3.2. Hubungan Antara Pendapatan Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 73

(13)

xii

Barat ... 75

5.3.5. Hubungan Antara Waktu Menonton Televisi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 76

5.3.6. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 77

5.3.7. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2012 ... 78

5.3.8. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2012 ... 79

5.3.9. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2012 ... 80

5.3.10Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ...81

BAB VI PEMBAHASAN ... 82

6.1. Keterbatasan Penelitian ... 82

6.1.1 Keterbatasan Desain Penelitian ... 82

6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian ... 82

6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data ... 82

6.2. Gambaran Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 83

6.3. Analisis Bivariat Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 84

6.3.1. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 84

6.3.2. Hubungan Antara Pendapatan Orang Tua dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 85

6.3.3. Hubungan Antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 86

(14)

xiii

SD N 05 Kuningan Barat ... 88

6.3.6. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 89

6.3.7. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 90

6.3.8. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 91

6.3.9. Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 93

6.3.10.Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat ... 94

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

7.1. Kesimpulan ... 96

7.2. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xiv

Halaman Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia 10 Tabel 2.2 Kecukupan Gizi Rata-Rata Yang Dianjurkan (Per Orang Per

Hari) Anak 7 –12 Tahun 33

Tabel 3.1 Definisi Operasional 45

Tabel 4.1 Jumlah Siswa Di SD N 05 Kuningan Barat 50

Tabel 4.2 Pembagian Proporsi Sampel 52

Tabel 5.1 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Orang Tua dengan Status

Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat 73

Tabel 5.2 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Orang Tua dengan Status

Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat 74

Tabel 5.3 Tabulasi Silang Antara Waktu Olahraga dengan Status Gizi

(16)

xv

Halaman Grafik 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Siswa/i SD N 05

Kuningan Barat Tahun 2013………..

60

Grafik 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Lebih dan Tidak Gizi Lebih Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………..

61

Grafik 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………..

62

Grafik 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pendapatan Orang Tua Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013...

63

Grafik 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013……...

64

Grafik 5.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Waktu Olahraga pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013...

65

Grafik 5.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Waktu Menonton Televisi pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

66

Grafik 5.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Energi pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013……...

67

Grafik 5.9 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………..

68

Grafik 5.10 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Protein pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………...

69

Grafik 5.11 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Lemak pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………...

70

(17)

xvi

2013………...

Grafik 5.13 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………..

72

Grafik 5.14 Hubungan Antara Waktu Menonton Televisi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun

2013………...

76

Grafik 5.15 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

77

Grafik 5.16 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

78

Grafik 5.17 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

79

Grafik 5.18 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

80

Grafik 5.19 Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa/i SD N 05 Kuningan Barat Tahun 2013………

(18)

xvii

Bagan 2.1 Kerangka Teori ……….. 42

(19)

xviii Lampiran 1 Surat Pengantar Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Hermina dan Abas Basuni J (2007) dari tahun ke tahun, masalah ‘gizi lebih’ atau kegemukan (overweight dan obesitas) di Indonesia ada kecenderungan meningkat secara konsisten dengan segala risikonya. Hasil dari beberapa penelitian mengungkapkan bahwa masalah kegemukan ini sudah dialami oleh kelompok penduduk berusia muda. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 (SKRT 2004) menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih pada kelompok anak usia 5-12 tahun sebesar 8,5 % (Balitbangkes, tahun 2005). Dari kegiatan survei anemia gizi pada anak sekolah dasar di lima wilayah DKI Jakarta tahun 2004 ditemukan sebesar 11,1 % berstatus gizi lebih, dan ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki (11,6%) dibandingkan anak perempuan (10,5%).

Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011, DKI Jakarta menunjukan bahwa prevalensi status gizi lebih pada anak berdasarkan berat badan perumur sebesar 11,1%. Dimana prevalensi tersebut paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Pada data RISKESDAS tahun 2010, terjadi peningkatan dari 6,4% pada tahun 2007 menjadi 9,2% pada tahun 2010 pada anak umur 6-12 tahun yang mengalami obesitas. Prevalensi obesitas pada anak laki laki umur 6-12 tahun lebih tinggi dari prevalensi pada anak perempuan berturut turut sebesar 9,5% dan 6,4% (Riskesdas, 2010).

(21)

lama, maka dampaknya adalah terjadinya obesitas. Masalah gizi lebih dapat terjadi pada usia anak-anak, remaja hingga dewasa.

Penyebab utama merebaknya kasus gizi lebih pada anak, menurut Prof Jose dalam Suci (2012) adalah life style yang tidak sehat. Masyarakat Indonesia sangat gemar berbagai hal yang berbau instan. Termasuk menyajikan makanan siap saji yang miskin nutrisi kepada anak-anaknya. Selain itu, anak-anak lebih senang beraktivitas di rumah ketimbang bermain di luar rumah. Akibatnya, fisik anak jadi jarang bergerak.

Menurut Nasir (2012) kegemukan atau obesitas pada anak dapat mengakibatkan dampak negatif baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, anak yang kegemukan lebih beresiko terhadap penyakit-penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, persendian, maupun gangguan tidur. Sedang dampak kegemukan pada psikologis anak antara lain rasa percaya diri yang rendah dan lebih lanjut dapat menyebabkan stres. Seringkali anak-anak yang punya masalah obesitas menjadi sasaran “intimidasi” baik secara fisik maupun psikis (bullying) berupa cemoohan dan diskriminasi dari teman-teman sebayanya lantaran “bentuk fisik berbeda”.

(22)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 (SKRT 2004) menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih pada kelompok anak usia 5-12 tahun sebesar 8,5 % (Balitbangkes, tahun 2005). Dari kegiatan survei anemia gizi pada anak sekolah dasar di lima wilayah DKI Jakarta tahun 2004 ditemukan sebesar 11,1 % berstatus gizi lebih, dan ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki (11,6%) dibandingkan anak perempuan (10,5%) ( Hermina dan Abas Basuni J, 2007).

Berdasarkan hasil penjaringan anak sekolah yang dilakukan oleh Puskesmas Mampang Prapatan prevalensi obesitas di sekolah dasar negeri 05 kuningan barat memiliki angka lebih tinggi yaitu sebesar 32% (12 siswa dari 38 siswa) dibandingkan dengan sekolah lain yang ada di wilayah kerja puskesmas mampang prapatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada siwa/i di SD N 05 Kuningan Barat Kecamatan Prapatan Mampang tahun 2013.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran prevalensi kejadian gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran karakteristik siswa (jenis kelamin) SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

(23)

4. Bagaimana gambaran kebiasaan konsumsi energi, karbohidrat, lemak dan protein siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

5. Bagaimana gambaran konsumsi fast food siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013? 6. Bagaimana gambaran aktivitas fisik siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013? 7. Bagaimana gambaran waktu menonton televisi SD 05 Kuningan Barat tahun 2013 ? 8. Adakah hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin) dengan gizi lebih pada

siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

9. Adakah hubungan antara pendapatan orang tua dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

10.Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

11.Adakah hubungan antara aktifitas fisik dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

12.Adakah hubungan waktu menonton televisi dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

13.Adakah hubungan antara kebiasaan konsumsi (energi, karbohidrat, protein, lemak) dengan obesitas pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013?

(24)

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk melihat faktor – faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada siswa sekolah dasar negeri 05 Kuningan Barat Di Kecamatan Mampang Prapatan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik siswa (jenis kelamin) siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik orang tua (pendapatan orang tua dan tingkat pendidikan ibu) siswa siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran kebiasaan konsumsi energi, karbohidrat, lemak dan protein pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran waktu menonton televisi SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

6. Diketahuinya gambaran konsumsi fast food pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin) dengan obesitas pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

8. Diketahuinya hubungan antara pendapatan orang tua dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

(25)

10.Diketahuinya hubungan antara Aktifitas fisik dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

11.Diketahuinya hubungan waktu menonton televisi dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

12.Diketahuinya hubungan antara kebiasaan konsumsi (energi, karbohidrat, protein, lemak) dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

13.Diketahuinya hubungan antara konsumsi fast food dengan gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Untuk Sekolah

Dapat memberikan gambaran prevalensi kejadian gizi lebih pada siswa-siswi sekolah tersebut. Dan diharapkan pihak sekolah dapat menjadi tempat sarana edukasi bagi siswa-siswi dalam meningkatkan upaya pendidikan gizi di sekolah, serta memberikan informasi tentang makanan yang sehat dan bergizi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan.

1.5.2 Untuk Peneliti

(26)

1.5.3 Untuk Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sebagai referensi keilmuan mengenai gizi, khususnya faktor yang berhubungan dengan gizi lebih pada anak sekolah dasar, dan Sebagai informasi dan dokumentasi data penelitian serta dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.

1.6Ruang Lingkup

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Status Gizi

2.1.1 Definisi status gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan maknan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ,serta menghasilan energy (Supariasa, 2002).

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Keseimbangan asupan dengan kebutuhan dapat terlihat dari variabel-variabel pertumbuhan berat badan, tinggi/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan panjang tungkai (Supariasa, 2002).

(28)

Sementara menurut Gibson (1990), status gizi berasal dari kata status dan gizi. Status diartikan sebagai tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh suatu keadaan, sedangkan gizi merupakan hasil dari proses organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup. Maka status gizi adalah tanda atau penampilan fisiologis yang disebabkan oleh keseimbangan intake gizi dan penggunaannya oleh organism.

Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

2.1.2 Klasifikasi status gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku Antropometri yang sekarang diguanakan di Indonesia adalah WHO-NHCS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan World Health Organization- National Centre For Health Statistics (WHO-NHCS).

(29)

Menurut Sukirman (2000) dalam pemantauan, evaluasi dan pencatatan serta pelaporan status gizi diperlukan standar nasional. Di Indonesia standar ini menggunakan standar baku antropometri World Health Organization Nasional Center for Health Statistics (WHO-NCHS). Secara formal standar ini ditetapkan penggunaannya dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002 untuk mengukur status gizi anak. Sedangkan detail klasifikasi status gizi berdasarkan World Health Organization Nasional Center for Health Statistics (WHO-NCHS) sebagaimana tabel dibawah.

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi

Indek Status Gizi Ambang Batas

Berat Badan Menurut Umur  Gizi buruk

 Gizi kurang

Sumber : World Health Organization Nasional Center for Health Statistics (WHO-NCHS)

(30)

Penilaian status gizi dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam metode antara lain dengan pemeriksaan :

1. Gejala klinis 2. Laboratorium 3. Biofisik 4. Antropometri

Dari beberapa metode yang ada tersebut ditemui beberapa kendala seperti besarnya biaya atau tidak praktis dilaksanakan di lapangan. Hanya pemeriksaan gejala-gejala klinis dan pengukuran antropometri yang paling praktis digunakan di lapangan (Supariasa, 2002).

A.Penilaian status gizi secara langsung 1. Antropometri

(31)

antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri ini.

a) Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting dan paling sering digunakan pada setiap kesempatan pemeriksaan kesehatan anak pada semua kelompok . Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainlainnya. Berat badan juga dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik, status gizi kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, oedema dan adanya tumor. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu (Supariasa, 2002).

b) Tinggi Badan

(32)

yang telah lalu dan keadaan sekarang jika tidak diketahui dengan tepat. (Supariasa, 2002).

Faktor sangat penting dalam penilaian status gizi. Menurut Puslitbang Giz Bogor (1980), batasan digunakan adalah penuh (completed year) dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (completed month) (Supariasa, 2002).

Pengukuran status gizi dilakukan dengan melihat Indikator Antropometri yaitu;

• Berat badan menurut (BB/U) • Tinggi badan menurut (TB/U)

• Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). • Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Cara yang dipakai untuk mengetahui status gizi balita adalah dengan cara antropometri yaitu pengukuran berat badan dikaitkan dengan dan klasifikasi dengan standart baku WHO NCHS. Berat badan terhadap merupakan salah satu indikator yang di pakai dalam cara antropometri yang dapat memberikan gambaran tentang indeks massa tubuh dan pertumbuhan anak-anak

(33)

timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu.

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapidclinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan selain salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2002).

3. Biokimia

(34)

spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, 2002).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemik of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

B.Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa,2002).

A. Tujuan survei konsumsi makanan 1. Tujuan umum

(35)

Rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya

2. Tujuan khusus

a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat

b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu,

c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan makanan,

d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi,

e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat,

f. Menentukan perundang-undangan bidang pangan dan gizi.

B. Metode pengukuran konsumsi pangan berdasarkan jenis data yang diperoleh

a. Metode kualitatif,

i. Metode frekuensi makanan (food frequensi); ii. Metode dietary history;

iii. Metode telepon;

(36)

b. Metode kuantitatif

i. Metode recall 24 jam

ii. Perkiraan makanan (estimated food records) iii. Penimbangan makanan (food weighing)

iv. Metode food account; Metode inventaris (inventory method)

v. Pencatatan (household food record) c. Metode kualitatif dan kuantitatif

i. Metode recall 24 jam

ii. Metode riwayat makanan (dietary history)

Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu, antara lain:

a. Metode Food Recall 24 Jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

(37)

mundur ke belakang sampai pukul 07.00, pagi hari sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.

Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1×24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake.harian individu (Sanjur, 1997).

Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam:

 Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat

(38)

waktu baru bangun, setelah sembahyang, pulang dari sekolah/bekerja, sesudah tidur siang dan sebagainya. Selain dari makanan utama, makanan kecil atau jajan juga dicatat. Termasuk makanan yang dimakan di luar rumah seperti di res-toran, di kantor, di rumah teman atau saudara. Untuk masyarakat perkotaan komsumsi tablet yang mengandung vitamin dan mineral juga dicatat serta adanya pemberian tablet besi atau kapsul vitamin A.

Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara menggunakan berbagai alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring, gelas, sendok, dan lain-lain) atau model dari makanan (food model). Makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan alat bantu ini atau dengan menimbang langsung contoh makanan yang akan dimakan berikut informasi tentang komposisi makanan jadi.

 Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).  Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang

(39)

Agar wawancara berlangsung secara sistematis, perlu disiapkan kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urut-urutan waktu dan pengelompokan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, siang, malam dan snack serta makanan jajanan.

Pengelompokan bahan makanan dapat berupa makanan pokok, sumber protein nabati, sumber protein hewani, sayuran, buah-buahan dan lain-lain.

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

Kelebihan metode recall 24 jam:

 Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani

responden.

o Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan

khusus dan tempat yang luas untuk wawancara.

o Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. o Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. o Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar

(40)

Kekurangan metode recall 24 jam:

 Tidak dapat menggambarkan asupan makanan setiari hari, bila

hanya dilakukan recall satu hari.

 Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.

Oleh karena itu responden hams mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.

o The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi

responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

o Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan

terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara umum.

o Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang

(41)

pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Karena keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari.

b. Estimated Food Records

Metode ini disebut juga food records atau diary records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang is makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

Langkah-langkah pelaksanaan food record:

 Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau

gram (nama masakan, cara persiapan dan pemasakan bahan makanan).

 Petugas memperkirakan/estimasi URT ke dalam ukuran berat

(gram) untuk bahan makanan yang dikonsumsi tadi.

(42)

Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu. Kelebihan metode estimated food records:

 Metode ini relatif murah dan cepat.

 Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar.  Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari.  Hasilnya relatif lebih alcurat

Kekurangan metode estimated food records:

 Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering

menyebabkan responden merubah kebiasaan makanannya.  Tidak cocok untuk responden yang buta huruf.

Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi.

c. Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari.

Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia.

Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan makanan:

 Petugas/responden menimbang dan mencatat bahan

(43)

 Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian

dianalisis dengan menggunakan DKBM atau DKGJ (Daftar Komposisi Gizi Jajanan).

 Membandingkan hasilnya dengan Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

(AKG). Perlu diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi. Kelebihan metode penimbangan:

 Data yang diperoleh lebih akurat/teliti.

Kekurangan metode penimbangan:

 Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan.

o Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup

lama, maka responden dapat merubah kebiasaan makan mereka.

(44)

d. Metode Riwayat Makan (Dietary History Method)

Metode ini bersifat kualitatif ‘carena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam w aktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Burke (1947) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen, yaitu:

 Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24

jam), yang mengumgulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir.

 Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari

sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan, untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jmn tadi.

 Komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari

sebagai cek Wang.

Langkah-langkah metode riwayat makan:

 Petugas menanyakan kepada responden tentang pola kebiasaan

makannya. Variasi makan pada hari-hari khusus seperti hari

libur, dalam keadaan sakit dan sebagainya juga dicatat.

Termasuk jenis makanan, frekuensi penggunaan, ukuran porsi dalam URT serta cara memasaknya (direbus, digoreng, dipang-gang dan sebagainya).

 Lakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh dengan cara

(45)

Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti hari pasar, awal bulan, hari raya dan sebagainya. Gambaran konsumsi pada hari-hari tersebut hams dikumpulkan.

Kelebihan metode riwayat makan:

 Dapat memberikan gambaran konsumsi pada periode yang

panjang secara kualitatif dan kuantitatif.  Biaya relatif murah.

 Dapat digunakan di klinik gizi untuk membantu mengatasi

masalah kesehatan yang berhubungan dengan diet pasien. Kekurangan Metode Riwayat Makan:

 Terlalu membebani pihak pengumpul data dan responden.  Sangat sensitif dan membutuhkan pengumpul data yang sangat

terlatih.

 Tidak cocok dipakai untuk survei-survei besar.

Data yang dikumpulkan lebih bersifat kualitatif.

Biasanya hanya difokuskan pada makanan khusus, sedangkan variasi makanan sehari-hari tidak diketahui.

e. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untu-k memperoleh data tentang

(46)

Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.

Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.

Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.

 Langkah-langkah Metode frekuensi makanan:

Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

 Langkah-langkah Metode frekuensi makanan, Supariasa (2001):

o Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang

tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

o Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis

(47)

 Kelebihan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Menurut Supariasa (2001), Metode Frekuensi Makanan mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

o Relatif murah dan sederhana

o Dapat dilakukan sendiri oleh responden o Tidak membutuhkan latihan khusus

o Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara

penyakit dan kebiasaan makan

 Kekurangan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Menurut Supariasa (2001), Metode Frekuensi Makanan juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:

o Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari o Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data o Cukup menjemukan bagi pewawancara

o Perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis

bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner

o Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2. Statistik Vital

(48)

bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa, 2002).

3. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2002).

2.2Status Gizi Lebih

Gizi lebih dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya. Tetapi tidak semua orang yang mempunyai berat badan lebih disebut sebagai obesitas. Karena pada atlit yang karena latihan-latihan yang teratur menyebabkan masa otot yang tumbuh dengan baik, akan mempunyai berat badan rata-rata yang lebih dari anak sebayanya, tidak dapat disebut sebagai gizi lebih. Demikian pula dengan anak yang kerangka tulangnya besar dan otot-ototnya lebih dari biasanya, sehingga berat badan dan tingginya diatas rata-rata anak sebayanya, juga bukan disebut sebagai gizi lebih.

(49)

termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Abunain Djumadias, 1990).

Berdasarkan hukum termodinamika, gizi lebih terjadi karena adanya keseimbangan energy positif, sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara asupan energy dengan kekurangan energy, sehingga terjadi kelebihan energy yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Menurut Whitney (1990) dan Nassar (1995) dalam Nelly 2008 Kelebihan energy ini dapat disebabkan oleh :

(50)

Gambar 2.1 Keseimbangan Energi dan Penimbunan Lemak

2.3Anak Sekolah Dasar

2.3.1 Pengertian Anak Usia Sekolah

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan.

Menurut Arisman (2004) kecepatan pertumbuhan anak wanita dan laki-laki hampir sama pada usia 9 tahun. Tetapi, antara usia 10-12 tahun pertumbuhan anak wanita lebih cepat dibandingkan anak laki-laki karena tubuh anak wanita memerlukan persiapan menjelang usia produksi dan pemeliharaan jaringan. Kemudian anak laki-laki baru menyusul 2 tahun kemudian.

Masukan Energi Penggunaan Energi

Keseimbangan Energi

Kelebihan Energy

(51)

2.3.2 Kebutuhan Makanan pada Anak Sekolah

Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka.

Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi.

(52)

tinggi badan. Mulai 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein yang dianjurkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi bagi anak 7-12 tahun tertera pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Anak 7 –12 Tahun

Golongan Berat Tinggi Energi Protein

7-9 tahun 25 kg 120 cm 1800 kkal 45 gram

10 –12 tahun (pria) 35 kg 138 cm 2050 kkal 50 gram

10 –12 tahun (wanita) 38 kg 145 cm 2050 kkal 50 gram

Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17- 19 Mei 2004.

2.4Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Lebih Pada Anak

Menurut Wahyu (2009) yaitu keturunan, tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua dan pola makan. Dijelaskan menurut Hanley et al (2000) adalah jenis kelamin, aktifitas fisik, menonton televisi, dan pola makan.

Beberapa penelitian menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi lebih pada anak yaitu :

2.1.1Jenis Kelamin

Menurut hasil penelitian Hanley et al (2000), di Kanada didapatkan prevalensi gizi lebih anak usia 2- 19 tahun yaitu 27,7% pada anak laki- laki dan 33,7% pada anak perempuan.

(53)

(16,3%). Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita karena faktor endokrin dan perubahan hormonal.

2.4.2Pendapatan Orang Tua

Adapun menurut wahyu (2009) pendapatan berpengaruh terhadap daya beli dan perilaku manusia dalam mengkonsumsi pangan. Pendapatan keluarga juga berpengaruh terhadap besar uang jajan pada anak. Biasanya orang tua yang tingkat penghasilannya tinggi memberikan uang jajan yang lebih besar dibandingkan orang tua yang penghasilannya lebih rendah.

Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang (Apriadji, 1986).

(54)

2.4.3Tingkat Pendidikan Ibu

Menurut Wahyu (2009) tingkat pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana pada akhirnya mempengaruhi gizi anak.

Adapun menurut Apriadji (1986) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan yang tinggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan.

2.4.4Aktivitas Fisik

Menurut Hanley et al (2000) pada populasi anak- anak usia 2 – 19 tahun bahwa sub set usia 10- 19 tahun , menonton televisi ≥ 5 jam sehari telah berhubungan signifikan dengan tingginya resiko overweight daripada menonton televisi ≤ 2 jam sehari.

(55)

diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak yang berlebih dalam tubuh.

Salah satu contoh yang mengakibatkan minimnya anak dalam beraktivitas adalah menonton TV. Menonton TV hanya menghabiskan waktu sehingga, membuat anak malas bergerak, dan cenderung membuat anak bersosialisasi dengan anak sebayanya. Sehingga dalam jangka waktu yang panjang kebiasaan anak yang minim beraktivitas ini berdampak buruk bagi kesehatan karena berpotensi menimbulkan obesitas.

Selain permainan modern, ancaman bagi kesehatan anak akibat obesitas datang dari kebiasaan anak nonton siaran televisi. Beberapa penelitian mengungkapkan dalam Genis (2009) mengungkapkan bahwa setiap hari anak menghabiskan waktunya sekitar 3 jam untuk menonton siaran televisi.

Biasanya dalam menonton siaran televisi anak hanya mengudap makanan ringan. Kebiasaan inilah yang berpotensi menimbulkan obesitas pada anak. Karena kudapan yang dikonsumsi anak biasanya mengandung banyak kalori. Jika asupan kalori yang berlebih ini tidak diimbangi dengan aktivitas fisik maka akan terjadi penimbunan lemak di dalam tubuh.

2.4.5Pola Konsumsi

(56)

yang diperlukan oleh tubuh sehingga kelebihan konsumsi energi disimpan dalam bentuk lemak (Wahyu,2009).

Makanan merupakan sumber energi. Didalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah yang terbatas dan sisanya akan menjadi lemak, protein akan dibentuk menjadi protein tubuh dan sisanya akan menjadi lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas.

Menurut buku Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2007), terdapat hubungan antara asupan kalori dan pertumbuhan. Pada remaja laki – laki usia 10 – 12 tahun mempunyai kecukupan energi sebesar 2,050 kkal/hari dan meningkat pada usia 13 – 15 tahun yaitu 2,400 kkal/hari. Pada perempuan intake kalori pada usia 10 – 12 tahun sebesar 2,050 kkal/hari, meningkat pada usia 13 – 15 tahun yaitu 2,350 kkal/hari.

(57)

tahun 0,95 g/kg BB/hr dan untuk usia 14 – 18 tahun sebesar 0,86 g/kg BB/hr. Jika asupan protein tidak mencukupi maka pertumbuhan linier akan berkurang, kematangan seksual akan tertunda dan berkurangnya akumulasi pada lean body mass (Brown, 2005). Proporsi protein yang dianjurkan sesuai AKG adalah sebesar 15%. Bila asupan protein rendah sedangkan asupan karbohidrat meningkat, maka dapat menyebabkan kegemukan.

Menurut Dietary Reference Intake’s (DRIs) tahun 2002 berdasarkan laporan dari National Cholesterol Education Program (NECP) menyatakan untuk asupan lemak untuk anak – anak dan remaja, menunjukkan usia 4 – 18 tahun perlu mengkonsumsi lemak 25 – 35% dari total kalori. Sumber utama lemak dan lemak jenuh pada remaja adalah susu, daging, keju, margarine, kue, donat dan es krim. NECP juga merekomendasikan konsumsi kolesterol tidak lebih dari 300 mg. sumber kolesterol pada remaja adalah telur, daging, susu, ayam dan keju (Brown, 2005).

Selain itu faktor-faktor yang berpengaruh dari konsumsi makanan terhadap gizi lebih adalah kuantitas, prosi perkali makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan, frekuensi makan, dan jenis makanan. 2.4.6Keturunan

(58)

yang memiliki kecepatan metabolisme lebih lambat memiliki risiko gizi lebih lebih besar dibandingkan dengan individu yang memeliki metabolisme yang lebih cepat.

Namun, faktor genetik bukanlah faktor risiko yang utama bagi penderita gizi lebih pada anak. Oleh karena itu, sebaiknya para orang tua lebih aktif dalam mencegah gizi lebih pada anak dengan cara membatasi asupan kalori dalam menu hariannya, serta memotivasi anak untuk lebih aktif dalam bergerak dan berolahraga.

2.4.7Konsumsi Fast Food

Menurut Wahyu (2009) Kemajuan di bidang ekonomi terutama di perkotaan menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup antara lain perubahan pola makan dan kebiasaan makan yang memberikan kontribusi terhadap pesatnya fast food. Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food.

(59)

protein dan lemak baik untuk pertumbuhan, tetapi bila dikonsumsi berlebih maka dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas.

2.5Dampak Status Gizi Lebih

Gizi lebih pada anak akan menimbulkan berbagai keluhan dan gangguan penyakit. Pada umumnya, gangguan kesehatan yang terjadi pada anak obesitas ialah gangguan secara klinis, mental dan sosial. Anak yang terlalu gemuk kakinya tidak dapat menahan berat badan, akan lebih lambat duduk, bergerak dan berjalan dibanding anak yang kurus, bahkan cenderung mengganggu pernapasan.

Terdapat banyak gangguan klinis yang ditimbulkan akibat obesitas pada anak di antaranya kencing manis (diabetes mellitus tipe II), asma bronkhiale, hipertensi, sleep apnea dan gangguan tulang sendi. Gangguan klinis akibat obesitas akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Diabetes mellitus tipe II pada anak obesitas merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Anak-anak penderita diabetes mellitus tipe II berisiko tinggi menderita berbagai penyakit komplikasi seperti gagal ginjal kronis, penyakit jantung bahkan stroke dini. Anak penderita diabetes mellitus tipe II memiliki produksi insulin yang terganggu. Kebiasaan yang buruk pada pola makan anak obesitas dapat meningkatkan terjadinya penyakit kencing manis pada anak.

(60)

Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya obesitas. Anak obesitas yang menderita hipertensi akan mengalami berbagai penyakit komplikasi lainnya dan kerusakan organ seperti gangguan fungsi mata, jantung, dan kelainan fungsi otak.

Sleep apnea adalah gangguan pernapasan ketika tidur. Sleep apnea pada anak ditandai dengan terhentinya napas sekitar sepuluh detik ketika tidur. Anak yang obesitas mengalami penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuhnya. Penumpukan lemak yang berlebihan akan mengganggu darah dalam mengedarkan oksigen ketika proses oksidasi dan metabolisme berlangsung.

Obesitas pada anak berpotensi menimbulkan kelainan bentuk dan ukuran tulang, ketidakseimbangan, maupun rasa nyeri yang sangat kuat ketika berdiri, berjalan, maupun berlari. Obesitas anak dapat memberikan tekanan dan regangan yang lebih besar terutama pada tulang kaki daripada anak dengan berat normal. Oleh karena itu tulang kaki anak obesitas biasanya mempunyai ukuran yang lebih besar, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ketika berjalan ataupun berlari.

(61)

2.6Kerangka Teori

Dari beberapa tinjauan pustaka yang menyatakan faktor – faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih maka terbentuklah kerangka teori. Dalam kerangka teori ini ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih. Menurut Wahyu (2009) yaitu keturunan, tingkat pendidikan ibu, aktifitas fisik, pendapatan orang tua dan pola makan. Dijelaskan menurut Hanley et al (2000) adalah jenis kelamin, aktifitas fisik, menonton televisi, dan pola makan.Peneliti mengambil teori tersebut karena teori yang ditemukan dari sumber bacaan (literatur) ada kaitannya dengan tema yang akan diangkat dalam penelitian dan dapat mengidentifikasikan dan menyebutkan variabel-variabel penting yang terkait dengan masalah penelitian.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber . Gabungan Wahyu (2009) dan Hanley et al (2000)  Jenis Kelamin

 Pendapatan orang tua

 Tingkat pendidikan ibu

 Aktivitas fisik

 Pola konsumsi (konsumsi energi, karbohidrat, protein, lemak)

 Keturunan

(62)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1Kerangka Konsep

Banyak faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak sekolah.

Berdasarkan kerangka teori yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa variabel

yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel yang diteliti adalah tingkat pendidikan

ibu, pendapatan orang tua, jenis kelamin, aktivitas fisik, waktu menonton TV, pola

konsumsi (konsumsi energy, protein, lemak, karbohidrat), dan konsumsi fast food.

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang berasal dari beberapa

sumber yang mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi, seperti yang

dikemukakan oleh Wahyu (2009) dan Hanley et al (2000).Dalam kerangka konsep ini,

variable keturuan tidak ikut diteliti karena faktor keturunan bukanlah faktor risiko yang

utama bagi penderita gizi lebih pada anak. Oleh karena itu, sebaiknya para orang tua

lebih aktif dalam mencegah gizi lebih pada anak dengan cara membatasi asupan kalori

dalam menu hariannya, serta memotivasi anak untuk lebih aktif dalam bergerak dan

berolahraga.

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

(independen). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi lebih.

sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan ibu dan

pendapatan orang tua, jenis kelamin, aktivitas fisik, waktu menonton TV, pola

konsumsi (konsumsi energy, protein, lemak, karbohidrat), dan konsumsi fast food.

Dari uraian tersebut, berdasarkan kerangka teori yang ada, dan dengan segala

keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka kerangka konsep yang digunakan untuk

(63)

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel dependen

Status Gizi Lebih

Menonton televisi

Konsumsi Fast Food

Konsumsi enerrgi

Pendapatan orang tua Aktifitas Fisik

Tingkat Pendidikan Ibu

Jenis kelamin

Konsumsi protein Konsumsi

(64)

3.2Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definis Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

1. Status Gizi Lebih Keadaan tubuh sebagai hasil dari

makanan yang dikonsumsi dan

penggunaannya oleh tubuh yang

diukur dengan menggunakan

indikator BB/U.

2. Jenis Kelamin Perbedaan sex yang didapat sejak

(65)

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

4. Tingkat

pendidikan ibu

Jenjang pendidikan formal

tertinggi yang pernah ditempuh

oleh ibu responden

Kuesioner Wawancara 1 = Rendah, jika ≤ SMA

2= Tinggi, jika > SMA

Ordinal

6. Aktifitas Fisik Frekuensi kegiatan aktivitas fisik

olahraga yang biasa dilakukan

responden selama seminggu

digunakan responden untuk

menonton televisi selama sehari

dinyatakan sebagai total energi,

(66)

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

10. Konsumsi

karbohidrat

Jumlah makanan yang

dikonsumsi dalam satu hari

dinyatakan sebagai total

karbohidrat terhadap total

konsumsi energi

11. Konsumsi protein Jumlah makanan yang

dikonsumsi dalam satu hari

dinyatakan sebagai total protein

terhadap total konsumsi energi

dinyatakan sebagai total lemak

terhadap total konsumsi energi

(67)

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

13 Konsumsi Fast

Food

Frekuensi responden

mengkonsumsi makanan siap saji,

tinggi energi, lemak dan rendah

serat seperti fried chicken, pizza,

hamburger, hotdog, spaghetti,

donuts

Formulir FFQ Wawancara 1 = Sering, jika ≥ 2 kali/

minggu

2 = Jarang, jika < 2 kali/

minggu

(68)

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara karakteristik individu (jenis kelamin) dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

2. Ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

4. Ada hubungan antara aktifitas fisik dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

5. Tidak ada hubungan antara waktu menonton televisi dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

6. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi energi dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

7. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi protein dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

8. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi lemak dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

9. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi karbohidrat dengan status gizi lebih pada siswa SD 05 Kuningan Barat tahun 2013.

(69)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Variabel dependen yang diteliti adalah status gizi lebih sedangkan variabel independen yang diteliti adalah tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua, jenis kelamin, aktivitas fisik, waktu menonton TV, pola konsumsi (konsumsi energy, protein, lemak, karbohidrat), konsumsi fast food.

4.2 Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SD N 05 Kuningan Barat. Jumlah siswa yang ada di SD N 05 Kuningan Barat terdapat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah siswa di SD N 05 Kuningan Barat

NO KELAS JUMLAH SISWA

1 1 39

2 2 36

3 3 38

4 4 37

5 5 35

6 6 34

TOTAL 219

(70)

4.3 Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah Seluruh Siswa SD N 05 Kuningan Barat. Pengambilan sampel pada penilitian ini dilakukan secara acak sesuai dengan proporsi masing-masing bagian.

Bagan 4.1 Bagan pengambilan sampel

Perhitungan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah sampel yang dibutuhkan P : Rata – rata pada populasi {(P1 + P2)/2}

P1 : Proporsi kejadian gizi lebih dengan kelebihan konsumsi energi : 29,4% (0,294) (Nelly, 2008)

Populasi Studi (Seluruh Siswa Di SD N 05 Kuningan Barat

Eligble Subjek (Anak Yang Hadir Dalam Penjaringan

Intended Subjek (Anak Yang Mengembalikan Kuisoner)

Actual Subjek (Kuisoner Lengkap Dan Dapat Di Analisis)

n = [ Z1-/ 2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ] 2

(71)

P2 : Proporsi kejadian gizi lebih dengan kekurangan konsumsi energi : 6,3% (0,063) (Nelly, 2008)

Z21-/2 : Derajat kemaknaan  pada uji dua sisi (two tail),  = 5% = 1,96

Z1- : Kekuatan uji 95%.= 1,645

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, jumlah sampel minimal sebanyak 32 sampel kemudian dikalikan dua menjadi 64 sampel. Untuk menjaga bila ada ketidak lengkapan data, maka besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 70 siswa. Jumlah masing-masing kelas dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Proposi Jumlah Sampel

NO KELAS JUMLAH SISWA RUMUS SAMPLE JUMLAH SAMPLE

1 1 39 = 39 (70/219) 12

2 2 36 = 36 (70/219) 12

3 3 38 = 38 (70/219) 12

4 4 37 = 37 (70/219) 12

5 5 35 = 35 (70/219) 11

6 6 34 = 34 (70/219) 11

TOTAL 70

4.4 Waktu dan tempat penelitian

(72)

sekolah dasar negeri 05 kuningan barat memiliki angka lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mampang Prapatan yaitu sebesar 32% (12 siswa dari 38 siswa). Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember - January Tahun 2013.

4.5 Instrumen penelitian

Instrument penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, food recall 2x24 jam dan food frequency questioner (FFQ). Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pendapatan orang tua, tingkat pendidikan ibu, aktivitas fisik. Formulir food recall2x 24 jam digunakan untuk mengetahui tingkat asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein. Formulir food frequency digunakan untuk mengetahui konsumsi fast food. Untuk mendapatkan data mengenai status gizi (IMT) peneliti menggunakan timbangan secca dengan ketelitian alat 0,1 kg untuk pengukuran berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian alat 0,1 cm.

4.6 Uji Coba Kuisoner

(73)

N 03 Kuningan Barat Jakarta terhadap siswa kelas 2, 4 dan 6 sejumlah 12 orang. Uji validitas dan reliabilitas sangat penting dilakukan mengingat kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya bila didasarkan pada informasi yang akurat. Data yang dikumpulkan tidak akan berguna apabila alat ukur yang digunakan tidak mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi. Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Pertanyaan dikatakan valid jika r hasil lebih besar dari r tabel. Dalam kuisoner terdapat 10 pertanyaan yang memiliki skala ukur dan terlihat pada tabel korelasi semua pertanyaan memili nilai >0.576 sehingga dari semua pertanyaan di dalam kusioner dinyatakan valid karena r hasil > r tabel.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui adanya konsisten alat ukur dalam penggunaannya sehingga memiliki hasil yang konsisten apabila digunakan pada waktu yang berbeda. Dari hasil r hitung disimpulkan dari semua pertanyaan dinyatakan reliable karena memiliki r hitung lebih dari r alpha.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data dan teknik pengumulan data yang dikumpulkan meliputi :

4.7.1 Jenis Data

a. Data Primer

(74)

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari sekolah tersebut.

4.7.2 Teknik Pengumpulan data a. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu tekhnik pengumpulan data primer yang dilakukan dalam penelitian ini. Wawancara tersebut dibantu dengan beberapa instrumen, seperti instumen kuesioner untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua, aktivitas fisik, formulir food recall 2x24 jam untuk mengetahui tingkat asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein dan FFQ untuk mengetahui konsumsi fast food.

b. Observasi

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia
Grafik 5.13
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi
Gambar 2.1 Keseimbangan Energi dan Penimbunan Lemak
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih baik, khususnya yang berhubungan dengan frekuensi sarapan dan kebiasaan jajan dengan status gizi pada

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa faktor langsung yang mempengaruhi status gizi pada anak atau balita adalah konsumsi makanan, anak yang mendapatkan makanan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asupan energi, zat gizi dan aktivitas fisik siswa sekolah dasar berstatus gizi lebih dan korelasi antara asupan energi dan

Skripsi yang berjudul ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang pada Siswa SD di 3 kecamatan, Kabupaten Kampar Tahun 2007” ini disusun sebagai syarat

Faktor lainnya yang sering dikaitkan dengan kejadian gizi berlebih adalah kebiasaan anak yang dalam kesehariannya gemar mengkonsumsi makanan dengan kalori yang tinggi serta

Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja

Tingkat pendidikan ibu turut mempengaruhi status gizi balita terkait dengan tingkat penerimaan ibu terhadap suatu informasi tentang gizi, ibu yang memiliki tingkat

diketahui bahwa variabel terdapat satu variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap status gizi yaitu tingkat konsumsi lemak (p = 0,022) yang berarti