• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN I Jatisari Karawang Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN I Jatisari Karawang Jawa Barat"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

STATUS GIZI SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG

JAWA BARAT

ICHSAN TRISUTRISNO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,Agustus 2015 Ichsan Trisutrisno

(4)
(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG JAWA BARAT

(Factors Related to the Nutrition Status of Student Among Jatisari 1 High School Karawang West Java)

Ichsan Trisutrisno1, Ikeu Ekayanti2

1

Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat , Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680. E-mail : ichsan.trisutrisno@gmail.com

2

Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680

ABSTRACT

The aimed of this study was to analyze the relationship among factors related to nutritional status students of Jatisari 1 High School Karawang West Java. The results of Spearman and Pearson correlation test showed there was no significant correlation (p> 0.05) between pocket money, family size, parent’s education, parent’s occupation, nutritional knowledge, nutritional attitude and the adequacy of level energy and nutrient. On the other hand, Spearman rank correlation showed significantly correlation (p <0.05) between fruit consumption the adequacy level of Fe, there was significant correlation (P <0.05) the adequacy level of Fe and vitamin A with nutritional status. Meanwhile, there was no significant correlation (P> 0.05) between parent’s salary, eating frequency, fruit and vegetable consumption, and snacks frequency with the adequacy level of energy and nutrient. There was no correlation (P>0.05) between the adequacy level (energy, protein, fat, carbohydrates, calcium, and vitamin C), nutritional knowledge, nutritional attitude, eating frequency, vegetables consumption, snack frequency, physical activity and nutritional status.

Keywords: Nutritional status

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang. Hasil uji korelasi spearman dan pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku, besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pengetahuan gizi, sikap gizi dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan (p<0.05) antara konsumsi buah dengan tingkat kecukupan Fe, terdapat hubungan (P<0.05) antara tingkat kecukupan Fe dan vitamin A dengan status gizi. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan (P>0.05) antara pendapatan orangtua, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Tidak terdapat hubungan (P>0.05) antara tingkat kecukupan (energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan vitamin C), pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, frekuensi jajan, aktivitas fisik dengan status gizi.

(6)
(7)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

STATUS GIZI SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG

JAWA BARAT

ICHSAN TRISUTRISNO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN I Jatisari Karawang Jawa Barat

Nama : Ichsan Trisutrisno NIM : I14100072

Disetujui oleh

Dr Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat

Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, do’a, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2. Prof. Dr Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan dan bimbingannya.

3. Prof. drh. M. Rizal Martua Damani, MrepSc, PhD selaku pemandu dan penguji skripsi yang telah memberi masukan dan motivasi kepada penulis 4. Kedua orang tua penulis dan keluarga , Drs. H. Abdul Gani, M.Pd dan Dra. Hj.

Hasminindar, M.Pd yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi dan pengorbanan kepada penulis.

5. Achamd Riady, Eka Desy Asgawanti, Irda Nurdin, dan Willi Gumilang yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh pihak yang terkait yang belum disebutkan namanya yang telah

memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Lokasi dan Waktu 4

Teknik Penarikan Contoh 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Gambaran Umum 9

Karakteristik Individu 10

Karakteristik Keluarga 11

Pengetahuan Gizi dan Sikap Gizi 13

Kebiasaan Makan 14

Frekuensi makan 15

Konsumsi sayur 15

Konsumsi buah 15

Frekuensi jajan 16

Aktivitas fisik 16

Konsumsi pangan 17

Tingkat kecukupan energi 17

Tingkat kecukupan protein 18

Tingkat kecukupan lemak 18

Tingkat kecukupan karbohidrat 19

Tingkat kecukupan kalsium 19

Tingkat kecukupan Fe 20

Tingkat kecukupan vitamin A 21

Tingkat kecukupan vitamin C 21

Status Gizi 22

Hubungan karakteristik individu dan keluarga dengan tingkat kecukupan gizi 23

Uang saku dengan tingkat kecukupan gizi 23

(14)

Tingkat pendapatan orang tua dengan tingkat kecukupan gizi 25 Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi 26

Pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan gizi 26

Sikap gizi dengan tingkat kecukupan gizi 27

Frekuensi makan dengan tingkat kecukupan gizi 27 Konsumsi sayur dan buah dengan tingkat kecukupan gizi 27 Frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi 28 Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi 28 Tingkat kecukupan energi dengan status gizi 28 Tingkat kecukupan protein dengan status gizi 28

Tingkat kecukupan lemak dengan status gizi 29

Tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi 29 Tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi 29

Tingkat kecukupan Fe dengan status gizi 29

Tingkat kecukupan vitamin A dengan status gizi 29 Tingkat kecukupan vitamin C dengan status gizi 30 Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan status gizi 30

Pengetahuan gizi dengan status gizi 30

Sikap gizi dengan status gizi 30

Frekuensi makan dengan status gizi 31

Konsumsi sayur dan buah dengan status gizi 31

Frekuensi jajan dengan status gizi 31

Aktivitas fisik dengan status gizi 32

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 40

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu 10 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga 11 4 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi 14

5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan 15

6 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik 16

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi 17 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein 18

9 Sebaran contoh tingkat kecukupan lemak 19

10 Sebaran contoh tingkat kecukupan karbohidrat 19

11 Sebaran contoh tingkat kecukupan kalsium 20

12 Sebaran contoh tingkat kecukupan Fe (besi) 20

13 Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin A 21

14 Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin C 22

15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 22

16 Hubungan karakteristik individu dan keluarga dengan

tingkat kecukupan gizi 23

17 Hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat

kecukupan gizi 26

18 Hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi 30 19 Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur,

konsumsi buah, frekuensi jajan dengan status gizi 32

DAFTAR GAMBAR

1. Skema kerangka pemikiran 4

DAFTAR LAMPIRAN

(16)
(17)
(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Konsumsi pangan tidak hanya untuk mengatasi rasa lapar tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan zat gizi demi menjaga kesehatan tubuh (Notoatmodjo 2007). Pangan yang baik dapat memenuhi syarat kesehatan yang merupakan salah satu unsur untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang optimal seperti yang telah digariskan dalam pembangunan nasional. Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi (Soekirman 2000). Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh dari konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2000).

Periode rentan gizi melekat pada usia remaja, karena pada usia remaja terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik serta aktivitas fisik yang berakibat pada peningkatan kebutuhan terhadap energi dan zat gizi lainnya (Togo et al 2001). Riskedas (2007), menyatakan prevalensi nasional kurang aktivitas fisik pada penduduk umur >10 tahun adalah 48.2%. Adapun prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berdasarkan umur 10-14 tahun yaitu 66.9% dan 15-24 tahun sebesar 52.0%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi kurang aktivitas fisik pada penduduk umur >10 tahun diatas prevalensi nasional, yaitu salah satunya Jawa Barat (52.4%).

Gizi yang baik memiliki peranan penting untuk mempengaruhi ketahanan fisik dalam melakukan pekerjaan sehingga konsumsi pangan harus bisa mencukupi kebutuhan yang seharusnya (Taras 2005). Konsumsi pangan pada remaja merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi perilaku makan yang cenderung akan menetap (Brown 2005). Data hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk umur 16-18 tahun (usia remaja) sebanyak 54.5% di bawah 2125 kkal dan kecukupan konsumsi protein di bawah 59 gram sebanyak 35.6%. Selain itu, fakta menyebutkan bahwa sampai tahun 2007, konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran penduduk Indonesia baru sebesar 95 kal/kapita/hari atau 79% dari anjuran kebutuhan minimum yaitu sebesar 120 kkal/kapita/hari. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kemampuan ekonomi, ketersediaan dan pengetahuan dan perilaku konsumsi (Riskesdas 2007).

(20)

2

secara nasional masih relatif rendah yaitu 1.4%. Terdapat 11 provinsi yang memiliki prevalensi kegemukan pada remaja 16-18 tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Prevalensi status gizi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun (IMT/U). Selain itu Riskesdas (2007), juga menunjukkan bahwa prevalensi obesitas di Provinsi Jawa Barat sebesar (12.8%), status gizi normal (63,3%), status gizi (kurus) sebesar (14,6%). Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus terhadap remaja dalam pemenuhan kebutuhan gizinya, karena remaja merupakan aset suatu bangsa agar dapat membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Hal inilah yang membuat penulis mecoba ingin menggali lebih jauh mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Masa remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Proses pertumbuhan yang cepat menunjukkan kebutuhan zat gizi remaja juga meningkat, namun intake

zat gizi pada remaja sering kali tidak sesuai dengan yang dianjurkan sehingga akhirnya dapat menyebabkan status gizi seseorang tergolong kurang atau lebih.

Dipilihnya siswa SMA pada penelitian ini karena pada hakikatnya siswa tersebut merupakan remaja pertengahan dan akhir yang memiliki hasrat besar untuk ingin tahu dan mempelajari lebih jauh tentang sesuatu. Selain itu, pada masa ini remaja memiliki kemampuan untuk menerima gagasan baru serta memiliki daya nalar yang tinggi sehingga penelitian terkait status gizi dapat memberikan masukan yang baik untuk siswa SMAN 1 Jatisari Karawang.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin, besar uang saku, suku), karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga), pengetahuan gizi, sikap gizi, dan kebiasaan makan, serta aktivitas fisik pada subyek laki-laki dan perempuan SMAN 1 Jatisari Karawang

2. Menganalisis hubungan uang saku, karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua) dengan konsumsi pangan siswa SMAN 1 Jatisari Karawang

3. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, dan kebiasaan makan dengan konsumsi pangan siswa SMAN 1 Jatisari Karawang

(21)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada siswa SMAN 1 Jatisari Karawang. Bagi pihak sekolah agar lebih menghimbau kembali pentingnya kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan konsumsi pangan yang baik dalam upaya pencapaian dan mempertahankan status gizi yang ideal. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat suatu program kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja di daerah Karawang pada umumnya, dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Bagi perguruan tinggi diharapkan sebagai perwujudan dari Tri Dharma yaitu pendidikan, pengembangan penelitian dan pengabdian masyarakat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi yang baik merupakan salah satu unsur yang penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemenuhan zat gizi yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan dalam diri manusia, serta mencapai kesehatan yang optimal. Pangan sebagai sumber zat gizi bagi makhluk hidup umumnya merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Menurut Supariasa et al (2002), status gizi merupakan keadaan seseorang akibat dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Anak yang mengalami gizi kurang dapat menyebabkan konsentrasi belajar dan persentase kehadiran di sekolahnya menurun (Taras 2005).

(22)

4

berarti memiliki kemampuan yang lebih dalam membeli barang ataupun makanan. Kebudayaan suatu bangsa mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain tanpa terkecuali dalam hal memilih dan mengolah makanan. Pola kebudayaan dapat mempengaruhi orang dalam memilih makanan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus dibuat, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, hingga penyajiannya (Sukandar 2007). Adapun bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= hubungan antar variable yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan antar variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yaitu pengambilan data yang dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Jatisari Karawang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan SMA Negeri 1 Jatisari merupakan salah satu sekolah yang berada di daerah pedesaan dengan kondisi sosial ekonomi orang tua yang beragam dan jarang mendapatkan sosialisasi tentang kesehatan terutama dibidang ilmu gizi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

Teknik Penarikan Subjek

(23)

siswa. Total populasi SMA Negeri Jatisari berjumlah 1387 orang. Besar contoh dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin:

n = N 1 + N (d2) Keterangan:

n = Jumlah contoh N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Apabila nilai yang diketahui dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh hasil sebagai berikut:

n = 1387 = 93.2 = 93 siswa 1 + 1387 (0.12)

Berdasarkan perhitungan, sampel yang dibutuhkan adalah 93 siswa, dengan pertimbangan siswa yang drop out saat penelitian dan data yang tidak lengkap maka sampel ditambah 10 %, sehingga sampel yang diambil menjadi 108 siswa yang terdiri dari 54 siswa laki-laki dan 54 siswa perempuan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu (umur, uang saku, dan suku), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua), pengetahuan gizi, sikap gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan status gizi. Adapun data sekunder meliputi data populasi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang yang diperoleh dari arsip sekolah tersebut.

Data identitas contoh meliputi nama, umur, kelas, jenis kelamin, uang saku, tinggi badan, dan berat badan. Data mengenai pengetahuan gizi responden diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap 20 pertanyaan yang meliputi pengetahuan gizi secara umum, PUGS, fungsi-fungsi zat gizi, dan sumber-sumber zat gizi. Data mengenai kebiasaan makan diperoleh dari formulir food frequency questioner selama 1 bulan terakhir yang meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur-sayuran dan buah-buahan. Data sikap pemenuhan gizi diperoleh dengan metode skala likert yang terdiri dari S dan TS.

(24)

6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan Data

Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan

Karakteristik individu 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Uang saku 4. Suku

Wawancara langsung menggunakan Kuisioner

Karakteristik keluarga 1. Besar keluarga 2. Pendapatan orang tua 3. Pendidikan orang tua 4. Pekerjaan orang tua

Wawancara langsung menggunakan kuisioner

Pengetahuan gizi Pengukuran pengetahuan gizi Test tertulis

Sikap gizi Pengukuran sikap gizi Test tertulis

Kebiasaan makan 1. Frekuensi makan

2. Konsumsi sayur dan buah 3. Frekuensi jajan

Pengisian form FFQ semi kuantitatif

Konsumsi pangan Daily food recall selama 2 hari yaitu hari libur dan hari sekolah

Wawancara langsung menggunakan form recall 2 x 24 jam

Aktivitas fisik Jenis dan alokasi waktu untuk aktivitas fisik

Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding adalah pemberian kode tertentu terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data dari lembaran jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang di luar kewajaran. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferesia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Perbedaan data subyek laki-laki dan perempuan dianalisis menggunakan Mann Whitney sedangkan hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji statistik Spearman atau Pearson

(25)

digunakan dalam menentukan tingkat aktivitas fisik (PAL). Tingkat aktivitas fisik diperoleh dengan mengalikan PAR dengan lama melakukan sebuah aktivitas dibagi dengan 24 jam. Nilai PAL tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu sedentary (1.10-1.39), low active (1.40-1.59), active (1.60-1.89) dan very active (1.90-2.50) (Frary & Jhonson 2008). Kebiasaan makan subyek dilihat berdasarkan frekuensi konsumsi bahan pangan selama satu bulan terakhir dengan menggunakan food frequency semi quantitative sehingga frekuensi makan, konsumsi buah, konsumsi sayur, dan frekuensi jajan dapat diketahui. Frekuensi makan per hari yang diklasifikasikan menjadi 1 kali sehari, 2 kali sehari, 3-4 kali sehari, dan >4 kali sehari (Raharto & Romdiati 2001), konsumsi buah yang terdiri atas <2 porsi/hari dan ≥2 porsi/hari (Almatsier 2004), konsumsi sayur yang dikalsifikasikan <1½ porsi/hari dan >1 ½ porsi/hari (Almatsier 2004), dan frekuensi jajan yang terdiri atas 1 kali sehari, 2 kali sehari, 3 kali sehari, >3 kali sehari, dan tidak pernah (Andarwulan et al 2009).

Data karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua. Menurut BKKBN (1998) data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥7 orang. Data pendidikan orangtua dikategorikan menurut jenjang pendidikan yaitu tidak sekolah, tamat SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orangtua dikategorikan menjadi tidak bekerja (ibu rumah tangga untuk ibu), PNS/Polisi/ABRI, wiraswasta, buruh/karyawan, jasa (penjahit, supir, ojeg) dan lainnya (pensiunan). Pendapatan orangtua dihitung berdasarkan pendapatan per bulan yang dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah < Rp 2000.000 , sedang Rp.2000.000-Rp. 4000.000, dan tinggi > Rp. 4000.000 (Kusumaningsih I 2007).

Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT diolah dengan menggunakan Analisis Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan tersebut kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, Fe (zat besi), vitamin A, dan vitamin C. Angka kecukupan zat gizi yang digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi 2013. Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan :

KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j

BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

(26)

8

aktual subyek dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

TKGi = (Ki/AKGi) x 100%

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i

Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Pengkategorian tingkat kecukupan zat gizi makro menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70– 79%), defisit tingkat ringan (80–89%), normal (90–119%) dan lebih (≥120%). Pengkategorian tingkat kecukupan zat gizi mikro menurut Gibson (2005) kurang <77% dan cukup ≥ 77%

Status gizi subyek diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) yang dihitung berdasarkan data antropometri berat badan dan tinggi badan siswa. Menurut WHO (2007) klasifikasi status gizi dengan menggunakan IMT/U terdiri dari sangat kurus (Z <-3 SD), kurus (-3 SD ≤ Z < -2 SD), normal (-2 SD < Z ≤+1 SD), gemuk (+1 SD < Z < +(-2 SD), obesitas (Z >+(-2 SD).

Analisis data menggunakan uji statistik, yaitu mann whitney serta uji korelasi Spearman dan Pearson. Uji beda mann whitney untuk menganalisis perbedaan uang saku, suku, umur, besar keluarga, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan sehari, konsumsi sayur, konsumsi buah, frekuensi jajanan, aktivitas fisik, tingkat kecukupan gizi, dan status gizi. Analisis uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara data yang tidak normal, sedangkan uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara data yang normal

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah kegiatan harian responden selama waktu sekolah dan waktu libur

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari sumber penghasilan yang sama.

Suku/budaya adalah siswa SMAN I Jatisari Karawang yang terdiri atas suku Sunda, Jawa, Batak, Betawi, dan Lampung

Contoh/sampel adalah siswa siswi SMAN I Jatisari Karawang kelas X, XI, dan XII yang dipilih secara acak

Uang saku adalah Jumlah uang yang diterima siswa perminggu yang di hitung dalam rupiah

Jenis Kelamin adalah siswa SMAN 1 Jatisari yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan

Konsumsi pangan adalah adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh contoh perhari dengan metode food recall selama 2x24 jam yang akan menentukan tingkat kecukupan gizi

(27)

Pendapatan orang tua adalah jumlah pendapatan orang tua contoh per bulan yang dihasilkan dari pekerjaan utama.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir ibu dan ayah.

Pengetahuan Gizi adalah Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan mengenai pengetahuan gizi

Sikap gizi adalah respon yang masih tertutup dari responden terhadap pola makan

Status gizi adalah keadaan kesehatan responden yang ditentukan berdasarkan pengukuran antropometri menggunakan IMT terhadap umur

Tingkat kecukupan gizi perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan dalam persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

SMA Negeri 1 Jatisari terletak di Jalan Raya Pantura, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan luas lahan kurang lebih 7.300 m2 dan luas bangunan 2.702 m2. Adapun Kepala Sekolah SMAN 1 Jatisari Karawang saat ini dipimpin oleh Ahmad Gunawan, S.Pd. Jumlah seluruh siswa dan tenaga pengajar pada sekolah ini yaitu 1387 orang dan 52 orang.

(28)

10

Karakteristik Individu

Subyek yang diambil pada penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Jatisari Karawang dengan jumlah siswa 108 orang yang terdiri dari 54 subyek laki-laki dan 54 subyek perempuan. Karakteristik individu penelitian ini meliputi umur, uang saku, dan suku. Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu (Tabel 2)

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik individu Laki-laki Perempuan Total P

n % n % n %

Rata-rata + SD 110120+ 43015,24 121046+ 27801,226 115583+ 36462 Suku

Usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa sebagai titik awal proses reproduksi (Romauli 2009). Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), terdapat tiga fase pada masa remaja diantaranya, fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia 14-18 tahun), dan fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subyek (40.74%) termasuk dalam kategori remaja pertengahan dengan rata-rata usia 16.34 ± 1.01 tahun. Pada penelitian ini sebagian besar subyek laki-laki 42.59% berusia 16 tahun sedangkan subyek perempuan 38.89%. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada usia subyek laki-laki dan subyek perempuan.

(29)

Budaya atau suku dalam suatu bangsa mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah (Supariasa 2002). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subyek (96.3%) berasal dari suku Sunda dan sisanya 3.7% yang berasal dari suku Jawa. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara asal suku subyek laki-laki dan subyek perempuan

Karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga yang disajikan pada Tabel 3

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik

(30)

12

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)

Karakteristik

Besar keluarga adalah banyaknya atau jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain dari pengelolaan sumber daya yang sama. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Keluarga dengan pendapatan yang rendah dan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan makanan yang diasup kurang bergizi (Kartasapoetra & Marsetyo 2008). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga subyek berada dalam kategori keluarga kecil (49.07%) dengan rata-rata (4.73±1.35) orang. Adapun persentase subyek laki-laki yang memiliki kategori keluarga kecil (61.11%) sedangkan perempuan (37.04%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara besar keluarga subyek laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya keberagaman data, hal ini bisa dilihat dari subyek laki-laki sebagian besar tergolong kedalam keluarga kecil sedangkan perempuan sebagian besar tergolong kedalam keluarga sedang.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Pendapatan keluarga akan menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli (Firlie 2001). Pada penelitian ini pendapatan keluarga subyek menunjukkan sebagian besar (56.5%) tergolong sedang dengan rata-rata Rp 2.744.898±1.588.426 per bulan. Subyek laki-laki yang memiliki pendapatan keluarga yang sedang yaitu 55.6% sedangkan perempuan 57.4% Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pendapatan orangtua dari kedua subyek

(31)

menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pada tingkat pendidikan ayah dari kedua subyek

Ketersediaan makanan merupakan salah satu tugas dari seorang ibu sehingga tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan dalam keluarga (Fikawati & Syafiq 2009). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui sebagian besar subyek (39.8%) memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SD/sederajat. Adapun subyek laki-laki yang memiliki ibu dengan pendidikan terkahir SD/sederajat menunjukkan 44.4% sedangkan subyek perempuan (35.2%). Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai gizi yang lebih baik, pengasuhan anak yang baik, ketahanan pangan keluarga, dan makin banyaknya keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Depkes 2004). Hasil uji statistik Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara tingkat pendidikan ibu dari subyek laki-laki dan subyek perempuan

Pekerjaan orang tua merupakan salah satu faktor yang menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah pendapatan yang diterima. Semakin tinggi kedudukan seseorang secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Sediaoetama 2008). Pekerjaan orang tua subyek laki-laki dan perempuan terdiri dari tidak bekerja, PNS/TNI/POLRI, wiraswasta, buruh/karyawan, jasa dan lainnya. Berdasarkan Tabel 3 di atas, sebagian besar subyek (45.37%) memiliki ayah dengan profesi wiraswasta, sedangkan ibu (62.96%) sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja). Subyek laki-laki menunjukkan 38.9% bekerja sebagai wiraswasta sedangkan subyek perempuan 51.9%. Hasil uji mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.372) antara jenis pekerjaan ayah subyek laki-laki dengan subyek perempuan. Adapun pekerjaan ibu dari subyek laki-laki menunjukkan 59.3% memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja), sedangkan subyek perempuan 66.7%. Hasil uji mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.269) antara jenis pekerjaan ibu subyek laki-laki dengan subyek perempuan.

Pengetahuan gizi dan sikap gizi

(32)

14

Menurut Khomsan et al (2007), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Pada penelitian ini sebagian besar sikap gizi subyek tergolong netral yaitu 68.5% dan sisanya tergolong kedalam kategori kurang 5.6% dan positif 25.9%. Sikap gizi subyek laki-laki yang tergolong netral yaitu 64.8% sedangkan subyek perempuan 72.2%. Adapun maksud dari sikap netral tersebut menunjukkan persepsi seseorang yang berada pada tingkatan ragu-ragu terhadap pernyataan terkait gizi. Hasil uji Mann Whitney menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.921) pada sikap gizi kedua subyek. Adapun sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi disajikan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi

Variabel Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Pengetahuan

Kurang 7 12.96 4 7.41 11 10.19

Sedang 34 62.96 36 66.67 70 64.81

Baik 13 24.07 14 25.93 27 25

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 73.7 ± 11.78 73.9 ± 10.84 73.8 ± 11.27

Sikap

Negatif 4 7.4 2 3.7 6 5.6

Netral 35 64.8 39 72.2 74 68.5

Positif 15 27.8 13 24.1 28 25.9

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 77.04 ± 13.41 77.78 ± 10.84 77.41 ± 12.1

Kebiasaan Makan

(33)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan makan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % (81.48%) terbiasa makan dengan frekuensi 3-4 kali/hari dengan rata-rata (3.34±0.65) kali sehari. Adapun persentase subyek laki-laki yang memiliki frekuensi makan 3-4 kali yaitu 83.33% sedangkan subyek perempuan 79.63%. Menurut Khomsan (2003), untuk menghindari tubuh dari kekosongan lambung maka frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p=0.021) antara frekuensi makan subyek laki-laki dan subyek perempuan. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh rata-rata frekuensi makan subyek laki-laki lebih tinggi dibandingkan subyek perempuan.

(34)

16

sedangkan subyek perempuan 87.04%. Menurut Almatsier (2004), anjuran konsumsi sayur yang harus dipenuhi dalam sehari yaitu 2-3 porsi. Hasil uji beda mann whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara frekuensi konsumsi buah subyek laki-laki dan subyek perempuan (p=0.001). Perbedaan tersebut disebabkan jumlah buah yang dikonsumsi subyek perempuan memiliki rata-rata yang lebih tinggi (1.13 ± 0.34) porsi/hari dibandingkan subyek laki-laki (1.06 ± 0.23) porsi/hari.

Thoha (2003), menyatakan ada beberapa alasan mengapa anak-anak sekolah suka jajan, diantaranya adalah anak tidak sempat makan sewaktu pergi ke sekolah, anak terbiasa mendapatkan uang saku, jika tidak jajan merasa tidak solider dengan temannya (gengsi turun), ibu tidak sempat menyiapkan makanan untuk bekal di sekolah, dan kebutuhan biologi anak yang perlu dipenuhi karena kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan tambahan energi. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar subyek (28.7%) memiliki kebiasaan jajan lebih dari 3 kali per hari. Subyek laki-laki yang memiliki kebiasaan jajan lebih dari 3 kali/hari yaitu 29.63% dengan rata-rata (3.06±1.61) kali/hari, sedangkan subyek perempuan 27.78% dengan rata-rata (3.21±1.83) kali/hari. Hasil uji beda menggunakan mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p = 0.871) antara kebiasaan jajan subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi antara energi yang dikonsumsi dengan energi yang dikeluarkan pada akhirnya akan menentukan status gizi seseorang (Kamso 2000) Pada penelitian ini penilaian aktivitas fisik dilakukan dengan menggunakan Physical Activity Level. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan keseluruhan aktivitas fisik yang diasumsikan bahwa variasi dalam pengeluaran energi rata-rata per hari tergantung pada ukuran tubuh dan aktivitas fisik (Gibney et al. 2000). Physical Activity Level (PAL) dalam WHO diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu sangat ringan (<1.40), ringan (1.40-1.69), sedang (1.70-1.99) dan berat (2.00-2.40). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik dalam Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik

Kategori Skor PAL Laki-laki Perempua Total

n % n % n %

(35)

(2007), prevalensi kurang aktivitas laki-laki pada umur 10 tahun keatas menunjukkan (41.4%) lebih rendah dibandingkan perempuan (54.5%).

Konsumsi pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang di konsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh dan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan zat gizi pada remaja (Florence MD et al 2008). Konsumsi pangan yang bergizi akan membantu remaja dalam proses pertumbuhan tubuh dan perkembangan mental (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Tingkat kecukupan Energi

Manusia memerlukan energi untuk pertumbuhan, mempertahankan hidup, dan melakukan aktivitas. Energi yang diperlukan ini diperoleh dari bahan makanan yang kita makan yang umumnya mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak (Poedjiadi A 2006). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi subyek laki-laki dan perempuan pada Tabel 7

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit berat 31 57.41 25 46.29 56 51.85

Defisit sedang 17 31.48 20 37.04 37 34.25

Defisit ringan 5 9.26 8 14.81 13 12.04

Normal 1 1.85 1 1.85 2 1.85

Kelebihan 0 0 0 0 0 0

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 65.7 ± 10.64 70.2 ± 10.1 67.98 ± 10.6

Berdasarakan Tabel 7 di atas sebagian besar subyek (51.85%) termasuk dalam kategori defisit berat. Subyek laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan energi yang defisit berat adalah 57.41% sedangkan subyek perempuan perempuan 46.29%. Adapun subyek laki-laki dan perempuan yang tergolong kedalam kategori normal memiliki persentase yang sama yaitu 1.85%. Hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.117) antara tingkat kecukupan energi subyek laki-laki dan subyek perempuan.

(36)

18

kecukupan energi pelajar dapat terpenuhi, maka pemanfaatan zat gizi lain akan optimal.

Tingkat Kecukupan Protein

Protein adalah suatu substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Saat makanan masuk kedalam tubuh, protein dalam makanan tersebut akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim, dan sel darah merah (Fatmah 2010). Berikut disajikan Tabel 8 sebaran tingkat kecukupan protein contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit Berat 29 53.7 27 50 56 51.9

Defisit Sedang 14 25.93 14 25.93 28 25.9

Defisit Ringan 6 11.11 6 11.11 12 11.1

Normal 5 9.26 7 12.96 12 11.1

Kelebihan 0 0 0 0 0 0

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 69.8 ± 13.5 70.5 ± 14.7 70.2 ±10.6

Berdasarkan Tabel 8 di atas sebagian besar tingkat kecukupan gizi subyek (51.9%) termasuk dalam kategori defisit berat. Selain itu subyek yang tergolong kedalam kategori defisit sedang sebesar 25.9%, dan sebanyak 11.1% subyek memiliki tingkat kecukupan protein yang defisit ringan dan normal. Tingkat kecukupan protein subyek laki-laki yang tergolong kedalam defisit berat yaitu 53.7% sedangkan subyek perempuan 50%. Adapun subyek laki-laki yang tergolong kedalam kategori normal yaitu 9.26% sedangkan perempuan 12.96%. Berdasarkan hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.754) antara tingkat kecukupan protein subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat Kecukupan Lemak

(37)

Tabel 9 Sebaran contoh tingkat kecukupan lemak

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % tergolong kedalam kategori defisit sedang, defisit ringan dan kategori normal yaitu 13.9%. Adapun tingkat kecukupan lemak subyek laki-laki yang tergolong defisit berat menunjukkan 59.26% sedangkan subyek perempuan 57.41%. Berdasarkan hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.339) antara tingkat kecukupan lemak subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat kecukupan Karbohidrat

Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi utama. Selain sebagai penghasil energi, karbohidrat juga memiliki fungsi lain, yaitu membantu pengeluaran feses, sebagai cadangan energi, pemberi rasa manis pada makanan, pengatur metabolisme lemak, dan sebagai bagian dari struktur sel (Paath et al 2002).

Tabel 10 Sebaran contoh tingkat kecukupan karbohidrat

Karbohidrat Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % tergolong defisit berat. Selain itu subyek yang tergolong kedalam kategori defisit sedang yaitu 19.4%, kategori berlebih 11.1%, sedangkan kategori defisit ringan dan normal memiliki persentase yang sama yaitu 13.9%. Subyek laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong defisit berat yaitu 46.30% sedangkan perempuan 37.04%. Hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.890) antara tingkat kecukupan karbohidrat subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat Kecukupan Kalsium

(38)

20

Tabel 11 Sebaran contoh tingkat kecukupan kalsium

Kalsium Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 52 96.3 48 88.89 100 92.6

Cukup 2 3.7 6 11.11 8 7.4

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 30.7 ± 20.3 31.1 ± 23 30.9 ± 21.6

Tabel 11 di atas memperlihatkan bahwa 92.6% tingkat kecukupan kalsium pada subyek tergolong kurang sedangkan sisanya 7.4% memiliki tingkat kecukupan kalsium yang cukup. Pada penelitian ini subyek laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong kedalam kategori kurang yaitu 96.3% sedangkan perempuan 88.89%. Defisiensi kalsium akan menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis. Riketsia terjadi pada anak-anak ketika penambahan jumlah kalsium per unit matriks tulang defisien sehingga mineralisasi tulang terganggu (Gropper et al. 2005). Selain itu, defisiensi kalsium akan menghalangi penyerapan zat besi dan mineral-mineral lain (Hasdianah H et al 2014). Hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.311) antara tingkat kecukupan kalsium subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat Kecukupan Fe (besi)

Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram. Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan sel darah merah. Fungsi utama dari zat besi adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), tingkat kecukupan zat besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%).

Tabel 12 Sebaran contoh tingkat kecukupan Fe (besi)

Fe (besi) Laki-laki Perempuan Total

(39)

perempuan, melainkan makanan yang dikonsumsi dari kedua subyek tersebut hampir sama namun yang membedakan adalah angka kecukupan gizi (AKG) Fe. AKG Fe laki-laki lebih rendah dari pada perempuan, sehingga tingkat kecukupan Fe laki-laki lebih tinggi dari pada subyek perempuan.

Tingkat Kecukupan Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak dan pelarut lemak. Vitamin A berperan penting dalam proses penglihatan, pertumbuhan, reproduksi, perkembangan tulang, kekebalan, dan mempertahankan jaringan epitel. Vitamin ini tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali, tapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi (Sulistyoningsih 2011). Sumber vitamin A banyak ditemukan di dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega, sedangkan karoten terdapat di dalam sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan seperti pepaya, nangka masak, dan jeruk (Almatsier 2009).

Tabel 13 Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin A

Vitamin A Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 37 68.5 35 64.8 72 66.7

Cukup 17 31.5 19 35.2 36 33.3

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 65.8 ± 27.8 67.3 ± 27.4 66.5 ± 27.5

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek (66.7%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A termasuk kedalam kategori kurang, sedangkan sisanya (33.3%) tergolong kedalam kategori cukup. Adapun subyek laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong kedalam kategori kurang yaitu 68.5% sedangkan perempuan 64.8%. Kekurangan vitamin A menyebabkan berkurangnya nafsu makan, pertumbuhan tulang terhambat, dan bentuk tulang yang tidak normal (Almatsier 2004). Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A, dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan (Linder MC 2006). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A (p=0.998) antara kedua subyek

Tingkat Kecukupan Vitamin C

Vitamin ini tidak dapat disimpan di dalam tubuh, sehingga asupan yang cukup setiap hari sangat dianjurkan. Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, pegangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang dapat membantu penyerapan besi dan kalsium. Vitamin C dengan Fe dapat membentuk askorbat Fe kompleks sehingga Fe non heme seperti Fe3+ dapat diubah menjadi Fe2+.

(40)

22

adalah buah-buahan yang masih segar maupun yang sudah berupa minuman sari buah. Berikut disajikan Tabel sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C

Tabel 14 Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin C

Vitamin C Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 54 100 50 92.59 104 96.3

Cukup 0 0 4 27.5 4 3.7

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ±SD 18.6 ± 15.7 35.3 ± 16.2 27 ± 30.0

Tabel 14 menunjukkan sebagian besar subyek (96.3%) tergolong kurang dan sisanya (3.7%) tergolong cukup. Adapun tingkat kecukupan subyek laki-laki yang tergolong kurang sebesar 100% sedangkan subyek perempuan 92.59%. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan timbulnya penyakit skorbut yang ditandai dengan gusi bengkak dan berdarah, rasa sakit dan kaku pada sendi-sendi, tulang rapuh, pendarahan lapisan di bawah kulit, dan kelemahan otot-otot (Suhardjo & Kusharto 1988). Secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.002) antara tingkat kecukupan vitamin C subyek laki-laki dan subyek perempuan. Hal ini disebabkan oleh standar AKG vitamin C subyek laki-laki yang lebih besar dibanding perempuan. Selain itu terdapat subyek perempuan yang memiliki asupan vitamin C yang tinggi sehingga memberikan data yang heterogen.

Status Gizi

Status gizi merupakan suatu keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat-zat gizi makanan (Hsu et al. 2006). Status gizi subyek dalam penelitian ini diukur secara antropometri. Pengukuran antropometri yang digunakan untuk mengukur ukuran tubuh yaitu IMT/U. Berikut disajikan Tabel 15 sebaran contoh berdasarkan status gizi

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status Gizi Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Sangat kurus 1 1.9 2 3.7 3 2.8

Kurus 4 7.4 7 13.0 11 10.2

Normal 45 83.3 44 81.5 89 82.4

Gemuk 4 7.4 1 1.9 5 4.6

Obesitas 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata + SD -0.61 ± 1.03 -0.58 ± 1.06 -0.60 ± 1.04

(41)

Hubungan Karakteristik Individu dan Keluarga dengan Tingkat Kecukupan Gizi

Agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh. Sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan disebut kebutuhan gizi. Disamping konsep kebutuhan gizi dikenal juga konsep kecukupan gizi. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hidup sehat (Hardinsyah & Martianto 1989). Menurut Suhardjo (1989), Konsumsi pangan seseorang dapat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan tingkat pekerjaan. Berikut disajikan Tabel 16 hubungan karakteristik individu dan keluarga dengan tingkat kecukupan gizi.

Uang Saku dengan Tingkat Kecukupan Gizi

(42)

24

uang saku yang rendah tetapi dibekali dengan kesadaran gizi yang baik maka ia akan berusaha mengalokasikan uang sakunya untuk memperoleh makanan yang memiliki nilai gizi yang baik. Menurut Suhardjo (1989), pengeluaran uang yang lebih banyak tidak menjamin keberagaman pola makan yang baik, namun faktor pribadi dan kesukaanlah yang mempengaruhi jumlah dan jenis yang dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan Arviyanti TN (2014) dimana hasil uji yang dilakukan dalam penelitian tersebut diketahui tidak terdapat hubungan antara uang saku dengan asupan energi dan zat gizi siswa baik diperkotaan maupun pedesaan. Selain itu penelitian yang dilakukan Mardayanti (2008), menyatakan bahwa besarnya uang saku yang diterima tidak mempengaruhi jumlah konsumsi energi dan zat gizi lainnya.

Besar Keluarga dengan Tingkat Kecukupan Gizi

Besar keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan pendistribusian makanan dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Besarnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh pada semakin besarnya jumlah pangan yang harus tersedia. Keluarga dengan status ekonomi rendah dan memiliki banyak anak akan mengakibatkan pemerataan dan kecukupan makanan didalam keluarga kurang bisa dijamin (Deskmukh 2007). Berdasarkan Tabel 16 hasil uji korelasi spearman (besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, Fe, vitamin A, vitamin C) dan korelasi pearson (besar keluarga dengan tingkat kecukupan karbohidrat, kalsium) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Artinya besar keluarga belum tentu menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anggota keluarga. Menurut Setiawati (2006), Pendistibusian makanan dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga tidak hanya ditentukan dari aspek besar keluarga atau jumlah anggota keluarganya saja tetapi juga dari aspek pendapatan, pengetahuan, sikap, dan prilaku gizi.

Pendidikan Orang Tua dengan Tingkat Kecukupan Gizi

(43)

Pekerjaan Orang Tua dengan Tingkat Kecukupan Gizi

Pekerjaan merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi individu (Suhardjo 1989). Berdasarkan Tabel 16 hasil uji korelasi spearman (pekerjaan ayah maupun ibu dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, Fe, vitamin A, vitamin C) dan korelasi pearson (pekerjaan ayah maupun ibu dengan tingkat kecukupan karbohidrat, kalsium) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Artinya subyek yang memiliki pekerjaan orangtua yang baik belum tentu tingkat kecupan energi dan zat gizinya baik. Hal ini disebabkan pekerjaan orangtua merupakan faktor yang tidak langsung mempengaruhi konsumsi pangan. Menurut Jumirah et al (2008), pekerjaan seseorang sangat mempengaruhi pendapatan sehingga diharapkan dengan pekerjaan yang baik akan menghasilkan pendapatan yang tinggi dan berimplikasi dengan ketersediaan makanan yang berkualitas. Namun pekerjaan dan pendapatan yang baik tersebut belum cukup jika tidak dibekali dengan pengetahuan gizi, sikap gizi, serta prilaku gizi yang baik karena meskipun keluarga memiliki pendapatan yang tinggi tetapi tidak memiliki kesadaran gizi yang baik, hal tersebut dapat menyebabkan kualitas maupun kuantitas makanan yang disediakan keluarga belum bisa terjamin.

Tingkat Pendapatan orang tua dengan Tingkat Kecukupan Gizi

(44)

26

Hubungan perilaku gizi (pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan) dengan Tingkat

Kecukupan Gizi

Perilaku gizi adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam menyikapi pola hidup sehat terutama dalam memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologik, psikologik, budaya, dan sosial. Perilaku gizi yang baik akan mendorong terpenuhinya kecukupan gizi seseorang (Herper et al 1986). Berikut disajikan Tabel 17 hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi

Tabel 17 Hubungan antara perilaku gizi (pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan)

dengan tingkat kecukupan gizi

Pengetahuan dengan tingkat kecukupan gizi

(45)

Sikap dengan tingkat kecukupan gizi

Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan uji korelasi spearman (sikap gizi dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, Fe, vitamin A, vitamin C) dan korelasi pearson (sikap gizi dengan tingkat kecukupan karbohidrat, kalsium) menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini disebabkan sikap gizi pada subyek belum tentu direalisasikan dengan baik sehingga akan berdampak pada kualitas konsumsi pangan subyek. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003), yang menyatakan sikap merupakan suatu pandangan dan belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung. Menurut Maulana et al (2012), sikap gizi yang didasari oleh pengetahuan akan berpengaruh terhadap perilaku dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi.

Frekuensi makan dengan tingkat kecukupan gizi

Berdasarkan Tabel 17 uji korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi makan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi (p>0.05), namun jika dilihat dari nilai r terdapat kecenderungan negatif. Artinya semakin tinggi frekuensi makan subyek maka tingkat kecukupan energi dan zat gizi subyek semakin rendah. Hal ini diduga frekuensi makan belum tentu memiliki kualitas makanan yang baik dan dapat memenuhi angka kecukupan. Menurut Sukandar (2007), Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi

Konsumsi sayur dan buah dengan tingkat kecukupan gizi

(46)

28

protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan Fe semakin rendah. Hal ini disebabkan mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin dan serat akan memberikan rasa kenyang sehingga porsi makanan pokok dan protein hewani semakin berkurang.

Frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi

Makanan jajanan yang baik untuk siswa sekolah adalah jajanan yang dapat memberikan kontribusi zat gizi dan cukup sesuai dengan kebutuhan siswa, namun kebanyakan makanan jajanan hanya mengandung gula (Marotz 2005). Adapun hasil uji korelasi spearman pada Tabel 17 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi konsumsi jajanan subyek dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi (p>0.05). Namun jika dilihat dari nilai r terdapat kecenderungan negatif antara frekuensi jajanan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Artinya semakin tinggi frekuensi jajanan subyek maka semakin rendah tingkat kecukupan energi dan zat gizinya. Hal ini disebabkan seseorang yang terlalu sering mengonsumsi makanan jajanan akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga konsumsi makanan seseorang tidak memenuhi kebutuhan yang seharusnya. Menurut (Irianto 2006), Jajan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif antara lain nafsu makan menurun, makanan yang tidak higienis akan menimbulkan berbagai penyakit, salah satu penyebab terjadinya obesitas pada siswa dan kurang gizi sebab kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin.

Hubungan Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi.

Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi

Hasil uji korelasi spearman pada Tabel 18 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p=0.632; r= 0.047). Artinya tingkat kecukupan energi belum tentu menentukan status gizi subyek. Hasil penelitian ini ditandai dengan sebagian besar subyek tergolong defisit berat tetapi masih memiliki status gizi yang normal. Adapun hasil uji hubungan tersebut sejalan dengan penelitian Nainggolan WA (2014), yang menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat kecukupan energi dan status gizi. Menurut Moehji (2003), asupan energi yang kurang dari kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan status gizi.

Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi

(47)

Tingkat Kecukupan Lemak dengan Status Gizi

Uji korelasi spearman pada tabel 18 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (p=0.197 ; r=0.160). Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar subyek memiliki tingkat kecukupan lemak yang kurang, namun memiliki status gizi normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Reski (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi.

Tingkat Kecukupan Karbohidrat dengan Status Gizi

Hasil uji korelasi spearman pada tabel 18 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi (p=0.119; r=0.151). Hasil ini sejalan dengan penelitian Nainggolan WA (2014), yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kecukupan karbohidrat yang kurang, namun sebagian besar subyek memiliki status gizi normal.

Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Status Gizi

Uji korelasi spearman pada Tabel 18 menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi (p=0.165; r=0.178). Hasil ini sejalan dengan penelitian Amelia F (2008) yang menyatakan tidak adanya hubungan yang nyata antara asupan kalsium status gizi remaja. Adanya ketidakhubungan antara tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi dapat dilihat dari sebagian besar subyek yang tergolong defisit (kurang) tetapi sebagian besar juga memiliki status gizi yang normal

Tingkat Kecukupan Fe dengan Status Gizi

Hasil analisis korelasi spearman pada Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan Fe dengan status gizi (p=0.029 ; r = 0.103). Artinya semakin tinggi tingkat kecukupan Fe maka status gizi subyek semakin baik. Hal ini disebabkan zat besi berfungsi sebagai pembentukan hemoglobin yang berperan dalam transportasi oksigen dari paru-paru menuju jaringan tubuh. Kondisi hemoglobin yang baik membuat seseorang terhindar dari anemia dan tahan terhadap penyakit, sebaliknya jika tingkat kecukupan Fe rendah maka seseorang dapat mengalami anemia dan tidak tahan terhadap penyakit (Almatsier 2006). Sehingga ketika seseorang telah mengalami gangguan kesehatan dalam waktu yang lama hal itu akan berdampak pada status gizi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Faisal M (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara zat gizi Fe dengan status gizi.

Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Status Gizi

(48)

30

penurunan status gizi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Faisal M (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara zat gizi vitamin A dengan status gizi.

Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Status Gizi

Hasil uji korelasi spearman pada tabel 18 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin C dengan status gizi (p=0.775; r= 0.028). Hasil ini ditandai dengan sebagian besar subyek memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong defisit tetapi masih memiliki status gizi yang normal. Penilitian ini sejalan dengan Widyaningrum (2005), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi vitamin C dengan status gizi.

Tabel 18 Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi

Variabel TKE TKP TKL TK KH TK Ca TK Fe TK Vit A TK Vit C Status Gizi P 0.632 0.599 0.197 0.119 0.165 0.029 0.044 0.775

R 0.047 0.051 0.160 0.151 0.178 0.103 0.195 0.028

Hubungan perilaku gizi (pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan) dengan Status Gizi

Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi

Berdasarkan Tabel 19 hasil uji spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p=0.574 ; r=-0.055). Hasil penelitian ini sejalan dengan Amelia F (2008), yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi. Namun jika dilihat dari nilai r terdapat kecenderungan negatif. Artinya semakin tinggi pengetahua gizi maka status gizi semakin rendah. Hal ini disebabkan pengetahuan gizi seseorang belum cukup menjadi penggerak dalam pencapaian status gizi yang baik. Meskipun seseorang memiliki pengetahuan gizi yang baik tetapi tidak direalisasikan dalam bentuk tindakan hal itu dapat mempengaruhi kualitas makanan yang dikonsumsi. Apabila kondisi ini terus berlangsung dalam waktu yang lama hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Menurut Notoatmodjo (3003), Pengetahuan mengenai suatu obyek menjadi suatu tindakan apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan yang baik.

Sikap Gizi dengan Status Gizi

Gambar

Gambaran Umum
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan Data
Tabel 2  Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu
+6

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH BUDAYA BAHASA PERTAMA DALAM PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG. Apriliya Dwi Prihatiningtyas

acara selalu menyanyi lagu dangdut diikuti oleh pembawa acara lain yang memerankan tokoh-tokoh seperti penyanyi Charlie Van Hounten, wali sehingga membuat

Jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi dari beberapa formula empiris seperti pada tabel 3, maka nilai standar deviasi untuk formula empiris magnitudo

1) Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. 2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Apabila

Linda Sulistiyani A210110168, Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014. Tujuan penelitian ini

Ada pun usaha- usaha yang telah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan di antaranya melakukan sosialisasi kepada UKM dan IKM yang ada di Kota Pekalongan tentang pentingnya

Skripsi ini merupakan tugas utama yang wajib diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk memperoleh gelar sebagai Sarjana Psikologi di Program Studi Psikologi,

Aksesi-aksesi dengan pertumbuhan vegetatif dominan dapat diamati melalui berat kering brankasan tanaman (minus polong). Aksesi dengan komponen produksi yang tinggi