• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum

SMA Negeri 1 Jatisari terletak di Jalan Raya Pantura, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan luas lahan kurang lebih 7.300 m2 dan luas bangunan 2.702 m2. Adapun Kepala Sekolah SMAN 1 Jatisari Karawang saat ini dipimpin oleh Ahmad Gunawan, S.Pd. Jumlah seluruh siswa dan tenaga pengajar pada sekolah ini yaitu 1387 orang dan 52 orang.

Kegiatan belajar mengajar yang berlaku di sekolah tersebut dilaksanakan pada hari senin sampai hari sabtu mulai pada pukul 7.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB. Adapun waktu istrihat siswa yaitu pada pukul 9.30 WIB-10.00 WIB dan pukul 12.00 WIB-12.30 WIB. Pada saat jam istirahat siswa menggunakan waktunya untuk berkumpul dengan teman organisasi dan teman sekelas, selain itu terdapat siswa yang menggunakan waktunya untuk membeli makanan di kantin, koperasi sekolah, dan pedagang di luar sekolah. Berdasarkan survey menggunakan food frequency semi quantitative sebagian besar subyek memiliki kebiasaan jajan yang beragam. Adapun rata-rata lima jenis jajanan yang paling sering di konsumsi dari seluruh subyek antara lain gorengan (tempe goreng, tahu goreng, risol) sebanyak 3.02 kali seminggu (121.51 gram/minggu), nasi goreng 2.78 kali seminggu (250.74 gram/minggu), batagor 1.98 kali seminggu (198.15 gram/seminggu), wafer 1.79 kali seminggu (51.1 gram/minggu), dan cilok 1.74 kali seminggu (43.52 gram/minggu). Selain itu kebiasaan Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang dalam mengonsumsi buah juga masih tergolong rendah hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya buah di tingkat rumah tangga dan di kantin sekolah. Adapun rata-rata lima jenis buah yang paling sering dikonsumsi subyek antara lain papaya 0.57 kali seminggu (68.93 gram/minggu), jeruk 0.33 kali seminggu (18.33 gram/minggu), pisang 1.81 kali seminggu (90.74 kali/gram), mangga 0.94 kali/seminggu (50 gram/minggu), dan semangka 0.46 kali seminggu (83.33 gram/minggu)

10

Karakteristik Individu

Subyek yang diambil pada penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Jatisari Karawang dengan jumlah siswa 108 orang yang terdiri dari 54 subyek laki-laki dan 54 subyek perempuan. Karakteristik individu penelitian ini meliputi umur, uang saku, dan suku. Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu (Tabel 2)

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik individu Laki-laki Perempuan Total P

n % n % n % Umur 15 tahun 9 16.67 14 25.93 23 21.29 0.318 16 tahun 23 42.59 21 38.89 44 40.74 17 tahun 13 24.07 12 22.22 25 23.15 18 tahun 8 14.81 6 11.11 14 12.96 19 tahun 1 1.85 1 1.85 2 1.85 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata + SD 16,44 + 0,98 16,24 + 1,03 16.34 + 1,01 Uang saku Rendah 5 9.26 0 0 5 4.63 0.086 Sedang 31 57.41 36 66.67 67 62.04 Tinggi 18 33.33 18 33.33 36 33.33 Total 54 100.0 54 100 108 100 Rata-rata + SD 110120+ 43015,24 121046+ 27801,226 115583+ 36462 Suku 0.310 Sunda 51 94.4 53 98.15 104 96.30 Jawa 3 5.6 1 1.85 4 3.70 Batak 0 0.0 0 0 0 0 Betawi 0 0.0 0 0 0 0 Lampung 0 0.0 0 0 0 0 Lainnya 0 0.0 0 0 0 0 Total 54 100 54 100 108 100

Usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa sebagai titik awal proses reproduksi (Romauli 2009). Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), terdapat tiga fase pada masa remaja diantaranya, fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia 14-18 tahun), dan fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subyek (40.74%) termasuk dalam kategori remaja pertengahan dengan rata-rata usia 16.34 ± 1.01 tahun. Pada penelitian ini sebagian besar subyek laki-laki 42.59% berusia 16 tahun sedangkan subyek perempuan 38.89%. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) pada usia subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Uang saku biasanya diberikan kepada anak sekolah untuk keperluan membeli makanan, minuman, transportasi, dan kepentingan lainnya. Berdasarakan Tabel 2 sebagian besar subyek (62.04%) memiliki uang saku yang tergolong kategori sedang, dengan rata-rata Rp 115.583±6.006 per minggu. Selain itu terdapat 33.33% subyek memiliki uang saku yang tergolong tinggi, dan 4.63% tergolong rendah. Pada penelitian ini persentase uang saku subyek laki-laki yang tergolong sedang yaitu 57.41% sedangkan perempuan 66.67%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pada uang saku subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Budaya atau suku dalam suatu bangsa mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah (Supariasa 2002). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subyek (96.3%) berasal dari suku Sunda dan sisanya 3.7% yang berasal dari suku Jawa. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara asal suku subyek laki-laki dan subyek perempuan

Karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga yang disajikan pada Tabel 3

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga

Laki-laki Perempuan Total

P n % n % n % Besar keluarga 0.034 Kecil 33 61.11 20 37.04 53 49.07 Sedang 15 27.78 28 51.85 43 39.81 Besar 6 11.11 6 11.11 12 11.11 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata + SD 4,56 + 1,40 4,91 + 1,29 4,73 + 1,35 Pendapatan 0.616 Rendah 13 24.1 11 20.4 24 22.2 Sedang 30 55.6 31 57.4 61 56.5 Tinggi 11 20.4 12 22.2 23 21.3 Total 54 100 54 100 108 100 Rata rata + SD 2864815 ± 1312050 2888462 ± 1456308 2744898 ± 1588426 Pendidikan Ayah 0.600 Tidak Sekolah 0 0.0 1 1.85 1 0.93 SD/sederajat 9 16.7 14 25.93 23 21.30 SMP/sederajat 16 29.6 13 24.07 29 26.85 SMA/sederajat 24 44.4 17 31.48 41 37.96 Perguruan Tinggi 5 9.3 9 16.67 14 12.96 Total 54 100 54 100 108 100 Pendidikan Ibu Tidak sekolah 0 0.0 2 3.7 2 1.9 0.761 SD/sederajat 24 44.4 19 35.2 43 39.8 SMP/sederajat 10 18.5 13 24.1 26 21.3 SMA/sederajat 16 29.6 14 25.9 40 27.8 Perguruan Tinggi 4 7.4 6 11.1 9 9.3 Total 54 100 54 100 108 100 Pekerajaan Ayah 0.372 Tidak bekerja 5 9.3 1 1.9 6 5.56 PNS/TNI/POLRI 9 16.7 5 9.3 14 12.96 Wiraswasta 21 38.9 28 51.9 49 45.37 Buruh/Karyawan 13 24.1 17 31.5 30 27.78 Jasa 2 3.7 1 1.9 3 2.78 Lainnya 4 7.4 2 3.7 6 5.56 Total 54 100 54 100 108 100

12

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)

Karakteristik keluarga

Laki-laki Perempuan Total

P n % n % n % Pekerjaan Ibu 0.269 Tidak bekerja 32 59.3 36 66.7 68 62.96 PNS/TNI/POLRI 1 1.9 2 3.7 3 2.78 Wiraswasta 13 24.1 13 24.1 26 24.07 Buruh/Karyawan 2 3.7 1 1.9 3 2.78 Jasa 0 0.0 0 0.0 0 0.00 Lainnya 6 11.1 2 3.7 8 7.41 Total 54 100 54 100 108 100

Besar keluarga adalah banyaknya atau jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain dari pengelolaan sumber daya yang sama. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Keluarga dengan pendapatan yang rendah dan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan makanan yang diasup kurang bergizi (Kartasapoetra & Marsetyo 2008). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga subyek berada dalam kategori keluarga kecil (49.07%) dengan rata-rata (4.73±1.35) orang. Adapun persentase subyek laki-laki yang memiliki kategori keluarga kecil (61.11%) sedangkan perempuan (37.04%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara besar keluarga subyek laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya keberagaman data, hal ini bisa dilihat dari subyek laki-laki sebagian besar tergolong kedalam keluarga kecil sedangkan perempuan sebagian besar tergolong kedalam keluarga sedang.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Pendapatan keluarga akan menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli (Firlie 2001). Pada penelitian ini pendapatan keluarga subyek menunjukkan sebagian besar (56.5%) tergolong sedang dengan rata-rata Rp 2.744.898±1.588.426 per bulan. Subyek laki-laki yang memiliki pendapatan keluarga yang sedang yaitu 55.6% sedangkan perempuan 57.4% Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pendapatan orangtua dari kedua subyek

Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua dapat memantau dan menerima informasi tentang prilaku anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya dan keluarga (Isnani 2011). Pendidikan orangtua subyek meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi lima kategori yaitu tidak sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi. Secara umum (37.96%) pendidikan terakhir yang ditempuh ayah subyek adalah SMA/sederajat. Subyek laki-laki yang memiliki ayah dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat adalah 44.4% sedangkan subyek perempuan 31.48%. Fikawati dan Syafiq (2009), menyatakan tingginya pendidikan ayah memungkinan terjadinya peningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan. Hasil uji statistik

menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pada tingkat pendidikan ayah dari kedua subyek

Ketersediaan makanan merupakan salah satu tugas dari seorang ibu sehingga tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan dalam keluarga (Fikawati & Syafiq 2009). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui sebagian besar subyek (39.8%) memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SD/sederajat. Adapun subyek laki-laki yang memiliki ibu dengan pendidikan terkahir SD/sederajat menunjukkan 44.4% sedangkan subyek perempuan (35.2%). Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai gizi yang lebih baik, pengasuhan anak yang baik, ketahanan pangan keluarga, dan makin banyaknya keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Depkes 2004). Hasil uji statistik Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara tingkat pendidikan ibu dari subyek laki-laki dan subyek perempuan

Pekerjaan orang tua merupakan salah satu faktor yang menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah pendapatan yang diterima. Semakin tinggi kedudukan seseorang secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Sediaoetama 2008). Pekerjaan orang tua subyek laki-laki dan perempuan terdiri dari tidak bekerja, PNS/TNI/POLRI, wiraswasta, buruh/karyawan, jasa dan lainnya. Berdasarkan Tabel 3 di atas, sebagian besar subyek (45.37%) memiliki ayah dengan profesi wiraswasta, sedangkan ibu (62.96%) sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja). Subyek laki-laki menunjukkan 38.9% bekerja sebagai wiraswasta sedangkan subyek perempuan 51.9%. Hasil uji mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.372) antara jenis pekerjaan ayah subyek laki-laki dengan subyek perempuan. Adapun pekerjaan ibu dari subyek laki-laki menunjukkan 59.3% memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja), sedangkan subyek perempuan 66.7%. Hasil uji mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.269) antara jenis pekerjaan ibu subyek laki-laki dengan subyek perempuan.

Pengetahuan gizi dan sikap gizi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap objek tertentu melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan gizi diukur dari kemamapuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner (Notoatmodjo 2005). Menurut Contento (2007), yaitu seseorang dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi yang diperolehnya. Pada penelitian ini sebagian besar subyek memiliki pengetahuan gizi yang tergolong ke dalam kategori sedang yaitu 64.81% dan sisanya termasuk ke dalam kategori kurang 10.19% dan baik 25%. Subyek laki-laki yang memiliki pengetahuan gizi dalam kategori sedang yaitu 62.96% sedangkan perempuan 66.67%. Hasil uji statistik Mann Whitney menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.821) pada pengetahuan gizi kedua subyek laki-laki dan subyek perempuan.

14

Menurut Khomsan et al (2007), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Pada penelitian ini sebagian besar sikap gizi subyek tergolong netral yaitu 68.5% dan sisanya tergolong kedalam kategori kurang 5.6% dan positif 25.9%. Sikap gizi subyek laki-laki yang tergolong netral yaitu 64.8% sedangkan subyek perempuan 72.2%. Adapun maksud dari sikap netral tersebut menunjukkan persepsi seseorang yang berada pada tingkatan ragu-ragu terhadap pernyataan terkait gizi. Hasil uji Mann Whitney menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.921) pada sikap gizi kedua subyek. Adapun sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi disajikan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi

Variabel Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Pengetahuan Kurang 7 12.96 4 7.41 11 10.19 Sedang 34 62.96 36 66.67 70 64.81 Baik 13 24.07 14 25.93 27 25 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ±SD 73.7 ± 11.78 73.9 ± 10.84 73.8 ± 11.27 Sikap Negatif 4 7.4 2 3.7 6 5.6 Netral 35 64.8 39 72.2 74 68.5 Positif 15 27.8 13 24.1 28 25.9 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ±SD 77.04 ± 13.41 77.78 ± 10.84 77.41 ± 12.1 Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan dalam penelitian ini dilihat dari frekuensi makan, konsumsi sayur, konsumsi buah dan frekuensi jajan. Salah satu aspek penting dari kebiasaan makan adalah frekuensi makan per hari, karena secara langsung akan mempengaruhi asupan zat gizi melalui konsumsi pangan. Frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari. Jarak antara dua waktu makan yang panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk makan lebih banyak dan melebihi batas (Khomsan 2000). Konsumsi sayur dan buah merupakan salah satu sumber zat gizi mikro yang diperlukan dalam membantu peran dari zat gizi makro sehingga zat gizi yang masuk di dalam tubuh dapat digunakan dengan baik. Misalnya vitamin A yang didapatkan dari sayur dan buah berperan dalam proses sintesis protein sehingga dapat membantu peranan protein dalam proses pertumbuhan sel. Rendahnya konsumsi pangan yang bersumber dari makanan pokok, sayur, dan buah dapat disebabkan oleh pengaruh jajan yang dapat menyebabkan timbulnya rasa kenyang dan penurunan nafsu makan. Sehingga asupan zat gizi makro maupun mikro pada seseorang mengalami defisit. Berikut adalah Tabel 5 yang menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan makan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Frekuensi makan 1 kali/hari 0 0 0 0 0 0 2 kali/hari 7 12.96 11 20.93 18 16.67 3-4 kali/hari 45 83.33 43 79.63 88 81.48 > 4 kali/ hari 2 3.70 0 0 2 1.85 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ± SD 3.49 ± 0.69 3.18 ± 0.60 3.34 ± 0.65 Konsumsi sayur

Kurang (< 1 ½ porsi per hari) 41 75.93 50 92.59 91 84.26

Baik (≥ 1 ½ porsi per hari) 13 24.07 4 7.41 17 15.74

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ± SD 1.24 ± 0.43 1.07 ± 0.26 1.16 ± 0.35

Konsumsi buah

Kurang (< 2 porsi per hari) 51 94.44 47 87.04 98 90.74

Baik (≥ 2 porsi per hari) 3 5.56 7 12.96 10 9.26

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ± SD 1.06 ± 0.23 1.13 ± 0.34 1.09 ± 0.28

Frekuensi jajan

Tidak pernah jajan 7 12.96 3 5.56 10 9.26

1 kali per hari 6 11.11 10 18.52 16 14.81

2 kali per hari 12 22.22 17 31.48 29 26.85

3 kali per hari 13 24.07 9 16.67 22 20.37

>3 kali per hari 16 29.63 15 27.78 31 28.7

Total 54 100 54 100 108 100

Rata-rata ± SD 3.06 ± 1.61 3.21 ± 1.83 3.13 ± 1.72

Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa sebagian besar subyek (81.48%) terbiasa makan dengan frekuensi 3-4 kali/hari dengan rata-rata (3.34±0.65) kali sehari. Adapun persentase subyek laki-laki yang memiliki frekuensi makan 3-4 kali yaitu 83.33% sedangkan subyek perempuan 79.63%. Menurut Khomsan (2003), untuk menghindari tubuh dari kekosongan lambung maka frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p=0.021) antara frekuensi makan subyek laki-laki dan subyek perempuan. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh rata-rata frekuensi makan subyek laki-laki lebih tinggi dibandingkan subyek perempuan.

Berdasarkan Tabel 5 di atas, sebagian besar subyek (84.26%) memiliki kebiasaan konsumsi sayur yang tergolong kurang (<1½ porsi per hari) dengan rata-rata (1.16 ± 0.35) porsi/hari. Subyek laki-laki yang memiliki konsumsi sayur kurang 1 ½ prosi perhari adalah 75.93% sedangkan perempuan 92.59%. Menurut Almatsier (2004), anjuran konsumsi sayur yang harus dipenuhi dalam sehari yaitu 1½-2 porsi. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara frekuensi konsumsi sayur subyek laki-laki dan subyek perempuan (p=0.01). Perbedaan tersebut disebabkan jumlah sayur yang dikonsumsi subyek laki-laki memiliki rata-rata yang lebih tinggi (1.24 ± 0.43) porsi/hari dibandingkan subyek perempuan (1.07 ± 0.26) porsi/hari. Adapun kebiasaan konsumsi buah subyek menunjukkan sebagian besar (90.74%) tergolong kurang (<2 porsi per hari) dengan rata-rata (1.09 ± 0.28) porsi perhari. Subyek laki-laki yang memiliki kebiasaan konsumsi sayur yang kurang (<2 porsi per hari) adalah 94.44%

16

sedangkan subyek perempuan 87.04%. Menurut Almatsier (2004), anjuran konsumsi sayur yang harus dipenuhi dalam sehari yaitu 2-3 porsi. Hasil uji beda mann whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara frekuensi konsumsi buah subyek laki-laki dan subyek perempuan (p=0.001). Perbedaan tersebut disebabkan jumlah buah yang dikonsumsi subyek perempuan memiliki rata-rata yang lebih tinggi (1.13 ± 0.34) porsi/hari dibandingkan subyek laki-laki (1.06 ± 0.23) porsi/hari.

Thoha (2003), menyatakan ada beberapa alasan mengapa anak-anak sekolah suka jajan, diantaranya adalah anak tidak sempat makan sewaktu pergi ke sekolah, anak terbiasa mendapatkan uang saku, jika tidak jajan merasa tidak solider dengan temannya (gengsi turun), ibu tidak sempat menyiapkan makanan untuk bekal di sekolah, dan kebutuhan biologi anak yang perlu dipenuhi karena kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan tambahan energi. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar subyek (28.7%) memiliki kebiasaan jajan lebih dari 3 kali per hari. Subyek laki-laki yang memiliki kebiasaan jajan lebih dari 3 kali/hari yaitu 29.63% dengan rata-rata (3.06±1.61) kali/hari, sedangkan subyek perempuan 27.78% dengan rata-rata (3.21±1.83) kali/hari. Hasil uji beda menggunakan mann whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p = 0.871) antara kebiasaan jajan subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi antara energi yang dikonsumsi dengan energi yang dikeluarkan pada akhirnya akan menentukan status gizi seseorang (Kamso 2000) Pada penelitian ini penilaian aktivitas fisik dilakukan dengan menggunakan Physical Activity Level. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan keseluruhan aktivitas fisik yang diasumsikan bahwa variasi dalam pengeluaran energi rata-rata per hari tergantung pada ukuran tubuh dan aktivitas fisik (Gibney et al. 2000). Physical Activity Level (PAL) dalam WHO diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu sangat ringan (<1.40), ringan (1.40-1.69), sedang (1.70-1.99) dan berat (2.00-2.40). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik dalam Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik

Kategori Skor PAL Laki-laki Perempua Total

n % n % n % Sangat ringan 4 7.4 14 25.9 18 16.7 Ringan 46 85.2 40 74.1 86 79.6 Sedang 4 7.4 0 0 4 3.7 Berat 0 0.0 0 0 0 0 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ± SD 1.53 ± 0.1 1.45 ± 0.08 1.49 ± 0.1

Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar subyek (79.6%) tergolong kedalam kategori aktivitas ringan. Subyek laki-laki memiliki aktivitas fisik ringan yaitu 85.2% dengan rata-rata (1.53±0.1) sedangkan subyek perempuan 74.1% dengan rata-rata (1.45 ± 0.08). Hasil uji beda mann whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p=0.000) antara aktivitas fisik subyek laki-laki dan subyek perempuan. Perbedaan ini disebabkan oleh rata-rata Physical Activity Level laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut Riskesdas

(2007), prevalensi kurang aktivitas laki-laki pada umur 10 tahun keatas menunjukkan (41.4%) lebih rendah dibandingkan perempuan (54.5%).

Konsumsi pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang di konsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh dan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan zat gizi pada remaja (Florence MD et al 2008). Konsumsi pangan yang bergizi akan membantu remaja dalam proses pertumbuhan tubuh dan perkembangan mental (Kusharto dan Sa’diyyah 2006).

Tingkat kecukupan Energi

Manusia memerlukan energi untuk pertumbuhan, mempertahankan hidup, dan melakukan aktivitas. Energi yang diperlukan ini diperoleh dari bahan makanan yang kita makan yang umumnya mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak (Poedjiadi A 2006). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi subyek laki-laki dan perempuan pada Tabel 7

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Defisit berat 31 57.41 25 46.29 56 51.85 Defisit sedang 17 31.48 20 37.04 37 34.25 Defisit ringan 5 9.26 8 14.81 13 12.04 Normal 1 1.85 1 1.85 2 1.85 Kelebihan 0 0 0 0 0 0 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ±SD 65.7 ± 10.64 70.2 ± 10.1 67.98 ± 10.6

Berdasarakan Tabel 7 di atas sebagian besar subyek (51.85%) termasuk dalam kategori defisit berat. Subyek laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan energi yang defisit berat adalah 57.41% sedangkan subyek perempuan perempuan 46.29%. Adapun subyek laki-laki dan perempuan yang tergolong kedalam kategori normal memiliki persentase yang sama yaitu 1.85%. Hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.117) antara tingkat kecukupan energi subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Konsumsi energi yang masih kurang dari angka kecukupan karena kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi subyek masih tergolong rendah. Selain itu, diduaga terdapat kesalahan dalam pengukuran konsumsi pangan pada saat recall. Menurut Gibson (1990), kesalahan-kesalahan dalam pengukuran konsumsi pangan disebabkan oleh subyek dan enumerator, diantaranya lupa, kesalahan dalam menduga ukuran porsi dan The Flat Slope Syndrome. The Flat Slope Syndrome adalah suatu kecenderungan dimana subyek akan melaporkan lebih pada konsumsi yang sedikit (overestimate low intakes) atau melaporkan sedikit pada konsumsi yang berlebihan (underestimate highintakes). Menurut Mariana (2002) kekurangan energi yang berlangsung lama pada pelajar akan mengakibatkan penurunan berat badan dan kekurangan zat gizi lain. Apabila

18

kecukupan energi pelajar dapat terpenuhi, maka pemanfaatan zat gizi lain akan optimal.

Tingkat Kecukupan Protein

Protein adalah suatu substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Saat makanan masuk kedalam tubuh, protein dalam makanan tersebut akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim, dan sel darah merah (Fatmah 2010). Berikut disajikan Tabel 8 sebaran tingkat kecukupan protein contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Defisit Berat 29 53.7 27 50 56 51.9 Defisit Sedang 14 25.93 14 25.93 28 25.9 Defisit Ringan 6 11.11 6 11.11 12 11.1 Normal 5 9.26 7 12.96 12 11.1 Kelebihan 0 0 0 0 0 0 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ±SD 69.8 ± 13.5 70.5 ± 14.7 70.2 ±10.6

Berdasarkan Tabel 8 di atas sebagian besar tingkat kecukupan gizi subyek (51.9%) termasuk dalam kategori defisit berat. Selain itu subyek yang tergolong kedalam kategori defisit sedang sebesar 25.9%, dan sebanyak 11.1% subyek memiliki tingkat kecukupan protein yang defisit ringan dan normal. Tingkat kecukupan protein subyek laki-laki yang tergolong kedalam defisit berat yaitu 53.7% sedangkan subyek perempuan 50%. Adapun subyek laki-laki yang tergolong kedalam kategori normal yaitu 9.26% sedangkan perempuan 12.96%. Berdasarkan hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.754) antara tingkat kecukupan protein subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat Kecukupan Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi. Lemak yang ada dalam makanan maupun tubuh dapat dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid (Hartono 2006). Lemak terbagi menjadi dua menurut sumber pangan, yaitu lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani berasal dari binatang seperti telur, ikan, daging, dan susu. Lemak nabati bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Lemak memberikan cita rasa yang gurih, membuat tekstur makanan menjadi renyah, serta memberi kandungan kalori yang tinggi. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak (Sediaoetama 2006). Adapun sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak subyek disajikan pada Tabel 9 berikut

Tabel 9 Sebaran contoh tingkat kecukupan lemak

Kategori Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Defisit Berat 32 59.26 31 57.41 63 58.3 Defisit Sedang 7 12.96 8 14.81 15 13.9 Defisit Ringan 7 12.96 8 14.81 15 13.9 Normal 8 14.81 7 12.96 15 13.9 Kelebihan 0 0 0 0 0 0 Total 54 100 54 100 108 100 Rata-rata ±SD 63.8 ± 22.6 67.7±21.3 65.8 ±21.9

Berdasarkan Tabel 9 di atas sebagian besar subyek (58.3%) memiliki tingkat kecukupan lemak yang tergolong defisit berat. Selain itu subyek yang tergolong kedalam kategori defisit sedang, defisit ringan dan kategori normal yaitu 13.9%. Adapun tingkat kecukupan lemak subyek laki-laki yang tergolong defisit berat menunjukkan 59.26% sedangkan subyek perempuan 57.41%. Berdasarkan hasil uji mann whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.339) antara tingkat kecukupan lemak subyek laki-laki dan subyek perempuan.

Tingkat kecukupan Karbohidrat

Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi utama. Selain sebagai

Dokumen terkait