• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI DAN SERAT SERTA AKTIVITAS FISIK SISWA SEKOLAH DASAR BERSTATUS GIZI LEBIH DI KOTA BOGOR DIAN TIRTA ANNISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI DAN SERAT SERTA AKTIVITAS FISIK SISWA SEKOLAH DASAR BERSTATUS GIZI LEBIH DI KOTA BOGOR DIAN TIRTA ANNISA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI DAN SERAT SERTA

AKTIVITAS FISIK SISWA SEKOLAH DASAR BERSTATUS

GIZI LEBIH DI KOTA BOGOR

DIAN TIRTA ANNISA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ―Asupan Energi, Zat Gizi dan Serat serta Aktivitas Fisik Siswa Sekolah Dasar Berstatus Gizi Lebih di Kota Bogor‖ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Dian Tirta Annisa NIM I14090102

________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)
(5)

ABSTRAK

DIAN TIRTA ANNISA. Asupan Energi, Zat Gizi dan Serat serta Aktivitas Fisik Siswa Sekolah Dasar Berstatus Gizi Lebih di Kota Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asupan energi, zat gizi dan aktivitas fisik siswa sekolah dasar berstatus gizi lebih dan korelasi antara asupan energi dan zat gizi, aktivitas fisik serta karakteristik keluarga siswa dengan status gizi IMT/U. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 99 subjek. Asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat anak sekolah dasar berstatus gizi lebih berturut-turut adalah 1777 kkal, 57 g, 53 g dan 340 g. Sebagian besar siswa mengalami defisit energi, lemak, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin C dan serat sedangkan asupan protein, karbohidrat dan besi tergolong cukup. Siswa berstatus gizi lebih sebagian besar memiliki gaya hidup dengan aktivitas ringan atau sedentary. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi IMT/U siswa (p>0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi IMT/U dengan tingkat pendapatan keluarga, pendidikan ayah dan pendidikan ibu (p<0.05) .

Kata kunci: aktivitas fisik, asupan gizi, gizi lebih, siswa sekolah dasar

ABSTRACT

DIAN TIRTA ANNISA. Energy, Nutrient and Dietary Fiber Intake and Physical Activity of Overweight and Obese Elementary School Student in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH.

This study were aimed to analyze energy, nutrient intake and physical activity of overweight and obese elementary school student and correlation between energy, nutrient intake, physical activity and family characteristics of students with nutritional status BMI/U. A cross sectional study of 99 subjects was conducted. The intake of energy, protein, fat and carbohydrate was 1777 kcal, 57 g, 53 g and 340 g. Most of the students were deficit of energy, fat, calcium, phosporus, vitamin A, vitamin C and fiber, while protein, carbohydrate and iron were adequate. Physical activity levels of students classified mostly light or sedentary activity. There was no significant relationship between energy and macronutrients intake with BMI/U (P> 0.05). There was a significant correlation between the nutritional status of IMT/U with a family income level, father's education and maternal education (p<0.05).

Keywords: elementary school student, nutrient intake, overweight and obesity physical activity

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI DAN SERAT SERTA

AKTIVITAS FISIK SISWA SEKOLAH DASAR BERSTATUS

GIZI LEBIH DI KOTA BOGOR

DIAN TIRTA ANNISA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Asupan Energi, Zat Gizi dan Serat serta Aktivitas Fisik Siswa Sekolah Dasar Berstatus Gizi Lebih di Kota Bogor

Nama : Dian Tirta Annisa NIM : I14090102

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

Nama NIM

an Energi, Zat Gizi dan Serat serta Aktivitas Fisik Siswa

Se ·ooa. Dasar Berstatus Gizi Lebih di Kota Bogor

: Dian Tna Annisa

: 11 9 O~

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah MS Pembimbing

Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ―Asupan Energi, Zat Gizi dan Serat serta Aktivitas Fisik Siswa Sekolah Dasar Berstatus Gizi Lebih di Kota Bogor‖ dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Siti Madanijah MS selaku dosen pembimbing tugas akhir yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani MSc selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji sidang yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Rimbawan selaku pembimbing akademik yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis sejak awal perkuliahan hingga akhir.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Jumroni dan Mardiana selaku ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa selalu mendoakan dan memberikan dukungan, baik dukungan moral maupun dukungan materi selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih kepada adik-adik tersayang Mei Dera Ayudia dan Divia Salsabila yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Terima kasih kepada sahabat terbaik dan tersayang Karina Indah Pertiwi, Mega Seasty Handayani, Erita Yunistisia, Dikara Kirana, Chairunnisa, Ardi Yoansah dan Barli Abiyoga atas dukungan semangat dan bantuannya. Teman-teman Gizi Masyarakat 46 yang telah membantu sejak awal masa perkuliahan di departemen hingga penyelesaian tugas akhir serta teman-teman Keluarga Mahasiswa Lampung, Annafi Widya, Herdiarti Destika, Iswarawati, Nur Cahaya, Aditya, Aji, Agung atas segala doa, bantuan, saran, semangat, motivasi dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Bogor, Maret 2014 Dian Tirta Annisa

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 4

Desain, Tempat dan Waktu 4

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Siswa 11

Karakteristik Keluarga 13

Konsumsi Pangan 16

Asupan Energi dan Zat Gizi 18

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 23

Konsumsi dan Asupan Serat 27

Aktivitas Fisik 28

Status Gizi 30

Hubungan Asupan Energi, Zat Gizi, Aktivitas Fisik dan Karakteristik Keluarga

dengan Status Gizi 32

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data 6

2 Kategori variabel penelitian 9

3 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin serta akreditasi sekolah 11 4 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin 11 5 Sebaran siswa berdasarkan uang saku dan akreditasi sekolah 12 6 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan akreditasi

sekolah 13

7 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua dan akreditasi sekolah 14 8 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan akreditasi

sekolah 15

9 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga dan akreditasi sekolah 16 10 Jumlah siswa yang mengonsumsi kelompok-kelompok pangan 16 11 Jumlah jenis makanan olahan dan rata-rata konsumsi

kelompok-kelompok pangan siswa 17

12 Angka kecukupan serta median asupan energi dan zat gizi siswa

berdasarkan akreditasi sekolah 18

13 Angka kecukupan serta median asupan energi dan zat gizi siswa

berdasarkan jenis kelamin 19

14 Median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa berdasarkan

akreditasi sekolah 23

15 Median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa berdasarkan jenis

kelamin 23

16 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan

zat gizi makro 24

17 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan

zat gizi mikro 26

18 Asupan serat dan sebaran siswa berdasarkan akreditasi sekolah dan

tingkat kecukupan serat 27

19 Asupan serat dan sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin dan

klasifikasi tingkat kecukupan serat 27

20 Rata-rata alokasi waktu (jam/hari) berdasarkan jenis aktivitas 28 21 Sebaran siswa berdasarkan PAL dan akreditasi sekolah 29 22 Sebaran siswa berdasarkan PAL dan jenis kelamin 30 23 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (TB/U) dan akreditasi sekolah 31 24 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (TB/U) dan jenis kelamin 31 25 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (IMT/U) dan akreditasi sekolah 32 26 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (IMT/U) dan jenis kelamin 32 27 Uji korelasi Spearman hubungan tingkat pendapatan keluarga,

pendidikan ayah dan pendidikan ibu dengan status gizi 33

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir Asupan energi, zat gizi dan serat serta aktivitas fisik siswa sekolah dasar berstatus gizi lebih di Kota Bogor 4

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata konsumsi makanan olahan siswa 37

2 Physical Activity Ratio setiap kegiatan 40

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

WHO (2000) dalam konsultasi formal pertamanya mengenai obesitas menyatakan bahwa obesitas telah menjadi epidemik global. Obesitas saat ini menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat yang jumlah kejadiaannya terus bertambah di seluruh dunia. Obesitas yang disadari sebagai suatu penyakit, terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang dan memberikan dampak serupa pada kaum dewasa dan anak-anak. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak umur 6-12 secara nasional di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 9.2%. Selanjutnya di Provinsi Jawa Barat, prevalensi kegemukan pada anak 6-12 tahun adalah 8.5%. Sebagai penyakit multifaktor, penyebab pasti kejadian obesitas belum diketahui. WHO menyimpulkan bahwa penyebab dasar dari epidemi obesitas adalah gaya hidup sedentary dan kebiasaan makan tinggi lemak padat energi. Selain itu, kemajuan teknologi yang memudahkan pekerjaan manusia menyebabkan rendahnya aktivitas fisik yang berpengaruh pada rendahnya pengeluaran energi tubuh. Perubahan gaya hidup sedentary yang menuju westernisasi merujuk pada pola makan tinggi kalori dan tinggi lemak serta rendah serat juga terjadi di Indonesia, terutama di kota-kota besar (Hidayati et al. 2009).

Riskesdas (2010) menunjukkan asupan karbohidrat penduduk Indonesia lebih dari 50% dari total asupan energi sehari, yaitu 61.0%. Begitu pula halnya dengan asupan lemak, secara nasional asupan lemak penduduk Indonesia melebihi anjuran PUGS yaitu sebesar 25.6% dari total asupan energi sehari. Menurut karakteristik penduduk, kelompok umur 2-18 tahun megonsumsi energi dari lemak lebih dari 25% dalam sehari. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Pramudita (2011) yang menyatakan anak usia sekolah dasar di kota Bogor terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji dan minuman ringan 1-3 kali setiap minggunya. Dimana makanan cepat saji dan minuman ringan merupakan pangan yang mengandung lemak dan energi tinggi. Sementara itu, konsumsi pangan sumber serat seperti buah dan sayur masih kurang dari anjuran kecukupan sehari.

Asupan serat makanan bervariasi di seluruh dunia dengan konsumsi lebih tinggi terjadi di beberapa negara Eropa bagian utara dari pada Eropa bagian selatan dan USA. Sementara di negara berkembang, mereka yang mengonsumsi makanan tradisional atau tinggal di daerah perdesaan cenderung memiliki asupan serat yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan telah mengadopsi pola makan barat (Jones 2004). Sama halnya dengan asupan serat yang bervariasi, anjuran kecukupan serat makanan pun bervariasi antar begara. Di Indonesia sendiri, kecukupan serat makanan ditetapkan antara 19-30 g/kap/hari (Hardinsyah & Tambunan 2004). Meskipun asupan serat dan rekomendasi asupan serat antar negara berbeda namun telah disepakati bahwa asupan serat hampir diseluruh bagian dunia masih jauh dari cukup dan dalam banyak kasus asupan serat menurun bukannya meningkat.

Gaya hidup saat ini dimana konsumsi makanan terutama makanan padat energi meningkat sementara kegiatan aktifitas fisik menurun mengakibatkan ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi yang

(19)

2

mengarah pada terjadinya gizi lebih. Sebagai contoh, anak sekolah saat ini lebih sering mengonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan untuk menggantikan air serta lebih sering menonton televisi dibandingkan bermain di luar rumah (IOTF 2004). Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai asupan energi dan zat gizi serta serat pada siswa sekolah dasar di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik siswa Sekolah Dasar (SD) dengan status gizi lebih

(jenis kelamin, umur dan besar uang saku) dan keluarga siswa dengan status gizi lebih (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga dan besar keluarga).

2. Bagaimana asupan dan tingkat kecukupan energi, zat gizi dan serat siswa yang mengalami gizi lebih.

3. Bagaimana aktivitas fisik siswa yang mengalami gizi lebih.

4. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga, asupan energi dan zat gizi dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD .

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis asupan energi, zat gizi dan serat serta aktivitas fisik siswa SD yang berstatus gizi lebih dengan tujuan khusus sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik siswa dengan status gizi lebih (jenis kelamin, umur dan besar uang saku) dan keluarga siswa dengan status gizi lebih (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga dan besar keluarga).

2. Mengidentifikasi asupan dan tingkat kecukupan energi, zat gizi dan serat siswa yang mengalami gizi lebih.

3. Mengidentifikasi aktivitas fisik siswa yang mengalami gizi lebih.

4. Menganalisis hubungan asupan energi dan zat gizi, aktivitas fisik serta karakteristik keluarga dengan kejadian gizi lebih pada siswa SD.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai asupan energi, zat gizi dan serat serta aktivitas fisik siswa Sekolah Dasar dengan status gizi lebih di kota Bogor. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah terkait dalam membuat kebijakan terkait program gizi pada anak sekolah serta orang tua agar memberikan perhatian lebih mengenai konsumsi anak mereka.

(20)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Cara seseorang dan masyarakat dalam memilih dan mengonsumsi makanan tertentu tidak pernah statis. Kebiasaan makan berubah terus-menerus, menjadi lebih baik atau lebih buruk, oleh pengaruh luar atau oleh perkembangan dari dalam masyarakat itu sendiri. Pada pertengahan masa anak-anak, orang tua dan keluarga memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan kebiasaan makan serta konsumsi makan anak. Pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua serta besar keluarga mempengaruhi penyediaan dan konsumsi makanan di tingkat rumah tangga. Sebagai contoh, keluarga dengan pendapatan dan status ekonomi menengah ke atas akan memiliki daya beli yang lebih tinggi sehingga kemungkinan konsumsi makanan akan lebih beragam. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi juga akan lebih awas terhadap keamanan dan mutu pangan yang di konsumsi anggota keluarga

Tujuan utama konsumsi pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan energi dan zat gizi. Konsumsi pangan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam menyediakan energi untuk tubuh, mengatur proses metabolisme serta proses pertumbuhan. Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan kelompok umur, jenis kelamin dan aktivitas fisik yang dilakukan. Pada masa pertengahan anak-anak, anak memerlukan lebih banyak kalori dibanding pada masa awal kehidupan untuk tumbuh kembangnya. Pemenuhan akan kebutuhan energi dan zat gizi anak idealnya sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing, akan tetapi konsumsi pangan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan. Konsumsi pangan yang berlebih mengarah pada tingginya asupan energi dan zat gizi yang apabila tidak digunakan akan disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh. Konsumsi makanan yang berlebih diikuti aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan risiko terjadinya gizi lebih.

Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Status gizi seseorang juga merupakan keadaan kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaan oleh tubuh (Suhardjo 2003). Status gizi dipengaruhi oleh banyak hal termasuk konsumsi pangan, status kesehatan secara keseluruhan dan lingkungan fisik tempat tinggal. Sebaliknya, status gizi juga mempengaruhi kesehatan seseorang. Seseorang dengan status gizi buruk rentan tehadap infeksi dan penyakit lainnya sedangkan orang dengan status gizi lebih berisiko terkena penyakit degeneratif. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dalam skema pada Gambar 1.

(21)

4

Keterangan :

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pikir asupan energi, zat gizi dan serat serta aktivitas fisik siswa sekolah dasar berstatus gizi lebih di Kota Bogor

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional, yaitu pengambilan data yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau satu waktu tertentu. Penelitian dilakukan di 20 SD di wilayah perkotaan Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini

Karakteristik Individu & Keluarga: - usia, jenis kelamin dan uang

saku

- pendidikan, pekerjaan orangtua, pendapatan dan besar keluarga

Pengetahuan Gizi

Kebiasaan makan

Aktivitas Fisik: - Lama aktivitas - Jenis aktivitas

Asupan Energi dan Zat Gizi

Status Gizi: Overweight Obes Infeksi/Status kesehatan Penyakit Degeneratif

(22)

5 menggunakan sebagian data penelitian yang berjudul ―Pola Konsumsi Pangan Sumber Serat dan Formulasi Produk Intervensi pada Anak Usia Sekolah‖ yang dilakukan oleh Madanijah et al. (2013) bekerjasama dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus-September 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Populasi penelitian Madanijah et al. (2013) adalah anak laki-laki dan perempuan usia 9-13 tahun yang tinggal di kota Bogor. Populasi terjangkau adalah anak-anak kelas 5 dan 6 yang terdaftar di 20 SD Negeri (11 SD berakreditasi A dan 9 SD berakreditasi B) yang tersebar di 6 kecamatan di Kota Bogor yang dipilih secara purposif. Siswa kelas 5 dan kelas 6 dipilih dengan pertimbangan siswa dapat memahami dan mengisi kuesioner dengan baik. Jumlah SD di setiap kecamatan ditentukan proporsional berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan tersebut terhadap jumlah penduduk kota Bogor menurut data statistik kota Bogor 2012. Jumlah SD di setiap kecamatan adalah sebagai berikut:

Kecamatan Bogor selatan : 4 SD Kecamatan Bogor timur : 2 SD Kecamatan Bogor utara : 3 SD Kecamatan Bogor tengah : 3 SD Kecamatan Bogor barat : 4 SD Kecamatan Bogor tanah sareal : 4 SD

Jumlah responden ditetapkan berdasarkan angka simpangan baku asupan serat pada anak sekolah menurut data NHANES 2003-2006, yakni 12.0 g/hari dengan ketepatan absolut sebesar 1.5 g/hari. Berikut adalah rumus perhitungan pengambilan subjek :

n = (𝑍𝛼 𝑥 𝑆

𝑑 )

2

dengan

n = jumlah subjek yang akan diambil Z = deviat baku normal = 1.96

S = simpangan baku asupan serat anak sekolah = 12 d = presisi yang diinginkan = 1.5

maka diperoleh n= 246, dibulatkan menjadi 250 untuk setiap kelompok jenis kelamin. Dengan demikian, dari setiap sekolah diambil sebanyak 13 responden perempuan dan 12 responden laki-laki secara acak dengan total responden sebanyak 527 orang. Sebanyak 527 siswa diukur berat badan dan tinggi badannya. Berdasarkan berat badan dan tinggi badan tersebut, nilai IMT siswa-siswi yang menjadi subjek penelitian dihitung. Siswa-siswi dengan status gizi lebih sebanyak 99 orang yang mencakup yang mencakup overweight (+1<z<+2) dan obes (+2<z<+3) berdasarkan IMT menurut umur (WHO 2007) kemudian menjadi subjek penelitian ini.

(23)

6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer meliputi karakteristik siswa, karakteristik sosial ekonomi keluarga, asupan energi, zat gizi dan serat, aktivitas fisik serta status gizi subjek. Data karakteristik siswa dikumpulkan dengan kuesioner yang diisi oleh subjek setelah diberi penjelasan oleh enumerator. Karakteristik sosial ekonomi dikumpulkan melalui pengisian kuesioner terstruktur oleh ibu responden. Kuesioner tersebut dititipkan kepada subjek, kemudian dibawa kembali ke sekolah keesokan harinya setelah diisi oleh ibu subjek. Data konsumsi pangan diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24 jam yang dilakukan pada dua hari yang berbeda secara berturut-turut, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Data aktivitas fisik diperoleh dari pencatatan kuesioner dengan metode wawancara yang dilakukan dalam waktu 2x24 jam, yaitu satu hari sekolah dan satu hari libur.

Tabel 1 Jenis variabel dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis data Cara Pengumpulan

1. Karakteristik subjek Tanggal lahir Jenis kelamin Uang saku

Primer Pengisian kuesioner oleh subjek

2. Karakteristik keluarga subjek Pekerjaan orangtua Pendapatan keluarga Pendidikan orangtua Besar keluarga

Primer Pengisian kuesioner oleh ibu subjek

3. Konsumsi pangan siswa : Konsumsi harian (Recall 2

x 24 jam)

Primer Pengisian kuesioner dengan metode wawancara 4. Antropometri

Berat badan (BB) Tinggi badan (TB)

Primer Pengukuran berat

badan (kg) dan tinggi badan (cm)

5. Aktivitas Fisik Jenis aktivitas Alokasi waktu/ lama

aktivitas 2x24 jam

Primer Pengisian kuesioner dengan metode wawancara Sumber: Madanijah et al. (2013)

Penilaian status gizi ditentukan berdasarkan pemeriksaan antropometri yang meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan yang kemudian dipetakan pada grafik perkembangan anak menurut WHO 2007. Pengukuran berat badan diukur menggunakan timbangan injak digital (bathscale). Subjek berdiri tegak diatas timbangan dan pandangan lurus ke depan tanpa memegang apapun, kemudian angka penunjuk dibaca. Tinggi badan diukur menggunakan alat pengukur tinggi badan berkapasitas 200 cm (mikrotoise). Subjek berdiri tegak tanpa sepatu sejajar alat pengukur yang dipasang pada tempat dengan permukaan lantai yang rata,

(24)

7 tumit, bokong dan kepala bagian belakang menempel di dinding kemudian alat pengukur ditahan hingga menyentuh kepala bagian atas dan skala dibaca.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi pengecekan kelengkapan data di setiap kuesioner, coding, verifikasi, entri data dan cleaning data. Data yang telah dikumpulkan diberi kode sesuai dengan kode dalam code book kemudian dilakukan verifikasi data untuk melihat konsistensi antar informasi. Data yang telah diberi kode dan diverifikasi selanjutnya dientri dengan menggunakan software microsoft office excel for windows. Untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data, dilakukan cleaning. Analisis statistik data yang dilakukan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, uji beda antara dua kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan serta akreditasi A dan akreditasi B, dengan menggunakan uji beda T-test dan Mann Whitney. Uji korelasi Pearson dan Spearman dilakukan untuk menguji hubungan antara asupan energi dan zat gizi, aktivitas fisik serta karakteristik keluarga dengan status gizi. Semua analisis statistik menggunakan program SPSS 16.0.

Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Hasil perhitungan IMT/U kemudian dikategorikan kedalam status overweight (+1<z<+2) dan obes (+2<z<+3) (WHO 2007). Konsumsi pangan yang diperoleh dengan food recalls 2x24 jam dikonversi beratnya kedalam gram, kemudian dihitung kandungan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan Indonesia tahun 2004 & 2008, Daftar Kandungan Gizi Jajanan dan program nutri survey tahun 2007. Kandungan serat makanan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu buku penuntun diet, informasi nilai gizi pada kemasan makanan dan USDA National Nutrient Database for Standard Reference. Konversi data konsumsi pangan kedalam energi dan zat gizi serta serat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Keterangan :

Kej = Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Gj = Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj = Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

Konsumsi makanan pada tingkat individu atau rumah tangga diterjemahkan kedalam bentuk energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Ratio energi dan zat gizi terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan kecukupan individu. Persentase tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi individu per hari didapat dari hasil perbandingan jumlah energi yang dikonsumsi terhadap kebutuhan energi individu. Berikut ini rumus perhitungan tingkat kecukupan energi (Hardinsyah & Martianto 1992):

Kej = Bj

100 x BDDj

(25)

8

Tingkat kecukupan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral didapat dari hasil perbandingan jumlah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang dikonsumsi terhadap kecukupan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berikut rumus perhitungan tingkat kecukupan protein, vitamin dan mineral:

Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70−79%), defisit tingkat ringan (80−89%), normal (90−119%) dan lebih (≥120%). Tingkat kecukupan mineral dan vitamin dikategorikan menjadi kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005). Adapun pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Data aktivitas fisik terdiri dari jenis aktivitas fisik dan lama aktivitas fisik yang diukur selama 2x24 jam. Jenis aktivitas fisik dikelompokkan sesuai FAO/WHO/UNU (2001). Lama aktivitas fisik diukur dalam satuan jam. Tingkat aktivitas fisik ditentukan berdasarkan FAO/WHO/UNU (2001) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap jenis aktivitas fisik berbeda. Adapun tingkat aktivitas dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu sedentary atau gaya hidup kurang aktif (1.40 ≤ PAL≤ 1.69), aktif atau gaya hidup cukup aktif (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) dan gaya hidup sangat aktif (2.00 ≤ PAL ≤ 2.40). Tingkat yang sangat rendah dari pengeluaran energi memungkinkan untuk bertahan hidup namun tidak sesuai dengan pemeliharaan kesehatan jangka panjang, kegiatan bergerak bebas atau bekerja. Oleh karena itu PAL 1.40 digunakan sebagai batas bawah dari kisaran gaya hidup sedentary. Sementara itu, nilai PAL 2.40 ditentukan sebagai batas atas gaya hidup sangat aktif karena PAL diatas 2.40 sangat sulit untuk dipertahankan dalam waktu panjang.

PAL = (𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 ) 24 𝑗𝑎𝑚

Tingkat Kecukupan Zat Gizi = Konsumsi Zat Gizi

Angka Kecukupan

x

100%

Tingkat Kecukupan Energi = Ko nsumsi Energi

(26)

9 Tabel 2 Kategori variabel penelitian

No. Variabel Kategori Keterangan

1. Usia  ≤10 tahun

 11 tahun  >12

Sebaran subjek 2. Jenis kelamin  Laki-laki

 Perempuan

3. Besar uang saku  Rp 1000-Rp 4000  Rp 4000-Rp 7000  Rp 7000-Rp 10000  > Rp 10.000

Sebaran subjek 4. Besar keluarga  Keluarga kecil (≤ 4 orang)

 Keluarga sedang (5-7 orang)  Keluarga besar (≥ 8 orang)

BKKBN (1998) 5. Pendidikan orang tua  Tidak sekolah  SD/ Sederajat  SMP/Sederajat  SMA/Sederajat  Perguruan tinggi 6. Pekerjaan orang tua  PNS/POLRI/TNI  Pegawai swasta  Wiraswasta  Ibu rumah tangga  Lainnya, sebutkan… 7. Pendapatan orang tua  <Rp 1.000.000/bulan  Rp 1.000.000-1.999.999  Rp 2.000.000-3.999.999  Rp 4.000.000-6.000.000  >Rp 6.000.000 8. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro

 Defisit tingkat berat (<70% AKG)  Defisit tingkat sedang (70-79%

AKG)

 Defisit tingkat ringan (80-89% AKG)  Normal (90-119% AKG)  Kelebihan (≥120% AKG) Depkes (1996) 9. Tingkat kecukupan zat gizi mikro  Kurang <77% AKG

 Cukup ≥77% AKG Gibson (2005) 10. Status Gizi  overweight (+1<z<+2)

 obes (+2<z<+3) WHO (2007) 11. Tingkat aktivitas fisik  Ringan (1.40 ≤ PAL≤ 1.69)  Sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99)  Berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.40) FAO/WHO/ UNU (2001)

(27)

10

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah informasi seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh melalui recall 2x24 jam (1 hari sekolah dan 1 hari libur). Tingkat aktivitas dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu sedentary atau gaya hidup kurang aktif (1.40 ≤ PAL≤ 1.69), Aktif atau gaya hidup cukup aktif (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99) dan gaya hidup sangat aktif (2.00 ≤ PAL ≤ 2.40) (WHO/FAO/UNO 2001).

Asupan energi dan zat gizi adalah kandungan energi dan zat gizi dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek. Informasi kandungan energi dan zat gizi pangan diperoleh dari Daftar Komposisi Bahan Makanan Indonesia dan Daftar Kandungan Gizi Jajanan.

Asupan serat adalah kandungan serat dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek. Informasi kandungan serat pangan diperoleh dari buku penuntun diet, informasi nilai gizi pada kemasan makanan dan USDA National Nutrient Database for Standard Reference.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang diukur menggunakan timbangan ketelitian 0.1 kg.

Besar keluarga adalah jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan dari sumber penghasilan yang sama serta tercantum dalam satu kartu keluarga.

Besar uang saku adalah besarnya uang yang diterima siswa setiap hari untuk berbagai keperluan di sekolah dalam satuan rupiah.

Gizi lebih adalah keadaan status gizi subjek yang digambarkan oleh indeks massa tubuh bernilai lebih besar dari status gizi normal (-2<Z<+1). Gizi lebih dikelompokkan menjadi dua yaitu overweight (+1<Z<+2), obese (+2<Z<+3).

Karakteristik siswa adalah data-data siswa yang meliputi usia, jenis kelamin, uang saku berat badan dan tinggi badan.

Konsumsi pangan adalah informasi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh responden yang didapat dari metode recall 2x24 jam satu hari libur dan satu hari sekolah.

Pendapatan orang tua adalah jumlah pendapatan per bulan dalam bentuk uang yang diperoleh orangtua dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan. Siswa Sekolah Dasar adalah anak usia sekolah yang menjalani pendidikan

sekolah dasar dan terdaftar di Dinas Pendidikan Kota Bogor, berusia 9 sampai 13 tahun.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh subjek berdasarkan indeks massa tubuh berdasar umur (IMT/U) yang dibedakan severe underweight, underweight, normal, overweight, obese dan severe obese (WHO 2007). Tinggi badan adalah pengukuran tinggi badan subjek dalam posisi berdiri tegak

sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan diukur dengan menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm.

Usia adalah umur subjek pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun.

(28)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Siswa

Karakteristik siswa merupakan karakteristik anak usia sekolah yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek merupakan 99 siswa yang berstatus gizi lebih dari 20 SD Negeri di Kota Bogor. Berikut ini dibahas karakteristik siswa yang meliputi jenis kelamin, umur serta uang saku.

Jenis Kelamin Siswa

Tabel 3 menunjukkan sebaran jenis kelamin siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Secara umum, persentase siswa laki laki (53.5%) lebih tinggi dibanding siswa perempuan (46.5%). Pada SD berakreditasi A, persentase siswa laki-laki lebih tinggi daripada siswa perempuan, sedangkan pada SD berakreditasi B sebaliknya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara komposisi jenis kelamin siswa SD berakreditasi A dengan SD berakreditasi B (p=0.251).

Tabel 3 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin serta akreditasi sekolah

Variabel Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % Jenis Kelamin Laki-laki 37 57.8 16 45.7 53 53.5 Perempuan 27 42.2 19 54.3 46 46.5 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 p 0.251 Umur Siswa

Anak usia sekolah berada pada tingkat masa pertengahan kanak-kanak, yaitu ketika anak-anak berumur 6-12 tahun. Pada masa ini, dunia sosial anak-anak bertambah luas, tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja. Mereka mulai mengenal dan berinteraksi dengan guru, teman-teman sebaya dan teman-teman sepermainan. Meskipun pertumbuhan anak usia sekolah tidak secepat pertumbuhan pada masa awal kehidupan, namun pada masa ini kemampuan dalam kontrol motor dan koordinasi semakin berkembang. Selain itu, kemampuan terkait proses berpikir anak juga meningkat. Berikut ini disajikan tabel sebaran siswa berdasarkan umur.

Tabel 4 Sebaran siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Keseluruhan

n % n % n % ≤10 21 39.6 16 34.8 37 37.4 11 24 45.3 25 54.3 49 49.5 >12 8 15.1 5 10.9 13 13.1 Total 53 100.0 46 100.0 99 100.0 Median (Min-Maks) 11 (9; 13) 11 (9; 13) 11 (9; 13) p 0.881

(29)

12

Berdasarkan Tabel 4, siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini berusia antara 9-13 tahun. Secara umum, persentase terbesar siswa berumur 11 tahun (49.5%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara umur siswa laki-laki dengan siswa perempuan (p=0.881).

Besar Uang Saku

Uang saku adalah alokasi pendapatan keluarga yang diberikan orang tua kepada anak untuk jangka waktu tertentu baik per hari, per minggu, maupun per bulan (Engel 1994). Uang saku yang dimaksud adalah uang yang diberikan orang tua kepada anak selain uang biaya transportasi. Uang saku biasanya digunakan untuk jajan atau membeli keperluan sekolah. Andarwulan et al. (2009) diacu dalam Umardani (2011) menyatakan bahwa semakin besar uang saku maka semakin besar juga kemungkinan anak untuk membeli jajanan di sekolah maupun luar sekolah. Pada penelitian ini, alokasi uang saku dinyatakan dalam jangka waktu per hari. Tabel 5 menunjukkan sebaran siswa berdasarkan uang saku dan akreditasi sekolah.

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan uang saku dan akreditasi sekolah Uang Saku

(Rp/hari)

Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % Rendah 10 15.6 12 34.3 22 22.2 Sedang 21 32.8 14 40.0 35 35.4 Tinggi 6 9.4 3 8.6 9 9.1 Sangat tinggi 27 42.2 6 17.1 33 33.3 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 Median (Rp) (Min; Maks) 8000 (1000; 30000) 5000 (1500; 10000) 5000 (1000; 30000) p 0.005

Besar uang saku siswa dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu rendah (Rp 1000-Rp 4000), sedang ( Rp 4000-Rp 7000), tinggi (Rp 7000-Rp 10000) dan sangat tinggi (≥ Rp10000). Secara umum, persentase terbesar siswa (35.4%) memiliki uang saku dengan kategori sedang diikuti kategori sangat tinggi (33.3%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Lestari (2011) dimana sebagian besar siswa memiliki uang saku berkisar antara Rp 2000 – Rp 4800.

Berdasarkan akreditasi, siswa SD berakreditasi A (Rp 8000) memiliki median uang saku yang lebih tinggi dibandingkan siswa SD berakreditasi B (Rp 5000). Sebanyak 42.2% siswa SD berakreditasi A memiliki besar uang saku kategori sangat tinggi sedangkan sebanyak 40.0% siswa SD akreditasi B memiliki besar uang saku kategori sedang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara besar uang saku siswa SD berakreditasi A dengan siswa SD berakreditasi B (p=0.005).

(30)

13 Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orangtua

Pendidikan orangtua siswa meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orangtua. Tabel 6 menyajikan sebaran pendidikan orangtua siswa berdasarkan akreditasi sekolah siswa.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan akreditasi sekolah

Tingkat Pendidikan Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % Ayah Tidak sekolah 0 .0 3 8.6 3 3.0 SD/Sederajat 3 4.7 5 14.3 8 8.1 SMP/Sederajat 1 1.6 3 8.6 4 4.0 SMA/Sederajat 29 45.3 18 51.4 47 47.5 Perguruan tinggi 31 48.4 6 17.1 37 37.4 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 Ibu Tidak sekolah 0 .0 1 2.9 1 1.0 SD/Sederajat 5 7.8 6 17.1 11 11.1 SMP/Sederajat 6 9.4 7 20.0 13 13.1 SMA/Sederajat 27 42.2 17 48.6 44 44.4 Perguruan tinggi 26 40.6 4 11.4 30 30.3 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0

Persentase terbesar ayah berpendidikan SMA/sederajat (47.5%), diikuti perguruan tinggi (37.4%). Hasil yang sama terlihat pada sebaran tingkat pendidikan ibu, dimana 44.4% ibu berpendidikan SMA/sederajat dan 30.3% berpendidikan perguruan tinggi. Hasil analisis tingkat pendidikan orangtua berdasarkan akreditasi sekolah siswa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan ayah (p=0.000) dan tingkat pendidikan ibu (p=0.001) siswa SD berakreditasi A dengan siswa SD berakreditasi B. Persentase terbesar ayah siswa SD berakreditasi A berpendidikan perguruan tinggi (48.4%), sedangkan ayah siswa SD berakreditasi B berpendidikan SMA/sederajat (51.4%). Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa orangtua siswa SD berakreditasi A memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dibanding siswa SD berakreditasi B. Tingkat pendidikan orangtua yang lebih tinggi akan memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional dan psikologis) yang lebih baik dibanding orangtua yang tingkat pendidikannya rendah (Suhardjo 2003).

Pekerjaan Orangtua

Tabel 7 menunjukkan sebaran pekerjaan orang tua berdasarkan akreditasi sekolah. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar ayah bekerja dibidang swasta (41.4%), sedangkan ibu siswa sebagian besar tidak bekerja dan merupakan ibu rumah tangga (76.8%). Berdasarkan akreditasi, ayah siswa SD akreditasi A umumnya bekerja sebagai PNS/POLRI/TNI dan pegawai swasta sedangkan ayah

(31)

14

siswa SD akreditasi B umumnya bekerja dibidang swasta dan wiraswasta. Hampir seluruh ibu siswa SD akreditasi B merupakan ibu rumah tangga (97.1%), berbeda dengan ibu siswa SD akreditasi A. Meskipun sebagian besar ibu siswa SD akreditasi A merupakan ibu rumah tangga (65.6%), akan tetapi ada ibu yang bekerja baik sebagai PNS/POLRI/TNI, pegawai, swasta, wiraswasta dan lainnya. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pekerjaan ayah (p=0.008) dan ibu (p=0.001) siswa SD akreditasi A dan B.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua dan akreditasi sekolah Jenis Pekerjaan Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % Ayah PNS/POLRI/TNI 14 21.9 1 2.9 15 15.2 Swasta 28 43.8 13 37.1 41 41.4 Wiraswasta 12 18.8 13 37.1 25 25.3 Lainnya 10 15.6 8 22.9 18 18.2 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 Ibu PNS/POLRI/TNI 6 9.4 0 .0 6 6.1 Swasta 8 12.5 0 .0 8 8.1 Wiraswasta 6 9.4 0 .0 6 6.1

Ibu rumah tangga 42 65.6 34 97.1 76 76.8

Lainnya 2 3.1 1 2.9 3 3.0

Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0

Keluarga dimana kedua orangtua bekerja banyak ditemukan pada siswa SD berakreditasi A. Keluarga dengan kedua orangtua bekerja kemungkinan memiliki pendapatan yang lebih besar dan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Galobardes et al. (2001) menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan mempengaruhi pola diet dimana subjek yang berasal dari pendidikan dan/atau pekerjaan yang lebih rendah memiliki pola diet yang kurang sehat.

Pendapatan Keluarga

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pendapatan rumah tangga sebagai pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja, balas jasa kapital dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). Dalam penelitian ini, pendapatan keluarga merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga maupun anggota keluarga dalam satu bulan dan dinilai dalam bentuk uang. Sebaran pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 8.

Secara umum, tingkat pendapatan keluarga siswa tersebar merata antara <1 juta rupiah/bulan hingga >6 juta rupiah/bulan. Sebanyak 27.3% keluarga siswa memiliki pendapatan <1 juta rupiah/bulan. Berdasarkan akreditasi, karakteristik pendapatan keluarga siswa SD berakreditasi A berbeda secara signifikan dengan SD akreditasi B (p=0.000). Persentase terbesar keluarga siswa SD berakreditasi A (29.7%) berpendapatan >6 juta rupiah/bulan dan 4-6 juta rupiah/bulan (20.3%),

(32)

15 sedangkan keluarga siswa SD akreditasi B (42.9%) berpendapatan <1 juta rupiah/bulan. Terlihat bahwa keluarga siswa SD berakreditasi A memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendapatan keluarga dan akreditasi sekolah

Tingkat Pendapatan (Rp/bulan)

Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % < 1 juta 12 18.8 15 42.9 27 27.3 1-1.9 juta 10 15.6 11 31.4 21 21.2 2-3.9 juta 13 20.3 8 22.9 21 21.2 4-6 juta 10 15.6 1 2.9 11 11.1 > 6 juta 19 29.7 0 .0 19 19.2 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 p 0.000

Meningkatnya pendapatan di negara-negara berkembang seiring dengan meningkatnya paparan pola makan ―urban‖, menghasilkan banyaknya konsumsi makanan bergaya barat. Hasilnya adalah konsumsi makanan yang lebih padat energi, dengan demikian biasanya, asupan kalori naik secara substansial di wilayah ini terutama pada kelompok berpenghasilan tinggi. Terdapat bukti bahwa transisi diet juga terjadi di rumah tangga miskin, terutama dengan meningkatnya ketergantungan pada makanan jalanan. Daerah kumuh perkotaan sering dicirikan dengan makanan jalanan yang berusaha meniru produk bermerek outlet makanan cepat saji (Pingali 2004). Drewnowski & Specter (2004) dalam artikelnya tentang kemiskinan dan obesitas menyatakan bahwa hubungan antara kemiskinan dan obesitas dapat dijelaskan sebagian oleh rendahnya harga makanan padat energi dan diperkuat oleh palatabilitas yang tinggi dari lemak dan gula.

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama di satu rumah. Jumlah keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi pangan (Iskandar 2012). Berdasarkan BKKBN (1998), besar keluarga dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥ 8 orang). Tabel 9 di bawah ini menyajikan data sebaran besar keluarga siswa berdasarkan akreditasi sekolah.

Jumlah anggota keluarga siswa dalam penelitian ini berkisar antara 3 sampai 12 orang. Sebagian besar keluarga siswa (96%) adalah keluarga kecil dan sedang, hanya sekitar 4% keluarga siswa yang merupakan keluarga besar. Median besar keluarga siswa SD berakreditasi A adalah 4 orang dan median besar keluarga berakreditasi B adalah 5 orang. Baik keluarga siswa di SD dengan akreditasi A maupun sekolah dengan akreditasi B merupakan keluarga kecil dan sedang. Hasil uji komparatif Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga siswa SD berakreditasi A dengan siswa SD berakreditasi B (p=0.305).

(33)

16

Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga dan akreditasi sekolah Besar Keluarga Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan

n % n % n % Kecil 32 50.0 14 40.0 46 46.5 Sedang 30 46.9 19 54.3 49 49.5 Besar 2 3.1 2 5.7 4 4.0 Total 64 100.0 35 100.0 99 100.0 Median (orang) (Min; Maks) 4 (3; 12) 5 (3; 9) 5 (3; 12) p 0.305 Konsumsi Pangan

Pengukuran konsumsi pangan subjek dilakukan menggunakan metode food recall 2x24 jam. Metode food recall digunakan untuk mengetahui jumlah makanan sehingga asupan zat gizi dapat dihitung. Metode food recall mudah digunakan, relatif murah, cepat dan dapat memberikan gambaran nyata konsumsi pangan individu. Akan tetapi, apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang didapat kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Untuk memperoleh data yang dapat menggambarkan kebiasaan makan individu, recall 24 jam harus dilakukan secara berulang-ulang dan pada hari yang tidak berturut-turut. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menggunakan food recall adalah food recall sangat tergantung pada daya ingat individu (Supariasa et al. 2001). Tabel 10 menyajikan data jumlah siswa yang mengonsumsi kelompok makanan dan olahannya.

Tabel 10 Jumlah siswa yang mengonsumsi makanan olahan Jumlah yang Mengonsumsi

n %

Makanan Pokok 99 100.0

Daging dan olahannya 50 50.5

Ayam dan olahannya 87 87.9

Ikan dan olahannya 26 26.3

Telur dan olahannya 87 87.9

Susu dan olahannya 57 57.6

Kacang-kacangan dan olahannya 44 44.4

Sayur dan olahannya 55 55.6

Buah dan olahannya 27 27.3

Minuman 90 90.9

Jajanan 92 92.9

Total 99 100.0

Data konsumsi makanan olahan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1. Kelompok makanan olahan yang banyak dikonsumsi siswa adalah kelompok makanan pokok, ayam dan olahannya, telur dan olahannya, susu dan olahannya,

(34)

17 sayur dan olahannya, minuman serta jajanan. Kelompok daging dan olahannya, ikan dan olahannya, kacang-kacangan dan olahannya serta buah dan olahannya hanya dikonsumsi oleh kurang dari 50% siswa. Pada kelompok makanan pokok, makanan olahan yang paling sering dikonsumsi adalah nasi, mie instan dan nasi goreng. Pangan hewani yang paling sering dikonsumsi siswa adalah ayam goreng, telur ayam goreng dan bakso daging. Makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi siswa adalah wafer, cookies, keripik olahan kentang serta cilok/cireng. Makanan-makanan tersebut adalah makanan yang banyak mengandung lemak, gula dan rendah serat. Deni dan Dwiriani (2009) dalam penelitiannya mengenai pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan konsumsi pangan pada siswa sekolah dasar yang berstatus gizi normal dan overweight menunjukkan hasil yang serupa. Sebagian besar siswa memenuhi kebutuhan makanan pokok dari nasi dan mie instan, kebutuhan protein dari daging dan telur ayam serta makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah biskuit. Siswa masih kurang mengonsumsi sayur, buah serta tahu dan tempe (kacang-kacangan). Tabel 11 menunjukkan jumlah jenis pangan dan rata-rata konsumsi kelompok pangan.

Tabel 11 Jumlah jenis makanan olahan dan rata-rata konsumsi makanan olahan siswa

Jumlah Jenis Makanan Olahan (n)

Rata-rata Konsumsi (g/kap/hari)

Makanan Pokok 18 437.9

Daging dan olahannya 4 24.4

Ayam dan olahannya 8 56.7

Ikan dan olahannya 5 9.1

Telur dan olahannya 1 46.4

Susu dan olahannya 7 62.5

Kacang-kacangan dan olahannya 6 17.1

Sayur dan olahannya 16 27.7

Buah dan olahannya 18 34.3

Minuman 12 239.3

Jajanan 31 75.1

Menurut Soekirman et al. (2010), anjuran pembagian makan sehari kelompok usia 10-19 tahun adalah nasi 6 porsi (600 g), daging 3 porsi (300 g), tempe 4 porsi (200 g), sayur 3 porsi (300 g) dan buah 4.5 porsi (250-800 g). Secara umum, konsumsi pangan siswa masing belum sesuai anjuran, terutama konsumsi kelompok pangan kacang-kacangan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Meskipun jenis sayur dan buah yang dikonsumsi sudah cukup banyak, masing-masing 16 dan 18 jenis, akan tetapi jumlahnya masih sangat kurang. Anjuran konsumsi sayur dan buah siswa adalah 300 g dan 250 g, sedangkan konsumsinya hanya 27.7 g/kap/hari dan 34.3 g/kap/hari. Begitu pula halnya dengan kacang-kacangan.

Hasil penelitian Aeberli et al. (2007) mengenai asupan makanan pada anak overweight dan normal berusia 6-14 tahun di Swiss menunjukkan hasil yang lebih tinggi. Median konsumsi buah anak overweight perempuan adalah 199 g/hari dan laki 264 g/hari. Kemudian, median konsumsi sayur pada perempuan dan

(35)

laki-18

laki adalah 92 g/hari dan 90 g/hari. Moshki & Bahrami (2013) melakukan penelitian mengenai perilaku konsumsi makan siswa sekolah dasar di Gonabad. Hasil menunjukkan roti dan biji-bijian merupakan satu-satunya kelompok pangan yang dikonsumsi dengan jumlah yang sesuai dengan anjuran yang direkomendasikan untuk anak. Konsumsi kelompok pangan lainnya, termasuk protein, susu dan pangan olahannya, buah dan sayur lebih rendah dari anjuran yang direkomendasikan.

Asupan Energi dan Zat Gizi

Anak usia sekolah pada umumnya mempunyai pola makan dan asupan gizi yang tidak terlalu berbeda dengan teman sebayanya. Perbedaan asupan gizi antara anak laki-laki dengan perempuan meningkat secara bertahap mulai umur 12 tahun. Anak laki-laki mengonsumsi makanan lebih banyak, dengan demikian energi dan zat-zat gizi yang diserapnya akan lebih besar daripada anak perempuan. Walaupun pada umumnya jumlah dan variasi makanan yang dimakan anak usia sekolah bertambah, akan tetapi banyak diantara mereka yang tidak menyukai sayuran. Anak usia sekolah pada umumnya menyukai makanan jajanan seperti mie bakso, siomay, goreng-gorengan dan makanan manis seperti kue-kue (Almatsier 2011). Tabel 12 menyajikan median asupan energi dan zat gizi siswa sekolah berakreditasi A dan B dan Tabel 13 menyajikan median asupan energi dan zat gizi siswa laki-laki dan perempuan.

Tabel 12 Angka kecukupan serta median asupan energi dan zat gizi siswa berdasarkan akreditasi sekolah

Energi dan zat Gizi (kap/hari) AKG Asupan p Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan Energi (kkal) 1850-2100 1786 (919; 3494) 1777 (864; 3238) 1777 (864; 3494) 0.830 Protein (g) 49-60 57 (17; 165) 57 (14; 102) 57 (14; 165) 0.169 Lemak (g) 67-72 53 (12; 125) 50 (12; 114) 53 (12; 125) 0.924 Karbohidrat (g) 254-289 343 (117; 1437) 340 (138; 701) 340 (117; 1437) 0.786 Kalsium (mg) 1000-1200 637 (115; 5980) 485 (78; 3341) 557 (78; 5980) 0.158 Fosfor (mg) 500-1250 607 (168; 3525) 492 (122; 7250) 568 (122; 7250) 0.029 Besi (mg) 10-14 15 (6; 205) 11 (3; 67) 14 (3; 205) 0.116 Vitamin A (g) 500-600 404 (23; 2170) 326 (7; 811) 365 (7; 2170) 0.260 Vitamin C (mg) 45-50 17 (0; 454) 11 (0; 139) 15 (0; 454) 0.117

(36)

19 Tabel 13 Angka kecukupan serta median asupan energi dan zat gizi siswa

berdasarkan jenis kelamin Energi dan zat gizi (kap/hr) Laki-laki Perempuan Asupan Keseluruhan p

AKG Asupan AKG Asupan

Energi (kkal) 1850-2100 1777 (864; 3254) 1850-2000 1802 (890; 3494) 1777 (864; 3494) 0.673 Protein (g) 49-56 56 (14; 165) 49-60 57 (17; 118) 57 (14; 165) 0.710 Lemak (g) 70-72 55 (20; 125) 67-72 49 (12; 114) 53 (12; 125) 0.305 Karbohidrat (g) 254-289 315 (151; 1437) 254-279 363 (117; 858) 340 (117; 1437) 0.872 Kalsium (mg) 1000-1200 630 (78; 5980) 1000-1200 524 (134; 5728) 557 (78; 5980) 0.510 Fosfor (mg) 500-1250 562 (122; 7530) 500-1250 571 (168; 3591) 568 (122; 7530) 0.510 Besi (mg) 10-13 14 (3; 182) 10-14 14 (5; 205) 14 (3; 205) 0.983 Vitamin A (g) 500-600 326 (7; 2170) 500-600 401 (23; 1251) 365 (7; 2170) 0.244 Vitamin C (mg) 45-50 11 (0; 345) 45-50 17 (3; 454) 15 ( 0; 454) 0.061 Terdapat tiga jenis zat gizi makro, yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Melalui proses metabolisme di dalam tubuh, karohidrat, protein dan lemak menghasilkan energi. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama dari pangan, sedangkan protein digunakan sebagai zat pembangun (Almatsier 2011).

Energi

Energi diartikan sebagai ―kapasitas untuk melakukan pekerjaan‖. Energi berasal dari zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein dan alkohol yang terdapat dalam makanan. Kebutuhan akan energi harus dipenuhi secara teratur bagi kelangsungan hidup. Kebutuhan energi didefinisikan sebagai asupan energi makanan yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan energi pada orang sehat yang telah ditetapkan berdasarkan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan tingkat aktivitas fisik (Mahan & Escott-Stump 2008).

Hasil analisis menunjukkan median asupan energi siswa dalam penelitian ini adalah 1777 kkal/kap/hari. Berdasarkan akreditasi, median asupan energi siswa SD berakreditasi A dan B tidak berbeda secara signifikan (p=0.830). Begitu pula halnya dengan asupan siswa laki-laki dan perempuan (p=0.673). Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan perbedaan asupan anak laki-laki dengan perempuan meningkat secara bertahap setelah usia 12 tahun dimana dalam penelitian ini usia siswa berkisar antara 9-13 tahun sehingga perbedaan asupan antara jenis kelamin belum terlihat jelas.

(37)

20 Protein

Protein di dalam tubuh berperan dalam pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan pembentukan jaringan baru. Selama masa pertumbuhan, kadar protein tubuh meningkat dari 14.6% pada umur satu tahun menjadi 18-19% pada umur empat tahun, sama dengan kadar protein orang dewasa. Penilaian terhadap asupan protein anak harus mempertimbangkan kecukupan untuk pertumbuhan, mutu protein makanan yang dikonsumsi, komposisi asam amino esensial serta kecukupan vitamin, mineral dan energi (Almatsier 2011).

Asupan protein siswa secara keseluruhan memiliki median 57 g/kap/hari. Begitu pula berdasarkan akreditasi, median asupan protein siswa SD berakreditasi A dan B adalah 57 g/kap/hari. Berdasarkan jenis kelamin, median asupan protein siswa perempuan adalah 57 g/kap/hari, sedangkan asupan protein siswa laki-laki adalah 56 g/kap/hari. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan protein baik berdasarkan akreditasi (p=0.169) maupun jenis kelamin (p=0.710).

Lemak

Lemak merupakan sumber energi padat yang kandungan energinya dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat atau protein. Karena lemak kaya akan protein, maka kebutuhan akan energi dapat tercapai dengan mengonsumsi makanan yang juga mengandung lemak dalam jumlah yang wajar. Lemak dalam diet juga berperan penting dalam pencernaan, penyerapan dan transportasi vitamin larut lemak.

Dewasa ini, banyak orang memandang bahwa makanan tinggi lemak merupakan makanan yang tidak sehat serta dapat menyebabkan kegemukan. Telah banyak penelitian mengenai hubungan asupan lemak dalam makanan dengan kejadian kegemukan. Swinburn et al. (2004) dalam ulasannya mengenai diet dan pencegahan kelebihan berat badan dan obesitas menyimpulkan dari penelitian-penelitian lainnya bahwa pada tingkat makronutrien, tidak ada bukti bahwa energi dari lemak lebih menggemukkan daripada jumlah energi yang sama dari karbohidrat atau protein. Pada tingkat diet, masih ada perdebatan tentang efek komposisi diet pada peningkatan berat badan yang tidak sehat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut dalam bidang ini. Namun, telah terbukti dari berbagai uji kontrol secara acak bahwa asupan tinggi akan makanan padat energi (yang sering juga miskin mikronutrien) mempromosikan peningkatan berat badan secara tidak sehat.

Asupan lemak siswa secara umum berada dibawah kisaran kecukupan lemak untuk anak 9-13 tahun, yaitu dengan median 53 g/kap/hari. Begitu pula dengan asupan lemak siswa bila dilihat berdasarkan akreditasi. Baik asupan lemak siswa SD berakreditasi A maupun siswa SD berakreditasi B masih berada dibawah kisaran angka kecukupan lemak yang dianjurkan. Berdasarkan jenis kelamin, asupan siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan siswa SD berakreditasi A dengan B (p=0.924) serta siswa laki-laki dengan siswa perempuan (p=0.305).

(38)

21 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan yang menyumbang lebih dari setengah dari total kebutuhan energi sehari. Hasil analisis menunjukkan secara keseluruhan asupan karbohidrat siswa melebihi angka kecukupan yang dianjurkan, yaitu dengan median 340 g/kap/hari. Berdasarkan akreditasi, baik siswa SD berakreditasi A maupun B memiliki asupan diatas angka kecukupan yang dianjurkan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok sekolah tersebut (p=0.786). Begitu pula dengan asupan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan siswa laki-laki dengan siswa perempuan (0.872).

Penelitian Deni & Dwiriani (2009) di Kota Bogor menunjukkan rata-rata asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat siswa sekolah dasar 9-11 tahun berstatus gizi overweight yang lebih rendah dibandingkan asupan siswa dalam penelitian ini, yaitu 1479 kkal, 41.0 g, 41.6 g dan 220.8 g. Sementara itu, median asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat anak overweight 6-14 tahun di Swiss sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian ini, yaitu 1880 kkal, 79.9 g, 61.2 g dan 235.2 g pada perempuan serta 1909 kkal, 77.4 g, 66.6 g dan 240.5 g pada laki-laki (Aeberliet al. 2007). Selanjutnya, penelitian lain pada anak Sekolah Dasar Negeri berusia 10-12 tahun di Kota Bogor menunjukkan asupan energi dan protein sebesar 1546 kkal dan 36.9 g, lebih rendah bila dibandingkan dengan anak sekolah dasar berstatus gizi lebih dalam penelitian ini (Masti 2009). Asupan zat gizi anak berstatus gizi lebih bervariasi antar daerah dan antar usia. Pada sebagian penelitian, asupan zat gizi anak berstatus gizi overweight dan obes lebih tinggi daripada anak normal, sementara pada penelitian lainnya lebih rendah (Aeberli et al. 2007, Deni & Dwiriani 2009, Elliot et al. 2011, Garipagaoglu et al. 2008).

Mineral

Mineral berperan penting dalam proses tumbuh-kembang secara normal. Kekurangan konsumsi terlihat pada laju pertumbuhan yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang kurang dan anemia (Almatsier 2011). Berdasarkan Tabel 10, siswa SD berakreditasi A mempunyai asupan kalsium dengan median 637 mg, lebih tinggi dibandingkan asupan kalsium siswa SD berakreditasi B dengan median 485 mg. Meskipun demikian asupan kalsium keduanya masih dibawah kecukupan yang dianjurkan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan asupan kalsium siswa SD berakreditasi A dan B tidak berbeda nyata (p=0.158). Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, asupan kalsium kelompok siswa laki-laki lebih tinggi dibanding siswa perempuan dengan median masing-masing 630 mg dan 524 mg. Asupan kalsium siswa laki-laki tidak berbeda nyata dengan asupan siswa perempuan (p=0.510).

Median asupan fosfor siswa SD berakreditasi A adalah 607 mg dan median asupan fosfor siswa SD berakreditasi B adalah 492 mg. Berdasarkan jenis kelamin, median asupan fosfor siswa laki-laki dan perempuan secara berturut-turut adalah 562 mg dan 571 mg. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan asupan fosfor siswa SD berakreditasi A dengan siswa SD berakreditasi B berbeda secara signifikan (p=0.029), sedangkan asupan fosfor siswa laki-laki dengan siswa perempuan tidak berbeda signifikan (p=0.510).

(39)

22

Secara umum, sumber protein yang baik juga merupakan sumber fosfor yang baik. Daging, unggas, ikan dan telur merupakan sumber fosfor yang sangat baik. Begitu juga dengan susu dan olahannya, kacang-kacangan, biji-bijian dan serealia merupakan sumber fosfor yang baik. Sebagian besar asupan fosfor dari makanan (sekitar 60%) berasal dari pangan hewani seperti susu, daging, unggas, ikan dan telur. Sekitar 20% berasal dari kacang-kacangan dan serealia serta 10% berasal dari buah. Jumlah asupan fosfor dari bahan aditif makanan pada produk seperti daging, keju, minuman dan roti juga cukup signifikan (Mahan & Escott-Stump 2008). Asupan fosfor siswa dalam penelitian ini sebagian besar berasal dari daging, unggas, telur dan susu. Asupan fosfor siswa sekolah akreditasi A yang lebih tinggi menunjukkan konsumsi pangan sumber fosfor seperti susu, daging, daging unggas yang lebih tinggi.

Median asupan zat besi siswa secara keseluruhan adalah 14 mg. Siswa SD berakreditasi A memiliki median asupan zat besi yang lebih tinggi dibandingkan siswa SD berakreditasi B, yaitu masing masing 15 mg dan 11 mg. Namun hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan zat besi siswa SD berakreditasi A dengan siswa SD berakreditasi B. Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki memiliki median asupan zat besi yang sama dengan siswa perempuan, yaitu 14 mg. siswa dalam penelitian ini mengonsumsi hati ayam yang merupakan sumber zat besi yang baik, selain itu siswa juga banyak mengonsumsi telur dan daging unggas.

Vitamin

Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak. Bentuk aktif vitamin A yang dikenal sebagai retinoid terdapat pada sumber pangan hewani. Tanaman mengandung kelompok senyawa yang dikenal secara kolektif sebagai karotenoid, yang dapat menghasilkan retinoid ketika dimetabolisme dalam tubuh. Vitamin A berperan penting dalam fungsi penglihatan dan berbagai fungsi sistemik, termasuk diferensiasi sel normal, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi kekebalan tubuh serta reproduksi (Mahan & Escott-Stump 2008). Median asupan vitamin A siswa dalam penelitian ini adalah 365 g, dibawah angka kecukupan yang dianjurkan. Berdasarkan akreditasi, asupan vitamin A siswa SD berakreditasi A sedikit lebih tinggi dibanding siswa SD berakreditasi B, namun tidak berbeda signifikan (p=0.260). Berdasarkan jenis kelamin, asupan vitamin A siswa laki-laki lebih rendah dibanding siswa perempuan, namun tidak berbeda signifikan (p=0.244).

Vitamin C atau asam askorbat berfungsi dalam reaksi oksidasi-reduksi dan disintesis dari glukosa dan galaktosa oleh tanaman dan kebanyakan hewan. Akan tetapi, manusia dan primata lain tidak dapat melakukan sintesis vitamin C sendiri. Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen dan karnitin serta bertindak sebagai antioksidan (Mahan & Escott-Stump 2008). Median asupan vitamin C siswa dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah 15 mg, jauh dibawah angka kecukupan yang dianjurkan. Median asupan siswa SD berakreditasi A (17 mg) lebih tinggi dibanding siswa SD berakreditasi B (11 mg). Meskipun begitu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok akreditasi (p=0.117). Berdasarkan jenis kelamin, asupan siswa laki-laki (11 mg) lebih rendah dibanding siswa perempuan (17 mg), namun tidak terdapat perbedaan signifikan antara keduanya (p=0.061). Vitamin C banyak terdapat di dalam buah-buahan, sayur-sayuran, organ hewan, maupun makanan yang diperkaya vitamin C. Kekurangan

(40)

23 asupan vitamin C kemungkinan disebabkan kurangnya konsumsi buah dan sayur oleh siswa.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan merupakan gambaran pemenuhan kebutuhan zat gizi dari konsumsi makanan sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan. Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dari perbandingan antara asupan zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Depkes (1996) membedakan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi lima kelompok, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG) dan berlebih (≥120% AKG). Sedangkan berdasarkan Gibson (2005), tingkat kecukupan zat gizi mikro dikelompokkan menjadi dua, yaitu kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77%). Tabel 14 menunjukkan median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa pada SD berakreditasi A dan B dan Tabel 15 menunjukkan median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa laki-laki dan perempuan.

Tabel 14 Median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa berdasarkan akreditasi sekolah

Tingkat Kecukupan Akreditasi A Akreditasi B Keseluruhan Energi 86 (46; 175) 89 (43; 163) 86 (43; 175) Protein 95 (29; 308) 99 (26; 190) 98 (26; 308) Lemak 76 (17; 187) 73 (17; 170) 74 (17; 187) Karbohidrat 120 (42; 470) 121 (46; 282) 121 (42; 470) Kalsium 53 (10; 498) 40 (7; 278) 46 (7; 498) Fosfor 50 (13; 282) 39 (10; 602) 46 (10; 602) Besi 112 (24; 1464) 85 (25; 514) 109 (24; 1464) Vitamin A 67 (4; 362) 54 (1; 135) 61 (1; 362) Vitamin C 34 (0; 909) 21 (0; 279) 30 (0; 909) Tabel 15 Median tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa berdasarkan jenis

kelamin

Tingkat Kecukupan Laki-laki Perempuan Keseluruhan Energi 82 (43; 161) 90 (44; 175) 86 (43; 175) Protein 96 (26; 308) 98 (29; 217) 98 (29; 217) Lemak 79 (30; 187) 73 (17; 170) 74 (17; 187) Karbohidrat 107 (46; 470) 139 (42; 284) 121 (42; 470) Kalsium 53 (7; 498) 44 (11; 477) 46 (7; 498) Fosfor 45 (10; 602) 47 (13; 287) 46 (10; 602) Besi 110 (24; 1297) 108 (37; 1464) 109 (24; 1464) Vitamin A 54 (1; 362) 67 (4; 208) 61 (1; 362) Vitamin C 22 (0; 690) 34 (5; 909) 30 (0; 909)

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir asupan energi, zat gizi dan serat serta aktivitas fisik  siswa sekolah dasar berstatus gizi lebih di Kota Bogor
Tabel 1  Jenis variabel dan cara pengumpulan data
Tabel  3  menunjukkan  sebaran  jenis  kelamin  siswa  yang  menjadi  subjek  dalam penelitian ini
Tabel  6    Sebaran  siswa  berdasarkan  tingkat  pendidikan  orangtua  dan  akreditasi  sekolah
+6

Referensi

Dokumen terkait

1) Pemahaman siswa terhadap teknik dasar lompat jauh melalui media kardus membuat siswa bersemangat untuk melakukan pembelajaran dan semakin aktif untuk mencoba

Laki-laki bukan hanya mantan suami saja Tidak mendapat dukungan dari teman yang sama memiliki status janda Dulu memiliki teman yang terdekat Kehilangan kontak teman terdekat

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Sungai Latuppa, Kelurahan Latuppa, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo pada bulan Mei sampai Juni 2016 yang bertujuan untuk

Kendala yang ditemui di lokasi Praktek Kerja Lapang adalah minimnya pengetahuan terhadap penyakit yang menyerang udang vaname, tidak lengkapnya fasilitas yang sesuai

Kelurahan Pinang Jaya, Kota Bandar Lampung merupakan daerah kawasan yang dapat dijadikan lokasi percontohan untuk pemberdayaan masyarakat dalam hal pengembangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan proporsi spermatozoa Y hasil pemisahan semen domba lokal dengan beberapa fraksi albumen telur dan lama penyimpanan

Pada penelitian ini penggunaan metode swim up dan tanpa swim up secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P&gt;0,05), dimana metode swim up memberikan pengaruh

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun kari (Murraya koenigii L.) terhadap kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi