GAMBARAN KEEFEKTIFAN PROSES MENYUSUI
PADA IBU MENYUSUI DI KLINIK BERSALIN MARIANI
TANGIA LESTARI NIEKAESA BINTANG
081101053
SKRIPSI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kepada
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
“Gambaran Keefektifan Proses Menyusui Pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin
Hj. Mariani”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk
menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Medan
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
menyediakan waktu serta penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan
arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa penyusunan
skripsi ini.
3. Ibu Hj. Mariani, Amkeb selaku pimpinan Klinik Bersalin Mariani yang telah
memberikan izin melakukan penelitian dan membantu selama penelitian.
4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah
memberikan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini, dan Ibu
pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat serta bimbingan
selama perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa kepada keluargaku tercinta : Bapak R. C. Bintang dan Mama H.
Sianturi atas kasih sayang, dukungan moral dan material dalam tiap langkah
hidupku, serta kakakku Irne C.A Bintang, ST, Tuveri Debora H. Bintang, ST,
Yolanda Yosephine L. Bintang, dan adik-adikku Arthur Khasway M Bintang
dan Artchie Roman Hasiansky Bintang yang tetap setia memberikan
dukungan, doa, semangat, dan membantu terutama selama penelitian dan
pembuatan Laporan Tugas Sarjana.
6. Ferdinan A. Lubis, yang senantiasa menemani, memberikan semangat, doa
dan dukungan di setiap waktu kepada penulis mulai dari awal penelitian
sampai penyelesaian Tugas Sarjana.
7. Sahabat-sahabatku Esi P. Tarigan, Clara G. Sitohang, dan Elviana K.
Situmorang yang senantiasa bersama menjalani susah senang masa-masa
perkuliahan , saling membantu dan saling mendukung selama proses
pengerjaan Tugas Sarjana.
8. Teman-teman angkatan 2008, terutama kelompok D (Elisa, Asty, Dina, Devi,
Dewi, Eliza, Sry, Siska, Fransiska, Fiza, dan Win), juga Ade dan Wani (teman
seperjuangan saat penelitian), dan teman-teman lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dengan penuh kasih melimpahkan
berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu
DAFTAR ISI
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 24
1. Kerangka konseptual ... 24
2. Defenisi Operasional ... 26
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 29
1. Desain Penelitian ... 29
2. Populasi dan Sampel ... 29
3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 30
4. Pertimbangan Etik Keperawatan ... 30
5. Alat Pengumpul Data ... 31
7. Pengumpulan Data ... 36
8. Analisa Data ... 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 25
Tabel 2 ... 26
Tabel 1.1 ... 37
Tabel 1.2.1 ... 38
Tabel 1.2.2 ... 38
Tabel 1.2.3 ... 39
Tabel 1.2.4 ... 39
DAFTAR SKEMA
Judul : Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani
Nama mahasiswa : Tangia Lestari Niekaesa Bintang
NIM : 081101053
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Ajaran : 2011 – 2012
ABSTRAK
Pemberian ASI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang menuju potensi maksimal. Hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang proses menyusui pada ibu. Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami,walau demikian dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif. Proses menyusui yang efektif didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer). Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani dan menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 30 orang. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuisioner data demografi,kuisioner dan lembar observasi keefektifan proses menyusui. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan proses menyusui pada umumnya tergolong tidak efektif (53,3%). Posisi tubuh antara ibu dan bayi pada umumnya tergolong benar (73,3%). Masalah utama penyebab ketidakefektifan proses menyusui adalah transfer ASI yang tidak baik (80%). Hal ini disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (73,3%) dan ketidakefektifan hisapan bayi (76,7%). Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan proses menyusui yang efektif melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu menyusui.
Judul : Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani
Nama mahasiswa : Tangia Lestari Niekaesa Bintang
NIM : 081101053
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Ajaran : 2011 – 2012
ABSTRAK
Pemberian ASI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang menuju potensi maksimal. Hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang proses menyusui pada ibu. Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami,walau demikian dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif. Proses menyusui yang efektif didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer). Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani dan menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 30 orang. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuisioner data demografi,kuisioner dan lembar observasi keefektifan proses menyusui. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan proses menyusui pada umumnya tergolong tidak efektif (53,3%). Posisi tubuh antara ibu dan bayi pada umumnya tergolong benar (73,3%). Masalah utama penyebab ketidakefektifan proses menyusui adalah transfer ASI yang tidak baik (80%). Hal ini disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (73,3%) dan ketidakefektifan hisapan bayi (76,7%). Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan proses menyusui yang efektif melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu menyusui.
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang dapat
menggambarkan status kesehatan masyarakat di suatu negara. Menurut Menteri
kesehatan, pada pencapaian pembangunan kesehatan tahun 2010 terjadi
penurunan angka kematian bayi. Pada tahun 1991 AKB adalah 68 per 1.000
kelahiran hidup (KH) dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 34 per
1.000 KH. Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan bahwa diseluruh
dunia sekitar 1,5 juta bayi meninggal setiap tahunnya karena tidak disusui
(Moody, 2006).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu mengurangi
AKB dalam rangka pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs)
pada tahun 2015, yaitu 23 per 1.000 KH untuk angka kematian bayi dimuat pada
Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/MENKES/SK/VI/SK/2004 tentang
program pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif (Sujudi, 2004).
Pemberian ASI secara ekslusif merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Hal ini
didukung oleh pernyataan United Nation Childrens Fund (UNICEF), bahwa
sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian
ASI secara eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi
yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan bayi untuk
tumbuh dan berkembang menuju potensi yang maksimal. ASI juga mengandung
antibodi yang dapat mengurangi resiko bayi terkena alergi, diare, infeksi dada,
penyakit saluran cerna, infeksi telinga, masalah pernafasan dan radang selaput
otak (Moody, 2006).
Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga bagi ibu.
Pemberian ASI dapat menjalin ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (bonding),
menunda kehamilan dan juga berdampak pada kesehatan ibu yaitu penurunan
berat badan ibu setelah kehamilan (Roesli, 2008). Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan pada tahun 2007 tercatat
41.346 bayi yang ada di kota Medan. Jumlah yang diberi ASI eksklusif hanya 623
bayi, dengan kata lain pencapaian pemberian ASI eksklusif hanya 1,51%.
Pengalaman dalam upaya peningkatan pemberian ASI selama 15 tahun
menunjukan bahwa hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya
pengetahuan yang benar tentang ASI dan proses menyusui pada ibu. ASI dan
menyusui yang umumnya dianggap hal biasa yang tidak perlu dipelajari dan
manajemen laktasi atau cara menyusui yang kurang tepat sering menghambat
pemberian ASI (Roesli, 2000).
Penjelasan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui,
penatalaksanaanya sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun,
langkah yang dimuat dalam Resolusi World Health Assembly 43.34 (1992)
tentang 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (Sujudi, 2004).
Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti
yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui
dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun
ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses
menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui,
memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak
lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan
(Mulder, 2006).
Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami. Walau demikian
dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif, yaitu teknik
menyusui yang benar (Lawson, 2007). Proses menyusui dapat berjalan secara
efektif bila didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar, perlekatan bayi yang
maksimal pada payudara ibu, dan keefektifan hisapan bayi pada payudara
(Riordan , 2006).
Pemahaman akan keefektifan proses menyusui akan membantu ibu untuk
mengetahui keefektifan hisapan bayi dalam memeras ASI. Posisi dan perlekatan
bayi pada payudara ibu secara tepat dan maksimal akan mengurangi kemungkinan
terjadinya lecet pada puting dan mastitis pada ibu (Sulistyawati, 2009).
Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai
ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam
proses menyusui yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi posisi ibu dan
bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan
hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).
Pada penelitian Goyar (2010) di Libya tentang praktek menyusui ; posisi,
perlekatan dan keefektifan hisapan bayi payudara,didapatkan hasil posisi tidak
benar menyusui sebanyak 24%, perlekatan yang buruk sebanyak 30%, dan proses
menghisap payudara yang tidak efektif sebanyak 42,8 % pada neonatal.
Belum adanya penelitian terkait keefektifan proses menyusui ditinjau dari
posisi ibu dan bayi, perlekatan pada payudara, keefektifan hisapan bayi pada
payudara, dan transfer ASI, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin
Mariani. Perkiraan ibu menyusui yang mengunjungi Klinik Bersalin Mariani pada
bulan Maret- April adalah sebanyak 30 - 45 orang.
2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu
menyusui di Klinik Bersalin Mariani.
3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran posisi ibu dan bayi yang benar
(Body position) pada proses menyusui .
b) Untuk mengetahui gambaran perlekatan bayi yang tepat (Latch) pada
proses menyusui.
c) Untuk mengetahui gambaran keefektifan hisapan bayi pada payudara
(effective sucking) pada proses menyusui.
d) Untuk mengetahui gambaran transfer ASI (Milk transfer) pada proses
menyusui.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
4.1Praktik Keperawatan
Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi perawat sehingga klien dapat mendapatkan pelayanan
mengenai proses menyusui, diharapkan kinerja pelayanan yang diberikan tenaga
4.2Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi
tenaga pendidik keperawatan untuk menambah pengetahuan peserta didik tentang
keefektifan proses menyusui.
4.3 Peneliti Keperawatan
Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian
selanjutnya tentang proses menyusui dan ibu menyusui dengan jenis penelitian
lain atau dengan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokan menjadi 4
bagian, yaitu : anatomi payudara, ASI, laktasi dan keefektifan proses menyusui.
1. Anatomi Payudara
Payudara pada perempuan merupakan suatu kelenjar eksokrin berukuran
besar yang tersusun oleh sekitar 18 segmen yang berisi lemak, jaringan
penyambung yang sangat banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe
dan saraf (Bobak, 2005). Payudara berkembang pada saat pubertas, perkembangan
ini distimulasi oleh estrogen yang diproduksi selama siklus haid. Pertumbuhan
yang jauh lebih besar terjadi pada saat kehamilan, dan kelenjar payudara
berkembang secara sempurna untuk pembentukan air susu. Pada umumnya
diameter payudara berkisar 10 – 12 cm dengan berat rata-rata 600 – 800 gram
pada masa menyusui (Soetjiningsih, 1997 ; Maryunani, 2009).
Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV,sedangkan
secara horizontal payudara terletak mulai dari pinggir sternum sampai linea
aksilaris medialis (Maryunani, 2009).
Dilihat dari penampang luarnya, payudara terbagi menjadi tiga bagian
utama yaitu korpus mammae (badan), areola, dan puting susu atau papilla
(Maryunani, 2009).
Korpus mammae merupakan bagian yang paling besar dari payudara yang
yang terdiri dari duktus laktiferus yang berfungsi menyalurkan ASI dari alveoli
ke sinus laktiferus, sinus laktiferus/ampula yang berfungsi sebagai kantung
penyimpanan ASI, dan alveoli yang berfungsi sebagai kantung penghasil ASI.
Stroma terdiri dari jaringan lemak dan penyangga. Jaringan lemak disekeliling
alveoli dan sekitar duktus laktiferus menentukan besar kecilnya ukuran payudara.
Di sekeliling alveoli juga terdapat otot polos, yang akan berkontraksi memeras
keluar ASI. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009).
Areola merupakan daerah berpigmentasi lebih yang mengelilingi puting
susu. Pada areola terdapat kelenjar-kelenjar kecil yaitu kelenjar Montgomery yang
menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga kesehatan kulit disekitar areola
dan puting susu agar tetap lunak dan lentur selama menyusui (IDAI, 2008).
Puting susu atau papilla merupakan bagian yang menonjol di puncak
payudara. Pada puting susu terdapat lubang –lubang kecil yang merupakan muara
dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf yang penting pada proses menyusui,
pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Puting susu mengandung serat-serat
otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusu sehingga
menyebabkan duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu
ereksi (Maryunani, 2009).
2. ASI
2.1 Defenisi
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan
bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI adalah salah satu jenis makanan yang
mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis maupun spiritual.
ASI mengandung nutrisi, hormon, antibodi, anti alergi, serta anti inflamasi.
Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin,2003).
2.2 Manfaat ASI
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu
formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu
yang menyusui (Moody dkk, 2006).
Menurut Ross (2006), manfaat pemberian ASI pada bayi yaitu : ASI
mengandung nutrisi seimbang yang sangat sempurna bagi tumbuh kembang bayi,
mudah dicerna oleh bayi, mengandung antibodi yang melindungi bayi dari
penyakit, baik untuk perkembangan rahang bayi, meningkatkan kemampuan
penglihatan bayi dan mengurangi timbulnya serangan jantung pada bayi.
Sedangkan pada ibu yaitu : pemberian ASI membantu uterus berkontraksi yang
mempercepat pengeluaran darah, dapat menurunkan berat badan ibu setelah
melahirkan, merupakan cara kontrasepsi alami yang efektif, dan dapat
memberikan rasa tenang pada ibu saat menyusui.
2.3 Keberhasilan menyusui
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui
eksklusif selama 6 bulan pertama. Menurut IDAI (2008), berikut merupakan
beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar dapat menyusui secara eksklusif,
1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah lahir dalam 1 jam
pertama kehidupannya (inisiasi menyusu dini). Bayi memiliki refleks menghisap
yang sangat kuat pada saat itu. Proses menyusui dimulai dengan membiarkan bayi
diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit ke kulit. Hal ini akan
merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin ibu dan bayi serta perkembangan
bayi.
2. Ibu harus meyakini bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya
bagi bayinya. Tidak ada makanan atau cairan lainnya yang diberikan karena akan
menghambat keberhasilan proses menyusui.
3. Menyusui bayi sesuai kebutuhan sampai puas. Bila bayi sudah merasa
puas, maka ia akan melepaskan puting dengan sendirinya.
4. Ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir
dari payudara ibu ke mulut bayi secara efektif.
3. Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI ( Soetjiningsih, 1997). Laktasi
akan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fisiologi laktasi , mekanisme menyusui dan
konsep ASI.
3.1 Fisiologi Laktasi
Produksi ASI merupakan suatu interaksi kompleks antara rangsangan
mekanik, saraf dan hormon-hormon. Setelah persalinan, kadar estrogen dan
merupakan awal produksi ASI. Ketika bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi
dua refleks yang menyebabkan ASI keluar. Hal ini disebut dengan refleks
pembentukan atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan
refleks oksitosin atau yang disebut juga dengan “let-down reflex” (Roesli, 2000 ;
Maryunani, 2009).
3.1.1 Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin)
Hisapan bayi pada payudara akan merangsang ujung saraf sensoris
disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk
menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke
payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus menghasilkan ASI. Prolaktin
akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah payudara dihisap,
sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk diminum
berikutnya. Sedangkan untuk minum yang sekarang bayi mengambil ASI yang
ada pada sinus laktiferus . Semakin sering bayi menyusu maka semakin banyak
ASI yang diproduksi. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009 ; Sulistyawati, 2009).
Ditambahkan oleh Sulistyawati (2009) bahwa pada ibu menyusui,
prolaktin akan meningkat dalam keadaaan-keadaan seperti : stress atau pengaruh
psikis, anastesi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin dan pengaruh
obat-obatan.
3.1.2 Refleks Oksitosin (Let-down Reflex)
Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofifis.
Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh
merangsang kontraksi otot disekeliling alveoli dan memeras ASI keluar dari sinus
laktiferus (IDAI, 2008)
Beberapa keadaan dapat meningkatkan produksi oksitosin diantaranya
yaitu : ibu dalam keadaan tenang, ibu mendengar tangisan atau celotehan bayinya,
ayah menggendong bayi, ayah membantu mengganti popok dan memandikan bayi
serta perasaan dan curahan kasih sayang ibu terhadap bayinya (Sulistyawati,
2009).
3.2 Mekanisme Menyusui
Dalam mekanisme menyusui terdapat 3 refleks pada bayi yang dapat
mempengaruhi keberhasilan proses menyusui (Bobak, 2005), yaitu :
a) Refleks Mencari / Menangkap (Rooting reflex)
Menurut Riordan (2005), istilah refleks mencari / menangkap (rooting
reflex) merupakan gambaran perilaku bayi untuk menoleh, membuka mulut dan
berusaha mencari puting untuk menyusu kearah datangnya rangsangan .
Rangsangan ini dapat berupa sentuhan di pipi bayi atau payudara ibu yang
menempel pada sisi mulut bayi. Pada akhirnya bayi akan mampu membuka mulut
dengan lebar dan menarik puting susu masuk ke dalam mulutnya.
b) Refleks Mengisap (Sucking Reflex)
Refleks mengisap pada bayi akan timbul bilamana puting susu ibu
merangsang langit-langit (palatum) dalam mulut bayi. Untuk dapat merangsang
langit-langit bagian belakang mulut bayi dengan sempurna, maka sebagian besar
sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah, serta
langit-langit sehingga air susu dapat diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi
(Maryunani, 2009).
c) Refleks Menelan (Swallowing reflex)
Pada saat menelan, bagian belakang lidah akan terangkat dan menekan
bagian posterior dinding faring. Laring kemudian bergerak ke atas dan ke depan
untuk menutup trakea dan mendorong ASI masuk ke dalam kerongkongan,
sehingga memulai refleks menelan pada bayi. Setelah itu, laring akan kembali ke
posisi sebelumnya. Volume ASI yang cukup dibutuhkan untuk memicu refleks
menelan. Refleks menelan dapat diamati selama beberapa hari pertama setelah
bayi lahir. Menelan dapat diamati dari gerakan rahang bayi yang berirama dan
gerakan otot-otot tenggorokan (Riordan, 2005).
4. Keefektifan Proses Menyusui
4.1 Defenisi
Proses menyusui bukan hanya perilaku tunggal bayi menghisap payudara
ibu, tetapi merupakan serangkaian perilaku yang bisa digambarkan, dikaji, dan
diukur (Riordan, 2005). Menurut Association of Women Health, Obstentric and
Neonatal Nurses (2000), proses menyusui merupakan proses dimana bayi
menerima ASI. Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan
efektif apabila selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan
bebas dari rasa sakit.
Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai
ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.
4.2 Indikator Keefektifan Proses Menyusui
Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti
yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui
dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun
ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses
menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui,
memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak
lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan
(Mulder, 2006).
4.2.1 Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT)
Pada hasil penelitian Mattews (1988), tentang Infant Breastfeeding
Assesment Tool (IBFAT) dikemukakan bahwa terdapat empat indikator yang
digunakan dalam pengkajian proses menyusui. Keempat indikator tersebut
meliputi kesiapan bayi untuk menyusu, refleks rooting, lamanya waktu yang
dibutuhkan bayi untuk mulai menyusu dan pola hisapan bayi pada payudara. Pada
masing-masing indikator diberikan nilai dari 0 – 3. Total nilai keseluruhan
berkisar 0 – 12. Proses menyusui dikatakan efektif apabila penilaian mencapai
angka 9 – 12. Pencapaian penilaian tersebut digambarkan dari kesiapan bayi
untuk menyusu dengan tanpa paksaan atau rangsangan untuk memulai proses
menyusu, refleks rooting bayi yang efektif, waktu yang singkat untuk langsung
4.2.2 Mother-Baby Assesment Tool (MBA)
Menurut Mulford (1992), keefektifan proses menyusui dinilai dari tiap
tahapan proses menyusui, baik dari ibu maupun bayi. Dalam sistem penilaian
Mother-Baby Assesment Tool (MBA), tahapan menyusui terbagi atas tahapan
isyarat kesediaaan menyusui, posisi ibu dan bayi, perlekatan bayi pada payudara,
transfer ASI dan tahap mengakhiri proses menyusui.
Proses menyusui dikatakan efektif apabila dalam tahapan isyarat kesediaan
menyusui, ibu dapat melihat dan mendengar isyarat bayi. Ibu dapat memeluk bayi,
berbicara pada bayi dan memberi rangsangan pada bayi ketika bayi masih
mengantuk. Isyarat kesediaan bayi untuk menyusu dapat dilihat dari kesiagaan
bayi, refleks rooting, refleks suckling,dan isyarat bayi melalui suara juga tangisan
(Riordan, 2006).
Pada posisi, ibu akan menggendong bayi pada posisi tubuh yang baik
dengan kepala ,bahu dan bagian belakang tubuh bayi ditopang. Pada perlekatan,
bayi akan melekat pada payudara, dengan mulut terbuka lebar dan areola berada
di dalam mulut bayi. Transfer ASI dapat diobservasi dari refleks menelan bayi
yang dapat didengar dan pada tahap mengakhiri proses menyusu, bayi akan
melepas sendiri payudara sebagai tanda terpenuhinya kebutuhan bayi akan ASI
(Cadwell, 2006 : Lawrance, 2011).
4.2.3 LACTH Assesment Tool
Menurut Jensen dkk (1994), terdapat lima indikator dalam mengevaluasi
pengkajian LACTH yang meliputi perlekatan bayi pada payudara (Lacth),
terdengarnya suara menelan pada saat transfer ASI (Audible Swallowing), jenis
puting susu ibu (Type of Nipple), keadaan puting selama proses menyusui
berlangsung (Comfort Nipple), dan kemampuan ibu memegang bayi saat proses
menyusui (Hold).
Proses menyusui dikatakan efektif apabila pada perlekatan, lidah bayi
berada di bawah payudara, hisapan bayi teratur, dan bibir bagian bawah terputar
keluar. Keadaan puting selama proses menyusui dinilai dari puting tetap lunak,
tanpa memar dan lecet. Kemampuan ibu dalam memegang bayi terlihat dari ada
atau tidaknya bantuan yang diberikan dalam upaya mempertahankan posisi bayi
selama proses menyusui (Lawrance, 2011).
4.2.4 Attributes of Effective Breastfeeding
Seiring dengan perkembangan penelitian tentang pengkajian proses
menyusui, Mulder (2006) dalam penelitiannya mencoba menganalisis konsep
keefektifan proses menyusui yang telah ada. Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa dari konsep – konsep yang telah ada terdapat empat indikator yang paling
sering muncul dalam menggambarkan keefektifan proses menyusui.
Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai
proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer
ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam
a. Posisi Tubuh (Body Position)
Posisi tubuh antara ibu dan bayi sangat mempengaruhi keberhasilan proses
menyusui. Posisi yang tidak benar dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada
ibu maupun bayi. Posisi tubuh ibu saat menyusui antara lain posisi berbaring
miring dan posisi duduk. Posisi berbaring miring biasanya dilakukan pada ibu
menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Posisi ini amat baik untuk
pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri. Pada posisi
duduk, ibu dapat memilih posisi tangan seperti memegang bola, posisi tangan
transisi, dan posisi crisscross hold. Pada posisi tubuh yang benar, ibu akan terlihat
nyaman dan tidak tegang, sedangkan ketidaknyamanan posisi ibu dapat terlihat
dari bahu ibu yang tegang dan badan ibu cenderung condong ke arah bayi
(Sulistyawati, 2009).
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap
payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel pada
perut ibu. Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus. Sanggahan bukan
hanya pada bahu dan leher, tetapi seluruh bagian punggung bayi. Badan bayi
akkan cenderung condong ke arah ibu. (IDAI, 2008).
Menurut WHO dan UNICEF (2003) dalam penilaian proses menyusui
terkait posisi tubuh dengan Observasi BREAST, posisi tubuh yang benar
bercirikan ibu terlihat santai dan nyaman, badan bayi menempel pada perut ibu,
kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting,kepala
dan badan bayi berada pada satu garis lurus,badan bayi condong ke arah ibu dan
bercirikan badan bayi menjauhi badan ibu, leher bayi terputar dan cenderung ke
depan,badan bayi tidak menghadap ke badan ibu, dan hanya bagian kepala dan
leher saja yang ditopang.
b. Perlekatan yang tepat (Latch)
Perlekatan merupakan ciri yang paling sering dihubungkan dengan
keefektifan proses menyusui. Perlekatan menggambarkan posisi mulut, lidah dan
bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Posisi tubuh yang benar akan
menghasilkan perlekatan yang maksimal. Perlekatan yang maksimal dapat
memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Perlekatan yang kurang
maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara. Agar bayi
dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak
payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi
dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola (Mulder, 2006).
Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik
pertemuan). Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal, setelah berada pada
posisi tubuh yang benar, sentuh bibir bayi dengan puting. Ketika mulut bayi
terbuka lebar secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan
punggung dan bahu bayi. Sasarannya adalah memposisikan bibir bawah paling
sedikit 1,5 cm dari pangkal puting susu. Bayi harus mengulum sebagian besar
areola di dalam mulutnya. Hal ini akan memungkinkan bayi menarik sebagian
dari jaringan payudara masuk ke dalam mulutnya dengan lidah dan rahang bawah.
akan berada dalam rongga mulut bayi,sehingga lidah dan langit-langit dapat
memeras ASI secara sempurna. Puting susu akan masuk sejauh langit-langit lunak
bayi dan bersentuhan dengan langit-langit tersebut. Sentuhan ini akan merangsang
refleks menghisap pada bayi. (IDAI, 2008 ; Sulistyawati, 2009).
Dalam penilaian proses menyusui terkait perlekatan dengan Observasi
BREAST, menurut WHO dan UNICEF (2003) ada beberapa tanda yang
mencirikan perlekatan yang baik, yaitu : bayi tidak hanya mengisap puting tetapi
payudara, mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara, bibir bagian
bawah terputar keluar, lidah berlekuk disekitar payudara, lebih banyak areola
bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah, dan ibu tidak merasa nyeri saat
bayi menyusu. Sedangkan pada perlekatan yang tidak baik terlihat mulut bayi
tidak terbuka lebar, bibir mencucu, lebih banyak areola bagian bawah yang
terlihat dan terasa sakit pada puting saat proses menyusui.
c. Hisapan yang efektif (Effective Sucking)
Hisapan yang efektif merupakan prasyarat proses menyusui yang efektif.
Perlekatan yang tepat dapat memicu hisapan yang baik. Pada posisi perlekatan
yang tepat, rahang bawah bayi akan menutup pada jaringan payudara,
penghisapan akan terjadi, dan puting susu akan ditangkap dengan baik dalam
rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan secara berulang-ulang
seperti memeras secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus laktiferus.
Pergerakan cairan selama menyusui terjadi dari daerah bertekanan tinggi di
daerah bertekanan rendah yaitu mulut bayi. Hisapan yang baik adalah hisapan
menggunakan lidah dan rahang. Hal ini terlihat dari pipi bayi yang membulat pada
saat proses menyusui. Hisapan bayi yang efektif pada payudara berirama dan
selaras, hal ini ditandai dengan pola hisapan lambat dan dalam yang diselingi
dengan jeda atau istirahat ( Mulder, 2006 ; IDAI 2008 ; Walker, 2011).
d. Transfer ASI (Milk transfer)
Transfer (perpindahan) ASI terjadi ketika cairan ASI melewati puting
masuk ke dalam mulut dan ditelan oleh bayi. Hal ini dipengaruhi oleh refleks
pengeluaran (letdown reflex) dan hormon oksitosin. Transfer ASI dapat dirasakan
oleh ibu seperti sensasi kesemutan pada payudara saat ASI keluar melewati puting
dan akan ada ASI yang menetes di payudara ibu di bagian yang berlawanan
dengan payudara yang digunakan menyusui, sedangkan pada bayi dapat diamati
pada saat terlihat dan terdengar bunyi menelan (Cadwell, 2006 : Walker, 2011).
4.3 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Proses Menyusui
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan proses menyusui terdiri dari:
4.3.1 Usia gestasi
Usia gestasi dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan
bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah
dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah
daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada
bayi dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya
4.3.2 Anatomi payudara ibu
Anatomi payudara ibu juga sangat mempengaruhi produksi ASI dan
proses menyusui. Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, maka sel-sel
yang berfungsi memproduksi ASI akan berkurang. Hal ini mengakibatkan
produksi ASI yang kurang dari kebutuhan (Maryunani, 2009).
4.3.3 Pemberian susu formula
Pemberian susu formula secara bergantian dengan menyusu pada ibu dapat
mengakibatkan bayi bingung puting (nipple confusion). Hal ini terjadi karena
mekanisme menyusu yang berbeda antara keduanya. Menyusu pada puting ibu
memerlukan usaha yang lebih daripada minum pada botol, yaitu bayi harus
mempergunakan otot pipi, gusi, langit-langit dan lidahnya. Sementara itu,
menyusu dengan botol membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah
mempunyai lubang diujungnya, sehingga bayi dapat menelan susu yg terus
mengalir tanpa dihisap (Maryunani, 2009).
4.3.4 Faktor psikologis
Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan
perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let-down atau refleks
pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi
hormon oksitosin antara ain perasaan dan curahan kasih sayang ibu pada bayinya,
mendengar celoteh atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang.
Sedangkan kondisi ibu dalam keadaan sedih, kesal, kecewa, kurang percaya diri,
kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit sewaktu menyusui (Derek & Jones, 2005 :
Maryunani, 2009).
4.3.5 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan akan keterampilan dan teknik menyusui yang benar akan
sangat membantu ibu memahami proses menyusui dan pentingnya posisi dan
perlekatan yang baik pada payudara terhadap produksi ASI. Pemahaman akan hal
ini dapat meminimalkan resiko lecet/nyeri puting, abses dan mastitis pada
payudara (IDAI, 2008).
4.3.6 Dukungan keluarga
Kemauan ibu untuk memberikan ASI salah satunya dipengaruhi oleh
dukungan keluarga (suami). Bentuk dukungan suami ini mencakup sebagai tim
penyemangat, membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI, ikut merawat
bayi, mendampingi ibu menyusui walau tengah malam, melayani ibu menyusui,
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan konsep
keefektifan proses menyusui yang bertujuan untuk menggambarkan Keefektifan
Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani.
Secara konseptual yang dimaksud dengan proses menyusui yang efektif
adalah proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada
transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.
Menurut Mulder (2006), terdapat empat indikator dalam proses menyusui
yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi posisi tubuh antara ibu dan bayi
yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan
hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).
Posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar ditunjukan oleh posisi badan
bayi dengan perut dan payudara ibu, letak telinga, lengan, kepala dan bagian
belakang badan bayi. Perlekatan menggambarkan posisi dagu, mulut, lidah dan
bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Keefektifan hisapan bayi
merupakan kemampuan bayi memerah ASI keluar dari duktus laktiferus dan
transfer ASI merupakan perpindahan ASI secara adekuat dari ibu kepada bayi
yang ditunjukan dari refleks menelan, sensasi kesemutan yang dirasakan ibu dan
Keterangan :
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian Indikator keefektifan proses menyusui menurut :
1. Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT) 3. LACTH Assesment Tool
2. Mother-Baby Assesment Tool (MBA) 4. Attributes of Effective Breastfeeding
Attributes of Effective Breastfeeding:
1.Posisi tubuh (Body Position) tidak benar benar
2.Perlekatan bayi yang tepat(Latch) tidak tepat tepat
3.Keefektifan isapan bayi pada payudara
2. Defenisi Operasional
Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel
antara ibu dan bayi
yang ditunjukan
dalam posisi tubuh
Tabel 2 (Lanjutan)
No Indikator Defenisi
Operasional
lidah dan bibir bayi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Desain
penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu variabel, gejala atau keadaan, bukan untuk menguji hipotesis
tertentu (Arikunto, 2000). Desain ini bertujuan untuk menggambarkan
keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani.
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani
dalam satu tahun yakni 300 orang dengan rata-rata 25 orang per bulan.
2.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut
Arikunto (2006), jika populasi lebih dari 100 maka sampel dibuat sekitar 10-15%
atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah sampel
yang diteliti oleh peneliti adalah 10% dari 300 orang, yakni 30 orang.
2.3. Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik
pengambilan sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria penelitian, sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
Adapun kriteria sampel tersebut yaitu ibu menyusui dengan usia gestasi
normal, bayi yang disusui berusia 0 - 6 bulan, tidak mengalami kelainan anatomi
mulut, dan bersedia menjadi responden.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Mariani Medan, Jl. Gatot Subroto
Gg. Johar No.5 . Adapun alasan pemilihan lokasi dengan pertimbangan bahwa
klinik bersalin tersebut memiliki jumlah pasien yang cukup banyak setiap
bulannya sehingga tersedia sampel yang memadai dan belum pernah dilakukan
penelitian mengenai keefektifan proses menyusui sebelumnya. Penelitian ini
dilakukan pada 1 Maret – 30 April 2012
4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu dengan
memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan
prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon
responden harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika
calon responden bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar
persetujuan, maka persetujuan dilakukan secara lisan. Jika calon responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati
haknya. Kerahasiaan catatan tentang data calon responden juga dijaga dengan
tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya
diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden juga hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008)
5. Alat Pengumpulan Data
5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk
kuisioner dan lembar observasi yang diadopsi dari B-R-E-A-S-T Feed Observation
Form oleh WHO dan didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuisioner yang ada
memuat data demografi responden dan dan lembar observasi memuat keefektifan
proses menyusui.
5.1.1 Kuisioner Data Demografi
Kuisioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, bayi yang disusui,
pendidikan, dan pekerjaan ibu. Data demografi calon responden bertujuan untuk
mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi
frekuensi dan presentase demografi terhadap keefektifan proses menyusui.
5.1.2 Lembar Observasi dan Kuisioner Keefektifan proses menyusui
Lembar observasi dan kuisioner keefektifan proses menyusui terdiri dari
21 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban
”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh
adalah 21 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :
banyak kelas
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 21 dan banyak kelas 2
yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 11 dan batas kelas
interval bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0
-10 = tidak efektif dan 11 -21 = efektif
5.1.3 Lembar Observasi dan Kuisioner Indikator Keefektifan proses menyusui
a. Posisi tubuh (Body position),
Lembar observasi Posisi tubuh (Body position), terdiri dari 6 pernyataan
dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi
nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 6 dan
nilai terendah yang diperoleh adalah 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :
p = rentang
banyak kelas
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 6 dan banyak kelas 2 yaitu
: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 3 dan batas kelas interval
bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak
b. Perlekatan bayi yang tepat (Latch)
Lembar observasi perlekatan bayi yang tepat (Latch), terdiri dari 7
pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban
”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh
adalah 7 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :
p = rentang
banyak kelas
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 7 dan banyak kelas 2 yaitu
: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 4 dan batas kelas interval
bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 3 = tidak
tepat dan 4 - 7 = tepat.
c. Hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking)
Lembar observasi hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking), terdiri
dari 4 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap
jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang
diperoleh adalah 4 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :
banyak kelas
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu
: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval
bawah 0. Maka hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking) dikategorikan
menjadi : 0 - 2 = tidak efektif dan 3 - 4 = efektif.
d. Transfer ASI (Milk Transfer)
Kuisioner transfer ASI (Milk Transfer), terdiri dari 4 pertanyaan dengan
pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan
jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 4 dan nilai
terendah yang diperoleh adalah 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :
p = rentang
banyak kelas
Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu
: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval
bawah 0. Maka Transfer ASI (Milk Transfer) dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak
baik dan 3 - 4 = baik.
Uji validitas pada instrumen penelitian bertujuan untuk menunjukan
kemampuan instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang ingin diukur.
Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas isi, disusun berdasarkan teori
yang relevan dan dikonsultasikan kepada ahli. Validitas instrumen telah diuji oleh
dosen bagian keperawatan maternitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara pada tanggal 18 dan 20 Januari 2012. Berdasarkan uji validitas tersebut,
lembar observasi dan kuisioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif
dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin diukur
sesuai dengan teori atau konsep. Dari hasil uji validitas terdapat 17 pernyataan
dan 4 pertanyaan yang telah valid dan dapat disebarkan kepada responden.
Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur sencara konsisten sasaran yang
akan diukur (Arikunto, 2006). Menurut Nursalam (2003), uji reliabilitas dilakukan
pada 10 orang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel
tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian. Uji reliabilitas yang digunakan
dalam instrumen ini adalah uji reabilitas Spearman-Brown dan KR-20. Untuk
instrumen yang baru, akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih besar dari
nilai r pada product-moment (Arikunto, 2003). Lembar observasi tentang posisi
tubuh antara ibu dan bayi saat menyusu memiliki nilai reliabilitas 0,79. Lembar
observasi tentang perlekatan bayi yang tepat pada payudara memiliki nilai
reliabilitas 0,81. Lembar observasi tentang keefektifan hisapan bayi memiliki
nilai reliabilitas 0,67. Kuisioner tentang transfer ASI memiliki nilai reliabilitas
pada product-moment, oleh karena itu instrumen telah reliabel dan dapat disebar
pada responden.
6. Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal
peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat
permohonan izin akan disampaikan ke tempat penelitian (Klinik Bersalin
Mariani). Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data
penelitian. Peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya.
Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan
kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan
penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan
menjadi responden penelitian. Jika responden tidak bersedia menjadi subjek
penelitian, peneliti menghargai haknya dan tidak melakukan pemaksaan. Peneliti
mengambil data demografi responden dengan memberikan kuisioner data
demografi untuk diisi oleh responden. Sedangkan data keefektifan proses
menyusui diperoleh dari pengisian lembar observasi yang diisi sendiri oleh
peneliti melalui tindakan mengobservasi ibu saat proses menyusui berlangsung.
Setelah kusioner dan lembar observasi selesai diisi, peneliti kemudian memeriksa
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi, selanjutnya
7. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data dan memastikan bahwa
semua jawaban telah terisi kemudian data yang sesuai diberi kode untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya
peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan teknik komputerisasi.
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini
adalah statistik univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk
menganalisis data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan hasil penelitian. Pada penelitian ini metode statistik univariat
digunakan untuk menganalisa variabel keefektifan proses menyusui dan
masing-masing indikator yang ada, data akan dianalisa menggunakan skala ordinal dan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 30 orang responden di Klinik
Bersalin Mariani Medan. Proses pengambilan data untuk penelitian ini
menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang diisi oleh peneliti saat
mengobservasi responden dan kuisioner yang diisi oleh responden di tempat
tanpa dibawa pulang ke rumah.
Penyajian hasil penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden
dan keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani
Medan. Hasil dari lembar observasi dan kuisioner yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan
di bawah ini.
1. Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka hasil penelitian akan
menguraikan gambaran demografi responden dan keefektifan proses menyusui
yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi
yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking),
1.1 Karakteristik Responden
Tabel 1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik reponden berdasarkan
usia, bayi yang disusui, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia (tahun)
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden yaitu mayoritas
berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (30%), bayi yang disusui merupakan
anak pertama yaitu sebanyak 13 orang (43,3%), berpendidikan SMA sebanyak 15
orang (50%), merupakan ibu rumah tangga sebanyak 24 orang (80%), dan
penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 sebanyak 18 orang (60%).
1.2 Analisa Data Keefektifan Proses Menyusui
Tabel 1.2.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Proses
Menyusui
Keefektifan Proses Menyusui
Frekuensi Persentase (%)
Efektif
Ditinjau dari keefektifan proses menyusui, berdasarkan tabel 1.2.1 dapat dilihat
bahwa terdapat 16 orang responden (53,3%) dengan proses menyusui yang tidak
efektif, sedangkan proses menyusui yang efektif, sebanyak 14 orang (46,7%).
Tabel 1.2.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Posisi Tubuh antara Ibu
dan Bayi yang benar (Body Position)
Posisi Tubuh Frekuensi Persentase (%)
Benar
Ditinjau dari posisi tubuh antara ibu dan bayi (body position) pada proses
(73,3%) dengan posisi tubuh yang benar pada proses menyusui, sedangkan posisi
tubuh yang tidak benar, sebanyak 8 orang (26,7%).
Tabel 1.2.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Perlekatan bayi yang
tepat (Latch) pada payudara pada Proses Menyusui
Perlekatan Frekuensi Persentase (%)
Tepat
Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara,berdasarkan tabel 1.2.3
dapat dilihat bahwa terdapat 23 orang bayi (76,7%) dengan perlekatan yang tidak
tepat, sedangkan perlekatan yang tepat sebanyak 7 orang (23,3%).
Tabel 1.2.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Hisapan
bayi pada Payudara (Effective Suckling)
Keefektifan Hisapan Frekuensi Persentase (%)
Efektif
Ditinjau dari keefektifan hisapan bayi pada payudara (Effective Suckling),
berdasarkan tabel 1.2.4 dapat dilihat bahwa terdapat 22 orang bayi (73,3%)
dengan hisapan yang tidak efektif pada payudara, sedangkan hisapan yang efektif
Tabel 1.2.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Transfer ASI (Milk
Transfer pada Proses Menyusui
Transfer ASI Frekuensi Persentase (%)
Baik Tidak Baik
6 24
20,0 80,0
Total 30 100,0
Ditinjau dari transfer ASI (Milk Transfer), berdasarkan tabel 1.2.5 dapat dilihat
bahwa terdapat 24 orang responden (80%) dengan transfer ASI yang tidak baik,
sedangkan transfer ASI yang baik sebanyak 6 orang (20%).
2. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan
keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani
Medan yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan
bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective
sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).
a. Keefektifan Proses Menyusui (Effective Breastfeeding)
Analisa hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (30%) berusia
26-30 tahun. Kelompok usia tersebut termasuk kedalam kelompok usia
reproduktif yaitu antara 23-28 tahun (Potter Perry, 2006). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan proses meyusui yang tidak
Mayoritas responden (43,3%) menyusui bayi yang merupakan anak
pertama dan didapat sebanyak 9 responden dengan proses menyusui yang tidak
efektif. Sedangkan 2 responden (6,6%) yang menyusui bayi yang merupakan anak
keempat, proses menyusuinya tergolong efektif. Asumsi peneliti hal ini mungkin
berkaitan dengan belum berpengalamannya ibu dalam praktek menyusui,
mengingat bayi yang disusui merupakan anak pertama. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Yuliani (2007) yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Ibu tentang ASI
dan Kondisi Ibu Baru Lahir terhadap Keputusan Pemberian ASI” yang
mengatakan bahwa jumlah anak berpengaruh terhadap pengetahuan ibu karena
praktek ibu menyusui sangat berhubungan dengan proses belajar dari praktek ibu
menyusui pada anak sebelumnya.
Mayoritas responden (50%) berpendidikan SMA dan sebanyak 8 orang
dengan proses menyusui yang efektif. Sedangkan pada responden yang
berpendidikan SMP terdapat 2 orang responden dengan proses menyusui yang
tidak efektif dan 2 orang responden yang berpendidikan SD dengan proses
menyusui yang tidak efektif. Asumsi peneliti tingkat pendidikan mempengaruhi
perilaku ibu dalam praktek menyusui. Data dari Center for Diseasse Control
(CDC) pada tahun 2005 menyatakan bahwa angka menyusui lebih rendah pada
ibu yang berpendidikan dibawah jenjang sekolah menengah atas daripada ibu
yang jenjang pendidikannya lebih tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Muzaham (1995) yang mengatakan bahwa
jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mencari
dasarnya akan memberikan kemampuan dalam menyerap informasi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin mudah dan
berwawasan luas mengetahui tentang teknik menyusui yang benar sehingga
proses menyusui menjadi efektif.
Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden yaitu sebanyak 24 orang
(80%) merupakan ibu rumah tangga dan sebanyak 14 orang diantaranya dengan
proses menyusui yang tidak efektif. Sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS dan
Pegawai swasta sebanyak 4 orang (13,3%), memiliki proses menyusui yang
efektif. Sementara hasil penelitian Goyal (2006) menyatakan proses menyusui
yang tidak efektif lebih banyak ditemukan pada kategori ibu yang bekerja (24%).
Asumsi peneliti, pekerjaan juga berpengaruh terhadap keefektifan proses
menyusui. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih
luas sehingga informasi yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak
bekerja apabila informasi dari lingkungan kurang maka pengetahuannya juga
kurang, terlebih bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan
kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. Penelitian
Purwanti (2004) menemukan bahwa ibu yang tidak bekerja kurang mendapatkan
informasi tentang menyusui disebabkan karena ibu kurang memiliki kesempatan
untuk mendapatkan pertukaran informasi dan pengalaman baik dari lingkungan
kerja maupun dari luar.
Menurut Association of Women Health, Obstentric and Neonatal Nurses
Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan efektif apabila
selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan bebas dari rasa
sakit. Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai
proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer
ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
proses menyusui yang tidak efektif (53,3%). Mulder (2006), menyatakan posisi
tubuh antara ibu dan bayi yang benar, perlekatan yang tepat, keefektifan hisapan
bayi pada payudara dan transfer ASI yang baik merupakan komponen proses
menyusui yang efektif. Riordan (2005), menyatakan bahwa proses menyusui
bukan merupakan perilaku tunggal, tetapi serangkaian perilaku yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lain.
Dari data hasil penelitian ditemukan bahwa masalah utama penyebab
ketidakfektifan proses menyusui adalah trasfer ASI yang tidak baik (80%).
Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan tingginya angka ketidakefektifan
hisapan bayi (73,3%) yang disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada
payudara (76,7%). Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat
proses menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus
mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap
puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah
areola (Fitria, 2011). Cara yang tepat untuk mengetahui proses menyusui berjalan
bayi berada dalam posisi menyusui yang benar dan melekat dengan tepat pada
payudara sehingga refleks bayi saat menghisap terfasilitasi dan transfer ASI dapat
berjalan dengan baik (Lawson, 2007).
b. Posisi ibu dan bayi yang benar (Body position)
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana yang telah dipaparkan pada
tabel 1.2 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyusui dalam posisi yang
benar (73,3%). Asumsi peneliti mayoritas responden telah memiliki pengetahuan
yang baik tentang posisi menyusui sehingga dapat menyusui dalam posisi yang
benar. Menurut Perinasia (2003), pengetahuan yang baik membuat ibu tahu
bagaimana menyusui bayinya dengan teknik menyusui yang benar. Hal tersebut
tidak sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2011) yang berjudul “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Ibu Primigravida Trimester III Terhadap Teknik
Menyusui yang Benar” dimana masih terdapat 74 orang ibu (76,3%) dari
respondennya yang tidak mengetahui posisi menyusui yang benar.
Lawson (2007), menyatakan bahwa posisi tubuh antara ibu dan bayi yang
tidak benar merupakan masalah terbesar penyebab tidak berhasilnya proses
menyusui. Selain itu kejadian lecet puting juga lebih mudah terjadi pada posisi
menyusui yang tidak benar. Blair (2003) , juga menyatakan bahwa posisi tubuh
antara ibu dan bayi merupakan hal yang paling utama untuk menentukan
perlekatan pada payudara yang tepat sehingga hisapan bayi pada payudara efektif
dan transfer ASI dapat berlangsung dengan baik.
Dalam penelitian ini, lebih banyak ibu muda (<20 tahun) yang memiliki
sesuai dengan penelitian Goyal di Libya (2006), dimana posisi menyusui yang
tidak benar lebih banyak pada ibu berusia <20 tahun (22,2%). Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Kronborg dkk, di Denmark (2009) , Gupta di India Utara (2008),
dan Santo dkk di Brazil (2007) yang melaporkan bahwa posisi yang tidak benar
dalam proses menyusui lebih banyak pada ibu yang tergolong remaja.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas ibu multipara
memiliki posisi menyusui yang benar dibandingkan ibu primipara. Asumsi
peneliti hal ini berhubungan dengan pengalaman ibu dalam menyusui anak yang
sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Goyal (2006), yang
menunjukkan bahwa mayoritas (74%) dari ibu multipara memiliki posisi dan
perlekatan yang baik dalam proses menyusui. Hal yang sama juga dikemukakan
Kronborg dan Coca (2009), yang melaporkan bahwa parietas secara bermakna
dapat dikaitkan dengan posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar dan perlekatan
pada payudara yang tepat. Namun, Gupta (2008) dalam penelitiannya tidak
menemukan keterkaitan yang bermakna antara parietas dengan posisi tubuh antara
ibu dan bayi yang benar dan perlekatan pada payudara yang tepat.
Dari keenam pernyataan dalam lembar observasi yang menggambarkan
posisi tubuh yang benar antara ibu dan bayi, paling banyak responden yaitu
sebanyak 29 orang (96,6%) melakukan tindakan benar pada pernyataan pertama
(ibu dalam posisi yang nyaman). Menurut Jones (2005), rasa nyaman merupakan
faktor psikologis yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga
Penelitian Dian (2009) yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif’ menyatakan bahwa produksi ASI dapat
meningkat atau menurun tergantung stimulasi pada kelenjar payudara dimana
salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah faktor psikologis ibu pada saat
menyusui. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Prasetyono (2009), yang
menyatakan bahwa 80% kegagalan ibu menyusui disebabkan oleh faktor
psikologis.
Keadaan psikologis ibu dalam keadaan tidak nyaman, kesal, kurang
percaya diri, dan kecemasan akan produksi ASI dapat merangsang kelenjar
hipofisis untuk menekan pengeluaran hormon oksitosin yang mengatur
pengeluaran ASI (Sulistyawati,2009).
Sebanyak 12 orang responden (40%) melakukan paling banyak tindakan salah
pada pernyataan keenam (badan bayi condong ke arah ibu). Posisi badan ibu yang
condong ke arah bayi pada saat menyusui dapat menyebabkan kelelahan.Posisi
tubuh yang benar adalah badan bayi condong ke arah ibu. Posisi ini dapat
meminimalkan pengeluaran energi dan memberikan ibu waktu istirahat (Suryani,
2007).
c. Perlekatan bayi yang tepat (Latch)
Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara, dapat dilihat
bahwa mayoritas responden (76,7%) masuk dalam kategori perlekatan yang tidak
tepat. Menurut Daulat (2003), perlekatan yang tidak tepat pada payudara dapat
mengakibatkan puting lecet. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Fitria (2011)
menyatakan bahwa keadaan lecet puting merupakan salah satu faktor yang
menghambat pemberian ASI dan penyebab utama terjadinya lecet puting adalah
perlekatan yang tidak baik. Puting lecet dapat menyebabkan mastitis (peradangan
payudara), oleh karena itu salah satu penanganan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya lecet puting adalah dengan teknik menyusui yang benar meliputi posisi
dan perlekatan bayi yang tepat pada payudara (Daulat, 2003).
Penelitian Lamontagne, dkk (2008) yang berjudul “The Breastfeeding
Experience of Woman with Major Difficulties Who Use the Service of a
Breastfeeding Clinic” juga menyatakan bahwa lecet puting merupakan masalah
utama (89%) yang paling sering dihadapi ibu menyusui dan merupakan alasan
ibu berhenti menyusui bayinya (39%) . Lawson (2007), menyatakan bahwa
memposisikan bayi dengan benar dan perlekatan yang tepat pada payudara dapat
mengurangi resiko terjadinya lecet puting. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Coca (2009), dimana ditemukan adanya hubungan yang bermakna
antara perlekatan yang tidak tepat dengan kejadian lecet puting dan mastitis.
Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses
menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil
cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar
lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola.
Perlekatan yang kurang maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada
payudara. Bila bayi tidak melekat dengan baik, hanya menghisap puting, bayi
akan menarik puting, menggigit dan menggesek kulit payudara sehingga