• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KEEFEKTIFAN PROSES MENYUSUI

PADA IBU MENYUSUI DI KLINIK BERSALIN MARIANI

TANGIA LESTARI NIEKAESA BINTANG

081101053

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kepada

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul

“Gambaran Keefektifan Proses Menyusui Pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin

Hj. Mariani”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk

menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Medan

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

menyediakan waktu serta penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan

arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Hj. Mariani, Amkeb selaku pimpinan Klinik Bersalin Mariani yang telah

memberikan izin melakukan penelitian dan membantu selama penelitian.

4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah

memberikan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini, dan Ibu

(4)

pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat serta bimbingan

selama perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa kepada keluargaku tercinta : Bapak R. C. Bintang dan Mama H.

Sianturi atas kasih sayang, dukungan moral dan material dalam tiap langkah

hidupku, serta kakakku Irne C.A Bintang, ST, Tuveri Debora H. Bintang, ST,

Yolanda Yosephine L. Bintang, dan adik-adikku Arthur Khasway M Bintang

dan Artchie Roman Hasiansky Bintang yang tetap setia memberikan

dukungan, doa, semangat, dan membantu terutama selama penelitian dan

pembuatan Laporan Tugas Sarjana.

6. Ferdinan A. Lubis, yang senantiasa menemani, memberikan semangat, doa

dan dukungan di setiap waktu kepada penulis mulai dari awal penelitian

sampai penyelesaian Tugas Sarjana.

7. Sahabat-sahabatku Esi P. Tarigan, Clara G. Sitohang, dan Elviana K.

Situmorang yang senantiasa bersama menjalani susah senang masa-masa

perkuliahan , saling membantu dan saling mendukung selama proses

pengerjaan Tugas Sarjana.

8. Teman-teman angkatan 2008, terutama kelompok D (Elisa, Asty, Dina, Devi,

Dewi, Eliza, Sry, Siska, Fransiska, Fiza, dan Win), juga Ade dan Wani (teman

seperjuangan saat penelitian), dan teman-teman lain yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dengan penuh kasih melimpahkan

berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu

(5)

DAFTAR ISI

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 24

1. Kerangka konseptual ... 24

2. Defenisi Operasional ... 26

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 29

1. Desain Penelitian ... 29

2. Populasi dan Sampel ... 29

3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 30

4. Pertimbangan Etik Keperawatan ... 30

5. Alat Pengumpul Data ... 31

7. Pengumpulan Data ... 36

8. Analisa Data ... 37

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

(6)
(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ... 25

Tabel 2 ... 26

Tabel 1.1 ... 37

Tabel 1.2.1 ... 38

Tabel 1.2.2 ... 38

Tabel 1.2.3 ... 39

Tabel 1.2.4 ... 39

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

Judul : Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani

Nama mahasiswa : Tangia Lestari Niekaesa Bintang

NIM : 081101053

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Ajaran : 2011 – 2012

ABSTRAK

Pemberian ASI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang menuju potensi maksimal. Hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang proses menyusui pada ibu. Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami,walau demikian dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif. Proses menyusui yang efektif didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer). Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani dan menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 30 orang. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuisioner data demografi,kuisioner dan lembar observasi keefektifan proses menyusui. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan proses menyusui pada umumnya tergolong tidak efektif (53,3%). Posisi tubuh antara ibu dan bayi pada umumnya tergolong benar (73,3%). Masalah utama penyebab ketidakefektifan proses menyusui adalah transfer ASI yang tidak baik (80%). Hal ini disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (73,3%) dan ketidakefektifan hisapan bayi (76,7%). Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan proses menyusui yang efektif melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu menyusui.

(10)

Judul : Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani

Nama mahasiswa : Tangia Lestari Niekaesa Bintang

NIM : 081101053

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Ajaran : 2011 – 2012

ABSTRAK

Pemberian ASI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang menuju potensi maksimal. Hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang proses menyusui pada ibu. Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami,walau demikian dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif. Proses menyusui yang efektif didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer). Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani dan menggunakan purposive sampling dengan responden sebanyak 30 orang. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuisioner data demografi,kuisioner dan lembar observasi keefektifan proses menyusui. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan proses menyusui pada umumnya tergolong tidak efektif (53,3%). Posisi tubuh antara ibu dan bayi pada umumnya tergolong benar (73,3%). Masalah utama penyebab ketidakefektifan proses menyusui adalah transfer ASI yang tidak baik (80%). Hal ini disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (73,3%) dan ketidakefektifan hisapan bayi (76,7%). Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan proses menyusui yang efektif melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu menyusui.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator yang dapat

menggambarkan status kesehatan masyarakat di suatu negara. Menurut Menteri

kesehatan, pada pencapaian pembangunan kesehatan tahun 2010 terjadi

penurunan angka kematian bayi. Pada tahun 1991 AKB adalah 68 per 1.000

kelahiran hidup (KH) dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 34 per

1.000 KH. Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan bahwa diseluruh

dunia sekitar 1,5 juta bayi meninggal setiap tahunnya karena tidak disusui

(Moody, 2006).

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu mengurangi

AKB dalam rangka pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs)

pada tahun 2015, yaitu 23 per 1.000 KH untuk angka kematian bayi dimuat pada

Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/MENKES/SK/VI/SK/2004 tentang

program pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif (Sujudi, 2004).

Pemberian ASI secara ekslusif merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Hal ini

didukung oleh pernyataan United Nation Childrens Fund (UNICEF), bahwa

sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian

ASI secara eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus

(12)

ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung semua zat gizi

yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan bayi untuk

tumbuh dan berkembang menuju potensi yang maksimal. ASI juga mengandung

antibodi yang dapat mengurangi resiko bayi terkena alergi, diare, infeksi dada,

penyakit saluran cerna, infeksi telinga, masalah pernafasan dan radang selaput

otak (Moody, 2006).

Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga bagi ibu.

Pemberian ASI dapat menjalin ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (bonding),

menunda kehamilan dan juga berdampak pada kesehatan ibu yaitu penurunan

berat badan ibu setelah kehamilan (Roesli, 2008). Profil Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan pada tahun 2007 tercatat

41.346 bayi yang ada di kota Medan. Jumlah yang diberi ASI eksklusif hanya 623

bayi, dengan kata lain pencapaian pemberian ASI eksklusif hanya 1,51%.

Pengalaman dalam upaya peningkatan pemberian ASI selama 15 tahun

menunjukan bahwa hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya

pengetahuan yang benar tentang ASI dan proses menyusui pada ibu. ASI dan

menyusui yang umumnya dianggap hal biasa yang tidak perlu dipelajari dan

manajemen laktasi atau cara menyusui yang kurang tepat sering menghambat

pemberian ASI (Roesli, 2000).

Penjelasan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui,

penatalaksanaanya sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun,

(13)

langkah yang dimuat dalam Resolusi World Health Assembly 43.34 (1992)

tentang 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (Sujudi, 2004).

Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti

yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui

dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun

ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses

menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui,

memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak

lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan

(Mulder, 2006).

Menyusui merupakan proses yang didapat secara alami. Walau demikian

dibutuhkan keterampilan untuk dapat menyusui secara efektif, yaitu teknik

menyusui yang benar (Lawson, 2007). Proses menyusui dapat berjalan secara

efektif bila didukung oleh posisi ibu dan bayi yang benar, perlekatan bayi yang

maksimal pada payudara ibu, dan keefektifan hisapan bayi pada payudara

(Riordan , 2006).

Pemahaman akan keefektifan proses menyusui akan membantu ibu untuk

mengetahui keefektifan hisapan bayi dalam memeras ASI. Posisi dan perlekatan

bayi pada payudara ibu secara tepat dan maksimal akan mengurangi kemungkinan

terjadinya lecet pada puting dan mastitis pada ibu (Sulistyawati, 2009).

Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai

(14)

ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan

terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam

proses menyusui yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi posisi ibu dan

bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan

hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

Pada penelitian Goyar (2010) di Libya tentang praktek menyusui ; posisi,

perlekatan dan keefektifan hisapan bayi payudara,didapatkan hasil posisi tidak

benar menyusui sebanyak 24%, perlekatan yang buruk sebanyak 30%, dan proses

menghisap payudara yang tidak efektif sebanyak 42,8 % pada neonatal.

Belum adanya penelitian terkait keefektifan proses menyusui ditinjau dari

posisi ibu dan bayi, perlekatan pada payudara, keefektifan hisapan bayi pada

payudara, dan transfer ASI, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin

Mariani. Perkiraan ibu menyusui yang mengunjungi Klinik Bersalin Mariani pada

bulan Maret- April adalah sebanyak 30 - 45 orang.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin

(15)

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran keefektifan proses menyusui pada ibu

menyusui di Klinik Bersalin Mariani.

3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui gambaran posisi ibu dan bayi yang benar

(Body position) pada proses menyusui .

b) Untuk mengetahui gambaran perlekatan bayi yang tepat (Latch) pada

proses menyusui.

c) Untuk mengetahui gambaran keefektifan hisapan bayi pada payudara

(effective sucking) pada proses menyusui.

d) Untuk mengetahui gambaran transfer ASI (Milk transfer) pada proses

menyusui.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

4.1Praktik Keperawatan

Informasi yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan masukan bagi perawat sehingga klien dapat mendapatkan pelayanan

mengenai proses menyusui, diharapkan kinerja pelayanan yang diberikan tenaga

(16)

4.2Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi

tenaga pendidik keperawatan untuk menambah pengetahuan peserta didik tentang

keefektifan proses menyusui.

4.3 Peneliti Keperawatan

Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian

selanjutnya tentang proses menyusui dan ibu menyusui dengan jenis penelitian

lain atau dengan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap dengan

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokan menjadi 4

bagian, yaitu : anatomi payudara, ASI, laktasi dan keefektifan proses menyusui.

1. Anatomi Payudara

Payudara pada perempuan merupakan suatu kelenjar eksokrin berukuran

besar yang tersusun oleh sekitar 18 segmen yang berisi lemak, jaringan

penyambung yang sangat banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe

dan saraf (Bobak, 2005). Payudara berkembang pada saat pubertas, perkembangan

ini distimulasi oleh estrogen yang diproduksi selama siklus haid. Pertumbuhan

yang jauh lebih besar terjadi pada saat kehamilan, dan kelenjar payudara

berkembang secara sempurna untuk pembentukan air susu. Pada umumnya

diameter payudara berkisar 10 – 12 cm dengan berat rata-rata 600 – 800 gram

pada masa menyusui (Soetjiningsih, 1997 ; Maryunani, 2009).

Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV,sedangkan

secara horizontal payudara terletak mulai dari pinggir sternum sampai linea

aksilaris medialis (Maryunani, 2009).

Dilihat dari penampang luarnya, payudara terbagi menjadi tiga bagian

utama yaitu korpus mammae (badan), areola, dan puting susu atau papilla

(Maryunani, 2009).

Korpus mammae merupakan bagian yang paling besar dari payudara yang

(18)

yang terdiri dari duktus laktiferus yang berfungsi menyalurkan ASI dari alveoli

ke sinus laktiferus, sinus laktiferus/ampula yang berfungsi sebagai kantung

penyimpanan ASI, dan alveoli yang berfungsi sebagai kantung penghasil ASI.

Stroma terdiri dari jaringan lemak dan penyangga. Jaringan lemak disekeliling

alveoli dan sekitar duktus laktiferus menentukan besar kecilnya ukuran payudara.

Di sekeliling alveoli juga terdapat otot polos, yang akan berkontraksi memeras

keluar ASI. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009).

Areola merupakan daerah berpigmentasi lebih yang mengelilingi puting

susu. Pada areola terdapat kelenjar-kelenjar kecil yaitu kelenjar Montgomery yang

menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga kesehatan kulit disekitar areola

dan puting susu agar tetap lunak dan lentur selama menyusui (IDAI, 2008).

Puting susu atau papilla merupakan bagian yang menonjol di puncak

payudara. Pada puting susu terdapat lubang –lubang kecil yang merupakan muara

dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf yang penting pada proses menyusui,

pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Puting susu mengandung serat-serat

otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusu sehingga

menyebabkan duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu

ereksi (Maryunani, 2009).

2. ASI

2.1 Defenisi

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan

(19)

bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI adalah salah satu jenis makanan yang

mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis maupun spiritual.

ASI mengandung nutrisi, hormon, antibodi, anti alergi, serta anti inflamasi.

Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin,2003).

2.2 Manfaat ASI

Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu

formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu

yang menyusui (Moody dkk, 2006).

Menurut Ross (2006), manfaat pemberian ASI pada bayi yaitu : ASI

mengandung nutrisi seimbang yang sangat sempurna bagi tumbuh kembang bayi,

mudah dicerna oleh bayi, mengandung antibodi yang melindungi bayi dari

penyakit, baik untuk perkembangan rahang bayi, meningkatkan kemampuan

penglihatan bayi dan mengurangi timbulnya serangan jantung pada bayi.

Sedangkan pada ibu yaitu : pemberian ASI membantu uterus berkontraksi yang

mempercepat pengeluaran darah, dapat menurunkan berat badan ibu setelah

melahirkan, merupakan cara kontrasepsi alami yang efektif, dan dapat

memberikan rasa tenang pada ibu saat menyusui.

2.3 Keberhasilan menyusui

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui

eksklusif selama 6 bulan pertama. Menurut IDAI (2008), berikut merupakan

beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar dapat menyusui secara eksklusif,

(20)

1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah lahir dalam 1 jam

pertama kehidupannya (inisiasi menyusu dini). Bayi memiliki refleks menghisap

yang sangat kuat pada saat itu. Proses menyusui dimulai dengan membiarkan bayi

diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit ke kulit. Hal ini akan

merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin ibu dan bayi serta perkembangan

bayi.

2. Ibu harus meyakini bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya

bagi bayinya. Tidak ada makanan atau cairan lainnya yang diberikan karena akan

menghambat keberhasilan proses menyusui.

3. Menyusui bayi sesuai kebutuhan sampai puas. Bila bayi sudah merasa

puas, maka ia akan melepaskan puting dengan sendirinya.

4. Ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir

dari payudara ibu ke mulut bayi secara efektif.

3. Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI diproduksi

sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI ( Soetjiningsih, 1997). Laktasi

akan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fisiologi laktasi , mekanisme menyusui dan

konsep ASI.

3.1 Fisiologi Laktasi

Produksi ASI merupakan suatu interaksi kompleks antara rangsangan

mekanik, saraf dan hormon-hormon. Setelah persalinan, kadar estrogen dan

(21)

merupakan awal produksi ASI. Ketika bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi

dua refleks yang menyebabkan ASI keluar. Hal ini disebut dengan refleks

pembentukan atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan

refleks oksitosin atau yang disebut juga dengan “let-down reflex” (Roesli, 2000 ;

Maryunani, 2009).

3.1.1 Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin)

Hisapan bayi pada payudara akan merangsang ujung saraf sensoris

disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk

menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke

payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus menghasilkan ASI. Prolaktin

akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah payudara dihisap,

sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk diminum

berikutnya. Sedangkan untuk minum yang sekarang bayi mengambil ASI yang

ada pada sinus laktiferus . Semakin sering bayi menyusu maka semakin banyak

ASI yang diproduksi. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009 ; Sulistyawati, 2009).

Ditambahkan oleh Sulistyawati (2009) bahwa pada ibu menyusui,

prolaktin akan meningkat dalam keadaaan-keadaan seperti : stress atau pengaruh

psikis, anastesi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin dan pengaruh

obat-obatan.

3.1.2 Refleks Oksitosin (Let-down Reflex)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofifis.

Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh

(22)

merangsang kontraksi otot disekeliling alveoli dan memeras ASI keluar dari sinus

laktiferus (IDAI, 2008)

Beberapa keadaan dapat meningkatkan produksi oksitosin diantaranya

yaitu : ibu dalam keadaan tenang, ibu mendengar tangisan atau celotehan bayinya,

ayah menggendong bayi, ayah membantu mengganti popok dan memandikan bayi

serta perasaan dan curahan kasih sayang ibu terhadap bayinya (Sulistyawati,

2009).

3.2 Mekanisme Menyusui

Dalam mekanisme menyusui terdapat 3 refleks pada bayi yang dapat

mempengaruhi keberhasilan proses menyusui (Bobak, 2005), yaitu :

a) Refleks Mencari / Menangkap (Rooting reflex)

Menurut Riordan (2005), istilah refleks mencari / menangkap (rooting

reflex) merupakan gambaran perilaku bayi untuk menoleh, membuka mulut dan

berusaha mencari puting untuk menyusu kearah datangnya rangsangan .

Rangsangan ini dapat berupa sentuhan di pipi bayi atau payudara ibu yang

menempel pada sisi mulut bayi. Pada akhirnya bayi akan mampu membuka mulut

dengan lebar dan menarik puting susu masuk ke dalam mulutnya.

b) Refleks Mengisap (Sucking Reflex)

Refleks mengisap pada bayi akan timbul bilamana puting susu ibu

merangsang langit-langit (palatum) dalam mulut bayi. Untuk dapat merangsang

langit-langit bagian belakang mulut bayi dengan sempurna, maka sebagian besar

(23)

sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah, serta

langit-langit sehingga air susu dapat diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi

(Maryunani, 2009).

c) Refleks Menelan (Swallowing reflex)

Pada saat menelan, bagian belakang lidah akan terangkat dan menekan

bagian posterior dinding faring. Laring kemudian bergerak ke atas dan ke depan

untuk menutup trakea dan mendorong ASI masuk ke dalam kerongkongan,

sehingga memulai refleks menelan pada bayi. Setelah itu, laring akan kembali ke

posisi sebelumnya. Volume ASI yang cukup dibutuhkan untuk memicu refleks

menelan. Refleks menelan dapat diamati selama beberapa hari pertama setelah

bayi lahir. Menelan dapat diamati dari gerakan rahang bayi yang berirama dan

gerakan otot-otot tenggorokan (Riordan, 2005).

4. Keefektifan Proses Menyusui

4.1 Defenisi

Proses menyusui bukan hanya perilaku tunggal bayi menghisap payudara

ibu, tetapi merupakan serangkaian perilaku yang bisa digambarkan, dikaji, dan

diukur (Riordan, 2005). Menurut Association of Women Health, Obstentric and

Neonatal Nurses (2000), proses menyusui merupakan proses dimana bayi

menerima ASI. Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan

efektif apabila selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan

bebas dari rasa sakit.

Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai

(24)

ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan

terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

4.2 Indikator Keefektifan Proses Menyusui

Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti

yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui

dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun

ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses

menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui,

memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak

lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan

(Mulder, 2006).

4.2.1 Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT)

Pada hasil penelitian Mattews (1988), tentang Infant Breastfeeding

Assesment Tool (IBFAT) dikemukakan bahwa terdapat empat indikator yang

digunakan dalam pengkajian proses menyusui. Keempat indikator tersebut

meliputi kesiapan bayi untuk menyusu, refleks rooting, lamanya waktu yang

dibutuhkan bayi untuk mulai menyusu dan pola hisapan bayi pada payudara. Pada

masing-masing indikator diberikan nilai dari 0 – 3. Total nilai keseluruhan

berkisar 0 – 12. Proses menyusui dikatakan efektif apabila penilaian mencapai

angka 9 – 12. Pencapaian penilaian tersebut digambarkan dari kesiapan bayi

untuk menyusu dengan tanpa paksaan atau rangsangan untuk memulai proses

menyusu, refleks rooting bayi yang efektif, waktu yang singkat untuk langsung

(25)

4.2.2 Mother-Baby Assesment Tool (MBA)

Menurut Mulford (1992), keefektifan proses menyusui dinilai dari tiap

tahapan proses menyusui, baik dari ibu maupun bayi. Dalam sistem penilaian

Mother-Baby Assesment Tool (MBA), tahapan menyusui terbagi atas tahapan

isyarat kesediaaan menyusui, posisi ibu dan bayi, perlekatan bayi pada payudara,

transfer ASI dan tahap mengakhiri proses menyusui.

Proses menyusui dikatakan efektif apabila dalam tahapan isyarat kesediaan

menyusui, ibu dapat melihat dan mendengar isyarat bayi. Ibu dapat memeluk bayi,

berbicara pada bayi dan memberi rangsangan pada bayi ketika bayi masih

mengantuk. Isyarat kesediaan bayi untuk menyusu dapat dilihat dari kesiagaan

bayi, refleks rooting, refleks suckling,dan isyarat bayi melalui suara juga tangisan

(Riordan, 2006).

Pada posisi, ibu akan menggendong bayi pada posisi tubuh yang baik

dengan kepala ,bahu dan bagian belakang tubuh bayi ditopang. Pada perlekatan,

bayi akan melekat pada payudara, dengan mulut terbuka lebar dan areola berada

di dalam mulut bayi. Transfer ASI dapat diobservasi dari refleks menelan bayi

yang dapat didengar dan pada tahap mengakhiri proses menyusu, bayi akan

melepas sendiri payudara sebagai tanda terpenuhinya kebutuhan bayi akan ASI

(Cadwell, 2006 : Lawrance, 2011).

4.2.3 LACTH Assesment Tool

Menurut Jensen dkk (1994), terdapat lima indikator dalam mengevaluasi

(26)

pengkajian LACTH yang meliputi perlekatan bayi pada payudara (Lacth),

terdengarnya suara menelan pada saat transfer ASI (Audible Swallowing), jenis

puting susu ibu (Type of Nipple), keadaan puting selama proses menyusui

berlangsung (Comfort Nipple), dan kemampuan ibu memegang bayi saat proses

menyusui (Hold).

Proses menyusui dikatakan efektif apabila pada perlekatan, lidah bayi

berada di bawah payudara, hisapan bayi teratur, dan bibir bagian bawah terputar

keluar. Keadaan puting selama proses menyusui dinilai dari puting tetap lunak,

tanpa memar dan lecet. Kemampuan ibu dalam memegang bayi terlihat dari ada

atau tidaknya bantuan yang diberikan dalam upaya mempertahankan posisi bayi

selama proses menyusui (Lawrance, 2011).

4.2.4 Attributes of Effective Breastfeeding

Seiring dengan perkembangan penelitian tentang pengkajian proses

menyusui, Mulder (2006) dalam penelitiannya mencoba menganalisis konsep

keefektifan proses menyusui yang telah ada. Hasil penelitian tersebut menyatakan

bahwa dari konsep – konsep yang telah ada terdapat empat indikator yang paling

sering muncul dalam menggambarkan keefektifan proses menyusui.

Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai

proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer

ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan

terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam

(27)

a. Posisi Tubuh (Body Position)

Posisi tubuh antara ibu dan bayi sangat mempengaruhi keberhasilan proses

menyusui. Posisi yang tidak benar dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada

ibu maupun bayi. Posisi tubuh ibu saat menyusui antara lain posisi berbaring

miring dan posisi duduk. Posisi berbaring miring biasanya dilakukan pada ibu

menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Posisi ini amat baik untuk

pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri. Pada posisi

duduk, ibu dapat memilih posisi tangan seperti memegang bola, posisi tangan

transisi, dan posisi crisscross hold. Pada posisi tubuh yang benar, ibu akan terlihat

nyaman dan tidak tegang, sedangkan ketidaknyamanan posisi ibu dapat terlihat

dari bahu ibu yang tegang dan badan ibu cenderung condong ke arah bayi

(Sulistyawati, 2009).

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap

payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel pada

perut ibu. Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus. Sanggahan bukan

hanya pada bahu dan leher, tetapi seluruh bagian punggung bayi. Badan bayi

akkan cenderung condong ke arah ibu. (IDAI, 2008).

Menurut WHO dan UNICEF (2003) dalam penilaian proses menyusui

terkait posisi tubuh dengan Observasi BREAST, posisi tubuh yang benar

bercirikan ibu terlihat santai dan nyaman, badan bayi menempel pada perut ibu,

kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting,kepala

dan badan bayi berada pada satu garis lurus,badan bayi condong ke arah ibu dan

(28)

bercirikan badan bayi menjauhi badan ibu, leher bayi terputar dan cenderung ke

depan,badan bayi tidak menghadap ke badan ibu, dan hanya bagian kepala dan

leher saja yang ditopang.

b. Perlekatan yang tepat (Latch)

Perlekatan merupakan ciri yang paling sering dihubungkan dengan

keefektifan proses menyusui. Perlekatan menggambarkan posisi mulut, lidah dan

bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Posisi tubuh yang benar akan

menghasilkan perlekatan yang maksimal. Perlekatan yang maksimal dapat

memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Perlekatan yang kurang

maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara. Agar bayi

dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak

payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi

dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola (Mulder, 2006).

Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik

pertemuan). Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal, setelah berada pada

posisi tubuh yang benar, sentuh bibir bayi dengan puting. Ketika mulut bayi

terbuka lebar secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan

punggung dan bahu bayi. Sasarannya adalah memposisikan bibir bawah paling

sedikit 1,5 cm dari pangkal puting susu. Bayi harus mengulum sebagian besar

areola di dalam mulutnya. Hal ini akan memungkinkan bayi menarik sebagian

dari jaringan payudara masuk ke dalam mulutnya dengan lidah dan rahang bawah.

(29)

akan berada dalam rongga mulut bayi,sehingga lidah dan langit-langit dapat

memeras ASI secara sempurna. Puting susu akan masuk sejauh langit-langit lunak

bayi dan bersentuhan dengan langit-langit tersebut. Sentuhan ini akan merangsang

refleks menghisap pada bayi. (IDAI, 2008 ; Sulistyawati, 2009).

Dalam penilaian proses menyusui terkait perlekatan dengan Observasi

BREAST, menurut WHO dan UNICEF (2003) ada beberapa tanda yang

mencirikan perlekatan yang baik, yaitu : bayi tidak hanya mengisap puting tetapi

payudara, mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara, bibir bagian

bawah terputar keluar, lidah berlekuk disekitar payudara, lebih banyak areola

bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah, dan ibu tidak merasa nyeri saat

bayi menyusu. Sedangkan pada perlekatan yang tidak baik terlihat mulut bayi

tidak terbuka lebar, bibir mencucu, lebih banyak areola bagian bawah yang

terlihat dan terasa sakit pada puting saat proses menyusui.

c. Hisapan yang efektif (Effective Sucking)

Hisapan yang efektif merupakan prasyarat proses menyusui yang efektif.

Perlekatan yang tepat dapat memicu hisapan yang baik. Pada posisi perlekatan

yang tepat, rahang bawah bayi akan menutup pada jaringan payudara,

penghisapan akan terjadi, dan puting susu akan ditangkap dengan baik dalam

rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan secara berulang-ulang

seperti memeras secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus laktiferus.

Pergerakan cairan selama menyusui terjadi dari daerah bertekanan tinggi di

(30)

daerah bertekanan rendah yaitu mulut bayi. Hisapan yang baik adalah hisapan

menggunakan lidah dan rahang. Hal ini terlihat dari pipi bayi yang membulat pada

saat proses menyusui. Hisapan bayi yang efektif pada payudara berirama dan

selaras, hal ini ditandai dengan pola hisapan lambat dan dalam yang diselingi

dengan jeda atau istirahat ( Mulder, 2006 ; IDAI 2008 ; Walker, 2011).

d. Transfer ASI (Milk transfer)

Transfer (perpindahan) ASI terjadi ketika cairan ASI melewati puting

masuk ke dalam mulut dan ditelan oleh bayi. Hal ini dipengaruhi oleh refleks

pengeluaran (letdown reflex) dan hormon oksitosin. Transfer ASI dapat dirasakan

oleh ibu seperti sensasi kesemutan pada payudara saat ASI keluar melewati puting

dan akan ada ASI yang menetes di payudara ibu di bagian yang berlawanan

dengan payudara yang digunakan menyusui, sedangkan pada bayi dapat diamati

pada saat terlihat dan terdengar bunyi menelan (Cadwell, 2006 : Walker, 2011).

4.3 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Proses Menyusui

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan proses menyusui terdiri dari:

4.3.1 Usia gestasi

Usia gestasi dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan

bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah

dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah

daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada

bayi dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya

(31)

4.3.2 Anatomi payudara ibu

Anatomi payudara ibu juga sangat mempengaruhi produksi ASI dan

proses menyusui. Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, maka sel-sel

yang berfungsi memproduksi ASI akan berkurang. Hal ini mengakibatkan

produksi ASI yang kurang dari kebutuhan (Maryunani, 2009).

4.3.3 Pemberian susu formula

Pemberian susu formula secara bergantian dengan menyusu pada ibu dapat

mengakibatkan bayi bingung puting (nipple confusion). Hal ini terjadi karena

mekanisme menyusu yang berbeda antara keduanya. Menyusu pada puting ibu

memerlukan usaha yang lebih daripada minum pada botol, yaitu bayi harus

mempergunakan otot pipi, gusi, langit-langit dan lidahnya. Sementara itu,

menyusu dengan botol membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah

mempunyai lubang diujungnya, sehingga bayi dapat menelan susu yg terus

mengalir tanpa dihisap (Maryunani, 2009).

4.3.4 Faktor psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan

perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let-down atau refleks

pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi

hormon oksitosin antara ain perasaan dan curahan kasih sayang ibu pada bayinya,

mendengar celoteh atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang.

Sedangkan kondisi ibu dalam keadaan sedih, kesal, kecewa, kurang percaya diri,

(32)

kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit sewaktu menyusui (Derek & Jones, 2005 :

Maryunani, 2009).

4.3.5 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan akan keterampilan dan teknik menyusui yang benar akan

sangat membantu ibu memahami proses menyusui dan pentingnya posisi dan

perlekatan yang baik pada payudara terhadap produksi ASI. Pemahaman akan hal

ini dapat meminimalkan resiko lecet/nyeri puting, abses dan mastitis pada

payudara (IDAI, 2008).

4.3.6 Dukungan keluarga

Kemauan ibu untuk memberikan ASI salah satunya dipengaruhi oleh

dukungan keluarga (suami). Bentuk dukungan suami ini mencakup sebagai tim

penyemangat, membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI, ikut merawat

bayi, mendampingi ibu menyusui walau tengah malam, melayani ibu menyusui,

(33)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan konsep

keefektifan proses menyusui yang bertujuan untuk menggambarkan Keefektifan

Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani.

Secara konseptual yang dimaksud dengan proses menyusui yang efektif

adalah proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada

transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan

terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

Menurut Mulder (2006), terdapat empat indikator dalam proses menyusui

yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi posisi tubuh antara ibu dan bayi

yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan

hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

Posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar ditunjukan oleh posisi badan

bayi dengan perut dan payudara ibu, letak telinga, lengan, kepala dan bagian

belakang badan bayi. Perlekatan menggambarkan posisi dagu, mulut, lidah dan

bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Keefektifan hisapan bayi

merupakan kemampuan bayi memerah ASI keluar dari duktus laktiferus dan

transfer ASI merupakan perpindahan ASI secara adekuat dari ibu kepada bayi

yang ditunjukan dari refleks menelan, sensasi kesemutan yang dirasakan ibu dan

(34)

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian Indikator keefektifan proses menyusui menurut :

1. Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT) 3. LACTH Assesment Tool

2. Mother-Baby Assesment Tool (MBA) 4. Attributes of Effective Breastfeeding

Attributes of Effective Breastfeeding:

1.Posisi tubuh (Body Position) tidak benar benar

2.Perlekatan bayi yang tepat(Latch) tidak tepat tepat

3.Keefektifan isapan bayi pada payudara

(35)

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel

antara ibu dan bayi

yang ditunjukan

dalam posisi tubuh

(36)

Tabel 2 (Lanjutan)

No Indikator Defenisi

Operasional

lidah dan bibir bayi

(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Desain

penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya

tentang suatu variabel, gejala atau keadaan, bukan untuk menguji hipotesis

tertentu (Arikunto, 2000). Desain ini bertujuan untuk menggambarkan

keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi

dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani

dalam satu tahun yakni 300 orang dengan rata-rata 25 orang per bulan.

2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut

Arikunto (2006), jika populasi lebih dari 100 maka sampel dibuat sekitar 10-15%

atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah sampel

yang diteliti oleh peneliti adalah 10% dari 300 orang, yakni 30 orang.

2.3. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik

pengambilan sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria penelitian, sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

(38)

Adapun kriteria sampel tersebut yaitu ibu menyusui dengan usia gestasi

normal, bayi yang disusui berusia 0 - 6 bulan, tidak mengalami kelainan anatomi

mulut, dan bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Mariani Medan, Jl. Gatot Subroto

Gg. Johar No.5 . Adapun alasan pemilihan lokasi dengan pertimbangan bahwa

klinik bersalin tersebut memiliki jumlah pasien yang cukup banyak setiap

bulannya sehingga tersedia sampel yang memadai dan belum pernah dilakukan

penelitian mengenai keefektifan proses menyusui sebelumnya. Penelitian ini

dilakukan pada 1 Maret – 30 April 2012

4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu dengan

memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan

prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon

responden harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika

calon responden bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar

persetujuan, maka persetujuan dilakukan secara lisan. Jika calon responden

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

haknya. Kerahasiaan catatan tentang data calon responden juga dijaga dengan

tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya

(39)

diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden juga hanya

digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008)

5. Alat Pengumpulan Data

5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk

kuisioner dan lembar observasi yang diadopsi dari B-R-E-A-S-T Feed Observation

Form oleh WHO dan didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuisioner yang ada

memuat data demografi responden dan dan lembar observasi memuat keefektifan

proses menyusui.

5.1.1 Kuisioner Data Demografi

Kuisioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, bayi yang disusui,

pendidikan, dan pekerjaan ibu. Data demografi calon responden bertujuan untuk

mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi

frekuensi dan presentase demografi terhadap keefektifan proses menyusui.

5.1.2 Lembar Observasi dan Kuisioner Keefektifan proses menyusui

Lembar observasi dan kuisioner keefektifan proses menyusui terdiri dari

21 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban

”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh

adalah 21 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

(40)

banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 21 dan banyak kelas 2

yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 11 dan batas kelas

interval bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0

-10 = tidak efektif dan 11 -21 = efektif

5.1.3 Lembar Observasi dan Kuisioner Indikator Keefektifan proses menyusui

a. Posisi tubuh (Body position),

Lembar observasi Posisi tubuh (Body position), terdiri dari 6 pernyataan

dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi

nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 6 dan

nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

p = rentang

banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 6 dan banyak kelas 2 yaitu

: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 3 dan batas kelas interval

bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak

(41)

b. Perlekatan bayi yang tepat (Latch)

Lembar observasi perlekatan bayi yang tepat (Latch), terdiri dari 7

pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban

”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh

adalah 7 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

p = rentang

banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 7 dan banyak kelas 2 yaitu

: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 4 dan batas kelas interval

bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 3 = tidak

tepat dan 4 - 7 = tepat.

c. Hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking)

Lembar observasi hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking), terdiri

dari 4 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap

jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang

diperoleh adalah 4 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

(42)

banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu

: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval

bawah 0. Maka hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking) dikategorikan

menjadi : 0 - 2 = tidak efektif dan 3 - 4 = efektif.

d. Transfer ASI (Milk Transfer)

Kuisioner transfer ASI (Milk Transfer), terdiri dari 4 pertanyaan dengan

pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan

jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 4 dan nilai

terendah yang diperoleh adalah 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

p = rentang

banyak kelas

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu

: tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval

bawah 0. Maka Transfer ASI (Milk Transfer) dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak

baik dan 3 - 4 = baik.

(43)

Uji validitas pada instrumen penelitian bertujuan untuk menunjukan

kemampuan instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang ingin diukur.

Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas isi, disusun berdasarkan teori

yang relevan dan dikonsultasikan kepada ahli. Validitas instrumen telah diuji oleh

dosen bagian keperawatan maternitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara pada tanggal 18 dan 20 Januari 2012. Berdasarkan uji validitas tersebut,

lembar observasi dan kuisioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif

dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin diukur

sesuai dengan teori atau konsep. Dari hasil uji validitas terdapat 17 pernyataan

dan 4 pertanyaan yang telah valid dan dapat disebarkan kepada responden.

Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur sencara konsisten sasaran yang

akan diukur (Arikunto, 2006). Menurut Nursalam (2003), uji reliabilitas dilakukan

pada 10 orang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel

tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian. Uji reliabilitas yang digunakan

dalam instrumen ini adalah uji reabilitas Spearman-Brown dan KR-20. Untuk

instrumen yang baru, akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih besar dari

nilai r pada product-moment (Arikunto, 2003). Lembar observasi tentang posisi

tubuh antara ibu dan bayi saat menyusu memiliki nilai reliabilitas 0,79. Lembar

observasi tentang perlekatan bayi yang tepat pada payudara memiliki nilai

reliabilitas 0,81. Lembar observasi tentang keefektifan hisapan bayi memiliki

nilai reliabilitas 0,67. Kuisioner tentang transfer ASI memiliki nilai reliabilitas

(44)

pada product-moment, oleh karena itu instrumen telah reliabel dan dapat disebar

pada responden.

6. Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal

peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat

permohonan izin akan disampaikan ke tempat penelitian (Klinik Bersalin

Mariani). Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data

penelitian. Peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan sebelumnya.

Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan

kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan

penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan

menjadi responden penelitian. Jika responden tidak bersedia menjadi subjek

penelitian, peneliti menghargai haknya dan tidak melakukan pemaksaan. Peneliti

mengambil data demografi responden dengan memberikan kuisioner data

demografi untuk diisi oleh responden. Sedangkan data keefektifan proses

menyusui diperoleh dari pengisian lembar observasi yang diisi sendiri oleh

peneliti melalui tindakan mengobservasi ibu saat proses menyusui berlangsung.

Setelah kusioner dan lembar observasi selesai diisi, peneliti kemudian memeriksa

kelengkapan data. Jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi, selanjutnya

(45)

7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui

beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data dan memastikan bahwa

semua jawaban telah terisi kemudian data yang sesuai diberi kode untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya

peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini

adalah statistik univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk

menganalisis data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan hasil penelitian. Pada penelitian ini metode statistik univariat

digunakan untuk menganalisa variabel keefektifan proses menyusui dan

masing-masing indikator yang ada, data akan dianalisa menggunakan skala ordinal dan

(46)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 30 orang responden di Klinik

Bersalin Mariani Medan. Proses pengambilan data untuk penelitian ini

menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang diisi oleh peneliti saat

mengobservasi responden dan kuisioner yang diisi oleh responden di tempat

tanpa dibawa pulang ke rumah.

Penyajian hasil penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden

dan keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani

Medan. Hasil dari lembar observasi dan kuisioner yang telah dikumpulkan

kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan

di bawah ini.

1. Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka hasil penelitian akan

menguraikan gambaran demografi responden dan keefektifan proses menyusui

yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi

yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking),

(47)

1.1 Karakteristik Responden

Tabel 1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik reponden berdasarkan

usia, bayi yang disusui, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia (tahun)

(48)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden yaitu mayoritas

berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (30%), bayi yang disusui merupakan

anak pertama yaitu sebanyak 13 orang (43,3%), berpendidikan SMA sebanyak 15

orang (50%), merupakan ibu rumah tangga sebanyak 24 orang (80%), dan

penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 sebanyak 18 orang (60%).

1.2 Analisa Data Keefektifan Proses Menyusui

Tabel 1.2.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Proses

Menyusui

Keefektifan Proses Menyusui

Frekuensi Persentase (%)

Efektif

Ditinjau dari keefektifan proses menyusui, berdasarkan tabel 1.2.1 dapat dilihat

bahwa terdapat 16 orang responden (53,3%) dengan proses menyusui yang tidak

efektif, sedangkan proses menyusui yang efektif, sebanyak 14 orang (46,7%).

Tabel 1.2.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Posisi Tubuh antara Ibu

dan Bayi yang benar (Body Position)

Posisi Tubuh Frekuensi Persentase (%)

Benar

Ditinjau dari posisi tubuh antara ibu dan bayi (body position) pada proses

(49)

(73,3%) dengan posisi tubuh yang benar pada proses menyusui, sedangkan posisi

tubuh yang tidak benar, sebanyak 8 orang (26,7%).

Tabel 1.2.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Perlekatan bayi yang

tepat (Latch) pada payudara pada Proses Menyusui

Perlekatan Frekuensi Persentase (%)

Tepat

Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara,berdasarkan tabel 1.2.3

dapat dilihat bahwa terdapat 23 orang bayi (76,7%) dengan perlekatan yang tidak

tepat, sedangkan perlekatan yang tepat sebanyak 7 orang (23,3%).

Tabel 1.2.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Hisapan

bayi pada Payudara (Effective Suckling)

Keefektifan Hisapan Frekuensi Persentase (%)

Efektif

Ditinjau dari keefektifan hisapan bayi pada payudara (Effective Suckling),

berdasarkan tabel 1.2.4 dapat dilihat bahwa terdapat 22 orang bayi (73,3%)

dengan hisapan yang tidak efektif pada payudara, sedangkan hisapan yang efektif

(50)

Tabel 1.2.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Transfer ASI (Milk

Transfer pada Proses Menyusui

Transfer ASI Frekuensi Persentase (%)

Baik Tidak Baik

6 24

20,0 80,0

Total 30 100,0

Ditinjau dari transfer ASI (Milk Transfer), berdasarkan tabel 1.2.5 dapat dilihat

bahwa terdapat 24 orang responden (80%) dengan transfer ASI yang tidak baik,

sedangkan transfer ASI yang baik sebanyak 6 orang (20%).

2. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan

keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani

Medan yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan

bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective

sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

a. Keefektifan Proses Menyusui (Effective Breastfeeding)

Analisa hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (30%) berusia

26-30 tahun. Kelompok usia tersebut termasuk kedalam kelompok usia

reproduktif yaitu antara 23-28 tahun (Potter Perry, 2006). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan proses meyusui yang tidak

(51)

Mayoritas responden (43,3%) menyusui bayi yang merupakan anak

pertama dan didapat sebanyak 9 responden dengan proses menyusui yang tidak

efektif. Sedangkan 2 responden (6,6%) yang menyusui bayi yang merupakan anak

keempat, proses menyusuinya tergolong efektif. Asumsi peneliti hal ini mungkin

berkaitan dengan belum berpengalamannya ibu dalam praktek menyusui,

mengingat bayi yang disusui merupakan anak pertama. Hal ini juga sesuai dengan

penelitian Yuliani (2007) yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Ibu tentang ASI

dan Kondisi Ibu Baru Lahir terhadap Keputusan Pemberian ASI” yang

mengatakan bahwa jumlah anak berpengaruh terhadap pengetahuan ibu karena

praktek ibu menyusui sangat berhubungan dengan proses belajar dari praktek ibu

menyusui pada anak sebelumnya.

Mayoritas responden (50%) berpendidikan SMA dan sebanyak 8 orang

dengan proses menyusui yang efektif. Sedangkan pada responden yang

berpendidikan SMP terdapat 2 orang responden dengan proses menyusui yang

tidak efektif dan 2 orang responden yang berpendidikan SD dengan proses

menyusui yang tidak efektif. Asumsi peneliti tingkat pendidikan mempengaruhi

perilaku ibu dalam praktek menyusui. Data dari Center for Diseasse Control

(CDC) pada tahun 2005 menyatakan bahwa angka menyusui lebih rendah pada

ibu yang berpendidikan dibawah jenjang sekolah menengah atas daripada ibu

yang jenjang pendidikannya lebih tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Muzaham (1995) yang mengatakan bahwa

jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mencari

(52)

dasarnya akan memberikan kemampuan dalam menyerap informasi. Semakin

tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin mudah dan

berwawasan luas mengetahui tentang teknik menyusui yang benar sehingga

proses menyusui menjadi efektif.

Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden yaitu sebanyak 24 orang

(80%) merupakan ibu rumah tangga dan sebanyak 14 orang diantaranya dengan

proses menyusui yang tidak efektif. Sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS dan

Pegawai swasta sebanyak 4 orang (13,3%), memiliki proses menyusui yang

efektif. Sementara hasil penelitian Goyal (2006) menyatakan proses menyusui

yang tidak efektif lebih banyak ditemukan pada kategori ibu yang bekerja (24%).

Asumsi peneliti, pekerjaan juga berpengaruh terhadap keefektifan proses

menyusui. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih

luas sehingga informasi yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak

bekerja apabila informasi dari lingkungan kurang maka pengetahuannya juga

kurang, terlebih bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan

kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. Penelitian

Purwanti (2004) menemukan bahwa ibu yang tidak bekerja kurang mendapatkan

informasi tentang menyusui disebabkan karena ibu kurang memiliki kesempatan

untuk mendapatkan pertukaran informasi dan pengalaman baik dari lingkungan

kerja maupun dari luar.

Menurut Association of Women Health, Obstentric and Neonatal Nurses

(53)

Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan efektif apabila

selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan bebas dari rasa

sakit. Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai

proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer

ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan

terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

proses menyusui yang tidak efektif (53,3%). Mulder (2006), menyatakan posisi

tubuh antara ibu dan bayi yang benar, perlekatan yang tepat, keefektifan hisapan

bayi pada payudara dan transfer ASI yang baik merupakan komponen proses

menyusui yang efektif. Riordan (2005), menyatakan bahwa proses menyusui

bukan merupakan perilaku tunggal, tetapi serangkaian perilaku yang saling

mempengaruhi satu dengan yang lain.

Dari data hasil penelitian ditemukan bahwa masalah utama penyebab

ketidakfektifan proses menyusui adalah trasfer ASI yang tidak baik (80%).

Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan tingginya angka ketidakefektifan

hisapan bayi (73,3%) yang disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada

payudara (76,7%). Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat

proses menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus

mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap

puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah

areola (Fitria, 2011). Cara yang tepat untuk mengetahui proses menyusui berjalan

(54)

bayi berada dalam posisi menyusui yang benar dan melekat dengan tepat pada

payudara sehingga refleks bayi saat menghisap terfasilitasi dan transfer ASI dapat

berjalan dengan baik (Lawson, 2007).

b. Posisi ibu dan bayi yang benar (Body position)

Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana yang telah dipaparkan pada

tabel 1.2 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyusui dalam posisi yang

benar (73,3%). Asumsi peneliti mayoritas responden telah memiliki pengetahuan

yang baik tentang posisi menyusui sehingga dapat menyusui dalam posisi yang

benar. Menurut Perinasia (2003), pengetahuan yang baik membuat ibu tahu

bagaimana menyusui bayinya dengan teknik menyusui yang benar. Hal tersebut

tidak sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2011) yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Ibu Primigravida Trimester III Terhadap Teknik

Menyusui yang Benar” dimana masih terdapat 74 orang ibu (76,3%) dari

respondennya yang tidak mengetahui posisi menyusui yang benar.

Lawson (2007), menyatakan bahwa posisi tubuh antara ibu dan bayi yang

tidak benar merupakan masalah terbesar penyebab tidak berhasilnya proses

menyusui. Selain itu kejadian lecet puting juga lebih mudah terjadi pada posisi

menyusui yang tidak benar. Blair (2003) , juga menyatakan bahwa posisi tubuh

antara ibu dan bayi merupakan hal yang paling utama untuk menentukan

perlekatan pada payudara yang tepat sehingga hisapan bayi pada payudara efektif

dan transfer ASI dapat berlangsung dengan baik.

Dalam penelitian ini, lebih banyak ibu muda (<20 tahun) yang memiliki

(55)

sesuai dengan penelitian Goyal di Libya (2006), dimana posisi menyusui yang

tidak benar lebih banyak pada ibu berusia <20 tahun (22,2%). Hal yang sama juga

dinyatakan oleh Kronborg dkk, di Denmark (2009) , Gupta di India Utara (2008),

dan Santo dkk di Brazil (2007) yang melaporkan bahwa posisi yang tidak benar

dalam proses menyusui lebih banyak pada ibu yang tergolong remaja.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas ibu multipara

memiliki posisi menyusui yang benar dibandingkan ibu primipara. Asumsi

peneliti hal ini berhubungan dengan pengalaman ibu dalam menyusui anak yang

sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Goyal (2006), yang

menunjukkan bahwa mayoritas (74%) dari ibu multipara memiliki posisi dan

perlekatan yang baik dalam proses menyusui. Hal yang sama juga dikemukakan

Kronborg dan Coca (2009), yang melaporkan bahwa parietas secara bermakna

dapat dikaitkan dengan posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar dan perlekatan

pada payudara yang tepat. Namun, Gupta (2008) dalam penelitiannya tidak

menemukan keterkaitan yang bermakna antara parietas dengan posisi tubuh antara

ibu dan bayi yang benar dan perlekatan pada payudara yang tepat.

Dari keenam pernyataan dalam lembar observasi yang menggambarkan

posisi tubuh yang benar antara ibu dan bayi, paling banyak responden yaitu

sebanyak 29 orang (96,6%) melakukan tindakan benar pada pernyataan pertama

(ibu dalam posisi yang nyaman). Menurut Jones (2005), rasa nyaman merupakan

faktor psikologis yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga

(56)

Penelitian Dian (2009) yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif’ menyatakan bahwa produksi ASI dapat

meningkat atau menurun tergantung stimulasi pada kelenjar payudara dimana

salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah faktor psikologis ibu pada saat

menyusui. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Prasetyono (2009), yang

menyatakan bahwa 80% kegagalan ibu menyusui disebabkan oleh faktor

psikologis.

Keadaan psikologis ibu dalam keadaan tidak nyaman, kesal, kurang

percaya diri, dan kecemasan akan produksi ASI dapat merangsang kelenjar

hipofisis untuk menekan pengeluaran hormon oksitosin yang mengatur

pengeluaran ASI (Sulistyawati,2009).

Sebanyak 12 orang responden (40%) melakukan paling banyak tindakan salah

pada pernyataan keenam (badan bayi condong ke arah ibu). Posisi badan ibu yang

condong ke arah bayi pada saat menyusui dapat menyebabkan kelelahan.Posisi

tubuh yang benar adalah badan bayi condong ke arah ibu. Posisi ini dapat

meminimalkan pengeluaran energi dan memberikan ibu waktu istirahat (Suryani,

2007).

c. Perlekatan bayi yang tepat (Latch)

Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara, dapat dilihat

bahwa mayoritas responden (76,7%) masuk dalam kategori perlekatan yang tidak

tepat. Menurut Daulat (2003), perlekatan yang tidak tepat pada payudara dapat

mengakibatkan puting lecet. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Fitria (2011)

(57)

menyatakan bahwa keadaan lecet puting merupakan salah satu faktor yang

menghambat pemberian ASI dan penyebab utama terjadinya lecet puting adalah

perlekatan yang tidak baik. Puting lecet dapat menyebabkan mastitis (peradangan

payudara), oleh karena itu salah satu penanganan yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya lecet puting adalah dengan teknik menyusui yang benar meliputi posisi

dan perlekatan bayi yang tepat pada payudara (Daulat, 2003).

Penelitian Lamontagne, dkk (2008) yang berjudul “The Breastfeeding

Experience of Woman with Major Difficulties Who Use the Service of a

Breastfeeding Clinic” juga menyatakan bahwa lecet puting merupakan masalah

utama (89%) yang paling sering dihadapi ibu menyusui dan merupakan alasan

ibu berhenti menyusui bayinya (39%) . Lawson (2007), menyatakan bahwa

memposisikan bayi dengan benar dan perlekatan yang tepat pada payudara dapat

mengurangi resiko terjadinya lecet puting. Hal tersebut sesuai dengan hasil

penelitian Coca (2009), dimana ditemukan adanya hubungan yang bermakna

antara perlekatan yang tidak tepat dengan kejadian lecet puting dan mastitis.

Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses

menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil

cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar

lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola.

Perlekatan yang kurang maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada

payudara. Bila bayi tidak melekat dengan baik, hanya menghisap puting, bayi

akan menarik puting, menggigit dan menggesek kulit payudara sehingga

Gambar

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik reponden berdasarkan
Tabel 1.2.2  Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Posisi Tubuh antara Ibu
Tabel 1.2.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Perlekatan bayi  yang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tanda centang pada kolom efektivitas biaya 3, waktu 2, dan mutu 5 berarti bahwa efektivitas penerapan teknik tersebut ditinjau dari biaya adalah sedang, waktu adalah

Namun terdapat perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan Cahyasumirat (2006), yang menyatakan bahwa profesionalisme tidak berpengaruh terhadap

Typo II dlpakal sobagal wodah larutan dalan air yang didapar dongan pH loblh koell dan 7; ^uga sobagal wadah larutan dalan ninyak dan wadah

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan menjadi lebih baik setelah dilakukan penyuluhan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian penyuluhan MP ASI mempunyai

Sebanyak 7% responden kepala keluarga masuk dalam kategori tidak setuju karena mereka beranggapan banyak masyarakat saat ini yang sudah tidak peduli dengan kebudayaan

8. Tugas, pendidik menugaskan kepada peserta didik dengan memberikan langkah-langkah yang telah ditentukan sehingga peserta didik memiliki alur pikir dalam melaksanakan

Penelitian yang dilakukan oleh Novianingsih Budiman yang berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Internet Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran