Oleh
ALICIA LARASATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
ANALYSIS THE INFLUENCE OF MONETARY AND REAL SECTOR VARIABLES TO INFLATION IN INDONESIA (PERIOD 2006.01 – 2013.06)
By
ALICIA LARASATI
Inflation is one of the economic issues that cannot be underestimated because of its widespread impacts. Thus, inflation often becomes one of the government policy’s objectives. High inflation is so important to be discussed due to its impact for the economics that could lead to the unbalance, slow growth of economic activities, and high unemployment level. Inflation is persistent increase in the general price level of goods and services in an economy over a period of time. Increased price from one or two goods cannot be called as inflation, unless that increase could affect the increase of other goods. The purpose of this research is to analyze the impacts of Bank Indonesia’s rate, money supply, and currency exchange from rupiah to US dollar that includes in the monetary variable and oil price in the world, which is the real variable partially. This research will be using time series data in monthly period of 2006.01-2013.06 and estimated model that is used is Error Correction Model (ECM).
Results of the research shows that partial in long-term it will be known the yield of Bank Indonesia’s rate, money supply, currency exchange, and oil price could bring a positive impact related to the inflation in Indonesia. As together, those four factors influenced significantly to the inflation in Indonesia.
Results of the research shows that partial in short-term it will be known the yield of Bank Indonesia’s rate, and oil price could bring a positive impact and significantly related to the inflation in Indonesia but money supply, and currency exchange no influenced to the inflation in Indonesia.
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH VARIABEL SEKTOR MONETER DAN RIIL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2006.01 – 2013.06)
Oleh
ALICIA LARASATI
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh, karena dapat membawa dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering manjadi target kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat. Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang merupakan variabel sektor moneter dan harga minyak dunia yang merupakan variabel sektor riil secara parsial serta secara bersama-sama. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) dalam bulanan periode 2006.01 – 2013.06 dan model estimasi yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dalam jangka panjang dapat diketahui hasil suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar dan harga minyak dunia berpengaruh positif terkait dengan inflasi di Indonesia serta secara
bersama-sama keempat faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dalam jangka pendek dapat diketahui hasil suku bunga Bank Indonesia dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terkait dengan inflasi di Indonesia tetapi jumlah uang beredar dan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.
I. PENDAHULUAN
1.1.Teori Kuantitas ... 25
1.2.Keynesian Model ... ... 26
1.3.Mark-up Model ... 27
1.4.Teori Struktural ... 27
2. Permintaan dan Penawaran Agregat ... 29
2.1.Permintaan Agregat ... 29
2.2.Penawaran Agregat ... 32
3. Jenis Inflasi ... 37
3.1. Menurut Derajatnya ... 37
3.2. Menurut Sebabnya ... 38
1.3.Teori Paritas Tingkat Bunga ... 44
D. Jumlah Uang Beredar ... 45
E. Nilai Tukar Rupiah ... 46
F. Harga Minyak Dunia ... 47
G. Penelitian Terdahulu ... 49
III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data ... 52
1. Data ... 52
2. Sumber Data ... 53
B. Definisi Variabel Operasional ... 53
2. Uji Kointegrasi ... 59
3. Error Correction Model (ECM) ... 59
E. Uji Asumsi Klasik ... 60
1. Uji Normalitas ... 60
2. Uji Multikolinearitas ... 61
3. Uji Heterokedastisitas ... 62
4. Uji Autokorelasi ... 63
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68
1. Uji Stasioner (Unit Root Test) ... 69
1.1.Uji Stasioner Pada Level ... 69
1.2.Uji Stasioner Pada First Difference ... 70
2. Uji Kointegrasi ... 70
2.1.Uji Koefisien Determinan R2 ... 72
2.2.Uji Asumsi Klasik Regresi Kointegrasi ... 72
2.2.1. Normalitas ... 73
2.2.2. Multikolinearitas ... 73
2.2.3. Heterokedastisitas ... 74
2.2.4. Autokorelasi ... 75
2.3.Uji Hipotesis Kointegrasi ... 75
2.3.1. Uji F ... 75
2.3.2. Uji t ... 77
3. Estimasi ECM ... 81
3.1.Uji Asumsi Klasik ECM ... 83
3.1.1. Normalitas ... 83
3.1.2. Multikolinearitas ... 84
3.1.3. Heterokedastisitas ... 85
3.1.4. Penyembuhan Heterokedastisitas ... 86
3.1.5. Uji Autokorelasi ... 87
3.2.Uji Hipotesis ECM ... 88
3.2.1. Uji F ... 88
3.2.2. Uji t ... 89
4. Pembahasan ... 93
B. Implikasi Hasil Penelitian ... 97
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan
kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan
jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi
penawaran di pasar barang ini menggambarkan kemampuan perekonomian
menghasilkan barang dan jasa pada suatu periode tertentu.
Sedangkan sisi permintaannya menggambarkan pengeluaran yang dilakukan oleh
pelaku ekonomi, seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri.
Stabilitas ekonomi makro dilihat dari keseimbangan antara permintaan (yang ditunjukkan oleh total pengeluaran) dan penawaran (yang ditunjukan oleh
kemampuan perekonomian tersebut menghasilkan barang dan jasa) yang terjadi di
pasar tersebut.
Sektor moneter (investasi) di sini terbatas pada penyediaan modal atau
proyek-proyek investasi yang mendukung terselenggaranya aktivitas riil di pasar.
Perumusan model aktivitas investasi, baik pada sisi permintaan maupun sisi
penawaran, merujuk pada nilai yang diyakini mempengaruhi perilaku ekonomi
seseorang serta segala ketentuan yang memang menjadi pedoman dalam
Pada sisi permintaan investasi, keikutsertaan kelompok pemilik modal tergantung
pada keberadaan usaha yang telah ada di pasar, di mana mereka menempatkan
sebagian modalnya (uang) pada usaha yang ada, sehingga besar-kecil jumlah
investasi atau penanaman modal mereka pada proyek investasi tergantung pada
besar-kecilnya ekspektasi keuntungan yang ada. Semakin besar ekspektasi
keuntungan, maka akan semakin besar permintaan terhadap proyek investasi
tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika ekspektasi keuntungan kecil, maka
permintaan proyek investasi pun akan turun. Seberapa besar penurunan
permintaan investasi sangat tergantung pada tingkat sensitivitas permintaan
tersebut terhadap pergerakan naik-turunnya ekspektasi keuntungan.
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh, karena dapat
membawa dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target
kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat
dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan,
pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat.
Akibat buruk inflasi pada perekonomian yang oleh sebagian ahli ekonomi
berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat dipandang sebagai stimulator bagi
pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh
kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan
keuntungan akan menggalakkan investasi di masa akan datang dan ini akan
menyebabkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika inflasi lebih
serius keadaannya perekonomian tidak akan berkembang seperti yang diinginkan.
Berdasarkan gambar 6 diatas, pergerakan harga minyak dunia tidak jauh berbeda
dengan indeks harga minyak mentah Indonesia seperti pada halnya meningkat
dipertengahan tahun 2008 dan kemudian menurun di akhir tahun 2008 kemudian
meningkat kembali di awal tahun 2011 hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena
harga minyak dunia merupakan harga minyak acuan bagi seluruh dunia. Meskipun
pergerakannya hampir sama namun indeks harga minyak mentah Indonesia
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan harga minyak dunia.
Dengan melihat data-data di atas, penulis membagi data kedalam dua sektor yaitu
Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
sebagai sektor moneter, sedangkan Harga Minyak Dunia sebagai sektor riil.
Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh variabel sektor
moneter dan riil itu terhadap inflasi dan manakah yang memiliki pengaruh paling
besar diantara keduanya, dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Variabel
Sektor Moneter dan Riil Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode Tahun 2006:01-2013:06)”.
B. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang di angkat dalam
penulisan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variabel suku bunga Bank Indonesia terhadap inflasi
di Indonesia.
2. Bagaimana pengaruh variabel jumlah uang beredar terhadap inflasi di
3. Bagaimana pengaruh variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap
inflasi di Indonesia.
4. Bagaimana pengaruh variabel harga minyak dunia terhadap inflasi di
Indonesia.
5. Bagaimana pengaruh secara bersama-sama variabel suku bunga Bank
Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan
harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar M1 (uang kartal ditambah
giral) terhadap inflasi di Indonesia.
3. Menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap inflasi
di Indonesia.
4. Menganalisis pengaruh harga minyak dunia terhadap tingkat Inflasi di
Indonesia.
5. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama suku bunga Bank
Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan
harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberi masukan atau referensi yang berguna untuk Bank
Indonesia dalam pengambian kebijakan.
2. Sebagai informasi dan pengetahuan tambahan pada penelitian yang sama
3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan perbendaharaan perpustakaan
Universitas Lampung.
E. Kerangka Pemikiran
Suku bunga merupakan instrumen moneter yang paling penting dalam menetukan
tingkat inflasi di indonesia. Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk
menetukan tingkat harga. Instrumen moneter yang lebih sering digunakan untuk
pengendalian inflasi adalah suku bunga. (Atmadja, Adwin. S : 2010).
Kenaikan suku bunga Bank Indonesia menyebabkan kenaikan suku bunga
deposito dan suku bunga kredit. Dimana dengan meningkatnya suku bunga kredit
maka para peminjam modal yang biasanya meminjam modal dengan jumlah yang
besar kepada bank akan mengalami kesulitan untuk meminjam dalam jumlah yang
besar lagi dikarenakan bunga yang akan dikembalikan meningkat. Dengan adanya
penguranga modal yang dimiliki sebuah perusahaan maka produksi barang
perusahaan tersebut akan berkurang sehingga barang yang dihasilkan pun menjadi
lebih sedikit. Pada akhirnya harga barang tersebut juga akan meningkat. Dalam
jangka waktu yang panjang kenaikan barang barang tersebut akan menyebabkan
peningkatan inflasi. Sedangkan kenaikan suku bunga deposito memang
menawarkan bunga imbal hasil yang besar kepada para investor, namun
dikarenakan masyarakat yang saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
bank menurun sehingga para investor yang ingin menginvestasikan uangnya di
bank juga mulai berkurang. Berkurangnya tingkat keinginan berinvestasi
masyarakat mempengaruhi faktor faktor lainnya yang dapat menyebabkan tingkat
perekonomian kecil yang terbuka juga rentan terhadap pengaruh global. Terutama
harga minyak dunia dan beberapa faktor ekonomi dan non ekonomi lainnya.
Transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung permintaan
konsumsi dan investasi. Pengaruh perubahan suku bunga terhadap investasi dan
konsumsi selanjutnya berdampak pada permintaan agregat yang pada gilirannya
akan menentukan tingkat inflasi dan output riil. Perubahan nilai tukar dan aliran
dana dari dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil.
Selain suku bunga, jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi.
Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan
harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat
menganggu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori kuantitas, Inflasi hanya bisa
terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun
giral. (Boediono, 1985). Ini berarti terdapat korelasi positif antara pertumbuhan
uang (JUB) dan inflasi, yang dapat dijadikan prediksi teori kuantitas bahwa
pertumbuhan uang yang tinggi mengarah pada inflasi yang tinggi sehingga
pertumbuhan dalam money supply menentukan tingkat inflasi.
Variabel kurs dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan
positif terhadap inflasi di Indonesia. Melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang
asing yang disebabkan oleh hutang luar negeri pemerintah maupun sektor swasta
yang membengkak maka berakibat pada penurunnya harga barang-barang ekspor
kita diluar negeri, sehingga barang ekspor kita menjadi lebih murah dibandingkan
dengan barang-barang dari negara lain. Penurunan harga tersebut menyebabkan
peningkatan pada penjualan (hukum permintaan ”apabila harga barang menurun
kita meningkat serta kemampuan untuk mengimpor barang juga meningkat maka
supply barang di dalam negeri akan meningkat yang akan berdampak pada
penurunan harga barang tersebut. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi,
bertambahnya barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga. (Ardiono,
2008)
Secara tidak langsung, kebijakan moneter dapat mempengaruhi nilai tukar melalui
pengendalian permintaan dan penawaran valas secara tidak langsung. Misalnya
dalam hal terjadi depresiasi nilai tukar, bank sentral akan melakukan operasi pasar
terbuka dengan meningkatkan suku bunga. Berdasarkan interest rate parity, jika
akibat peningkatan suku bunga tersebut suku bunga didalam negeri menjadi lebih
besar dibandingkan suku bunga luar negeri, maka aliran dana masuk akan
meningkat. Peningkatan aliran modal masuk mengakibatkan semakin
meningkatnya jumlah valas sehingga pada lanjutannya nilai tukar mata uang
domestik akan mengalami apresiasi (Simorangkir dan Suseno, 2004:36).
Jalur nilai tukar berpandangan bahwa pergerakan nilai tukar paling berpengaruh
bagi perekonomian khususnya perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar
fleksibel. Pengetatan moneter akan mendorong masuknya dana dari luar negeri.
Nilai tukar akan cenderung apresiasi. Kegiatan ekspor akan menurun dan
sebaliknya impor meningkat, sehingga transaksi berjalan dalam neraca
pembayaran akan membaik. Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan
demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi (Sarwono dan Warjiyo:
1998).
Menurut Khalwaty (2000:32) imported inflation adalah inflasi yang terjadi di
harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga luar negeri
terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih
belum dapat diproduksi di dalam negeri. Terjadinya perubahan nilai mata uang
suatu negara terhadap mata uang kuat lainnya dapat berdampak kepada inflasi. Ini
karena perubahan nilai tukar tersebut akan mempengaruhi volume impor dan
pembayaran pinjaman luar negeri negara-negara lain. Hal ini akan berdampak
sama dengan inflasi impor. Bagi negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka, situasi perekonomian dunia (internasional) turut mempengaruhi
perekonomian dalam negeri. Demikian pula laju inflasi di luar negeri terutama
negara-negara maju akan berpengaruh terhadap laju inflasi di dalam negeri.
Harga minyak yang semakin tinggi akan mempengaruhi perekonomian
negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Harga minyak yang semakin
tinggi ini memaksa pemerintah berencana mengurangi subsidi dengan pembatasan
pemakaian BBM dan berencana akan menaikkan harga BBM subsidi. Harga
minyak yang semakin melambung juga akan membebani APBN Indonesia.
Kenaikan harga minyak dunia akan langsung mempengaruhi pergerakan harga
BBM di Indonesia terutama untuk harga BBM industri karena harga BBM
industri langsung mengikuti tarif harga Internasional. Sedangkan harga BBM
untuk konsumsi rumah tangga tergantung pada kebijakan pemerintah dengan
adanya subsidi meskipun mengarah pada pengaruh pergerakan permintaan dan
penawaran pasar (mengambang pada pergerakan pasar). Dampak langsung akibat
kenaikan harga minyak dunia adalah munculnya tekanan inflasi, penyesuaian
harga di pasar keuangan, menyempitnya surplus atau terjadinya defisit transaksi
Gambar 6. Model Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Variabel Sektor Moneter dan Riil terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2006:01 – 2013:06
F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai
berikut :
H1 : diduga suku bunga Bank Indonesia berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka
pendek.
H2 : diduga jumlah uang beredar M1 berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka pendek.
H3 : diduga nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka
pendek.
H4: diduga harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan
terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka pendek SUKU BUNGA BANK
INDONESIA (BI RATE)
JUMLAH UANG BEREDAR (M1)
INFLASI
NILAI TUKAR RUPIAHTERHADAP DOLLAR AS
+
HARGA MINYAK DUNIA (WPO)
H5: diduga suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai
tukar rupiah terhadap dollar, dan harga minyak dunia secara
bersama-sama berpengaruh terhadap inflasi dalam jangka panjang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sektor Moneter dan Sektor Riil
Dalam dunia ekonomi dikenal dua macam sektor, yaitu sektor riil dan sektor
keuangan. Sektor riil dibagi menjadi dua, yaitu barang dan jasa. Sektor riil yang
berupa barang awalnya mendominasi kegiatan ekonomi. Namun belakangan ini
justru sektor riil berupa jasa bisa lebih berperan. Jasa transportasi, jasa
komunikasi, jasa periklanan (advertising), jasa perawatan (maintenance), jasa
konsultasi bisnis, jasa pelatihan, jasa rekruitmen karyawan, jasa penjualan, hingga
jasa keamanan (security) semakin banyak bermunculan mendominasi sektor riil
yang berupa barang.
Sektor riil yang berupa barang di dalam negeri ini senantiasa mengalami
dinamika, malahan penurunan. Produksi barang-barang dalam negeri cenderung
merosot. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan tekstil, pada waktu dahulu
banyak perkampungan yang menjadi pusat kerajinan tenun serta batik tulis.
Seiring dengan model ekonomi padat modal, maka bermunculan pabrik-pabrik
tekstil dan batik printing (cetak) yang hanya dimiliki oleh orang-orang bermodal
besar. Tentu saja, dengan menggunakan pabrik yang besar, produksinya pun bisa
massal, harga jualnya bisa semakin rendah. Namun, pelan tapi pasti, sistem padat
modal itu membuat industri-industri tenun dan batik rakyat kecil gulung tikar.
Belakangan ini industri batik nasional malah diserbu produk-produk pendatang
Indonesia banyak dilakukan secara tradisional. Untuk produksi beras kita pernah
swasembada pada tahun 1988. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Sampai
2009 negara agraris ini masih tetap sebagai pengimpor beras. Di samping
jumlahnya yang besar, harga beras impor juga lebih murah. Penerapan teknologi
genetika telah membuat petani-petani di negara asing mampu memproduksi beras
dengan hasil per satuan luas dan waktu yang lebih tinggi, sehingga beras impor
bisa mematikan petani-petani tradisional kita. Kecuali beras, petani kita juga
diserbu dengan berbagai buah-buahan impor yang harganya relatif murah dan
kualitasnya cukup bagus. Sampai saat ini hampir tidak mungkin petani-petani
Indonesia bisa memproduksi buah dengan kuantitas dan kualitas seperti buah
impor itu.
Melihat perkembangan sektor riil di negeri ini, nampak bahwa negara ini lebih
sering dijadikan pasar produk-produk impor daripada sebagai produsen. Hampir
seluruh kebutuhan sektor riil kita disuplai oleh impor. Terutama menyangkut
kebutuhan barang-barang berkaitan dengan teknologi. Barang-barang elektronik
seperti televisi, komputer, handphone, perabot rumah tangga sebesar 90% kita
dapatkan dari impor. Demikian juga kebutuhan kendaraan bermotor seperti
mobil, sepeda motor, kereta api, pesawat semua adalah produk-produk impor.
Akibat dari dimanjakan dengan impor, akhirnya kemampuan bangsa ini untuk
memproduksi barang sangat rendah. Selanjutnya bangsa ini menjadi konsumtif.
Bangsa ini tidak menguasai sektor riil di negeri sendiri. Kita merasa cukup
produktif ketika memperoleh uang yang banyak. Padahal uang bukanlah hasil
produksi. Uang hanya merupakan alat tukar. Ingat, Indonesia tidak juga lepas dari
malah menambah beban bagi APBN. Semestinya bangsa ini mengeksplorasi
potensi-potensi alam yang melimpah untuk diolah menjadi barang yang memiliki
nilai tambah, sehingga akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Bangsa ini hanya senang berfikir pragmatis (singkat, jangka pendek). Seolah-olah
mendapatkan uang yang banyak adalah solusi. Kita enggan untuk belajar, bahwa
bangsa-bangsa yang maju itu disebabkan oleh keahliannya menciptakan
barang-barang yang disebut sektor riil di atas. Jepang, Amerika, Inggris, Perancis,
Jerman, Korea, China, Rusia, dan sebagainya adalah negara-negara yang sangat
ahli menciptakan barang, mulai dari yang sangat lembut (microchip) sampai
dengan pesawat tempur dan mesin perang yang canggih. Dengan kata lain mereka
adalah ahli memproduksi barang-barang teknologi kebutuhan manusia.
Negara-negara itu adalah penguasa sektor riil tingkat dunia. Maka, sekali lagi, bukan
banyak uang, namun ketrampilan serta keahlian menciptakan barang-barang
kebutuhan manusia, sehingga bisa menguasai sektor riil.
Sektor riil atau disebut juga real sector, adalah sektor yang sesungguhnya., yaitu
sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat yang
sangat mempengaruhi atau yang keberadaannya dapat dijadikan tolak ukur untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi. Kalau diperusahaan sektor riil adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wujud penunjang pabrik itu sendiri seperti
mesin, bahan baku,tenaga kerja dan ada kegiatan memproduksi.Sedangkan
definisi Sektor riil diambil dari Jurnal Ekonomi Asian Insider.
Dari definisi di atas, dapt dismpulkan bahwa Sektor riil terdiri dari dua
macam pasar, yaitu:
a. Labour atau Tenaga Kerja Manusia
b. Land, bisa diartikan sebagai Sumber Daya alam
c. Capital atau Modal itu sendiri.
Sektor moneter atau lebih dikenal dengan sektor keuangan memegang peranan
yang relatif signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara karena
sektor keuangan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi
kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu
memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen
keuangan dengan kualitas tinggi dan risiko rendah. Hal ini akan menambah
investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak,
terjadinya asymmetric information, yang dimanifestasikan dalam bentuk tingginya
biaya-biaya transaksi dan biaya-biaya informasi dalam pasar keuangan dapat
diminimalisasi, jika sektor keuangan berfungsi secara efisien.
Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) merupakan sebuah termin
yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan
dari jasa-jasa keuangan terhadap ekonomi. Maksud dari terminologi ini juga
mengarah kepada makin beragamnya pilihan – pilihan jasa keuangan yang dapat
diakses oleh masyarakat dengan cakupan yang semakin luas. Dengan pendalaman
sektor keuangan diharapkan dapat berfungsi untuk menurunkan risiko dan
kerentanan dari salah satu sub sektor keuangan (diversifikasi risiko).
Pendalaman sektor keuangan secara tidak langsung akan meningkatan akses
individu dan rumah tangga terhadap kebutuhan utama seperti kebutuhan primer,
turunnya angka kemiskinan. Terlebih lagi lembaga-lembaga keuangan yang lebih
kuat dan risiko yang semakin terdiversifikasi akan dapat memperkuat ketahanan
ekonomi suatu negara terhadap gejolak ekonomi (economic shocks). Namun
demikian, fleksibilitas, fungsi pengaturan yang lebih kuat, dan tata kelola
perusahaan yang lebih baik tetap dibutuhkan untuk dapat mendorong inovasi
dalam bidang keuangan.
Kedalaman sistem keuangan suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi karena dapat mengalokasikan dana secara efektif ke sektor-sektor yang
potensial, meminimalkan risiko dengan diversifikasi produk keuangan,
meningkatnya jumlah faktor produksi atau meningkatnya efisiensi dari
penggunaan faktor produksi tersebut, dan meningkatnya tingkat investasi atau
marginal produktifitas akumulasi modal dengan penggunaan yang semakin
efisien. Suatu perekonomian yang sehat dan dinamis membutuhkan sistem
keuangan yang mampu menyalurkan dana secara efisien dari masyarakat yang
memiliki dana lebih ke masyarakat yang memiliki peluang-peluang investasi
produktif (Mishkin, 2008).
B. Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. (Bank
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak
Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar
Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang
besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar
pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai
IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar
harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose
- COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang
dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk
menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari
faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
o Interaksi permintaan-penawaran
o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang
o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari :
o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional.
o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa
kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif
listrik, tarif angkutan, dll. (Bank Indonesia)
Menurut Lipsey (1998), inflasi mempunyai efek yang buruk terhadap
perekonomian dalam suatu negara. Ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan
oleh inflasi yaitu :
a. Efek Terhadap Pendapatan
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
juga yang diuntungkan dengan adanya inflasi seseorang yang memperoleh
pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang
yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita
kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat
keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan
pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi. Atau mereka
yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan
b. Efek Terhadap Efisiensi
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan
ini dapat terjadi melalui kenaikkan permintaan akan berbagai macam barang
yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu dengan adanya inflasi, permintaan akan barang
tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang
kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi
barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi
yang sudah ada. Memang tidak ada jaminan bahwa alokasi faktor-faktor
produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi. Namun kebanyakan
ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor
produksi menjadi tidak efisien.
c. Efek Terhadap Output
Dalam menganalisa kedua efek diatas digunakan suatu anggapan bahwa
output tetap. Hal ini dilakukan agar supaya dapat diketahui efek inflasi
terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu
tersebut. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikkan
upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikkan keuntungan ini akan
mendorong kenaikkan produksi. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi
1. Teori Inflasi
1.1 Teori Kuantitas
Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher. Irving Fisher melihat fungsi
uang sebagai alat pertukaran. Apabila terjadi transaksi antara penjual dan pembeli
maka terjadi pertukaran antara uang dengan barang dan jasa, sehingga nilai uang
tersebut akan sama dengan nilai barang dan jasa tersebut.
1`M V = P T (2.1)
dimana:
M = jumlah uang yang beredar
V = velositas atau perputaran uang
P = harga barang atau jasa
T = banyaknya transaksi
Jumlah uang yang beredar ditentukan oleh otoritas moneter (Bank Sentral).
Velositas uang dipengaruhi oleh budaya, institusi dan teknologi. Misalnya, bagi
masyarakat di negara berkembang, penggunaan uang dalam transaksi akan lebih
besar atau tidak sebanding dengan negara yang sudah maju, dimana mereka lebih
sering menggunakan kartu kredit dan debit dalam bertransaksi. Penggunaan kartu
kredit dan debit dapat menyebabkan velositas uang menjadi kecil. Namun
menurut Fisher, velositas uang dalam jangka pendek bersifat tetap. Karena tidak
mudah merubah kebiasaan dan teknologi dalam waktu cepat. Transaksi
perdagangan juga dalam jangka pendek bersifat tetap. Oleh karena itu, menurut
Fisher, apabila jumlah uang beredar bertambah banyak maka secara langsung
Karena nilai V dan T konstan, maka harga akan berbanding lurus terhadap M
(jumlah uang beredar). Bila uang beredar naik dua kali maka harga-harga barang
secara umum juga akan naik dua kali.
Dari persamaan tersebut, Fisher juga membuat fungsi permintaan uangnya:
Permintaan uang berbanding lurus dengan jumlah transaksi dan berbanding
terbalik dengan velositas uang.
1.2 Keynesian Model
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga
menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan
agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang
(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi
tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh
karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih
banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama
(heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia
golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan
terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila
salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi
memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang
berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi
melebihi supply barang (inflationary gap menghilang).
1.3 Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu
cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen
ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Price = Cost + Profit Margin (2.4) Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu
prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat
dijabarkan menjadi :
Price = Cost + ( a% x Cost ) (2.5)
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang
menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan
menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
1.4 Teori Struktual
Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala
structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal,
yaitu:
1. Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan
metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply
dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
permintaannya.
2. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor
barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang
sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas
pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat
menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari
lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju
pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan
permintaan.
3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai
pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga
seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun
mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of
2. Permintaan dan Penawaran Agregat 2.1 Permintaan Agregat
Permintaan agregat dapat didefinisikan sebagai tingkat pengeluaran yang
akan dilakukan dalam ekonomi pada berbagai tingkat harga.
2.1.1 Kurva Permintaan Agregat
Misalkan pada mulanya tercapai suatu keseimbangan Y=AE. Seterusnya
misalkan tingkat harga adalah P0. Apakah yang dapat diramalkan akan berlaku
kepada keseimbangan itu apabila harga meningkat dari P0 menjadi P1? Untuk
memperoleh jawabannya perlu terlebih dahulu dijawab pertanyaan berikut:
(a) apakah efek kenaikan harga kepada pendapatan riil, dan (b) apakah efek
kenaikan harga kepada suku bunga? Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil
masyarakat menurun dan seterusnya menyebabkan nilai riil konsumsi rumah
tangga juga merosot. Seterusnya inflasi akan menaikkan suku bunga dan kenaikan
ini akan mengurangi investasi. Kesimpulannya: kenaikan harga menyebabkan
nilai riil pengeluaran agregat merosot dan menurunkan pendapatan nasional riil
P1 B
Tingkat harga
P2 A
AD
Y1 Y0
Titik A pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada harga P0 pendapatan
nasional adalah Y0. Kenaikan harga dari P0 menjadi P1. Sedangkan titik B
menunjukkan keadaan dimana tingkat harga adalah P1 dan pendapatan nasional
Y1. Dengan menarik garis melalui titik A dan B akan terbentuk kurva permintaan
agregat AD.
Berdasarkan sifatnya diatas, kurva AD dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi
(atau kurva) yang menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan
jumlah pengeluaran agregat yang akan dilakukan dalam perekonomian.
2.1.2 Sifat Utama Kurva AD
Kurva AD merupakan suatu garis yang menurun dari kiri-atas ke kanan-bawah.
Artinya: semakin rendah tingkat harga, semakin besar permintaan agregat yang Pendapatan nasional riil
Sumber: MakroEkonomi, Sadono Sukirno
wujud dalam perekonomian. Sifat kurva AD yang menurun ke bawah disebabkan
oleh beberapa faktor:
a. Tingkat harga dan pengeluaran rumah tangga
Dalam suatu waktu tertentu tingkat pendapatan nominal masyarakat adalah tetap.
Tingkat gaji dan upah dan jumlah kesempatan kerja akan menentukan jumlah
pendapatan yang diterima masyarakat pada suatu waktu tertentu. Apabila tingkat
harga berbeda, daya beli pendapatan yang diperoleh itu adalah berbeda. Semakin
rendah tingkat harga semakin banyak barang dan jasa yang dapat dibeli. Dengan
kata lain: nilai riil pengeluaran agregat akan semakin meningkat apabila tingkat
harga semakin rendah.
b. Tingkat harga, suku bunga dan investasi
Pada umumnya terdapat perkaitan yang cukup rapat di antara perubahan tingkat
harga dengan suku bunga. Apabila harga adalah stabil, atau tingkat inflasi sangat
rendah, suku bunga cenderung akan berada pada tingkat rendah. Semakin tinggi
inflasi, suku bunga cenderung akan menjadi semakin tinggi. Pemilik modal akan
berusaha untuk memperoleh suku bunga riil yang tetap besarnya dan ini dilakukan
dengan menuntut suku bunga nominal yang lebih tinggi pada waktu inflasi yang
semakin cepat.
Terdapat perkaitan pula diantara suku bunga dengan investasi, yaitu semakin
tinggi suku bunga akan menyebabkan penurunan dalam investasi. Kemerosotan
investasi menyebabkan pengurangan pengeluaran agregat. Dengan demikian
kenaikan harga akan menimbulkan proses perubahan: (a) harga naik menyebabkan
yang merosot menyebabkan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional riil
merosot.
c. Tingkat harga, Ekspor dan Impor
Berbagai negara, terutama negara-negara yang telah maju sektor industrinya, akan
mengeluarkan barang yang sama jenisnya. Oleh karena itu tingkat harga akan
menjadi salah satu faktor penting yang menentukan ekspor dan impor suatu
negara. Secara umum dapat dikatakan: (a) apabila barang-barang dalam suatu
negara adalah relatif lebih murah, ekspor akan meningkat, dan impor berkurang,
dan sebaliknya (b) apabila barang-barang dalam suatu negara adalah relatif lebih
mahal ekspor akan merosot dan impor meningkat. Berdasarkan sifat ini dapat
disimpulkan:
i. Kenaikan harga akan menurunkan ekspor neto (ekspor dikurangi
impor);
ii. Pengurangan ekspor neto akan menurunkan pengeluaran agregat dan
pendapatan nasional riil.
2.2 Penawaran Agregat
Penawaran agregat pada hakikatnya menggambarkan tentang hubungan di antara
tingkat harga yang berlaku dalam ekonomi dan nilai produksi riil (atau pendapatan
nasional riil) yang akan ditawarkan dan diproduksi oleh semua perusahaan dalam
2.2.1 Ciri-ciri Kurva AS
Sesuai dengan perkembangan pemikiran makroekonomi dan analisis mengenai
penawaran agregat, kurva penawaran agregat (AS) mempunyai ciri-ciri berikut:
i. Pada ketika tingkat pengangguran masih tinggi, kurva penawaran agregat
AS relatif landai. Maksudnya, penambahan produksi nasional dapat
dilakukan perusahaan-perusahaan pada harga yang relatif tetap karena (a)
tingkat penggunaan barang modal belum mencapai kapasitasnya yang
optimum, dan (b) upah masih relatif tetap. Tahap ini dicapai pada bagian
AB dari kurva AS.
ii. Dari titik B hingga titik C – yaitu titik pada garis tegak pada tingkat
kesempatan kerja penuh, kurva AS bertambah tingkat kenaikannya.
Sebabnya adalah: pengangguran sudah semakin merosot dan kapasitas
pabrik-pabrik sudah mencapai optimum.
iii. Sesudah tingkat kesempatan kerja penuh kurva AS keadaannya semakin
tegak.
Kesimpulannya: Kurva penawaran agregat AS adalah suatu kurva yang
berbentuk melengkung dari kiri-bawah ke kanan-atas dengan tingkat
kelengkungan yang semakin lama semakin tinggi (Makroekonomi, Sadono
Pendapatan nasional riil
Sumber : Makroekonomi, Sadono Sukirno
Gambar 8. Kurva Penawaran Agregat AS
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kurva AS
Dua faktor yang dipandang sebagai penyebab dari bentuk kurva AS yang
melengkung ke atas, yaitu: (a) ciri-ciri fungsi produksi, dan (b) ciri-ciri pasaran
tenaga kerja.
Untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan-perusahaan memerlukan
faktor-faktor produksi, yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan.
Dalam jangka pendek tanah, modal, teknologi dan keahlian keusahawanan
dianggap tetap dan faktor yang dapat berubah adalah tenaga kerja. Dengan C
B A
AS
YF 0
demikian dalam jangka pendek fungsi produksi dapat dinyatakan dengan
menggunakan persamaan berikut:
Q = f(L) (2.6)
Maksudnya: jumlah output – atau nilai produksi riil, ditentukan oleh jumlah
tenaga kerja yang digunakan. Fungsi produksi jangka pendek tersebut
dipengaruhi oleh hukum hasil tambahan yang semakin berkurang, yaitu apabila
jumlah tenaga kerja ditambah, produksi marginal yang diciptakan oleh
pertambahan tenaga kerja tersebut adalah lebih rendah dari tenaga kerja
sebelumnya.
Uraian mengenai faktor-faktor yang yang menentukan kurva AS menunjukkan
bahwa, secara teori dan berdasarkan data dalam studi mengenai keadaan yang
sebenarnya (studi empirikal), kurva AS berbentuk melengkung ke atas. Artinya:
semakin tinggi tingkat harga, semakin banyak pendapatan nasional riil (jumlah
output dalam negara) yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dalam
perekonomian.
2.2.3 Perpindahan Kurva AS
2.2.3.1 Perpindahan Kurva AS Ke Atas/Ke Kiri
Perpindahan kurva penawaran agregat dari AS0 menjadi AS1 dapat disebabkan
oleh salah satu gabungan faktor-faktor yang diterangkan dalam uraian berikut:
a. Harga bahan mentah meningkat atau biaya lain meningkat
Kenaikan harga bahan mentah dapat disebabkan oleh (a) harga bahan mentah
depresiasi mata uang, dan (d) bahan mentah domestik meningkat harganya.
Kenaikan harga minyak dipasaran internasional merupakan satu contoh dari
kenaikan harga bahan mentah.
b. Kenaikan upah tenaga kerja
Yang dimaksudkan dengan kenaikan upah tenaga kerja dalam konteks ini adalah
kenaikan yang berlaku pada setiap tingkat penggunaan tenaga kerja. Tanpa
kenaikan tingkat produktivitas, kenaikan upah tenaga kerja akan meningkatkan
biaya produksi. Maka output yang sama (pendapatan nasional riil yang sama)
hanya akan ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan apabila tingkat harganya
lebih tinggi.
2.2.3.2 Perpindahan Kurva AS Ke Bawah/Ke Kanan
Perpindahan kurva penawaran agregat dari AS0 ke AS2 dapat disebabkan oleh
salah satu atau gabungan faktor-faktor yang diterangkan di bawah ini.
a. Perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi dapat menyebabkan sejumlah output dikeluarkan dengan
biaya yang lebih murah. Atau, pada jumlah biaya yang sama, output yang
dikeluarkan bertambah banyak. Setiap perubahan ini menyebabkan biaya per unit
lebih murah dan memungkinkan perusahaan-perusahaan menjual barang dengan
b. Perkembangan infrastruktur
Infrastruktur utama bagi mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan
efisien kegiatan ekonomi adalah: jalan raya, pelabuhan laut, lapangan terbang,
kawasan industri, alat-alat perhubungan seperti telepon dan alat pengangkutan,
dan fasilitas penyediaan air dan listrik. Keadaan infrastruktur dalam suatu negara
sangat penting peranannya dalam mempengaruhi efisiensi dan biaya produksi
perusahaan-perusahaan.
c. Pajak, izin usaha dan administrasi pemerintah
Untuk mendirikan dan menjalankan usaha, setiap perusahaan memerlukan izin
usaha dan dari waktu ke waktu perlu membayar pajak. Oleh sebab itu sampai di
mana efisiennya kegiatan perusahaan-perusahaan bukan saja bergantung kepada
keahlian dan efisiensi administrasi perusahaan tersebut, tetapi juga bergantung
pada (a) fasilitas yang disediakan pemerintah, (b) sampai di mana kualitas
administrasi pemerintah dalam membantu pihak swasta, dan (c) pajak yang harus
dibayar kepada pemerintah.
3. Jenis Inflasi
3.1 Menurut Derajatnya
Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
Inflasi sedang 10% - 30%.
Inflasi tinggi 30% - 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu
wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan
golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi
yang sedang terjadi.
3.2 Menurut Sebabnya
Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya
peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil
produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan
agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand , yang merupakan
inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang
biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi
bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Pengertian
kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli
ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami
kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat
disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi; government
expenditures; atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang
Gambar 9. Demand Pull Inflation
Bermula dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total dari AD1 ke
AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh
penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi
QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik menjadi
P3, sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini disebabkan oleh adanya
inflationary gap. Munculnya inflasi dikarenakan dengan adanya ketetapan output
produksi suatu barang, namun tingginya tingkat permintaan suatu barang oleh
masyarakat yang disebabkan karena tingginya tingkat pendapatan nasional riil
masyarakat sehingga menyebabkan harga barang tersebut meningkat.
Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate
supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply
curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik
yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi,
sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus Q
P4
P3
P2
P1
Q1 QFE
AD3
AD1 AD2
AD4 AS
cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.
Gambar 10. Cost Push Inflation
Bermula pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya produksi (disebabkan baik
karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan
harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total dari AS1
menjadi AS2. konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun menjadi
Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3, harga
naik dan produksi turun menjadi Q2.
Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke atas. Proses kenaikan
harga ini (yang sering dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan
cost-push inflation. Dimana keadaan produksi barang yang menurun seiring dengan
peningkatan harga menyebabkan penawaran akan barang tersebut mengalami
peningkatan. P
P2 P3
P1
AS2
QFE Q
Q2 Q1
AD AS3
3.3 Menurut asalnya
Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan
pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam
negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.
Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan
harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan
perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi
pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system).
Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun
harga barang-barang ekspor. (Boediono, 1997)
C. Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh pemimjam atas pinjaman yang
diterima dan merupakan imbalan bagi pembari pinjaman atas investasinya. Noprin
(1996) Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan
membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa
kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (suhedi, 2000). Suku
bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat
2. Suku Bunga Riil. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat
bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan
laju inflasi yang diharapkan.
Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat
harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di
masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh
pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat
suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang
beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa
diatasi.
1. Teori Tingkat Bunga a. Teori Klasik
Bunga adalah harga dari penggunaan loanable funds. Terjemahan langsungnya
adalah dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Terjemahan bebasnya adalah dana
investasi, sebab menurut teori klasik, bunga adalah harga yang terjadi di pasar
dana investasi.
Masih menurut teori klasik, tabungan dan investasi merupakan fungsi dari tingkat
bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk
menabung dan keinginan untuk melakukan investasi akan makin meningkat.
Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan terdorong untuk
mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan, di sisi lain
diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar yang
merupakan ongkos untuk penggunaan dana.
Sumber : Nopirin 2000
Gambar 11. Keseimbangan Tingkat Suku Bunga
Dari gambar 14 dapat dilihat penawaran akan dana tabungan (S) bertemu dengan
permintaan akan dana investasi (I) di pasar dana investasi dan tercipta tingkat
bunga keseimbangan (dimana S = I). Faktor penentu utama dari bentuk kurva S
adalah rate of time prefence para penabung, dan faktor penentu utama dari kurva I
adalah marginal produk dari capital. Jadi tingkat bunga berubah apabila kedua
faktor penentu utama ini berubah, yang satu karena perubahan penelitian subjektif
para pelaku faktor ekonomi, yang lain karena perubahan teknologi.
b. Teori Keynes
Teori tingkat bunga Keynes ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang.
Menurut teori ini ada tiga motif yang merupakan sumber timbulnya permintaan
uang yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Menurut
Keynes, pada umumnya orang menginginkan dirinya untuk tetap likuid untuk r
0 I I
I r
memenuhi ketiga motif tersebut. Memegang uang tunai menjamin likuiditas
seseorang. Preferensi atau keinginan untuk tetap likuid membuat orang bersedia
membayar harga tertentu untuk penggunaan uang (Boediono, 2004 : 95)
Guna memudahkan modelnya, Keynes membagi kekayaan dalam dua bentuk
yaitu uang kas dan surat berharga. Keuntungan dalam bentuk uang kas adalah
kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas adalah alat pembayaran
yang paling likuid. Besarnya uang kas yang di pegang adalah tergantung pada
tingkat penghasilan atau pendapatan yang diperoleh. Sebaliknya, kekayaan dalam
bentuk surat berharga, dimana harganya dapat turun naik tergantung dari tingkat
bunga. Hubungan antara permintaan uang spekulasi dengan suku bunga adalah
negatif. Artinya setiap kenaikan suku bunga, maka permintaan uang untuk
spekulasi akan berkurang. Dan sebaliknya, apabila suku bunga turun, maka
permintaan uang untuk spekulasi naik. Apabila tingkat bunga naik surat berharga
turun, masyarakat akan tertarik untuk membeli surat berharga karena harga turun
dan sebaliknya, apabila suku bunga turun surat berharga akan naik, masyarakat
tidak berminat untuk membeli surat berharga karena naik, sehingga ada
kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capital
gain. Tingkat bunga disini adalah tingkat bunga rata-rata dari segala macam surat
berharga yang beredar di masyarakat.
c. Teori Paritas Tingkat Bunga
Teori paritas tingkat bunga adalah satu teori yang penting mengenai penentuan
tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing
dalam devisa bebas tingkat bunga negara satu akan cenderung sama dengan
tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju
depresiasi mata uang negara yang satu terhadap negara yang lain. Kondisi
ekuilibrium ini diformulasikan dalam:
S* = rh – rf (2.7)
Dimana S* adalah tingkat perubahan kurs spot rata-rata tahunan yang
diperkirakan, rh merupakan tingkat suku bunga nominal domestik dan rf tingkat
bunga luar negeri (Boediono, 2004 : 101)
Asumsi yang melandasi paritas suku bunga adalah bahwa pasar aset merupakan
pasar yang efisien. Karena paritas ini dapat diterapkan untuk investasi dan
pinjaman internasional. Logikanya, untuk proyek investasi, investor
membandingkan hasil (return) dari pasar domestik dengan hasil dari pasar
internasional, dimana yang terakhir adalah hasil dari aset luar negeri ditambah
premi forward. Bagi proyek pembiayaan, peminjam membandingkan biaya dari
pasar domestik dengan pasar luar negeri. Ekuilibrium akan tercapai bila syarat
paritas dipenuhi.
D. Jumlah Uang Beredar
Didalam menerangkan mengenai teori kuantitas, yang dilakukan oleh
Irving Fisher digunakan persamaan aljabar yang dinamakan persamaan
pertukaran. Persamaan pertukaran tersebut pada umumnya dinyatakan sebagai
berikut :
Dimana :
M = jumlah uang beredar
V = percepatan uang beredar
P = tingkat harga barang-barang
T = jumlah barang dan jasa yang diperjual belikan dalam suatu tahun tertentu.
Teori kuantitas uang Teori ini, yang dikembangkan oleh Irving Fisher mengatakan
bahwa “pada hakikatnya berpendapat bahwa perubahan dalam jumlah uang
beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya ke atas hargaharga”.
Perubahan ini maksudnya jika uang yang beredar bertambah sebanyak lima
persen, maka tingkat harga-harga juga akan bertambah sebanyak lima persen atau
sebaliknya. Pandangan teori kuantitas yang demikian timbul sebagai akibat dari
dua permisalan penting teori itu mengenai kenyatan yang wujud dalam
perekonomian.
E. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau
harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana
masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya
angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang
disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,1998:8).
Disamping berperan dalam perdagangan internasional, kurs juga berperan dalam
perdagangan valuta asing pada suatu negara ataupun antar negara, sebab valuta
“kurang kuat” nilai mata uangnya, maka valuta asing merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat yang tinggal di negara tersebut. Kurs valuta
asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran
valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke
luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran
internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous
kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran),
sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit,
atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta
asing (Nopirin,1995:148).
F. Harga Minyak Internasional
Kenaikan harga minyak dunia akan berdampak terhadap perekonomian global.
Kenaikan harga minyak hanya akan berdampak signifikan apabila kenaikannya
bersifat parsisten dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Terdapat
beberapa jalur transmisi kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian
global:
1. Transfer pendapatan
2. Biaya produksi
3. Tingkat harga dan inflasi
4. Pasar keuangan
5. Produksi dan konsumsi minyak
Kenaikan harga minyak dunia akan langsung mempengaruhi pergerakan harga
industri langsung mengikuti tarif harga Internasional. Sedangkan harga BBM
untuk konsumsi rumah tangga tergantung pada kebijakan pemerintah dengan
adanya subsidi meskipun mengarah pada pengaruh pergerakan permintaan dan
penawaran pasar (mengambang pada pergerakan pasar).
Dampak langsung akibat kenaikan harga minyak dunia adalah munculnya tekanan
inflasi, penyesuaian harga di pasar keuangan, menyempitnya surplus atau
terjadinya defisit transaksi berjalan, serta kemungkinan perlambatan pertumbuhan
ekonomi.
Harga minyak dunia ini merupakan harga minyak mentah yang dibutuhkan oleh
sebagian besar negara bahkan seluruh dunia. Harga minyak dunia digunakan
untuk mengakomodasi inflasi yang terjadi (Al Arif, M Maulana : 2006)
Sesuai dengan teori Imported Inflation, pengaruh inflasi luar negeri akan
mempengaruhi tingkat inflasi dalam negeri. Kenaikan harga-harga luar negeri
akan mempengaruhi kenaikan harga dalam negeri karena adanya kenaikan harga
barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat
diproduksi di dalam negeri. Terjadinya perubahan nilai mata uang suatu negara
terhadap mata uang kuat lainnya dapat berdampak pada inflasi. Ini karena
perubahan nilai tukar tersebut akan mempengaruhi volume impor (nilai riil impor)
dan pembayaran pinjaman luar negeri negara-negara lain. Hal ini akan berdampak
sama dengan inflasi impor. Bagi negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka, situasi perekonomian dunia (internasional) turut mempengaruhi
G. Penelitian Terdahulu
Berikut adalah tabel penelitian terdahulu serta perbandingannya dengan penelitian sekarang :
Tabel 1. Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang.
No Judul Nama Penulis Alat Analisis Hasil Penelitian Penelitian Sekarang
1 ANALISIS
Permintaan uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap inflasi, sedangkan produk domestik bruto berpengaruh secara negatif dan signifikan
terhadapinflasi dan kurs tidak
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia pada kuartal tahun penelitian.
Memasukkan variabel tambahan dari sektor riil yaitu indeks harga minyak mentah Indonesia dan harga minyak dunia untuk mengetahui manakah yang lebih
berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia dibanding dari sektor moneter yang telah diteliti terlebih dahulu.
Memasukkan analisis Error Correction Model guna mengetahui dampak jangka pendek yang akan terjadi.
2 INFLASI DI
Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian negara.
Penelitian ini tidak hanya melihat dan menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia, namun membandingkan instrumen moneter antara jumlah uang beredar atau perubahan suku bunga yang lebih baik dalam menekan laju inflasi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
3 INFLASI DI
Secara serentak Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar dan jumlah uang
2KURSt + 3PDBt + t)
beredar di Indonesia berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia
jangka panjang dan jangka pendek.
4 Peranan
Melalui hasil analisis dengan metode SVAR menunjukkan bahwa goncangan akibat perubahan harga minyak dunia sebagai representasi dari tingkat inflasi dan suku bunga federal sebagai
representasi dari suku bunga dunia secara signifikan berimplikasi terhadap variabel domestik. Hasil analisis juga menyebutkan bahwa goncangan inflasi paling besar diakibatkan oleh nilai tukar.
Menganalisis dengan metode lain yaitu ECM dan menambahkan variabel dari sektor riil sebagai variabel pebanding apakah pengaruh paling besar bagi tingkat inflasi adalah nilai tukar atau justru variabel lainnya.
Hasil estimasi dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan variabel nilai tukar.
Peneliti ingin mampu menerangkan pengaruh jangka panjang maupun jangka pendek dengan model koreksi kesalahan.
6 Analisis
Faktor-Menggunakan variabel SBI, interest differential, nilai tukar,GDP, harga minyak internasional dan inflasi amerika serikat. Hasil yang diperoleh adalah seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap Inflasi. Namun dikarena semua variabel lulus di Uji Root ordo
Menambahkan periode tahun dan
III. METODE PENELITIAN
A. Data dan Sumber Data
1. Data
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Variabel
Sektor Moneter dan Riil Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode 2006:1 – 2013:6)
adalah variabel terikatnya : Inflasi di Indonesia, sedangkan variabel bebasnya :
Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika, dan Harga Minyak Dunia.
Tabel 2. Deskripsi Data Input
Nama Data Satuan Pengukuran
Selang Periode
Runtun Waktu Sumber Data
Inflasi Persen 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia
Suku Bunga BI Persen 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia
Jumlah Uang
Beredar Rupiah 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia.
Nilai Tukar Rupiah
terhadap Dollar Rupiah 2006:1 – 2013:6
Bank Indonesia, Kementrian perdagangan. Harga Minyak
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, dimana
data tersebut terdiri dari satu variabel terikat yaitu tingkat inflasi di Indonesia, dan
lima variabel bebas yaitu suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai
tukar rupiah terhadap dollar, indeks harga minyak mentah Indonesia dan harga
minyak dunia. Data ini bersifat time series, dan data tingkat inflasi, suku bunga
bank indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, indeks
harga minyak mentah Indonesia, dan harga minyak dunia tersebut bersumber dari
Bank Indonesia atau dapat diunduh melalui situs resmi Bank Indonesia
www.bi.go.id, Badan Pusat Statistik dalam situs resminya www.bps.go.id situs
Kementrian perdagangan www.kemendag.go.id, dan situs resmi OPEC
www.opec.org. Rentang waktu penelitian adalah 2006:01 – 2013:06.
B. Definisi Variabel Operasional
Variabel-variebel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Tingkat Inflasi Indonesia (INF_INA)
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus.
Tingkat inflasi di Indonesia merupakan variabel terikat yang datanya
diperoleh melalui situs resmi Bank Indonesia dalam bentuk data bulanan