• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH VARIABEL SEKTOR MONETER DAN RIIL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2006.01 – 2013.06)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH VARIABEL SEKTOR MONETER DAN RIIL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2006.01 – 2013.06)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

ALICIA LARASATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

ANALYSIS THE INFLUENCE OF MONETARY AND REAL SECTOR VARIABLES TO INFLATION IN INDONESIA (PERIOD 2006.01 – 2013.06)

By

ALICIA LARASATI

Inflation is one of the economic issues that cannot be underestimated because of its widespread impacts. Thus, inflation often becomes one of the government policy’s objectives. High inflation is so important to be discussed due to its impact for the economics that could lead to the unbalance, slow growth of economic activities, and high unemployment level. Inflation is persistent increase in the general price level of goods and services in an economy over a period of time. Increased price from one or two goods cannot be called as inflation, unless that increase could affect the increase of other goods. The purpose of this research is to analyze the impacts of Bank Indonesia’s rate, money supply, and currency exchange from rupiah to US dollar that includes in the monetary variable and oil price in the world, which is the real variable partially. This research will be using time series data in monthly period of 2006.01-2013.06 and estimated model that is used is Error Correction Model (ECM).

Results of the research shows that partial in long-term it will be known the yield of Bank Indonesia’s rate, money supply, currency exchange, and oil price could bring a positive impact related to the inflation in Indonesia. As together, those four factors influenced significantly to the inflation in Indonesia.

Results of the research shows that partial in short-term it will be known the yield of Bank Indonesia’s rate, and oil price could bring a positive impact and significantly related to the inflation in Indonesia but money supply, and currency exchange no influenced to the inflation in Indonesia.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH VARIABEL SEKTOR MONETER DAN RIIL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2006.01 – 2013.06)

Oleh

ALICIA LARASATI

Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh, karena dapat membawa dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering manjadi target kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat. Inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang merupakan variabel sektor moneter dan harga minyak dunia yang merupakan variabel sektor riil secara parsial serta secara bersama-sama. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) dalam bulanan periode 2006.01 – 2013.06 dan model estimasi yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dalam jangka panjang dapat diketahui hasil suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar dan harga minyak dunia berpengaruh positif terkait dengan inflasi di Indonesia serta secara

bersama-sama keempat faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dalam jangka pendek dapat diketahui hasil suku bunga Bank Indonesia dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terkait dengan inflasi di Indonesia tetapi jumlah uang beredar dan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

(4)
(5)
(6)
(7)

I. PENDAHULUAN

1.1.Teori Kuantitas ... 25

1.2.Keynesian Model ... ... 26

1.3.Mark-up Model ... 27

1.4.Teori Struktural ... 27

2. Permintaan dan Penawaran Agregat ... 29

2.1.Permintaan Agregat ... 29

2.2.Penawaran Agregat ... 32

3. Jenis Inflasi ... 37

3.1. Menurut Derajatnya ... 37

3.2. Menurut Sebabnya ... 38

1.3.Teori Paritas Tingkat Bunga ... 44

D. Jumlah Uang Beredar ... 45

E. Nilai Tukar Rupiah ... 46

F. Harga Minyak Dunia ... 47

G. Penelitian Terdahulu ... 49

III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data ... 52

1. Data ... 52

2. Sumber Data ... 53

B. Definisi Variabel Operasional ... 53

(8)

2. Uji Kointegrasi ... 59

3. Error Correction Model (ECM) ... 59

E. Uji Asumsi Klasik ... 60

1. Uji Normalitas ... 60

2. Uji Multikolinearitas ... 61

3. Uji Heterokedastisitas ... 62

4. Uji Autokorelasi ... 63

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

1. Uji Stasioner (Unit Root Test) ... 69

1.1.Uji Stasioner Pada Level ... 69

1.2.Uji Stasioner Pada First Difference ... 70

2. Uji Kointegrasi ... 70

2.1.Uji Koefisien Determinan R2 ... 72

2.2.Uji Asumsi Klasik Regresi Kointegrasi ... 72

2.2.1. Normalitas ... 73

2.2.2. Multikolinearitas ... 73

2.2.3. Heterokedastisitas ... 74

2.2.4. Autokorelasi ... 75

2.3.Uji Hipotesis Kointegrasi ... 75

2.3.1. Uji F ... 75

2.3.2. Uji t ... 77

3. Estimasi ECM ... 81

3.1.Uji Asumsi Klasik ECM ... 83

3.1.1. Normalitas ... 83

3.1.2. Multikolinearitas ... 84

3.1.3. Heterokedastisitas ... 85

3.1.4. Penyembuhan Heterokedastisitas ... 86

3.1.5. Uji Autokorelasi ... 87

3.2.Uji Hipotesis ECM ... 88

3.2.1. Uji F ... 88

3.2.2. Uji t ... 89

4. Pembahasan ... 93

B. Implikasi Hasil Penelitian ... 97

(9)
(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan

kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan

jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

penawaran di pasar barang ini menggambarkan kemampuan perekonomian

menghasilkan barang dan jasa pada suatu periode tertentu.

Sedangkan sisi permintaannya menggambarkan pengeluaran yang dilakukan oleh

pelaku ekonomi, seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri.

Stabilitas ekonomi makro dilihat dari keseimbangan antara permintaan (yang ditunjukkan oleh total pengeluaran) dan penawaran (yang ditunjukan oleh

kemampuan perekonomian tersebut menghasilkan barang dan jasa) yang terjadi di

pasar tersebut.

Sektor moneter (investasi) di sini terbatas pada penyediaan modal atau

proyek-proyek investasi yang mendukung terselenggaranya aktivitas riil di pasar.

Perumusan model aktivitas investasi, baik pada sisi permintaan maupun sisi

penawaran, merujuk pada nilai yang diyakini mempengaruhi perilaku ekonomi

seseorang serta segala ketentuan yang memang menjadi pedoman dalam

(11)

Pada sisi permintaan investasi, keikutsertaan kelompok pemilik modal tergantung

pada keberadaan usaha yang telah ada di pasar, di mana mereka menempatkan

sebagian modalnya (uang) pada usaha yang ada, sehingga besar-kecil jumlah

investasi atau penanaman modal mereka pada proyek investasi tergantung pada

besar-kecilnya ekspektasi keuntungan yang ada. Semakin besar ekspektasi

keuntungan, maka akan semakin besar permintaan terhadap proyek investasi

tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika ekspektasi keuntungan kecil, maka

permintaan proyek investasi pun akan turun. Seberapa besar penurunan

permintaan investasi sangat tergantung pada tingkat sensitivitas permintaan

tersebut terhadap pergerakan naik-turunnya ekspektasi keuntungan.

Inflasi merupakan masalah ekonomi yang tidak bisa dianggap remeh, karena dapat

membawa dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target

kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat

dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan,

pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat.

Akibat buruk inflasi pada perekonomian yang oleh sebagian ahli ekonomi

berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat dipandang sebagai stimulator bagi

pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh

kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan

keuntungan akan menggalakkan investasi di masa akan datang dan ini akan

menyebabkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika inflasi lebih

serius keadaannya perekonomian tidak akan berkembang seperti yang diinginkan.

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Berdasarkan gambar 6 diatas, pergerakan harga minyak dunia tidak jauh berbeda

dengan indeks harga minyak mentah Indonesia seperti pada halnya meningkat

dipertengahan tahun 2008 dan kemudian menurun di akhir tahun 2008 kemudian

meningkat kembali di awal tahun 2011 hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena

harga minyak dunia merupakan harga minyak acuan bagi seluruh dunia. Meskipun

pergerakannya hampir sama namun indeks harga minyak mentah Indonesia

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan harga minyak dunia.

Dengan melihat data-data di atas, penulis membagi data kedalam dua sektor yaitu

Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar

sebagai sektor moneter, sedangkan Harga Minyak Dunia sebagai sektor riil.

Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh variabel sektor

moneter dan riil itu terhadap inflasi dan manakah yang memiliki pengaruh paling

besar diantara keduanya, dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Variabel

Sektor Moneter dan Riil Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode Tahun 2006:01-2013:06)”.

B. Rumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang di angkat dalam

penulisan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variabel suku bunga Bank Indonesia terhadap inflasi

di Indonesia.

2. Bagaimana pengaruh variabel jumlah uang beredar terhadap inflasi di

(18)

3. Bagaimana pengaruh variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap

inflasi di Indonesia.

4. Bagaimana pengaruh variabel harga minyak dunia terhadap inflasi di

Indonesia.

5. Bagaimana pengaruh secara bersama-sama variabel suku bunga Bank

Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan

harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar M1 (uang kartal ditambah

giral) terhadap inflasi di Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap inflasi

di Indonesia.

4. Menganalisis pengaruh harga minyak dunia terhadap tingkat Inflasi di

Indonesia.

5. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama suku bunga Bank

Indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan

harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberi masukan atau referensi yang berguna untuk Bank

Indonesia dalam pengambian kebijakan.

2. Sebagai informasi dan pengetahuan tambahan pada penelitian yang sama

(19)

3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan perbendaharaan perpustakaan

Universitas Lampung.

E. Kerangka Pemikiran

Suku bunga merupakan instrumen moneter yang paling penting dalam menetukan

tingkat inflasi di indonesia. Tingkat suku bunga digunakan pemerintah untuk

menetukan tingkat harga. Instrumen moneter yang lebih sering digunakan untuk

pengendalian inflasi adalah suku bunga. (Atmadja, Adwin. S : 2010).

Kenaikan suku bunga Bank Indonesia menyebabkan kenaikan suku bunga

deposito dan suku bunga kredit. Dimana dengan meningkatnya suku bunga kredit

maka para peminjam modal yang biasanya meminjam modal dengan jumlah yang

besar kepada bank akan mengalami kesulitan untuk meminjam dalam jumlah yang

besar lagi dikarenakan bunga yang akan dikembalikan meningkat. Dengan adanya

penguranga modal yang dimiliki sebuah perusahaan maka produksi barang

perusahaan tersebut akan berkurang sehingga barang yang dihasilkan pun menjadi

lebih sedikit. Pada akhirnya harga barang tersebut juga akan meningkat. Dalam

jangka waktu yang panjang kenaikan barang barang tersebut akan menyebabkan

peningkatan inflasi. Sedangkan kenaikan suku bunga deposito memang

menawarkan bunga imbal hasil yang besar kepada para investor, namun

dikarenakan masyarakat yang saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

bank menurun sehingga para investor yang ingin menginvestasikan uangnya di

bank juga mulai berkurang. Berkurangnya tingkat keinginan berinvestasi

masyarakat mempengaruhi faktor faktor lainnya yang dapat menyebabkan tingkat

(20)

perekonomian kecil yang terbuka juga rentan terhadap pengaruh global. Terutama

harga minyak dunia dan beberapa faktor ekonomi dan non ekonomi lainnya.

Transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung permintaan

konsumsi dan investasi. Pengaruh perubahan suku bunga terhadap investasi dan

konsumsi selanjutnya berdampak pada permintaan agregat yang pada gilirannya

akan menentukan tingkat inflasi dan output riil. Perubahan nilai tukar dan aliran

dana dari dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil.

Selain suku bunga, jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi.

Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan

harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat

menganggu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori kuantitas, Inflasi hanya bisa

terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun

giral. (Boediono, 1985). Ini berarti terdapat korelasi positif antara pertumbuhan

uang (JUB) dan inflasi, yang dapat dijadikan prediksi teori kuantitas bahwa

pertumbuhan uang yang tinggi mengarah pada inflasi yang tinggi sehingga

pertumbuhan dalam money supply menentukan tingkat inflasi.

Variabel kurs dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan

positif terhadap inflasi di Indonesia. Melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang

asing yang disebabkan oleh hutang luar negeri pemerintah maupun sektor swasta

yang membengkak maka berakibat pada penurunnya harga barang-barang ekspor

kita diluar negeri, sehingga barang ekspor kita menjadi lebih murah dibandingkan

dengan barang-barang dari negara lain. Penurunan harga tersebut menyebabkan

peningkatan pada penjualan (hukum permintaan ”apabila harga barang menurun

(21)

kita meningkat serta kemampuan untuk mengimpor barang juga meningkat maka

supply barang di dalam negeri akan meningkat yang akan berdampak pada

penurunan harga barang tersebut. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi,

bertambahnya barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga. (Ardiono,

2008)

Secara tidak langsung, kebijakan moneter dapat mempengaruhi nilai tukar melalui

pengendalian permintaan dan penawaran valas secara tidak langsung. Misalnya

dalam hal terjadi depresiasi nilai tukar, bank sentral akan melakukan operasi pasar

terbuka dengan meningkatkan suku bunga. Berdasarkan interest rate parity, jika

akibat peningkatan suku bunga tersebut suku bunga didalam negeri menjadi lebih

besar dibandingkan suku bunga luar negeri, maka aliran dana masuk akan

meningkat. Peningkatan aliran modal masuk mengakibatkan semakin

meningkatnya jumlah valas sehingga pada lanjutannya nilai tukar mata uang

domestik akan mengalami apresiasi (Simorangkir dan Suseno, 2004:36).

Jalur nilai tukar berpandangan bahwa pergerakan nilai tukar paling berpengaruh

bagi perekonomian khususnya perekonomian terbuka dengan sistem nilai tukar

fleksibel. Pengetatan moneter akan mendorong masuknya dana dari luar negeri.

Nilai tukar akan cenderung apresiasi. Kegiatan ekspor akan menurun dan

sebaliknya impor meningkat, sehingga transaksi berjalan dalam neraca

pembayaran akan membaik. Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan

demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi (Sarwono dan Warjiyo:

1998).

Menurut Khalwaty (2000:32) imported inflation adalah inflasi yang terjadi di

(22)

harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga luar negeri

terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih

belum dapat diproduksi di dalam negeri. Terjadinya perubahan nilai mata uang

suatu negara terhadap mata uang kuat lainnya dapat berdampak kepada inflasi. Ini

karena perubahan nilai tukar tersebut akan mempengaruhi volume impor dan

pembayaran pinjaman luar negeri negara-negara lain. Hal ini akan berdampak

sama dengan inflasi impor. Bagi negara yang menganut sistem perekonomian

terbuka, situasi perekonomian dunia (internasional) turut mempengaruhi

perekonomian dalam negeri. Demikian pula laju inflasi di luar negeri terutama

negara-negara maju akan berpengaruh terhadap laju inflasi di dalam negeri.

Harga minyak yang semakin tinggi akan mempengaruhi perekonomian

negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Harga minyak yang semakin

tinggi ini memaksa pemerintah berencana mengurangi subsidi dengan pembatasan

pemakaian BBM dan berencana akan menaikkan harga BBM subsidi. Harga

minyak yang semakin melambung juga akan membebani APBN Indonesia.

Kenaikan harga minyak dunia akan langsung mempengaruhi pergerakan harga

BBM di Indonesia terutama untuk harga BBM industri karena harga BBM

industri langsung mengikuti tarif harga Internasional. Sedangkan harga BBM

untuk konsumsi rumah tangga tergantung pada kebijakan pemerintah dengan

adanya subsidi meskipun mengarah pada pengaruh pergerakan permintaan dan

penawaran pasar (mengambang pada pergerakan pasar). Dampak langsung akibat

kenaikan harga minyak dunia adalah munculnya tekanan inflasi, penyesuaian

harga di pasar keuangan, menyempitnya surplus atau terjadinya defisit transaksi

(23)

Gambar 6. Model Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Variabel Sektor Moneter dan Riil terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2006:01 – 2013:06

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai

berikut :

H1 : diduga suku bunga Bank Indonesia berpengaruh positif dan

signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka

pendek.

H2 : diduga jumlah uang beredar M1 berpengaruh positif dan signifikan

terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka pendek.

H3 : diduga nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif dan

signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka

pendek.

H4: diduga harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan

terhadap inflasi dalam jangka panjang dan jangka pendek SUKU BUNGA BANK

INDONESIA (BI RATE)

JUMLAH UANG BEREDAR (M1)

INFLASI

NILAI TUKAR RUPIAH

TERHADAP DOLLAR AS

+

HARGA MINYAK DUNIA (WPO)

(24)

H5: diduga suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai

tukar rupiah terhadap dollar, dan harga minyak dunia secara

bersama-sama berpengaruh terhadap inflasi dalam jangka panjang

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sektor Moneter dan Sektor Riil

Dalam dunia ekonomi dikenal dua macam sektor, yaitu sektor riil dan sektor

keuangan. Sektor riil dibagi menjadi dua, yaitu barang dan jasa. Sektor riil yang

berupa barang awalnya mendominasi kegiatan ekonomi. Namun belakangan ini

justru sektor riil berupa jasa bisa lebih berperan. Jasa transportasi, jasa

komunikasi, jasa periklanan (advertising), jasa perawatan (maintenance), jasa

konsultasi bisnis, jasa pelatihan, jasa rekruitmen karyawan, jasa penjualan, hingga

jasa keamanan (security) semakin banyak bermunculan mendominasi sektor riil

yang berupa barang.

Sektor riil yang berupa barang di dalam negeri ini senantiasa mengalami

dinamika, malahan penurunan. Produksi barang-barang dalam negeri cenderung

merosot. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan tekstil, pada waktu dahulu

banyak perkampungan yang menjadi pusat kerajinan tenun serta batik tulis.

Seiring dengan model ekonomi padat modal, maka bermunculan pabrik-pabrik

tekstil dan batik printing (cetak) yang hanya dimiliki oleh orang-orang bermodal

besar. Tentu saja, dengan menggunakan pabrik yang besar, produksinya pun bisa

massal, harga jualnya bisa semakin rendah. Namun, pelan tapi pasti, sistem padat

modal itu membuat industri-industri tenun dan batik rakyat kecil gulung tikar.

Belakangan ini industri batik nasional malah diserbu produk-produk pendatang

(26)

Indonesia banyak dilakukan secara tradisional. Untuk produksi beras kita pernah

swasembada pada tahun 1988. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Sampai

2009 negara agraris ini masih tetap sebagai pengimpor beras. Di samping

jumlahnya yang besar, harga beras impor juga lebih murah. Penerapan teknologi

genetika telah membuat petani-petani di negara asing mampu memproduksi beras

dengan hasil per satuan luas dan waktu yang lebih tinggi, sehingga beras impor

bisa mematikan petani-petani tradisional kita. Kecuali beras, petani kita juga

diserbu dengan berbagai buah-buahan impor yang harganya relatif murah dan

kualitasnya cukup bagus. Sampai saat ini hampir tidak mungkin petani-petani

Indonesia bisa memproduksi buah dengan kuantitas dan kualitas seperti buah

impor itu.

Melihat perkembangan sektor riil di negeri ini, nampak bahwa negara ini lebih

sering dijadikan pasar produk-produk impor daripada sebagai produsen. Hampir

seluruh kebutuhan sektor riil kita disuplai oleh impor. Terutama menyangkut

kebutuhan barang-barang berkaitan dengan teknologi. Barang-barang elektronik

seperti televisi, komputer, handphone, perabot rumah tangga sebesar 90% kita

dapatkan dari impor. Demikian juga kebutuhan kendaraan bermotor seperti

mobil, sepeda motor, kereta api, pesawat semua adalah produk-produk impor.

Akibat dari dimanjakan dengan impor, akhirnya kemampuan bangsa ini untuk

memproduksi barang sangat rendah. Selanjutnya bangsa ini menjadi konsumtif.

Bangsa ini tidak menguasai sektor riil di negeri sendiri. Kita merasa cukup

produktif ketika memperoleh uang yang banyak. Padahal uang bukanlah hasil

produksi. Uang hanya merupakan alat tukar. Ingat, Indonesia tidak juga lepas dari

(27)

malah menambah beban bagi APBN. Semestinya bangsa ini mengeksplorasi

potensi-potensi alam yang melimpah untuk diolah menjadi barang yang memiliki

nilai tambah, sehingga akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.

Bangsa ini hanya senang berfikir pragmatis (singkat, jangka pendek). Seolah-olah

mendapatkan uang yang banyak adalah solusi. Kita enggan untuk belajar, bahwa

bangsa-bangsa yang maju itu disebabkan oleh keahliannya menciptakan

barang-barang yang disebut sektor riil di atas. Jepang, Amerika, Inggris, Perancis,

Jerman, Korea, China, Rusia, dan sebagainya adalah negara-negara yang sangat

ahli menciptakan barang, mulai dari yang sangat lembut (microchip) sampai

dengan pesawat tempur dan mesin perang yang canggih. Dengan kata lain mereka

adalah ahli memproduksi barang-barang teknologi kebutuhan manusia.

Negara-negara itu adalah penguasa sektor riil tingkat dunia. Maka, sekali lagi, bukan

banyak uang, namun ketrampilan serta keahlian menciptakan barang-barang

kebutuhan manusia, sehingga bisa menguasai sektor riil.

Sektor riil atau disebut juga real sector, adalah sektor yang sesungguhnya., yaitu

sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat yang

sangat mempengaruhi atau yang keberadaannya dapat dijadikan tolak ukur untuk

mengetahui pertumbuhan ekonomi. Kalau diperusahaan sektor riil adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan wujud penunjang pabrik itu sendiri seperti

mesin, bahan baku,tenaga kerja dan ada kegiatan memproduksi.Sedangkan

definisi Sektor riil diambil dari Jurnal Ekonomi Asian Insider.

Dari definisi di atas, dapt dismpulkan bahwa Sektor riil terdiri dari dua

macam pasar, yaitu:

(28)

a. Labour atau Tenaga Kerja Manusia

b. Land, bisa diartikan sebagai Sumber Daya alam

c. Capital atau Modal itu sendiri.

Sektor moneter atau lebih dikenal dengan sektor keuangan memegang peranan

yang relatif signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara karena

sektor keuangan dapat menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi

kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu

memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen

keuangan dengan kualitas tinggi dan risiko rendah. Hal ini akan menambah

investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak,

terjadinya asymmetric information, yang dimanifestasikan dalam bentuk tingginya

biaya-biaya transaksi dan biaya-biaya informasi dalam pasar keuangan dapat

diminimalisasi, jika sektor keuangan berfungsi secara efisien.

Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) merupakan sebuah termin

yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya peningkatan peranan dan kegiatan

dari jasa-jasa keuangan terhadap ekonomi. Maksud dari terminologi ini juga

mengarah kepada makin beragamnya pilihan – pilihan jasa keuangan yang dapat

diakses oleh masyarakat dengan cakupan yang semakin luas. Dengan pendalaman

sektor keuangan diharapkan dapat berfungsi untuk menurunkan risiko dan

kerentanan dari salah satu sub sektor keuangan (diversifikasi risiko).

Pendalaman sektor keuangan secara tidak langsung akan meningkatan akses

individu dan rumah tangga terhadap kebutuhan utama seperti kebutuhan primer,

(29)

turunnya angka kemiskinan. Terlebih lagi lembaga-lembaga keuangan yang lebih

kuat dan risiko yang semakin terdiversifikasi akan dapat memperkuat ketahanan

ekonomi suatu negara terhadap gejolak ekonomi (economic shocks). Namun

demikian, fleksibilitas, fungsi pengaturan yang lebih kuat, dan tata kelola

perusahaan yang lebih baik tetap dibutuhkan untuk dapat mendorong inovasi

dalam bidang keuangan.

Kedalaman sistem keuangan suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi karena dapat mengalokasikan dana secara efektif ke sektor-sektor yang

potensial, meminimalkan risiko dengan diversifikasi produk keuangan,

meningkatnya jumlah faktor produksi atau meningkatnya efisiensi dari

penggunaan faktor produksi tersebut, dan meningkatnya tingkat investasi atau

marginal produktifitas akumulasi modal dengan penggunaan yang semakin

efisien. Suatu perekonomian yang sehat dan dinamis membutuhkan sistem

keuangan yang mampu menyalurkan dana secara efisien dari masyarakat yang

memiliki dana lebih ke masyarakat yang memiliki peluang-peluang investasi

produktif (Mishkin, 2008).

B. Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara

umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan

kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. (Bank

(30)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks

Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan

pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak

Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar

Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS).

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang

besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar

pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai

IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu

ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar

harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok

pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose

- COICOP), yaitu :

1. Kelompok Bahan Makanan

2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau

(31)

4. Kelompok Sandang

5. Kelompok Kesehatan

6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga

7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.

Pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga

mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang

dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk

menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari

faktor yang bersifat fundamental.

Di Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:

o Interaksi permintaan-penawaran

o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional,

inflasi mitra dagang

o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen

2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.

Komponen inflasi non inti terdiri dari :

o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :

(32)

kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau

faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun

perkembangan harga komoditas pangan internasional.

o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa

kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif

listrik, tarif angkutan, dll. (Bank Indonesia)

Menurut Lipsey (1998), inflasi mempunyai efek yang buruk terhadap

perekonomian dalam suatu negara. Ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan

oleh inflasi yaitu :

a. Efek Terhadap Pendapatan

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada

juga yang diuntungkan dengan adanya inflasi seseorang yang memperoleh

pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang

yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita

kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat

keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan

pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi. Atau mereka

yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan

(33)

b. Efek Terhadap Efisiensi

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan

ini dapat terjadi melalui kenaikkan permintaan akan berbagai macam barang

yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi

beberapa barang tertentu dengan adanya inflasi, permintaan akan barang

tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang

kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi

barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi

yang sudah ada. Memang tidak ada jaminan bahwa alokasi faktor-faktor

produksi itu lebih efisien dalam keadaan tidak ada inflasi. Namun kebanyakan

ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor

produksi menjadi tidak efisien.

c. Efek Terhadap Output

Dalam menganalisa kedua efek diatas digunakan suatu anggapan bahwa

output tetap. Hal ini dilakukan agar supaya dapat diketahui efek inflasi

terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu

tersebut. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya

dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikkan

upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikkan keuntungan ini akan

mendorong kenaikkan produksi. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi

(34)

1. Teori Inflasi

1.1 Teori Kuantitas

Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher. Irving Fisher melihat fungsi

uang sebagai alat pertukaran. Apabila terjadi transaksi antara penjual dan pembeli

maka terjadi pertukaran antara uang dengan barang dan jasa, sehingga nilai uang

tersebut akan sama dengan nilai barang dan jasa tersebut.

1`M V = P T (2.1)

dimana:

M = jumlah uang yang beredar

V = velositas atau perputaran uang

P = harga barang atau jasa

T = banyaknya transaksi

Jumlah uang yang beredar ditentukan oleh otoritas moneter (Bank Sentral).

Velositas uang dipengaruhi oleh budaya, institusi dan teknologi. Misalnya, bagi

masyarakat di negara berkembang, penggunaan uang dalam transaksi akan lebih

besar atau tidak sebanding dengan negara yang sudah maju, dimana mereka lebih

sering menggunakan kartu kredit dan debit dalam bertransaksi. Penggunaan kartu

kredit dan debit dapat menyebabkan velositas uang menjadi kecil. Namun

menurut Fisher, velositas uang dalam jangka pendek bersifat tetap. Karena tidak

mudah merubah kebiasaan dan teknologi dalam waktu cepat. Transaksi

perdagangan juga dalam jangka pendek bersifat tetap. Oleh karena itu, menurut

Fisher, apabila jumlah uang beredar bertambah banyak maka secara langsung

(35)

Karena nilai V dan T konstan, maka harga akan berbanding lurus terhadap M

(jumlah uang beredar). Bila uang beredar naik dua kali maka harga-harga barang

secara umum juga akan naik dua kali.

Dari persamaan tersebut, Fisher juga membuat fungsi permintaan uangnya:

Permintaan uang berbanding lurus dengan jumlah transaksi dan berbanding

terbalik dengan velositas uang.

1.2 Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena

masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga

menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan

agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),

akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang

(penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi

tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh

karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih

banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.

Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama

(heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia

(36)

golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini akan

terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila

salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi

memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang

berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi

melebihi supply barang (inflationary gap menghilang).

1.3 Mark-up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu

cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen

ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Price = Cost + Profit Margin (2.4) Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu

prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat

dijabarkan menjadi :

Price = Cost + ( a% x Cost ) (2.5)

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang

menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan

menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.

1.4 Teori Struktual

Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala

(37)

structural bottlenecks. Strucktural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal,

yaitu:

1. Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan

metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply

dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan

permintaannya.

2. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor

barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang

sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas

pula. Belum lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat

menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari

lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju

pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan

permintaan.

3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai

pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga

seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun

mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of

(38)

2. Permintaan dan Penawaran Agregat 2.1 Permintaan Agregat

Permintaan agregat dapat didefinisikan sebagai tingkat pengeluaran yang

akan dilakukan dalam ekonomi pada berbagai tingkat harga.

2.1.1 Kurva Permintaan Agregat

Misalkan pada mulanya tercapai suatu keseimbangan Y=AE. Seterusnya

misalkan tingkat harga adalah P0. Apakah yang dapat diramalkan akan berlaku

kepada keseimbangan itu apabila harga meningkat dari P0 menjadi P1? Untuk

memperoleh jawabannya perlu terlebih dahulu dijawab pertanyaan berikut:

(a) apakah efek kenaikan harga kepada pendapatan riil, dan (b) apakah efek

kenaikan harga kepada suku bunga? Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil

masyarakat menurun dan seterusnya menyebabkan nilai riil konsumsi rumah

tangga juga merosot. Seterusnya inflasi akan menaikkan suku bunga dan kenaikan

ini akan mengurangi investasi. Kesimpulannya: kenaikan harga menyebabkan

nilai riil pengeluaran agregat merosot dan menurunkan pendapatan nasional riil

(39)

P1 B

Tingkat harga

P2 A

AD

Y1 Y0

Titik A pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada harga P0 pendapatan

nasional adalah Y0. Kenaikan harga dari P0 menjadi P1. Sedangkan titik B

menunjukkan keadaan dimana tingkat harga adalah P1 dan pendapatan nasional

Y1. Dengan menarik garis melalui titik A dan B akan terbentuk kurva permintaan

agregat AD.

Berdasarkan sifatnya diatas, kurva AD dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi

(atau kurva) yang menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan

jumlah pengeluaran agregat yang akan dilakukan dalam perekonomian.

2.1.2 Sifat Utama Kurva AD

Kurva AD merupakan suatu garis yang menurun dari kiri-atas ke kanan-bawah.

Artinya: semakin rendah tingkat harga, semakin besar permintaan agregat yang Pendapatan nasional riil

Sumber: MakroEkonomi, Sadono Sukirno

(40)

wujud dalam perekonomian. Sifat kurva AD yang menurun ke bawah disebabkan

oleh beberapa faktor:

a. Tingkat harga dan pengeluaran rumah tangga

Dalam suatu waktu tertentu tingkat pendapatan nominal masyarakat adalah tetap.

Tingkat gaji dan upah dan jumlah kesempatan kerja akan menentukan jumlah

pendapatan yang diterima masyarakat pada suatu waktu tertentu. Apabila tingkat

harga berbeda, daya beli pendapatan yang diperoleh itu adalah berbeda. Semakin

rendah tingkat harga semakin banyak barang dan jasa yang dapat dibeli. Dengan

kata lain: nilai riil pengeluaran agregat akan semakin meningkat apabila tingkat

harga semakin rendah.

b. Tingkat harga, suku bunga dan investasi

Pada umumnya terdapat perkaitan yang cukup rapat di antara perubahan tingkat

harga dengan suku bunga. Apabila harga adalah stabil, atau tingkat inflasi sangat

rendah, suku bunga cenderung akan berada pada tingkat rendah. Semakin tinggi

inflasi, suku bunga cenderung akan menjadi semakin tinggi. Pemilik modal akan

berusaha untuk memperoleh suku bunga riil yang tetap besarnya dan ini dilakukan

dengan menuntut suku bunga nominal yang lebih tinggi pada waktu inflasi yang

semakin cepat.

Terdapat perkaitan pula diantara suku bunga dengan investasi, yaitu semakin

tinggi suku bunga akan menyebabkan penurunan dalam investasi. Kemerosotan

investasi menyebabkan pengurangan pengeluaran agregat. Dengan demikian

kenaikan harga akan menimbulkan proses perubahan: (a) harga naik menyebabkan

(41)

yang merosot menyebabkan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional riil

merosot.

c. Tingkat harga, Ekspor dan Impor

Berbagai negara, terutama negara-negara yang telah maju sektor industrinya, akan

mengeluarkan barang yang sama jenisnya. Oleh karena itu tingkat harga akan

menjadi salah satu faktor penting yang menentukan ekspor dan impor suatu

negara. Secara umum dapat dikatakan: (a) apabila barang-barang dalam suatu

negara adalah relatif lebih murah, ekspor akan meningkat, dan impor berkurang,

dan sebaliknya (b) apabila barang-barang dalam suatu negara adalah relatif lebih

mahal ekspor akan merosot dan impor meningkat. Berdasarkan sifat ini dapat

disimpulkan:

i. Kenaikan harga akan menurunkan ekspor neto (ekspor dikurangi

impor);

ii. Pengurangan ekspor neto akan menurunkan pengeluaran agregat dan

pendapatan nasional riil.

2.2 Penawaran Agregat

Penawaran agregat pada hakikatnya menggambarkan tentang hubungan di antara

tingkat harga yang berlaku dalam ekonomi dan nilai produksi riil (atau pendapatan

nasional riil) yang akan ditawarkan dan diproduksi oleh semua perusahaan dalam

(42)

2.2.1 Ciri-ciri Kurva AS

Sesuai dengan perkembangan pemikiran makroekonomi dan analisis mengenai

penawaran agregat, kurva penawaran agregat (AS) mempunyai ciri-ciri berikut:

i. Pada ketika tingkat pengangguran masih tinggi, kurva penawaran agregat

AS relatif landai. Maksudnya, penambahan produksi nasional dapat

dilakukan perusahaan-perusahaan pada harga yang relatif tetap karena (a)

tingkat penggunaan barang modal belum mencapai kapasitasnya yang

optimum, dan (b) upah masih relatif tetap. Tahap ini dicapai pada bagian

AB dari kurva AS.

ii. Dari titik B hingga titik C – yaitu titik pada garis tegak pada tingkat

kesempatan kerja penuh, kurva AS bertambah tingkat kenaikannya.

Sebabnya adalah: pengangguran sudah semakin merosot dan kapasitas

pabrik-pabrik sudah mencapai optimum.

iii. Sesudah tingkat kesempatan kerja penuh kurva AS keadaannya semakin

tegak.

Kesimpulannya: Kurva penawaran agregat AS adalah suatu kurva yang

berbentuk melengkung dari kiri-bawah ke kanan-atas dengan tingkat

kelengkungan yang semakin lama semakin tinggi (Makroekonomi, Sadono

(43)

Pendapatan nasional riil

Sumber : Makroekonomi, Sadono Sukirno

Gambar 8. Kurva Penawaran Agregat AS

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kurva AS

Dua faktor yang dipandang sebagai penyebab dari bentuk kurva AS yang

melengkung ke atas, yaitu: (a) ciri-ciri fungsi produksi, dan (b) ciri-ciri pasaran

tenaga kerja.

Untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan-perusahaan memerlukan

faktor-faktor produksi, yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan.

Dalam jangka pendek tanah, modal, teknologi dan keahlian keusahawanan

dianggap tetap dan faktor yang dapat berubah adalah tenaga kerja. Dengan C

B A

AS

YF 0

(44)

demikian dalam jangka pendek fungsi produksi dapat dinyatakan dengan

menggunakan persamaan berikut:

Q = f(L) (2.6)

Maksudnya: jumlah output – atau nilai produksi riil, ditentukan oleh jumlah

tenaga kerja yang digunakan. Fungsi produksi jangka pendek tersebut

dipengaruhi oleh hukum hasil tambahan yang semakin berkurang, yaitu apabila

jumlah tenaga kerja ditambah, produksi marginal yang diciptakan oleh

pertambahan tenaga kerja tersebut adalah lebih rendah dari tenaga kerja

sebelumnya.

Uraian mengenai faktor-faktor yang yang menentukan kurva AS menunjukkan

bahwa, secara teori dan berdasarkan data dalam studi mengenai keadaan yang

sebenarnya (studi empirikal), kurva AS berbentuk melengkung ke atas. Artinya:

semakin tinggi tingkat harga, semakin banyak pendapatan nasional riil (jumlah

output dalam negara) yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dalam

perekonomian.

2.2.3 Perpindahan Kurva AS

2.2.3.1 Perpindahan Kurva AS Ke Atas/Ke Kiri

Perpindahan kurva penawaran agregat dari AS0 menjadi AS1 dapat disebabkan

oleh salah satu gabungan faktor-faktor yang diterangkan dalam uraian berikut:

a. Harga bahan mentah meningkat atau biaya lain meningkat

Kenaikan harga bahan mentah dapat disebabkan oleh (a) harga bahan mentah

(45)

depresiasi mata uang, dan (d) bahan mentah domestik meningkat harganya.

Kenaikan harga minyak dipasaran internasional merupakan satu contoh dari

kenaikan harga bahan mentah.

b. Kenaikan upah tenaga kerja

Yang dimaksudkan dengan kenaikan upah tenaga kerja dalam konteks ini adalah

kenaikan yang berlaku pada setiap tingkat penggunaan tenaga kerja. Tanpa

kenaikan tingkat produktivitas, kenaikan upah tenaga kerja akan meningkatkan

biaya produksi. Maka output yang sama (pendapatan nasional riil yang sama)

hanya akan ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan apabila tingkat harganya

lebih tinggi.

2.2.3.2 Perpindahan Kurva AS Ke Bawah/Ke Kanan

Perpindahan kurva penawaran agregat dari AS0 ke AS2 dapat disebabkan oleh

salah satu atau gabungan faktor-faktor yang diterangkan di bawah ini.

a. Perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi dapat menyebabkan sejumlah output dikeluarkan dengan

biaya yang lebih murah. Atau, pada jumlah biaya yang sama, output yang

dikeluarkan bertambah banyak. Setiap perubahan ini menyebabkan biaya per unit

lebih murah dan memungkinkan perusahaan-perusahaan menjual barang dengan

(46)

b. Perkembangan infrastruktur

Infrastruktur utama bagi mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan

efisien kegiatan ekonomi adalah: jalan raya, pelabuhan laut, lapangan terbang,

kawasan industri, alat-alat perhubungan seperti telepon dan alat pengangkutan,

dan fasilitas penyediaan air dan listrik. Keadaan infrastruktur dalam suatu negara

sangat penting peranannya dalam mempengaruhi efisiensi dan biaya produksi

perusahaan-perusahaan.

c. Pajak, izin usaha dan administrasi pemerintah

Untuk mendirikan dan menjalankan usaha, setiap perusahaan memerlukan izin

usaha dan dari waktu ke waktu perlu membayar pajak. Oleh sebab itu sampai di

mana efisiennya kegiatan perusahaan-perusahaan bukan saja bergantung kepada

keahlian dan efisiensi administrasi perusahaan tersebut, tetapi juga bergantung

pada (a) fasilitas yang disediakan pemerintah, (b) sampai di mana kualitas

administrasi pemerintah dalam membantu pihak swasta, dan (c) pajak yang harus

dibayar kepada pemerintah.

3. Jenis Inflasi

3.1 Menurut Derajatnya

Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)

Inflasi sedang 10% - 30%.

Inflasi tinggi 30% - 100%.

(47)

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat

mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu

wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan

golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi

yang sedang terjadi.

3.2 Menurut Sebabnya

Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya

peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil

produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan

agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand , yang merupakan

inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang

biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi

bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Pengertian

kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan berbeda oleh para ahli

ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate demand mengalami

kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate demand dapat

disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi; investasi; government

expenditures; atau net export, walaupun tidak terjadi ekspansi jumlah uang

(48)

Gambar 9. Demand Pull Inflation

Bermula dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total dari AD1 ke

AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh

penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi

QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik menjadi

P3, sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini disebabkan oleh adanya

inflationary gap. Munculnya inflasi dikarenakan dengan adanya ketetapan output

produksi suatu barang, namun tingginya tingkat permintaan suatu barang oleh

masyarakat yang disebabkan karena tingginya tingkat pendapatan nasional riil

masyarakat sehingga menyebabkan harga barang tersebut meningkat.

Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate

supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply

curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik

yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi,

sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus Q

P4

P3

P2

P1

Q1 QFE

AD3

AD1 AD2

AD4 AS

(49)

cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.

Gambar 10. Cost Push Inflation

Bermula pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya produksi (disebabkan baik

karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan

harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total dari AS1

menjadi AS2. konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun menjadi

Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3, harga

naik dan produksi turun menjadi Q2.

Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke atas. Proses kenaikan

harga ini (yang sering dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan

cost-push inflation. Dimana keadaan produksi barang yang menurun seiring dengan

peningkatan harga menyebabkan penawaran akan barang tersebut mengalami

peningkatan. P

P2 P3

P1

AS2

QFE Q

Q2 Q1

AD AS3

(50)

3.3 Menurut asalnya

Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan

pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam

negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.

Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan

harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan

perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi

pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system).

Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun

harga barang-barang ekspor. (Boediono, 1997)

C. Tingkat Suku Bunga

Suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh pemimjam atas pinjaman yang

diterima dan merupakan imbalan bagi pembari pinjaman atas investasinya. Noprin

(1996) Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan

membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk

tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa

kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga

ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (suhedi, 2000). Suku

bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat

(51)

2. Suku Bunga Riil. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat

bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan

laju inflasi yang diharapkan.

Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat

harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di

masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh

pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat

suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang

beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa

diatasi.

1. Teori Tingkat Bunga a. Teori Klasik

Bunga adalah harga dari penggunaan loanable funds. Terjemahan langsungnya

adalah dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Terjemahan bebasnya adalah dana

investasi, sebab menurut teori klasik, bunga adalah harga yang terjadi di pasar

dana investasi.

Masih menurut teori klasik, tabungan dan investasi merupakan fungsi dari tingkat

bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk

menabung dan keinginan untuk melakukan investasi akan makin meningkat.

Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan terdorong untuk

mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan, di sisi lain

(52)

diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar yang

merupakan ongkos untuk penggunaan dana.

Sumber : Nopirin 2000

Gambar 11. Keseimbangan Tingkat Suku Bunga

Dari gambar 14 dapat dilihat penawaran akan dana tabungan (S) bertemu dengan

permintaan akan dana investasi (I) di pasar dana investasi dan tercipta tingkat

bunga keseimbangan (dimana S = I). Faktor penentu utama dari bentuk kurva S

adalah rate of time prefence para penabung, dan faktor penentu utama dari kurva I

adalah marginal produk dari capital. Jadi tingkat bunga berubah apabila kedua

faktor penentu utama ini berubah, yang satu karena perubahan penelitian subjektif

para pelaku faktor ekonomi, yang lain karena perubahan teknologi.

b. Teori Keynes

Teori tingkat bunga Keynes ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang.

Menurut teori ini ada tiga motif yang merupakan sumber timbulnya permintaan

uang yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Menurut

Keynes, pada umumnya orang menginginkan dirinya untuk tetap likuid untuk r

0 I I

I r

(53)

memenuhi ketiga motif tersebut. Memegang uang tunai menjamin likuiditas

seseorang. Preferensi atau keinginan untuk tetap likuid membuat orang bersedia

membayar harga tertentu untuk penggunaan uang (Boediono, 2004 : 95)

Guna memudahkan modelnya, Keynes membagi kekayaan dalam dua bentuk

yaitu uang kas dan surat berharga. Keuntungan dalam bentuk uang kas adalah

kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas adalah alat pembayaran

yang paling likuid. Besarnya uang kas yang di pegang adalah tergantung pada

tingkat penghasilan atau pendapatan yang diperoleh. Sebaliknya, kekayaan dalam

bentuk surat berharga, dimana harganya dapat turun naik tergantung dari tingkat

bunga. Hubungan antara permintaan uang spekulasi dengan suku bunga adalah

negatif. Artinya setiap kenaikan suku bunga, maka permintaan uang untuk

spekulasi akan berkurang. Dan sebaliknya, apabila suku bunga turun, maka

permintaan uang untuk spekulasi naik. Apabila tingkat bunga naik surat berharga

turun, masyarakat akan tertarik untuk membeli surat berharga karena harga turun

dan sebaliknya, apabila suku bunga turun surat berharga akan naik, masyarakat

tidak berminat untuk membeli surat berharga karena naik, sehingga ada

kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capital

gain. Tingkat bunga disini adalah tingkat bunga rata-rata dari segala macam surat

berharga yang beredar di masyarakat.

c. Teori Paritas Tingkat Bunga

Teori paritas tingkat bunga adalah satu teori yang penting mengenai penentuan

tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing

(54)

dalam devisa bebas tingkat bunga negara satu akan cenderung sama dengan

tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju

depresiasi mata uang negara yang satu terhadap negara yang lain. Kondisi

ekuilibrium ini diformulasikan dalam:

S* = rh – rf (2.7)

Dimana S* adalah tingkat perubahan kurs spot rata-rata tahunan yang

diperkirakan, rh merupakan tingkat suku bunga nominal domestik dan rf tingkat

bunga luar negeri (Boediono, 2004 : 101)

Asumsi yang melandasi paritas suku bunga adalah bahwa pasar aset merupakan

pasar yang efisien. Karena paritas ini dapat diterapkan untuk investasi dan

pinjaman internasional. Logikanya, untuk proyek investasi, investor

membandingkan hasil (return) dari pasar domestik dengan hasil dari pasar

internasional, dimana yang terakhir adalah hasil dari aset luar negeri ditambah

premi forward. Bagi proyek pembiayaan, peminjam membandingkan biaya dari

pasar domestik dengan pasar luar negeri. Ekuilibrium akan tercapai bila syarat

paritas dipenuhi.

D. Jumlah Uang Beredar

Didalam menerangkan mengenai teori kuantitas, yang dilakukan oleh

Irving Fisher digunakan persamaan aljabar yang dinamakan persamaan

pertukaran. Persamaan pertukaran tersebut pada umumnya dinyatakan sebagai

berikut :

(55)

Dimana :

M = jumlah uang beredar

V = percepatan uang beredar

P = tingkat harga barang-barang

T = jumlah barang dan jasa yang diperjual belikan dalam suatu tahun tertentu.

Teori kuantitas uang Teori ini, yang dikembangkan oleh Irving Fisher mengatakan

bahwa “pada hakikatnya berpendapat bahwa perubahan dalam jumlah uang

beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya ke atas hargaharga”.

Perubahan ini maksudnya jika uang yang beredar bertambah sebanyak lima

persen, maka tingkat harga-harga juga akan bertambah sebanyak lima persen atau

sebaliknya. Pandangan teori kuantitas yang demikian timbul sebagai akibat dari

dua permisalan penting teori itu mengenai kenyatan yang wujud dalam

perekonomian.

E. Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau

harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana

masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya

angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang

disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,1998:8).

Disamping berperan dalam perdagangan internasional, kurs juga berperan dalam

perdagangan valuta asing pada suatu negara ataupun antar negara, sebab valuta

(56)

“kurang kuat” nilai mata uangnya, maka valuta asing merupakan salah satu

alternatif investasi bagi masyarakat yang tinggal di negara tersebut. Kurs valuta

asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran

valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke

luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran

internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous

kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran),

sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit,

atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta

asing (Nopirin,1995:148).

F. Harga Minyak Internasional

Kenaikan harga minyak dunia akan berdampak terhadap perekonomian global.

Kenaikan harga minyak hanya akan berdampak signifikan apabila kenaikannya

bersifat parsisten dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Terdapat

beberapa jalur transmisi kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian

global:

1. Transfer pendapatan

2. Biaya produksi

3. Tingkat harga dan inflasi

4. Pasar keuangan

5. Produksi dan konsumsi minyak

Kenaikan harga minyak dunia akan langsung mempengaruhi pergerakan harga

(57)

industri langsung mengikuti tarif harga Internasional. Sedangkan harga BBM

untuk konsumsi rumah tangga tergantung pada kebijakan pemerintah dengan

adanya subsidi meskipun mengarah pada pengaruh pergerakan permintaan dan

penawaran pasar (mengambang pada pergerakan pasar).

Dampak langsung akibat kenaikan harga minyak dunia adalah munculnya tekanan

inflasi, penyesuaian harga di pasar keuangan, menyempitnya surplus atau

terjadinya defisit transaksi berjalan, serta kemungkinan perlambatan pertumbuhan

ekonomi.

Harga minyak dunia ini merupakan harga minyak mentah yang dibutuhkan oleh

sebagian besar negara bahkan seluruh dunia. Harga minyak dunia digunakan

untuk mengakomodasi inflasi yang terjadi (Al Arif, M Maulana : 2006)

Sesuai dengan teori Imported Inflation, pengaruh inflasi luar negeri akan

mempengaruhi tingkat inflasi dalam negeri. Kenaikan harga-harga luar negeri

akan mempengaruhi kenaikan harga dalam negeri karena adanya kenaikan harga

barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat

diproduksi di dalam negeri. Terjadinya perubahan nilai mata uang suatu negara

terhadap mata uang kuat lainnya dapat berdampak pada inflasi. Ini karena

perubahan nilai tukar tersebut akan mempengaruhi volume impor (nilai riil impor)

dan pembayaran pinjaman luar negeri negara-negara lain. Hal ini akan berdampak

sama dengan inflasi impor. Bagi negara yang menganut sistem perekonomian

terbuka, situasi perekonomian dunia (internasional) turut mempengaruhi

(58)

G. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah tabel penelitian terdahulu serta perbandingannya dengan penelitian sekarang :

Tabel 1. Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang.

No Judul Nama Penulis Alat Analisis Hasil Penelitian Penelitian Sekarang

1 ANALISIS

Permintaan uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap inflasi, sedangkan produk domestik bruto berpengaruh secara negatif dan signifikan

terhadapinflasi dan kurs tidak

mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia pada kuartal tahun penelitian.

Memasukkan variabel tambahan dari sektor riil yaitu indeks harga minyak mentah Indonesia dan harga minyak dunia untuk mengetahui manakah yang lebih

berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia dibanding dari sektor moneter yang telah diteliti terlebih dahulu.

Memasukkan analisis Error Correction Model guna mengetahui dampak jangka pendek yang akan terjadi.

2 INFLASI DI

Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian negara.

Penelitian ini tidak hanya melihat dan menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia, namun membandingkan instrumen moneter antara jumlah uang beredar atau perubahan suku bunga yang lebih baik dalam menekan laju inflasi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

3 INFLASI DI

Secara serentak Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar dan jumlah uang

(59)

2KURSt + 3PDBt + t)

beredar di Indonesia berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia

jangka panjang dan jangka pendek.

4 Peranan

Melalui hasil analisis dengan metode SVAR menunjukkan bahwa goncangan akibat perubahan harga minyak dunia sebagai representasi dari tingkat inflasi dan suku bunga federal sebagai

representasi dari suku bunga dunia secara signifikan berimplikasi terhadap variabel domestik. Hasil analisis juga menyebutkan bahwa goncangan inflasi paling besar diakibatkan oleh nilai tukar.

Menganalisis dengan metode lain yaitu ECM dan menambahkan variabel dari sektor riil sebagai variabel pebanding apakah pengaruh paling besar bagi tingkat inflasi adalah nilai tukar atau justru variabel lainnya.

Hasil estimasi dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan variabel nilai tukar.

Peneliti ingin mampu menerangkan pengaruh jangka panjang maupun jangka pendek dengan model koreksi kesalahan.

6 Analisis

Faktor-Menggunakan variabel SBI, interest differential, nilai tukar,GDP, harga minyak internasional dan inflasi amerika serikat. Hasil yang diperoleh adalah seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap Inflasi. Namun dikarena semua variabel lulus di Uji Root ordo

Menambahkan periode tahun dan

(60)
(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data

1. Data

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Variabel

Sektor Moneter dan Riil Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode 2006:1 – 2013:6)

adalah variabel terikatnya : Inflasi di Indonesia, sedangkan variabel bebasnya :

Suku Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika, dan Harga Minyak Dunia.

Tabel 2. Deskripsi Data Input

Nama Data Satuan Pengukuran

Selang Periode

Runtun Waktu Sumber Data

Inflasi Persen 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia

Suku Bunga BI Persen 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia

Jumlah Uang

Beredar Rupiah 2006:1 – 2013:6 Bank Indonesia.

Nilai Tukar Rupiah

terhadap Dollar Rupiah 2006:1 – 2013:6

Bank Indonesia, Kementrian perdagangan. Harga Minyak

(62)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, dimana

data tersebut terdiri dari satu variabel terikat yaitu tingkat inflasi di Indonesia, dan

lima variabel bebas yaitu suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar, nilai

tukar rupiah terhadap dollar, indeks harga minyak mentah Indonesia dan harga

minyak dunia. Data ini bersifat time series, dan data tingkat inflasi, suku bunga

bank indonesia, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dollar, indeks

harga minyak mentah Indonesia, dan harga minyak dunia tersebut bersumber dari

Bank Indonesia atau dapat diunduh melalui situs resmi Bank Indonesia

www.bi.go.id, Badan Pusat Statistik dalam situs resminya www.bps.go.id situs

Kementrian perdagangan www.kemendag.go.id, dan situs resmi OPEC

www.opec.org. Rentang waktu penelitian adalah 2006:01 – 2013:06.

B. Definisi Variabel Operasional

Variabel-variebel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Tingkat Inflasi Indonesia (INF_INA)

Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus.

Tingkat inflasi di Indonesia merupakan variabel terikat yang datanya

diperoleh melalui situs resmi Bank Indonesia dalam bentuk data bulanan

Gambar

Gambar 6. Model Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Variabel Sektor
Gambar 7. Kurva AD
Gambar 8. Kurva Penawaran Agregat AS
Gambar 9. Demand Pull Inflation
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir

Dari hasil perhitungan fuzzy tsukamoto untuk setiap wilayah kota dan kabupaten bogor di dapat nilai z untuk kota bogor 0,1 sampai dengan 0,39 sedangkan nilai z untuk kabupaten

Nilai validasi antara konsentrasi hasil pemodelan dan konsentrasi hasil pengukuran langsung memenuhi kriteria dengan nilai RMSPE yang lebih kecil dari pada 10%, dimana

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

 Tutored her in accruals, General Ledger, accounts receivable, bank reconciliation, payables, help in college class Ajilon Seattle , WA 9/98-5/99, Bellevue, WA 9/98-5/99. 

Teknik dan landasan metode Pemecahan masalah (problem solving) atau pencarian solusi yang dipilih penulis disertai dengan menguraikan landasan teoritis yang

Pembebanan pada struktur ini dijelaskan sebagai berikut, penambahan beban mati sebagai beban merata yaitu 1,6 kN/m 2 merupakan beban screed + plafon + Mekanikal dan Electrikal

Dari hasil penelitian disarankan adanya penelitian lanjutan pada variabel minat peserta didik, sarana dan prasarana pendukung production based training dan pembuatan batik