• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan dan Kepastian Hukum Sita Jamin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan dan Kepastian Hukum Sita Jamin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN KEPASTIAN HUKUM

SITA JAMINAN KETIKA TERJADI

KEPAILITAN

Kasus utang

piutang antara PT Garuda Maintenance Facility

dengan PT Metro Batavia

Bayu Atletiko Yanida Putera

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia adalah negara hukum, dalam artian menjunjung tinggi supremasi hukum

sebagai aturan main yang wajib dipatuhi oleh semua orang. Termasuk di dalamnya, segala aktivitas

perikatan yang dilakukan warga negara diatur sekaligus dilindungi oleh hukum.

Salah satu bentuk dari perlindungan hukum perdata terhadap pihak yang membuat perjanjian

adalah penjaminan harta kekayaan debitor untuk pemenuhan seluruh utang – utangnya. Untuk

mendukung hal ini, KUH Perdata mengatur pula tentang cara pengagunan harta kekayaan tersebut

beserta penyitaan dan pembagiannya.

Tujuan dilakukannya penyitaan antara lain agar barang milik tergugat atau debitor yaitu tidak

dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli, hibah dan lain sebagainya, dan tidak dibebani dengan

sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fungsi

penyitaan adalah untuk menjaga keutuhan dan keberadaan harta kekayaan debitor atau tergugat

tetap seperti semula selama proses penyelesaian perkara sampai adanya putusan yang berkekuatan

hukum tetap.

Untuk menguatkan keyakinan Kreditor bahwa debitor akan secara nyata melunasi utangnya

dikemudian hari, KUH Perdata mengatur dua asas dalam hukum jaminan yang diatur dalam Pasal 1131

dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa segala harta debitor (baik yang

bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun baru akan ada di kemudian hari)

menjadi jaminan untuk segala perikatan debitor. Dalam Pasal 1132 KUH Perdata ditegaskan bahwa

harta kekayaan debitor menjadi agunan bersama-sama bagi semua kreditornya, serta diatur

bagaimana cara membagi hasil penjualan aset debitor kepada kreditor apabila debitor tidak

membayar utang kepada kreditornya.

Namun, setelah lahirnya UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUK-PKPU), kepastian hukum sita jaminan menjadi bias karena dalam beberapa

ketentuan dinyatakan bahwa keadaan pailit dapat membatalkan segala usaha penguasaan harta

debitor dalam rangka pemenuhan utangnya. Hal inilah yang akan kami bahas dalam kasus utang –

piutang antara PT Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia.

B.

Rumusan Masalah

Bagaimana kedudukan sita jaminan apabila kemudian sebelum barang jaminan terjual terjadi

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A.

Kronologi Peristiwa

PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (dalam penelitian ini selanjutnya disebut sebagai PT

GMF AeroAsia atau GMF) selaku Penggugat dan PT Metro Batavia (dalam penelitian ini selanjutnya

disebut sebagai PT Batavia) selaku Tergugat melakukan kerjasama untuk semua pekerjaan perawatan

dan perbengkelan yang diperlukan untuk komponen-komponen dan mesin yang berhubungan dengan

pesawat terbang milik Tergugat atau pesawat terbang lain yang dioperasikan oleh Tergugat

sebagaimana dituangkan dalam sebuah perjanjian bernama Long Term Aircraft

Maintenance Agreement Number GMF/PERJ./DT-3046/2003 tertanggal 16 April 2003 (selanjutnya

disebut sebagai Perja jia Ja gka Pa ja g da Amendment Number to Long Term Aircraft

Maintenance Agreement Number GMF/PERJ./AMAND-1/DT- 3046/03/06 tertanggal 5 September

sela jut ya disebut sebagai A a de e Perja jia Ja gka Pa ja g .

Berdasarkan Perjanjian Jangka Panjang dan Amandemen Perjanjian Jangka Panjang, Tergugat

sebagai maskapai penerbangan telah meminta jasa Penggugat sebagai sebuah perusahaan perawatan

dan perbaikan pesawat terbang untuk melakukan perawatan pesawat dan/atau perbaikan pesawat

dan/atau penjualan sparepart dan/atau penyewaan tools dan/atau penggunaan tenaga kerja, dengan

perjanjian-perjanjian pelaksanaan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk repair order, Customer

WorkOrder, Faximile, Non Contracted Sales Report, cost approval dan dokumen perikatan lainnya.

Berdasarkan perjanjian tersebut para pihak telah berjanji dan bersepakat atas (1) pekerjaan yang

akan dikerjakan oleh Penggugat, (2) sparepart/tools/barang yang dijual atau disewakan dan

penggunaan tenaga kerja, (3) harga pekerjaan dan/atau harga barang dan/atau harga sewa, dan (4)

cara pembayaran, dimana Penggugat telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian

tersebut.

Atas jasa yang telah dilakukan Penggugat tersebut, Tergugat belum memenuhi kewajibannya

untuk melakukan pembayaran secara penuh atau belum melunasi kewajiban pembayaran kepada

Penggugat sebesar USD 1.191.615,02 (satu juta seratus sembilan puluh satu ribu enam ratus lima

belas / Dollar A erika “erikat sela jut ya disebut Uta g sa pai de ga ta ggal gugata

wan prestasi didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register perkara

Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. pada tanggal 25 September 2008.

Dengan demikian, menurut hukum, Tergugat memiliki utang kepada Penggugat dan Tergugat

mempunyai kewajiban hukum untuk melunasi utang kepada Penggugat saat utang dimaksud telah

jatuh tempo. Walaupun sudah melewati jangka waktu yang ditentukan dalam surat perintah bayar /

(4)

Apabila dilihat satu persatu, kelalaian yang mengakibatkan keterlambatan pembayaran mulai dari

dua bulan keterlambatan pembayaran sampai dengan lebih dari satu tahun keterlambatan

pembayaran. Dengan demikian Tergugat nyata-nyata telah wanprestasi terhadap Penggugat karena

Tergugat tidak melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran berdasarkan Perjanjian dalam

jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana tertuang dalam surat perintah bayar / Invoice yang

telah jatuh tempo yang dikirimkan oleh Penggugat kepada Tergugat. Meskipun Penggugat telah

mengingatkan Tergugat agar segera memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Jangka Panjang

beserta Amandemennya, namun Tergugat tetap tidak melunasi kewajiban pembayaran kepada

Penggugat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata, apabila pihak dalam suatu perjanjian telah ingkar

janji (wanprestasi) maka pihak lainnya dapat atau berhak menuntut atas penggantian ganti rugi, biaya

maupun bunga. Oleh karena dalam perkara a quo Tergugat telah wanprestasi terhadap Perjanjian

yang telah dibuat dengan Penggugat, maka Penggugat berhak menuntut penggantian ganti rugi, biaya

dan bunga. Untuk menjamin gugatan yang diajukan oleh Penggugat tidak menjadi sia-sia / illusoir di

kemudian hari, maka Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkenan untuk

meletakkan sita jaminan terhadap harta-harta kekayaan milik Tergugat dan aset-aset Tergugat lainnya.

Oleh karena itu, Penggugat menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan sita jaminan

atas harta kekayaan dan aset-aset lain milik Tergugat. Sita jaminan (Conservatoir beslag) diajukan Penggugat dengan tujuan untuk menjaga hak-hak dari Penggugat ahar sebelum ada putusan hakim,

barang-barang milik Tergugat tidak dihilangkan.

Terhadap perkara a quo, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan

ti gkat kasasi No or K/Pdt/ ta ggal Ju i Putusa Kasasi No. . Terkait

dengan Putusan Kasasi No. 2923 tersebut perlu diinformasikan juga bahwa pada tingkat pertama di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim Perkara No. 335 telah mengeluarkan Penetapan Sita

Jaminan Nomor : 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. tertanggal 4 Maret 2009 yang pada pokoknya

mengabulkan Permohonan Sita Jaminan atas tujuh buah pesawat Boeing 737-200 beserta mesin dan

Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada ketujuh pesawat milik PT Metro Batavia tersebut.

Pe etapa “ita Ja i a da Haki Majelis Perkara No. telah e yataka sah da

berharga sita jaminan yang telah diletakkan, dengan Penetapan Nomor 335/PDT.G/2008/PN.JKT.PST,

tanggal 4 Maret 2009 jo. Penetapan Nomor 01.DEL/PEN.CB/2009/PN.TNG, tanggal 11 Maret 2009 jo.

Berita Acara Sita Jaminan Nomor 01.DEL.BA/PEN.CB/2009/PN.TNG tanggal 12 Maret 2009.

Berdasarkan Penetapan Sita Jaminan dimaksud, Pengadilan Negeri Tangerang sebagaimana tertuang

dalam Berita Acara Sita Jaminan Nomor 01.DEL.BA/PEN.CB/2009/PN.TNG jo. No:

335/PDT.G/2008/PN.JKT.PST tertanggal 12 Maret 2009 telah melakukan sita jaminan terhadap empat

(5)

1. Satu buah pesawat Boeing 737-200, dengan nomor seri 22397 dan nomor registrasi pesawat

PK-YTF, beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada pesawat, milik PT. Metro

Batavia, yang diparkir di Bandara International Soekarno Hatta;

2. Satu buah pesawat Boeing 737-200, dengan nomor seri 22453 dan nomor registrasi pesawat

PK-YTG, beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada pesawat, milik PT. Metro

Batavia, yang diparkir di Bandara International Soekarno Hatta;

3. Satu buah pesawat Boeing 737-200, dengan nomor seri 21766 dan nomor registrasi pesawat

PK-YTR, beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada pesawat, milik PT. Metro

Batavia, yang diparkir di Bandara International Soekarno Hatta; dan

4. Satu buah pesawat Boeing 737-200, dengan nomor seri 22055 dan nomor registrasi pesawat

PK-YTS, beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) yang melekat pada pesawat, milik PT. Metro

Batavia, yang diparkir di Bandara International Soekarno Hatta.

Oleh karena Putusan Kasasi No. 2923 tersebut merupakan putusan yang telah berkekuatan

hukum tetap, maka Penggugat selaku Pemohon Eksekusi telah mengajukan permohonan kepada

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memerintahkan Tergugat selaku Termohon Eksekusi

untuk melaksanakan isi Putusan Kasasi Nomor 2923K/Pdt/2010 jo. Nomor 504/PDT/2009/PT.DKI jo.

Nomor 335/Pdt.G/2008/ PN.Jkt.Pst tersebut.

Atas permohonan Eksekusi yang diajukan Penggugat, telah dilakukan upaya untuk eksekusi secara

sukarela oleh Tergugat namun hingga dilampauinya tenggat waktu peringatan atau aanmaning

(warning) Tergugat tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya secara sukarela dan tidak tercapai kesepakatan untuk melakukan penjualan pesawat sitaan secara di bawah tangan,

sehingga para pihak memutuskan untuk melanjutkan ke proses lelang secara terbuka melalui Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN).

Kesepakatan untuk melakukan proses penjualan Pesawat Sitaan milik Termohon Eksekusi / PT

Batavia yang telah diletakkan sita jaminan sebagaimana Penetapan Nomor: 335/Pdt.G/2008/PN.

Jkt.Pst tertanggal 4 Maret 2009 jo. Penetapan Nomor: 01.DEL/PEN.CB/ 2009/PN.TNG tertanggal 11

Maret 2009 jo. Berita Acara Sita Jaminan Nomor: 1.DEL.BA/PEN.CB/2009/PN.TNG tertanggal 12 Maret

2009 kepada calon pembeli secara di bawah tangan tidak tercapai disebabkan karena PT Batavia tidak

dapat menerima penawaran harga dari calon pembeli Pesawat Sitaan dan oleh karenanya para pihak

memutuskan untuk melanjutkan ke dalam proses lelang secara terbuka.

Ketua Pe gadila Negeri Jakarta Pusat dala pe elitia i i sela jut ya disebut KPN Jakpus

meminta GMF untuk mengajukan permohonan lelang kepada KPN Jakpus dengan disertai dua calon

(6)

dari para peserta lelang, sehingga harga penjualan/lelang yang akan didapatkan akan lebih maksimal

dan mendapatkan penawaran yang lebih kompetitif atas barang sita jaminan.

Pada Bab IX UU Penerbangan diatur mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta

penggunaannya sebagai jaminan. Menurut Pasal 71 UU Penerbangan, objek pesawat udara dapat

dibebani dengan kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan

kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat, dan/atau perjanjian sewa guna usaha. Menurut

Penjelasan Pasal 71 UU Penerbangan, yang dimaksud dengan objek pesawat udara adalah rangka

pesawat udara, mesin pesawat udara, dan helikopter. Mesin pesawat udara yang dipasang pada

rangka pesawat udara disebut pesawat terbang.

Dalam Perjanjian Jangka Panjang beserta Amandemennya antara GMF dengan PT Batavia tidak

mengatur tentang hak jaminan kebendaan untuk menjamin pelunasan utang dalam hal PT Batavia

mengalami wanprestasi sehingga meskipun pesawat udara termasuk barang tidak bergerak

(unmoveable property), namun tidak dapat dibebani dengan Hipotek, dengan demikian berlaku sita jaminan menurut Pasal 720 sampai dengan Pasal 727Rv.

Pada akhirnya GMF selaku kreditor tidak mendapat hak untuk mengambil pelunasan utang

terlebih dahulu dari kreditor lain atas hasil penjualan lelang pesawat terbang atau dengan kata lain

tidak mendapat hak preferen.

Saat proses eksekusi Putusan Kasasi No.: 2923K/Pdt/2010 jo.No.: 504/PDT/2009/PT.DKI jo. No.:

/Pdt.G/ / PN.Jkt.Pst Perkara No. terhadap e pat pesawat terbang yang dilakukan sita jaminan oleh Penggugat dilanjutkan, yaitu ketika permohonan lelang sedang dalam proses pengajuan

kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada tanggal 30 Januari 2013, sesuai Putusan Nomor :

77/Pailit/2012 PN.Niaga.Jkt.Pst te ta g Kepailita PT Metro Bata ia Perkara No. , Majelis Haki

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan pailit kepada PT

Batavia.

Bahwa dengan dinyatakannya PT Batavia kedalam keadaan pailit, maka proses eksekusi lelang

terhadap aset-aset PT Batavia tersebut dibatalkan. Dengan demikian, aset-aset PT Batavia tidak

berkurang sehubungan dengan proses pailit. Permohonan Pernyataan Pailit kepada PT Batavia dalam

Perkara No. 77 tersebut diajukan oleh International Lease Finance Corporation (dalam penelitian ini

sela jut ya disebut ILFC , suatu bada huku ya g didirika berdasarka huku egara bagia

California, Amerika Serikat, selaku Kreditor pemohon Pailit dan Sierra Leasing Limited (dalam

(7)

B.

Tinjauan Hukum

1.

Dasar Hukum Sita Jaminan Pesawat Terbang

Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Dasar hukum pesawat sebagai benda tidak bergerak adalah pasal 24 UU No. 1 tahun 2009, yakni

pesawat harus didaftarkan. Pesawat dipersamakan dengan kapal laut bervolume lebih dari 20 meter

kubik sehingga dianggap benda tidak bergerak.

Dalam kasus ini terjadi sita jaminan terhadap barang milik debitur, yang lazim disebut sita

conservatoir, barang yang dapat disita secara conservatoir meliputi:

a. Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/tergugat (Pasal 227 jo. Pasal 261 jo. 208 Rv,

197 HIR)  ditarik kembali dengan S. 1908-522

b. Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur/tergugat (pasal 227, pasal 197,pasal 198, pasal

199 HIR/pasal 208, pasal 214 RBg)

c. Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/ berada di tangan pihak ketiga (pasal 728 Rv,

Pasal 197 ayat 8 HIR/ pasal 211 RBg)

d. Sita conservatoir terhadap kreditur/penggugat sendiri (pasal 750 a Rv)

e. Sita conservatoir atau Pandbeslag (pasal 751-756 Rv)

f. Sita conservatoir barang debitur orang asing (pasal 757 Rv)

g. Sita conservatoir atas pesawat terbang (pasal 763-h-763k Rv).

Maka jelaslah status pesawat sebagai benda yang boleh (tidak dilarang) untuk disita.

Ketentuan penyitaan siasumsikan sebagaimana apabila kreditor memilih menggunakan gugatan

wanprestasi atau perbuatan melawan hukum kepada debitor, maka pada prinsipnya hanya putusan

yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan putusannya. Asas-asas atau aturan

umum eksekusi sebagai berikut:

1. Eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap dan bersifat kondemnatoir,

2. Karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, didalamnya mengandung hukuman hokum

yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara,

3. Cara mentaati dan memenuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti adalah dengan cara

(8)

4. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri dan

dilaksanakan atas perintah dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri {Pasal 195 (1) HIR dan 264 (1)

Rbg}.

Dalam kronologi telah dijelaskan bahwa kreditor telah melakukan sita yang didahului dengan

pengajuan sita dan persetujuan dari pengadilan. Secara yuridis formal, penyitaan yang dilakukan dalam

kasus ini adalah sah dan tidak cacat hukum.

2. Dasar Pernyataan Pailit

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan Putusan

Pernyataan Pailit kepada PT Batavia berdasarkan pertimbangan telah terpenuhi unsur-unsur Pasal 2

ayat (1) UUK-PKPU, yaitu:

1. PT Batavia telah terbukti secara sederhana mempunyai utang yaitu sebesar USD 4.688.064.07

(empat juta enam ratus delapan puluh delapan ribu enam puluh empat Dollar Amerika Serikat dan

tujuh sen) kepada ILFC selaku Kreditor pemohon pernyataan pailit dan sebesar USD 4.939.166,53

(empat juta sembilan ratus tiga puluh sembilan ribu seratus enam puluh enam Dollar Amerika Serikat

dan lima puluh tiga sen) kepada Sierra selaku Kreditor Lainnya.

2. PT Batavia telah terbukti secara sederhana tidak mampu membayar utangnya kepada ILFC dan

Sierra meskipun sudah disampaikan beberapa kali teguran untuk segera membayar utangnya.

3. Telah terbukti secara sederhana bahwa utang PT Batavia kepada ILFC dan Sierra telah jatuh

tempo dan dapat ditagih (due and payable).

3. Batalnya Sita dalam Kejadian Kepailitan

Sita terhadap pesawat terbang dapat dimungkinkan dan dibenarkan karena pesawat terbang

tidak ter asuk dala pe gertia atau golo ga perkakas sebagai a a disebutka dala Pasal

ayat (8) HIR. Proses eksekusi sita jaminan atas pesawat sitaan yang dilaksanakan berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang bersifat kondemnatoir untuk

pelunasan utang PT Batavia sebagai debitor kepada GMF, menjadi gugur demi hukum dan harus

dibatalkan sejak adanya Putusan Perkara No. 77. Sesuai Pasal 29 UUK-PKPU disebutkan bahwa suatu

tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh

pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan

diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitor.

Berdasarkan Pasal 29 UUK-PKPU disebutkan bahwa suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang

(9)

pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan

pailit terhadap Debitor.

Sementara itu, Pasal 31 ayat (1) mengatur bahwa Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa

segala penetapan pelaksanaan Pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan Debitor yang telah

dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang

dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera Debitor, dan Pasal 31 ayat (2) mengatur

bahwa semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas

harus memerintahkan pencoretannya.

Memperhatikan hal ini, maka proses eksekusi sita jaminan atas obyek pesawat terbang yang

dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang

bersifat kondemnatoir untuk pelunasan utang PT Batavia sebagai debitor kepada GMF, menjadi gugur

demi hukum.

Dengan gugur demi hukum segala tuntutan hukum dan proses eksekusi sita jaminan sebagai

pelaksanaan Putusan Kasasi Perkara No.335 terhadap empat pesawat terbang yang diajukan GMF

sebagai Penggugat dalam Perkara No.335 dan/atau kreditor dalam Perkara No. 77 kepada PT Batavia

sebagai Tergugat dalam Perkara No.335 dan/atau debitor dalam Perkara No. 77 sejak diucapkannya

putusan pernyataan pailit terhadap Debitor, maka selanjutnya berlaku seluruh ketentuan dalam

proses kepailitan yang diatur dalam UUK-PKPU.

Putusan pernyataan pailit menghentikan dan menghapuskan kekuatan mengikat sita eksekusi

maupun eksekui yang hendak atau yang sedang berjalan terhitung sejak tanggal putusan pernyataan

pailit dijatuhkan Hakim, dan sejak itu harta yang disita eksekusi maupun yang hendak dieksekusi

menjadi boedel pailit.8 Selanjutnya demi untuk kepentingan seluruh kreditor, boedel pailit akan dijual

lelang dalam suatu eksekui massal, dengan cara pembagian hasil penjualan sesuai dengan kedudukan

setiap kreditor.

Dalam Perkara No. 77, mengingat kedudukan GMF bukan sebagai kreditor preferen, maka GMF

tidak mendapat prioritas pelunasan utang yang berasal dari harta pailit PT Batavia. Dengan demikian,

terdapat kemungkinan GMF mendapat pembayaran pelunasan kurang dari utang PT Batavia yang

(10)

BAB III

KESIMPULAN

Dalam Perjanjian Jangka Panjang beserta Amandemennya antara GMF dengan PT Batavia tidak

terdapat klausula yang mengatur tentang hak jaminan kebendaan berupa pesawat terbang untuk

menjamin pelunasan utang dalam hal PT Batavia mengalami wanprestasi sehingga meskipun pesawat

udara termasuk barang tidak bergerak (unmoveable property), namun tidak dapat dibebani dengan

hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UU Penerbangan, sehingga dengan demikian

berlakulah sita jaminan menurut Pasal 720 sampai dengan Pasal 727 Rv. Dengan tidak dijaminkannya

pesawat sitaan dalam perjanjian tersebut, maka GMF tidak mendapatkan hak sebagai kreditur

preferen pada saat terjadi kepailitan.

Proses eksekusi sita jaminan atas pesawat sitaan yang dilaksanakan berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk pelunasan utang PT Batavia sebagai

debitor kepada GMF, menjadi gugur demi hukum dan harus dibatalkan sejak adanya Putusan Perkara

No. 77. Sesuai Pasal 29 UUK-PKPU disebutkan bahwa suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang

diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta

pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan

pailit terhadap Debitor.

Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa penyitaan terhadap pesawat sitaan PT Batavia adalah sah

dan tidak cacat hukum, namun menjadi gugur demi hukum setelah dijatuhkan vonis pailit. Hal ini

berbeda dengan ketentuan gugur demi hukum perjanjian / perikatan akibat tidak terpenuhinya

syarat subjektif dan objektif.

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai faktor alat bantu yang ada di BP3TKI Bandung adalah internet dimana jika mereka tidak bisa terhubung dengan pusat maka pelayanan yang ada disana akan lumpuh dan tidak

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna melengkapi syarat ujian akhir dan sekaligus persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Jika user ingin memasukkan data baru maka aplikasi akan mengarahkan pada pengambilan foto dengan kamera smartphone yang selanjutnya angka pada gambar akan muncul

Pembandingan antara eksperimen yang telah dilakukan oleh Wandawa (2012) dengan hasil simulasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa model mampu memberikan hasil

Kombinasi inokulan pelarut P dengan pupuk P tidak berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman kecuali pada formula Bokasi + dolomit + arang yang menunjukkan tinggi tanaman

Entitas tidak memiliki aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi selama sembilan bulan yang berakhir pada tanggal 30 September 2012 dan 2011 dan tahun

Oleh kerana perlembagaan Malaysia merupakan dokumen yang menjadi rujukan kerajaan, ia merupakan dokumen yang menjadi rujukan kerajaan, ia adalah sesuatu yang luhur.. Namun begitu

Berdasarkan data dari BAZNAS Kabupaten Pati dalam 4 (empat) tahun terakhir yaitu pada tahun 2016-2019 tidak stabil karena mengalami kenaikan dan penurunan.. Adanya