• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON SETEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) AKIBAT PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (AIB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON SETEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) AKIBAT PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (AIB)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

BETUNG BAMBOO (Dendrocalamus asper) BRANCH CUTTING RESPONSE TO INDOLE BUTYRIC ACID (IBA)

BY

ERVIANA SARI

Betung bamboo (Dendrocalamus asper) as multipurpose plant could be developed

with vegetative propagation. Branch cuttings was the easiest way in the betung

bamboo vegetative propagation. The growth of betung bamboo branch cutting

needed to be spured using plant growth regulator. One of plant growth regulators

that could be used to spur betung bamboo branch cutting was indole butyric acid

(IBA). This study was conducted to evaluate the betung bamboo branch cutting

response from various concentration of IBA and to know the best concentration of

IBA to spur the growth. The experiment was conducted in Palembang’s Bamboo

Plantation Collection and Development Research Institute of Forest areal,

Tanjung Agung, District Tanjungan, South Lampung Regency, from March to

June 2012. This research used Completely Randomized Design (CRD) with five

treatments: IBA 0 ppm (control), 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, and 400 ppm of

concentration. Each of experimental unit consisted of five cuttings with five

replications. Percentage of life, length of shoot, number of shoot, number of

leave, shoot’s diameter, and root’s length were the observed variables. The result

(2)

iv

ppm concentration gave better results to the betung bamboo branch cuttings than

IBA 0 ppm (control), 100 ppm, 300 ppm, and 400 ppm concentration. Based on

this study, it was recomended to use 200 ppm of IBA for betung bamboo branch

cutting.

(3)

RESPON SETEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) AKIBAT PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (AIB)

Oleh ERVIANA SARI

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

RESPON SETEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) AKIBAT PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (AIB)

(Skripsi)

Oleh ERVIANA SARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak setiap unit percobaan pada rancangan acak lengkap……... 18

2. Histogram hasil pengamatan persentase hidup setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm…………...………... 24

3. Histogram hasil pengamatan jumlah tunas setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm,

100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm………...………… 25

4. Histogram hasil pengamatan panjang tunas setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm ... 26

5. Histogram hasil pengamatan diameter tunas setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm ... 27

6. Histogram hasil pengamatan jumlah daun setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm ... 28

7. Histogram hasil pengamatan panjang akar setek cabang bambu betung pada akhir penelitian (bambu berumur 3 bulan setelah disemai) dengan diberi perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100

ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm ... 29

8. Pemotongan bambu betung untuk dijadikan setek……….. 47

9. Bahan setek cabang bambu betung yang telah dipotong………. 47

(6)

xv

11. Persemaian setek pada media penumbuh setek dalam polybag……… 48

12. Setek disusun sesuai tata letak pada RAL dan diberi naungan………. 49

13. Setek cabang bambu betung umur 1minggu setelah disemai….…….. 49

14. Penyiraman menggunakan gembor………....… 50

15. Setek cabang bambu betung umur 5 minggu setelah disemai…….….. 50

16. Setek cabang bambu betung yang sudah tumbuh tunas dan

daunnya………..…... 51

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA... vii

DAFTAR TABEL………...………..………….. xi

DAFTAR GAMBAR……...….……… xiii

I. PENDAHULUAN………..………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………..……….. 1

B. Tujuan Penelitian ………..………. 3

C. Kerangka Pemikiran ……..……….... 3

D. Hipotesis ………..……….. 5

E. Manfaat ………..……… 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ………...……… 6

A. Ciri Morfologis Bambu ……...………. 6

B. Persyaratan Tempat Tumbuh …...……….. 7

C. Manfaat Bambu …………...………..… 8

D. Perbanyakan Bambu ………..………...…….. 10

E. Setek ………..………...…... 10

F. Media Tumbuh Setek ……….………..…... 11

G. Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Butirat (AIB) ..………... 12

(8)

x

3. Pemeliharaan Setek Bambu ……….... 16

4. Rancangan Percobaan ………. 17

5. Variabel yang Diamati ……… 18

6. Analisis Data ……….. 19

a. Homogenitas Ragam ……… 19

b. Analisis Ragam. ………...……….. 20

c. Uji Beda Nyata Jujur …... 21

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….... 22

(9)

xi

V. KESIMPULAN DAN SARAN……….……….. 34

A. Kesimpulan ……….……... 34

B. Saran ………...……… 34

DAFTAR PUSTAKA ………..…... 35

LAMPIRAN ………..…. 38

Tabel 5–28 ………... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekapitulasi analisis ragam seluruh variabel pengamatan

pertumbuhan setek cabang bambu betung terhadap perlakuan AIB ... 22

2....Data rekapitulasi hasil uji BNJ mengenai pertumbuhan setek cabang bambu betung umur 3 bulan setelah diberi perlakuan AIB

berkonsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm .. 23

3. Data hasil pengamatan persentase hidup setek cabang bambu

betung umur 3 bulan setelah disemai………... 39

4. Uji homogenitas ragam rata-rata persentase hidup setek cabang

bambu betung……….……. 39

5. Analisis ragam rata-rata persentase hidup setek cabang bambu

betung……….. 39

6. Uji BNJ rata-rata persentase hidup setek cabang bambu betung…… 40

7. Data hasil pengamatan jumlah tunas setek cabang bambu betung

umur 3 bulan setelah disemai……….… 40

8. Uji homogenitas ragam rata-rata jumlah tunas setek cabang bambu

betung……….…….… 40

9. Analisis ragam rata-rata jumlah tunas setek cabang bambu

betung……….…. 41

10. Uji BNJ rata-rata jumlah tunas setek cabang bambu betung……….. 41

11. Data hasil pengamatan panjang tunas setek cabang bambu betung

umur 3 bulan setelah disemai……….… 41

12. Uji homogenitas ragam rata-rata panjang tunas setek cabang bambu

betung………. 42

13. Analisis ragam rata-rata panjang tunas setek cabang bambu

(11)

xiii

14. Uji BNJ rata-rata panjang akar setek cabang bambu betung……….. 42

15. Data hasil pengamatan diameter tunas setek cabang bambu betung

umur 3 bulan setelah disemai………. 43

16. Uji homogenitas ragam rata-rata diameter tunas setek cabang

bambu betung……….. 43

17. Analisis ragam rata-rata diameter tunas setek cabang bambu

betung……….. 43

18. Uji BNJ rata-rata diameter tunas setek cabang bambu betung……... 44

19. Data hasil pengamatan jumlah daun setek cabang bambu betung

umur 3 bulan setelah disemai………. 44

20. Uji homogenitas ragam rata-rata jumlah daun setek cabang bambu

betung………..… 44

21. Analisis ragam rata-rata jumlah daun setek cabang bambu

betung………. 45

22. Uji BNJ rata-rata jumlah daun setek cabang bambu betung……….. 45

23. Data hasil pengamatan panjang akar setek cabang bambu betung

umur 3 bulan setelah disemai……… 45

24. Uji homogenitas ragam rata-rata panjang akar setek cabang bambu

betung………. 46

25. Analisis ragam rata-rata panjang akar setek cabang bambu

betung………. 46

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Maret

1990 sebagai anak pertama dari Bapak Slamet Rosadi dan Ibu

Woro Suhesti. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995 di

Taman Kanak-kanak Pertiwi Gading Rejo Kabupaten

Pringsewu. Selanjutnya di Sekolah Dasar Negeri 2 Gading

Rejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 1996 hingga tahun 2002. Pada tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gading

Rejo Kabupaten Pringsewu hingga tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Gading Rejo Kabupaten Pringsewu dan lulus pada tahun

2008. Pada Tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran

Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis pernah menjadi

anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) bidang IV

(Pengabdian kepada Masyarakat) pada tahun 2009--2010. Pada tahun 2011

penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Srimulyo kecamatan

Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melaksanakan Praktik

Umum (PU) pada Tahun 2012 di BKPH Purwakarta KPH Purwakarta Perum

(13)

vi

melaksanakan praktik umum (PU) di Resort Margahayu SPTN III Wilayah Kuala

(14)
(15)
(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 24 Maret

1990 sebagai anak pertama dari Bapak Slamet Rosadi dan Ibu

Woro Suhesti. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1995 di

Taman Kanak-kanak Pertiwi Gading Rejo Kabupaten

Pringsewu. Selanjutnya di Sekolah Dasar Negeri 2 Gading

Rejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 1996 hingga tahun 2002. Pada tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gading

Rejo Kabupaten Pringsewu hingga tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Gading Rejo Kabupaten Pringsewu dan lulus pada tahun

2008. Pada Tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran

Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis pernah menjadi

anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) bidang IV

(Pengabdian kepada Masyarakat) pada tahun 2009--2010. Pada tahun 2011

penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Srimulyo kecamatan

Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melaksanakan Praktik

Umum (PU) pada Tahun 2012 di BKPH Purwakarta KPH Purwakarta Perum

(17)

vi

melaksanakan praktik umum (PU) di Resort Margahayu SPTN III Wilayah Kuala

(18)

SANWACANA

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Respon Setek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) akibat Pemberian

Asam Indol Butirat (AIB)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan

berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila saya mengucapkan banyak

terima kasih kepada berbagai pihak sebagai berikut.

1. Bapak Ir. Indriyanto, M.P., selaku pembimbing pertama sekaligus

pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi, ide-ide,

dan pengorbanan baik moril maupun materiil selama saya menjalankan

kuliah, melaksanakan penelitian hingga proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., selaku pembimbing kedua atas bimbingan,

petunjuk, kritik, saran dan motivasi yang telah diberikan dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku pembahas atas kritik dan saran

(19)

viii

4. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang kemudian diganti oleh Dr.

Melya Riniarti, S.P., M.Si.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung yang kemudian diganti oleh Prof. Dr. Ir.

Irwan Sukri Banuwa., M.Si.

6. Seluruh dosen Jurusan Kehutanan khususnya dan Fakultas Pertanian pada

umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada saya selama

menempuh pendidikan di Universitas Lampung.

7. Kepala Balai Penelitian Kehutanan Palembang dan Pak Acun atas kerja sama,

bantuan, masukan, pengalaman, dan layanan yang telah diberikan.

8. Ayahanda Slamet Rosadi dan Ibunda Woro Suhesti yang telah mencurahkan

segala kasih sayang, nasehat, perhatian, doa yang tulus, dan dorongan moril

maupun materiil di sepanjang hidup saya.

9. Adik-adik saya, Wahyu Setio Adjie dan Erfan Panji Wijaya yang telah

memberikan semangat, dorongan, doa, dan kasih sayang.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu selama pelaksanaan dan

pembuatan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saya

terbuka menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk pengembangan teknologi pembibitan bambu serta memperkaya

khazanah Iptek kehutanan.

Bandar Lampung, 2015

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bambu memegang peranan sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Batang

bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk

dimanfaatkan karena batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah,

mudah dibentuk dan mudah dikerjakan, serta ringan. Batang bambu dalam

bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang,

jembatan, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Batang bambu dalam

bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan,

dan sebagainya (Krisdianto dkk., 2007).

Bambu betung merupakan salah satu jenis bambu yang dapat digunakan

sebagai bahan baku untuk kontruksi bangunan, jembatan, dan bahan kerajinan.

Menurut Batubara (2002), bambu betung banyak digunakan untuk furnitur

seperti meja, kursi, tempat tidur, meja makan, lemari pakaian, dan lemari hias.

Bambu betung juga sangat baik digunakan sebagai bahan bangunan dan

kontruksi di daerah rawan gempa (Sukawi, 2010).

(21)

2

tumbuhan anggota famili Gramineae (rumput-rumputan), berumpun dan

terdiri atas sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap (Otjo dan

Atmadja, 2006).

Nilai ekonomi sumberdaya bambu yang besar pada area-area yang memiliki

tegakan-tegakan bambu mengindikasikan bahwa sumberdaya bambu sebagai

tanaman serbaguna memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat di

sekitarnya (Iqbal dkk, 2014). Meskipun sebagai tanaman serbaguna, bambu

belum mendapat prioritas untuk dikembangkan oleh pemerintah (Widjaja,

1997). Hingga saat ini bambu belum dibudidayakan secara intensif. Pada

prakteknya petani masih menggunakan teknologi yang sederhana (Sumiasri,

1998).

Soendjoto (1997) menyatakan bahwa salah satu bentuk penurunan,

pengrusakan dan pemusnahan ragam hayati adalah pemanenan tanpa upaya

budidaya, penebangan dan mengintroduksi jenis baru. Belum membudayanya

usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan oleh tegakan-tegakan bambu

yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat tampaknya masih dianggap

cukup. Informasi dan pengetahuan tentang budidaya bambu sampai saat ini

masih sangat kurang. Selain itu, pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang

ada di Indonesia dan pemanfaatannya masih sangat terbatas. Untuk itu,

diperlukan suatu sarana pengembangan tanaman bambu.

Bambu betung bisa diperbanyak dengan cara setek rhizom, setek buluh

(22)

3

lambat sehingga hasil buluhnya sedikit. Cara yang sering digunakan adalah

dengan setek batang dan setek cabang. Perbanyakan dengan menggunakan

setek cabang mempunyai beberapa kelebihan di antaranya adalah dapat

menghasilkan bahan tanaman yang cukup banyak, dan tidak memerlukan

tempat yang luas (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Persentase hidup yang masih kurang dalam perbanyakan bambu betung

dengan cara setek cabang menjadi permasalahan dalam upaya pengadaan

bibit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian

mengenai perbanyakan bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan cara

setek cabang dan diberi zat pengatur tumbuh asam indol butirat (AIB) yang

berfungsi untuk memacu pertumbuhan akar.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui respon pertumbuhan setek cabang bambu betung akibat

pemberian AIB dengan berbagai konsentrasi.

2. Mengetahui konsentrasi AIB yang terbaik bagi pertumbuhan setek cabang

bambu betung.

C. Kerangka Pemikiran

Perbanyakan tanaman bambu betung dapat dilakukan secara vegetatif dan

generatif. Perbanyakan secara generatif dapat dilakukan dengan menanam

biji. Permasalahan yang dihadapi dalam perbanyakan secara generatif adalah

(23)

4

biji. Perbanyakan bambu betung dengan cara vegetatif dapat dilakukan

dengan setek rhizom, setek buluh, setek cabang, layering(runduk), dan kultur jaringan. Namun pertumbuhan bambu betung sangat lambat sehingga hasil

buluhnya sedikit. Oleh karena itu, perbanyakan yang paling banyak dilakukan

untuk bambu betung adalah dengan cara setek karena mudah dilakukan dan

tidak membutuhkan waktu lama.

Berdasarkan penelitian Oktaviana (2006) yang menggunakan setek cabang

bambu betung dengan jumlah ruas cabang 2, 3, dan 4 menyatakan bahwa

jumlah ruas setek cabang yang paling efektif adalah jumlah ruas 2 karena

setek cabang bambu betung dengan jumlah ruas 2 adalah yang paling baik

pertumbuhannya dengan persentase hidup tertinggi dibandingkan dengan

jumlah ruas cabang 3 dan 4, yaitu sebesar 88%. Persentase hidup setek

cabang bambu betung tersebut perlu dinaikkan lagi dengan cara menambahkan

zat pengatur tumbuh (ZPT) AIB yang dapat memacu pertumbuhan akar.

Pemberian ZPT akan efisien bila semakin rendah konsentrasi namun respon

pertumbuhan tanamannya semakin baik. Pemberian dosis ZPT dalam jumlah

besar justru akan menjadi racun bagi tanaman tersebut. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian untuk mengetahui respon setek cabang bambu betung

(Dendrocalamus asper) terhadap pemberian ZPT AIB dengan konsentrasi

(24)

5

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat respon pertumbuhan yang positif pada setek cabang bambu

betung akibat pemberian AIB dengan berbagai konsentrasi.

2. Konsentrasi AIB yang paling baik untuk memacu pertumbuhan setek

cabang bambu betung adalah 200 ppm dibandingkan konsentrasi 100 ppm,

300 ppm, 400 ppm, dan 0 ppm (kontrol).

E. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Membantu penyelesaian permasalahan pengadaan bibit bambu.

2. Sebagai acuan dalam menentukan konsentrasi AIB untuk perbanyakan

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri Morfologis Bambu

Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae

(rumput-rumputan). Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap dari mulai rebung, bambu muda,

dan bambu dewasa pada umur 3--4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris,

berbuku-buku, beruas-ruas, berongga, berdinding keras, pada setiap buku

terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006).

Menurut Widjaja (1995), bambu betung mempunyai tipe simpodial dengan

rumpun yang cukup rapat, tinggi buluh mencapai 20—30 meter, diameter

pangkal 20--30 cm dengan panjang ruas 40--60 cm, dinding buluh cukup tebal

11—38 mm dan panjang pelepah 20—25 cm, serta memiliki cabang primer

yang lebih besar dibandingkan dengan cabang lainnya.

Adapun klasifikasi taksonomis bambu betung adalah sebagai berikut.

Rhegnum : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (tumbuhan berkeping satu/monokotil)

Ordo : Poales

(26)

7

Genus : Dendrocalamus

Spesies :Dendrocalamus asper

B. Persyaratan Tempat Tumbuh

Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi

lingkungannya, antara lain jenis iklim dan jenis tanah. Lingkungan yang

sesuai dengan tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8--36o C.

Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bersifat masam (pH 3,5), tetapi

umumnya tumbuh dengan baik pada tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada

tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena hara

mineral yang dibutuhkan terpenuhi (Berlian dan Rahayu, 1995).

Tempat tumbuh yang disukai bambu adalah lahan yang terbuka dan

mendapatkan sinar matahari yang cukup. Bambu lebih toleran terhadap iklim.

Bambu di Indonesia dapat tumbuh pada iklim tipe A, B, C, D, dan E.

Walaupun demikian, semakin basah tipe iklimnya pertumbuhan bambu

semakin baik, sebab bambu membutuhkan banyak air. Curah hujan yang baik

untuk pertumbuhan bambu adalah minimal 1.020 mm/tahun (Departemen

Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Bambu betung tumbuh subur di banyak tempat di pulau Jawa, Sumatera,

Sulawesi hingga kepulauan Nusa Tenggara. Bambu ini tumbuh paling baik di

(27)

8

C. Manfaat Bambu

Tanaman bambu merupakan penghasil hasil hutan nir kayu yang dapat

digunakan sebagai sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan,

tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi

bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau

keanekaragaman bahan baku (Otjo dan Atmadja, 2006).

Secara tradisional, pada umumnya bambu dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan, dan bahan

makanan (Widjaja dkk., 1994).

Pada umumnya, seluruh bagian dari bambu dapat dimanfaatkan, yakni mulai

dari akar, daun, rebung sampai pada batang. Akar tanaman bambu dapat

berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar

bambu juga dapat berperan dalam menangani limbah beracun akibat

keracunan merkuri. Akar tanaman bambu dapat berfungsi menyaring air yang

terkena limbah melalui serabut-serabut akarnya (Berlian dan Rahayu, 1995).

Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan ke dalam

dua hal sebagai berikut (Berlian dan Rahayu, 1995).

1. Berdasarkan bentuk bahan baku.

a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk

(28)

9

b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah,

rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), kerajinan tangan, dan

lain sebagainya.

c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya

digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi,

meja, dan lain-lain.

2. Berdasarkan penggunaan akhir, yaitu untuk konstruksi dan nonkonstruksi.

Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup

bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari rhizom maupun

buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung yang masih

bisa kita konsumsi sebagai sayur berumur kerkisar 1--5 bulan. Rebung dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke dalam jenis

sayur-sayuran. Tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk

bahan pangan karena rasanya yang pahit. Menurut beberapa pengusaha

rebung, tanaman bambu yang rebungnya enak dimakan di antaranya adalah

bambu betung (Berlian dan Rahayu, 1995).

Bambu betung digunakan oleh banyak orang untuk bahan baku konstruksi dan

jembatan karena batangnya yang kokoh dan dapat tumbuh besar. Selain itu,

bambu betung dapat dimanfaatkan sebagai bahan furnitur antara lain : meja,

kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian, dan lemari hias (Batubara,

(29)

10

D. Perbanyakan Bambu

Pembibitan tanaman bambu dapat dilakukan dengan beberapa cara

perbanyakan, yaitu perbanyakan dengan biji, perbanyakan dengan setek,

perbanyakan dengan rhizom/rimpang, dan perbanyakan dengan kultur jaringan

(Departemen kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Perbanyakan bambu dengan cara setek cabang dilakukan dengan

menggunakan batang dan cabang bambu karena mempunyai buku-buku yang

berpotensi sebagai sumber tunas dan akar. Cara perbanyakan bambu dengan

cara setek cabang dapat dilakukan secara langsung dalam kantung plastik.

Batang bambu untuk setek batang dipilih yang berumur 2 tahun. Bagian yang

digunakan untuk setek batang adalah bagian bawah sampai tengah yang

mempunyai tunas atau mata tunas. Setelah itu batang dipotong 10 cm di atas

buku dan 10 cm di bawah buku sehingga panjang seluruhnya 20 cm,

selanjutnya setek disemai dengan cara ditancapkan pada guludan sampai mata

tunas tertutup tanah. Bahan tanaman untuk setek cabang dipilih yang berumur

3 tahun. Cabang dipotong mulai pada pangkal cabang yang menempel pada

buku cabang, kemudian ujung cabang dipotong sehingga setek cabang

diperoleh dengan panjang 75 cm (3--4 ruas cabang) kemudian setek

ditancapkan pada kantung plastik yang telah disediakan (Sutiyono dkk., 1992).

E. Setek

Menurut Wudianto (2002), setek adalah potongan organ vegetatif tanaman

(30)

11

bagian-bagian tersebut membentuk akar. Perbanyakan dengan setek ini dapat

juga untuk memperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.

Setek dengan kekuatannya sendiri akan menumbuhkan akar dan daun sampai

menjadi tanaman sempurna dalam waktu yang relatif singkat. Tanaman yang

dihasilkan dari setek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran

tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat lainnya. Setek cabang dikenal

dengan setek kayu, karena umumnya tanaman yang dikembangbiakkan

dengan setek cabang adalah tanaman berkayu.

F. Media Tumbuh Setek

Media tumbuh setek yang memiliki banyak nutrisi dan kapasitas pegang air

yang tinggi serta kaya akan N, P2O5, K2O, CaO, SiO2, akan mendorong

pertumbuhan bambu dengan baik, dan batang terlihat tumbuh dengan baik

walaupun pada tanah asam (pH 4,5) (Uchimura, 1980).

Media tumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus memiliki sifat fisik

baik, antara lain mempunyai kemampuan mengikat air yang tinggi, drainase

dan aerasi yang baik, serta sifat kimiawi yang baik pula. Selain itu, media

tumbuh tersebut mampu menghasilkan tanaman yang berkualitas, memiliki

bobot yang cukup ringan, cukup tersedia, mudah diperoleh dan tidak

(31)

12

G. Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Butirat (AIB)

Golongan auksin yang sering ditambahkan dalam medium adalah asam indol

asetat (AIA), asam indol butirat (AIB), dan asam α-naftalenasetat (ANA).

AIB lebih sering digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan

ANA atau auksin lainnya. AIB dapat disimpan pada tubuh tanaman,

kemudian secara bertahap dilepaskan, hal ini menjadikan konsentrasi AIB

bertahan pada tingkat yang tepat, khususnya pada tahap pembentukan akar

selanjutnya. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian AIB dapat lebih

berhasil kerena sifat kimianya yang mantap dan pengaruhnya yang lebih lama

(Lukman dan Sumaryono, 1995).

Menurut Wudianto (1999) asam indol butirat mempunyai sifat yang lebih baik

dan efektif dari pada AIA dan ANA. Dengan demikian IBA paling cocok

untuk merangsang perakaran, karena kandungan kimianya lebih stabil dan

daya kerjanya lebih lama. IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain serta

menghambat perkembangan serta pertumbuhan tunas dan NAA dalam

mempergunakannya harus benar-benar tahu konsentrasi yang tepat yang

diperlukan oleh suatu jenis tanaman, bila tidak tepat akan memperkecil batas

konsentrasi optimum perakaran. AIB dan ANA bersifat lebih efektif

dibandingkan AIA yang merupakan auksin alami, sedangkan zat pengatur

tumbuh yang paling berperan dalam pembentukan tunas adalah sitokinin yang

terdiri atas zeatin, zeatin riboside, kinetin, isopentenyl adenin (ZiP),

thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA atau BAP). Selain auksin, absisic

(32)

13

H. Jenis Bambu Betung

Bambu petung/betung/bitung tumbuh subur di banyak tempat di pulau Jawa,

Sumatera, Sulawesi hingga kepulauan Nusa Tenggara, nama ilmiah bambu ini

adalah Dendrocalamus asper. Bambu betung tumbuh paling baik di daerah lembab dan basah, namun bisa juga tumbuh di daerah yang kering. Tanaman

bambu betung dewasa dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter dan

memiliki diameter antara 12--20 cm dan ketebalan dinding 11--36 mm.

Di daerah tropis, bambu betung tumbuh pada ketinggian 0—1.500 m dpl

dengan curah hujan sebesar 2.400 mm/tahun. Ukuran buluh bambu betung

lebih besar dan lebih tinggi daripada jenis bambu lainnya. Warna buluh

bambu betung hijau kekuningan dan pelepah buluh ditumbuhi bulu-bulu halus

berwarna coklat kehitaman atau coklat muda. Cabang bambu betung muncul

dari buku-buku atas, jumlahnya sedikit dan salah satu cabang akan lebih

dominan pertumbuhannya daripada yang lain (Dransfield dan Widjaja, 1995).

Bambu betung dimanfaatkan oleh banyak orang untuk bangunan karena

diameternya yang besar dan kokoh. Selain untuk tiang, jenis bambu ini juga

sering dibelah untuk dijadikan reng atap. Pemanfaatan batang bambu betung

yang paling cocok adalah untuk papan laminasi bambu. Selain untuk bahan

bangunan, rebung betung dapat dijadikan sayuran yang lezat. Batang bambu

betung bersifat keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya

besar-besar dan ruasnya panjang. Batang bambu tersebut dapat dimanfaatkan untuk

saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam

(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai pada bulan Maret sampai

dengan bulan Juni 2012 di areal kebun koleksi bambu Lembaga Penelitian

dan Pengembangan Hutan Palembang, Desa Tanjung Agung, Kecamatan

Tanjungan, Kabupaten Lampung Selatan.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabang bambu betung

(Dendrocalamus asper) dengan jumlah ruas 2 sebanyak 125 cabang, asam

indol butirat (AIB) berkonsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan

400 ppm, tanah lapisan atas (top soil), Furadan 3G, Dhitane, aquades, NaOH

1N dan air. Sedangkan alat yang digunakan adalah polybag ukuran 15 cm x

25 cm, cangkul, ayakan dari bambu, golok, gunting setek, gembor, label,

(34)

15

C. Metode Penelitian

1. Persiapan

Persiapan penelitian meliputi persiapan media penumbuh setek,

pemotongan setek, dan pembuatan larutan AIB berkonsentrasi 100 ppm,

200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm. Media penumbuh setek yang digunakan

untuk setek cabang bambu betung adalah lapisan tanah atas atau top soil. Tanah lapisan atas tersebut dibersihkan dari kotoran dan batu, kemudian

diayak. Setelah itu, tanah diaksenisasi menggunakan Furadan 3G dan

Dhitane lalu dibiarkan selama satu minggu. Tanah kemudian dimasukkan

ke dalam polybag dan dibasahi air.

Pemotongan setek dapat dilakukan pada bambu yang berumur 2--3 tahun

dengan dengan jumlah ruas dua dan ciri seluruh cabang mengeluarkan

ranting dan daun. Cara memperoleh bahan setek adalah batang bambu

ditebang, lalu cabang-cabangnya diambil. Posisi ruas, diameter, dan

panjang ruas sebaiknya sama. Cabang bambu yang diambil sebagai bahan

setek adalah bagian pangkal.

Larutan AIB berkonsentrasi 100 ppm dibuat dengan cara menimbang

serbuk AIB sebanyak 100 mg, lalu diberi beberapa tetes larutan NAOH 1N

sambil diaduk-aduk hingga larut kemudian ditambahkan aquades hingga

volume larutan mencapai 1 liter dan diaduk-aduk hingga larut. Cara yang

sama digunakan sesuai dengan konsentrasi yang akan digunakan dalam

(35)

16

serbuk AIB, untuk konsentrasi 300 ppm digunakan 300 mg serbuk AIB,

dan untuk konsentrasi 400 ppm digunakan 400 mg serbuk AIB. AIB

berkonsentrasi 0 ppm adalah perlakuan kontrol sehingga hanya aquades

murni tanpa dicampurkan dengan kristal AIB. Setelah semua larutan AIB

selesai dibuat, selanjutnya bagian pangkal setek direndam dengan larutan

AIB tersebut sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Lama

perendaman adalah 15 menit.

2. Penyemaian Setek Bambu

Setelah direndam, setek dimasukkan ke dalam polybag yang telah diisi

media penumbuh setek. Semua setek ditanam dengan posisi vertikal dan

ditata sesuai dengan tata letak yang telah ditentukan. Pemberian naungan

dilakukan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari terhadap setek

cabang bambu betung.

3. Pemeliharaan Setek Bambu

Kegiatan pemeliharaan setek meliputi penyiraman dan penyiangan.

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, dan penyiangan dilakukan

dengan mencabut gulma dan membersihkan tumbuhan yang dapat

(36)

17

4. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak

Lengkap (RAL). Rumus umum RAL adalah sebagai berikut

(Sastrosupadi, 2000).

Model linear :

Y

ij =

µ + τ

i

+ ε

ij

Keterangan: i = 1,2,3,…,k

J = 1,2,3,4,5,…,n

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εijk = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan yaitu menggunakan perlakuan

AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm.

Tiap unit percobaan terdiri dari 5 setek cabang dengan ulangan sebanyak 5

kali. Dengan demikian, jumlah bahan tanaman sebagai bahan setek yang

diperlukan adalah 5 x 5 x 5 = 125 setek cabang. Penomoran setiap satuan

percobaan dan tata letaknya dilakukan dengan cara pengundian. Berikut

ini disajikan tata letak setiap unit percobaan dalam rancangan acak

(37)

18

Gambar 1. Tata letak setiap unit percobaan pada rancangan acak lengkap

Keterangan: Pij = aplikasi perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = perlakuan AIB berkonsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm

j = ulangan ke-1, 2, 3, 4, dan 5

5. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati untuk mengetahui respon setek cabang bambu

betung akibat pemberian AIB adalah sebagai berikut.

a. Persentase hidup setek cabang.

Persentase hidup setek dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Persentase hidup = ∑ setek yang hidup ∑ seluruh setek

b. Panjang tunas (cm). Panjang tunas diukur mulai dari pangkal tunas

sampai ujung tunas. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali X 100%

P

13

P

53

P

11

P

14

P

23

P

44

P

55

P

34

P

22

P

24

P

15

P

25

P

53

P

31

P

45

P

32

P

43

P

35

P

41

P

33

(38)

19

mulai dari penyemaian hingga akhir penelitian (setek berumur 3 bulan

setelah disemai).

c. Jumlah tunas. Jumlah tunas dihitung seluruhnya dari setiap titik

tumbuh yang menghasilkan tunas baru. Penghitungan jumlah tunas

dilakukan sekali pada akhir penelitian (setek berumur 3 bulan setelah

disemai).

d. Jumlah daun. Penghitungan jumlah daun dilakukan sekali pada akhir

penelitian (setek berumur 3 bulan setelah disemai).

e. Diameter tunas (cm) dengan menggunakan kaliper pada akhir

penelitian (setek berumur 3 bulan setelah disemai).

f. Panjang akar (cm). Panjang akar diukur dengan menggunakan

penggaris dan dilakukan sekali pada akhir penelitian (setek berumur 3

bulan setelah disemai).

6. Analisis data

a. Homogenitas ragam

Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett (Gasperzs, 1994).

JKP1 Si2P1 =

n

-1

Data dari Tabel 1 dianalisis dengan perhitungan sebagai berikut.

a. Varians gabungan dari seluruh sampel (S2)

{(n1-1)Si2} S2 =

(39)

20

Keterangan: S2 = ragam gabungan

Si2 = ragam masing-masing perlakuan

χ

2 = khi kuadrat (lihat tabel) t = banyaknya perlakuan n = banyaknya ulangan

Jika:

χ2 hitung ≥ χ2 tabel maka ragam tidak homogen dan dilakukan

transformasi data.

χ2 hitung < χ2 tabel maka ragam homogen dan dilanjutkan dengan

uji F (analisis ragam).

b. Analisis ragam

Untuk menguji tentang ada tidaknya pengaruh umum faktor perlakuan

terhadap variabel yang diamati, dilakukan analisis ragam (Uji F)

dengan taraf nyata 5%. Komponen yang dihitung dalam analisis ragam

(40)

21

FK =Y..2 r t

JK Total =∑ Yij2–FK ij

JK Perlakuan =∑ Yi.2- FK ij

r

JK galat = JK total–JK perlakuan

c. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)

Uji ini dilakukan untuk menunjukkan perbedaan masing-masing

perlakuan atau beda nyata antar perlakuan dengan taraf nyata 5% Uji

ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

(Sastrosupadi, 2000).

BNJα= Qα(t; galat)x

Keterangan: Q = nilai tabelQpada taraf ujiα t = perlakuan

(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Setek cabang bambu betung merespon pemberian asam indol butirat (AIB)

untuk memacu pertumbuhannya.

2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh AIB 200 ppm merupakan konsentrasi

yang paling baik untuk memacu pertumbuhan setek cabang bambu betung

dibadingkan konsentrasi 100 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan tanpa AIB (0

ppm).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, setek cabang bambu betung

ternyata merespon pemberian asam indol butirat (AIB) yang diaplikasikan

untuk memacu pertumbuhannya. Oleh sebab itu, untuk penelitian

menggunakan setek cabang bambu betung selanjutnya disarankan

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ardian. 2013.Perbanyakan tanaman melalui stek batang mini tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz.) untuk pemulia tanaman dan produsen benih. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 24—32 p.

Berlian, N. dan E. Rahayu. 1995.Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Buku. Penebar Swadaya. Jakarta. 89 p.

Batubara, R. 2002.Pemanfaatan bambu di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999.Panduan Kehutanan Indonesia. Buku. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Dransfield dan E.A. Widjaya. 1995.Plant Resources of SouthEast Asia. Bamboos.Buku volume ke-7.Prosea. Bogor. 189 p.

Gaspersz, V. 1994.Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung. 472 p.

Handayani, T. 2006.Pembibitan secara stek-mini tanaman melati (Jasminum Sambac (L) Aiton). Jurnal Balai Teknologi Lingkungan.21—25 p. Harjadi, S. 2009.Zat Pengatur Tumbuh. Buku. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 p. Heddy, S. 1986.Hormon Tumbuhan. Buku. CV Rajawali. Jakarta.

Indriyanto. 2002. Pengelolaan tanaman bambu. Fakultas Pertanian Lampung. Bandar Lampung.

Iqbal, M., E. I. K. Putri, dan Bahruni. 2014. Nilai ekonomi total sumberdaya bambu (Bambuseae sp.) di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan.91—105 p.

(43)

36

Krisdianto, G. Sumarni, dan A. Ismanto. 2007.Sari hasil penelitian bambu. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Diakses 27 Oktober 2011. Pukul 10.30.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/litbang/teliti/bambu.htm

Lukman dan Sumaryono. 1995.Fisiologi Tumbuhan.Buku jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.

Oktaviana, C. 2006.Pengaruh jumlah dan ruas setek cabang terhadap

pertumbuhan vegetatif bambu betung (Dendrocalamus asper). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Otjo, dan Atmadja, 2006.Bambu, tanaman tradisional yang terlupakan. Diakses 18 Oktober 2011. Pukul 19.00. http://www.freelists.org

Rahayu, Y.T. 1996. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Buku. Yayasan Penelitian Fakultas Pertanian Gadjah Mada. Yogyakarta. 407 p.

Sastrosupadi. 2000.Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Buku. Kanisius. Malang. 276 p.

Setiawan, D.A. 1998.Pengaruh asam indol butirat (AIB) dan jenis eksplan untuk pengembangan teknik propagasi vegetatif Leguminosa kaliandra

(Calliandra calothrsus meissn) pada media kapas dan media tanah. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soendjoto, M.A. 1997.Upaya peningkatan mutu dan produktifitas hutan menuju pengelolaan hutan lestari.Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Uji Coba Balai Teknologi Reboisasi Banjar Baru. BTR Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Sumarna, A. 1987.Bamboo. Buku. Angkasa Bandung. Indonesia. 207 p.

Sumiasri, N. 1998.The cultivation and utilization of bamboo in Indonesia.Paper. Presented at The International Training Course on Cultivation and

Utilization of Bamboo. Fuyang, China.

Supriyono, dan K.E. Prakasa. 2011.Pengaruh zat pengatur tumbuh Rootone-F terhadap pertumbuhan stek Duabanga mollucana. Blume.Jurnal Silvikultur Tropika. 59--65 p.

Sutiyono. 1992.Laju pertumbuhan tegakan rumpun empat jenis bambu

Gigantochloa asal setek batang. Buletin Penelitian Kehutanan No 552. Departemen Kehutanan. Bogor.

(44)

37

Widjaja, E. A. 1997. Jenis-jenis bambu endemik dan konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV. Bogor.

Widjaja, E.A., A.R. Mien, B., Subianto, D., Nandika. 1994.Strategi penelitian bambu Indonesia. Buku. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor. Wudianto, R. 2002.Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Buku. PT Penebar

Swadaya. Jakarta. 172 p.

Gambar

Gambar 1.  Tata letak setiap unit percobaan pada rancangan acak lengkap
tabel = χ2 (1-α) (k-1)

Referensi

Dokumen terkait

Perbanyakan bambu betung (Dendrocalamus asper (scultes f. ) backer ex heyne) dengan menggunakan mata tunas buku secara in vitro. Di bawah birnbingan Dr. Livy Winata,

Penelitian Suryadi (1996), menggunakan perbanyakan secara vegetatif dengan setek cabang bahwa bambu ampel dengan jumlah buku dua buah mempunyai pertumbuhan yang lebih

Perbanyakan bambu betung (Dendrocalamus asper (scultes f. ) backer ex heyne) dengan menggunakan mata tunas buku secara in vitro. Di bawah birnbingan Dr. Livy Winata,

Untuk membuktikan itu, dilakukan pemurnian dan karakterisasi isolat terbaik dari bakteri asam laktat dari hasil fermentasi asinan rebung bambu betung dalam larutan garam

Persentase hidup stek cabang bambu betung tertinggi ditemukan pada penggunaan media tanah dengan bahan stek yang telah memiliki akar adventif, yaitu sebesar

Abstrak: Telah dilakukan penelitian tentang potensi probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) dari susu segar kambing Etawa yang difermentasi dalam bambu Betung (Dendrocalamus

Untuk membuktikan itu, dilakukan pemurnian dan karakterisasi isolat terbaik dari bakteri asam laktat dari hasil fermentasi asinan rebung bambu betung dalam larutan garam

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi sifat fisis dan mekanis laminasi bambu betung, mengevaluasi pengaruh buku bambu ( node ) dan ukuran sortimen terhadap sifat