• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI WADUK REGULATING DAM DI KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OPTIMASI WADUK REGULATING DAM DI KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

OPTIMASI WADUK REGULATING DAM

DI KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG

Oleh

DHARMAWAN SETIYOKO

Bendung Argoguruh adalah bendung irigasi yang terbesar di Provinsi Lampung. Bendung ini dibangun tahun 1935 di Sungai Way Sekampung dan melayani Daerah Irigasi Sekampung seluas 67.000 ha. Bendung ini mendapat suplai air dari Bendungan Batutegi dan baseflow dari DAS Way Sekampung bagian hulu. Kelebihan air yang melewati Bendung Argoguruh selama ini hanya melimpas dan terbuang percuma ke laut. Oleh karena itu, direncanakanlah pembangunan sebuah bendungan di antara Bendungan Batutegi dan Waduk Argoguruh untuk menampung dan memanfaatkan limpasan debit yang melewati Bendung Argoguruh. Bendungan tersebut adalah sebuah Regulating Dam yang dibangun di Kabupaten Pringsewu.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi neraca air di Regulating Dam sehingga diperoleh suatu pola operasi yang paling optimal dalam pengoperasian Regulating Dam. Objective function dari simulasi adalah elevasi muka air waduk dengan keandalan 80%. Adapun constrain dari simulasi adalah elevasi muka air waduk tidak boleh kurang dari elevasi muka air untuk tampungan mati yaitu +102,30 m. Data debit yang digunakan dalam simulasi adalah data debit limpasan Bendung Argoguruh dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013. Simulasi dilakukan untuk periode waktu 15 harian.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa objective function dari simulasi adalah elevasi +116,07 m dengan keandalan 80,09%. Pada saat tersebut air dari Regulating Dam digunakan untuk suplai PDAM Pringsewu sebesar 0.45 m3/dt dan pengairan sawah baru seluas 242,90 ha. Adapun elevasi terendah pada simulasi ini adalah +111,86 m yang berarti masih jauh di atas elevasi muka air waduk pada tampungan mati.

(2)

ABSTRACT

THE OPTIMIZATION OF REGULATING DAM RESERVOIR OF PRINGSEWU REGENCY, LAMPUNG PROVINCE

By:

DHARMAWAN SETIYOKO

Argoguruh Weir is the biggest irrigation weir in Lampung Province. This hydraulic structure was developed in 1935, crossing Way Sekampung River and serving Sekampung Irrigation Area which is about 67,000 ha. This weir is supplied by water from Batutegi Dam and baseflow of the upper Way Sekampung basin. Excessive water in Argoguruh Weir is passing by and flowing to the sea. Due to this condition, the government plan to build a dam between Batutegi Dam and Argoguruh Weir in order to store and utilise the excessive water. The dam is called Regulating Dam and will be built in Pringsewu Regency.

This research aims to carry out a simulation of water balance in the Regulating Dam in order to find the best operational pattern for the dam. The Objective function of the simulation is water elevation of reservoir with probability more than 80%. The constrain of the simulation is that water elevation of the reservoir has to be higher than the water elevation of reservoir dead storage that is +102.30 m. Discharge data used in the simulation is daily discharge data of Argoguruh Weir from the year 2005 to the year 2013. The simulation is operated in 15-days time basis.

Results of the simulation indicate that the objective function of the simulation is found in elevation +116.07 m with probability of 80.09%. On that condition, water from the reservoir is utilised for PDAM Pringsewu water supply and for the water supply for 242.90 ha new irrigation area. The lowest water elevation in this condition is +111.86 m. This water elevation is much more higher than the one of reservoir dead storage.

(3)

OPTIMASI WADUK REGULATING DAM

DI KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG

Oleh

DHARMAWAN SETIYOKO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER TEKNIK

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

OPTIMASI WADUK REGULATING DAM

DI KABUPATEN PRINGSEWU, PROVINSI LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

DHARMAWAN SETIYOKO

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya

(Wikipedia, 2015a) ... 11

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Regulating Dam Way Sekampung ... 25

Gambar 3.2 Lokasi Regulating Dam Way Sekampung ... 27

Gambar 3.3 Prosedur penelitian ... 31

Gambar 4.1 Peta DAS Way Sekampung ... 34

Gambar 4.2 Hubungan Antara Elevasi dan Volume Tampungan Regulating Dam ... 42

Gambar 4.3 Hubungan Antara Elevasi dan Luas Tampungan Regulating Dam ... 44

(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Maksud dan Tujuan ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Waduk atau Bendungan ... 6

2.1.1 Pengertian Umum ... 6

2.1.2 Karakteristik dan Klasifikasi Penggunaan Bendungan ... 15

2.2 Pola Operasi Waduk ... 16

2.3 Daerah Aliran Sungai ... 18

2.4 Koefisien Pengaliran DAS ... 20

2.5 Evaporasi ... 22

2.6 Debit Andalan ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 3.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2 Kondisi Lokasi Penelitian ... 25

(7)

ii

3.3 Bahan dan Alat ... 27

3.3.1 Bahan ... 27

3.3.2 Alat ... 28

3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Umum ... 32

4.2 Data Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 32

4.3 Komponen Inflow dan Outflow ... 35

4.1.1 Komponen Inflow ... 35

4.1.2 Komponen Outflow ... 36

4.4 Data Konstruksi Bendungan ... 37

4.5 Constrain dari Simulasi ... 41

4.6 Fungsi Objektif dari Simulasi ... 41

4.7 Hubungan Elevasi dan Volume Tampungan ... 41

4.8 Hubungan Elevasi dan Luas Tampungan ... 43

4.9 Konversi Debit Menjadi Volume ... 44

4.10 Tampungan Maksimal Regulating Dam ... 48

4.11 Skenario-skenario Simulasi ... 68

4.12 Hasil Simulasi ... 68

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Simpulan ... 70

5.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

(8)

iii

Debit Andalan untuk Penyelesaian Optimum Penggunan Air

23 Tabel 4.1 Konstruksi Bendungan

...

37 Tabel 4.2 Debit Rerata 15 harian Bendung Argoguruh (m3/detik)

...

38 Tabel 4.3 Volume15 harian Bendung Argoguruh (juta m3)

...

39 Tabel 4.4 Volume 15 harian Regulating Dam(juta m3)

...

40 Tabel 4.5 Hubungan Elevasi dan Volume Tampungan Regulating Dam

42 Tabel 4.6

Hubungan Elevasi dan Volume Tampungan Regulating Dam

43 Tabel 4.7

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Outflow PDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2005

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Outflow PDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2005 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Outflow PDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2006

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Outflow PDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2006 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Outflow PDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2007

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Tabel 4.10

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan Tabel 4.10

(9)

iv

Tabel 4.11 Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2009

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2009 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2010

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2010 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2011

Simulasi untuk fungsi obje ktif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2011 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2012

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2012 ((lanjutan)

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2013

Simulasi untuk fungsi objektif 115 dengan OutflowPDAM Pringsewu dan Evaporasitahun 2013 ((lanjutan)

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

PERSEMBAHAN

Kupersembahan karyaku ini

untuk

-

Ayu,

-

Mas Nunuk,

-

Chanetta,

-

Indonesiaku tercinta

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 17 Februari 1982, anak ke-empat dari lima bersaudara, dari Bapak Marwoto dan Ibu Miswati (almh).

(16)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Optimasi Waduk Regulating Dam di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik di Universitas Lampung.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari semua pihak dari proses perkuliahan sampai pada saat penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M. Sc selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung;

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesempatan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaian tesis ini;

3. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

(17)

5. Istri tercinta Ayudia Hardiyani Kiranaratri yang memberikan motivasi dan kasih sayang selama ini;

6. AKBP Riyadi Nugroho, SIK, yang telah mensponsori tahapan-tahapan perkuliahan;

7. Kedua orang tua bapak dan mamak serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberi doa restu, kasih sayang, dukungan baik materi dan moral; 8. Seluruh teman-teman Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang telah

banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini; 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi khalayak secara umum dan mahasiswa jurusan Teknik Sipil pada khususnya.

Bandar Lampung, 27 Juni 2015

Penulis

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(19)

2

Pemeliharaan bendungan tersebut dipercayakan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji – Sekampung.

Untuk melestarikan bendungan beserta waduknya atau mengurangi risiko kegagalan/keruntuhan bendungan maka diperlukan pengelolaan Operasi dan Pemeliharaan yang teratur dan baik, dan pelaksanaan perbaikan segera agar kerusakan kerusakan tidak berkembang akibat hujan, rembesan atau penyebab lainnya. Selain pemeliharaan rutin, juga diperlukan perbaikan perbaikan ringan/rehabiltasi. Untuk pekerjaan rehabilitasi berat perlu dilakukan studi desain yang lebih lengkap didukung dengan pekerjaan survai dan investigasi. Bendungan/Waduk Batutegi dibangun sebagai alternatif penyedia air untuk daerah irigasi Way Sekampung, di samping adanya manfaat lain seperti pembangkit listrik, air baku, air minum, pariwisata dan lain-lain.

Selain Bendungan Batutegi, untuk mendukung pelaksanaan irigasi di Sungai Way Sekampung, telah dibangun Bendung Argoguruh pada tahun 1935. Bendung Argoguruh ini pada musim kemarau menerima aliran air dari Bendungan Batutegi. Daerah yang diairi oleh Bendung Argoguruh ini adalah Daerah Irigasi Sekampung atau lebih dikenal dengan Sekampung System.

1.2. Identifikasi Masalah

(20)

3

Argoguruh mengandalkan baseflow Way Sekampung di daerah hulunya. Terkadang pada musim hujan Bendung Batutegi masih harus menyuplai debit ke Bendung Argoguruh karena kurangnya beseflow Way Sekampung. Di sisi lain, bila terjadi banjir di Way Sekampung alirannya melimpas di atas Bendung Argoguruh dan terbuang percuma ke hilir. Regulating Dam di sungai Way Sekampung direncanakan dibangun dengan tujuan agar inflow dari DAS Way Sekampung di hilir bendungan Dam Batutegi dan hulu rencana Regulating Dam dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kepentingan demi peningkatan kehidupan masyarakat dari pada terbuang ke laut.

Berdasarkan pada hal tersebut, perlu dilakukan suatu optimasi debit pada Regulating Dam secara tepat, sehingga setiap wilayah yang memerlukan air

dapat terpenuhi kebutuhan airnya secara merata. Sebelum optimasi Regulating Dam dapat dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan simulasi

operasi pada Regulating Dam. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kebutuhan air serta perubahan kapasitas tampungan waduk, sehingga dari hasil perhitungan ini dapat ditetapkan pola operasi waduk yang optimal dengan meninjau hubungan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air.

1.3. Rumusan Masalah

(21)

4

1. Bagaimana kondisi debit air di Bendung Argoguruh dengan tidak adanya Regulating Dam (kondisi existing yang ada sekarang)?

2. Bagaimana kondisi debit air di Bendung Argoguruh pasca dibangunnya Regulating Dam?

3. Bagaimanakah perilaku debit dan muka air waduk pada Regulating Dam akibat pola operasi yang diterapkan?

1.4. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh pola operasi optimum dari Regulating Dam yang akan dibangun. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui elevasi optimum muka air waduk berdasarkan inflow dan outflow Regulating Dam.

1.5. Batasan Masalah

Untuk menajamkan fokus penelitian, masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Penelitian ini berisi simulasi pola operasi bendungan Regulating Dam. 2. Perencanaan teknis bendungan Regulating Dam bukan merupakan

bagian dari penelitian ini.

(22)

5

1.6. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan referensi dalam kasus-kasus penerapan pola operasi waduk

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Waduk atau Bendungan 2.1.1 Pengertian Umum

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Pasal 1 Tahun 2010 tentang Bendungan, bahwa bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk. Bendungan atau waduk merupakan wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan.

(24)

7

sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai dengan kebutuhan pada saat diperlukan. Sebuah bendungan dapat dibuat dari bahan bangunan urugan tanah campur batu berukuran kecil sampai besar atau dari beton. Bila aliran sungai yang masuk ke dalam waduk tersebut melebihi air yang dialirkan ke luar waduk sesuai dengan kebutuhan, maka isi waduk makin lama makin penuh dan dapat melampaui batas daya tampung rencananya, sehingga permukaan air dalam waduk akan naik terus dan akhirnya melimpas. Untuk mencegah terjadinya limpasan air pada sebuah bendungan, limpasan air itu dilokalisir pada bangunan pelimpah yang lokasinya dipilih menurut kondisi topografi yang terbaik.

Panjang bangunan pelimpah dihitung menurut debit rencana sedemikian rupa hingga tinggi muka air waduk tidak akan naik lebih tinggi dari pusat bendungan dan bahkan biasanya direncanakan agar muka air waduk itu lebih rendah dari puncak bendungan minimum 5 m. Beda tinggi bervariasi dari 5 - 20 m. Tinggi bendungan bervariasi dari sekitar 15 m sampai ratusan meter. Disebut dengan tinggi bendungan adalah perbedaan elevasi antara puncak bendungan dengan dasar sungai lama.

Pembagian tipe bendungan dilihat dari 7 (tujuh) kondisi, yaitu:

1. Tipe bendungan berdasarkan ukurannya; a. Bendungan besar (large dams)

(25)

8

ke puncak bendungan. Bendungan antara 10 – 15 m dapat disebut sebagai bendungan besar bila memenuhi kriteria, yaitu:

1) Panjang puncak bendung lebih dari 500 m;

2) Kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3; 3) Debit banjir maksimum yang diperhitungkan tidak kurang

dari 2000 m3/det;

4) Bendungan menghadapi kesulitan kesulitan khusus pada pondasinya atau mempunyai spesifik;

5) Desain bendung tidak seperti biasanya. b. Bendung kecil (small dams, weir, bendung)

Adalah semua syarat bendungan besar tidak dipenuhi.

2. Tipe bendungan berdasarkan tujuan pembangunan;

a. Bendung dengan tujuan tunggal, (single purpose dams), yaitu bendungan dibangun dengan satu tujuan saja. Misalnya untuk pembangkit listrik, untuk irigasi, dan pengendali banjir;

b. Bendungan serba guna (multipurpose dams), adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya pembangkit tenaga listrik dan irigasi, pengendalian banjir dan PLTA, air minum dan industri, pariwisata.

3. Tipe bendungan berdasarkan penggunaan;

(26)

9

b. Bendungan penangkap atau pembelok air (diversion dams), bendungan dibangun agar permukaan air tinggi sehingga dapat mengalir masuk ke dalam saluran air atau terowongan. Banyak dipakai untuk irigasi, PLTA, penyediaan air industri;

c. Bendungan untuk memperlambat jalannya air (detension dams), adalah bendungan yang dibangun untuk memperlambat jalannya air sehingga dapat mencegah banjir besar. Untuk menyimpan air sementara dan dialirkan dalam saluran air bagian hilir. Untuk menyimpan air selama mungkin agar dapat meresap di daerah sekitarnya. Apabila dipakai untuk menangkap lumpur dan pasir maka disebut sebagai debris dam, checkdam, sabo dam.

4. Tipe bendungan berdasarkan jalannya air;

a. Bendungan untuk dilewati air (overflow dam) adalah bendungan yang dibangun untuk dilimpasi air, misalnya bangunan pelimpah; b. Bendungan untuk menahan air (non overflow dam) adalah

bendungan yang sama sekali tidak boleh dilimpasi air.

5. Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya;

Tipe bendungan berdasarkan kostruksinya ada tiga tipe yaitu:

a. Bendungan urugan (fill type dam) adalah bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan tanpa bahan tambahan lain yang bersifat campuran secara kimia, jadi betul-betul bahan pembentuk bendungan asli. Bendungan ini dapat dibagi menjadi: 1) Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dams, rockfill dams),

(27)

10

yaitu lapisan kedap air (water tight layer), lapisan batu (rock zones, shell), lapisan batu teratur (rip rap), dan lapisan

pengering (filter zones);

2) Bendungan urugan serba sama (homogeneous dams), yaitu bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam;

3) Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill dams, decked rockfill dams), yaitu bendungan urugan batu berlapis-lapis yang lapisan kedap airnya diletakkan di sebelah hulu bendungan. Lapisan kedap air yang sering dipasang adalah aspal dan beton bertulang. b. Bendungan beton (concrete dam) adalah bendungan yang dibuat

dengan konstruksi beton dengan tulang maupun tidak. Ada 4 tipe bendungan beton:

1) Bendungan beton berdasarkan berat sendiri (concrete gravity dam) adalah bendungan beton yang direncanakan untuk

menahan beban dan gaya yang bekerja padanya hanya berdasar atas berat sendiri;

2) Bendungan beton dengan penyangga (concrete buttress dam) adalah bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Banyak dipakai apabila sungainya sangat lebar dan geologinya baik; 3) Bendungan beton berbentuk lengkung atau busur (concrete

(28)

11

menyalurkan gaya yang bekerja padanya melalui pangkal tebing (abutment) kiri dan kanan bendungan;

4) Bendungan beton kombinasi (combination concrete dam atau mixed type concrete dam) adalah kombinasi lebih dari satu

tipe bendungan. Apabila suatu bendungan beton berdasar berat sendiri berbentuk lengkung disebut concretearch gravity dam dan kemudian apabila bendungan beton

merupakan gabungan beberapa lengkung, maka disebut concrete multiple arch dam.

c. Bendungan lainnya, misalnya bendungan kayu (timber dams), bendungan besi (steel dams), bendungan pasangan batas (bricks dams), dan bendungan pasangan batu (masonry dams).

Gambar 2.1. Tipe bendungan berdasarkan konstruksinya (Wikipedia, 2015a)

6. Tipe bendungan berdasarkan fungsinya;

Bendungan berdasarkan fungsinya ada 8 tipe, yaitu :

a. Bendungan pengelak pendahuluan (primary coffer dam) adalah bendungan yang pertama-tama dibangun di sungai pada debit air rendah agar lokasi rencana bendungan pengelak menjadi kering yang memungkinkan pembangunan secara teknis.

(29)

12

b. Bendungan pengelak (coffer dam) adalah bendungan yang dibangun sesudah selesainya bendungan pengelak pendahuluan sehingga lokasi rencana bendungan utama menjadi kering, yang memungkinkan pembanguna secara teknis;

c. Bendungan utama (main dam) adalah bendungan yang dibangun untuk satu atau lebih tujuan tertentu;

d. Bendungan (high level dam) adalah bendungan yang terletak di sisi kiri atau kanan bendungan utama, yang tinggi puncaknya juga sama;

e. Bendungan di tempat rendah (sadlle dam) adalah bendungan yang terletak ditepi waduk yang jauh dari bendungan utama yang dibangun untuk mencegah keluarnya air dari waduk, sehingga air waduk tidak mengalir kedaerah sekitarnya;

f. Tanggul merupakan bendungan yang terletak di sisi kiri atau kanan bendungan utama dan di tempat dari bendungan utama yang tinggi maksimum 5 m dengan panjang mercu maksimum 5 kali tingginya; g. Bendungan limbah industri (industrial waste dam) merupakan

bendungan yang terdiri atas timbunan secara bertahap untuk menahan limbah yang berasal dari industri;

(30)

13

7. Tipe bendungan menurut ICOLD (The International Commission on Large Dams).

Tipe bendungan menurut ICOLD, yaitu :

a. Bendungan urugan tanah (earthfill dams), yaitu bendungan yang lebih dari setengah volume terdiri atas urugan tanah atau tanah liat; b. Bendungan beton berdasar berat sendiri adalah bendungan beton

yang direncanakan untuk menahan beban dan gaya yang bekerja padanya hanya berdasar atas berat sendiri;

c. Bendungan urugan batu (rockfill dams), adalah bendungan yang kekuatan konstruksinya didasarkan pada urugan batu dan sebagai lapisan kedap air memakai tanah liat, tanah liat bercampur pasir/kerikil, lapisan aspal, beton bertulang atau geotextile;

d. Bendungan beton dengan penyangga (concrete buttress dam) adalah bendungan beton yang mempunyai penyangga untuk menyalurkan gaya-gaya yang bekerja padanya;

e. Bendungan beton berbentuk lengkung atau busur (concrete arch dam) merupakan bendungan beton yang direncanakan untuk

menyalurkan gaya yang bekerja padanya melalui pangkal tebing (abutment) kiri dan kanan bendungan.

f. Bendungan beton kombinasi (combination concrete dam atau mixed type concrete dam) adalah kombinasi lebih dari satu tipe

bendungan.

(31)

14

penghujan sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan saat musim kering. Sumber air bendungan pada umumnya berasal dari aliran air permukaan ditambah dari air hujan langsung. Pemanfaatkan bendungan antara lain :

1. Irigasi

Hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terdapat di bendungan merupakan sumber persediaan sehingga pada saat musim kemarau tiba air tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan salah satunya yaitu sebagai irigasi lahan pertanian.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Bendungan yang berfungsi sebagai PLTA dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. PLTA bendungan merupakan sistem pembangkit listrik yang sistem pengoprasiannya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis dari aliran air saat memutar turbin yang kemudian hasilnya akan diubah menjadi tenaga listrik oleh generator.

3. Penyedia air baku

(32)

15

2.1.2 Karakteristik dan Klasifikasi Penggunaan Bendungan

Karakteristik suatu bendungan merupakan bagian pokok dari bendungan yaitu volume hidup (live storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit rencana.

Dari karakteristik fisik bendungan tersebut didapatkan hubungan antara elevasi dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas bendungan. Liku kapasitas tampungan bendungan merupakan data yang menggambarkan volume tampungan air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air.

Berdasarkan fungsinya penggunaannya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu :

1. Waduk eka guna (single purpose)

Waduk eka guna merupakan waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Pengoperasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan bendungan multi guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalamnya. Pada waduk eka guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.

(33)

16

Waduk multi guna (multi purpose) merupakan waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air, irigasi, air baku dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan dimaksud untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu waduk.

2.2 Pola Operasi Waduk

Suatu waduk dapat dimanfaatkan dengan mengoptimalkan semua elemen dan potensi waduk yang ada dengan menggunakan pola operasi tertentu. Biasanya studi optmalisasi waduk dilakukan dengan mengkaji operasi waduk melalui metode simulasi. Dalam penyusunan simulasi operasi waduk, hal yang perlu diketahui adalah ketersediaan air, pemanfaatan air, kehilangan air, dan karakteristik waduk. Secara umum persamaan neracaair di waduk diberikan sebagai:

∆S = I – O (Harto, 1981)

Di mana:

∆S = perubahan volume di tampungan waduk

I = volume air yamg masuk tampungan waduk

O = volume air yamg keluar tampungan waduk

(34)

17

Adapun komponen-komponen outflownya adalah sebagai berikut:

a. Debit untuk PDAM Pringsewu sebesar 0,45 m3/detik (O1) (MDGs, 2013);

b. Debit untuk PDAM Metro dan Branti sebesar 0,50 m3/detik (O2) (MDGs, 2013);

c. Debit untuk PDAM Bandar Lampung sebesar 2,25 m3/detik (O3) (MDGs, 2013);

d. Debit evaporasi sebesar 4,00 mm/hari (O4);

e. Debit untuk irigasi sawah di sekitar waduk dengan NFR 1,2 liter/ha dan efisiensi saluran primer, sekunder, dan tersier masing-masing 90%, 80%, dan 80% (O5);

Berdasarkan komponen-komponen inflow dan outflow di atas maka neraca air pada waduk Regulating Dam dapat diformulasikan sebagai:

∆S = I1 – O1 – O2 – O3 – O4 – O5

Berikut adalah skenario-skenario yang direncanakan dalam simulasi waduk Regulating Dam:

a. Simulasi 1 dengan neraca air:

∆S = I1 + I2 – O1 – O2 – O3 – O4

(35)

18

∆S = I1 + I2 – O1 – O2 – O3 – O4 – O5

2.3 Daerah Aliran Sungai

Apabila kita berbicara hujan yang jatuh di suatu daerah, maka daerah yang dimaksud merupakan suatu daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai atau DAS atau catchment area atau watershed adalah suatu daerah yang dibatasi oleh batas topografi yang tinggi, di mana hujan yang jatuh ke dalam daerah tersebut akan terkumpul di badan-badan airnya dan dialirkan ke arah hilir melalui jaringan pelepasan atau outlet. Komponen-komponen dari suatu DAS adalah: batas-batas DAS, sungai utama beserta badan air yang lainnya, outlet, dan daerah DAS itu sendiri (Susilo, 2006). Ilustrasi sederhana dari

sebuah DAS dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Gambar Daerah Aliran Sungai (DAS)

(36)

19

orang biasanya menilai besar kecilnya DAS dari jumlah sub-DAS nya. Sebagai contoh: DAS Brantas di Jawa Timur dapat dikategorikan sebagai DAS besar karena merupakan gabungan dari beberapa sub-DAS atau DAS yang lebih kecil seperti DAS Lesti. DAS-DAS kecil biasanya ditemukan di daerah pantai yang berbukit seperti DAS-DAS di daerah Panjang, Propinsi Lampung. DAS-DAS ini biasanya hanya terdiri dari satu sungai utama dengan beberapa anak sungai kecil. Luas dari DAS kecil biasanya berkisar belasan atau puluhan hektar tetapi di bawah seratus hektar.

Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Corak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS sebagai berikut :

 DAS bulu burung.

Anak sungainya langsung mengalir ke sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang berbeda.

 DAS Radial.

Anak sungainya memusat di satu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir yang relatif besar tetapi relatif tidak lama.

 Das Paralel.

(37)

20

2.4 Koefisien Pengaliran DAS

Suatu DAS biasanya terdiri dari areal yang mempunyai tataguna lahan bervariasi seperti hutan, tanah pertanian, dan pemukiman. Setiap tipe tataguna lahan ini mempunyai nilai koefisien pengaliran yang berbeda-beda. Ini berarti apabila terjadi hujan di suatu DAS maka respon permukaan tanah terhadap hujan akan menghasilkan aliran permukaan yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh hujan yang jatuh di daerah pemukiman yang mempunyai koefisien permukaan yang lebih besar daripada hutan akan menghasilkan aliran permukaan yang lebih besar daripada aliran permukaan yang dihasilkan oleh hujan yang jatuh di hutan.

Variasi koefisien pengaliran yang ada di DAS akibat keragaman tataguna lahan kadang menimbulkan kesulitan dalam perhitungan debit di DAS. Hanya model-model hidrologi mutakhir yang mampu menghitung debit di DAS dengan memperhitungkan variasi tataguna lahan secara detail. Untuk perhitungan debit sederhana, koefisien pengaliran di DAS biasanya dirata-rata dengan memperhitungkan luas daerah tataguna lahan.

(38)

21

Tabel 2.1. Harga koefisien pengaliran

Type daerah aliran Harga C

Perumputan

Daerah yang tidak dikerjakan Jalan

Untuk berjalan dan naik kuda Atap

Tanah pasir, datar, 2% Tanah pasir, rata-rata, 2 - 7% Tanah pasir, curam, 7% Tanah gemuk, datar, 2% Tanah gemuk, rata-rata, 2 - 7% Tanah gemuk, curam, 7% Daerah kota lama

Daerah pinggiran

Daerah “single family” “Multi units”, terpisah-pisah

(39)

22

2.5 Evaporasi

Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan dari zat cair atau padat menjadi gas. Lebih spesifik dapat diartikan penguapan adalah proses transfer air (moisture) dari permukaan bumi ke atmosfir (Harto, 2000).

Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup untuk menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap".

(40)

23

embun dan sumber air lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan transpirasi (yang melibatkan penguapan di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif diistilahkan sebagai evapotranspirasi.

Jumlah evaporasi dapat dihitung secara langsung maupun secara teoritis. Cara langsung dapat dilakukan dengan pan evaporation sedangkan cara teoritis biasanya dilakukan dengan metode perhitungan Penmann atau Hargreaves.

2.6 Debit Andalan

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Tujuan penetapan debit andalan adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto,1987). Misalkan debit andalan ditetapkan sebesar 80%, maka akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit-debit andalan sebesar 20% dari pengamatan yang ada.

Menurut pengamatan, besarnya debit andalan untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam proyek adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Debit Andalan untuk Penyelesaian Optimum Penggunan Air Jenis Penggunaan Air Debit Andalan Untuk penyediaan air minum

Untuk penyediaan air industri Untuk penyediaan air irigasi bagi

- daerah beriklim setengah lembab - daerah beriklim terang

Untuk pembangkit listrik tenaga air

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian atau riset merupakan suatu usaha untuk mencari pembenaran dari suatu permasalahan hingga hasilnya dapat ditarik kesimpulan dan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang kelancaran selama proses penelitian tersebut dilakukan.

3.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung terletak pada koordinat 104°48’ -

105°08’ BT dan 05°12’ - 05°33’ LS, dengan luas wilayah ± 625 km2, yang dibatasi sebelah utara Kabupaten Lampung Tengah, sebelah Timur - Selatan Kabupaten Pesawaran dan sebelah barat Kabupaten Tanggamus. Kondisi topografi secara umum bervariasi antara dataran tinggi dan dataran rendah. Lokasi penelitian optimasi waduk regulating dam berada di koordinat 104,918º BT, 5,334º LS yang berada di desa Pekon Bumi Ratu, Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.

(42)

25

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Regulating dam Way Sekampung

Rencana area genangan waduk akibat dibangunnya regulating dam yaitu berada di desa Pekon Bumi Ratu, Pekon Pamenangan dan Pekon Pasir Ukir, Kecamatan Pagelaran pada sebelah kiri area genangan. Sedangkan di sebelah kanan waduk yaitu meliputi desa Pekon Fajar Baru, Kecamatan Pagelaran Utara dan Giri Mulyo, Giri Tunggal dan Pekon Banjar Rejo, Kecamatan Banyumas.

3.2 Kondisi Lokasi Penelitian

Kondisi topografi Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Banyumas merupakan daerah peralihan dari pegunungan Bukit Barisan ke daerah relatif datar kearah utara-timur. Pada lokasi ini terdapat dua bukit yang

Lokasi Pekerjaan

(43)

26

membentuk celah relatif sempit pada aliran Sungai Way Sekampung. Kedua bukit inilah yang akan digunakan sebagai tumpuan (abutment) regulating dam. Adapun kondisi geologi daerah Kecamatan Pagelaran ini

berupa lapisan batuan tuffa yang berlapis dengan batuan siltstone.

Klimatologi Kabupaten Pringsewu sebagai bagian area Lampung Selatan termasuk beriklim tropis-humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudra Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya. Dua musim dimaksud adalah pada bulan Nopember - Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, sedangkan pada bulan Juli - Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara.

Kecepatan angin rata-rata sebesar 5,83 km/jam. Suhu udara di wilayah Kabupaten Pringsewu pada daerah daratan dengan ketinggian 30 - 60 meter di atas permukaan laut rata-rata berkisar antara 26oC -28oC. Suhu udara maksimum mencapai 33,4oC dan juga suhu udara minimum mencapai 21,7oC. Kelembaban udara rata-rata sekitar 75% – 95%, dimana kondisi kelembaban udara akan cenderung meningkat pada daerah dengan topografi yang lebih tinggi.

(44)

27

lain-lain. Pada daerah genangan dengan topografi berbukit dan lereng, komoditas yang diusahakan yaitu tanaman coklat/kakau, karet, sawit, lada.

Gambar 3.2 Lokasi Regulating Dam Way Sekampung

3.3 Bahan dan Alat 3.3.1 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Data curah hujan harian selama 9 tahun dari stasiun curah hujan Batutegi dan Argoguruh;

2. Data debit outflow 15 harian selama 9 tahun Bendungan Batutegi; 3. Data debit inflow 15 harian selama 9 tahun Bendung Argoguruh; 4. Data debit limpasan 15 harian selama 9 tahun Bendung Argoguruh; 5. Data luas tangkapan hujan Bendungan Batutegi;

(45)

28

6. Data luas tangkapan hujan Bendungan Batutegi; 7. Data luas tangkapan hujan Bendung Argoguruh; 8. Data luas tangkapan hujan Regulating Dam;

9. Peta-peta terkait, seperti: Peta Hidrologi dan Peta Topografi.

3.3.2 Alat

Sedangkan alat yang dipergunakan di dalam penelitian ini, antara lain: Software Microsoft Office, Auto CAD, dan Kamera.

3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian

Secara umum prosedur dalam penelitian ini akan dilaksanakan sebagai berikut:

a. Studi literatur

Studi ini dilaksanakan untuk mendapatkan teori-teori, studi terdahulu, serta berbagai literatur yang mendukung penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan membaca, meneliti dan memahami segala informasi, baik yang berupa data tertulis maupun yang berupa gambar. Studi ini dilakukan di perpustakaan.

b. Pengumpulan data teknis

(46)

29

c. Pengumpulan data debit

Pengumpulan data debit ini dilakukan di 2 tempat yaitu di Bendung Argoguruh dan Bendungan Batu Tegi. Data debit di Bendung Argoguruh yang harus didapat adalah data debit inflow pintu intake bendung dan data debit limpasan di atas mercu bendung. Adapun data debit yang harus diambil di Bendungan Batu Tegi adalah data outflow waduk. Semua data adalah time series data dari tahun 2005 – 2013 dengan periode pengukuran 15 harian.

d. Penentuan data debit di lokasi Regulating Dam

Karena di lokasi Regulating Dam tidak terdapat stasiun pengukuran debit, maka penentuan data debit di lokasi Regulating Dam dilakukan dengan melakukan perbandingan luas antara daerah tangkapan hujan Regulating Dam dan daerah tangkapan hujan Bendung Argoguruh. Hasil perbandingan luas ini kemudian dijadikan acuan untuk memperbandingkan debit di Regulating Dam dan Bendung Argoguruh. Tentu saja dengan asumsi bahwa daerah tangkapan hujan Regulating Dam dan daerah tangkapan hujan Bendung Argoguruh mempunyai kondisi morfologi yang hampir sama.

e. Penentuan tujuan simulasi

(47)

30

f. Optimasi waduk Regulating Dam

Optimasi waduk Regulating Dam dilakukan dengan cara mensimulasikan perilaku elevasi muka air waduk Regulating Dam akibat pengaruh inflow dan outflow yang terjadi pada waduk. Optimasi dianggap selesai apabila elevasi muka air waduk yang terjadi selama simulasi telah berjumlah 80% kejadian dari elevasi waduk optimal.

(48)

31

(49)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil simulasi yang dilakukan pada Regulating Dam dapat ditarik simpulan bahwa:

a. Hasil simulasi dengan fungsi objektif 115 dan komponen outflow PDAM Pringsewu dan evaporasi, maka tingkat keberhasilan fungsi objektif 115 adalah sebesar 90,74%;

b. Tingkat keberhasilan paling optimal dari simulasi Regulating Dam dengan komponen outflow PDAM Pringsewu dan evaporasi tercapai pada elevasi +116,07 m dengan jumlah keberhasilan yaitu sebesar 80,09%;

c. Dengan volume yang ada dan sesuai dengan hasil simulasi dengan fungsi objektif 115 dan komponen outflow PDAM Pringsewu dan evaporasi, maka Regulating Dam akan mampu mengairi sawah baru seluas 242,90 ha dengan tingkat keberhasilan fungsi objektif 115 sebesar 80,09%;

d. Dengan fungsi objektif 115 dan komponen outflow PDAM Pringsewu, PDAM Bandar Lampung, PDAM Metro dan evaporasi, maka simulasi Regulating Dam gagal karena tingkat keberhasilan fungsi objektif 115

(50)

71

e. Dengan keberhasilan simulasi dengan fungsi objektif 115, Regulating Dam layak untuk digunakan sebagai fungsi pariwisata;

f. Hasil simulasi yang telah berhasil menunjukkan bahwa Regulating Dam tidak pernah berada pada kondisi tampungan mati atau tidak

berisi air.

5.2 Saran

Beberapa saran yang penulis berikan dalam penelitian optimasi, yaitu:

a. Penelitian berikutnya perlu memasukkan variabel-variabel pada kebutuhan air tanaman padi, sehingga hasil penelitian yang didapat akan semakin detail dan tingkat keberhasilan akan semakin besar; b. Penelitian berikut agar memasukkan constrain PLTA agar nilai

ekonomis pembangunan Regulating Dam dapat bernilai positif;

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Format Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Lampung – Lampung.

Anonim, 2004, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Jakarta.

Bina Buana Raya, PT., 2012, Laporan Akhir Detail Desain Regulating Dam Way Sekampung, PT. Bina Buana Raya – Lampung.

Harto, Sri, 2000, Hidrologi : Teori, Masalah, Penyelesaian, Nafiri Offset – Yogyakarta.

Kiranaratri, AH., 2012, Tesis, Universitas Lampung – Lampung.

Soedibyo, 2003, Teknik Bendungan, PT. Pradnya Paramita – Jakarta, hal 1 – 33. Soemarto, CD, 1993, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, Suyono., Kensaku Takeda, 1985, Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya Paramita, Jakarta.

Subarkah, Iman, 1980, Hidrologi untuk Bangunan Air, Penerbit Idea Dharma, Bandung.

Susilo, G.E., 2015, Conversation with Expert, Bandar Lampung, Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2. Gambar Daerah Aliran Sungai (DAS)
Tabel 2.1. Harga koefisien pengaliran
Tabel 2.2 Debit Andalan untuk Penyelesaian Optimum Penggunan Air
+4

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum dapat dikatakan bahwa foto-foto dalam fasilitas tag photo pada Account Group NIKE Golf di Facebook yang diunggah oleh anggotanya memiliki bentuk-bentuk self disclosure

Kondisi fisik, desain dan penataan signage yang kurang baik memberikan kontribusi terhadap estetika visual koridor dan fungsional dari penggal 1 – penggal 4 sehingga

Metode penelitian merupakan suatu teknik/cara untuk mencari, memperoleh, mengumpulkan, atau mencatat data, baik itu berupa data primer maupun data sekunder yang

Sumber : Data primer yang diolah, 2014 Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung variabel kedisiplinan, pemberdayaan dan motivasi kerja adalah 6,575 > F

Danau Sunter Utara Blok G, Sunter Podomoro Jakarta 14350 Telp... SIDROTUL MUNTAHA, M.Si, M.Mar Pembina

Algoritma adalah urutan langkah-langkah logis untuk penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis, jadi algoritma kriptografi atau sering disebut dengan cipher

Tarian tersebut merupakan hasil pengaruh dari kegiatan ritus keagamaan di India Selatan, yaitu pesta seks di pusat keagamaan (kuil) sebagai sarana pemujaan terhadap

Perhitungan konsekuensi dilakukan untuk mengetahui konsekuensi-konsekuensi yang terjadi pada sistem perpipaan bawah laut yang terletak di atas permukaan tanah akibat