• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI DAYA ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI SERAI WANGI JAWA (Citronella Java Oil) TERHADAP BAKTERI Porphyromonas gingivalis PENYEBAB GINGIVITIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Johanes Putra Wicaksono

NIM : 098114010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

UJI DAYA ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI SERAI WANGI JAWA (Citronella Java Oil) TERHADAP BAKTERI Porphyromonas gingivalis PENYEBAB GINGIVITIS

Skripsi yang diajukan oleh : Johanes Putra Wicaksono

NIM : 098114010

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

(3)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

UJI DAYA ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI SERAI WANGI JAWA (Citronella Java Oil) TERHADAP BAKTERI Porphyromonas gingivalis PENYEBAB GINGIVITIS

Oleh:

Johanes Putra Wicaksono NIM: 098114010

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 10 Juni 2013

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. Panitia Penguji:

Tanda tangan

1. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. ………

2. Jeffry Julianus, M.Si. ………

(4)

iv

Kupersembahkan karya ini kepada :

Nenek, Papa, Mama, dan Kakak tercinta

Elisabeth Raras Pramudita R.

Seluruh teman perjuangan penelitian

Pembimbingku Ibu Agustina Setiawati

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Johanes Putra Wicaksono

Nomor mahasiswa : 098114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

UJI DAYA ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI

SERAI WANGI JAWA (Citronella Java Oil) TERHADAP

BAKTERI Porphyromonas gingivalis PENYEBAB GINGIVITIS

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 April 2013 Yang menyatakan

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 22 April 2013 Penulis

(7)

vii

PRAKATA

Penulis sungguh mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan berkat, rahmat, dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Uji Daya

Antibakteri Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap Bakteri Porpyromonas gingivalis Penyebab Gingivitis” dengan baik.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini terutama bantuan dalam pemberian semangat. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran, dan evaluasi dengan baik kepada penulis sejak awal penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi.

3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji yang memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. yang selalu memberikan bantuan dalam penjelasan mengenai mikrobiologi.

(8)

viii

7. Nenek yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

8. Papa, Mama, dan Kakak yang selalu memberikan bantuan berupa dukungan dan doa.

9. Elisabeth Raras Pramudita R. yang selalu setia menemani dan membantu dalam setiap langkah penelitian dan penyusunan skripsi.

10.Teman-teman kelompok penelitian (Wanda Indriani Wibowo, Hermawan Deny Prasetyo, dan Bernadetta Arum Wijayanti) yang saling membantu dan memberi semangat hingga selesainya penulisan skripsi ini.

11.Pak Mukmin, Pak Wagiran, Pak Heru, Pak Parlan, dan Mas Bimo serta seluruh laboran yang membantu dalam penyelesaian penelitian.

12.Pak Sigit, Mas Andi, dan Mba Evina yang selalu membantu dalam menyediakan alat dan bahan penelitian di Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta.

13.Teman-teman kelas FSM A 2009 dan FST A 2009 serta teman-teman angkatan 2009 yang lain atas dukungan, kenangan dan kebersamaan selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.

14.Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu dalam memberikan bantuan, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(9)

ix

membangun skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi yang telah dibuat ini dapat berguna dan memberikan pengetahuan bagi para pembaca, khususnya demi kemajuan pengetahuan dalam bidang ilmu Farmasi.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PRAKATA vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

INTISARI xvii

ABSTRACT xviii

BAB I (PENGANTAR) 1

A.Latar Belakang 1

1. Perumusan masalah 3

2. Keaslian penelitian 3

3. Manfaat penelitian 4

B. Tujuan Penelitian 4

BAB II (PENELAAHAN PUSTAKA) 5

(11)

xi

B. Porphyromonas gingivalis 8

1. Klasifikasi 8

2. Patogenesis 9

C.Plak Gigi 10

D.Gingivitis 13

E. Uji Potensi Antibakteri 16

1. Metode difusi sumuran agar 16

2. Metode dilusi 17

F. Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS) 18

1. Gas pembawa 19

2. Sistem injeksi 19

3. Kolom 19

4. Fase diam 20

5. Suhu 20

6. Detektor 21

G.Landasan Teori 22

H.Hipotesis 23

BAB III (METODOLOGI PENELITIAN) 25

A.Jenis dan Rancangan Penelitian 25

B. Variabel dan Definisi Operasional 25

1. Variabel penelitian 25

2. Definisi operasional 26

(12)

xii

D.Alat penelitian 27

E. Tata Cara Penelitian 28

1. Karakterisasi minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) 28 2. Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java

Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan metode

difusi sumuran 29

3. Penentuan KHM dan KBM minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan

metode dilusi padat 31

4. Identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella

Java Oil) menggunakan GC-MS 32

F. Analisis Data 33

BAB IV (HASIL DAN PEMBAHASAN) 34

A.Karakterisasi Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java Oil) 34 1. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa 34 2. Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa 35 3. Pengukuran indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa 35 B. Uji Daya Antibakteri Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java

Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan

Metode Difusi Sumuran 37

(13)

xiii

D.Identifikasi Komponen Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella

Java Oil) menggunakan GC-MS 46

BAB V ( KESIMPULAN DAN SARAN) 48

A.Kesimpulan 48

B. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 54

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa 34 Tabel II. Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa 35 Tabel III. Pengukuran nilai indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa 36 Tabel IV. Diameter zona hambat minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap

Porphyromonas gingivalis dengan metode difusi sumuran 40 Tabel V. Hasil analisis statistik uji Wilcoxon pada pengujian daya

antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur sitronelal (A), sitronelol (B), geraniol (C) 6 Gambar 2. Morfologi koloni Porphyromonas gingivalis 8 Gambar 3. Konsentrasi 4% sebagai KBM (A), konsentrasi 2% sebagai

KHM (B) 45

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) 54

Lampiran 2. Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 55 Lampiran 3. Karakterisasi Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa 56 Lampiran 4. Uji Daya Antibakteri Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella

Java Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan Metode

Difusi Sumuran 58

Lampiran 5. Statistik Uji Normalitas Shapiro-Wilk 65 Lampiran 6. Statistik Uji Keberbedabermaknaan Kruskal-Wallis 68 Lampiran 7. Statistik Uji Keberbedabermaknaan Wilcoxon 69 Lampiran 8. Penentuan KHM dan KBM Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa

terhadap Porphyromonas gingivalis dengan Metode

Dilusi Padat 92

Lampiran 9. Identifikasi Komponen Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa

(17)

xvii

INTISARI

Gingivitis merupakan penyakit umum yang ditemukan dalam jaringan mulut dan dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa. Gingivitis disebabkan oleh ketidakteraturan menyikat gigi sehingga muncul plak sebagai tempat berkembangnya Porphyromonas gingivalis. Berdasarkan penelitian oleh Jardim dkk. (2010), P.gingivalis sudah resisten terhadap obat golongan β-laktam, aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, quinolon, dan rifampin. Oleh karena itu, dilakukan penelitian menggunakan minyak atsiri serai wangi Jawa sebagai alternatif antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan P.gingivalis.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini menguji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap bakteri P.gingivalis dengan menggunakan metode difusi sumuran dilanjutkan dilusi padat. Hasil pengujian metode difusi sumuran berupa zona hambat dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk, uji Kruskal-Wallis, dan uji Wilcoxon. Kemudian pengujian metode dilusi padat untuk mencari konsentrasi terendah yang dapat membunuh dan menghambat bakteri yang dianalisis secara eksploratif-deskriptif. Pengujian dilanjutkan dengan identifikasi komponen minyak atsiri menggunakan GC-MS.

Hasil dari pengujian terdapat daya antibakteri dari minyak atsiri serai wangi Jawa dengan nilai KHM sebesar 2% dan nilai KBM sebesar 4% serta memiliki 8 komponen yang sesuai dengan literatur yaitu sitronelal, sitronelol, geraniol, linalool, isopulegol, sitronelil asetat, geranil asetat, dan eugenol. berdasarkan hasil analisis GC-MS.

(18)

xviii

ABSTRACT

Gingivitis is a general disease found in the tissues of the mouth and can attacks childrens and adults. Gingivitis is caused by irregularity in brushing teeth so it appeared whack as a place of flourishing Porphyromonas gingivalis. Based on research by Jardim et al. (2010), P.gingivalis already resistant to the drug β -lactams, aminoglycosides, chloramphenikol, tetracycline, quinolones, and rifampin. Therefore, research using Citronella Java Oil as an alternative to inhibit the growth of P.gingivalis.

This research uses pure experimental methods completely randomized design one-way pattern. The research examined antibacterial potency against P.gingivalis using well diffusion and solid dilution methods. The results of well diffusion method is inhibition zone which was analyzed using the Shapiro-Wilk test, Kruskal-Wallis test, and Wilcoxon test. Test of solid dilution method to find the lowest concentration that can kill and inhibit bacteria which were analyzed explorative-descriptive. Testing continued with the identification components of essential oils using GC-MS.

The results of the tests are indicating antibacterial potency of citronella essential oil with MIC 2% and MBC 4% and and has 8 components in accordance with the literature which are citronellal, citronellol, geraniol, linalool, isopulegol, sitronelil acetate, acetic geranil, and eugenol based on GC-MS analysis.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikoorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit (WHO, 2013). Salah satu penyakit infeksi yang kerap terjadi yaitu penyakit infeksi pada mulut. Banyak mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab dari penyakit infeksi mulut dan salah satunya yaitu bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab penyakit gingivitis. Menurut WHO (1978) (cit., Nubatonis, 2002), penyakit gingivitis dialami oleh 80% anak usia muda dan hampir semua populasi dewasa pernah mengalami gingivitis dan periodontitis. Selain itu, menurut US Census Bureau (2004) (cit., Praptiwi, 2009), gingivitis memiliki angka insidensi terkalkulasi sebesar 2,1% untuk Indonesia.

(20)

penelitian yang dilakukan Jardim dkk. (2010), bakteri Porphyromonas gingivalis sudah resisten terhadap golongan obat β-laktam, aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, quinolon, dan rifampin. Selain itu, dari penelitian Eick, Schmitt, Sachse, Schmidt, Pfister (2004), menyatakan bahwa hasil dari bakteri Porphyromonas gingivalis yang diberi obat floroquinolon juga menunjukkan adanya penurunan sensitivitas dari obat tersebut. Adanya resistensi antibiotik ini perlu ditangani lebih lanjut, maka dari itu perlu adanya penelitian skrining bahan alam sehingga didapatkan alternatif antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri Porphyromonas gingivalis.

Serai wangi merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang sering digunakan. Minyak atsiri serai wangi Jawa diketahui memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi, antiseptik/antibakteri, perangsang selera makan, deodorant, ekspektoran, dan karminatif (Yuliani, 2012). Minyak atsiri serai wangi Jawa telah terbukti menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, minyak atsiri serai wangi Jawa mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri Propionibacterium acnes (Lertsatitthanakorn, Taweechaisupapong, Arunyanart, Aromdee dan Khunkitti, 2010) dan Staphylococcus aureus (Diaz, Rossi, Mendonça, Silva, Ribon, Aguilar, dkk., 2010). Jadi, minyak atsiri serai wangi Jawa diperkirakan berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Porphyromonas gingivalis.

(21)

menggunakan metode difusi sumuran dilanjutkan dengan dilusi padat. Komponen-komponen dalam minyak atsiri juga diidentifikasi dalam penelitian ini dengan menggunakan GC-MS.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka muncul permasalahan sebagai berikut : a. Apakah minyak atsiri serai wangi Jawa memiliki daya antibakteri terhadap

Porphyromonas gingivalis?

b. Berapa Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) dari minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis?

c. Apa sajakah komponen-komponen yang terkandung dalam minyak atsiri serai wangi Jawa berdasarkan hasil analisis GC-MS?

2. Keaslian penelitian

(22)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pengembangan mengenai khasiat antibakteri dari minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil).

b. Manfaat praktis. Diharapkan masyarakat dapat menggunakan minyak atsiri serai wangi Jawa atau mengembangkannya menjadi produk sediaan untuk mencegah gingivitis.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui bahwa minyak atsiri serai wangi Jawa memiliki daya antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis.

2. Mengetahui Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) dari minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis.

(23)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java Oil)

Minyak atsiri serai wangi Jawa merupakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman serai wangi mahapengiri (Cymbopogon winterianus Jowitt). Minyak serai wangi bersifat mudah menguap, dapat larut dalam 3 bagian volume alkohol 80% tetapi bila diencerkan kelarutannya berkurang dan larutan menjadi keruh (Widiastuti, 2012). Minyak atsiri serai wangi Jawa menurut EOA (Essential Oil Association) USA No.14 (cit., Panda, 2003) memiliki berat jenis �2525 : 0,877 – 0,893; indeks bias (nD20): 1,466 – 1,473; warna: kuning muda – kuning.

Minyak serai wangi bersifat menenangkan, menyegarkan dan mempertajam pikiran, dapat digunakan sebagai penolak serangga, untuk perawatan kulit, dan sebagai obat urut (Widiastuti, 2012), serta dapat untuk bahan parfum, sabun, pasta gigi, kosmetik, antiinflamasi, antiseptik/antibakteri, perangsang selera makan, deodorant, dan ekspektoran (Yuliani, 2012).

Minyak sereh asal Jawa mengandung komponen sebagai berikut : sitronelal 32 – 45%, geraniol 12 – 18%, sitronelol 11 – 15%, geranil asetat 3 - 8%, sitronelil asetat 2 – 4%, α-cetane, cubebene, calaminene, bourbonene, bisaotene, eugenol, metil eugenol, isopulegol, nerol, linalool, sitral, metil heptenone myrcene

(24)

geraniol dan sitronelol. Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan dasar yang digunakan dalam produk farmasi (Sastrohamidjojo, 2004).

(A) (B)

(C)

Gambar 1. Struktur sitronelal (A), sitronelol (B), geraniol (C) (NCBI, 2009)

(25)

Menurut Lertsatitthanakorn, Taweechaisupapong, Arunyanart, Aromdee, Khunkitti (2010), sitronelal termasuk dalam monoterpen aldehid; geraniol, sitronelol, linalool dan isopulegol termasuk dalam monoterpen alkohol; sitronelil asetat dan geranil asetat termasuk dalam monoterpen ester. Menurut Sikkema (1994), terpen berefek toksik pada fungsi dan struktur membran bakteri dimana sifat lipofilik terpen berikatan dengan fosfolipid bilayer dan memisahkan dari fase airnya. Kemudian membran mengembang dan meningkatkan ketidakstabilan membran serta permeabilitas membran sehingga terjadi kebocoran komponen intraselular.

(26)

B. Porphyromonas gingivalis

1. Klasifikasi

Filum : Bacteroidetes Kelas : Bacteroidetes Orde : Bacteroisales

Famili : Porphyromonadeceae Genus : Porphyromonas

Spesies : Porphyromonas gingivalis (Henderson et al., 2009).

Gambar 2. Morfologi koloni Porphyromonas gingivalis (Curtis dkk., 2002)

(27)

mm dan berwarna gelap dari tepi ke pusat antara 4-8 hari. Terkadang terdapat koloni yang tidak berpigmen (Collier, 1998). Koloni pada media agar darah berwarna kehitaman. Warna hitam tersebut adalah hemin yang merupakan produk akhir metabolisme bakteri terhadap darah. Oleh karena itu, Porphyromonas gingivalis disebut bakteri berpigmen hitam (Newman dkk., 2006). Pertumbuhan Porphyromonas gingivalis dipengaruhi oleh adanya protein hidrolisat seperti trypticase, proteose pepton dan ekstrak yeast. Selain itu, pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan adanya 0,5-0,8% NaCl. Temperatur optimal untuk pertumbuhan yaitu 37oC. Pertumbuhan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh karbohidrat. Produk fermentasi yang utama yaitu n-butirat dan asam asetat, untuk hasil yang lain yang lebih rendah yaitu propionate, iso-butirat, iso-valeric, dan asam fenilasetat. Selain itu, juga diproduksi cysteine proteinases dan kolagen. Dinding sel peptidoglikan mengandung lisin sebagai asam diamino, non-hydroxylated fatty acids dan 3-hydroxylated fatty acids (Collier, 1998).

2. Patogenesis

(28)

mendegradasi enzim inhibitor kolagenase), hemolysin, dan kolagenase. Porphyromonas gingivalis dapat mendegradasi perlekatan epitel jaringan periodontal sehingga menyebabkan terjadinya poket periodontal (Newman dkk., 2006). Bakteri Porphyromonas gingivalis memiliki fimbria yang berperan penting sebagai molekul adhesi ketika bakteri berinteraksi dengan sel epitel oral, fibroblast ligamen periodontal, sel endotel, protein matriks ekstraseluler, protein saliva, dan juga dengan spesies bakteri oral yang lain (Lamont, Burne, Lantz, LeBlane, 2006).

C. Plak Gigi

Plak adalah substansi terukur, resilien, dan berwarna kuning keabuan yang melekat erat pada permukaan keras di dalam rongga mulut (Newman, Takei, Klokkevold, Carranza, 2006). Plak gigi adalah komunitas mikroba kompleks yang terbentuk pada seluruh permukaan gigi yang terpapar cairan bakteri rongga mulut. Plak terdiri dari bakteri dalam matriks glikoprotein saliva dan polisakarida ekstraseluler. Satu gram plak (berat basah) mengandung kira-kira 1011 bakteri (Rose, 2004). Di dalam plak gigi manusia terdapat lebih dari 500 spesies mikroba (Newman dkk., 2006).

Berdasarkan posisinya pada permukaan gigi terhadap gingiva, plak diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Plak supragingiva

(29)

berbeda bentuk dan tipe yang terstruktur. Plak supragingiva terbentuk dari bakteri jenis gram positif dan gram negatif, dimana bakteri gram positif yang berbentuk kokus dan batang pendek mendominasi permukaan gigi, sedangkan bakteri gram negatif yang berbentuk batang dan filament serta spirochetes mendominasi permukaan luar dari massa plak yang mature (Newman dkk., 2006). Secara klinis, plak supragingiva dapat terlihat sebagai lapisan film tipis yang nyaris tidak terlihat ataupun sebagai lapisan material tebal yang menutupi permukaan gigi serta tepi gingival (Rose, 2004).

b. Plak subgingiva

Plak subgingiva adalah plak yang ditemukan di bawah tepi gingiva diantara gigi dan epitel poket gingiva. Mikroba pada plak subgingiva berbeda dengan jenis plak supragingiva karena kemampuan daerah subgingiva untuk memvaskularisasi darah dan memiliki potensi redoks yang rendah sehingga lingkungan di sekitar daerah subgingiva menjadi anaerob (Newman dkk., 2006). Secara klinis, plak subgingiva tidak mudah terlihat karena tertutup celah gingiva atau poket periodontal. Plak gigi tersebut langsung berkontak dengan tepi gingiva dinamakan plak marginal (Rose, 2004).

(30)

juga melindungi bakteri dari antibiotik dan antiseptik, karena antibiotik dan antiseptik tidak dapat dengan mudah menembus pertahanan dari matriks polisakarida. Biofilm juga menyediakan nutrisi bagi bakteri tersebut. Bakteri-bakteri tersebut terikat satu sama lain dan melekat pada permukaan sehingga menguntungkan bakteri memperoleh nutrisi yang penting bagi pertumbuhannya (Newman dkk., 2006).

Proses dari pembentukan plak dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu : (1) pembentukan pelikel pada permukaan gigi; (2) inisial adhesi dan perlekatan bakteri; dan (3) kolonisasi dan maturasi plak. Pada pembentukan pelikel permukaan gigi, seluruh permukaan rongga mulut dilapisi oleh sebuah pelikel. Lapisan tipis glikoprotein dari saliva yang menutupi permukaan gigi dinamakan acquired pellicle. Pelikel ini terdiri dari berbagai komponen termasuk glikoprotein (musin), protein kaya prolin, fosfoprotein (statherin), protein kaya histidin, enzim dan molekul lain yang dapat berfungsi sebagai tempat melekatnya bakteri. Pada tahap inisiasi adhesi dan perlekatan bakteri terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Tahap I : transport bakteri pada permukaan gigi

Bakteri dpat berpindah secara acak melalui gerakan Brownian, sedimentasi mikroorganisme, aliran cairan, ataupun pergerakan aktif dari bakteri itu sendiri (kemotaksis).

b. Tahap II : inisial adhesi

(31)

c. Tahap III : perlekatan bakteri

Setelah inisial adhesi, perlekatan bakteri dengan permukaan gigi diperkuat dengan adanya ikatan-ikatan kovalen, ionic, dan hidrogen.

d. Tahap IV : pembentukan biofilm dan kolonisasi permukaan

Tahap terakhir dari pembentukan plak merupakan proses kolonisasi dan maturasi plak. Ketika mikroorganisme yang melekat pada permukaan gigi mulai bertumbuh, mikrokoloni atau biofilm dapat terbentuk dan berkembang. Pada tahapan ini terjadi hubungan baru antara bakteri satu dengan yang lain. Semua bakteri yang terdapat dalam rongga mulut mempunyai molekul-molekul yang dapat menyebabkan beberapa interaksi antar sel. Proses ini terjadi karena adanya interaksi molekul protein dan karbohidrat yang terletak pada permukaan gigi (Newman dkk., 2006).

D. Gingivitis

(32)

mampu memproduksi bahan biokimia berupa kapsul polisakarida, menstimulasi sel polimorfonuklear guna memproduksi hydrolase dan meningkatkan perlekatan mikroorganisme pada permukaan gigi. Selain itu, mikroorganisme tersebut juga mampu untuk mensintesis produk kolagenase, hyaluronidase, protease, kondroitin sulfatase, dan endotoksin yang menyebabkan kerusakan pada epitel dan sel jaringan ikat yang mengandung kolagen, dan substansi dasar, serta glikokaliks (cell coat). Perubahan patologis ini menghasilkan pelebaran ruang antara sel junctional epithelium selama tahap gingivitis awal yang dapat menyebabkan jaringan ikat menjadi lebih rentan terinfeksi oleh bakteri. Produk mikroba tersebut akan mengaktivasi monosit/makrofag untuk memproduksi substansi aktif seperti prostaglandin E2 (PGE2), interferon (IFN), tumor necrosis factor (TNF), dan interleukin-1 (IL-1) (Hammond, 1970).

Bakteri yang terdapat pada lapisan biofilm ini menghasilkan sekret pembuangan selama mereka bertumbuh dan berkembang biak. Sekret pembuangan ini lengket sehingga akan menyebabkan debris lebih mudah untuk menempel, dan bersifat supresif yang akan mencegah jaringan sehat untuk beregenerasi. Substansi yang lengket ini disebut plak, yang dapat ditemukan di atas maupun di bawah garis gingiva. Semakin lama, plak ini dapat mengeras dan berubah menjadi tartar (kalkulus) yang mengandung lebih banyak bakteri dan produk pembuangan (Newman dkk., 2006).

(33)

penting untuk respon inang terhadap bakteri dan substansi lain yang terpapar di gingiva. Pada kondisi normal, neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah pleksus gingiva ke tepi gingiva melalui junctionalepithelium dan masuk ke sulkus gingiva dan rongga mulut (Newman dkk., 2006).

Pada tahap awal gingivitis, apabila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi pada junctional epithelium maupun pada epitel krevikuler merupakan tanda adanya pemisahan sel dan terjadi beberapa proliferasi sel basal. Fibroblast mulai berdegenerasi dan kolagen dari serabut dentogingiva pecah sehingga perlekatan marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflamasi, 75% diantaranya terdiri dari limfosit, juga terlihat adanya beberapa sel plasma dan makrofag. Pada tahap ini, tanda-tanda klinis dari inflamasi semakin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah pada probing (Newman dkk., 2006).

Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat, selain itu pada tahap ini juga ditemukan sel mast. Immunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epitelium dan jaringan ikat. Secara klinis, gingiva tampak berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah (Newman dkk., 2006).

(34)

memperbesar kemungkinan terjadinya poket gingiva. Bila edema inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva umumnya juga cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel junctional epithelium dan beberapa proliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya (Newman dkk., 2006).

Bila inflamasi sudah menyebar di sepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversible terutama dalam hubungannya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epitel maupun jaringan ikat. Hal ini dikarenakan jaringan fibrosa rusak pada daerah inflamasi aktif pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan pembuluh darah yang baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ini merupakan karakterisitik yang sangat penting dari lesi kronis (Newman dkk., 2006).

E. Uji Potensi Antibakteri

1. Metode difusi sumuran agar

(35)

mengelilingi senyawa antibakteri dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan senyawa tersebut terhadap bakteri uji (Jawetz, 1996).

Metode difusi sumuran agar adalah metode yang secara umum digunakan untuk mengukur aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman. Pada metode ini, sumuran diisikan bahan uji yang akan digunakan dan telah diketahui konsentrasinya yang mana bahan uji tersebut kontak langsung dengan media yang telah diinokulasi dengan bakteri dan diameter zona jernih yang berada di sekitar sumuran (diameter zona hambat) diukur pada akhir masa inkubasi. Untuk melakukan pengukuran lebih mudah menggunakan metode sumuran. Metode ini telah digunakan sejak 1998 tanpa ada kesulitan. Juga hanya dibutuhkan sedikit sampel dan dapat dimasukkan enam hingga delapan ekstrak pada lubang sumuran pada setiap plate yang telah diberi media yang diinokulasikan satu mikoorganisme, hal ini merupakan keuntungan dari metode sumuran (Ahmad, Owais, Shahid, Aqil, 2010).

2. Metode dilusi

(36)

membandingkan hasil KHM (Parija, 2009). Prosedur uji dilusi digunakan untuk mencari Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM), yaitu konsentrasi terendah yang dapat membunuh bakteri (Universitas Gajah Mada, 1993).

F. Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS)

(37)

Bagian utama dari kromatografi gas (KG) adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu, dan detektor.

1. Gas pembawa

Faktor yang menyebabkan suatu senyawa bergerak melalui kolom KG adalah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Aliran gas dipaparkan dengan dua pengubah yaitu aliran yang diukur dalam mL/menit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom. Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai : hantar hambang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur. Nitrogen, helium, argon, hidrogen, dan karbon dioksida adalah gas pembawa yang paling sering dipakai karena tidak reaktif serta terdapat dalam keadaan murni (Gritter, 1991).

2. Sistem injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik. Ruang suntik harus dipanaskan tersdendiri, terpisah dari kolom, biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, 1991).

3. Kolom

(38)

Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02-0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga untuk fase diam cair. Fase ini dilapiskan pada dinding kolom dan bahkan dapat dicampur dengan sedikit penyangga yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif (Gritter, 1991).

4. Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, semi polar dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang non polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan fase diam yang bersifat non polar juga, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).

5. Suhu

Tekanan uap sangat berganung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda yaitu suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.

a. Suhu injektor

Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian akibat panas (McNair, 1988).

b. Suhu kolom

(39)

rutin atau jika banyak yang dipisahkan. Pilihan awal yang baik ialah suhu beberapa derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Pada kromatografi gas suhu diprogram ini suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu (Gritter, 1991).

c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair, 1988).

6. Detektor

Menurut McNair (1988), terdapat dua detektor yang populer yaitu detektor hantar termal (DHT) dan detektor pengion nyala (DPN).

(40)

ionisasi dan pemisahan molekul berdasarkan rasio m/z-nya terjadi di dalam spektrometer pada tekanan 0,005 torr dan temperatur 200±0,25oC (Satiadarma, 2004).

Spektrometer massa dapat digunakan untuk analisis senyawa yang telah diketahui spektrum massanya maupun senyawa yang tidak diketahui. Pada senyawa yang telah diketahui, komputer mencari dan membandingkan spektrum massa senyawa yang diujikan dengan library dari spektra massa, sedangkan pada senyawa yang tidak diketahui maka molekul ion, pola fragmentasi, dan bukti dari hasil spektrometri lain (misal IR dan NMR) dapat digunakan untuk membantu dalam proses identifikasi senyawa baru (Silverstein, 2005).

Keuntungan dari spektrometri massa adalah sensitivitas yang lebih besar dari teknis analisis lainnya, ukuran sampel yang relatif kecil dan kespesifikan yang diperlukan untuk identifikasi senyawa (Satiadarma, 2004).

G. Landasan Teori

(41)

dilakukan Jardim dkk., bakteri Porphyromonas gingivalis juga resisten terhadap

golongan obat β-laktam, aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, quinolon, dan rifampin. Selain itu, dari penelitian Eick, Schmitt, Sachse, Schmidt, dan Pfister, menyatakan bahwa hasil dari bakteri Porphyromonas gingivalis yang diberi obat floroquinolon juga menunjukkan adanya penurunan sensitivitas dari obat tersebut.

Minyak atsiri serai wangi Jawa memiliki tiga kandungan utama, yaitu sitronelol, geraniol, dan sitronelal. Ketiga kandungan tersebut bermanfaat sebagai antibakteri. Bakteri Porphyromonas gingivalis sudah menunjukkan resistensi terhadap antibiotik, oleh karena itu diteliti minyak atsiri serai wangi Jawa sebagai alternatif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

Uji daya antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi sumuran dilanjutkan dengan dilusi padat. Metode difusi sumuran mengukur daya antimikroba dari zona hambat yang muncul. Metode dilusi padat digunakan untuk mencari KHM dan KBM dari senyawa uji, KHM yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan KBM yaitu konsentrasi terendah yang dapat membunuh mikroba dan ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan pada media. Selanjutnya, identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa dilakukan menggunakan GC-MS.

H. Hipotesis

(42)

2. Minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) memiliki Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis.

(43)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah. Kemudian dianalisis statistik uji normalitas Shapiro-Wilk yang dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis serta uji Wilcoxon. Selain itu, dilakukan juga analisis eksploratif-deskriptif untuk menentukan KHM dan KBM serta identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa menggunakan GC-MS.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas yang terdapat dalam penelitian ini adalah konsentrasi uji daya antibakteri minyak atsiri daun serai wangi Jawa 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung yang terdapat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

(44)

bakteri uji setara dengan larutan standar Mc Farland II (6.108 CFU/mL), dan volume pemberian minyak atsiri.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali yang terdapat dalam penelitian ini adalah proses destilasi minyak atsiri serai wangi Jawa, tanaman serai wangi yang digunakan untuk destilasi, teknik destilasi minyak atsiri serai wangi Jawa.

2. Definisi operasional

a. Minyak atsiri adalah kelompok minyak nabati yang berwujud cairan kental, mudah menguap pada suhu ruangan dan memiliki bau khas.

b. Minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman serai wangi yang dibeli dari CV. Indaroma

dengan nomor batch ’12 09 F027.

c. Porphyromonas gingivalis adalah biakan bakteri dengan ATCC 33277 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta dan bakteri ini merupakan gram negatif, anaerob, tidak memiliki alat gerak atau coccobacilli dan panjangnya 0,5–2 µm, dapat menyebabkan penyakit gingivitis.

d. Daya antibakteri adalah kekuatan minyak atsiri serai wangi Jawa untuk dapat menghambat atau membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis.

(45)

f. Metode dilusi padat adalah suatu cara yang digunakan untuk menentukan KHM serta KBM terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis.

g. KHM adalah konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis.

h. KBM adalah konsentrasi terkecil yang dapat membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) yang diperoleh dari CV. Indaroma dengan nomor batch ’12 09 F027, larutan standar Mc Farland II, bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277), aquadest, Trypticase Soya Agar (TSA) (Oxoid), NaCl 0,9%, Klorheksidin (Minosep®) sebagai kontrol positif, dan parafin cair sebagai kontrol negatif.

D. Alat Penelitian

(46)

E. Tata Cara Penelitian

1. Karakterisasi minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil)

a. Pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan organoleptis yaitu meliputi pemeriksaan warna dan bentuk minyak atsiri.

b. Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan piknometer. Piknometer dibersihkan dengan menggunakan etanol 70% dan kemudian dikeringkan dengan diberi udara kering. Bagian luar piknometer diseka dengan kain kering. Piknometer didiamkan selama 30 menit lalu ditimbang. Kemudian piknometer diisi dengan menggunakan air suling suhu 25oC, lalu mengkondisikannya pada suhu ± 0,2oC dibawah 25oC selama 30 menit. Selanjutnya dibiarkan selama 30 menit lagi hingga suhu 30oC dan timbang. Hasil timbangan dicatat. Piknometer kemudian dikosongkan dan dicuci dengan etanol 70% lalu dikeringkan dengan diberi udara kering. Kemudian diisi dengan minyak atsiri yang bersuhu 25oC dan mengkondisikannya pada suhu ± 0,2oC dibawah 25oC selama 30 menit. Dibiarkan selama 30 menit lagi hingga suhu 30oC. Lalu piknometer ditimbang. Menghitung bobot jenis minyak atsiri serai wangi. Dilakukan sebanyak tiga kali replikasi.

(47)

Kalibrasi yang ditunjukkan oleh garis batas tersebut memperlihatkan nilai dari indeks bias.

2. Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil)

terhadap Porphyromonas gingivalis dengan metode difusi sumuran

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta. Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi dengan metode sumuran dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a. Pembuatan larutan uji. Minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) dibuat berbagai variasi pengenceran dengan cara dilarutkan dalam parafin cair. Variasi konsentrasi pengenceran yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%.

b. Pembuatan stok bakteri. Diambil 1-3 ose dari bakteri Porphyromonas gingivalis yang telah dibiakkan, kemudian diinokulasikan pada TSA yang sudah berada di cawan petri secara streak plate dan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37oC di inkubator CO2. Tahap ini digunakan sebagai stok bakteri untuk tahap selanjutnya.

(48)

d. Pembuatan kontrol media. Media TSA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat, kemudian diinkubasi di inkubator CO2 pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah itu, diamati apakah terdapat bakteri yang tumbuh atau tidak.

e. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji. Media TSA yang telah bersuhu 45-55oC setelah disterilkan, kemudian ditambahkan suspensi bakteri uji Porphyromonas gingivalis dengan kepadatan sesuai dengan standar Mc Farland II lalu dituang ke dalam cawan petri dan digoyang supaya bakteri tersebar merata. Kemudian diinkubasi pada inkubator CO2 dengan suhu 37oC selama 48 jam. Setelah itu, diamati pertumbuhan bakteri dan dibandingkan dengan perlakuan.

(49)

3. Penentuan KHM dan KBM minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella

Java Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan metode dilusi padat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta. Penentuan KHM dan KBM minyak atsiri serai wangi Jawa dengan metode dilusi padat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

(50)

b. Penentuan nilai KHM dan KBM. Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan melakukan streak plate dari hasil uji daya antibakteri secara dilusi padat. Hasil uji yang digunakan adalah semua media yang memberikan kejernihan media secara visual. Konsentrasi terendah hasil streak plate yang sudah tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri maka ditentukan sebagai KBM, dan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat bakteri ditandai dengan bakteri masih dapat tumbuh pada hasil streak plate ditentukan sebagai KHM.

4. Identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java

Oil) menggunakan GC-MS

(51)

F. Analisis Data

(52)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java Oil)

Tujuan dilakukannya karakterisasi yaitu untuk mengetahui sifat fisik dari minyak atsiri serai wangi Jawa secara kualitatif dimana pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptis, pengukuran nilai bobot jenis, dan pengukuran nilai indeks bias.

1. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa

[image:52.612.105.530.260.571.2]

Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhasan dari minyak atsiri serai wangi Jawa berdasarkan warna dan bentuk fisik minyak atsiri. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan. Apabila minyak atsiri yang digunakan bukan minyak atsiri yang dimaksud, maka kandungan minyak atsirinya juga berbeda dan hasil daya antibakteri juga berbeda.

Tabel I. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa

Pemeriksaan organoleptis Hasil pemeriksaan organoleptis

Warna Kuning muda

Bentuk Cair

(53)

2. Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa

[image:53.612.106.533.303.570.2]

Tujuan dari pemeriksaan ini yaitu untuk mengetahui Bobot Jenis (BJ) minyak atsiri serai wangi Jawa. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat uji terhadap bobot suatu zat baku yaitu air. Bobot jenis memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot menjadi volume dan sebaliknya (Ancel, 2004). Selain itu, bobot jenis juga untuk mengetahui kemurnian dari zat yang diuji. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan piknometer.

Tabel II. Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa

Replikasi Bobot jenis pemeriksaan

Replikasi I 0,881

Replikasi II 0,881

Replikasi III 0,883

Rata-rata ± SD 0,882 ± 0,001

Berdasarkan CoA dari CV. Indaroma tercantum bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa sebesar 0,885 dengan rentang spesifikasi 0,882-0,888 dan berdasarkan EOA (Essential Oil Association) (USA) No.14 (cit., Panda, 2003) bobot jenis minyak atsiri serai wangi yaitu 0,877-0,893. Dari hasil yang ditunjukkan (Tabel II) sudah menunjukkan kesesuaian dengan CoA dan literatur.

3. Pengukuran indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa

(54)
[image:54.612.103.530.189.512.2]

menjadi cahaya monokromatis, kemudian dibaca skalanya sebagai indeks bias cairan uji.

Tabel III. Pengukuran nilai indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa

Replikasi Indeks bias pemeriksaan

Replikasi I 1,471

Replikasi II 1,471

Replikasi III 1,471

Rata-rata Replikasi 1,471

Berdasarkan CoA minyak atsiri serai wangi Jawa yang diperoleh dari CV. Indaroma dinyatakan bahwa minyak atsiri memiliki indeks bias 1,478 dengan rentang spesifikasi 1,475-1,488. Sedangkan berdasar EOA (Essential Oil Association) (USA) No.14 (cit., Panda, 2003) minyak atsiri serai wangi memiliki indeks bias pada rentang 1,466-1,473. Dari data pemeriksaan sebanyak tiga kali replikasi didapatkan nilai indeks bias yang selalu sama yaitu 1,471 dengan rata-rata 1,471 sehingga dinyatakan bahwa nilai indeks bias telah sesuai dengan literatur, namun belum sesuai dengan CoA.

(55)

B. Uji Daya Antibakteri Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java

Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan Metode Difusi Sumuran

Uji daya antibakteri dengan metode difusi sumuran berguna untuk mengetahui besarnya daya antibakteri dari minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dengan cara dilihat besarnya diameter zona hambat yang muncul. Metode difusi sumuran merupakan metode yang cocok digunakan untuk bahan yang bersifat non polar sebab apabila menggunakan paper disc, maka minyak atsiri tidak dapat diserap secara sempurna ke dalam paper disc. Pada pemeriksaan yang dilakukan perlu adanya kontrol negatif, kontrol positif, kontrol pertumbuhan, dan kontrol media. Keempat kontrol ini penting dilakukan agar hasil yang diberikan valid.

(56)

komponen sitoplasma dengan berat molekul rendah seperti ion kalium dan berakibat sel bakteri mengkerut (Dumitrescu, 2011). Ketika konsentrasi klorheksidin dinaikkan, isi sel dengan berat molekul yang lebih tinggi (seperti nukleotida) muncul pada larutan supernatan disekitar sel. Nukleotida ini rusak (bocor) dan bersifat irreversible. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron ditunjukkan bahwa sitoplasma sel terpresipitasi, presipitasi dapat terjadi karena interaksi antara klorheksidin dengan fosfat yang berada di dalam sitoplasma seperti adenosin trifosfat dan asam nukleat (Williams, 2001). Daya hambat dari berbagai konsentrasi minyak atsiri akan dibandingkan dengan daya hambat sediaan obat kumur Klorheksidin 0,2% (Minocep®) sehingga dapat dilihat apakah perbedaan daya hambat tersebut bermakna atau tidak.

(57)
(58)
[image:58.612.103.525.135.560.2]

Tabel IV. Diameter zona hambat minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap Porphyromonas gingivalis dengan metode difusi sumuran

Konsentrasi minyak atsiri

Replikasi Rata-rata diameter zona hambat (mm) I (mm) II (mm) III (mm)

10% 5,02 5,12 5,10 5,08

9% 4,52 4,41 4,44 4,46

8% 4,11 4,00 4,10 4,07

7% 3,52 3,69 3,60 3,60

6% 3,43 3,41 3,39 3,41

5% 3,10 2,83 2,90 2,94

4% 2,11 2,01 2,02 2,05

3% 1,22 1,40 1,29 1,30

2% 0,71 0,53 0,59 0,61

1% 0,00 0,00 0,00 0,00

Kontrol positif 30,06 30,04 30,01 30,04

Kontrol negatif 0,00 0,00 0,00 0,00

(59)
(60)
[image:60.612.102.540.144.455.2]

Tabel V. Hasil analisis statistik uji Wilcoxon pada pengujian daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap Porphyromonas gingivalis

dengan metode difusi sumuran

K+ K- 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%

K+ - BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB

K- BB - NA BB BB BB BB BB BB BB BB BB

1% BB NA - BB BB BB BB BB BB BB BB BB

2% BB BB BB - BB BB BB BB BB BB BB BB

3% BB BB BB BB - BB BB BB BB BB BB BB

4% BB BB BB BB BB - BB BB BB BB BB BB

5% BB BB BB BB BB BB - BB BB BB BB BB

6% BB BB BB BB BB BB BB - BB BB BB BB

7% BB BB BB BB BB BB BB BB - BB BB BB

8% BB BB BB BB BB BB BB BB BB - BB BB

9% BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB - BB

10% BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB -

Keterangan = BB = Berbeda Bermakna BTB = Berbeda Tidak Bermakna

NA = Not Available (tidak terdapat daya antibakteri) K+ = Kontrol Positif

K- = Kontrol Negatif

(61)

C. Penentuan KHM dan KBM Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella

Java Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan Metode Dilusi Padat

Tujuan dari pengujian dengan metode dilusi padat yaitu untuk menentukan KHM dan KBM dari minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap Porphyromonas gingivalis. KHM yaitu konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dan KBM yaitu konsentrasi terkecil yang dapat membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis. Pada pengujian digunakan minyak atsiri serai wangi Jawa dengan konsentrasi sama dengan konsentrasi pada metode difusi sumuran yaitu 1% hingga 10% dan diharapkan pengujian dengan konsentrasi yang kecil akan langsung didapatkan nilai KHM dan KBM. Pada pengujian dengan metode dilusi padat ini juga diperlukan adanya kontrol seperti pada metode difusi sumuran, yaitu kontrol media, kontrol pertumbuhan, kontrol negatif, dan kontrol positif.

(62)
[image:62.612.107.522.293.693.2]

perkiraan awal untuk menentukan nilai KHM dan KBM minyak atsiri serai wangi Jawa terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis. Berdasarkan hasil pemeriksaan (Tabel VI), diperkirakan bahwa nilai KHM berada pada minyak atsiri konsentrasi 5% dilihat dari perpindahan tingkat kekeruhan dari keruh menjadi sangat keruh dimana konsentrasi 5% merupakan konsentrasi minimum yang masih menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi 4% sudah tidak terdapat penghambatan pertumbuhan bakteri karena tingkat kekeruhan yang dihasilkan sama dengan tingkat kekeruhan kontrol pertumbuhan. Nilai KBM diperkirakan berada pada minyak atsiri konsentrasi 9% karena merupakan konsentrasi minimum yang dapat membunuh bakteri yang ditunjukkan dengan menghasilkan tingkat kekeruhan media yang jernih.

Tabel VI. Hasil uji daya antibakteri dengan metode dilusi padat

Konsentrasi Kekeruhan

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Kontrol negatif ++++ ++++ ++++

1% ++++ ++++ ++++

2% ++++ ++++ ++++

3% ++++ ++++ ++++

4% ++++ ++++ ++++

5% +++ +++ +++

6% +++ +++ +++

7% ++ ++ ++

8% ++ ++ ++

9% + + +

10% + + +

Kontrol positif + + +

Keterangan = ++++ = sangat keruh; +++ = keruh;

(63)

Selanjutnya untuk dapat menentukan kepastian nilai KHM dan KBM maka dilakukan uji penegasan dengan metode streak plate untuk semua konsentrasi dan kontrol. Berdasarkan hasil ditunjukkan bahwa nilai KBM berada pada konsentrasi minyak atsiri 4% karena pada konsentrasi terkecil ini sudah tidak terdapat pertumbuhan dari bakteri Porphyromonas gingivalis.

(A) (B)

Gambar 3. Konsentrasi 4% sebagai KBM (A), konsentrasi 2% sebagai KHM (B)

(64)

bahan minyak atsiri serai wangi Jawa untuk mencegah bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab penyakit gingivitis.

D. Identifikasi Komponen Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa

(Citronella Java Oil) menggunakan GC-MS

[image:64.612.103.526.271.614.2]

Tujuan dari dilakukannya identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa menggunakan GC-MS yaitu untuk mengetahui perkiraan komponen-komponen minyak atsiri dalam memberikan daya antibakteri. Pada pemeriksaan dengan menggunakan GC-MS, minyak atsiri tidak memerlukan adanya pelarut sebab minyak atsiri sudah berbentuk cairan dan bersifat volatile (mudah menguap) sehingga dapat langsung diidentifikasi menggunakan GC-MS.

(65)
[image:65.612.104.528.216.585.2]

Tabel VII. Identifikasi komponen minyak atsiri serai wangi Jawa

Peak R. time Senyawa 1 22,479 Sitronelal

2 24,446 Linalool

3 25,368 Isopulegol 4 28,042 Sitronelil asetat 5 30,899 Geranil asetat 6 31,325 Sitronelol

7 33,769 Geraniol

8 42,244 Eugenol

(66)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan : 1. Minyak atsiri serai wangi Jawa memiliki daya antibakteri terhadap bakteri

Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis.

2. Minyak atsiri serai wangi Jawa memiliki nilai KHM sebesar 2% dan nilai KBM sebesar 4% terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis. 3. Minyak atsiri serai wangi Jawa yang digunakan memiliki 8 komponen yang sesuai

dengan literatur menurut Panda (2003) yaitu sitronelal, sitronelol, geraniol, linalool, isopulegol, sitronelil asetat, geranil asetat, dan eugenol.

B. Saran

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Acumedia, 2010, Tryptic Soy Agar (7100), Neogen Corporation, Lansing.

Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, Penerbit ITB, Bandung, pp. 29-34.

Ahmad, I., Owais, M., Shahid, M., Aqil, F., 2010, Combating Fungal Infections : Problems and Remedy, Springer, New York, pp. 472-473.

Ancel, H.C., Prince, S.J., 2004, Kalkulasi Farmasetik : Panduan untuk Apoteker, EGC, Jakarta, pp. 210-212.

Berkovitz, B.K.B., Hollad, G.R., Moxham, B.J., 2009, Oral Anatomy, Histology and Embriology, 4th ed., Mosby Elsevier, St. Louis, pp. 84-85.

Brugnera, D.F., Oliveira, M.M.M., Piccoli, R.H., 2011, Essential Oils of Cymbopogon sp. in the Control of Foodborne Pathogenic Bacteria, Alim. Nutr., 22, 339-343.

Collier, L., Albert Balows, Max Sussman, 1998, Topley & Wilson’s Microbiology and Microbial Infections : Volume 2 Systematic Bacteriology, Ninth edition, pp. 1317, 1318, 1320.

Coykendal dkk., 2013, Porphyromonas gingivalis, ATCC, Manassas.

Curtis, M.A., Opoku, J.A., Rangarajan, M., Gallagher, A., Sterne, J.A.C., Reid, C.R., dkk., 2002, Attenuation of the Virulence of Porphyromonas gingivalis by Using a Spesific Synthetic Kgp Protease Inhibitor, Infection and Immunity, 70(12), 6968.

Diaz, M.A.N., Rossi, C.C., Mendonça, V.R., Silva, D.M., Ribon, A.O.B., Aguilar, A. P., et al., 2010, Screening of medicinal plants for antibacterial activities on Staphylococcus aureus strains isolated from bovine mastitis, Brazilian Journal of Pharmacognosy, 20 (5), 724 – 728.

Dumitrescu, A.L., Antibiotics and Antiseptics in Periodontal Therapy, Springer, New York, p. 210.

Gandjar, I.G., Rohman, A., 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 420, 441-442.

(68)

Potential Use of Monoterpenes as Tropical Fruits Preservatives, Brazilian Journal of Microbiology, 39, 163-168.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi III, Penerbit ITB, Bandung, pp. 36-38, 44-51.

Guenther, E., 1990, Minyak Atsiri Jilid IV A, UI-Press, Jakarta, pp. 95, 118-119. Hammond, B. F., 1970, Isolation and Serological Characterization of a Cell Wall

Antigen of Rothia Dentocariosa, Journal of Bacteriology, 103, 634-640. Hariana, H. A., 2006, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 3, PS, Jakarta, p. 73. Henderson, B., Curtis, M., Seymor, R., 2009, Periodontal Medicine and Systems

Biology, John Willey and Sons, New Delhi, p. 193.

Houwink, B. dkk., 1993, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 95-100, 162-169.

Jardim, E.C.G., Marqueti, A.C., Faverani, L.P., Jardim Junior, E.G., 2010, Antimicrobial Resistance of Aerobes and Facultative Anaerobes Isolated from The Oral Cavity, J Appl Oral Sci., 18(6), 551-559.

Jawetz, E.J.I., Melnick and Adelberg, E. A, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XX, diterjemahkan oleh Nugroho, E., dan Maulany, EGC, Jakarta, pp. 234-240, 286-290.

Julianti, R., Dharma, M.S., Erdaliza, Anggia, D., Fahmi, F., Aidi, L., dkk., 2008, Gigi dan Mulut (Tutorial), FK UNRI, Riau, p. 13.

Khare, C. P., 2007, Indian Medicinal Plants, Springer Reference, New Delhi, p. 192.

Koensoemardiyah, 2011, A to Z Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik, dan Aromaterapi, Penerbit Andi, Jakarta, p. 15.

Lamont, R.J., Burne, R.A., Lantz, M. S., LeBlane, D.J., 2006, Oral Microbiology and Immunology, ASM Press, Washington DC, p. 263.

Lertsatitthanakorn, P., Taweechaisupapong, S., Arunyanart, C., Aromdee, C., Khunkitti, W., 2010, Effect of Citronella Oil on Time Kill Profile, Leakage, and Morphological Changes of Propionibacterium acnes, 22, 270-274.

(69)

Marsh, P., Martin, M.V., 1999, Oral Microbiology, 4th ed., MPG Books Ltd. Bodmin, Cornwall, p. 28.

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1990, Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik, UI-Press, Jakarta, p. 273.

Mcnair, H., Bonelli, E.J., 1988, Dasar Kromatografi Gas, edisi V, Penerbit ITB, Bandung, pp. 7-14.

Moerfiiah, Supomo, F.D.S., 2011, Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper cf. fragile Benth.) terhadap Bakteri Penyebab Sakit Gigi, Ekologia, 11(1), 30-35.

Narayanaswamy, K.K., 2007, Review of Clinical Periodontology, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi, pp. 1-3.

Naveen, K., 2010, Textbook of Microbiology, I.K., New Delhi, pp. 161-162. NCBI, 2009, Citronellal - Substance Summary, Citronellol - Compound

Summary, Geraniol - Substance Summary, PubChem Substance, http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?sid=14720401, http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?sid=134971625 &viewopt=PubChem,

http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?sid=76715702 &loc=es_rss, diakses tanggal 21 Maret 2013.

Newman, M. G., Takei H. H., Klokkevold P. R., Carranza F. A., 2006, Carranza’s Clinical Periodontology, 10th ed., Mosby Elsevier, St. Louis, pp. 19-30, 46-64, 134-173, 234-243, 362-370.

Nubatonis, M.O., 2002, Survei Prevalensi Gingivitis ditinjau dari Perilaku Pencegahan dan Pengobatan pada Pengunjung Puskesmas Padangsari Banyumanik Kota Semarang, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Semarang. Panda, H., 2003, Essential Oils Handbook, National Institute of Industrial

Research, Delhi, pp. 369 – 371.

Parija, S.C., 2009, Textbook of Microbiology & Immunology, Elsevier, India, p. 73.

(70)

Prasetyono, D. S., 2012, A-Z Daftar Tanaman Obat Ampuh di Sekitar Kita, Flashbooks, Yogyakarta, pp. 206-208.

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga Medical Series, Jakarta, pp. 111-116, 137-139, 145-146.

Radji, M., 2010, Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi & Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 15, 16, 21, 47-52, 58.

Rose, L. F. dan Mealey B. L., 2004, Periodontics : Medicine, Surgery and Implant, Mosby Elsevier, St. Louis, pp. 2-10, 21-22, 24, 100-111.

Sastrohamidjojo, H., 2004, Kimia Minyak Atsiri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 66-68.

Satiadarma, K., 2004, Asas Pengembangan Prosedur Analisis, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 161-162.

Schuurs, A. H. B., 1992, Patologi Gigi-Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, p. 139.

Sigma-Aldrich, 2013, 22091 Tryptic Soy Agar, Sigma-Aldrich, St. Louis.

Sikkema, J., de Bont, J.A.M., Poolman, B., 1994, Interactions of Cyclic Hydrocarbons with Biological Membranes, The Journal of Biological Chemistry, 269(11), 8022-8028.

Silverstein, R.M., Webster, F.X., Kiemle, D.J., 2005, Spectrometric Identification of Organic Compounds, seventh edition, John Wiley & Sons, Inc., United States of America, pp. 1-2.

Siswandono, dan Soekardjo, B., 2008, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya, p.12.

Suprianto, 2008, Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Anti Streptococcus mutans, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryo, J., 2010, Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan, B First, Yogyakarta, pp. 113 – 114.

Syamsuhidayat, S. S., Hutapea, J. R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Departemen Kesehatan RI, Jakarta, p. 50.

(71)

Tyler, Brady, R.L., Robbers, S.J., 1988, Pharmacognosy, 9th edition, Lean Febiger, USA, pp. 103-126.

Universitas Gajah Mada, 1993, Dasar-dasar Pemeriksaan Mikrobiologi, Bagian Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, pp. 27-29,115-116.

Wakabayashi, H., Yamauchi, K., Kobayashi, T., Yaeshima, T., Iwatsuki, K., Yoshie, H., 2009, Inhibitory effects of Lactoferrin on Growth and Biofilm Formation of Porphyromonas gingivalis and Prevotella intermedia, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 53(8), 3308-3316. WHO, 2013, Infectious Diseases, World Health Organization,

http://www.who.int/topics/infectious_diseases/en/, diakses tanggal 8 Maret 2013.

Widiastuti, I., 2012, Sukses Agribisnis Minyak Atsiri, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, pp. 1-3, 99-102.

Williams, L., Wilkins, 2001, Disinfection, Sterilization, and Preservation, 5th edition, Courier Westford, Philadelphia, p. 324.

Wolf, H.F., Rateitschak, K.H., Hassel, T.M., 2005, Color Atlas of Dental Medicine Periodontology, Thieme, New York, p. 6.

(72)

Lampiran 1

(73)

Lampiran 2

(74)

Lampiran 3

Karakterisasi Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa

Pengukuran nilai indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa

Pengukuran indeks bias minyak atsiri serai wangi Jawa = 1,468 ns = np + 0,003 (tp – ts)

ns = 1,468 + 0,003 (30-20) ns = 1,471

Keterangan : ns : indeks bias pada pengukuran np : indeks bias standar

tp : suhu pada saat pengukuran ts : suhu standar

Pengukuran nilai bobot jenis minyak atsiri serai wangi Jawa

1. Kalibrasi piknometer

Replikasi I (g) Replikasi II Replikasi III Bobot piknometer kosong 24,3703 24,1544 24,8030 Bobot piknometer + air 34,5422 34,3771 34,9973

Bobot air 10,1719 10,2227 10,1943

2. Perhitungan volume air

� = � = , , �/ � = � , �

� = � = , , �/ � = � , �

(75)

3. Bobot minyak atsiri serai wangi

Replikasi I (g) Replikasi II Replikasi III Bobot piknometer kosong 24,3703 24,1544 24,8030 Bobot piknometer +

minyak atsiri serai wangi

34,5422 34,3771 34,9973

Bobot minyak atsiri serai wangi

10,1719 10,2227 10,1943

4. Perhitungan massa jenis minyak atsiri serai wangi � = � = ,, � = , � �/ �

� = � = ,, � = , � �/ �

� = � = ,, � = , � �/ �

5. Perhitungan Bobot Jenis (BJ) minyak atsiri serai wangi BJ =� � = ,, �/ � �/ � = , �/ �

BJ =� � = ,, �/ � �/ � = , �/ �

BJ =� � = ,, �/ � �/ � = , �/ �

6. Rata-rata bobot jenis minyak atsiri serai wangi

�� +�� +��= ,88 + ,88 + ,88 = ,

� ∶ √∑ �−x rerata 2

�−

� ∶ √ , − , + , − , + , − ,

� ∶ ,

(76)

Lampiran 4

Uji Daya Antibakteri Minyak Atsiri Serai Wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap Porphyromonas gingivalis dengan Metode Difusi Sumuran

Diameter zona hambat kontrol positif pada pengujian daya antibakteri minyak atsiri serai wangi dengan metode difusi sumuran

Kontrol positif pada konsentrasi

minyak atsiri

Replikasi

I (mm) II (mm) III (mm)

10% 30,09 30,06 30,06

9% 30,02 29,98 30,02

8% 30,05 30,09 30,09

7% 30,08 29,89 29,99

6% 30,08 30,09 29,89

5% 30,06 30,05 30,02

4% 30,06 30,04 30,04

3% 29,99 30,06 29,96

1%, 2% 30,10 30,07 30,01

Rata-rata 30,06 30,04 30,01

Rata-

Gambar

Tabel I. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa
Gambar 2.  Morfologi koloni Porphyromonas gingivalis
Gambar 2. Morfologi koloni  Porphyromonas gingivalis (Curtis dkk., 2002)
Tabel I. Pemeriksaan organoleptis minyak atsiri serai wangi Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih merah dan minyak atsiri daun sereh wangi asal Tawangmangu terhadap

Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi larutan madu lebah hutan ( Apis dorsata ) terhadap hambatan bakteri Porphyromonas gingivalis dominan gingivitis menunjukkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh larutan madu lebah hutan (Apis dorsata ) terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dominan

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol siwak (Salvadora persica) terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya daya antibakteri minyak serai wangi Jawa dan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa terhadap pertumbuhan

Hasil aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun labu siam terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis menunjukkan hasil dengan terbentuknya zona bening disekitar

Minyak atsiri daun serai wangi (C. winterianus ) dalam bentuk sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada

Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol biji pepaya varietas California memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis.. Kata kunci : Antibakteri,