• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

F. Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS)

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi. Ketika digunakan detektor spektrometer massa maka akan mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui. Dengan menggunakan spektrometer massa untuk memonitor ion tunggal atau beberapa ion yang karakteristik dalam analit, maka batas deteksi ion- ion ini akan ditingkatkan (Gandjar, 2010).

Bagian utama dari kromatografi gas (KG) adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu, dan detektor.

1. Gas pembawa

Faktor yang menyebabkan suatu senyawa bergerak melalui kolom KG adalah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Aliran gas dipaparkan dengan dua pengubah yaitu aliran yang diukur dalam mL/menit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom. Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai : hantar hambang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur. Nitrogen, helium, argon, hidrogen, dan karbon dioksida adalah gas pembawa yang paling sering dipakai karena tidak reaktif serta terdapat dalam keadaan murni (Gritter, 1991).

2. Sistem injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik. Ruang suntik harus dipanaskan tersdendiri, terpisah dari kolom, biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, 1991).

3. Kolom

Ada 2 jenis kolom yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas terdiri dari fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang terdapat dalam tabung nisbi besar. Fase diam hanya dapat dilapiskan saja pada penyangga atau terikat secara kovalen pada penyangga yang menghasilkan fase terikat.

Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02-0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga untuk fase diam cair. Fase ini dilapiskan pada dinding kolom dan bahkan dapat dicampur dengan sedikit penyangga yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif (Gritter, 1991).

4. Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu non polar, semi polar dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang non polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan fase diam yang bersifat non polar juga, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000).

5. Suhu

Tekanan uap sangat berganung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda yaitu suhu injektor, suhu kolom, dan suhu detektor.

a. Suhu injektor

Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian akibat panas (McNair, 1988).

b. Suhu kolom

KG didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan, kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya. Tekanan uap bergantng langsung pada suhu, oleh karena itu suhu merupakan faktor utama dalam KG. pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap disebut secara isotermal atau suhu program. Kromatografi isotermal paling baik dipakai untuk analisis

rutin atau jika banyak yang dipisahkan. Pilihan awal yang baik ialah suhu beberapa derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Pada kromatografi gas suhu diprogram ini suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu (Gritter, 1991).

c. Suhu detektor

Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair, 1988).

6. Detektor

Menurut McNair (1988), terdapat dua detektor yang populer yaitu detektor hantar termal (DHT) dan detektor pengion nyala (DPN).

Prinsip dari spektrometri massa yaitu senyawa diionisasi, ion dipisahkan berdasarkan massa dan jumlah ion yang mewakili masing-masing massa ditunjukkan dalam bentuk spektrum. Secara umum digunakan tipe Electron- Impact (EI), spektrometer massa menyerang molekul dalam fase uap dengan sinar elektron berenergi tinggi dan hasilnya ditunjukkan sebagai spektrum yang telah dipisahkan berdasarkan massa (Silverstein, 2005). Pembentukan ion molekul dan ion fragmen molekul tergantung kepada ionisasi yang dilakukan. Pada ionisasi dengan benturan elektron menggunakan elektron voltase filamen pembangkit elektron 7 sampai 15 V diharapkan tidak terjadi fragmen dan tidak terbentuk ion yang lebih berat dari ion molekul. Elektron degan potensial filamen 70 V memberikan elektron dengan energi cukup besar untuk pembentukan ion fragmen molekul yang rasio m/z-nya khas untuk molekul senyawa yang dianalisis. Sistem

ionisasi dan pemisahan molekul berdasarkan rasio m/z-nya terjadi di dalam spektrometer pada tekanan 0,005 torr dan temperatur 200±0,25oC (Satiadarma, 2004).

Spektrometer massa dapat digunakan untuk analisis senyawa yang telah diketahui spektrum massanya maupun senyawa yang tidak diketahui. Pada senyawa yang telah diketahui, komputer mencari dan membandingkan spektrum massa senyawa yang diujikan dengan library dari spektra massa, sedangkan pada senyawa yang tidak diketahui maka molekul ion, pola fragmentasi, dan bukti dari hasil spektrometri lain (misal IR dan NMR) dapat digunakan untuk membantu dalam proses identifikasi senyawa baru (Silverstein, 2005).

Keuntungan dari spektrometri massa adalah sensitivitas yang lebih besar dari teknis analisis lainnya, ukuran sampel yang relatif kecil dan kespesifikan yang diperlukan untuk identifikasi senyawa (Satiadarma, 2004).

Dokumen terkait