• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembingkaian Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono (Studi Analisis Framing Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembingkaian Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono (Studi Analisis Framing Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Fisip UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

IKE PRATIWI

NPM. 0643010104

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

SBY-Boediono Di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

Disusun Oleh :

IKE PRATIWI

NPM. 0643010104

Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Zainal Abidin Achmad, M. Si, M. Ed

NPT. 3 7305 99 0170 1

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M. Si

(3)

IKE PRATIWI

0643010104

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 11 Juni 2010

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Tim Penguji

Ketua :

1.

Zainal Abidin Achmad, M. Si, M. Ed Ir. Didiek Tranggono, M. Si

NPT. 3 7305 99 0170 1

NIP. 19 581225 199001 1001

Sekretaris :

2.

Zainal Abidin Achmad, M. Si, M. Ed

NPT. 3 7305 99 0170 1

Anggota :

3.

Dra. Diana Amelia, M. Si

NIP. 19630907 199103 2001

Mengetahui,

DEKAN

(4)

yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Pembingkaian Berita Seratus Hari Kinerja

SBY-Boediono” (Studi

Analisis Framing Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

Bpk. Zainal Abidin Achmad, M. Si, M. Ed selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti,

sehingga peneliti bias menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Serta peneliti

juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1.

Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa

Timur

2.

Bpk Juwito, S.Sos, Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN

“Veteran” Jatim

3.

Kedua Orang Tua peneliti, yaitu Bpk. Imam Machmud dan Ibu Pranti yang

telah membantu baik secara materiil dan doa, adik peneliti yaitu Inggit Pradita

yang memberikan support.

4.

Teman sekaligus sahabat-sahabat saya, yaitu : Niken Rizki Oktasyah, Citra

Eka Pravitrian, Fadilla Dwi Anggia, dan Bagus Dwi Irawan (Skripsi ini gk

(5)

6.

Buat semua yang gak bisa di sebut satu persatu, trima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, 26 Mei 2010

(6)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ...

1

1.2. Rumusan Masalah ...

13

1.3.

Tujuan

Penelitian ...

13

1.4. Kegunaan Penelitian ...

13

1.4.1. Kegunaan Teoritis ...

13

1.4.2. Kegunaan Praktis ...

14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1. Landasan Teori ...

15

2.1.1. Media Massa dan Konstruksi Realitas ...

15

2.1.2. Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ...

17

2.1.3. Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas...

18

(7)

2.2. Kerangka Berfikir ...

30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1.

Metode

Penelitian ...

32

3.1.1 Definisi Operasional...

32

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian...

36

3.3. Unit Analisis ...

36

3.4.

Korpus ...

36

3.5. Teknik Pengumpulan Data ...

37

3.6. Teknik Analisis Data ...

38

3.7. Langkah-langkah Framing...

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ...

40

4.1.1. Profil Jawa Pos ...

40

4.1.2. Kebijakan Redaksional ...

47

4.2. Gambaran Umum Kompas ...

53

4.2.1. Profil Kompas ...

53

4.2.2. Kebijakan Redaksional ...

56

(8)

4.3.1.3. Berita 29 Januari 2010 ...

74

4.3.2.

Kompas

...

80

4.3.2.1. Berita 27 Januari 2010 ...

81

4.3.2.2. Berita 28 Januari 2010 ...

87

4.3.2.3. Berita 29 Januari 2010 ...

92

4.3.3. Bingkai Umum ...

99

4.3.3.1. Frame Umum Perbandingan Jawa Pos dan Kompas ...

99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1

Kesimpulan

...

103

5.2.

Saran

...

104

DAFTAR PUSTAKA

(9)

4.1. Tabel 4.1 ...

50

4.2. Tabel 4.2 ...

51

4.3. Tabel 4.3 ...

52

4.4. Tabel 4.4 ...

59

4.1. Frame Berita Jawa Pos 27 Januari 2010 ...

66

4.2. Frame Berita Jawa Pos 28 Januari 2010 ...

73

4.3. Frame Berita Jawa Pos 29 Januari 2010 ...

79

4.4. Frame Berita Kompas 27 Januari 2010 ...

86

4.5. Frame Berita Kompas 28 Januari 2010 ...

92

4.6. Frame Berita Kompas 29 Januari 2010 ...

98

(10)

3. Program 100 Hari Hanya Sekadar Pencitraan ... 109

4. Program 100 Hari Kabinet Dikritik ... 110

5. Masyarakat Jangan Dirugikan ... 111

(11)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian berita Seratus Hari

Kinerja Presiden SBY-Boediono di surat kabar Jawa Pos dan Kompas.

Teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu : Media Massa dan

Konstruksi Realitas, Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas, Wartawan Sebagai Agen

Konstruksi Realitas, dan Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

yang menggunakan analisis framing dari Gamson dan Modigliani. Korpus dari

pemberitaan tersebut yaitu : berita-berita yang membahas tentang Seratus Hari Kinerja

Presiden SBY-Boediono pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas, 27-29 Januari 2010.

Hasil penelitian dari Jawa Pos yaitu pemerintahan 100 hari SBY-Boediono dinilai

belum berhasil memberikan terobosan dan fondasi yang kuat untuk melangkah lima

tahun ke depan. Sedangkan pada Kompas diperoleh hasil penelitian yaitu sejumlah

aktivis lembaga swadaya masyarakat mengkritik program 100 hari Kabinet Indonesia

Bersatu II.

Kata Kunci : Pembingkaian Berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono, Jawa

Pos, Kompas.

ABSTRACT

Ike Pratiwi. News Framing Hundred-Day Performance SBY-Boediono President

(News Framing Analysis Studies Performance One Hundred Days of SBY-Boediono

President Newspapers Java Post and Kompas). Thesis.

This study aims to identify news framing Hundred-Day Performance SBY-

Boediono president in the newspaper Jawa Pos and Kompas.

The theories used by researchers in this study are: Mass Media and the

Construction of Reality, News For The Construction of Reality, Reality Construction

Agent For Journalists and Framing Analysis Including Constructivist Paradigm.

The methods used in this research study is a qualitative research method, which

uses a framing analysis of Gamson and Modigliani. The corpus of such news is: the news

that discusses the Hundred-Day Performance SBY-Boediono president in a daily

newspaper Jawa Pos and Kompas January, 27 until 29, 2010.

The results obtained from Jawa Pos, the Goverment 100-days SBY -Boediono

assessed yet succeeded in giving a breakthrough and a strong foundation to move forward

five years. While in the Kompass of the research project the following non-governmental

organization activists criticized the 100-days program of United Indonesia Cabinet II.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara menganut azas demokrasi, artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bentuk pemerintahan ini adalah bentuk pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, gagasan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan dalam suatu pemerintahan.

Negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi ini tentunya tidak lepas dari banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah, salah satunya adalah permasalahan dalam politik. Permasalahan politik dalam pemerintahan ini bukan hal yang istimewa tetapi sudah menjadi hal yang biasa, apalagi dampak yang ditimbulkan oleh permasalahan politik ini langsung kepada rakyat. Permasalahan politik yang sering muncul dalam pemerintahan dan kancah politik misalnya : pertikaian antar partai politik, adanya kubu-kubu yang memprovokasi atau memicu adanya permasalahan politik, dan lain-lain.

(13)

jabatan SBY berakhir, sampailah rakyat Indonesia pada PEMILU tahun 2009. pada periode I pemerintahan SBY, rakyat Indonesia merasa puas sehingga pada PEMILU tahun 2009, SBY terpilih lagi menjadi presiden dengan wakilnya yang baru yaitu Boediono.

Terpilihnya SBY pada periode ke II ini, rakyat menaruh harapan yang besar agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi dari segi apapun. Pada periode I pemerintahan SBY, hampir semua masalah dalam kancah politik mampu diselesaikan. Misalnya adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap secara gamblang adanya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pemerintahan. Beberapa kasus yang berhsil diungkap oleh KPK adalah kasus Al Amin Nasution terkait kasus korupsi di Kalimantan, Artalyta Suryani terkait kasus penyuapan Jaksa Urip, Anggodo dengan kasus korupsi, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan negara Indonesia yang menganut sistem reformasi pada pemerintahan, reformasi memiliki ciri-ciri bebas KKN, bebas penindasan terhadap rakyat kecil, bebas korupsi, dan lain-lain.

(14)

politik di gedung DPR, dimana pansus Century dengan gigihnya telah memeriksa tokoh besar negeri ini Wapres Boediono dan Menku Sri Mulyani. Kemudian yang menarik, mantan wapres Jusuf Kalla juga dimintai keterangan. Selanjutnya beberapa mantan pejabat BI, juga diperiksa, termasuk besan presiden, Aulia Pohan. Tidak ketinggalan Mantan Kepala Bagian Reserse dan Kriminal POLRI Komisaris Jendral Susno Duadji juga dimintai keterangan.

Berita-berita mengenai kinerja Presiden yang ke seratus hari akhir-akhir ini mewarnai media massa. Berita ini paling banyak dibahas dan muncul di media massa. Bahkan beberapa hari menjelang peringatan kinerja Presiden yang ke seratus hari diwarnai ricuh demo dari masyarakat. Banyak pro dan kontra yang mewarnai kinerja Presiden yang ke seratus hari. Dalam hal ini permasalahan yang ramai dibicarakan adalah kasus Bank Century yang beberapa bulan lalu meyeruak di media massa. Disebut-sebut Presiden SBY terlibat dalam kasus ini dengan menerima kucuran dana setiap bulannya. Apalagi dalam kasus ini Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani dituding terlibat dalam masalah ini. Kedua petinggi itu bertanggung jawab atas keputusan bail out Bank century sebesar Rp. 6,7 triliun yang kini dalam perdebatan antara benar dan salah. (Jawa pos, 28 Januari 2010 : 4).

(15)

ini tidak hanya terjadi di Ibu kota saja, melainkan terjadi di kota lain seperti Surabaya.

Dalam peringatan ke seratus hari kinerja Presiden, SBY memaparkan bahwa ia legowo dengan semua kritik yang ditujukan kepadanya. Sejatinya, waktu seratus hari terlalu singkat untuk memberikan penilaian terhadap kinerja Presiden dan wakil presiden, apalagi sampai memberikan vonis gagal. Masih banyak persoalan yang mendasar yang belum bisa dipakai sebagai pijakan. Misalnya dalam hal hukum, HAM, belum lagi soal pro dan kontra unas (ujian nasional), terlebih lagi kasus Century yang menyita perhatian publik. Dalam permasalahan ini tentunya tidak luput dari pandangan media, apalagi berita tentang momentum seratus hari kinerja presiden.

(16)

Sikap netral yang harusnya ditunjukkan oleh media massa kini menjadi pudar karena adanya prasangka atau kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan membandingkan beberapa pemberitaan di media, sangat mungkin akan menemukan kesimpulan yang setara bahwa tidak mungkin media apapun dan manapun dapat lepas dari bias-bias yang berkaitan dengan politik, ekonomi, ideologi, sosial dan budaya sekalipun.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa setiap pemberitaan tidak luput dari pandangan media, artinya media berperan aktif dalam setiap berita atau peristiwa yang terjadi di negara Indonesia. Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia akan informasi. Media massa terbagi menjadi dua bagian, yaitu media cetak, media elektronik. Informasi yang disajikan oleh media massa merupakan suatu kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia, sehingga antara manusia dan media massa keduanya saling membutuhkan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Manusia membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhan akan informasi, sedangkan media massa membutuhkan manusia untuk mendapatkan informasi dan mengkonsumsi berita-berita yang disajikan oleh media massa tersebut.

Media massa adalah sebuah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigma utama media massa. Dalam menjalankan paradigmanya, media massa memiliki peran :

(17)

informasi yang terbuka, jujur, dan benar yang disampaikan oleh media massa kepada masyarakat, maka masyarakat akan menjadi masyarakat yang kaya dengan informasi dan terbuka dengan informasi. Ketiga, media massa sebagai media hiburan. Sebagai agen perubahan, media massa juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan dan memfilter adanya budaya-budaya yang tidak sesuai dengan masyarakat”. (Bungin, 2007 : 85-86).

Media massa tidak hanya menyajikan informasi, tetapi dengan informasi itu media bias mempengaruhi khalayak. Media massa menjadi hal penting untuk menentukan suatu bangsa dalam waktu ke depan, karena media juga bukan sekedar institusi bisnis tempat orang mencari pekerjaan dan keuntungan, tetapi media massa juga merupakan institusi sosial sekaligus politik yang menyentuh pikiran masyarakat luas, yang prosesnya potensial mempengaruhi apa yang terjadi masyarakat di masa yang akan datang, baik dalam proses politik, sosial dan ekonomi.

(18)

Media bukan saluran bebas, media juga berlaku sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Sehingga ada penonjolan aspek-aspek tertentu dari peristiwa yang sama akan tetapi berbeda. Analisis framing merupakan pisau bedah analisis yang paling sesuai untuk fenomena tersebut.

Framing berkaitan dengan opini publik, mengapa? Karena isu tertentu ketika dikemas dengan bingkai tertentu bias mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu. Framing atas isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana agar khalayak memiliki pandangan yang sama atas suatu isu. Itu seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu khalayak bias digerakkan, semua itu membutuhkan frame-frame : bagaimana berita itu dikemas, bagaimana peristiwa itu dipahami dan bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai. (Eriyanto, 2005 : 142-143).

(19)

disebabkan adanya perbedaan suatu kebijakan redaksi serta perbedaan visi dan misi dari masing-masing media.

Pada surat kabar harian Jawa Pos 28 Januari 2010, ditulis berita mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di halaman 2 dengan judul “Pupularitas SBY Turun, Demokrat Cemas”. Pada edisi ini harian Jawa Pos memberitakan tentang turunnya populatitas SBY dapat menyebabkan dampak yang signifikan terhadap Partai Demokrat.

Surat kabar harian Jawa Pos juga mengutip beberapa pendapat dari beberapa nara sumber yang terkait, antara lain : Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi dan Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat Haryono Isman. Sedangkan pada surat kabar harian Kompas, 28 Januari 2010, ditulis pada head line halaman 3 yaitu “Kepuasan Atas Kinerja Pemerintahan Turun (Kelompok Menengah yang Paling Tidak Puas)”. Pada lead tertulis :

“Kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan SBY turun dibandingkan saat pemilu lalu hingga kisaran 70%. Penurunan kepuasan masyarakat itu terlihat dari survey yang dilakukan Litbang Kompas, Lembaga Survei Indonesia, dan Indobarometer”. Beberapa nara sumber yang memberi pendapat tentang berita ini antara lain : Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi, Juru Bicara Kepresidenan julian Aldrin Pasha, Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Haryono Isman, dan Fungsionaris Partai Golkar Jeffrie Geovanie.

(20)

terhadap pemberitaan ini. Oleh karena itu wacana yang dimunculkan cenderung kontroversional dan kontradiktif. Setiap media ingin memberikan informasi dengan penyajian yang betul-betul dapat memuaskan khalayaknya.

Hal ini berkaitan erat dengan cara wartawan dalam mencari berita dan menyajikan setiap peristiwa yang akan dijadikan berita. Setiap wartawan mempunyai perspektif berbeda dalam memaknai sebuah isu dan perspektif ini dapat mempengaruhi wartawan dalam melakukan konstruksi terhadap sebuah realitas.

Dari pemaparan tersebut di atas dapat kita lihat bagaimana media menyikapi dan memiliki tujuan dalam melihat suatu peristiwa, tentunya penglihatan itu tidak lepas dari perspektif yang dibangun dalam membuat berita. Begitu pula dalam pemberitaan tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono yang menimbulkan banyak polemik di masyarakat. Dampak dari polemik tersebut adalah penilaian masyarakat dalam seratus hari kinerja pemerintahan tersebut. Kejadian ini dimaknai oleh media massa, termasuk surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas.

(21)

surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus, pada akhir tahun 1970-an omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos, ia merasa tidak mampu lagi mengurus bisnisnya. Sedangkan ketiga anak The Chung Shen lebih memilih tinggal di London, Inggris. (www.jawapos.com, Minggu, 31 Januari 2010).

Kini Jawa Pos telah berkembang menjadi surat kabar dengan oplah lebih dari 300.000 eksemplar. Sekarang dengan nama Jawa Pos News Network (JPPNN), Jawa Pos menjelma menjadi jaringan surat kabar terluas di Indonesia. JPNN kini memiliki lebih dari 80 surat kabar dan majalah serta 40 jaringan percetakan di seluruh Indonesia. Pengertiannya surat kabar yang memiliki slogan “Selalu Ada Yang Baru” ini adalah dalam hal pemberitaannya, Jawa Pos selalu berusaha untuk dekat dengan semua kalangan dan berita yang disajikan selalu aktual. Pluralitas itulah yang coba ditonjolkan Jawa Pos, menjangkau pembacanya yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.

(22)

Group mendominasi industri penerbitan. (Send dan Hill, 2001 : 68-69). Harian Kompas memiliki visi manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha untuk senantiasa peka akan nasib manusia dan berpegang pada ungkapan klasik dalam jurnalistik, yaitu menghibur yang papan dan mengingatkan yang mapan. (Oetama, 2001 : 147).

Pada penelitian ini penulis membingkai pemberitaan dari dua media cetak, yaitu Jawa Pos dan Kompas. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-infornasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Framing juga menekankan pada penonjolan teks komunikasi, sehingga membuat informasi yang disajikan menjadi lebih menarik dan mudah diingat oleh masyarakat. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, atau lebih diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. (Eriyanto, 2005 : 186-187).

(23)

Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi terhadap dimensi-dimensi tertentu dari fakta yang diberikan oleh media. Fakta ditampilkan apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksisumber berita, memanipulasi pernyataannya dan mengedepankan perspektif tertentu, sehingga suatu interpretasi menjadi lebih mencolok (noticeable) dari pada interpretasi yang lain. (Entman, 1993 : 32-53).

Selain itu analisis framing juga merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain) yang dilakukan oleh media. Pembingkaian tersebut merupakan konstruksi yang artinya realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan makna dan cara tertentu. Framing digunakan untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai dengan kepentingan media. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak. (Kriyantono, 2006 : 252).

(24)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai berita tentang Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan “Untuk mengetahui pembingkaian berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di surat kabar Jawa Pos dan Kompas”.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi terutama yang menggunakan metode kualitatif pada umumnya, dan analisis framing pada khususnya. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang strategi yang digunakan media dalam membingkai suatu realitas.

1.4.2 Kegunaan Praktis

(25)
(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media Massa dan Konstruksi Realitas

Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu

dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan. Sehingga

realitas yang terjadi tidak digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi

digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk, cenderung

memarjinkan seseorang atau sekelompok tertentu.

Hal ini terkait dengan visi, misi, serta ideologi yang dipakai oleh

masing-masing media, sehingga kadang kala dari hasil pembingkaian tersebut dapat

diketahui bahwa media lebih berpihak pada siapa (jika yang diberitakan adalah

seseorang, kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal

tergantung pada etika, moral dan nilai-nilai tertentu), tidak mungkin dihilangkan

dalam pemberitaan. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan

dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat

pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.

Media dalam memakai realitas dalam melakukan dua proses. Pertama,

pemilihan fakta berdasarkan pada asumsi bahwa jurnalis tidak mungkin tidak

memandang secara perspektif. Kedua, bagaimana suatu fakta terpilih tersebut

(27)

fakta dapat diinterpretasikan dan dipahami oleh media. (Eriyanto, 2001 : 113,

116).

Pendapat Sobur dalam bukunya “Analisis Teks Media”, bahwa

hakekatnya pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas. Isi media merupakan

hasil para pekerja media dalam mengkonstruksikan berbagai realitas yang

dipilihnya untuk dijadikan sebuah berita, diantaranya realitas politik dan human

interest. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah

menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media

adalah realitas yang dikonstruksi (construct reality). Pembuatan berita di media

pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas-realitas, sehingga membentuk

sebuah “cerita”. Berita adalah realitas yang dikonstruksikan. (Sobur, 2002 : 88).

Gambaran tentang realitas yang “dibentuk” oleh isi media yang nantinya

mendasari respon dan sikap khalyak terhadap berbagai objek sosial. Informasi

yang salah dari media massa, akan memunculkan sikap yang salah juga terhadap

objek sosial itu. Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara

akurat dan berkualitas. Kualitas informasi ini yang merupakan tuntutan etnis dan

moral penyajian isi media. Menurut istilah Peter Berger, isi media massa

merupakan konsumsi otak bagi khalayak. Sehingga apa yang ada di media massa

akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. (Jurnal ISKI, 2001 :

11).

Media massa mempunyai peranan sebagai agen sosialis pesan tentang

norma dan nilai. Surat kabar dan tabloid merupakan salah satu bentuk media

(28)

umum. Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan

dengan objek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi

antara wartawan dengan fakta yang dia liput. (Eriyanto, 2002 : 31).

Media cetak merupakan salah satu arena sosial, tempat berbagai kelompok

social masing-masing dengan polotik bahasa yang mereka kembangkan sendiri

berusaha menampilkan definisi situasi atau realitas berdsarkan versi mereka yang

dianggap sahih. (Hidayat dalam Siahaan, 2001 : 88). Berita untuk media massa

cetak surat kabar harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau

membangkitkan semangat dan memberikan penerangan. Artinya, berita yang kita

buat harus mampu mengarahkan perhatian pembaca, sehingga mengikuti alur

pemikiran yang tertulis dalam berita tersebut. (Djuroto, 2002 : 49).

Apa yang tersaji dalam berita yang kita baca setiap hari adalah produk dari

pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif

menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak.

2.1.2 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Berita dalam pandangan Fishman bukanlah refleksi atau distorsi dari

realitas yang seakan berada di luar sana. Berita adalah apa yang pemberita buat,

jika berita merefleksikan sesuatu maka refleksi itu adalah praktik pekerja dalam

organisasi yang memproduksi berita. Berita adalah hasil akhir dari proses

kompleks dengan memilah-milah dan menentukan peristiwa dan tema-tema

tertentu dalam satu kategori tertentu. Berita adalah produksi dari institusi social

(29)

profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan

dikonstruksi.

Dalam pandangan Tuchman, berita adalah hasil transaksi antara wartawan

dengan sumber, realitas yang terbentuk dalam pemberitaan bukanlah apa yang

terjadi dalam dunia nyata, melainkan realsi antara wartawan dengan sumber dan

lingkungan sosial yang mebentuknya. Berita tidak mungkin merupakan cerminan

dan refleksi dari realitas karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas

realitas. Menurut kaum konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial

dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau

media.

Jadi berita yang kita baca setiap hari pada dasarnya adalah hasil dari

konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Berita bukanlah

representasi dari realitas melainkan konstruksi dan pemaknaan atas realitas.

Pemaknaan seseorang atas sebuah realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain

yang tentunya akan menghasilkan realitas yang berbeda pula. (Eriyanto, 2002 :

21).

2.1.3 Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan

menginformasikan ke khalayak seluas mungkin tentang temuan dari fakta-fakta

yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa, dan tanpa tujuan subjektif

tertentu, semata-mata dari pembangunan kehidupan dan peradaban manusia yang

(30)

hanyalah mengumpulkan fakta yang tampak dipermukaan yang konkret.

Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan

dengan objek yang diliputnya, sehingga merupakan produk dari transaksi antara

wartawan dengan fakta yang diliputnya. (Eriyanto, 2002 : 31). Menurut filsafat

Common Sense Realism, adanya suatu objek tidak tergantung pada diri kita dan

menempati posisi tetentu dalam ruang. Suatu objek mencirikan sebagaimana

orang mempersepsikannya. Sebenarnya, relasi atau realitas empiris dengan fakta

yang dibangun oleh seorang jurnalis sangat tergantung pada kemampuan

mengorganisasikan elemen-elemen realitas menjadi sederetan makna. Dengan

demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat dinamis, tergantung pada persepsi

yang dimiliki dan perspektif yang dihadirkan dan tergantung pada pencarian atau

penemuan fakta. (Panuju, 2005 : 27).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai

sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian akan dilakukan oleh wartawan

tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas realitas ini dapat

berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu dan pada bagian tersebut

dapat juga dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan.

(Eriyanto, 2002 : iv). Kata penonjlan didefinisikan sebagai alat untuk membuat

informasi agar lebih diperhatikan, bermakna dan berkesan. (Siahaan, Purnomo,

Imawan, Jacky, 2001 : 78).

Wartawan sebagai individual, memiliki cara berpikir (frame of thinking)

yang khas atau spesifik dan sangat dipengaruhi oleh acuan yang dipakai dan

(31)

menggunakan sudut pandang. Setiap individual juga memiliki konteks dalam

“membingkai” sesuatu sehingga menghasilkan makna yang unik. Konteks yang

dimaksud, misalnya senang atau tidak senang, menganggap bagian tertentu lebih

penting dari pada bagian lain, dapat juga konteks sesuai bidang (sosial, politik,

ekonomi, keamanan, agama, dan lain-lain), juga konteks masa lalu dan masa

depan dan seterusnya. (Panuju, 2005 : 3).

Jadi meskipun mempunyai ukuran tentang “nilai sebuah berita” (news

value), tetapi wartawan juga memiliki keterbatasan visi, kepentingan ideologis,

sudut pandang yang berbeda, bahkan latar belakang budaya dan etnis. Peristiwa

itu baru disebut mempunyai nilai berita, dan karenanya layak diteliti kalau

peristiwa tersebut berhubungan dengan elite atau orang yang terkenal, mempunyai

nilai dramatis, terdapat unsur humor, human interest, dapat memancing

kesedihan, keharuan dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa

maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan

dihitung sebagai berita. (Eriyanto, 2005 : 104).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan informasi, maka

meningkat pula tingkat harga berita. Hipotesis inilah yang melahirkan paradigma

5W + 1H (what, who, when, where, why, how), bahwa berita tidak sekedar apa,

siapa, kapan, melainkan juga mengapa dan bagaimana. “Mengapa” adalah latar

belakang dari suatu peristiwa, sedangkan “bagaimana” adalah deskripsi tentang

jalannya peristiwa. Jadi semakin mendalam penjelasan tentang “why dan how”,

maka semakin tinggi nilai berita, dan tentu saja semakin mahal harga berita

(32)

Oleh karena itu, untuk mengetahui mengapa suatu berita cenderung seperti

itu atau mengapa peristiwa tertentu dimaknai dan dipahami dalam pengertian

tertentu, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur mental

wartawan ketika memaknai suatu peristiwa. Menurut Van Djik, analisis kognisi

sosial yang memusatkan pada struktur mental dan proses produksi berita. Analisis

kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan,

ditafsirkan dan ditampilkan dalam suatu model dalam memori.

Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial adalah pengetahuan bersifat

keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti : konsep, kesadaran

umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial

direkonstruksikan melalui proses eksternalisasi. Menurut Berger dan Luckman,

konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun syarat dengan

kepentingan-kepentingan.

Realitas yang dimaksud Berger dan Luckman ini terdiri dari realitas

objektif, realitas simbolik dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas

yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri

individual dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik

merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk.

Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses

penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individual melalui

proses internalisasi. (Bungin, 2001 : 13).

Wartawan menggunakan model atau skema pemahaman atas suatu

(33)

Model ini dalam taraf tertentu menggambarkan posisi wartawan. Wartawan yang

berada dalam posisi mahasiswa mempunyai pemahaman dan pandangan yang

berbeda dengan wartawan yang telah mempunyai pengalaman. Kedua, model ini

secara spesifik mempunyai opini personal dan emosi yang dibawa tentang

mahasiswa, polisi atau objek lain. Hasil dari penafsiran dan persepsi ini kemudian

dipakai oleh wartawan ketika melihat suatu peristiwa. Tentu saja wartawan

berbeda dalam hal fokus, titik perhatian, dan kemenarikan dibandingkan dengan

wartawan lain yang ditentukan diantaranya untuk perbedaan model yang

dimilikinya. Disinilah model atau prinsip yang dapat digunakan sebagai dasar

dalam memproduksi berita. (Eriyanto, 2002 : 268).

2.1.4 Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruktivis, dimana

paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks

berita yang dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan

sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstriksi. Sehingga

konsentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut

dikonstruksi dengan cara apa dikonstruksi atau dibentuk. Dalam studi komunikasi,

paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan penukaran makna.

Konsep framing daripada konstruksionis dalam literatur sosiologi memperkuat

asumsi mengenai proses kognitif individual, perstrukturan kognitif dan teori proses

pengendalian informasi dalam psikologi. Framing dalam konsep psikologi dilihat

(34)

tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu yang lebih besar.

Konsekuaensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam

mempengaruhi penilaian individu atau penarikan kesimpulan. (Siahaan, Purnomo,

Imawan, Jacky, 2001 : 77).

Yang menjadi titik perhatian dalam paradigma konstruktivis adalah bagaimana

masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan

mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan

penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial

dimana mereka berada. Intinya adalah bagaimana pesan itu dubuat atau diciptakan

oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif, ditafsirkan oleh individu

sebagai penerima pesan. (Eriyanto, 2002 : 40).

2.1.5 Analisis Framing

Analisis framing merupakan suatu analisis yang dipakai untuk

mengungkapkan bagaimana seorang wartawan dari semua media tertentu membingkai

atau mengkonstruksi suatu realitas atas kasus tertentu. Analisis framing dipakai untuk

membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini

mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih

bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring

interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Selain itu analisis framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana

(35)

realitas itu hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang menonjol dan lebih

dikenal. (Eriyanto, 2002 : 66).

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun

1955. mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat

kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta

menyediakan kategori standar untuk mengapresiasikan realita. Lalu dikembangkan

lagi oleh Goffman pada tahun 1974, ia mengandaikan frame sebagai kepentingan

perilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas.

Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana

perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh para wartawan ketika menyeleksi

isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhinya menentukan

fakta yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak

dibawa kemana berita tersebut. Karenanya berita menjadi manipulatif dan bertujuan

mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu yang legitimate, objektif, alamiah,

wajar atau tidak terelakkan.

Asumsi dasar dari framing adalah pengalaman sosial dan kecenderungan

psikologis ketika menafsirkan pesan yang dating kepadanya. Individu tidak

dibayangkan sebagai subjek yang pasif tetapi dipandang aktif dan otonom. (Sobur,

2002 : 162-165).

Dalam framing ada empat teori, salah satunya adalah teori William A.

Gamson. Gamson memiliki pandangan bahwa isu atau peristiwa publik adalah bagian

dari konstruksi realitas. Kemasan (package) menentukan bagaimana suatu isu atau

(36)

jadi titik perhatian Gamson adalah tentang gerakan sosial (social movement), gerakan

sosial Gamson tidak mau menyinggung studi media, elemen penting dari gerakan

sosial. Hal inilah yang menimbulkan framing, frame merujuk pada skema pemahaman

individu sehingga seseorang dapat menempatkan, mempersepsi, mengidentifikasi dan

memberi label peristiwa dalam pemahaman tertentu.

Kekuatan media mempengaruhi situasi konflik, sebab kekuatan media melalui

proses pembingkaian (framing), teknik pengemasan fakta, penggambaran fakta,

pemilihan sudut pandang (angle), penembahan atau pengurangan foto dan data, media

punya potensi untuk menjadi peredam atau pendorong konflik. Media bias

memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya mengaburkan dan

mengeliminir sebuah peristiwa. (Sobur, 2001 : 171).

2.1.6 Konsep Framing Gamson dan Modigliani

Dalam buku Analisis Framing (Eriyanto, 2002 : 217-219) menjelaskan bahwa

William A. Gamson adalah salah satu ahli yang paling banyak menulis tentang

framing. Dalam pandanagan Gamson, wacana media adalah elemen penting untuk

memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu atau

peristiwa. Pendapat umum tidak cukup kalau hanya didasarkan pada data survei

khalayak, tetapi perlu dihubungkan dan dibandingkan dengan bagaimana media

mengemas dan menyajikan suatu isu. Sebab, bagaimana media menyajikan suatu

isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu.

Gamson adalah seorang sosiolog, jadi titik perhatian Gamson adalah tentang

(37)

studi media, elemen penting dari gerakan sosial. Hal inilah yang menimbulkan

framing, frame merujuk pada skema pemahaman individu sehingga seseorang dapat

menempatkan, mempersepsi, mengidentifikasi dan memberi label peristiwa dalam

pemahaman tertentu.

Dalam suatu peristiwa, frame berperan dalam mengorganisasi pengalaman dan

petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif. Dalam pemahaman ini,

frame tentu saja berperan dan menjadi aspek yang menentukan dalam partisipasi

gerakan sosial. Elit membingkai peristiwa sedemikian rupa sehingga khalayak

mempunyai perasaan yang sama. Keberhasilan gerakan atau protes sosial diantaranya

ditentukan oleh sejauh mana khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu

isu, musuh bersama dan tujuan bersama.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis William A. Gamson.

Dalam hal ini Gamson dibantu oleh Modigliani, dalam formulasi yang mereka buat,

frame dipandang sebagai cara bercerita (story line) atau gugusan ide-ide yang

tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa yang

berkaitan dengan suatu wacana. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui

bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika

menyeleksi isu dan menulis berita. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang

itu sebagai kemasan (package). Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau

gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi

makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Kemasan

(package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa dibicarakan dan

(38)

pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang

ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

2.1.7 Perangkat Framing Gamson dan Modigliani

Dalam pandangan Gamson, framing dipahami sebagai seperangkat gagasan

atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Ide

sentral ini akan didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu bagian

wacana dengan bagian lain saling kohesif.

Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks berita.

Pertama, perangkat framing (framing device). Perangkat ini berhubungan dan

berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita.

Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, grafik/gambar dan

metafora. Kedua, perangkat penalaran (reasoning device). Perangkat penalaran

berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada

gagasan tertentu. (Eriyanto, 2002 : 226-227).

Framing devices terdiri dari :

1. Methapors (perumpamaan atau pengandaian), secara literal dipahami sebagai cara

memindahkan makna sesuatu dengan merelasikan dua fakta memakai analogi,

sering berupa kiasan menggunakan “seperti” atau “bak/bagai”.

2. Catchphrases (frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana,

umumnya berupa jargon atau slogan), merupakan istilah, bentukan kata atau frase

(39)

guna mendukung politik kekuasaan. Jargon adalah kata atau istilah khas yang

digunakan sebuah kelompok masyarakat tertentu, yang kemudian diadopsi dalam

konteks ideologi kekuasaan dan masyarakat luas. Slogan yaitu kalimat pendek

yang maknanya mudah diingat dan memberi semangat dan membawa efek

menggerakkan dukungan. (Siahaan, 2001 : 85, 93).

3. Exemplaar (mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian teori, perbandingan yang

memperjelas bingkai). Exemplar adalah menguraikan atau mengemas fakta

tertentu secara mendalam agar memiliki bobot makna lebih pada satu sisi untuk

dijadikan rujukan. Posisinya sebagai pelengkap dalam kesatuan wacana.

Tujuannya memperoleh pembenaran beroperasinya kukuasaan.

4. Depiction (penggambaran isu yang bersifat konotatif, umumnya berupa kosakata,

lesikon untuk melabeli sesuatu). Depiction sendiri adalah penggambaran fakta

memakai kata, istilah, kalimat bermakna konotatif dan bertendensi khusus agar

pemahaman khalayak terarah ke citra tertentu.

5. Visual Images (gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan,

berupa foto, kartun atau grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang

ingin disampaikan. Visual images gunanya untuk mengekspresikan kesan, seperti

perhatian atau penolakan dengan menggunakan huruf yang dibesarkan/dikecilkan,

(40)

Sedangkan reasoning devices terdiri dari :

1. Roots (analisis kausal atau sebab akibat), mengedepankan hubungan yang

melibatkan suatu objek atau lebih yang dianggap sebagai sebab terjadinya hal

yang lain.

2. Appeals to Principle (premis dasar, klaim-klaim moral) adalah upaya memberikan

alasan pembenaran dengan memakai logika dan prinsip moral untuk mengklaim

sebuah kebenaran saat membangun wacana.

3. Consequences adalah efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai.

[image:40.612.117.507.341.519.2]

Perangkat Framing William A. Gamson dan Modigliani

Gambar. Perangkat William A. Gamson dan Modigliani Frame

Central organizing idea for making senses of relevants events, suggesting, what is at issues

Framing Devices Reasoning Devices

(perangkat framing) : (perangkat penalaran) :

1. Methapors 1. Roots

2. Catchphrases 2. Appeals to Principle

3. Exemplaar 3. Concequences

(41)

2.2 Kerangka Berpikir

Berita tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono pada

28 Januari 2010 memang penuh dengan pro dan kontra. Peristiwa ini mampu menarik

perhatian dan mempengaruhi tingkat kepuasan khalayak terhadap kinerja Presiden.

Berita ini dimuat di berbagai media massa, baik sebelum menjelang momentum

seratus hari maupun setelah momentum seratus hari.

Peristiwa ini tentunya dimuat berbeda oleh media massa, khususnya media

cetak harian Jawa Pos dan Kompas. Kedua media tersebut digunakan peneliti sebagai

subyek penelitian karena kedua harian tersebut merupakan surat kabar nasional,

memiliki reputasi dan kedalaman analisis disertai gaya penulisan yang rapi.

Berita tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono ini

dibingkai secara berbeda oleh surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas.

Pembingkaian berita ini menggunakan teori analisis framing Gamson dan Modigliani,

yang membagi dua bagian yaitu pertama, framing devices meliputi : methapors,

catchphrases, exemplars, depiction dan visual images, serta yang kedua reasoning

(42)

Di bawah ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini : Berita Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono Pembingkaian di surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas Analisis framing William A. Gamson dan Modigliani Hasil pembingkaian Frame

Central organizing idea for making senses of relevants events, suggesting what is at issues (gugusan ide yang terorganisir dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana)

Framing Devices Reasoning Devices

(perangkat framing) : (perangkat penalaran) :

1. Methapors 1. Roots

(perumpamaan atau pengandaian) (analisis kausal atau sebab akibat)

2. Catchphrases 2. Appeals to Principle

(frase yang menarik, kontras, menonjol (premis dasar, klaim-klaim moral) dalam suatu wacana. Ini umumnya

berupa jargon atau slogan)

3. Exemplaar 3. Concequences

(mengaitkan dengan contoh, (efek atau konsekuensi yang didapat

uraian : bisa teori, perbandingan yang dari bingkai) memperjelas bingkai)

4. Depiction

(penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu)

5. Visual Images

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

dengan teknis analisis framing. Analisis ini mencoba melihat bagaimana media

mengkonstruksi realitas, bagaimana realitas atau peristiwa itu dikonstruksi oleh

media, bagaimanan media membingkai peristiwa tertentu.

Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai atau

mengkonstruksi berita-berita mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono

di surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas yang meliputi penyeleksian isu dan

penulisan berita. Penulisan berita ini terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam

menyusun fakta dan menekankan fakta.

Dengan menekankan pendekatan kualitatif, penelitian ini akan menganalisis

kalimat demi kalimat, kata demi kata yang ada dalam pemberitaan mengenai m

Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di surat kabar harian Jawa Pos dan

Kompas.

3.1.1 Definisi Operasional

“Pemberitaan mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono”. Yang

dimaksud dengan Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono adalah sebuah

momen atau peristiwa dalam rangka memberikan penilaian terhadap seratus hari

(44)

Sedangkan yang dimaksud dengan berita-berita di surat kabar harian Jawa Pos

dan Kompas adalah suatu peristiwa atau kejadian yang ditulis sedemikian rupa oleh

wartawan dari kedua harian tersebut untuk dimuat dan disajikan kepada khalayak.

Dalam penelitian ini adalah mengenai berita yang dimuat oleh surat kabar harian Jawa

Pos dan Kompas tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono.

Jadi, pemberitaan tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden

SBY-Boediono adalah berita-berita yang dimuat oleh surat kabar harian Jawa Pos dan

Kompas mengenai penilaian terhadap seratus hari kinerja Presiden pasca pelantikan.

Pada momentum ini ada pro kontra di kalangan elite dan masyarakat umum, hal ini

ditunjukkan dengan adanya demo menyambut momentum ini. Pembingkaian

mengenai Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di surat kabar

harian Jawa Pos dan Kompas ini akan dianalisis berdasarkan perangkat framing

model Gamson dan Modigliani.

Secara operasional didefinisikan sebagai berikut : Pertama, melihat gagasan

utama dari Jawa Pos dan Kompas, bagaimana kedua media tersebut mengangkat

berita-berita tentang Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono kemudian

membingkainya ke dalam frame tertentu. Kedua, menggunakan analisis teks media,

frame utama yang mengandung smbol-simbol dalam pesannya, kemudian diuraikan

dengan menggunakan perangkat framing (methapors, catchprases, exemplars,

depictions dan visual images) dan perangkat penalaran (roots, appeals to principle

(45)

Methapors, yaitu melihat makna dari berita Seratus Hari Kinerja Presiden

SBY-Boediono di surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas, dengan merelasikan fakta

yang berupa kiasan. Atau bisa juga mentransfer kata yang memiliki simbol yang bisa

mewakili keseluruhan. Misalnya, “Pengamat politik Sukardi Rinakit menambahkan,

dalam 100 hari kepemimpinan SBY-Boediono ini, muncul gejala politik bocah-bocah

nakal, baik di civil society maupun di parlemen”. (Jawa Pos, 27 Januari 2010).

Catchprases, yaitu melihat frase atau bentukan kata yang menarik, menonjol

dalam berita Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono dalam Jawa Pos dan

Kompas, yang merujuk pada semangat sosial tertentu guna mendukung praktik

kekuasaan. Umumnya berupa jargon atau slogan, misalnya pada headline Jawa Pos 28

Januari 2010, yaitu “Popularitas SBY Turun, Demokrat Cemas”.

Exemplars, yaitu teori yang memperjelas bingkai, dikaitkan dengan contoh,

perbandingan. Posisinya sebagai rujukan, pelengkap pembenaran. Seperti misalnya

dalam pemberitaan Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di Jawa Pos dan

Kompas, sama-sama menunjukkan adanya prosentase penurunan terhadap kinerja

Presiden, ada pihak yang pro dan kontra menanggapi Seratus Hari Kinerja Presiden,

dan ada pula yang beramai-ramai melaukan demo.

Depictions, yaitu penggambaran fakta yang bersifat konotatif, bertendensi

khusus agar pemahaman khalayak terarah ke citra tertentu, memunculkan harapan

atau bahkan ketakutan. Misalnya terlihat pada kalimat “Dengan demikian, menteri

bersangkutan bisa menerobos kebekuan birokrasi dan membuat program yang

(46)

Visual images, yaitu dengan menampilkan foto, grafik prosentase penurunan

kinerja pemerintahan, headline yang ditunjukkan oleh Jawa Pos dan Kompas ikut

mempengaruhi dan mendukung berita yang diangkat.

Perangkat framing di atas turut didukung oleh perangkat penalaran (reasoning

devices), digunakan untuk memberikan alasan pembenaran. Hal ini bisa dilihat dari

roots yang ditampilkan berupa analisis sebab akibat dengan melibatkan suatu objek

yang dianggap sebagai penyebab terjadinya peristiwa. Misalnya pada kalimat “Saat

ini, kasus Bank Century justru membuat tingkat kepercayaan masyarakat merosot”.

(Kompas, 27 Januari 2010).

Appeals to principle adalah upaya memberikan alasan pembenar dengan

memakai logika dan prinsip moral untuk mengklaim sebuah kebenaran. Seperti

kalimat “Demo seperti itu wajar. Bagian dari ekspresi dan dinamika politik yang

berkembang. Asalkan tertib, tidak anarki dan menjaga kesantunan”. (Kompas, 28

januari 2010).

Consequences adalah efek yang didapat dari bingkai berita Seratus Hari

Kinerja Presiden SBY-Boediono yang dilakukan oleh surat kabar harian Jawa Pos dan

Kompas. Tentang bagaimana khalayak menerima kebenaran dari apa yang telah

(47)

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

Yang merupakan subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Jawa

Pos dan Kompas. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah

berita-berita mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono pada 27-29 Januari

2010.

3.3 Unit Analisis

Pada penelitian ini, unit analisis yang digunakan adalah unit analisis reference,

yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat atau kata yang dimuat dalam

teks berita mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono di surat kabar

harian Jawa Pos dan Kompas.

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, foto, grafik

penulisan nara sumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa untuk

mengungkapkan pemaknaan pada perspektif yang digunakan oleh media cetak, yakni

harian Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa, yaitu berita tentang

Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono.

3.4 Korpus

Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas, yang ditentukan pada

perkembangan oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen

mungkin. (Kurniawan, 2001 :70). Sifat yang homogen itu diperlukan untuk memberi

(48)

Adapun korpus dalam penelitian ini adalah berita-berita yang membahas

tentang Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono dalam surat kabar harian Jawa

Pos dan Kompas tanggal 27-29 Januari 2010. Pada surat kabar Jawa Pos ada 3 (tiga)

berita yang membahas tentang Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono, antara

lain :

1. Kabinet Lanjutkan, tapi Mirip Pemula (Jawa Pos, 27 Januari 2010)

2. Popularitas SBY Turun, Demokrat Cemas (Jawa Pos, 28 Januari 2010)

3. Program 100 Hari Hanya Sekadar Pencitraan (Jawa Pos, 29 Januari 2010)

Sedangkan korpus yang ada pada surat kabar Kompas ada 3 (tiga) berita yang

membahas tentang Momentum Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono, antara

lain :

1. Program 100 Hari Kabinet Dikritik (Kompas, 27 Januari 2010)

2. Masyarakat Jangan Dirugikan (Kompas, 28 Januari 2010)

3. Pengunjuk Rasa Tidak Puas (Kompas, 29 Januari 2010)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari pengumpulan secara langsung

dari medianya dengan mengidentifikasi wacana berita yang berpedoman pada model

analisis framing dari Gamson dan Modigliani. Data hasil identifikasi tersebut

selanjutnya dianalisis guna mengetahui bagaimana harian Jawa Pos dan Kompas

mengemas atau mengkonstruksi suatu fakta, yaitu tentang Seratus Hari Kinerja

(49)

Sedangkan data-data pada penelitian ini adalah berita-berita mengenai Seratus

Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono. Selain itu penelitian ini juga menggunakan

data-data sekunder yang diperoleh dari informasi-informasi yang relevan dari buku,

internet yang digunakan untuk menambah perspektif kajian analisis peneliti dalam

upaya menjawab permasalahan penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis

framing. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke

dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk

mrnggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing

adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang

digunakan institusi sosial, dalam hal ini media (khususnya wartawan sebagai anggota

atau bagian dari institusi media), ketika melakukan praktik penyeleksian isu dan

menulis berita. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau dihilangkan, serta hendak

dibawa ke arah mana berita tersebut. Karenanya berita menjadi manipulatif dan

bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu legitimate, objektif, alamiah,

wajar atau tidak terelakkan. (Sobur, 2002 : 162).

Metode analisis framing yang dipakai pada penelitian ini adalah model

framing Gamson dan Modigliani, yaitu melihat bagaimana cara suatu media bercerita

(story line) yang berkesinambungan saat mengkonstruksi dan memaknai suatu isu,

yang digambarkan oleh media sebagai suatu frame dari sebuah ide atau gagasan

(50)

Berita-berita mengenai Seratus Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono yang

dimuat oleh surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas pada tanggal 27-29 Januari

2010 sebagai gagasan utama, kemudian dianalisis berdasarkan perangkat framing dari

Gamson dan Modigliani dengan melalui langkah-langkah analisis framing.

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing

Dengan menggunakan perangkat framing pada model Gamson dan

Modigliani, peneliti hendak menguraikan langkah-langkah yang digunakan untuk

penelitian ini. Berita-berita dalam surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas yang

memuat berita Seratus Hari Kinerja SBY-Boediono ini akan dianalisis dengan

mengikuti langkah-langkah dari perangkat framing Gamson dan Modigliani yang

diuraikan sebagai berikut :

Pertama, menentukan frame dari gagasan utama (core frame), isu yang

diajukan sebagai sentral penelitian, yaitu berita yang memaparkan tentang Seratus

Hari Kinerja Presiden SBY-Boediono dari masing-masing media yang diteliti, yaitu

surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas.

Kedua, yaitu dengan melihat simbol-simbol yang ditampilkan oleh kedua

media, mengenai ide sentral yang terbentuk. Kemudian simbol-simbol tersebut

diidentifikasikan menggunakan perangkat framing dari Gamson dan Modigliani, yang

terdiri dari : (framing devices) yaitu dengan melihat methapors, catchprases,

exemplars, depictions dan visual images, juga diperkuat dengan perangkat penalaran

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Profil Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada 1 juli 1949 oleh suatu

perusahaan yang bernama PT Jawa Pos Ltd yang bertempat di jalan Kembang

Jepun 166-169. Perusahaan ini didirikan oleh WNI keturunan kelahiran Bangka

yang bernama The Cung Sen alias Soesno Tedjo pada tanggal 1 juli 1949. Soesno

Tedjo merupakan perintis berdirinya Jawa Pos ini. Pada awalnya Soesno Tedjo ini

bekerja di kantor film Surabaya. Pada mulanya dia bertugas menghubungi surat

kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar. Awal inilah soesono Tedjo mengetahui

banyak tentang seluk beluk surat kabar. Dari pengalaman inilah ia kemudian

mendirikan surat kabar bernama Java Post pada tanggal 1 juli 1949. Harian Java

Post saat itu dikenal sebagai harian melayu tionghoa, perusahaan penerbitnya

waktu itu PT. Java Post Concern Ltd yang bertempat di jalan Kembang Jepun.

Pemimpin redaksinya adalah Thio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai

orang-orang republik yang tak pernah goyah.

Pada saat The Cung Sen dikenal sebagai Raja Koran karena memiliki tiga

buah surat kabar yang diterbitkan dalam tiga bahasa yang berbeda. Surat kabar

yang pertama berbahasa indonesia bernama Java Post, yang kedua berbahasa

Tiong hoa bernama Huang Chiau Wan, sedangkan yang ketiga berbahasa Belanda

(52)

Surat kabar De Vrije Pers yang berbahasa Belanda tersebut awalnya

dimiliki oleh Vit Geres Matschapij de vrije Pers yang berlokasi di jalan Kaliasin

52 Surabaya tetapi selanjutnya dibeli oleh Java Post Concern Ltd pada bulan april

1954. Pada bulan dan tahun yang sama Java Post mulai dicetak di percetakan Agil

di jalan K.H Mansyur Surabaya.

Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit oleh pemerintah

Republik Indonesia sehubungan dengan peristiwa Trikora untuk merebut kembali

Irian Barat dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar harian

berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News, meskipun pada akhirnya

harian ini dihentikan penerbitya karena minimnya pemasangan iklan pada tahun

1981. Sedangkan munculnya kemelut yang disebabkan oleh G30S/PKI ternyata

tidak saja menimpa harian kompas tetapi juga harian Huo Chau Shin Wan,

sehingga pada tahun itu harian ini dilarang terbit meskipun dengan kondisi yang

memprihatinkan karena oplahnya yang sangat kecil yakni 10.000 eksemplar.

Pada awalnya terbitnya,java post memiliki ciri utama yaitu terbit dipagi

hari dengan menampilkan berit-berita umum. Terbitan java post dicetak di

percetakan Agil, di jalan Kiai Mas Mansur Surabaya dengan oplah 10.000

eksemplar. Sejak 1 april 1954, java post dicetak di percetakan De vrije pers, jalan

Kaliasin 52 surabaya. Dari tahun ke tahun jumlah oplah Java Post mengalami

peningkatan tercatat pada tahun 1964-1957 oplah 4.000 eksemplar.

Pada tahun 1958, Java Post lebih disempurnakan ejaannya dangan nama

Jawa Pos. Pada saat itu perkembangan jawa pos semakin membaik dengan oplah

(53)

1982 oplah jawa pos tinggal 6.700 eksemplar. Pendistribusiannya di Surabaya

hanya 2000 eksmplar, sedangkan lainnya di beberapa kota jatim dan di malang

yang beredar hanya 350 eksemplar. Penurunana jumlah oplah ini dikarenakan

sistem manajemen yang diterapkan semakin kacau. Ketiga anak the cung sen yang

diharapkan dapat meneruskan usaha penerbitan ini, tidak satupun tinggal di

idonesia. Terlebih lagi tekhnologi cetak juga kian sulit diikuti kemajuaannya.

Rendahnya oplah yang diperoleh penerbit yang berakibat pada kecilnya

pendapatan menyebabkan The Chung Sen sebagai pemilik perusahaan kepada

PT.Grafiti pers (yang menerbitkan tempo) pada tanggal 1 april 1982 pak Tha

(panggilan untuk The Chung Sen) menyatakan tidak mungkin bisa

mengembangkan Jawa Pos tapi tidak ingin surat kabar yang didirikannya mati

begitu saja. Itulah mengapa sebabnya Jawa Pos diserahkan kepada pengelola yang

baru.

Pak The sendiri memiliki Tempo dengan pertimbangan khusus karena

Tempo belum punya surat kabar. Kalau saya serahkan kepada rekan yang sudah

punya surat kabar. Kalau saya serahkan kepada rekan yang sudah punya surat

kabar, tentu surat kabar saya ini di nomer duakan, begitu kata pak The saat itu.

Dengan pertimbangan seperti itu pak The ingin perkembangkan Jawa Pos tidak

terhambat. Pak The sendiri dalam usianya yang sudah 89 tahun,akhirnya memang

berangkat ke inggris bersam istrinya mega indah yang berusia 71 thun.

Melihat keadaan yang terjadi pada PT Java Post Concern Ltd. tersebut

maka direktur utama Grafiti pers, bapak eric samola, SH menugaskan Bapak

(54)

melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. pada tanggal 1 april 1982

pengelola Jawa Pos diserahkan kepada dahlan iskan yang saat itu menjabat

sebagai pemimpin umum dan pimpinana redaksi Jawa Pos. sebelum pak tha

berangkat ke Inggris beliau berpesan agar Jawa Pos bisa dikembangkan

sebagaimana dimasa mudanya. maka pada suatu malam sebelum

keberangkatannya ke Inggris sebuah pesta kecil diadakan kebulatan tekad, kami

bertekad merebut kembali sejarah yang pernah dibuat pak The, begitu kata-kata

akhir sambutan dahlan iskan yang saat itu ditunjuk untuk memimpin jawa pos.

kata-kata itu akhirnya dibuktikan oleh dahlan iskan yang sekarang menjabat

sebagai direktur utama CEO. hanya dalam waktu dua tahun oplah Jawa Pos sudah

250.000 eksemplar padahal, ketika ahli manajemen dilakukan untuk meraih oplah

10.000 saja rasanya mimpi.

Sejak itulah perkembangan harian Jawa Pos semakin menakjubkan dan

menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. berkat adanya perbaikan

tersebut, maka pada tahun 1999, oplahnya menjadi 320.000 eksemplar.

Pada tanggal 29 mei 1985, berdasarkan akte notaris Liem Hwa, SH, no.8

pasal 4 menyatakan bahawa nama PT. Jawa Pos concern Ltd diganti menjadi PT.

Jawa Pos. perubahan lain yang dilakukan oleh manajemen PT. Jawa Pos adalah

hal permodalan. pada awalnya PT Jawa Pos dimiliki secara tunggal, namun

sehubungan dengan surat menteri penerangan No.1/per/menpen/84 tentang surat

ijin usaha percetakan dan penerbitan (SIUPP), khususnya tentang pemilikan

saham. maka 20% dari saham perusahaan tersebut harus dimiliki oleh para

(55)

Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan, Jawa Pos tidak mengubah

secara esensial isi pemberitaan. Surat kabar Jawa Pos tetap berkembang sebagai

surat kabar yang menyajikan berita-berita umum. berita-berita umum ini meliputi

peristiwa ekonomi, politik, hukum, sosial budaya pemerintahan, olahraga dan

sebagainya. selain itu juga berita-

Gambar

Gambar. Perangkat William A. Gamson dan Modigliani
Tabel 4.2
Halaman 1 Tabel 4.4 Memuat berita-berita
Tabel perbandingan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kekurangan perhatian dan tidak adanya kebijakan pembangunan kemaritiman yang komperhensif, mengakibatkan timbulnya berbagai masalah ekologi kelautan dan konflik sosial

Oleh karena itu, peneliti mengambil individu yang berada pada periode remaja akhir untuk menjadi informan penelitian untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai tema

The estimation of cutting forces then are used to process a set of rules pre-defined for selecting main components such as linear guideways, ball screws and servo motor.. The

Namun sekalipun perbuatan penyalahguna narkotika bagi diri sendiri memenuhi unsur kualifikasi tindak tindak pidana yang diatur dalam pasal yang lain, sepanjang niat

MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI MASYARAKAT PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA BAGI ORANG TUA DENGAN ANAK USIA 3-6

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan judul “ Perencanaan Sistem Saluran Drainase Sungai Bendung Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan ” tepat

(c) Membaca bersama-sama lagi, hafalan baru yang telah dibaca secara bergantian tadi. Dibaca bergiliran oleh masing-masing pasangan. Ketika peserta sendirian tidak