STUDI TENTANG TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TEMPAT IBADAH TRI DHARMA KWAN SING BIO TUBAN JAWA TIMUR
SKRIPSI
Oleh:
Zainal Mahalli E82211047
PROGAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN
ABSTRAK
Penelitian ini untuk mengetahui dan memahami, bahwa umat Konghucu di tempat ibadah tri dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban mempunyai tradisi sedekah bumi atau bunceng, yang dilakukan secara turun temurun. Tradisi bunceng atau sedekah bumi rutin dilaksanakan dalam rangka mendo’akan arwah para leluhur yang sudah meninggal, umat Konghucu percaya bahwa pada hari dilaksanakan sedekah bumi tersebut, arwah para keluarga yang sudah meninggal akan kembali turun ke bumi.
Sedekah bumi yang dilaksanakan umat Konghucu juga mendapatkan respon yang sangat positif dari internal klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, hal ini ditunjukan dengan antusiasme umat Konghucu mengikuti prosesi kegiatan sedekah bumi tersebut. Selain respon dari internal umat Konghucu, sedekah bumi juga mendapat respon positif dari masyarakat sekitar klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, masyarakat sekitar klenteng yang mayoritas beragama Islam, merespon kegiatan sedekah bumi sebagai bentuk bagi – bagi sembako secara gratis yang rutin dilakukan oleh klenteng.
Selain mendapat beberapa respon dari internal dan masyarakat sekitar klenteng, sedekah bumi juga memberikan berbagai manfaat nilai, diantaranya mempunyai nilai teologis, yakni menjaga hubungan dengan Tian sebagai penguasa, nilai sosial, dalam tradisi sedekah bumi juga memberikan manfaat memupuk persaudaraan antar internal umat Konghucu, antar umat yang bernaung di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban, dan antara umat Konghucu dengan masyarakat sekitar klenteng. Nilai kerukunan antar umat beragama, dalam rebutan bunceng yang merupakan bagian dari rangkaian acara sedekah bumi, terdapat berbagai unsur masyarakat yang berbeda keyakinan dalam acara tersebut.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………..i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……….…… ..…………...ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI………..iii
ABSTRAK………..iv
KATA PENGANTAR………v
DAFTAR ISI………vii
BAB I PENDAHULUAN………..1
A. Latar Belakang Masalah………..………1
B. Rumusan Masalah……….………..5
C. Tujuan Penelitian……….………5
D. Penegasan Judul………..6
E. Manfaat Penelitian………..….8
F. Penelitian Terdahulu………..………..8
G. Sumber Data dan Metode Penelitian……….….13
H. Sistematika Pembahasan………20
BAB II LANDASAN TEORI………...………..21
A. Pengertian Budaya………..………21
B. Unsur – Unsur Budaya…...……….………...24
C. Ajaran Konghucu …...……….………...29
BAB III OBJEK PENELITIAN………...36
A. Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio………...….……...36
C. Visi, Misi dan Susunan Pengurus Klenteng Kwan Sing Bio………...40
D. Aktifitas Peribadatan Umat Konghucudi Klenteng Kwan Sing Bio………42
E. Arsitektur bangunan Klenteng Kwan Sing Bio……….44
BAB IV ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD….…50 A. Makna Dan Tujuan Tradisi Bunceng……..……...………50
B. Prosesi Tradisi Bunceng…….…...………54
C. Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Tradisi Bunceng……..….….…61
BAB V PENUTUP……….…..…. 63
A. Kesimpulan……….….………63
B. Saran……….…….……..64
DATAR PUSTAKA………..………..……65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jum’at 4 September 2015, ratusan warga rebutan bunceng di Tempat
Ibadah Tri Darma (TITD) Kwan Sing Bio, pada ritual sembahyangan rebutan
yang digelar oleh umat Konghucu tersebut. Sedikitnya ada 1.400 bunceng
yang disiapkan di pelataran depan klenteng langsung diserbu warga, seusai
umat Tri Darma sembahyang menghormati arwah para leluhur. Bunceng
adalah bingkisan yang di dalamnya terdiri dari makanan ringan, gula, kopi,
mie istant dan nasi, tak sampai menunggu lama bunceng tersebut langsung
ludes dalam hitungan menit setelah gendang tanda rebutan dipukul dari dalam
klenteng, tidak hanya orang dewasa yang ikut rebutan bunceng, anak-anak
dan orang tua juga tidak ketinggalan merebutkan bunceng yang dikemas
dalam plastik merah dengan ditancapkan bendera berwarna merah dan kuning
bertuliskan tulisan Cina.1
Rebutan bunceng merupakan tradisi secara turun temurun yang
dilakukan oleh umat Konghucu di klenteng TITD Kwan Sing Bio Tuban,
rebutan bunceng disebut juga sebagai tradisi sedekah bumi. Umat Konghucu
di TITD Kwan Sing Bio Tuban memiliki tradisi melakukan penghormatan
1
2
kepada Tuhan atas nikmat hasil bumi yang selama setahun diberikan kepada
manusia.
Tradisi sedekah bumi pada mulanya merupakan tradisi khas
masyarakat Jawa kuno yang masih berlangsung hingga sampai saat ini,
perilaku keagamaan ini rutin dilakukan oleh masyarakat dalam rangka
menjaga hubungan baik dengan yang dianggap suci. Dalam konteks
pengalaman keagamaan, Rudolf Otto mengatakan bahwa yang suci tersebut
adalah kekuatan tertinggi. Apa yang terlihat di dalamnya adalah sesuatu yang
tak terselami dan mengatasi semua mahluk, sehingga menimbulkan implikasi
ketidakberdayaan bagi penganutnya.2 Bagi Emil Durkheim, hal ini dapat
menimbulkan suatu dampak kewajiban untuk berperilaku keagamaan.3
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, implikasi pengalaman terhadap yang
suci tersebut bisa menimbulkan tindakan-tindakan religi.4
Tradisi untuk dipersembahkan kepada yang suci tersebut senantiasa
berjalan secara turun-temurun, dalam rangka menjaga kewajiban terhadap
yang suci. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa sebuah tradisi yang
dilakukan oleh masyarakat tidak pernah lepas dari pengaruh kebudayaan luar
serta tantangan perubahan sosial masyarakat. Artinya, perubahan masyarakat
2 Thomas F O’dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengantar Awal
(Jakarta: CV Rajawali, 1992), 38-39.
3
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok–Pokok Etnografi (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 201.
4
3
mempengaruhi terhadap adanya perubahan sosial.5 Perubahan sosial yang
dimaksud bisa menggeser hal-hal yang sudah ada, menggantikannya,
mentransformasikannya, atau menambahkan yang baru, yang kemudian
disandingkan dengan hal-hal yang sudah ada.6 Dialektika kebudayaan yang
seperti ini akan senantiasa terus berjalan dan tidak akan pernah berhenti
selama manusia masih ada. Sehingga bergerak dari satu generasi ke generasi
penerus berikutnya, oleh karena itu kebudayaan bukanlah suatu hal yang
statis, namun selalu berubah.7
Tradisi yang senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan dinamika
sosial masyarakat, dapat dikatakan bahwa tradisi bunceng rangkaian tradisi
sedekah bumi yang sudah bersinggungan dengan ajaran Konghucu. Agama
Khonghucu yang datang ke Indonesia diperkirakan bersamaan dengan
migrasi Tionghoa ke Indonesia, itu berarti kehadiran Agama Konghucu di
Nusantara di perkirakan terjadi sejak akhir pra sejarah, atau sejak adanya
hubungan dagang abad III SM. oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa itu
terjadi sejak zaman pasca dinasti Han, dimana Agama Khonghucu
diperlakukan sebagai agama Negara, penyebaran agama tersebut lebih meluas
ke Semenanjung Malaka dan kepulauan Nusantara, seperti di kota–kota pantai
Banten, Sriwijaya, Cirebon, Demak, Tuban, Makassar, Ternate dan
5
Harsojo, Pengantar Antropologi (Jakarta : Abardi, 1984), 154. 6
Masimambow, Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, (Jakarta: yayasan bor Indonesia, 1997), 9.
7
4
Kalimantan Barat, mereka datang secara individual sebagai pedagang, petani
atau nelayan sehingga tidak membuat komunitas tersendiri tetapi beradaptasi
dengan masyarakat dan budaya setempat.8
Masyarakat Jawa yang memang kental dengan tradisi – tradisi kuno
yang dupertahankan seolah tetap berpegang teguh dengan tradisi mereka
sekalipun sudah memeluk agama lain. Seperti hal nya tradisi sedekah bumi
yang banyak bersingunggan dengan Agama Islam.
Skirpsi ini akan membahas tentang tradisi sedekah bumi yang
dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban, hal ini
menjadi kajian yang berbeda dengan tradisi sedekah bumi yang selama ini
banyak diteliti, karena kebanyakan yang diteliti merupakan tradisi sedekah
bumi yang singkron terhadap agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, ada beberapa variabel
yang akan dijadikan sebagai rumusan masalah, yaitu:
1. Apa makna dan tujuan tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat
Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban?
2. Bagaimana Prosesi tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat
Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban?
8
5
3. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan tradisi
sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan
Sing Bio Tuban?
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengetahui makna dan tujuan tradisi sedekah bumi yang
dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.
2. Untuk menjelaskan prosesi tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan oleh
umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.
3. Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan tradisi
sedekah bumi yang dilaksanakan oleh umat Konghucu di TITD Kwan
Sing Bio Tuban. D. Penegasan Judul
Untuk memperjelas judul penelitian ini, maka penulis akan memberikan
penjelasan tentang judul “Studi Tentang Tradisi Sedekah Bumi Umat
Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Jawa
6
Studi: kajian, telaah9
Tradisi: sesuatu kebiasaan yang berkembang di masyarakat, baik yang
menjadi adat kebiasaan, atau yang diasimilasikan dengan ritual adat
atau agama
.
10Sedekah Bumi: Sedekah bumi adalah upacara ritual tradisional yang
dimana para warga desa menyatakan syukur atas hasil panen yang baik
sehingga mereka bisa hidup dengan bahagia mempunyai cukup
sandang pangan, hidup selamat dan berkecukupan. Mereka berharap
agar tahun depan dan selanjutanya mereka akan tetap bisa menikmati
kehidupan ini bahkan bisa lebih baik.11
Konghucu: Agama konghucu dalam sebutan aslinya adalah Ji Kau
7
Kwan Sing Bio Tuban: Merupakan kelenteng terunik dan terbesar
se-Asia Tenggara. Dimana pada gerbang masuk kelenteng Kwan Sing
Bio terdapat lambang kepiting di atasnya. Sehingga kelenteng ini pun
sangat berbeda dengan kelenteng lain pada umumnya, Pada hari-hari
besar dan hari-hari tertentu, kelenteng Kwan Sing Bio terlihat sangat
ramai serta banyak dikunjungi orang. Tidak hanya dari daerah saja,
namun pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai kota, luar
pulau hingga negara tetangga (Malaysia, Singapura, dan Thailand)14.
E. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoritis
Penilitian ini diharapkan mampu mewarnai proses pengembangan
keilmuan di Jurusan Perbandingan Agama, khusunya dalam materi
seputar budaya lokal serta materi keilmuan Konghucu. Penelitian ini juga
diharapkan bisa menambah daftar referensi keilmuan studi budaya dan
agama, dan menjadi pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis
14
8
a. Penelitian ini untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan
program Sarjana Strata Satu (S-1) jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan bacaan bagi
masyarakat Tuban. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk menambah
khazanah pemahaman banyak orang tentang tradisi sedekah bumi,
yang selama ini mungkin hanya dikenal sebagai ritual budaya semata,
tanpa memahami makna-makna simbolik di dalamnya.
F. Penelitian Terdahulu
Dalam sejarah penelitian tentang klenteng TITD, ataupun klenteng
Konghucu murni sudah ada beberapa penelitian yang telah memberikan
penjelasan tentang persoalan klenteng Kwan Sing Bio Tuban, diantranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Thoriqul Huda yang
berjudul Resistensi Umat Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan
Sing Bio Tuban Pada Tahun 1965-1968, menghasilkan temuan bahwa
Konghucu adalah agama yang berkembang di Indonesia yang menuai
pro-kontra pada awal periode Orde Baru, fakta sejarah membuktikan bahwa
budaya Cina yang berkembang di Indonesia dilarang berkembang sebagai
akibat dari adanya Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan pemerintah
Orde Baru yang menyatakan bahwa masyrakat keturunan Cina di Indonesia
terlibat dalam aktifitas Partai Komunis Indonesia membuat pemerintah
9
membatasi ruang gerak masyarakat keturunan Cina di Indonesia diterbitkan
oleh pemerintah Orde baru sebagai bentuk penguatan kembali terhadap
nilai-nilai nasionalisme bangsa Indonesia, diantaranya adalah dengan melarang
kebudayaan Cina berkembang di Indonesia. Umat Konghucu di Klenteng
Kwan Sing Bio Tuban yang mayoritas adalah keturunan Cina juga tidak lepas
dari dampak adanya aturan-aturan yang diterbitan pada masa awal Orde Baru,
tahun 1965 menjadi awal masa pemerintah Orde Baru menerbitkan berbagai
atran yang membatasi ruang gerak umat Konghucu di Klenteng Kwan Sing
Bio Tuban. Dalam kondisi tertekan di bawah aturan pemerintah Orde Baru,
umat Konghucu beserta pengurus Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, karena
pemerintah mengancam akan menutup Klenteng bila tidak patuh terhadap
aturan yang telah dibuat.15
Selain itu beberapa buku yang membahas tentang keberadaan agama
Konghucu adalah Charles A. Coppel dengan karyanya “The Origins of
Confusianisme As An Organized Religion in Java 1900-1923”16 memberikan
gambaran latar belakang kebangkitan agama konghucu di Jawa. Buku ini
menjelaskan tentang beberapa faktor yang mendorong lahirnya kebangkitan
agama konghucu. Leo Suryadinata yang berjudul “Kebudayaan Minoritas
15
Mohammad Thoriqul Huda, Skripsi; Resistensi Umat Konghucu Di Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban Pada Tahun 1965-1968, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya 2012.
16
Charles A. Coppel,”The origins Of Confusianisme As An Organized Religion In Java 1900
10
Tiongoa di Indonesia”17, menjelaskan aktifitas umat beragama Konghucu
dalam hal berusaha mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa ajaran
Khonghucu merupakan sebuah agama.
Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan sedekah bumi lebih
banyak membahas tentang sedekah bumi yang berkaitan dengan agama Islam,
diantaranya adalah Arif Makhalli yang berjudul Studi tentang langgeng Tayub
di desa Pancur kecamatan Temayang kabupaten Bojonegoro yang
menghasilkan temuan bahwa budaya Langgeng Tayub yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Pancur kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro yang
rutin dilakukan sebagai upaya untuk memohon perlindungan agar warga desa
dijauhkan dari malapetaka dan bahaya serta diberi kemudahan serta
kesejahteraan.18
Selanjutnya penelitian Imam Ashari dengan judul Upacara Sedekah
Bumi Di Kebumen (Kajian Terhadap akulturasi Nilai-Nilai Islam Dan Budaya
Lokal Di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan, memberikan penjelasan bahwa
Sedekah bumi dalam pandangan sebagian masyarakat muslim merupakan
aktifitas yang mendekati kepada perbuatan syirik sehingga perlu dihilangkan
atau diubah dengan pola yang lebih Islami. Akan tetapi sedekah bumi
merupakan tradisi yang telah lama mengakar sehingga merupakan hal yang
17
Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, ( Jakarta: Gramedia, 1988).
18
11
sulit untuk menghilangkannya. Aktifitas sedekah bumi menarik untuk ditelaah
karena didalamnya terdapat akulturasi budaya. Upacara sedeakah bumi di
desa Jatiroto biasanya didasarkan pada keyakinan atau dorongan naluri yang
kuat atau adanya perasaan kuatir akan hal-hal yang tidak diinginkan
(malapetaka), tetapi kadang-kadang juga hanya merupakan suatu kebiasaan
rutin saja yang dijalankan sesuai dengan adapt keagamaan atau tradisi yang
berlaku. Nilai-nilai Islam dan budaya lokal berpadu dalam upacara tradisional
sedekah bumi yang dilaksanakan di desa Jatiroto merupakan norma atau
aturan bermasyarakat dan etika berinteraksi sosial yang sesuai dengan
tuntunan Islam dalam kerangka hubungan antar sesame masyarakat
(horizontal). Kenyataan lain yang membuktikan bahwa upacara sedekah bumi
telah tersentuh oleh ajaran Islam seperti masuknya unsur tahlil, dzikir,
penentuan waktu dan maksud penyelenggaraan yang dikaitkan dengan hari
besar Islam mengakibatkan efek sedekah bumi terkadang mampu
menimbulkan getaran emosi keagamaan.19
Penelitian Nasikhul Amin yang berjudul Konstruksi Sedekah Bumi
(Studi Konstruksi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga
Desa Pucangtelu Kecamatan Kalitengah Kabupaten Lamongan), memberikan
penjelasan dan temuan yakni (1) Bentuk konstruksi sedekah bumi masyarakat
Desa Pucangtelu: Sedekah bumi dilaksanakan ketika sesudah masa panen.
19
12
Atau dalam penanggalan masehi jatuh pada sekitar bulan September, oktober
bahkan sampai November. Hari yang dipilih yakni senin pahing. Sedekah
bumi dilaksanakan di makam desa, agenda acaranya terdiri dari pembacaan Al
- Qur’an sampai khatam, malam harinya diadakan acara membaca tahlil dan
yasin, sholawat serta do’a bersama. Dan acara akhirnya makan bersama
makanan hasil bumi, jajanan pasar maupun makanan yang telah disiapkan
oleh panitia. (2) Masyarakat Desa Pucangtelu dalam mengkonstruk sedekah
bumi ini terlihat bahwa sedekah bumi masih mereka laksanakan dari zaman
dulu hingga sekarang, dari kalangan orang tua sampai yang mudah mengikuti
sedekah bumi, dengan melaksanakan atau ikut dalam acara sedekah bumi
mereka berharap tercapainya hasil panen yang melimpah pada tahun depan,
berharap diberikan keselamatan dan ketenangan batin serta ketentraman
dalam kehidupan mereka.20
Dari beberapa penelitian terdahulu memberikan gambaran bahwa
penelitian sedekah bumi yang sudah pernah dilakukan lebih banyak
membahas dan menjelaskan tentang prosesi ritual sedekah bumi yang
berkaitan dengan agama Islam, begitu juga dengan penelitian seputar
keagamaan konghucu yang masih minim dilakukan serta hanya berada pada
pembahasan sejarah Konghucu serta tata ritual umat Konghucu. Oleh
karenanya dalam penelitian ini nanti peneliti akan menguatkan kajian pada
20
13
tradisi sedekah bumi yang dilakukan oleh umat Konghucu di TITD Kwan
Sing Bio Tuban, sehingga nanti akan memberikan temuan berbeda dari apa
yang sudah pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya.
G. Sumber Data dan Metode Penelitian
1. Sumber data
Dalam penelitian ini, sumber data adalah narasumber atau informan.
Sebagai sumber data, informan memiliki kedudukan penting dan harus
diperlakukan sebagai subjek yang memiliki kepribadian, harga diri, posisi,
kemampuan dan peranan sebagaimana adanya.21
Dalam penilitian ini, sumber data utama adalah informan, yakni umat
Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban. Selain itu, penelitian ini juga
merujuk kepada buku-buku sebagai sumber data. Sumber data buku dalam
penelitian ini dibagi dalam dua kategori:
a. Buku primer, di antaranya:
1. Shinta Devi ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu,
Surabaya: JP Books, 2005.
2. M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di
Indonesia Jakarta : Pelita Kebajikan, 2005.
21
14
3. M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Konghucu,
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
b. Buku sekunder, bertujuan untuk mendukung data primer yang
memberikan penjelasan mengenai data primer, berupa buku-buku terkait.
Di antaranya:
1. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrpologi Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
2. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok–Pokok Etnografi
Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
3. Lasiyo dkk, I Konfusianisme di Indonesia, Yogyakarta: Interfidie, 1995.
2. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data di lapangan dalam rangka
mendeskripsikan dan menjawab permasalahan yang diteliti, maka
metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana
penulis mengadakan pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki.22
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang
digunakan dengan cara pengamatan atas perilaku seseorang
22
15
atau objek penelitian.23 Dalam pengertian yang lebih sempit,
observasi bisa disebut sebagai mengamati dan mendengar
perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan
manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang
memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan
kedalam tingkat penafsiran analisis.24
Observasi baru dapat dikatakan tepat pelaksanaannya
bila memenuhi cirri-ciri sebagai berikut:
1. Dapat menangkap keadaan sosial alamiah.
2. Dapat menangkap peristiwa yang berarti atau kejadian
yang memperngaruhi realitas sosial para partisipan.
3. Mampu menentukan realitas serta peraturan yang
berasal dari falsafah atau pandangan maysrakat.
4. Mampu mengidentifikasi keteraturan dan gejala-gejala
yang berulang dalam kehidupan sosial dengan
membandingkan dan melihat perbedaan dari kejadian
lain atau lingkungannya.25
Metode ini penulis gunakan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap umat Konghucu di TITD Kwan Sing Bio Tuban.
23
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 158. 24
Black James, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, (Jakarta :Refika Aditama, 1999), 285. 25
16
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik penelitian yang paling
sosiologis dari semua teknik penelitian sosial. Wawancara,
disebut juga dengan interview, merupakan suatu teknik
mendapatkan keterangan secara lisan dari responden dengan
bercakap-cakap berhadapan muka secara langsung.26
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip,
buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan
sebagainya.27
Dokumentasi merupakan bahan atau data tertulis atau
film yang diperoleh dari lapangan, dokumentasi diperlukan
dalam penelitian karena banyak hal yang dapat dimanfaatkan
untuk menguji, menafsirkan bahkan juga dijadikan sebuah
bukti untuk suatu pengujian.28
Metode ini adalah proses pengambilan data dengan
menggunakan dokumen yang ada di lokasi. Kemudian metode
ini digunakan juga untuk melengkapi data yang diperoleh dari
26
Koenjtaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1994), 129. 27
Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 236.
28
17
observasi, semisal pengumpulan data yang bersumber dari
catatan, buku, transkrip, foto, dan sebagainya.
3. Teknik Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan metode
triangulasi dengan memanfaatkan data dari luar untuk perbandingan.
Dalam proses pelaksanaan triangulasi, peniliti menggunakan beberapa
teknik yang di gabungkan menjadi satu demi memperoleh data yang
valid. Tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan triansgulasi ini
adalah untuk mendapatkan data yang luas, konsisten atau tidak
kontradiktif.29
Teknik triangulasi terbagi menjadi tiga teknik sebagai berikut:
a. Triangulasi teknik; peniliti menggunakan teknik yang berbeda demi
mendapatkan dari sumber yang sama. Cara yang digunakan misalnya
observasi partisipatif, wawancara mendalam serta dokumentasi.
b. Triangulasi sumber; peniliti menggunakan teknik yang sama dengan
sumber yang berbeda.
c. Triangulasi data; peniliti menggunakan beberapa perespektif teori dan
data yang ada.
4. Analisis Data
29
18
Analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut
dapat ditafsirkan.30 Analisis data merupakan upaya untuk mencapai
dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan
lainnya, untuk meningkatkan pemahaman. Penelitian tentang kasus
yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.
Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis kritis
perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning) serta
mencoba untuk mengkomparasikannya dengan sumber lain yang
berkaitan.31 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Penyajian data
Miles mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah
menyajikan sekumpulan informasi yang jelas dan singkat yang memberi
kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.32 Penyajian data
secara jelas dan singkat ini bertujuan agar dapat melihat gambaran
keseluruhan dari hasil penilitian atau bagian-bagian tertentu dari hasil
penilitian tersebut. Setelah penyajian data langkah selanjutnya adalah
30
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 40-41.
31
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 104. 32
19
penyesuaian dengan teori, dalam langkah ini data dari lapangan di sesuaikan
dengan teori yang ada.33
b. Reduksi data
Data yang didapat dari lapangan langsung ditulis dengan rapi dan
terinci serta sistematis setiap mengumpulkan data. Tulisan atau laporan
tersebut perlu direduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai
dengan fokus penelitian.34 Reduksi data merupakan suatu bentuk analitis
yang menajamkan, menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak
perlu dan mengorganisasikan data. Data-data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan
sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.35
Pada tahap reduksi data ini, data yang diperoleh peniliti dari observasi,
wawancara dan dokumentasi segera dipilah-pilah yang penting dan yang
tidak penting, untuk yang tidak penting data tersebut dibuang,
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang
difokuskan lebih sepesifik dalam hipotesa yang telah ditetapkan
33
Imam Suprayogo, Metodologi Penilitian Sosial-Agama,(Bandung: Remaja Rosada Karya,2001) 134.
34
Ibid, 194. 35
20
sebelumnya. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penilitian
yang telah ditetapkan.36
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan penelitian dalam
menyusun skripsi ini, maka peneliti membagi beberapa pokok bahasan
sebagai berikut:
Bab I memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, penegasan judul, penelitian terdahulu, manfaat
penilitian, metode penelitian, sistematika penelitian.
Bab II berisikan landasan teori yang di dalamnya membahas tentang Budaya
dan Agama Konghucu.
Bab III menjelaskan objek penelitian. Di dalamnya memuat tentang gambaran
lokasi penelitian, sejarah sedekah bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban serta
deskripsi pelaksanaannya.
Bab IV memuat analisis data yang di dalamnya berisideskripsi sedekah bumi
di TITD Kwan Sing Bio Tuban, manfaat sedekah bumi di TITD Kwan Sing
Bio Tuban, serta respon masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan sedekah
bumi di TITD Kwan Sing Bio Tuban.
Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran-saran
36
BAB II
KERANGKA TEORI
A. PengertianBudaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia,
dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata
latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering
diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indonesia1.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kuntjaraningrat bahwa
“kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal,
ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk
budi- daya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal2.
Kuntjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan mempunyai paling sedikit
tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide, gaagsan, nilai- nilai norma-
norma peraturan dan sebagainya, kedua sebagai suatu aktifitas kelakuan
1
Ibid, hal 153 2
22
berpola dari manusia dalam sebuah komunitas masyarakat, ketiga benda-
benda hasil karya manusia3.
Seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan definisi
kebudayaan yang berbeda dengan perngertian kebudayaan dalam
kehidupan sehari- hari : “kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari
masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang
dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”4.
Jadi kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan, istilah
ini meliputi cara- cara berlaku, kepercayaan- kepercayaan dan sikap- sikap
dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat
atau kelompok penduduk tertentu. Selain tokoh diatas ada beberapa tokoh
antropologi yang mempunyai pendapat berbeda tentang arti dari budaya (
Culture).
Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk
keperluan masyarakat.5
Tylor mendefinisikan kultur sebagai suatu keseluruhan yang
kompleks termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
3
Ibid, hal 5. 4
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal 151.
5
23
moral, hukum adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang
diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat6, sedangkan
Kroeber dan Kluckhohn merumuskan definisi kultur dengan pola- pola
tingkah laku dan pola- pola untuk bertingkah laku, baik yang eksplisit
maupun yang implisit yang diperoleh dan diperoleh melalui simbol-
simbol yang membentuk pencapaian yang khas dari kelompok- kelompok
manusia, termasuk perwujudannya dalam benda- benda materi7, Linton
menerjemahkan budaya sebagai keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan
pola perilaku yang memrupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan
oleh anggota suatu masyarakat tertentu8.
Salah satu tokoh yang memberikan pandangan tentang kebudayan
serta telah jauh memberikan landasan berfikir tentang arti budaya adalah
Clifford Geertz, menurutnya kebudayaan adalah suatu sistem makna dan
symbol yang disusun dalam pengertian dimana individu- individu
mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan
penilaian- penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara
historic, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui sarana
dimana orang- orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan
mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu
6
William A. Haviland, Antropologi, Jilid 1(Jakarta: Erlangga, 1985), Hal 332. 7
Clifford Geertz, Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa, (Jakarta: Pustaka Grafiti Perss, 1986) hal XI.
8
24
sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan
diinterpretasikan9
B. Unsur – UnsurBudaya
Beberapa tokoh antropolog megutarakan pendapatnya tentang
unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan, Bronislaw Malinowski
menngatakan ada 4 unsur pokok dalam kebudayaan yang meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan
4. Organisasi kekuatan politik10.
Sementara itu Melville J. Herkovits mengajukan unsur-unsur
kebudayaan yang terangkum dalam empat unsur:
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem Ekonomi
3. Keluarga
Kekuasaan politik.11
Sementara Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal
Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua
9
Tasmuji, . . . .ibid, hal 154. 10
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar, ,22. 11
25
bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti
masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti
masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi
tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal.
Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa
unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam
kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia.
Ketujuh unsurkebudayaan tersebut adalah :12
1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi
kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan
sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut
dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan
manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman
tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan
mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada
bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting
dalam analisa kebudayaan manusia.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan
12
26
bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem
pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan
manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.
Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka
tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis
ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat
alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah
yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan
selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya.
3. Sistem Sosial
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial
merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia
membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut
Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh
adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di
dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari.
Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia
akan digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis
untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.
27
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya
sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda
tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan
manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat
berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan
bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian,
bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan
hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat
menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai
sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian
suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya.
6. Sistem Religi
asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah
adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu
kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada
manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.
Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi
28
bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari
bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman
dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.
7. Kesenian
Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari
penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat
tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut
berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni,
seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang
unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada
teknikteknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu,
deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni
musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.
C. Ajaran Konghucu
Agama konghucu dalam sebutan aslinya adalah Ji Kau yang berarti
Agama dari kaum yang taat, setia, lembut hati, memperoleh bimbingan
menuju jalan yang suci, dan juga berarti cendekia atau yang terpelajar13,
berlandaskan pada kitab Su Si dan Wujing14. Di Negara barat Ji Kau
disebut dengan nama Confusianisme yang merujuk pada nabi yang
terakhir atau nabi yang telah menyempurnakan Ji Kau yaitu nabi konghucu
13
Shinta Devi ISR, Boen Bio; Benteng Terakhir Umat Konghucu, ( Surabaya: JP Books, 2005), hal 27.
14
29
atau confusius, istilah Confusianisme hanya untuk menyebutkan berbagai
aliran filsafat yang tumbuh dan berkembang dari Ji Kau.
Secara garis besar ajaran Konfusius dalam bidang filsafat dapat
dikelompokan dalam ajaran tentang metafisika dan etika, metafisikanya
bertolak dari konsep Tien atau Thian, yang merupakan faktor spiritual
yang uatama dalam bidang keagamaan. Tentu saja konsep tentang Thian
tidak sama persis dengan ide dari agama atau kepercayaan atau
kepercayaan yang lainnya, seperti halnya dalam Islam, Kristen, Budha,
Katolik, Hindu maupun dalam pada aliran kepercayaan kepada Tuhan
yang Maha Esa. Namun demikian sebenarnya ada ide yang universal yaitu
sebagai pencipta serta asal mula dari segala yang terjadi di dunia ini,
sedangkan pproses penciptaannya ini akan bervariasi menurut pandangan
masing- masing. Hal ini menjadi isu di antara berbagai pemikir baik di
dunia Barat maupun Timur, sehingga muncul berbagai teori penciptaan15.
Berdasarkan ajaran ini maka di satu pihak manusia hendaknya
menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini tiada lain telah menjadi
kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu maka tidak sepantasnya
manusia bersikap pesimis dan rendah diri ketika keadaannya sedang tidak
menguntungkan, misalnya dalam kehidupannya tidakn memiliki
kedudukan ataupun kekayaan. Melainkan manusia harus selalu optimis
dalam artian harus selalu berusaha agar hidupnya lebih baik, dalam roda
kehidupan ini manusia terakadang berada dalam keadaan yang kurang
15
30
menguntungkan dan terkadang juga berada dalam keadaan yang kebetulan
menguntunkang, kehidupan yang demikian ini lebih lanjut ditunjukan
dalam ajaran Yin Yang. Yin Yang merupakan dua prinsip yang saling
melengkapi, ajaran ini mengakar cukup dalam bagi penganut Taosime dan
Konfusianisme walaupun sampai saat ini belum diketahui secara pasti
siapakah yang mengajarkan pertama kalinya dan sejak kapan ajaran ini
diperkenalkan, Yin Yang dianggap sebagai dua unsure yang berbeda yaitu
unsur negative dan positif, sepintas kedua unsur ini saling meniadakan
akan tetapi pada hakikatnya mereka selalu berada dalam keadaan yang
harmonis dan saling mengisi bahkan tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lain16. Menurut ajaran Yin Yang, realitas kehidupan manusia selain
berpasang- pasangan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang
lain, yang apabila mereka saling bersatu maka akan diperoleh kemajuan.
Walaupun perlu disadari pula bahwa di dalamnya terdapat berbagai
macam perbedaan, namun dalam hal ini tidak perlu dipertentangkan justru
inilah yang akan mendorong adanya peningkatan seperti halnya dalam
hukum dialektika, yaitu antara tesis dan antitesis kemudian lahir sintesis.
Dari sintesis ini kemudian akan lahir tesis baru, demikianlah seterusnya
akhirnya manusia akan sampai pada pengertian dan nilai- nilai
ke-Tuhanan.
16
31
Selain ajaran filsafat seperti di atas telah dijelaskan, Konfusius juga
mengajarkan tentang etika hidup sesama manusia, ada 5 kunci ajaran etika
yang diajarkan oleh Konfusius:
1. Jen, yang secara etimologis terbentuk dari dua huruf Cina
untuk menggambarkan manusia dan dua , untuk menanamkan
hubungan ideal yang harus terjadi diantara manusia, kata ini
kemudian diterjemahkan dalam banyak hal diantaranya,
seperti kebaikan, dari manusia kemanusia, pemurah hati
ataupun cinta.
2. Konsep kedua adalah Chun-tzu, jika Jen adalah hubungan
ideal antara sesama manusia, maka Chun-tzu adalah istilah
ideal bagi hubungan demikian, istilah ini diterjemahkan
dengan kemanusiaan yang benar, manusia sempurna, dan
kemanusiaan yang terbaik.
3. Konsep ketiga, Li, yang mempunyai arti kesopanan, yaitu
cara bagaimana seharusnya segala sesuatu harus dilakukan,
sebagai tindak lanjut dari konsep Li ini Konfusius
mengajarkan lima hubungan yang merupakan unsur penting
dari kehidupan sosial, yakni hubungan antara ayah dengan
anak, kakak dan adik, suami dan istri, sahabat tua dan sahabat
muda, dan penguasa dengan rakyatnya. Oleh karena itu demi
kebaikan masyarakat hubungan- hubungan ini perlu sekali
32
4. Konsep sentral keempat yang ingin dikembangkan Konfusius
bagi bangsanya adalah Te, secara harfiah berarti kekuatan,
khususnya kekuatan untuk memerintah manusia.
5. Konsep terakhir yang kelima adalah Wen, yakni berhubungan
dengan seni perdamaian, yang berlawanan dengan seni
berperang, Wen berkaitan dengan music, puisi, rangkaian
budaya dalam bentuknya yang estesis17.
Dalam agama Konghucu, beriman kepada Thian adalah masalah
yang paling pertama dan utama, setia menegakkan firman-Nya adalah
konsekuensi iman. Yaitu dengan penuh semangat bakti melaksanakan
kewajiban ibadah dan susila, senantiasa belajar tekun, membina diri
menempuh jalan suci. Hidup mengikuti dan selaras watak sejati
merupakan pengejawantahan firman Thian yang hidup dan menjadi
kekuatan dan kebajikan dalam dirinya, memancarkan kebaikan dan
mengamalkan dengan memacu segenap kemampuannya untuk mencapai
kebaikan, yaitu kewajiban sucinya yang berupa cinta kasih, kebenaran,
susila, bijaksana dan dapat dipercaya dan nilai nilai luhur yang lain dalam
hidup rohani manusia untuk diimani dan dihayati sebagai karunia Thian
Yang Maha Esa18.
Dalam Swat Bun, sebuah ensiklopedia yang diterbitkan sekitar
tahun 100 Masehi dijelaskan bahwa Thian itu bermakna Satu Yang Maha
17
Huston Smith, Agama- Agama Manusia, .. hal 210-218. 18
33
Besar, bermakna Yang Berkuasa dan Yang menciptakan Atas langit dan
Bumi dalam bahasa Inggris Thian sering diterjemahkan sebagai Heaven.
Dalam kitab Ngo King dan Su Si ditanamkan iman bahwa:
1. Thian adalah Khalik, bahkan disebut sebagai ayah bunda
manusia, Maha Besar, Maha Tinggi Thian, dia-lah ayah kita.
Thian menurunkan manusia, ada yang dijadikan raja, ada yang
dijadikan guru dengan maksud membantu pekerjaan Thian
Tuhan Yang Maha Tinggi.
2. Thian menurunkan berkah maupun menjatuhkan hukuman,
Thian Maha Adil. Thian melindungi dan menetapkan dirimu,
dengan kesentosaan agung, menjadikanmu dipenuhi kebajikan,
menjadikanmu dipenuhi kebahagiaan, mengaruniamu banyak
kemajuan sehingga bagia berkelimpahan.
3. Thian mencintai manusia. Thian mencintai rakyat maka
penguasa yang menjadi pemerintah harus senantiasa hormat
kepada Thian, Thian juga menaruh kasih sayang kepada
rakyat, apa yang menjadi kehendak rakyat Thian akan
meluluskannya.
4. Thian Maha Gaib, Maha Besar, Maha Mulia.
5. Thian Maha Bijak dan Maha Mengetahui.
6. Thian itu Transenden namun juga imanen.
7. Thian adalah tempat insan berharap pertolongan dan
34
engkau sungguh hormat maka Thian akan selalu berkenan
memberkatimu.
8. Manusia adalah mahluk ciptaan Thian dengan karunia watak
sejati sebagai jatidirinya yang bersifat baik, Thian
menjelmakan rakyat, menyertainya dengan bentuk dan sifat
yang baik.
Agama Konghucu juga memiliki kitab suci. Kitab-kitab yang
dianggap suci dan dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama umat
Khonghucu adalah Su Si (kitab yang empat atau empat kitab) dan Wu
Cing (Ngo King/lima kitab)19
Untuk menutup bagian ini marilah kita pahami apa yang menjadi
pokok keimanan agama Konghucu bagi umatnya, firman Thian itulah yang
dinamai watak sejati, hidup mengikuti watak sejati itu menempuh jalan
suci yang dinamai Agama. Adapun jalan suci yang dibawakan agama itu
ialah memancarkan kebajikan yang bercahaya itu, mengasihi rakyat dan
berhenti pada puncak kebaikan20.
19
Lasiyo, dkk, Konfusianisme di Indonesia, . . .hal 32. 20
BAB III
OBJEK PENELITIAN
Dalam bab III ini peneliti akan membahas lebih mendalam tentang objek
penelitian yakni TITD Kwan Sing Bio Tuban, meliputi sejarah, kepengurusan
maupun kegiatan yang selama ini dilakukan di TITD Kwan Sing Bio Tuban.
A. Sejarah Klenteng Kwan Sing Bio
Klenteng Kwan Sing Bio, merupakan kelenteng terunik dan
terbesar se-Asia Tenggara. Dimana pada gerbang masuk kelenteng Kwan
Sing Bio terdapat lambing kepiting di atasnya. Sehingga kelenteng ini pun
sangat berbeda dengan kelenteng lain pada umumnya, Pada hari-hari besar
dan hari-hari tertentu, kelenteng Kwan Sing Bio terlihat sangat ramai
serata banyak di kunjungi orang. Tidak hanya dari luar daerah saja, namun
pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai kota, luar pulau hingga
negara tetangga (Malaysia, Singapura, dan Thailand)1.
Menurut legenda masyarakat, klenteng ini dulunya merupakan
tempat pemujaan kecil milik sebuah keluarga berkewarganegaraan Cina
yang merantau di Indonesia. Keluarga tersebut pernah tinggal di Desa
Tambakboyo, sekitar 30 km arah barat kota Tuban.
Diperkirakan, sekitar 200 tahun lalu tempat pemujaan itu akan
dipindahkan ke daerah timur. Tetapi sesampainya di Tuban kapal yang
1
36
membawa Kongco Kwan Sing Tee koen dan bongkaran rumah rumah
pemujaan mendadak berhenti. Menghadapi persoalan itu, seluruh awak
kapal mengambil keputusan untuk melakukan ritual, dengan cara
melempar sepasang pue. Pue terbuat dari potongan bambu muda yang
dibelah menjadi dua dengan ukuran sebesar telapak tangan orang
dewasa.Tujuan ritual Pue adalah untuk menanyakan apakah Kongco Kwan
Sing Tee Koen ingin menetap di Tuban. Untuk mengetahui jawabannya
cukup melihat pue yang dilempar. Jika kedua Pue terlentang (terbuka),
maka harus dilempar lagi. Kalau keduanya tengkurap (tertutup) berarti
tidak setuju, tetapi kalau terbuka dan tertutup menandakan setuju.
Ternyata, pada ritual itu pue yang dilempar beberapa kali hasilnya
selalu terbuka dan tertutup. Dari situlah akhirnya semua barang yang ada
di kapal diturunkan, kemudian digunakan untuk membangun tempat
pemujaan di Tuban yang kini menjadi klenteng Kwan Sing Bio.
Sebenarnya klenteng Kwan Sing Bio memiliki beberapa arsip yang
menceritakan sejarah tentang berdirinya klenteng Kwan Sing Bio akan
tetapi semua arsip tersebut terbakar pada zaman penjajahan, sehingga saat
ini semua hanya berasal dari cerita yang diceritakan dari generasi ke
generasi. Oleh karena itu agak sulit bila harus memastikan pada tahun
berapa klenteng Kwan Sing Bio berdiri.
Perkembangan Klenteng Kwan Sing Bio dapat dikatakan banyak
37
yang menyulitkan pihak pengurus atau umat untuk memperbaiki Klenteng
Kwan Sing Bio.Hal ini berlangsung cukup lama hingga pada tahun 2000
semua aturan yang tadinya bersifat rasialis dihapuskan. Hal ini berdampak
positif bagi pembangunan dan kebebasan berbudaya bagi masyarakat
keturunan Cina di Indonesia.
Peraturan tersebut juga menyebabkan pada tahun 1967 sebutan
Klenteng ini diganti dengan sebutan Tempat Ibadat Tri Dharma. Untuk
mewujudakan Klenteng Kwan Sing Bio ini menjadi Tempat Ibadat Tri
Dharma maka dibutlah ruang Tri Nabi. Ruang Tri Nabi ini merupakan
perpaduan dari bentuk ajaran Tri Dharma, yaitu ajaran Buddha, Taoisme,
dan Kong Hu Cu2.
Pembuatan lambang kepiting pada pintu gerbang kelenteng Kwan
Sing Bio, di mulai sekitar tahun 1970. Pada saat itu, di temukan seekor
kepiting besar sedang berjalan-jalan di area kelenteng Kwan Sing Bio
Tuban. Dengan kedatangan kepiting tersebut, maka diibaratkan sebagai
sebuah ilham. Hingga pada akhirnya, kepiting besar itu pun di jadikan
simbol pintu gerbang kelenteng Kwan Sing Bio (waktu itu kelenteng
Kwan Sing Bio belum memiliki symbol)3.
Pada tahun 2003 pembangunan Klenteng Kwan Sing Bio
dilanjutkan dengan menambahkan bangunan empat lantai di belakang
2
Data Klenteng Kwan Sing Bio Tuban 3
38
tempat pemujaan utama, bangunan empat lantai tersebut berdiri megah di
belakang serta depannya dibuat kolam kecil sebagai asesoris, bangunan
empat lantai tersebut berguna sebagai tempat serbaguna dan penginapan
bagi tamu yang berasal dari luar. Disamping bangunan empat lantai juga
terdapat dapur dan ruang makan bagi tamu dan pengurus Klenteng Kwan
Sing Bio4.
B. Data Lokasi Kwan Sing Bio Tuban
Secara geografis kota Tuban terletak pada 6 54 lintang selatan dan
112 3 bujur timur. Kota Tuban terletak di daerah pantai utara dan memiliki
luas 35 km, sedangkan luas wilayah kabupaten Tuban adalah 2 km Jarak
antara Kota Tuban dengan ibukota propinsi jawa timur, kota Surabaya
adalah 123 km. Ketinggian rata- rata wilayah kabupaten Tuban adalah 500
m dari permukaan air laut. (Kutipan data statistic wilayah kota Tuban,
1992)5. Sedangkan Klenteng Kwan Sing Bio terletak di jalan R.E.
Martadinata No.1 Tuban.
C. Visi, Misi dan Susunan Pengurus Klenteng Kwan Sing Bio
Visi dari Klenteng Kwan Sing Bio adalah sebagai tempat yang
memberi rasa aman, terang, damai, dan tentram bagi masyarakat dan
diharapkan dapat mempererat rasa persaudaraan serta persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia. Misi dari Klenteng Kwan Sing Bio adalah
4
Wawancara dengan bapak Anton (Ong Tjie An) penguru MATAKIN Provinsi Jatim di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban Pada tanggal 04 September 2015.
5
39
diharapkan tempat Ibadat Tri Dharma Kwan Sing Bio yang terletak dijalur
utama pantai utara pulau Jawa sebagai tempat berpuja bakti, dengan segala
fasilitas yang ada dapat membentuk setiap umat Tri Dharma lebih
bermoral, mempunyai rasa cinta kasih, rasa keadilan, rendah hati, berbakti
dan bijak dalam melayani sesama manusia dengan kasih Tuhan, serta
mengenal diri sendiri secara utuh.
Adapun berikut ini adalah susunan Pengurus Klenteng Tempat
Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio Tuban:
Ketua Umum : Oei Ging Koen (Gunawan Putra Wirawan)
Wakil Ketua Umum : Liu Kok Liong (Liu Pramono)
Sekertaris : Tan Ming Ang
Wakil Sekertaris : Oh Liu Tjay (Erni Muliana)
Bendahara : Tan Ai Kok (Tanto Wijaya)
Wakil Bendahara : Tjeng Tjien Hok (Henniyanto)
Bidang Agama : Lie Moy Tjoe
Bidang Dana Usaha dan Gedung : Tio Eng Bo (Mardjojo)
Bidang Pelayanan Umat : Ie Tan Lik (Intan Kristanto)
Bidang Rukun Kematian Sosial : Lie Liang An (Lie Andi Saputra)
40
Bidang Sarana dan Transportasi : Lwie Kian Poen (Hariyanto Wijono)
Bidang Konsumsi : Njoo Tjien Nio (Eko Elis Setijani)
Bidang Pemuda Olahraga : So Tjiauw Gwan (Bambang Djoko Santoso)
Bidang Perlengkapan : Liem Swie Nio (Soesi Niana Dewi)
Bidang Ketua Penilik : Liem Tjing Gie (Alim Sugiantoro)
Anggota penilik : Go Tjong Ing (Chandra Gunawan)
Anggota penilik : Wong Fuk Shen (Shendy Suwardi)
Anggota Penilik : Mo Kiem Djong (M. Sudjoko)
Anggota penilik : Tang Gun Liong (Gunawan)
D. AktifitasPeribadatanUmatKwanSingBio
Setiap agama mempunyai ritual peribadatan masing dan berbeda,
dengan menggunakan symbol dan gerakan yang didalamnya mengandung
makna dan arti bagi mereka yang menjalaninya, sehingga hal tersebut
dianggap sacral dalam prosesi pelaksanaannya. Sebelum nabi kongzi
mengajarkan prosesi peribadatan ini, sudah terlebih dahulu masyarakat
cina kuno melaksanakannnya, hanya saja makna yang dikandung dari
prosesi peribadatan tersebut masih cenderung kurang jelas, hanya sekedar
41
setelah nabi kongzi datang, dia meluruskan semua ritual peribadatan
tersebut dan mengajarkan makna dibalik prosesi ritual peribadatan tersebut
dan dilaksanakan oleh umat penerusnya sampai sekarang.
Dalam kesehariannya umat Konghucu di Klenteng Kwan Sing Bio
Tuban melaksanakan ritual sembahyang yang dipersembahkan kepada
Thian, Nabi Konghucu, serta arwah para leluhur mereka. Sembahyang ini
rutin dilakukan dalam waktu setiap hari, selain itu ada juga beberapa
sembahyang atau perayaan yang hanya dilakukan setiap satu tahun sekali
seperti ketika memperingati hari lahir wafatnya Nabi Konghucu.
Dan Lebih lengkapnya lagi dalam buku tata Agama dan tata
laksana upacara agama konghucu disebutkan ada beberapa macam
peribadatan:
a. Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Thian
1. Sembahyang pengucapan syukur tiap pagi dan sore, saat menerima
rezeki makan.
2. Sembahyang tiap tanggal 1 dan 15 imlek
3. Sembahyang besar pada hari hari kemuliaan, yakni: malam
penutupan tahun, king thi kong tanggal 8 menjelang 9 cia gwee,
saat cap go meh, tang cik saat tanggal 22 desember.
b. Kebaktian bagi nabi
1. Peringatan hari lahir nabi konghucu pada tanggal 27-VIII imlek
42
3. Peringatan hari genta Rohani pada tanggal 21/22 Desember6.
c. Kebaktian bagi para suci
1. Hari twan yang jatuh pada tanggal 5-V imlek
2. Sembayang tiong chu pada tanggal 15-VIII imlek
3. Hari he gwan pada tanggal 15-X imlek.
d. Sembahyang bagi para leluhur
1. Sembahyang tutup tahun.
2. Sembahyang sadranan/ziarah
3. Sembahyang arwah leluhur.
e. Kebaktian masyarakat
1. Sembahyang arwah untuk umum, pada tanggal 29-VII imlek.
2. Hari persaudaraan atau hari kenaikan malaikat dapur tanggal 24-
XII imlek (pada hari hari itu diwajibkan berdana bagi fakir dan
miskin).
3. Seluruh perbuatan lahir batin kita sepanjang hidup
hendaknyadisadari sebagai perbuatan kebaktian/ ibadah disebut
dengan isitila hidup sepenuh hidup7.
E. Arsitektur Bangunan Klenteng Kwan Sing Bio
a. Arah Orientasi
6
MATAKIN, Tata Aturan Dewan Rohaniawan Agama Konghucu Indonesia Beserta Berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniawan, (MATAKIN : 2010), hal 23.
7
43
Pada mulanya Klenteng Kwan Sing Bio merupakan tempat
pemujaan bagi Dewa Kwan Kong sebagai dewa utama. Tetapi
seiring dengan berjalannya waktu Klenteng ini juga dipakai
sebagai tempat ibadah bagi umat Tri Dharma. Hal tersebut terlihat
pada ruang Tri Nabi yang berfungsi sebagai ruang utuk memuja
para dewa utama ajaran Tri Dharma, yaitu Buddha Sakyamuni
sebagai wakil dari ajaran Buddha, Thay Siang Loo Kun wakil dari
ajaran Tao dan Nabi Konng Tjoe adalah wakil dari ajaran Kong Hu
Cu.
Meskipun pada akhirnya klenteng ini merupakan tempat
ibadah bagi umat Tri Dharma, tetapi pada dasarnya klenteng ini
tetap berorientasi pada Dewa Kwan Kong sebagai dewa utama. Hal
ini dapat dilihat pada beberapa ornament-ornamen yang dipakai
berasal dari legenda Sam Kok, seprti patung-patung yang ada pada
pendopo 8 tokoh legenda menggambarkan tokoh-tokoh yang
berjasa (menteri dan panglima) pada masa kerajaan siok (kerajaan
milik Liu Pei). Hal tersebut dikarenakan Kwan Kong merupakan
panglima perang dan pahlawan agung pada masa pra Sam Kok.
Pada dasarnya keseluruhan Klenteng Kwan Sing Bio ini
didominasi oleh ciri khas arsitektur Cina. Hal tersebut terlihat dari
bentuk bangunan dan pemakaian ornamen-ornamen khas Cina,
seperti ornamen naga, unikron, bangau, dll. Warna yang dipakai
44
melambangkan kebahagian dan warna kuning melambangkan
kemakmuran.
b. Lay-out Klenteng Kwan Sing Bio
Klenteng Kwan Sing Bio memiliki banyak ruang yang
terdiri dari ruang suci utama, ruang Tri Nabi, pendopo 8 tokoh
legenda Sam Kok, ruang Kong Hu Cu, ruang Buddha, dan ruang
lain yang menunjang aktivitas di dalam klenteng seperti kantor,
kamar tidur baik untuk para tamu maupun rohaniawan, ruang
makan, dan masih banyak yang lain.
c. Main Gate Klenteng Kwan Sing Bio
Main gate yang berbentuk gapura ini merupakan pintu
masuk/gerbang utama Klenteng Kwan Sing Bio. Main gate ini
mempunyai ornament atap yang unik, tidak seperti ornament atap
klenteng pada umumnya yaitu sebuah kepiting raksasa. Main gate
oini didominasi warna merah yang melambangkan kebahagiaan
bagi orang cina.
d. Ruang Suci Utama Klenteng Kwan Sing Bio
Yang merupakan bangunan utama dari klenteng ini adalah
ruang suci utama, yang terdiri dari serambi (merupakan altar untuk
pemujaan pada Tuhan YME) dan altar utama(merupakan altar
45
utama ini tidak pernah mengalami perubahan dari awal
pembangunan sampai sekarang (200 tahun yang lalu)8. Hal tersebut
disebabkan tidak pernah diberi izin oleh Dewa Kwan Kong untuk
melakukan pelebaran ruang. Ruang altar utama tidak dapt dibahas
dan dianalisis lebih lanjut, sebab tidak mendapatkan izin dari
pengurus Klenteng Kwan Sing Bio.
e. Koridor Serambi Klenteng Kwan Sing Bio
Koridor serambi adalah kordor yang terletak di kanan dan
kiri serambi. Koridor ini berfungsi menghubungkan serambi dan
took keperluan ibadah (kanan) serta serambi dan kantor penilik
(kiri) sekaligus tempat untuk beristirahat. Oleh karena itu di dalam
koridor serambi ini disediakan kursi-kursi bagi para tamu yang
ingin beristirahat atau yang sedang menunggu saudara atau teman.
f. Koridor Altar Utama Klenteng Kwan Sing Bio
Koridor altar utama adalah koridor yang terletak di kanan
dan kiri altar utama.vKoridor ini merupakan sumbangan dari Tio
Ming Wen, oleh karena itu penymbang menginginkan inisial
namanya (MW) diabaikan sebagai bentuk pada pilar koridor altar
utama. Kolidor altar utama ini hanya berfungsi sebagai koridor
yang menghubungkan antara altar utama dengan ruang Tri
Nabi(kiri) dan altar utama dengan ruang jiam si (kanan). Jiam si
adalah suatu ramalan masa depan yang kita tanyakan pada
8
46
dewi dan Jiam si tersebut biasanya berupa syair atau puisi yang
dapat kita tanyakan penafsirannya atau artinya.
g. Ruang Tri Nabi Klenteng Kwan Sing Bio
Ruang Tri Nabi merupakan ruang pemujaan bagi para
tokoh suci ajaran Tri Dharma. Tokoh suci tersebut adalah Budha
Sakyamuni yang mewakili ajaran Budha, sedangkan ajaran Tao
diwakili oleh Thay Siang Loo Kum dan ajaran Kong Hu Cu
mempunyai wakil yaitu Nabi Kong Tjoe.
h. Pendopo 8 Tokoh Legenda Sam Kok Klenteng Kwan Sing Bio
Pendopo ini merupakan tempat untuk menyimpan
peralatan-peralatan sembahyang yang hanya digunakan pada
acara-acara khusus yaitu pada saat dewa Kwan kong akan diarak keluar
(keliling kota Tuban). P eralatan tersebut disimpan pada sebuah
pendopo dimana di tengah pendopo tersebut terdapat ruang kaca
yang dikelilingi oleh patung dari 8 Tokoh Legenda Sam Kok, yaitu
para menteri dan panglima-panglima pada zaman kerajaan Siok
yakni Thio Hwie, Tio Tju Liong (Tio In), Oei Tiong (Han Seng),
Ma Tiauw, Liu Pei, Bang Thong, Hoat Tjeng, dan Kho Tjing9.
9
47
i. Lorong 4 Naga Klenteng Kwan Sing Bio.
Lorong pilar 4 naga merupakan lorong yang mengarah pada
koridor belakang. Lorong ini diapit dua pilar yang bercabang dua,
dimana tiap cabangnya dihiasi ornamen naga. Ornamen naga
tersebut terdiri dari naga merah, naga kuning, naga biru dan naga
hijau. Pilar ini berbeda dengan bentuk pilar pada bangunan Cina
umumnya, dimana biasanya pilar yang tidak bercabang dan hanya
dihiasi oleh satu naga saja. Pilar yang bercabang dua ini berasal
BAB IV
ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD
Bab ini akan memberikan penjelasan tentang prosesi pelaksanaan tradisi
bunceng (sedekah bumi), respon masyarakat serta berbagai pendapat masyarakat
sekitar klenteng dalam menanggapi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.
A. Makna Dan Tujuan Tradisi Bunceng
Secara umum tradisi bunceng ini, merupakan salah satu bentuk
ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara
turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah
bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang
berprofesi sebagai petani, petani yang menggantunggkan hidup keluarga
dan sanak famili mereka dari mengais rizqi dan memanfaatkan kekayaan
alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum
petani, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya
merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan
tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, ritual
tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian dari
masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa.
Secara umum, Menurut cerita dari para nenek moyang orang jawa
terdahulu, Tanah merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan
manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang
49
sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa
khususnya para petani dan para nelayan untuk menunjukan rasa cinta kasih
sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi
kehidupan bagi manusia. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak
tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa
bersahabat bersandingan dengan masyarakat yang menempatinya.
Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga
merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa
syukur kepada Tuhan atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya.
Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada
umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat
agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya
berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam
memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam.
Dalam tradisi sedekah bumi umat Konghucu berbeda dengan
tradisi sedekah bumi yang umum dilakukan oleh orang Jawa, jika
masyarakat Jawa pada umunya melakukan sedekah bumi pada saat musim
panen, hal ini tidak terjadi pada sedekah bumi umat Konghucu di TITD
Kwan Sing Bio Tuban, yang melakukan tradisi sedekah bumi tidak setelah
panen, karena pada umunya umat Konghucu di TITD Kwang Sing Bio
Tuban tidak berprofesi sebagai petani, akan tetapi istilah sedekah bumi
digunakan untuk mengistilahkan bahwa sesaji yang digunakan atau