• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SPCK UNT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SPCK UNT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK KETERAMPILAN BERBICARA TEKS ANEKDOT Annisa Zainal2

Pascasarjana Universitas Negeri Malang Surel: annisazainal1504@gmail.com

Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk memaparkan pengembangan model SPCK (Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali). Penerapan model SPCK difokuskan untuk pembelajaran berbicara yang diintegrasikan dengan ketrampilan menyimak pada materi teks anekdot. Sesuai namanya, model SPCK ini dikembangkan untuk membantu guru dalam membelajarkan keterampilan menceritakan kembali teks anekdot yang disimak. Oleh karena itu, dalam penerapannya model ini memerlukan sarana pendukung seperti contoh bentuk atau macam-macam peta konsep yang dapat digunakan. Selain itu, sebagai bahan simakan diperlukan audio atau audio visual mengenai teks anekdot.

Kata Kunci: model SPCK, model mnemonik, peta konsep

Pembelajaran merupakan kegiatan membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan (Sagala, 2012:61). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pembelajaran adalah terwujudnya efesiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Model adalah objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal (Al-Tabany, 2015:23). Model pembelajaran merupakan konsep yang digunakan oleh guru untuk merepresentasikan suatu bentuk pengajaran sebagai sarana penyampai materi.

Menurut Joyce, dkk. (2009:7), model pembelajaran merupakan rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di luar kelas atau di latar yang berbeda. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan cara yang disajikan oleh guru dalam serangkaian aktivitas pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku seseorang sebagai guru saat model tersebut diterapkan (Joyce dkk., 2009:30). Model pembelajaran dapat memudahkan guru untuk menyampaikan materi. Siswa pun demikian, melalui penggunaan model pembelajaran oleh guru, mereka dapat terbantu untuk memahami materi yang disampaikan.

Pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu memperhatikan keragaman karakteristik siswa yang memiliki perbedaan sifat dan perilaku antara siswa satu dengan lainnya. Namun, terlepas dari keragaman individu yang dimaksud, hal tersebut justru dapat dijadikan sebagai acuan untuk menemukan perubahan ke arah satu tingkat lebih tinggi dan realisasi tujuan belajar yang digerakkan oleh aktivitas linguistik yang dapat berupa tindakan berbicara, membutuhkan sesuatu saat berbicara, mengekspresikan emosi dan gagasan, dan lain-lain (Northover,

1Makalah disajikan dalam Seminar Nasional bertema “Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Kehidupan” yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 4 November 2017.

2Annisa Zainal adalah mahasiswa Magister Pendidikan, Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang (UM).

(2)

dkk., 1995:319). Selanjutnya, Talbert & McLaughlin (2002:327) mengungkapkan bahwa guru yang pandai mengkolaborasikan berbagai tipe pengajaran dapat menjadi harapan tinggi bagi siswa dan sekolah untuk berinovasi saat berada di kelas karena memiliki komitmen kuat terhadap profesi mengajarnya.

Guru yang baik adalah guru yang menyajikan materi, memodelkan pola bahasa, mengajukan pertanyaan, dan memberi umpan balik pada siswa tentang kebenaran jawaban mereka atas pertanyaan yang diajukan (Sollars & Pumfrey, 1999:142). Selain itu, Nemerzitski, dkk. (2013:399) mengatakan bahwa guru yang inovatif adalah guru yang mampu memberi siswa model dan alat pembelajaran baru yang tidak biasa untuk kegiatan pembelajaran dan dengan demikian, dapat menumbuhkan kreativitas siswa untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan asli dari proses belajar. Oleh karena itu, perlu ada kegiatan pembelajaran dalam Bahasa Indonesia yang dapat divariasikan guru untuk siswa mengenai aktivitas berbicara yang dapat mewadahi keberagaman karakteristik siswa yang dapat diwujudkan dengan pengembangan model berkaitan dengan keterampilan berbicara.

Pengembangan model SPCK adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu guru berinovasi dalam mengajarkan materi tertentu pada matapelajaran Bahasa Indonesia. Model SPCK merupakan kepanjangan dari kegiatan Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali. Model ini yang digunakan untuk membantu guru mengajarkan keterampilan berbicara pada materi teks anekdot.

Berdasarkan pemaparan di atas, pada artikel ini akan dipaparkan (1) hakikat model SPCK, (2) sintaks model SPCK, (3) konteks pemakaian dan sarana pendukung, dan (4) contoh aplikasi model SPCK. Selanjutnya, pemaparan mengenai empat hal tersebut akan disajikan dalam bentuk subtopik-subtopik berikut ini.

HAKIKAT MODEL SPCK

Pada bagian ini, akan dipaparkan mengenai (1) landasan teoretis model SPCK, (2) tujuan model SPCK, (3) karakteristik model SPCK, dan (4) kelebihan dan kelemahan model SPCK. Berikut ini penjelasan mengenai poin-poin yang dimaksud.

Landasan Teoretis Model SPCK

Model pembelajaran SPCK adalah model pembelajaran yang menerapkan kegiatan “Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali”. Model ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, namun dalam pelaksanaannya diintegrasikan dengan keterampilan menyimak. Model SPCK diadaptasi dari model mnemonik (memproses informasi) yang dipadukan dengan konsep model personal, sebab dalam model ini nantinya pembelajaran berfokus pada setiap individu siswa atau tidak didasarkan pada kerja kelompok.

(3)

siswa mencari hubungan-hubungan antarinformasi yang telah diperoleh dengan materi pelajaran.

Selain mengadaptasi model mnemonik, model SPCK juga dipadukan dengan konsep model personal sebab menekankan fokus pada individu siswa. Model personal memiliki beberapa konsep khas berikut ini.

1) Bertitik tolak pada teori humanistik

a) Berorientasi terhadap pengembangan diri individu b) Guru berupaya menciptakan kelas yang kondusif 2) Menekankan proses pembentukan individu yang unik

a) Upaya membentuk individu untuk memandang suatu hubungan dengan lingkungannya

b) Memandang diri sebagai pribadi yang cakap 3) Menekankan pada pengembangan diri individu

a) Membantu siswa menjadi pribadi yang percaya diri dan kompeten b) Membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri dan tujuan-tujuannya Berdasarkan konsep tersebut, model personal memiliki tujuan untuk membimbing siswa ke arah mental dan emosional yang sehat dengan mengembangkan kepercayaan diri dan rasa realistik diri serta membangun empati kepada orang lain (Joyce, 2016:445). Tujuan yang dimaksud tersebut sejalan dengan upaya guru untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa saat berbicara. Melalui penerapan model SPCK ini, siswa diharapkan dapat melatih keterampilan berbicara di depan kelas dengan penuh percaya diri tanpa kesulitan menyampaikan cerita.

Setelah kegiatan menceritakan kembali dilakukan oleh keseluruhan siswa, guru melakukan penilaian pada tiap individu siswa. Penilaian tersebut didasarkan pada penilaian keterampilan berbicara yang difokuskan pada keterampilan berbicara mikro dan makro siswa. Keterampilan berbicara mikro siswa dapat dilihat dari cara penyampaian, intonasi, tempo, jeda antarkalimat, dan ekspresi wajah. Penilaian keterampilan berbicara makro siswa dilihat dari pemilihan kata atau kalimat dan kesesuaian cerita yang disampaikan dengan yang telah ditayangkan.

Pada model SPCK, kegiatan “petakan” dilakukan dengan memanfaatkan peta konsep. Melalui pembuatan peta konsep, siswa diharapkan dapat terbantu untuk menceritakan kembali. Melalui peta konsep, siswa dapat mengembangkan konsep-konsep tertentu berkaitan dengan tayangan video. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih percaya diri saat tampil di hadapan temannya. Selain itu, ketika siswa kesulitan untuk bercerita, dia dapat melihat catatan singkat dalam peta konsep yang dibuat berkaitan dengan unsur cerita teks anekdot, misalnya berkaitan dengan tokoh, hal yang dibicarakan, konflik yang ditonjolkan, ataupun tentang bagaimana cerita itu disajikan.

Menurut Dahar (1988:154), peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh karena itu, siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep.

1) Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep. 2) Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide

utama

(4)

4) Mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.

5) Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut.

6) Memilih suatu bahan bacaan

7) Menentukan konsep-konsep yang relevan

8) Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif

9) Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.

10) Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut digunakan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.

Tujuan Model SPCK

Model pembelajaran SPCK menekankan pada perkembangan individu siswa dalam hal ini merujuk pada perkembangan keterampilan berbicara dan perkembangan karakter. Melalui model ini, siswa dituntun untuk dapat memiliki keberanian dan kesiapan berbicara di depan siswa lainnya. Berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan siswa tersebut, karakter yang ditonjolkan adalah kejujuran dan tanggung jawab. Dalam berbicara, siswa diharapkan dapat bertanggungjawab atas hal-hal yang disampaikannya sehingga tingkat kejujurannya dapat dipercaya. Sikap-sikap tersebut perlu ditanamkan pada siswa SMA kelas X melalui penggunaan model SPCK ini pada pembelajaran teks anekdot.

Karakteristik Model SPCK

Model SPCK ini dikembangkan sesuai karakteristik pembelajaran berbicara teks anekdot. Kegiatan berbicara yang dilakukan siswa diintegrasikan dengan keterampilan menyimak. Namun sebenarnya jika dilihat dari konsepnya, sebenarnya model pembelajaran SPCK tidak dikhususkan untuk materi tertentu dalam pembelajaran bahasa. Model SPCK dapat diterapkan khusus pada kegiatan pembelajaran bahasa untuk keterampilan berbicara yang menggunakan rangsang keterampilan menyimak melalui pemutaran audio atau audio visual. Jadi, pada pembelajaran bahasa Indonesia pada materi apapun yang mengutamakan keterampilan berbicara terintegrasi dengan menyimak, model ini dapat digunakan. Tentunya penggunaan media teknologi informasi lebih diutamakan pada penerapan model ini.

Kelebihan dan Kelemahan Model SPCK

Setiap model pembelajaran yang dikembangkan pasti memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahan dari model SPCK adalah sebagai berikut.

1) Kelebihan Model SPCK

a) Guru dapat mengontrol materi pelajaran yang akan diajarkan yang berupa audio atau audio visual.

b) Guru dapat membimbing siswa untuk lebih mudah menyusun paragraf berdasarkan kerangka karangan yang memanfaatkan peta konsep.

(5)

d) Guru dapat menekan jumlah siswa yang suka menyontek pada siswa lain, sebab peta konsep yang dibuat oleh masing-masing individu memiliki karakteristik yang berbeda sesuai pemahaman siswa yang bersangkutan. e) Dapat menjadi cara bagi guru untuk mengajarkan keterampilan berbicara

yang efektif, terutama pada kegiatan menceritakan kembali teks anekdot. f) Siswa dapat lebih leluasa mencatat poin penting dalam cerita yang

disimak melalui pemanfaatn peta konsep.

g) Siswa lebih mudah memahami cerita yang disimak sebab dia membuat peta konsep dengan versinya sendiri dan kemungkinan besar hanya siswa tersebut yang paham maksudnya.

h) Siswa dapat menggunakan pensil atau bolpoin berwarna saat membuat peta konsep. Hal ini tentu dapat membangkitkan minat siswa dalam belajar karena siswa cenderung menyukai sesuatu yang berwarna.

i) Membiasakan siswa untuk membuat suatu konsep saat akan melakukan sesuatu agar hal-hal yang akan dilakukan atau disampaikan saat tes berbicara tidak terlupakan.

2) Kelemahan Model SPCK

a) Hanya dapat diterapkan dalam kelas kecil sebab model ini menuntut guru membimbing masing-masing siswa secara individu. Jika diterapkan pada kelas besar, guru akan kesulitas membimbing siswa dalam jumlah yang banyak.

b) Ada kemungkinan pengetahuan guru tentang peta konsep tidak luas, sehingga dapat muncul kecenderungan model atau bentuk peta konsep yang diajarkan hanya terbatas pada satu atau dua model saja.

c) Ada kemungkinan siswa lebih berfokus pada pembuatan peta konsep daripada kegiatan berbicara yang akan dilakukan setelahnya.

d) Ada kemungkinan siswa kesulitan mengaplikasikan peta konsep untuk mencatat poin penting dalam audio maupun audio visual yang disimaknya tentang teks anekdot.

SINTAKS MODEL SPCK

Model ini dikembangkan untuk pembelajaran teks anekdot pada jenjang SMA kelas X. Kompetensi dasar yang dipilih yakni sebagai berikut.

Kompetensi Dasar : 4.6 Menciptakan kembali teks anekdot dengan memerhatikan struktur, dan kebahasaan secara lisan

Sintaks asli dari model mnemonik terdiri atas 4 tahap. Huda (2014:99-100) menyampaikan bahwa sintaks model mnemonik terdiri atas:

1) tahap 1: mempersiapkan materi,

2) tahap 2: mengembangkan hubungan-hubungan, 3) tahap 3: memperluas gambaran sensorik, dan 4) tahap 4: mengingat kembali.

Adaptasi model dilakukan pada tahap 1 dan tahap 4, yakni tahap tersebut dijabarkan lebih luas lagi sehingga sintaks model SPCK terdiri dari 7 tahap yang terdiri atas:

1) tahap 1: mempersiapkan dan menyajikan materi, 2) tahap 2: memetakan materi,

(6)

5) tahap 5: mengingat kembali,

6) tahap 6: mereproduksi teks anekdot yang telah disimak, dan 7) tahap 7: mendapatkan respon atau umpan balik.

Penjelasan lebih lanjut mengenai sintaks model pembelajaran SPCK untuk keterampilan berbicara teks anekdot akan dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Sintaks Model SPCK Sintaks Model

Mnemonik

Sintaks Model

SPCK Langkah-langkah Pembelajaran

1. Mempersiapkan

materi 1. Mempersiapkan dan menyajikan materi

1) Siswa ditanya mengenai apa yang mereka ingat tentang teks anekdot.

2) Siswa menyebutkan ciri-ciri teks anekdot. 3) Siswa dibantu guru, mengingat kembali

kegiatan pembelajaran sebelumnya mengenai cara mencari makna dalam teks anekdot. 4) Siswa menerima pengetahuan dari guru

mengenai cara membuat peta konsep.

5) Siswa berlatih dalam waktu yang singkat untuk membuat peta konsep.

6) Siswa menyimak tayangan video yang ditampilkan oleh guru berkaitan dengan teks anekdot.

2. Memetakan

materi 1) Siswa mengingat cerita dalam tayangan video lalu mencatat poin penting. 2) Siswa belajar mencari inti cerita yang

disampaikan dalam tayangan video dengan bimbingan guru berdasarkan pembelajaran sebelumnya mengenai makna tersirat. 3) Siswa memanfaatkan peta konsep untuk

(7)

2. Mengembang-kan hubungan-hubungan

3. Mengembangkan

hubungan-hubungan

1) Berdasarkan peta konsep yang telah dibuat, siswa menciptakan kembali teks anekdot sesuai video yang telah dilihat sebelumnya.

2) Siswa berusaha menghubungkan konsep-konsep dalam cerita melalui bantuan peta konsep.

3. Memperluas

gambaran sensorik 4. Memperluas gambaran sensorik 1) Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi untuk mengolah informasi yang diperoleh. 2) Siswa menulis pokok-pokok cerita dalam teks

anekdot yang ditayangkan.

3) Siswa mengaitkan kejadian dalam cerita dengan peristiwa sehari-hari.

4) Siswa mengembangkan ide-idenya untuk disajikan dalam bentuk tulisan sebagai bahan menceritakan kembali.

4. Mengingat

kembali 5. Mengingat kembali 1) Siswa mengonstruksi pemikirannya untuk menyusun ide-ide cerita yang telah dikembangkan.

2) Sambil mengingat detail cerita yang telah disimak, siswa mencatat poin penting yang sudah dibuat pada peta konsep menjadi suatu kalimat utuh.

3) Siswa mencatatnya dengan bimbingan guru. Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk menyusun deskripsi peta konsep menggunakan kalimatnya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa memiliki sikap tanggung jawab terhadap teks yang ditulisnya.

6. Mereproduksi teks anekdot

1) Melalui deskripsi peta konsep yang sudah dibuat sebelumnya, siswa menyusun teks anekdot yang utuh (deskripsi peta konsep dimanfaatkan sebagai kerangka cerita). 2) Siswa membaca dan mengingat teks anekdot

yang sudah dibuat sendiri.

3) Selanjutnya, siswa maju satu per satu untuk menceritakan kembali teks anekdot yang telah disusun di hadapan siswa lainnya menurut versinya.

4) Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk menyampaikan cerita dengan penuh tanggung jawab dan jujur.

5) Saat menceritakan kembali di depan, siswa diperbolehkan membawa catatan yang berisi peta konsep yang telah dibuat (bukan cerita yang utuh).

7. Mendapatkan respon atau umpan balik

1) Siswa lain yang tidak atau belum bercerita di depan berkesempatan untuk memberikan pertanyaan, kritik, maupun saran. 2) Setelah menerima kritik dan saran dari

temannya, siswa yang tampil mendapat kritik dan masukan dari guru.

(8)

KONTEKS PEMAKAIAN DAN SARANA PENDUKUNG

Model pembelajaran SPCK dapat diterapkan saat pembelajaran menceritakan kembali teks anekdot secara lisan. Pada penerapannya, model SPCK memerlukan materi atau contoh-contoh peta konsep. Peta konsep merupakan materi yang wajib ada, sehingga diperlukan contoh bentuk-bentuk peta konsep yang dapat digunakan siswa saat pembelajaran. Dalam menampilkan contoh bentuk peta konsep, guru dapat memanfaatkan media LCD yang tersedia, yakni dengan menayangkan tampilan melalui slide powerpoint atau menampilkan gambar peta konsep. Jika di suatu sekolah tidak terdapat LCD, guru dapat mencetak gambar peta konsep pada kertas yang berukuran besar (A3) dan dapat ditempelkan pada papan tulis supaya semua siswa dapat melihatnya. Selain menampilkan contoh peta konsep, guru juga perlu memberikan sekilas materi mengenai cara pembuatan peta konsep dan hal-hal apa yang dapat dicatat dalam peta konsep.

Selain itu model SPCK merupakan pembelajaran keterampilan berbicara yang menggunakan rangsang keterampilan menyimak. Oleh karena itu, sangat diperlukan audio atau audio visual tentang teks anekdot. Tentunya penggunaan media teknologi informasi audio atau audio visual bahkan video akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan model ini.

Teks Anekdot

Teks anekdot merupakan teks yang memaparkan cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan yang isinya berupa kritik atau sindiran terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu fenomena/kejadian (Priyatni, 2014:92-93). Ciri khas bahasa teks anekdot adalah (1) menggunakan kata yang menunjukkan cerita masa lalu/lampau, (2) menggunakan kata seru untuk mengaskan hal-hal tertentu, dan (3) menggunakan kalimat yang menyatakan unsur kelucuan terhadap sesuatu yang serius. Wardani, dkk. (2017:46) mengungkapkan bahwa teks anekdot diklaim para pendidik sebagai materi sastra baru karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak tercantum teks anekdot. Untuk dapat memahami contoh teks anekdot, berikut ditampilkan adaptasi teks anekdot yang diperoleh dari Kosasih (2014:7).

Politikus Sering Bohong

Sebuah bis penuh dengan para politikus keluar dari marka jalan. Akhirnya, menabrak sebuah pohon besar di ladang seorang petani tua. Hampir semua penumpang menjadi korban dalam kecelakaan tersebut.

Petani tua segera memberikan bantuan. Namun, apalah daya, ia tidak bisa berbuat apa pun karena memang para penumpang bis itu dianggap sudah tidak bisa tertolong lagi. Petani tua kemudian menguburkan politikus-politikus itu di kebunnya.

(9)

Petani tua itu menjawab, “Mereka tampak sudah meninggal, Pak. Memang beberapa di antara mereka ada yang masih bergerak-gerak. Bahkan, beberapa di antara mereka ada yang berkata bahwa mereka belum meninggal. Tapi Anda kan tahu, betapa seringnya politikus itu berbohong. Saya tidak mempercayai perkataan mereka. Oleh karena itu, tetap saya harus menguburkannya!”

Sumber: Kosasih (2014:7)

Sejumlah pertanyaan dapat diajukan sebagai upaya penafsiran konteks agar pembaca lebih memahami konteks dari teks berjudul “Profesi Anak-anak Penjual Kue”. Dalam penafsiran konteks, terdapat tiga hal yang harus diungkap (1) medan wacana, (2) pelibat wacana, dan (3) modus wacana (Santoso, 2017).

Pertama, pengungkapan medan wacana dapat dilakukan dengan menunjukkan hal apa yang dibicarakan dalam teks. Pada contoh teks anekdot di atas, hal yang dibicarakan adalah mengenai seorang petani tua yang menyaksikan kecelakaan di ladang miliknya. Kecelakaan tersebut terjadi ketika bis yang dinaiki para politikus menabrak pohon. Melihat kejadian tersebut, petani tua berusaha menolong dan menguburkan para korban yang tidak dapat diselamatkan. Jika dilihat dari isinya, teks tersebut disampaikan dengan tujuan memberikan sindiran untuk mengkritik perilaku penguasa–dalam hal ini politikus. Teks anekdot tersebut ditulis oleh pengarang kepada pembaca yang diharapkan yakni seorang politikus yang suka ingkar janji. Hal tersebut ditunjukkan pada kalimat, “Tapi Anda kan tahu, betapa seringnya politikus itu berbohong. Saya tidak mempercayai perkataan mereka. Oleh karena itu, tetap saya harus menguburkannya!”. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa penulis bukanlah seorang politikus. Boleh jadi penulis tersebut merupakan rakyat biasa yang sudah jenuh dengan janji manis para politikus tetapi belum atau bahkan tidak pernah ditepati.

Kedua, pengungkapan pelibat wacana dapat dilakukan dengan menunjukkan tokoh cerita atau orang yang terlibat dalam teks dan menunjukkan jarak sosial mereka. Orang yang terlibat dalam teks anekdot di atas adalah seorang petani tua, para politikus, dan petugas polisi. Melalui kehadiran orang-orang tersebut, penulis ingin mengkhususkan pembaca teks tersebut pada para politikus agar merasa tersindir dengan isi cerita. Ada perbedaan jarak sosial yang cukup jauh yang coba diwakilkan oleh hadirnya orang-orang tersebut. Petani tua dalam teks dapat menggambarkan rakyat kecil yang sering mendapat janji para politikus tanpa pernah ada realisasinya. Para politikus dapat menggambarkan sosok orang-orang dengan jabatan tinggi atau pemerintah yang tidak menjalankan amanah yang seharusnya dilaksanakan saat sudah memperoleh jabatan tinggi. Petugas kepolisian dapat mewakili rakyat yang memiliki pekerjaan atau jabatan tetapi tidak terlalu tinggi atau bukan bagian dari pemerintah dan tidak begitu peduli dengan para politikus yang suka ingkar janji.

(10)

bahasa dalam teks tersebut adalah menyindir pembaca yang dikhususkan pada para politikus.

Teks anekdot yang digunakan dalam pembelajaran harus dipahami konteksnya dengan menganalisis tiga unsur seperti yang telah dipaparkan di atas sebelum digunakan siswa dalam pembelajaran. Guru perlu mengetahui konteks teks anekdot yang akan digunakan siswa agar mereka dapat terbantu jika menemukan kesulitan dan ingin bertanya pada guru. Pada penerapan aplikasi model SPCK, teks anekdot yang digunakan nanti harus lebih kompleks dari contoh teks anekdot di atas. Hal tersebut perlu dilakukan agar siswa dapat belajar lebih kritis dan kreatif dalam memanfaatkan model SPCK yang menggunakan peta konsep sebagai alat bantu pengembangan ide.

CONTOH APLIKASI MODEL SPCK Jenjang sekolah : SMA

Kelas : X

Materi : Teks Anekdot

Kompetensi Dasar :

4.6 Menciptakan kembali teks anekdot dengan memerhatikan struktur, dan kebahasaan secara lisan

Indikator :

1. Mampu menciptakan kembali teks anekdot dengan bantuan peta konsep yang didasarkan pada struktur dan ciri kebahasaan.

2. Mampu menceritakan kembali teks anekdot dengan bantuan peta konsep.

Model :

SPCK (Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali)  Adaptasi dari model mnemonik dan model personal.

Tabel 2.2 Langkah-langkah Implementasi Model SPCK

No. Sintaks Model SPCK Langkah-langkah Pembelajaran

1. Mempersiapkan dan menyajikan materi

1) Siswa ditanya mengenai apa yang mereka ingat tentang teks anekdot.

2) Siswa menyebutkan ciri-ciri teks anekdot.

3) Siswa menerima informasi mengenai kompetensi yang akan dicapai.

4) Siswa dibantu guru, mengingat kembali kegiatan pembelajaran sebelumnya mengenai cara mencari makna dalam teks anekdot.

5) Siswa menerima pengetahuan dari guru mengenai cara membuat peta konsep.

6) Siswa menerima penjelasan guru mengenai konsep/ permasalahan utama atau konsep umum atau yang akan ditanggapi. Konsep ini dikaitkan dengan teks yang akan dipelajari, yakni teks anekdot.

7) Siswa berlatih dalam waktu yang singkat untuk membuat peta konsep melalui berdasarkan konsep/ permasalahan utama yang disajikan guru.

(11)

dibuat teman sebangkunya.

10) Siswa mendapat penguatan materi peta konsep dari guru.

2. Memetakan materi 1) Siswa menyimak tayangan video yang ditampilkan oleh guru berkaitan dengan teks anekdot.

2) Siswa mengingat cerita dalam tayangan video lalu mencatat poin penting.

3) Siswa belajar mencari inti cerita yang disampaikan dalam tayangan video dengan bimbingan guru berdasarkan pembelajaran sebelumnya mengenai makna tersirat.

4) Siswa memanfaatkan peta konsep untuk mencari inti cerita dalam tayangan video.

3. Mengembangkan

hubungan-Hubungan 1) Berdasarkan peta konsep yang telah dibuat, siswa menciptakan kembali teks anekdot sesuai video yang telah dilihat sebelumnya.

2) Siswa berusaha menghubungkan konsep-konsep dalam cerita melalui bantuan peta konsep.

3) Siswa menghubungkan konsep tersebut dengan struktur teks anekdot, yang meliputi judul, abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.

4. Memperluas gambaran

sensorik 1) Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi untuk mengolah informasi yang diperoleh. Maksudnya siswa mengolah informasi dengan bantuan pengetahuan lama yang sudah dia miliki.

2) Siswa menulis pokok-pokok cerita dalam teks anekdot yang ditayangkan.

3) Siswa mengaitkan kejadian dalam cerita dengan peristiwa sehari-hari.

(12)

kembali. Pada kegiatan ini, siswa mendapat bimbingan dari guru untuk mengembangkan pemikirannya.

5. Mengingat kembali 1) Siswa mengonstruksi pemikirannya untuk menyusun ide-ide cerita yang telah dikembangkan.

2) Sambil mengingat detail cerita yang telah disimak, siswa mencatat poin penting yang sudah dibuat pada peta konsep menjadi suatu kalimat utuh.

3) Siswa mencatatnya dengan bimbingan guru. Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk menyusun deskripsi peta konsep menggunakan kalimatnya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa memiliki sikap tanggung jawab terhadap teks yang ditulisnya.

6. Mereproduksi teks anekdot 1) Melalui deskripsi peta konsep yang sudah dibuat sebelumnya, siswa menyusun teks anekdot yang utuh (deskripsi peta konsep dimanfaatkan sebagai kerangka cerita).

2) Siswa membaca dan mengingat teks anekdot yang sudah dibuat sendiri.

3) Selanjutnya, siswa maju satu per satu untuk

menceritakan kembali teks anekdot yang telah disusun di hadapan siswa lainnya menurut versinya.

4) Pada tahap ini, siswa diberi stimulus untuk

menyampaikan cerita dengan penuh tanggung jawab dan jujur.

5) Saat menceritakan kembali di depan, siswa diperbolehkan membawa catatan yang berisi peta konsep yang telah dibuat (bukan cerita yang utuh).

7. Mendapatkan respon atau umpan balik

1) Siswa lain yang tidak atau belum bercerita di depan berkesempatan untuk memberikan pertanyaan, kritik, maupun saran.

2) Setelah menerima kritik dan saran dari temannya, siswa yang tampil mendapat kritik dan masukan dari guru. 3) Setelah semua siswa selesai, guru melakukan evaluasi

keterampilan berbicara yang dilakukan keseluruhan siswa.

PENUTUP

Model SPCK adalah kepanjangan dari kegiatan Simak, Petakan, dan Ceritakan Kembali. Model ini merupakan salah satu inovasi model pembelajaran yang diadaptasi dari model mnemonik dan model personal. Penerapan model SPCK dikhusukan untuk pembelajaran berbicara yang diintegrasikan dengan ketrampilan menyimak. Pengembangan model SPCK ini difokuskan pada pembelajaran teks anekdot. Model SPCK ini dikembangkan untuk membantu guru dalam membelajarkan keterampilan berbicara teks anekdot. Bagi siswa model ini dapat membantu memudahkan pemahaman terhadap tek anekdot yang disimak. Siswa dapat dengan mudah mengembangkan ide-idenya berkaitan dengan teks anekdot yang disimak melalui penggunaan peta konsep.

(13)

mengembangkan hubungan-hubungan, (4) memperluas gambaran sensorik, (5) mengingat kembali, (6) mereproduksi teks anekdot yang telah disimak, dan (7) mendapatkan respon atau umpan balik. Sebagai model yang dikembangkan, tentu model SPCK memiliki beberapa kekurangan, namun selama guru dapat mengondisikan siswa dan proses pembelajaran yang berlangsung, kelemahan tersebut akan dapat dikurangi. Pada penerapannya model ini memerlukan media berupa contoh macam-macam peta konsep yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Selain itu, sebagai bahan simakan model ini memerlukan media berupa audio atau audio visual yang berupa teks anekdot.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Tabany, T.I.B. 2015. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/ KTI). Jakarta: Kencana.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Huda, M. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Joyce, B. 2016. Models of Teaching Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, B.; Weil, M.; dan Calhoun, E. 2009. Models of Teaching Model-Model Pengajaran Edisi Kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK: Analisis Fungsi, Struktur, Kaidah serta Langkah-langkah Penulisannya. Bandung: Yrama Widya.

Nemerzitski, S.; Loogma, K.; Heinla, E.; & Eisenschmidt, E. 2013. Constructing Model of Teachers, Innovative Behaviour in School Environment. Journal of Teachers and Teaching: Theory and Practice, 19(4), 398-418. DOI: 10.1080/13540602.2013.770230.

Northover, M.; Dickson, D.; & Hargie, C. 1995. Developing A Skill-Based Model of Language Teaching. Journal of Language, Culture, and Curriculum, 8(3),

317-331. Dari

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/07908319509525212.

Priyatni, E.T. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Sagala, S. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

(14)

Sollars, V. & Pumfrey, P.D. 1999. Reciprocal and Transmission Models of Teaching in E2L with Young Learners. International Journal of Early Years Education, 7(2), 141-157. DOI: 10.1080/0966976990070203.

Talbert, J.E. & McLaughlin, M.W. 2002. Professional Communities and The Artisan Model of Teaching. Journal of Teachers and Teaching: Theory and Practice, 8(3), 325-343. DOI: 10.1080/135406002100000477.

Gambar

Tabel 1.1 Sintaks Model SPCK
Tabel 2.2 Langkah-langkah Implementasi Model SPCK

Referensi

Dokumen terkait

Pembukaan file penawaran dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2015 dengan Peserta yang meng-upload file penawaran sebanyak 4 (Empat) file.rhs perusahaan dan hasil sebagai

Dalam rapat pleno tersebut dijelaskan oleh Komisioner Bawaslu Jawa Barat bahwa perkara laporan kami Nomor 014/LP/PB/Prov/13.00/VII/2018 tidak ditindaklanjuti karena

Metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sempel tertentu..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial atau simultan antar variabel iklan yang menggunakan brand image : citra perusahaan, celebrity

The bare steel shows a high oxidation rate in increasing of weight gains, indicating that the AISI 1020 steel cannot withstand oxidation attack at 700 °C for 49 h in

Tidak ditemukannya perbedaan signifikan retensi berat badan pasca melahirkan berdasarkan konsumsi pasca melahirkan disebabkan ibu dengan konsumsi energi kurang

Ini adalah pintu paling sederhana dari pintu-pintu yang ada. Ini karena permukaan pintu rata seluruhnya. Pintu flush biasanya digunakan untuk bagian dalam rumah dan dibuat

Faktor-faktor yang paling mempengaruhi dari sistem penilaian kelayakan mitra di dalam menentukan periode pembiayaan mitra berdasarkan fungsi diskriminan adalah faktor pendekatan