PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI
(Studi Kasus di Kepolisian Kota Bandar Lampung)
Oleh
Monica Carolina Sinulingga
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECT OF NON-FINANCIAL PERFORMANCE MEASUREMENT OF PERFORMANCE OF EMPLOYEES: INTRINSIC AND EXTRINSIC
MOTIVATION AS A FACTOR MEDIATING (Case Study in Police of Bandar Lampung City)
By
MONICA CAROLINA SINULINGGA
This research aims to analyze the influence of non-financial performance measures on employee performance through the mediating factors that intrinsic motivation and extrinsic motivation. The research consisted of one independent variable and three dependent variables. The independent variable of this research is the measurement of non-financial performance, while the dependent variable in this research is intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.
The selection of the sample in this research using purposive sampling method. Namely the selection of the sample with certain criteria. Data were collected using a questionnaire survey method are carried out by spreading a questionnaire to members of the police with a number of 80 questionnaires distributed
questionnaire. After the data is collected then analyzed the data using SEM (Structural Equation Modeling) with statistical tools PLS (Partial Least Square)
with the help of software SmartPLS.
Based on the analysis carried out showed that the variables measuring non-financial performance was positively related to intrinsic motivation and extrinsic motivation. Intrinsic motivation-related variables significantly influence employee performance. Extrinsic motivation variables are positively related to employee performance. While the variable measuring non-financial performance there is no significant ties to employee performance.
ABSTRAK
PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI (Studi Kasus di-Kepolisian Kota Bandar Lampung)
Oleh
MONICA CAROLINA SINULINGGA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh pengukuran kinerja non-keuangan terhadap kinerja karyawan melalui faktor mediasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Penelitian ini terdiri dari satu variabel independen dan tiga variabel dependen. Variabel independen penelitian ini adalah pengukuran kinerja non-keuangan, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Yaitu pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Data dikumpulkan menggunakan metode survey kuesioner yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada para anggota kepolisian dengan jumlah kuesioner yang disebar 80 lembar kuesioner. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data menggunakan SEM
(Structural Equation Modeling) dengan alat statistik PLS (Partial Least Square)
dengan bantuan software SmartPLS.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel pengukuran kinerja non-keuangan memiliki hubungan positif terhadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi intrinsik berhubugan signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel motivasi ekstrinsik berhubungan positif terhadap kinerja karyawan. Sedangkan variabel pengukuran kinerja non-keuangan tidak terdapat hubugan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 4
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.5.1 Manfaat Akademis ... 4
1.5.2 Manfaat Praktisi ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 6
2.1.1 Teori Motivasi ... 6
2.1.2 Teori Kognitif ... 7
2.1.3 Pengukuran Kinerja Non-Keuangan ... 8
2.1.4 Motivasi Intrinsik ... 9
2.1.5 Motivasi Ekstrinsik ... 10
2.1.6 Kinerja Karyawan ... 11
2.2. Penelitian Terdahulu ... 12
2.3. Model Penelitian ... 13
2.4. Pengembangan Hipotesis ... 14
ii
Motivasi Intrinsik ... 14
2.4.2 Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Ekstrinsik ... 15
2.4.3 Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Karyawan ... 16
2.4.4 Hubungan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Karyawan ... 17
2.4.5 Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Kinerja Karyawan .……….….……… 23
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskriptif Data dan Responden ... 26
4.2. Demografi Responden ... 27
4.3. Analisis Faktor ... 29
4.3.2 Motivasi Intrinsik ... 29
4.3.3 Motivasi Ekstrinsik ... 30
4.3.4 Kinerja Karyawan ... 31
4.4. Analisis Data ... 32
4.4.1 Model Pengukuran ... 32
4.4.1.1 Uji Reliabilitas ... 32
4.4.1.2 Uji Validitas ... 33
4.4.1.3 Pengukuran Model Struktur ... 35
4.5. Pengujian Hipotesis ... 36
4.5.1 Hipotesis 1 ... 36
4.5.2 Hipotesis 2 ... 37
4.5.3 Hipotesis 3 ... 38
4.5.4 Hipotesis 4 ... 39
4.5.5 Hipotesis 5 ... 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42
5.2. Keterbatasan ... 43
5.3. Saran ... 43
5.4. Implikasi ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Persentase Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner ... 26
Tabel 1.1 : Deskriptif Data ... 27
Tabel 2 : Informasi Umum Responden Penelitian ... 27
Tabel 3 : Komponen Matrik Pengukuran Kinerja Non-Keuangan ... 29
Tabel 4 : Komponen Matrik Motivasi Intrinsik ... 30
Tabel 5 : Komponen Matrik Motivasi Ekstrinsik ... 30
Tabel 6 :Komponen Matrik Kinerja Karyawan ... 31
Tabel 7 : Model Pengukuran Data Menggunakan Path Least Square ... 32
Tabel 8 : Quality Criteria (Cronbach’s Alpha) ... 32
Tabel 9 : Quality Criteria (AVE) ... 33
Tabel 10 : Cross Loading ... 34
Tabel 11 : Laten Variabel Korelasi ... 35
Tabel 12 : Pengukuran Struktural Model ... 36
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sistem pengukuran kinerja merupakan instrumen penting bagi organisasi untuk
dapat berkomunikasi, monitoring dan mengevaluasi mengenai hasil pencapaian
kinerja karyawan dalam organisasi. Brignall dan Ballantine (1996); Ittner dan
Larcker (1998) dalam Chenhall dan Langfield-Smith (2007) yang menganggap
bahwa pengukuran kinerja memiliki peran utama dalam pelaksanaan perencanaan,
monitoring, evaluasi untuk mempertahankan suatu organisasi. Atkinson et al
(1997) mendefinisikan bahwa pengukuran kinerja memiliki empat tujuan yaitu,
pengukuran kinerja dapat membantu perusahaan dalam mengevaluasi apakah itu
memberikan manfaat bagi stakeholder, sebagai alat umpan balik untuk
mengevaluasi kontribusi dari setiap stakeholder untuk mencapai tujuan utama,
sebagai alat desain dan implementasi monitor yang dapat berkontribusi untuk
tujuan lain perusahaan, dan memberikan informasi tentang perencanaan dan
evaluasi kontrak dengan para stakeholder yang mengevaluasi pengaruh faktor lain
untuk mencapai tujuan utama organisasi.
Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik
2
tujuannya. Pengembangan suatu pengukuran kinerja dalam manajemen
perusahaan dipengaruhi oleh tuntutan untuk peningkatan kualitas dan pelayanan.
Pengukuran kinerja harus didasarkan pada semua tujuan sesuai dengan visi misi
masa depan suatu perusahaan yang berorientasi pada tingkat kepuasan pelanggan
dan organisasi secara keseluruhan.
Beberapa dekade terakhir penggunaan pengukuran kinerja non-finansial
meningkat signifikan sehubungan dengan keterbatasan dari penggunaan
pengukuran kinerja berbasis keuangan. Terutama di sektor publik yang tidak
berfokus pada orientasi profit/laba penggunaan pengukuran non-finansial menjadi
sangat penting, misalnya kualitas pelayanan, jasa dan sebagainya. Sebelumnya
sudah ada penelitian di institusi kepolisian di Amerika yang dilakukan oleh
Sholihin dan Pike (2010) yang meneliti tentang bagaimana pengaruh pengukuran
kinerja, keadilan prosedural dan interpersonal dalam komitmen organisasi di
kepolisian. Akan tetapi penelitian-penelitian sebelum Sholihin dan Pike (2010)
banyak dilakukan di perusahaan berorientasi laba sedangkan penelitian di sektor
publik masih sangat sedikit. Oleh karena itu tujuan penelitian ini difokuskan pada
sektor publik yang lebih khususnya di institusi kepolisian karena institusi
kepolisian merupakan pelayanan publik yang bergantung dari dedikasi para
anggotanya dan seringkali menjadi sorotan masyarakat. Tetapi masalah di
kepolisian yang berhubungan dengan pengukuran kinerja non-finansial daripada
anggotanya dengan basis akuntansi masih kurang diperhatikan. Pada institusi
kepolisian ini juga masih sedikit penelitian yang berbasis akuntansi manajemen
terutama di Indonesia, karena institut kepolisian menerima penelitian akuntansi
Santori dan Anderson (1987) menyatakan pengukuran kinerja mempunyai faktor
penting dalam meningkatkan motivasi kinerja karena dapat digunakan sebagai alat
untuk memotivasi anggota organisasi. Dengan adanya motivasi kinerja diharapkan
dapat meningkatkan kreativitas karyawan, yang akhirnya dapat mempengaruhi
kinerja positif terhadap karyawan yang bersangkutan. Karyawan dituntut untuk
mengembangkan kreativitasnya dalam pelaksanaan pencapaian suatu tujuan
perusahaan. Maka dari itu diperlukan motivasi untuk mendorong karyawan agar
dapat mengembangkan ide-ide penemuan baru yang berguna bagi perusahaan
dalam pencapaian tujuannya.
Karyawan yang kreatif dapat menjadi suatu aset dalam suatu perusahaan yang
mana mempunyai manfaat penting dalam meningkatkan reputasi dan kinerja
organisasi. Karyawan dikatakan sebagai aset perusahaan karena baik buruknya
suatu perusahaan dipengaruhi oleh kinerja para karyawannya dan kreativitas para
karyawannya. Dalam mengembangkan perusahaan diperlukan
karyawan-karyawan yang kreatif dan inovatif. Lehman (xxx) pernah meneliti bahwa
kreativitas tidak datang begitu saja secara tiba-tiba, melainkan kreativitas datang
dari hasil kerja keras dan disiplin kerja seorang karyawan itu sendiri. Untuk
memperoleh suatu penemuan seorang karyawan membutuhkan persiapan besar
dan disiplin mental, karya-karya besar biasanya muncul dari hasil kerja keras
latihan terus-menerus. Untuk mendapatkan itu semua karyawan harus didorong
dengan adanya motivasi baik dari dalam maupun dari luar perusahaan itu sendiri.
Motivasi kerja setiap orang berbeda-beda tergantung dari banyak faktor-faktor
yang mempengaruhinya (Rinjak & Yohanes, 2008), faktor-faktor tersebut terdapat
4
(ekstrinsik). Beberapa peneliti menemukan bahwa motivasi intrinsik merupakan
pendorong penting dari kreativitas (Elsbach & Hargadon, 2006). Motivasi
intrinsik muncul dalam diri individu untuk bekerja yang didasarkan pada
kepentingan, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk belajar (Ryan & Deci, 2000).
Meskipun motivasi intrinsik sebagai pendorong penting berkembangnya
kreativitas seorang karyawan, tetapi karyawan/individu juga dapat meningkatkan
kreativitas didasarkan oleh motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik mempunyai
peran yang sama pentingnya dengan motivasi intrinsik, adanya motivasi ekstrinsik
sebagai perangsang dari luar agar karyawan lebih bersemangat dalam
menjalankan pekerjaannya dan tentunya dapat mengeksplorasi kreativitasnya.
Maka dari itu motivasi intrinsik sebagai perangsang dari dalam dan motivasi
ekstrinsik perangsang dari luar tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling
melengkapi.
Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti akan meneliti perkembangan sistem
akuntansi manajemen di organisasi kepolisian mengenai pengukuran kinerja
non-finasial, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan kreativitas karyawan. Adapun
responden penelitian ini adalah organisasi pemerintah yang bergerak dibidang
kepolisian di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penelitian ini akan menguji tentang “Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial
Dalam Membentuk Kreativitas Karyawan Melalui Motivasi Intrinsik Dan
Motivasi Ekstrinsik” studi di kepolisian Kota Bandar Lampung.
1.2Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian, secara spesifik masalah penelitian dapat
Bagaimana pengaruh sistem pengukuran kinerja non-finansial terhadap
kreativitas karyawan melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah bertujuan untuk:
Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap
motivasi intrinsik.
Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap
motivasi ekstrinsik.
Menguji pengaruh antara motivasi intrinsik terhadap kreativitas karyawan.
Menguji pengaruh antara motivasi ekstrinsik terhadap kreativitas
karyawan.
Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap
kreativitas karyawan.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para
akademisi dan para praktisi.
1.4.1 Manfaat Akademis
Manfaat dari penelitian ini mempunyai 3 kontribusi akademisi, yaitu:
1. Kontribusi pertama berhubungan dengan variabel pengukuran non-finansial.
Sejak lama para akademisi dan praktisi telah mengkritisi penggunaan pengukuran
finansial sebagai indikator tunggal dalam pengukuran kinerja (Kaplan, 1992;
6
pengukuran kinerja non-finansial. Walaupun lebih dari satu dekade mereka telah
menyarankan penggunaan pengukuran kinerja non-finansial akan tetapi
pengukuran kinerja ini masih belum tergali. Misalnya Lau dan Sholihin (2005, p.
401) mengatakan bahwa “ The use of non-financial performance measures is a
relatively new phenomenon“. Selain itu Sholihin & Pike (2010, p.393)
mengatakan “ ... little research attention being given to the use of non-financial
performance measures” dan Hyvonen (2007, p.360) pun berasumsi “... there has
not been much research on non-financial management accounting systems, more
work on non-financial measures is needed”. Berdasarkan argumen-argumen diatas
penelitian ini memberikan kontribusi atas pengayaan literatur mengenai
pengukuran kinerja non-finansial.
2. Kontribusi kedua berhubungan dengan kreativitas, dimana kreativitas
merupakan suatu unsur penting untuk meningkatkan kinerja individu yang
akhirnya akan berdampak kepada kinerja organisasi (Moulang, 2007). Oleh
karena itu penelitian ini menambah literatur mengenai kreativitas individual
dalam pekerjaannya.
3. Kontribusi ketiga berkaitan dengan framework of study. Penelitian kombinasi
atas pengukuran kinerja non-finansial dan teori motivasi yang dapat
meningkatkan kreativitas individual masih langka atau terbatas. Oleh karena itu
penelitian ini mempunyai arti penting dalam menambah literatur mengenai
pengembangan pengukuran kinerja non-finasial melalui motivasi intrinsik dan
1.4.2 Manfaat Praktisi
Manfaat bagi para praktisi dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi
kepolisian untuk melihat manfaat penggunaan non-finansial terhadap peningkatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kognitif
Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun 1896-1980. Piaget
berpendapat bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual
dari konkret menuju abstrak. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif. Kognitif itu sendiri dapat diartikan sebagai potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),
evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif ini lebih menekankan pada proses atau upaya dalam
memaksimalkan pekerjaannya. Kognitif teori merupakan teori yang jelas, dimana
orang akan bekerja dengan baik apabila tujuan dari pekerjaan itu jelas.
Pengukuran kinerja non-finansial memberikan arahan yang jelas apa yang harus
dilakukan ketika karyawan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Maka dari
dasar dari teori kognitif ini pula dapat dikembangkan bagaimana pengaruh
pengukuran non-finansial tehadap pembentukan kreativitas karyawan.
2.1.2 Teori Motivasi
Motivasi merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan
atau mencapai suatu tujuan. Motivasi sebagai sebuah proses untuk tercapainya
suatu tujuan. Menurut Herzberg dalam Miner (2005), ada dua jenis faktor yang
mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan diri. Dua faktor itu
disebutnya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik memotivasi
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah
achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya, sedangkan
faktor ekstrinsik memotivasi seseorang dari luar untuk mencapai kepuasan,
termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi
lingkungan, dan sebagainya.
Maslow (1965) mengatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki
kebutuhan pokok. Salah satu diantaranya yaitu aktualisasi diri dimana kebutuhan
akan aktualisasi diri itu sendiri dengan mendapatkan kepuasan dan menyadari
potensi yang ada. McGregor (1966) mengemukakan mengenai dua pandangan
manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif), Menurut teori X beberapa
pengandaian yang dipegang manajer yaitu : 1) karyawan tidak menyukai kerja
mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan 2)
karyawan akan menghindari tanggung jawab 3) kebanyakan karyawan menaruh
keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan
10
dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain 2)
orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit
pada sasaran 3) rata-rata orang akan menerima tanggung jawab 4) kemampuan
untuk mengambil keputusan inovatif.
Dari beberapa filosofi tersebut dapat dianalogikan bahwa dengan adanya motivasi
baik intrinsik maupun ekstrinsik sebagai wujud dari aktualisasi diri akan
mendorong karyawan untuk bekerja lebih untuk menuju kesuksesan dan
menghindari kegagalan. Dengan kata lain motivasi dapat membuat karyawan
mengeksplorasi pemikiran mereka dengan membuat ide-ide baru dengan
kreativitas mereka untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.3 Pengukuran Kinerja Non-Finansial
Stiffler (2006) menyatakan dalam Baxter and MacLeod (2008) bahwa pengukuran
kinerja merupakan subsistem dari manajemen kinerja. Pengukuran kinerja
didefinisikan sebagai proses untuk mengkuantifikasi efisiensi dan efektivitas dari
suatu tindakan Olsen et al (2007) dalam Cocca & Alberti (2010). Pengukuran
kinerja ini merupakan bagian dari analisa terhadap proses untuk mengidentifikasi
aktivitas-aktivitas apa saja yang diprioritaskan dan harus diperbaiki agar dapat
mencapai tujuan secara maksimal.
Pengukuran kinerja non-finansial merupakan kinerja yang tidak dinilai
berdasarkan ukuran-ukuran angka dalam satuan nilai uang. Untuk melakukan
pengukuran kinerja non-finansial terlebih dahulu kita harus mengetahui
informasi-informasi non-finansial yang ada, karena informasi-informasi non-finansial merupakan salah
yang telah ditetapkan. Informasi ini didapat agar dapat membantu dalam
peningkatan pelaksanaan operasi perusahaan dan kinerja organisasi agar lebih
berhasil. Informasi non-finansial menjadi penting karena dalam pendayagunaan
karyawan tidak hanya difokuskan kepada pengurangan biaya tenaga kerja, tetapi
juga lebih kepada bagaimana meningkatkan kualitas, mengurangi siklus waktu
produksi, dan kebutuhan pemuasan pelanggan.
Pengukuran non-finansial banyak direkomendasikan menggantikan pengukuran
finansial diera ekonomi berbasis pengetahuan (Cumby & Conrod, 2001 ; Kannan
& Aulbur, 2004). Pengukuran kinerja non-finansial ini penting karena indikator
non-finansial mencerminkan intangible assets, yang mana intangible assets itu
sendiri merupakan jenis aset yang mempunyai umur lebih dari satu tahun dan
dapat diamortisasi selama periode pemanfaatannya, yang biasanya tidak lebih dari
40 tahun. Melalui indikator non-finansial, maka intangible assets dapat terukur
juga. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai peran intangible assets
terhadap nilai perusahaan. Nyatanya, ukuran yang berkaitan dengan inovasi,
kapabilitas manajemen, hubungan karyawan, kualitas dan brand value dapat
menjelaskan nilai perusahaan dengan signifikan. Jadi, dapat diketahui sistem
pengukuran kinerja non-finansial lebih terfokus kepada kinerja jangka panjang
untuk mencapai profitabilitas dan tujuan strategis perusahaan jangka panjang.
2.1.4 Motivasi Intrinsik
Salah satu kebutuhan psikologis dalam diri seseorang adalah motivasi. Motivasi
didefinisikan sebagai suatu proses yang menjelaskan proses perbuatan/tingkah
12
tujuan (Robbins & Judge, 2007). Motivasi dapat berfungsi sebagai pengarah yang
artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, serta
motivasi juga dapat berfungsi sebagai penggerak yang artinya menggerakkan
tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat
lambatnya suatu pekerjaan.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu, yang berarti
seseorang melakukan suatu tindakan tidak berdasarkan dari dorongan-dorongan
atau faktor-faktor lain yang berasal dari luar diri, contohnya self actualization
need (keinginan untuk mengaktualisasikan diri) (Maslow,1965). Terbentuknya
motivasi intrinsik itu sendiri terjadi karena adanya keinginan yang timbul secara
alamiah dari dalam yang membangkitkan semangat atau menggerakkan seseorang
untuk melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan atau tujuan, karena manusia
selalu mempunyai naluri untuk mencapai sesuatu maka melalui motivasi intrinsik
inilah dapat mendorong seseorang untuk terlibat dalam sebuah aktivitas dalam
rangka merasakan kenikmatan sensasional (Vallerand,dkk., 1992).
Motivasi intrinsik ini penting karena setiap individu mempunyai individual
differences yang membedakan dengan orang lain. Individual differences ini
meliputi kesenangan, tingkat kepuasan, kemampuan penyesuaian diri, tingkat
emosi dan kerentanan. Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsik
menekankan pada determinasi diri, dimana dalam pandangan ini mereka percaya
bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan diri mereka sendiri bukan
karena kesuksesan, pamor atau imbalan eksternal lainnya (Rainey,1965). Sebagai
contoh, karyawan yang sampai bekerja lembur karena ia merasa ingin memenuhi
kompensasi dana lebih yang akan ia dapatkan ketika ia bekerja lembur. Orang
yang termotivasi secara intrinsik cenderung akan bekerja lebih keras dan memiliki
disiplin kerja yang tinggi.
Ketika karyawan termotivasi secara intrinsik, maka timbul secara alami keinginan
untuk belajar lebih dan bekerja lebih keras untuk mengejar pencapaian kinerja
mereka semaksimal mungkin, dan tanpa disadari mereka telah mengeksplorasi
keingintahuan mereka (Ryan & Deci, 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa motivasi intrinsik cenderung mendorong karyawan untuk lebih
memfokuskan diri dalam pencapaian tujuan kinerja suatu organisasi (Amabile et
al, 1994; Ryan & Deci, 2000).
2.1.5 Motivasi Ekstrinsik
Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan : 1. Pengaruh
perilaku 2. Kekuatan reaksi (upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah
memutuskan arah tindakan-tindakan 3. Persistensi perilaku, atau beberapa lama
orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu
(Campbell, 1970). Dari definisi tersebut dapat kita ketahui adanya motivasi
ekstrinsik, motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri
seseorang atau dari luar suatu lingkungan pekerjaan, karena adanya pengaruh
faktor-faktor lain dari luar itulah yang menyebabkan rangsangan dari luar menjadi
motivasi ekstrinsik bagi individu. Dengan kata lain motivasi ekstrinsik ini
membuat seseorang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain
yang menguntungkannya. Rangsangan dari luar sebagai motivasi ekstrinsik ini
14
keras untuk menjadi karyawan yang baik karena ingin dikagumi oleh
rekan-rekannya dan mendapat pujian dari pimpinannya, bukan karena ia memiliki
ketertarikan dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya tersebut.
Karyawan yang terdorong secara ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang
diberikan oleh organisasi untuk mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut para ahli faktor
ekstrinsik tidak akan mendorong minat para karyawan untuk bekerja dengan
performa baik, sehingga tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan karyawan
bekerja tidak maksimal karena mereka hanya mengincar reward yang mereka
akan dapatkan tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasil pekerjaan mereka.
2.1.6 Kreativitas Karyawan
Kreativitas karyawan merupakan sumber penting dan merupakan keunggulan
yang kompetitif bagi suatu organisasi dalam pengembangan inovasi-inovasi baru
dalam organisasi (Amabile, 1988, 1996; Oldham & Cummings, 1996; Shalley,
1991; Zhou, 2003) dalam Hirst (2009). Proses kreativitas melibatkan adanya
ide-ide baru yang berguna dan tidak terduga tetapi dapat diimplementasikan di dunia
luar. Karena kreativitas itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk
melihat dengan sudut pandang/perspektif baru yang berbeda dari biasanya, dan
membentuk hubungan baru dengan kombinasi dari beberapa obyek, konsep atau
fenomena. Menurut para ahli orang yang kreatif melihat segala sesuatu dengan
cara yang berbeda dan baru yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan pada
Terbangunnya kreativitas karyawan apabila mereka dapat bekerja dengan nyaman
dan menyenangkan tanpa ada tekanan, tidak hanya bekerja untuk menyenangkan
pimpinan saja dan memiliki hubungan kerja yang harmonis tanpa politik kerja
yang mengarah kepada friksi antar kelompok kerja dan lain-lain. Jika suatu
organisasi menginginkan adanya peningkatan kualitas kinerja baik secara individu
maupun secara kelompok mereka harus membangun kreativitas itu sendiri.
Menurut para pakar Human Resources secara umum tahapan untuk membangun
kreativitas dapat dibagi dalam empat tahap, yaitu : exploring, inventing, choosing
dan implementing. Dimana tahap exploring yaitu para karyawan mengeksplorasi
kemampuan mereka dengan berusaha menemukan penemuan-penemuan baru
(inventing) yang selanjutnya penemuan-penemuan tersebut diuji dan dipilih
(choosing) mana yang terbaik dan akhirnya dapat diterapkan (implementing) di
dunia luar sebagai penemuan baru yang dapat diandalkan .
Kreativitas karyawan sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu organisasi
dan sebagai daya saing dengan organisasi lainnya menurut George & Zhou
(2002) dalam Gong et al (2009). Beberapa peneliti percaya bahwa kreativitas
karyawan akan berkembang ketika seorang supervisor memberikan
kepemimpinan yang transformasional dan ketika karyawan memiliki orientasi
belajar yang tinggi (Gong et al, 2009). Jaussi dan Dionne (2003) menemukan
hubungan yang positif antara kepemimpinan yang transformasional dengan
orientasi belajar karyawan, karena dengan kepemimpinan yang transformasional
dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yang pada akhirnya karyawan akan
memperluas dan meningkatkan pengetahuan mereka untuk mencapai tujuan
16
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian mengenai pengukuran kinerja non-finansial memberikan
kontribusi kepada penulis untuk menelaah kembali terhadap penelitian yang sudah
ada dan dapat mengimplementasikan kepada penelitiannya. Beberapa penelitian
itu antara lain:
Sholihin & Pike (2010) meneliti tentang pengukuran kinerja finansial maupun
non-finansial dan keadilan prosedural berpegaruh positif terhadap komitmen
organisasi dan juga memiliki efek yang penting dalam hubungan interpersonal dan
kerjasama dalam organisasi. Lau dan Sholihin (2005) menyatakan bahwa
pengukuran non-finansial mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan ukuran
finansial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Eisenberger dan Aselage (2009) dari hasil studinya meneliti bahwa motivasi
intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja kreatif yang mana
dengan adanya motivasi dari dalam dan dorongan dari luar seperti reward kinerja
karyawan akan meningkat dan dapat memunculkan kreativitas. Sementara itu
Ryan & Deci (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi intrinsik
dan ekstrinsik dalam penyusunan anggaran berhubungan positif dengan kinerja.
Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti ingin meneliti mengenai adakah
pengaruh pengukuran kinerja non-finansial dalam meningkatkan kreativitas
karyawan, dengan menghubungkan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
sebagai faktor pemediasinya. Dimana studi dilakukan di kepolisian Kota Bandar
Lampung. Dilakukannya penelitian ini karena masih jarangnya penelitian
terutama di Indonesia, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tersebut.
2.3 Pengembangan Hipotesis
Sebelum menjelaskan tentang hipotesis, terlebih dahulu akan digambarkan
ringkasan dari kerangka pemikiran teori. Secara sederhana pengukuran kinerja
non-finansial dapat meningkatkan kreativitas karyawan melalui dua aspek yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Salah satu alat ukur untuk
meningkatkan kreativitas karyawan adalah dengan pengukuran kinerja non-
finansial melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dengan demikian
dapat diformulasikan kerangka berpikir sebagai berikut:
H1 H3
H5
H2 H4
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
2.3.1 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Motivasi Intrinsik
Menurut Bernaden dan Russel, dikutip oleh Gomes (2000) pengukuran kinerja
18
atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu”. Untuk mengukur
kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja yang meliputi: kuantitas kerja,
kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan
pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja, dan daerah organisasi kerja.
Pengukuran kinerja karyawan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan karyawan
dan potensi yang dapat dikembangkan.
Simon (1995) dalam Yuliansyah (2011) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja
yang paling sering digunakan adalah diagnostik dan interaktif. Beberapa peneliti
menghubungkan kinerja interaktif sebagai bentuk dari sistem pengukuran kinerja
non-finansial, hal ini dikarenakan orientasi utama kinerja interaktif adalah diskusi
dan komunikasi mengenai tujuan organisasi. Menurut Bisbe & Otley (2004)
diskusi akan menambah pengetahuan serta inovasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bertambahnya pengetahuan serta inovasi akan membuat para karyawan
mempunyai tingkat kepuasan tersendiri untuk lebih giat bekerja, sehingga apabila
dianalogikan tingkat kepuasan merupakan salah satu unsur dari motivasi intrinsik
karena tingkat kepuasan itu berasal dari diri sendiri.
Selain itu hubungan antara pengukuran non-finansial dan motivasi intrinsik dapat
juga dilihat dari unsur pengukuran non-finansial itu sendiri. Dibandingkan dengan
pengukuran finansial, pengukuran non-finansial lebih fleksibel karena
penilaiannya subjektif (Vaivio, 2004) dalam Yuliansyah (2011). Dengan adanya
fleksibilitas tersebut memungkinkan setiap anggota untuk bereksplorasi mengenai
bagaimana mereka dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik. Peningkatan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh
terhadap motivasi intrinsik, sehingga dapat dikembangkan dalam hipotesis:
H1 : Pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi
intrinsik.
2.3.2 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Motivasi Ekstrinsik
Aspek penting dari perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah
dukungan yang kuat dari perusahaan tersebut. Dengan adanya dukungan yang
kuat produktivitas kerja karyawan akan meningkat. Bentuk dukungan itu adalah
dengan adanya konsistensi aturan yang telah ditetapkan perusahaan dan
memberikan motivasi. Salah satu motivasinya yaitu motivasi ekstrinsik, yang
mana motivasi ini dapat dipengaruhi oleh pengukuran dari kinerja non-finansial.
Sebagai contoh sederhana di kepolisian dengan pengukuran kinerja non-finansial
adalah kehadiran anggota (absensi), apabila ketidakhadiran anggota melebihi
aturan yang sudah ditetapkan perusahaan maka anggota tersebut akan
mendapatkan punishment, berupa rasa malu. Jadi, timbul motivasi ekstrinsik para
anggota yang akan berusaha untuk tidak melewati batas ketidakhadirannya, agar
tidak mendapatkan punishment dan para anggota akan lebih disiplin.
Salah satu indikator dari motivasi ekstrinsik adalah rasa malu apabila tidak dapat
mengerjakan pekerjaan dengan baik maka dari itu diperlukan disiplin kerja yang
tinggi (Wong, Guo & Lui, 2010). Sama halnya dengan Yuliansyah (2011) yang
mengatakan pada studinya di perbankan bahwa salah satu indikator pengukuran
20
yang mana disiplin kerja tersebut dapat mempengaruhi berkembangnya motivasi
ekstrinsik karyawan. Dari motivasi ekstrinsik para karyawan itulah pengukuran
kinerja non-finansial dapat dilakukan.
Pada era globalisasi seperti ini kinerja non-finansial mempengaruhi motivasi
ekstrinsik karyawan . Dimana pengukuran non-finansial dapat membangkitkan
dan mendorong motivasi ekstrinsik tersebut. Pengukuran kinerja non-finansial dan
motivasi ekstrinsik dapat dijadikan contoh atau tuntutan untuk menunjukkan
bagaimana kinerja yang baik. Karena itu berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
dapat dirumuskan hipotesis:
H2 : Pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi
ekstrinsik.
2.3.3 Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kreativitas Karyawan
Dalam organisasi karyawan bekerja dalam tim, dan dalam tim tersebut kreativitas
karyawan dituntut untuk menyelesaikan suatu pekerjaannya ( Shalley, Zhou, &
Oldham, 2004) dikutip oleh Hirst et al(2009). Kreativitas karyawan merupakan
hal penting bagi organisasi, karena bagaimanapun juga kreativitas karyawan dapat
mempengaruhi kinerja para karyawan tersebut (Gilson, 2008) dalam Gong et al
(2009). Untuk dapat menggali kreativitas individu dari para karyawan tersebut
diperlukan suatu motivasi baik dari dalam maupun dari luar. Salah satu unsur
yang dapat membentuk kreativitas tersebut adalah motivasi intrinsik, yang mana
motivasi ini timbul karena keingintahuan mereka untuk belajar mengenai hal baru
Menurut Amabile (1996) dikutip oleh Ryan & Deci (2000) motivasi intrinsik
mengacu pada keinginan untuk mengeluarkan usaha berdasarkan minat dan
keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan. Motivasi intrinsik merupakan salah
satu pendorong penting bagi berkembangnya kreativitas karyawan (Elsbach &
Hargadon, 2006). Ketika karyawan secara intrinsik termotivasi mereka akan
mengalami pengaruh positif yang akan merangsang timbulnya kreativitas dengan
cara memperluas berbagai informasi yang tersedia, mendorong karyawan untuk
mengemukakan ide-ide baru dan mengidentifikasikannya (Amabile, Barsade,
Mueller & Staw, 2005). Jadi, ketika karyawan secara intrinsik termotivasi, maka
secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan pengetahuan mereka
dengan belajar lebih dengan melibatkan rasa ingin tahu mereka (Ryan & Deci,
2000) dan tanpa disadari mereka akan bereksplorasi dan fokus pada ide-ide baru
yang mereka temukan. Dengan demikian dapat disimpulkan motivasi intrinsik
cenderung mendorong karyawan untuk berfokus pada ide-ide baru yang orisinil
dan unik yang dapat memberikan kontribusi pada pekerjaan mereka. Maka
hipotesis yang dapat diajukan:
H3 : Terdapat pengaruh positif antara motivasi intrinsik dan kreativitas
karyawan.
2.3.4 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kreativitas Karyawan Beberapa peneliti mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik membuat seseorang
bekerja lebih untuk berprestasi, sehingga dengan adanya motivasi secara psikologi
karyawan terdorong untuk melakukan sesuatu hal berdasarkan kemauan sendiri
22
dalam Furnham (2009) yang mengatakan faktor ekstrinsik tidak akan mendorong
minat seseorang untuk bekerja dengan performa baik, sehingga tidak jarang
motivasi ekstrinsik menjadikan seseorang bekerja tidak maksimal karena mereka
hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan tanpa memikirkan tanggung
jawab dari hasil pekerjaan mereka. Dari kedua pendapat para ahli tersebut dapat
pula dianalogikan apabila diri merasa puas dengan hasil yang dicapai maka
karyawan akan berusaha mengeksplor lagi kemampuannya, pengetahuannya dan
berusaha menemukan penemuan-penemuan baru guna meningkatkan
produktivitas organisasinya.
Disinilah peran motivasi ekstrinsik bekerja, karena dorongan-dorongan itulah
timbul kreativitas karyawan. Dengan adanya motivasi dari luar seperti insentif,
penghargaan dan sebagainya, membuat karyawan semangat untuk berusaha agar
mendapatkannya. Dan usaha para karyawan tersebut adalah dengan meningkatkan
kreativitas dirinya, tentunya peningkatan kreativitas tersebut harus sesuai dengan
dengan aturan organisasi. Jadi dapat diketahui motivasi ekstrinsik sangat erat pula
kaitannya dengan peningkatan kreativitas karyawan, yang mana motivasi intrinsik
dapat mempengaruhi peningkatan kreativitas karyawan. Maka dapat dirumuskan
dalam hipotesis:
H4: Terdapat pengaruh positif antara motivasi ekstrinsik dan kreativitas
2.3.5 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Kreativitas Karyawan
Kreativitas saat ini semakin diakui sebagai suatu hal penting yang mendasari
inovasi, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi kreativitas dalam
organisasi terus berkembang (Hirst, Van Knippenberg & Zhou, 2009). Dengan
adanya kreativitas ini dapat mendorong pertumbuhan organisasi dan
mempertahankan daya saingnya menurut Amabile & Khaire (2008) dikutip oleh
Zhang & Bartol (2010). Sampai saat ini banyak penelitian tentang kreativitas yang
telah difokuskan pada kinerja kreatif (Zhang & Bartol, 2010). Kinerja kreatif
mengacu pada hasil yang kreatif melalui ide-ide tentang produk, jasa, metode dan
prosedur dan dapat dilakukan dengan pengukuran non-finansial.
Penggunaan pengukuran kinerja non-finansial penting karena keberhasilan
perusahaan tidak hanya ditentukan oleh strategi perusahaan dengan menggunakan
data akuntansi dan keuangan saja, tetapi juga sebagian dipengaruhi oleh perilaku
individu dalam organisasi sebagai pekerja untuk melaksanakan strategi tersebut
(Otley, 1999). Bisbe dan Otley (2004) dalam mengungkapkan bahwa penggunaan
pengukuran kinerja non-finansial dianggap sebagai pendorong individu untuk
lebih kreatif dan membantu untuk mengembangkan ide-ide baru yang berguna
bagi organisasi. Pengukuran kinerja non-finansial memberikan fleksibilitas
kepada karyawan dalam mengeksplorasi kemampuannya agar dapat
menghasilkan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai target atau tujuan dari
organisasi (Yuliansyah, 2011), ini merangsang para karyawan untuk lebih
24
kepada peningkatan inovasi pula. Berdasarkan argumen-argumen tersebut
hipotesis selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
H5 : Terdapat pengaruh positif antara pengukuran kinerja non-finansial dan
kreativitas karyawan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan oleh penulis adalah karyawan yang
bekerja di sektor publik khususnya di institusi kepolisian. Dipilihnya institusi
kepolisian sebagai objek penelitian karena keunikannya. Dikatakan unik karena
organisasi sektor publik terutama institusi kepolisian tujuannya tidak berorientasi
pada profit/laba tidak seperti perusahaan lainnya yang tujuannya utamanya
berorientasi pada peningkatan profit perusahaan. Sedangkan tujuan utama dari
institusi kepolisian adalah melayani masyarakat, karena fokus utama mereka
melayani masyarakat, maka dari itu penulis melakukan penelitian mengenai
pengukuran kinerja para anggota kepolisian dan bagaimana kualitas pelayanan
mereka terhadap masyarakat dan itu dapat diukur dengan menggunakan
pengukuran non-finansial. Selain itu juga selama ini masih jarang yang
melakukan penelitian mengenai pengukuran kinerja non-finansial berbasis
26
3.1.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian adalah anggota kepolisian di Kota Bandar Lampung.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Penelitian ini
menggunakan metode survey, yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada
para anggota kepolisian dengan jumlah kuesioner yang disebar 80 lembar
kuesioner. Masing-masing item pada pertanyaan dalam kuesioner diukur dengan
menggunakan skala likert 1 sampai 7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala
yang sangat rendah dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat tinggi.
Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu pemilihan sampel menggunakan kriteria tertentu. Adapun kriteria
sampel yaitu, anggota kepolisian di Kepolisian Resort Kota dan Kepolisian
Daerah Bandar Lampung.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dengan metode survey
kuesioner. Kuesioner yang akan dibagikan kepada para responden ini terdiri dari
satu set pertanyaan yang disusun secara sistematis dan sesuai standar sehingga
responden dapat dengan mudah menjawab pertanyaan yang ada. Kemudian
jawaban dari para responden inilah yang akan diolah dan dianalisis untuk
mendapatkan hasil penelitian. Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner kepada
responden yang sebenarnya penulis melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu.
Studi pendahuluan ini bertujuan untuk mengurangi permasalahan responden
dalam menjawab pertanyaan atas kuesioner yang akan berdampak terhadap tinggi
Studi pendahuluan yang pertama mengenai tata bahasa, karena data literatur dan
kuesioner asli penelitian ini berbahasa Inggris, maka dari itu perlu dilakukan
penerjemahan kedalam bahasa Indonesia secara tepat. Selanjutnya ditelaah
terlebih dahulu agar terjemahan lebih akurat dan tidak menimbulkan kerancuan
pertanyaan dalam kuesioner tersebut dan responden dapat mengerti akan isi dari
kuesioner yang disebarkan. Studi pendahuluan kedua yaitu melakukan pilot test,
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat reabilitas
dan validitas atas kuesioner tersebut. Pilot test dilakukan dengan menyebar 20
lembar kuesioner kepada sejumlah anggota polisi satlantas. Hasil pilot test
menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup baik yaitu cronbach’s alpha diatas
0,7 dan tingkat validitas yang baik pula dengan nilai AVE diatas 0,5. Setelah
didapati hasil pilot test yang baik barulah dilanjutkan ketahap berikutnya
penyebaran kuesioner sebenarnya.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan secara langsung kepada
responden atau meminta bantuan dari salah satu anggota untuk mengkoordinir
penyebaran dan pengumpulan kuesioner. Pengumpulan secara langsung dilakukan
dengan cara mendatangi kantor kepolisian dan selanjutnya dibantu oleh anggota
kepolisian peneliti menyebarkan kuesioner kepada para anggota-anggota lainnya
untuk mengisi kuesioner tersebut.
3.3 Pengukuran Instrumen
3.3.1 Pengukuran Kinerja Non-Finansial
Penggunaan pengukuran kinerja non-finansial diukur menggunakan 7 poin skala
likert. Pengukuran variabel ini menggunakan 9 pertanyaan dari instrumen yang
28
(2010). Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar pendapat
mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7,
dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak penting dan
jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat penting.
3.3.2 Motivasi Intrinsik
Penggunaan pengukuran motivasi intrinsik diukur menggunakan 7 poin skala
likert. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh
Amabile (1985), Tierney, Farmer & Graen (1999) yang terdiri dari 3 pertanyaan.
Responden ditanya seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1
menunjukkan skala yang sangat tidak setuju dan jawaban point 7 menunjukkan
skala yang sangat setuju.
3.3.3 Motivasi Ekstrinsik
Penggunaan pengukuran motivasi ekstrinsik diukur menggunakan 7 poin skala
likert. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh
Wong, Guo, & Lui (2010) yang terdiri dari 3 pertanyaan. Responden ditanya
seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang
sangat tidak setuju dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat setuju.
3.3.4 Kreativitas Karyawan
Penggunaan pengukuran kreativitas karyawan diukur menggunakan 7 poin skala
likert. Pengukuran variabel ini menggunakan 8 pertanyaan dari instrumen yang
ada satu pertanyaan yang tidak digunakan karena didapatkan dari hasil pilot test
tingkat reabilitas dari pertanyaan tersebut rendah. Jadi dalam penelitian ini hanya
menggunakan 7 pertanyaan. Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa
besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan
skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak
setuju dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat setuju.
3.5 Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan SEM (Structural Equation
Modeling). Menurut Smith dan Langfield (2004) keuntungan menggunakan SEM
adalah:
1. Strucural Equation Modeling memungkinkan peneliti untuk mengadopsi
pendekatan yang lebih holistik untuk membangun model. Karena SEM
memungkinkan berbagai hubungan antara variabel yang akan diakui dalam
analisis dibandingkan dengan analisis regresi berganda, dan hubungan dapat
rekursif atau non rekursif.
2. Kemampuannya untuk menjelaskan efek dari kesalahan pengukuran estimasi
variabel laten adalah perbedaan utama SEM dari kedua jenis analisis jalur dan
analisis regresi berganda.
3. SEM dapat mengatasi beberapa masalah dan keterbatasan yang melekat dalam
analisis regresi berganda.
Alat statistik yang digunakan untuk pengujian variabel dalam penelitian ini adalah
PLS (Partial Least Square) dengan menggunakan software SmartPLS. Dengan
30
3.5.1 Uji Kualitas Data
Dalam penelitian ini tiap pertanyaan kuesioner harus memenuhi kualitas data yang
valid dan reliabel. Instrumen dalam penelitian ini dinyatakan valid jika data yang
diperoleh dapat menjawab tujuan penelitian yang akan dicapai dengan akurat.
Dinyatakan reliabel jika instrumen penelitian yang sama dapat konsisten atau
stabil ketika digunakan kembali pada penelitian selanjutnya.
3.5.1.1 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square (PLS)
untuk dapat menganalisis Cronbach’s alpha dan Composite reliability. Sesuai
dengan aturan yang berlaku bahwaCronbach’s alpha lebih dari 0,7 menunjukkan
tingkat reliabilitas yang cukup baik (Hulland, 1999). Pengujian validitas
dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pertanyaan disetiap
variabel dengan skor total.
3.5.1.2 Uji Validitas
Pengujian validitas menggunakan Partial Least Square (PLS) dapat dilihat dari
pengujian validitas convergent dan discriminant. Validitas convergent dihitung
dengan melihat skor Average Variance Extracted (AVE) Henseler et al (2009)
mengatakan bahwa nilai validitas convergent sangat baik apabila skor AVE di
atas 0,5.
Validitas discriminant merupakan validitas yang selanjutnya, pengujian validitas
ini bertujuan untuk melihat apakah suatu item itu unik dan tidak sama dengan
konstruk lain dalam model (Hulland, 1999). Validitas discriminant dapat diuji
Metode Fornell-Larcker dapat dilakukan dengan membandingkan square roots
atas AVE dengan korelasi partikel laten. Variabel discriminant dikatakan baik
apabila square roots atas AVE sepanjang garis diagonal lebih besar dari korelasi
antara satu konstruk dengan yang lainnya. Selain itu metode Cross-Loading
menyatakan bahwa semua item harus lebih besar dari konstruk lainnya
(Al-Gahtani, Hubona & Wang, 2007).
3.6 Pengukuran Model / Measurement Model
Dalam literatur akuntansi manajemen pengukuran struktur model dalam penelitian
banyak menggunakan teknik coefficient of determination dan path coefficient
(Chenhall, 2004; Hall, 2008), sama halnya dengan penelitian ini juga
menggunakan kedua teknik tersebut.
1. Coefficient of Determination (R²)
Teknik pengukuran ini menunjukkan konstruk endogen diuji untuk menguatkan
hubungan antara konstruk eksogen dengan mengevaluasi R². R² digunakan untuk
mengukur hubungan antara variabel laten terhadap total varians. Sebagaimana
peneliti sebelumnya menyatakan bahwa nilai R² dengan variabel endogen di atas
0,1 adalah yang dapat diterima (Yuliansyah, 2011).
2. Path Coefficient
Tes Path Coefficient (β) digunakan untuk meyakinkan bahwa hubungan antar
konstruk adalah kuat. Cara ini dinilai dengan menggunakan prosedur bootstrap
dengan menggunakan 500 pergantian (e.g. Chenhall, 2004; Hartman & Slapnicar,
2009; Sholihin et al., 2011). Hubungan antar konstruk dikatakan kuat apabila path
32
Selanjutnya hubungan antara variabel latent dikatakan signifikan jika path
coefficients ada pada level 0,050 (Urbach & Ahlemann, 2010).
3.7 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan perbandingan hasil path
coefficients dengan t-tabel. Dengan ketentuan, hipotesis dikatakan sangat
signifikan apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 1%. Hipotesis
dikatakan signifikan apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 5%, dan
hipotesis dikatakan lemah apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 10%.
Sedangkan hipotesis dikatakan tidak signifikan apabila T hitung < T tabel pada
derajat kebebasan 10%.
3.8 Uji Jalur (Path Analysis)
Uji jalur dilakukan untuk mengetahui jalur manakah yang tepat dan singkat suatu
variabel independen menuju variabel dependen yang terakhir. Uji jalur dilakukan
apabila keseluruhan hipotesis baik pengaruh langsung maupun tidak langsung
menunjukkan nilai yang positif. Pengujian jalur ini dihitung menggunakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisis yang sudah dilakukan penulis didapatkan hasil penelitian yaitu,
hipotesis pertama diterima, pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif
terhadap motivasi intrinsik. Hipotesis kedua diterima, pengukuran kinerja
non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi ekstrinsik. Pada hipotesis ketiga
ditolak karena tidak terdapat pengaruh positif antara motivasi intrinsik terhadap
kreativitas karyawan. Hipotesis keempat diterima dengan hasil signifikan motivasi
ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kreativitas karyawan. Dan hipotesis
kelima terdapat pengaruh positif secara langsung antara pengukuran non-finansial
dan kreativitas karyawan sehingga hipotesis lima diterima.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas karyawan/anggota
kepolisian dapat meningkat dan berkembang bukan dari dalam diri sendiri
melainkan karena adanya dorongan dari luar yaitu karena motivasi ekstrinsik.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, penelitian ini hanya dilakukan di
50
Keterbatasan lainnya adalah penelitian hanya dilakukan di daerah Bandar
Lampung saja sehingga tidak bisa digeneralisir di luar daerah Bandar Lampung.
5.3 Saran
Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya
memperluas sektor yang diteliti agar data yang diperoleh lebih valid dan dapat
digeneralisir.
5.4 Implikasi
Implikasi dari penelitian ini adalah dari hasil penelitian ditemukan bahwa
meskipun para anggota kepolisian yang bekerja dengan disiplin tetapi untuk
menumbuhkembangkan dan meningkatkan kreativitasnya mereka memerlukan
motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari luar baik dari lingkungan sekitar,
hubungan rekan kerja maupun adanya tujuan lain seperti reward dan punishment.
Dan untuk itu semua, pimpinan dalam organisasi kepolisian sebaiknya
mengadakan sosialisasi agar para karyawan/anggotanya bekerja dengan dorongan
dari diri sendiri bukan karena dorongan dari luar saja. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi acuan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Amabile, T. M., S. G. Barsade, J. S. Mueller and B. M. Staw. 2005. Affect and Creativity at Work. Administrative Science Quarterly, vol 50(3): 367-403.
Al-Gahtani, S. S., Hubona, G. S., & Wang, J. 2007. Information Technology in Saudi Arabia: Culture and The Acceptance and Use of Information Technology. Information and Management, p: 681-191.
Atkinson, A.A., J.H.Waterhouse., & Robert, B.Wels. 1997. A Stakeholder Approach to Strategic Performance Measurement. Sloan Management
Accounting Review, vol 38 (3) : 25-37.
Baxter, L.F & MacLeod, A.M. 2008. Managing Performance Improvement. New York : Routledge.
Bisbe, J., & Otley, D. 2004. The Effects of The Interactive Use of Management Control Systems on Product Innovation. Accounting, Organizations and
Society, vol 29(8): 709-737.
Campbell, John. P.1970. Managerial Behaviour, Performance, and Effectiveness. New York : McGraw-Hill.
Chenhall, R.H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early Implementation of Activity-Bast Cost Management. Behavioral Research in
Accounting, 16: 19-44.
Chenhall, R.H & Kim, Langfield-Smith. 2007, Multiple Perspectives of Performance Measure. Europe Management Journal, 25: 266-282.
Cocca, P & Alberti, M. 2010. A Framework to Assess Performance Measurement Systems in SMEs. International Journal of Productivity and Performance
Management, vol 59 (2) : 186 – 200.
Cokins, G. 2004. Performance Management : Finding the Missing Pieces (to
Eisenberger, R & Justin, Aselage. 2009. Incremental Effect of Reward on Experienced Performance Pressure: Positive Outcomes for Intrinsic Interest and Creativity. Journal of Organizational Behaviour, vol. 30:95-117.
Elsbach, Kimberly. D & A.B. Hargadon. 2006. Enhancing Creativity Trough “Mindless” Work: A Framework of Workday Design. Organization
Science, 17 (4) : 470-483.
Furnham, Adrian., Andreas Eracleous., & Tomas Chamorro Premuzic. 2009.
Personality, Motivation and Job Satisfaction: Herztberg Meet the Big Five.
Emerald Group Publishing Limited: 1-24.
George, J. M., & Zhou, J. 2002. Understanding When Bad Moods Foster Creativity and Good Ones Don’t: The Role of Context and Clarity of Feelings. Journal of AppliedPsychology, 87: 687–697.
Gomes, Faustino. C. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, p:162. Jakarta: Andi Offset.
Gong, Yaping., Jia Chi Huang., & Jiing Lih Farh. 2009. Employee Learning Orientation, Transformational Leadership, and Employee Creativity: The Mediating Role Of Employee Creative Self-Efficacy. Academy of
Management Journal, vol 52, No.4: 765-778.
Ittner, C.D & D.F.Larcker. 1998, Are Nonfinancial Measure Leading Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction. Journal of
Accounting Research, 36: 1-35.
Halachmi, A. 2005. Performance Measurement is Only One Way of Managing Performance. International Journal of Productivity and Performance
Management, vol 54 (7) : 502 – 516.
Henseler, J., Ringke, C., & Sinkovics, R. 2009. The Use of Partial Least Squares Path Modeling in International Marketing. Advances in International
Marketing, 20: 277-319.
Hirst, Giles., D. Van Knippenberg., & Jing. Zhou. 2009. A Cross-Level Perspective on Employee Creativity: Goal Orientation, Team Learning Behaviour and Individual Creativity. Academy of Managemen journal, vol 52: 280-293.
Hulland, J. 1999. Use of Partial Least Squares (PLS) in Strategic Management Research: A Review of Four Recent Studies. Strategic Management Journal
20 (2): 195-204.
Kannan, Gopika, and Wilfried G. Aulbur. 2004. Intellectual Capital, Measurement Effectiveness. Journal of Intellectual Capital, vol 5 No 3, pp 389 – 413.
Kaplan, R. S., & Norton, D.P. 1996. Linking the Balanced Scorecard to Strategy.
California Management Review, vol 39 (1): 53-79.
Lau, C. M., & Sholihin, M. 2005. Financial and Nonfinancial Performance Measures: How do They Affect Job Satisfaction?. The British Accounting
Review, vol 37 (4): 401.
Maslow, Abraham. 1965. Self Actualization And Beyond. Education Research
Information Center : 108-131.
McGregor, D. 1966. The Human Side of Enterprise. The Management Review, vol 46 (11): 22-28.
Miner, John., B. 1966. Organizational Behaviour: Essential Theories of
Motivation and Leadership. United States of America: Library of Congress
Cataloging-in-Publication Data.
Modgil, S., Celia, M., & G. Brown. 2006. Jean Piaget: An Interdisciplinary
Critique. New York: Routledge.
Moses, Lina. 2012. Bagaimana Menjadi Seorang Karyawan yang Kreatif.
http://managedaily.co.id/journal/index/category/human_resources. 27 April 2012.
Moulang, Charly. 2007. Does “Style of Use” Performance Measurement System Impact On Individual Creativity? An Empirical Analysis. Departement of
Accounting and Finance. Monash University.
Otley, D. 1999. Performance Management: A Framework For Management Control Systems Research. Management Accounting Research, 10(4): 363-382.
Rainey, R.G. 1965. The Effect of Directed Versus Non-Directed Laboratory Work on High School Chemistry Achievement. Journal of Research in Science
Teaching, vol.3 : 286-292.
Robbins, Stephen P., & Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239
Ryan, R. M., & Deci, E. L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational Psychology,
25: 54-67.
Santori, P. S., and A. D. Anderson. 1987. Manufacturing Performance in The 1990's: Measuring for Excellence. Journal of Accountancy. p:143-148.
Sholihin, Mahfud & Richard, Pike. 2010. Organizational Commitment In The Police Service: Exploring The Effects of Performance Measures, Procedural Justice, and Interpersonal Trust. Financial Accountability and Management, 26 (4): 392-417.
Tierney, P., S.M.Farmer., & G.B.Graen. 1999. An Examination of Leadership and Employee Creativity: The Relevance of Traits and Relationships. Journal of
Personel Psychology, vol. 52: 591-620.
Urbach, N., & Ahlemann, F. 2010. Stuctural Equation Modeling in Information Systems Research Using Partial Least Square. Journal of Information
Technology Theory and Application, 11 (2): 5-39.
Vallerand, R.J., dkk. 1992. The Academic Motivation Scale : A Measure of Intrinsic, Extrinsic, and A Motivation in Education. Educational and
Psychological Measurement, vol. 52 : 1003-1017.
Wong, Bernard. O. W., Lan, Guo., Gladie, Lui. 2010. Intrinsic and Extrinsic Motivation and Participation in Budgeting: Antecedents and Consequences.
Behavioral Research In Accounting, vol. 22 (2): 133-153.
Yuliansyah. 2011. The Relationship Between Non-Financial Performance Measurements on Managerial Performance: The Intervening Role of Innovation. Accounting Departement University of Lampung.
Zhang, Xiaomeng & Kathryn, M. Bartol. 2010. Linking Empowering Leadership and Employee Creativity: The Influence of Psychological Empowerment, Intrinsic Motivation, Creative Process Engangement. Academy of
Management Journal, vol. 53: 107-128.