• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Tapak Hutan Mangrove di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Tapak Hutan Mangrove di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK TAPAK HUTAN MANGROVE

DI DESA KAYU BESAR KECAMATAN BANDAR KHALIPAH

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Asnawi Krismastopo Harahap 021202011

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakteristik Tapak Hutan Mangrove di Desa Kayu Besar

Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Asnawi Krismastopo Harahap

NIM : 021 202 011

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Onrizal, S.Hut, M.Si Dr. Deni Elfiati, SP, MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan kesehatan serta kesempatan kepada penulis, sehingga penulis masih dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Karakteristik Tapak

Hutan Mangrove di Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten

Serdang Bedagai” merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana

di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Onrizal, S. Hut, M.Si dan Ibu

Dr. Deni Elfiati, SP, MP yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya terima kasih kepada dosen dan staf

pegawai Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, kepada kedua orang tua

penulis, keluarga, dan sahabat seperjuangan angkatan 2002.

Semoga karya ini bermanfaat bagi dunia pendidikan. Akhir kata penulis ucapkan

terima kasih.

Medan, Juni 2008

(4)

DAFTAR ISI

Komposisi Jenis Tumbuhan Hutan Mangrove ... 6

Penyebaran Hutan Mangrove ... 8

Faktor Penentu Kondisi Tapak Hutan Mangrove... 10

Analisis Vegetasi ... 13

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 15

METODE PENELITIAN ... 18

Unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium Tanah ... 27

(5)

Keanekaragaman Jenis ... 42

Kondisi Habitat ... 43

Tekstur... 43

Unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium Tanah ... 44

Warna Tanah ... 45

Salinitas dan pH Tanah ... 46

Pembahasan... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

Kesimpulan ... 56

Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(6)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman ... 22 2. Jenis vegetasi hutan mangrove Desa Kayu Besar, kecamatan Bandar

Khalipah , Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur Sumatera ... 31 3. Pola distribusi dari setiap tingkat pertumbuhan pada lokasi studi di hutan

Mangrove alami dan tanaman desa Kayu Besar, kecamatan Bandar

Khalipah, kabupaten Serdang Bedagai ... 36 4. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis pada komunitas hutan

mangrove alami dan hutan tanaman ... 43 5. Hasil pengukuran tekstur tanah di hutan mangrove Desa Kayu Besar

Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur

Sumatera Utara, dengan menggunakan metode Hydrometer ... 44 6. Hasil pengukuran NPK tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar

Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur

Sumatera Utara ... 45 7. Hasil pengamatan warna tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar

Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur

Sumatera Utara, berdasarkan Munsell Soil Chart ... 46 8. Hasil pengukuran salinitas tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar

Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur

Sumatera Utara ... 47 9. Pengaruh faktor tapak salinitas dan reaksi tanah (pH) terhadap Luas Bidang

Dasar (LBDS) (Y = b0 + b1X1 + b2X2), pada berbagai komunitas di hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten

Serdang Bedagai. ... 48 10. Kriteria Sifat Kimia Tanah pada setiap komunitas hutan mangrove di Desa

(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Rata-rata hujan bulanan Kabupaten Serdang Bedagai ... 15 2. Peta Desa Kayu Besar dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

(Skala 1 : 55.000) ... 17 3. Petak ukur untuk analisis vegetasi untuk beberapa tingkat pertumbuhan

mangrove ... 20 4. Penyebaran jenis-jenis pohon pada berbagai komunitas hutan mangrove di Desa Kayu Besar menurut klas frekuensi Raunkaier ... 34 5. Distribusi klas diameter pada setiap komunitas tegakan hutan mangrove

Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah ... 38 6. Stratifikasi berdasarkan klas tinggi pada setiap komunitas hutan mangrove di hutan mangrove Desa Kayu Besar... 41 7. Perbandingan Kerapatan (ind/ha) dengan LBDS (m2/ha) pada setiap

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Hasil analisis vegetasi pada tingkat semai ... ... 60

2. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang ... 61

3. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon ... 62

4. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 63

5. Hasil perhitungan regresi salinitas dan pH dengan LBDS (m2) pada komunitas hutan mangrove alami dan tanaman di Desa Kayu Besar... 64

6. Hasil perhitungan regresi salinitas dan pH dengan jumlah jenis pada komunitas hutan mangrove alami dan tanaman di Desa Kayu Besar ... 65

7. Hasil perhitungan pola distribusi spasial. ... 66

8. Penyebaran jenis berdasarkan klas tinggi. ... 68

9. Curah hujan (mm) Daerah Serdang Bedagai sekitarnya tahun 1997 – 2006 ... 70

10. Hasil analisis tanah (Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU)... 71

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Luas mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia

Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem

mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia.

Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan,

dan Papua (Dahuri, 2002 dalam Haroen, 2002).

Mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang

peranan yang cukup penting, baik dalam memelihara produktifitas perairan pesisir

maupun dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah pesisir. Bagi wilayah

pesisir, keberadaan hutan mangrove, terutama jalur hijau di sepanjang

pantai/pinggir muara sungai sangatlah penting untuk mensuplai kayu bakar, nener

ikan dan udang serta mempertahankan kualitas ekosistem pertanian, perikanan dan

pemukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, intrusi air laut dan

angin laut yang kencang (Onrizal, 2002).

Ekosistem mangrove juga merupakan suatu kawasan ekosistem yang rumit,

karena terkait dengan ekosistem darat dan ekosistem lepas pantai diluarnya. Oleh

kerena itu hutan mangrove dapat dikatakan sebagai peralihan ekosistem, yang

menghubungkan daratan ke arah pedalaman serta pesisir muara. Banyak jenis

hewan dan jasad renik yang berasosiasi dengan hutan mangrove. Diantara jenis

hewan dan jasad renik, baik yang terdapat pada lantai hutan maupun yang

menempel pada tanaman, sebagian dari daur hidupnya membutuhkan lingkungan

(10)

mangrove mempunyai perbedaan sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut

menyebabkan terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan air laut yang besar

terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu hanya jenis tumbuhan dan binatang

yang memiliki toleransi yang besar terhadap pertumbuhan ekstrim faktor-faktor

fisik itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove (Haroen, 2002).

Kawasan hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah,

Kabupaten Serdang Bedagai telah banyak mengalami tekanan yang besar, namun

kondisi ekologisnya belum banyak diungkap. Oleh karena itu penelitian mengenai

karakteristik tapak hutan mangrove pada berbagai komunitas mangrove di Desa

Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai penting

untuk dilakukan. Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi struktur dan

komposisi jenis mangrove dan kaitannya dengan karakteristik tapaknya.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi komposisi jenis dan keanekaragaman jenis tumbuhan

penyusun hutan mangrove pada hutan mangrove alami dan tanaman.

2. Menganalisa faktor-faktor tapak yang berperan dalam penyebaran jenis

tumbuhan penyusun hutan mangrove di Desa Kayu Besar, Kecamatan

(11)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai ekologi mangrove, khususnya struktur

hutan, dan komposisi jenis mangrove dan kaitannya dengan kondisi tapak

di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang

Bedagai, pada berbagai tipe hutan.

2. Bermanfaat bagi dunia pendidikan, penelitian, serta sebagai bahan

informasi bagi masyarakat umum, instansi dan lembaga terkait dalam

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Tapak Hutan Mangrove

Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis

mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

Rhizophora stylosa, tanah lunak dan berlumpur yaitu Rhizophora spp., dan

Avicennia spp., sedangkan Bruguiera spp., Sonneratia spp., dan Ceriops tumbuh

baik pada tanah yang lebih keras dan lebih matang, biasanya mendekati daratan.

Tanah di hutan mangrove memiliki ciri-ciri selalu basah, mengandung garam,

oksigen sedikit dan kaya akan bahan organik (Hachinohe et al. 1997).

Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya aluvial biru sampai coklat

keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentase liat yang

tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai

tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan

bahan organik (Kusmana, Onrizal dan Sudarmadji, 2003).

Menurut Khenmark et al. (1987) dalam Onrizal dan Kusmana (2004),

tanah mangrove dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama, yaitu :

1. Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat

fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horison A dan C yang dapat

diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horison C

mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwarna

gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun

(13)

tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung sejumlah K dan P,

variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.

2. Golongan II, tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah

berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air

pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu tanah bagian atasnya

adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm

dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah

kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang

berwarna lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.

3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung

bahan organik yang tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik

yang tidak sempurna terdegradasi. Tanah bagian atas abu-abu sampai

coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K

yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya liat.

Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), sifat tanah

merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan

mangrove. Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah berbeda pada zona tumbuhan

yang berbeda. Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah di luar

daerah mangrove. Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat

dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang

bersangkutan. Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat

(clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya

yang mengandung liat dan debu pada konsentrasi yang lebih rendah. Tanah dengan

(14)

Avicennia spp. Tanah dengan susunan konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K,

tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans). Lebih lanjut pada tanah dengan

susunan kation Ca > Mg > Na atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.

Menurut Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan

mangrove dibagi dalam dua kategori umum, yaitu ;

1. Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe

clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara

persentase tanah liat inorganik dan humus. Makin kecil nilai n berarti

tingkat kematangan tanah semakin besar.

2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang

mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik

dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.

Komposisi Jenis Tumbuhan Hutan Mangrove

Hutan mangrove secara umum didefenisikan sebagai hutan yang terdapat di

daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh

pasang surut air laut, tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Terdapat pada tanah

lumpur, pasir atau lumpur berpasir (Widhiastuti, 1996).

Pada umumnya, vegetasi yang tumbuh di kawasan mangrove mempunyai

variasi yang seragam, yakni hanya terdiri atas satu strata yang berupa pohon-pohon

yang berbatang lurus dengan tinggi pohon mencapai 20 m – 30 m. Jika tumbuh di

pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman akan tumbuh kerdil, rendah dan

(15)

Pada dasarnya karakteristik dari ekosistem mangrove adalah

berkaitan dengan keadaan tanah, salinitas, penggenangan, pasang surut,

dan kandungan oksigen tanah. Adapun adaptasi dari tumbuhan mangrove tersebut

tampak pada fisiologi dan komposisi struktur tumbuhan mangrove

(Istomo, 1992 dalam Onrizal 2005).

Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan di hutan mangrove

Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9

jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit

(Soemodihardjo et al., 1993 dalam Onrizal dan Kusmana, 2004).

Kartawinata et al (1979) dalam Istomo (1992) mencatat jenis-jenis pohon

mangrove utama di Sumatera sebagai berikut :

Suku Rhizoporaceae

1. Rhizophora apiculata Bakau minyak, bakau tanduk

2. Rhizopora mucronata Bakau kurap, belukap

3. Bruguiera cylindrica Berus

4. B. gymnorrhiza Tumu

5. B. parviflora Lenggadai

6. B. sexangula Tumu putih, mata buaya

7. Ceriops tagal Tengar

(16)

Suku Sonneratia

1. Sonneratia acida Berembang

2. S. alba Gedabu

3. S. caseolaris

4. S. griffithii Perepat

Suku Avicenniaceae

1. Avicennia alba Api-api hitam

2. A. marina Api-api putih atau merah

3. A. officinalis Api-api putih, ludat

Penyebaran Hutan Mangrove

Hutan mangrove tumbuh di bagian hutan tropis dunia, terbentang dari utara

ke selatan, dari Florida (Amerika Serikat) di bagian utara turun ke pantai Argentina

di Amerika Selatan. Hutan mangrove di sepanjang barat dan timur pantai Afrika

dan terpencar sampai ke anak benua Hindia hingga Ryukyu di Jepang. Lebih jauh

ke selatan terdapat di New Zealand dan membentuk kawasan Indo-Malaya. Di

Indonesia, perkembangan hutan mangrove terjadi di daerah pantai yang terlindung

dan di muara-muara sungai, dengan variasi lebar beberapa meter sampai ratusan

meter lebih (Arief, 2003). Soegiarto, (1984) dalam Onrizal (2002) mengatakan

bahwa Indonesia yang terdiri atas 17.508 pulau memiliki garis pantai sepanjang

lebih kurang 81.000 km, sebagian besar ditumbuhi hutan mangrove. Hutan

mangrove tumbuh hampir di seluruh provinsi di Indonesia, dengan luas kawasan

yang berbeda secara spesifik. Wilayah hutan mangrove yang paling luas terdapat di

(17)

Hutan mangrove tersebar di daerah tropika sampai 320 LU dan 380 LS.

Menurut Chapman (1975) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), penyebaran hutan

mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu :

1. The old world mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah,

India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand,

Kepulauan Pasifik dan Samoa. Kelompok ini disebut kelompok Timur.

2. The new world mangrove, yang meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan

Amerika, Meksiko, dan pantai Pasifik Amerika dan kepulauan

Galapagos, kelompok ini disebut pula grup Barat.

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok sesuai

dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan mangrove, yakni :

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove yang sebenarnya), yakni flora

yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan

membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur

komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus

(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan

mempunyai mekanisme fisiologis dan mengontrol garam. Contohnya

adalah : Avicennia, Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,

Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yaitu flora mangrove yang tidak mampu

membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan

(18)

Heritiera, Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Schyphiphora, Phempis,

Osbornia, dan Peliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,

Calamus.

Faktor Penentu Kondisi Tapak Hutan Mangrove

Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999) dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor fisik yang mencakup transportasi hara oleh arus pasang, aliran air

laut, gelombang, dan aliran sungai. Hara mangrove dibagi atas hara

inorganik dan detritus organik. Hara inorganik penting adalah N dan P

(jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber

hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air laut dan

bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi

komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh

besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air

menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat

pasang surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air

yang dimaksud di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan

tanah atau air yang terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah.

Salinitas air di sela-sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan

fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar pada air yang menggenang di atas

permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part

(19)

atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr

garam. Nilai salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies

yang akan ditanam, karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun)

tergantung perubahan musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan

tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang

membatasi distribusi jenis mangrove, terutama distribusi horizontal.

Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air

tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi distribusi vertikal

organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat konsentrasi

garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang

hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :

• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove

menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.

Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras,

Achantus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus

pada daun).

• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove

menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan

(ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh

Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera,

Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.

• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali

menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang

(20)

pengguguran daun sukulen ini diperkirakan mengeluarkan kelebihan

garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

buah. Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada

Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora,

Sonneratia dan Xylocarpus.

2. Faktor fisik-kimia, misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh

pengendapan dan penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk

oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang

terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah

berasal dari akumulasi dan sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.

Sedimen yang terakumulasi di suatu daerah mangrove dengan lainnya

memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung pada sifat dasarnya,

sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur, sedangkan

sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang

terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga

merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut

menyebabkan terjadinya :

• Tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang

tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani),

merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies

mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur,

peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.

• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi

(21)

B. gymnorrhiza akan sesuai ditanam pada lokasi dekat sungai dimana

ada aliran air tawar yang kontinu. A. marina paling sesuai ditanam di

daerah yang jauh dari sungai, karena pasokan air tawarnya sedikit,

sehingga salinitasnya tinggi. Ditempat yang rendah dimana air laut

hampir selalu hadir secara teratur, lebih baik memilih Rh. mucronata.

3. Faktor biotik, seperti produksi dan perombakan bahan-bahan organik.

Misalnya pembentukan nutrien mangrove, (nutrient organik dan nutrien

inorganik). Detritus organik adalah nutrient organik yang berasal dari

bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi microbial.

Detritus organik berasal dari authocthonous (phytoplankton, bakteri,

algae, sisa organisme dan kotoran organisme) allothocthonous

(partikulat dari air aliran sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi

tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai laut)

(Hachinohe et a. 1999).

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan

struktur hutan. Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk

morfologis vegetasi dan efisiensi sampling, banyak studi yang dilakukan

menunjukkkan bahwa petak bentuk segi empat memberikan data komposisi

vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk bujur sangkar yang

berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan

(22)

Pengukuran dan pengambilan contoh tumbuhan atau analisis vegetasi

secara garis besarnya dapat dibagi atas dua metoda, yaitu metoda petak contoh dan

metoda tanpa petak. Pada metoda petak contoh pengukuran peubah dasar

dilakukan dengan cara penaksiran berdasarkan petak contoh. Bila habitatnya itu

berupa suatu daerah yang luas maka diambillah luas tertentu dari daerah itu dan

dari daerah contoh itu dihitunglah tumbuhan yang diteliti tersebut. Pengukuran

yang dilakukan pada petak contoh tersebut digunakan sebagai penaksir dari

(23)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Desa Kayu Besar terletak di Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten

Serdang Bedagai terletak pada koordinat N 03025’30,7” E 099017’52,3” dengan

luas wilayah kurang lebih 1659 ha yang terdiri dari 13 dusun dengan ketinggian

0-4 mdpl (Pemerintah Desa Kayu Besar, 2006), dengan rata-rata curah hujan

tahunan sekitar 1775,95 mm/thn, dengan data curah hujan bulanan berkisar antara

70,1 mm/bln – 273,95 mm/bln (Gambar 1.) (Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali, 2007).

Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Asahan yaitu Kelurahan

Pangkalan Dolok di sebelah timur, sebelah selatan dengan Desa Pekan Juhar,

sebelah barat berbatasan dengan Desa Pekan Bandar Khalipah, dan di sebelah utara

berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Desa kayu Besar dialiri sungai Lagunda

(24)

diperoleh penduduknya adalah padi, ikan, dan hasil laut lainnya, sedangkan dari

hutan mangrovenya sendiri hasil yang diperoleh berupa kayu dan nipah

(Pemerintah Desa Kayu Besar, 2006).

Jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2003 kurang lebih 2924 jiwa

yang terdiri dari 611 kepala keluarga. Pada umumnya masyarakatnya hidup

sebagai petani dan nelayan. Luas areal pertanian yang ada kurang lebih 500 ha,

sedangkan kawasan hutan mangrovenya seluas 250 ha. Di wilayah ini juga terdapat

usaha tambak dengan luas kurang lebih 200 ha. Jenis vegetasi mangrove yang

banyak ditemui antara lain : Ceriops, Avicennia, Bruguiera, Rhizophora,

Xylocarpus, Excoecaria, jenis nipah dan palem-paleman

(Pemerintahan Desa Kayu Besar, 2006). Untuk lebih jelasnya peta Desa Kayu

Besar dapat dilihat pada Peta wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada Gambar 2.

Berdasarkan hasil wawancara pribadi dengan kelompok tani Selancar di desa Kayu

Besar, pada kawasan hutan mangrove desa Kayu Besar terdapat tiga kelas umur

(25)

A

B

C

D

Gambar 2. Peta Desa Kayu Besar dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai (Sumber : Google Earth 2007).

KETERANGAN

Skala Peta 1: 50000

= Aliran sungai

= Tambak

= Pemukiman

A = Hutan Alam

N 3º26’53,76” E 99º17’58,88”

B = Hutan tanaman umur 4 tahun N 3º26’33,49” E 99º18’47,02”

C = Hutan tanaman umur 9 tahun N 3º25’44,77” E 99º19’09,28”

(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan hutan mangrove Desa Kayu

Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian dilakukan pada tanggal 15 Agustus – 15 Oktober 2006. Analisa tanah

dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU, pada tanggal

10 Agustus 2006 sampai dengan 22 Agustus 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tallysheet, kertas koran,

plastik, tanah yang diambil dari kawasan penelitian, larutan natrium pirofosfat

(Na4P2O7. 10H2O) 1 N, aquadest, larutan asam sulfat (H2SO4) pekat, campuran

selenium, larutan natrium hidroksida (NaOH) 50 %, larutan asam borak (H3BO3) 4

%, larutan asam chlorida (HCl) 0,01 N, larutan phenolpthalein 1%, larutan

amonium fluoride (NH4F) 2 N. larutan asam chlorida (HCl) 0.1 N, larutan

pewarna (P-B), larutan pereduksi (P-C), larutan standar 100 ppm K dan larutan seri

standar ; 0-2-4-8-12-16-20 ppm K.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pengukur diameter

(phiband) dalam satuan cm, pengukur tinggi (Hagahypsometer) dalam satuan

meter, meteran, kompas, kamera, tali rafia, dan alat tulis menulis. Pipa paralon,

erlenmeyer, timbangan analitik, silinder ukuran 1 L, batang pengaduk, hidrometer

”Bouyoucos”, buku Munsell Soil Chart, shaker, corong, tabung reaksi, pipet kala

(27)

penangas listrik, labu destilasi, erlenmeyer dan buret, shaker, corong, tabung

reaksi, pipet kala dan volumetrik, erlenmeyer, spectrophotometer, stopwatch,

Teknik Pengambilan Data

Analisis Vegetasi

Pencuplikan data flora dilakukan dengan dua cara, yaitu inventarisasi flora

dan melalui teknik analisis vegetasi. Inventarisasi dilakukan pada setiap petak

contoh yang telah ditetapkan, yaitu pada hutan tanaman usia 4 tahun, 9 tahun, 10

tahun dan hutan alam mangrove. Inventarisasi flora dimaksudkan untuk

mengetahui secara umum keadaan vegetasi di daerah penelitian, sedang teknik

analisis vegetasi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : terlebih dahulu

dibuat plot dengan ukuran 50x50 m, kemudian dibuat jalur dengan lebar 10 meter

sebanyak 5 jalur, yang dibuat dengan arah tegak lurus tepi laut. Pada setiap jalur

dibuat plot dengan ukuran sebagai berikut : 2 x 2 m (mulai kecambah sampai

tingginya < 1,5 m) untuk tingkat semai, 5 x 5 m (diameter < 10 cm dan

tinggi > 1,5 m) untuk tingkat pancang, 10 x 10 m untuk tingkat pohon

(28)

Gambar 3. Petak ukur untuk analisis vegetasi untuk beberapa tingkat pertumbuhan mangrove.

Pada tingkat semai, setiap individu diidentifikasi dan dicatat jumlah

individu setiap jenisnya. Pada tingkat pancang dan pohon diidentifikasi, diukur dan

dicatat diameter dan tinggi setiap individu. Pengukuran diameter untuk jenis

Rhizophora spp. (pohon yang memiliki akar tunjang) dilakukan pengukuran

diameter pada tinggi 20 cm di atas permukaan akar tunjang tertinggi, sedangkan

pada jenis lainnya diukur pada ketinggian 1,3 m dari lantai hutan atau diameter

setinggi dada (diameter at breast height/ DBH).

Tanah

Pengukuran parameter fisika dan kimia tanah dilakukan pada setiap petak

contoh pengamatan dengan 3 kali ulangan, yang dilakukan secara acak.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan bor tanah yang ditancapkan

ke dalam tanah. Untuk pengukuran warna tanah berpedoman pada buku Munsell

Soil Color Chart. Adapun parameter fisika dan kimia tanah yang diukur adalah

(29)

Analisa Data

Komposisi Jenis

Untuk mengetahui jenis dominan digunakan metode Indeks Nilai Penting

(INP) menurut Cox (1985). Indeks Nilai Penting terdiri atas kerapatan relatif,

frekuensi relatif, dan dominansi relatif yang dihitung berdasarkan persamaan

berikut :

a. Kerapatan suatu jenis (K)

contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

d. Frekuensi ฀elative suatu jenis (FR)

%

e. Dominansi suatu jenis (D)

contoh

f. Dominansi ฀elative suatu jenis (DR)

(30)

g. Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat semai

INP = KR + FR

h. Indeks Nilai Penting untuk tingkat pancang dan pohon

INP = KR + FR + DR

i.Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indeks Shannon

Wienner, yaitu :

H’ = Indeks Shannon Wienner

Pi = Kelimpahan ฀elative dari spesies ke-i

Pi = (Ni/ N)

Ni = Jumlah individu spesies ke-i

Nt = Jumlah total untuk semua individu

Tabel 1. Nilai tolak ukur indeks keanekaragaman

Nilai tolak ukur Keterangan

H’ < 1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah

sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem

tidak stabil.

1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup,kondisi

ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.

H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap,

produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis.

(31)

Hukum Frekuensi Raunkier 1934 (Misra, 1980 dalam Onrizal, 2004)

digunakan untuk melihat penyebaran jenis dalam komunitas, yang terdiri atas 5

frekuensi, yaitu :

• Kelas A : jenis dengan frekuensi 1-20 %

• Kelas B : jenis dengan frekuensi 21-40 %

• Kelas C : jenis dengan frekuensi 41-60 %

• Kelas D : jenis dengan frekuensi 61-80 % • Kelas E : jenis dengan frekuensi 81-100 %

Komunitas hutan terdistribusi secara normal apabila :

< A > B > C = D < E

>

Jika :

• E > D = Komunitas homogen

• E < D = Komunitas terganggu

• A, E tinggi = Komunitas buatan

• B, C, D tinggi = Komunitas heterogen

(32)

Pola distribusi spasial (spatial distribution pattern) individu suatu jenis

x ; Individu menyebar secara teratur (uniform pattern)

dimana S2 adalah varians, x adalah jumlah individu yang sama ditemukan pada sub

petak contoh ke- I (0,1,2,…,r), Fx adalah frekuensi ditemukan jumlah individu

yang sama pada semua sub petak ukur dan r = 100 (jumlah sub petak ukur).

Untuk mengetahui nilai tengah digunakan rumus sebagai berikut :

x = n / N

dimana x (µ) adalah nilai tengah, n adalah jumlah individu pada semua petak ukur −

dan N adalah jumlah semua petak ukur.

Untuk menguji apakah S2 = x , maka digunakan model − poisson distribution

(Px), (Px) adalah kemungkinan ditemukan x individu pada setiap petak ukur,

dimana x = 0,1,2,…,r individu. Untuk mencari nilai Px digunakan rumus sebagai

berikut :

dimana e adalah logaritma natural (2,7183) dan x! adalah nilai factorial dari x, dan

(33)

Untuk menguji apakah x2 hitung > x2 tabel, maka digunakan uji chi square

yang dikembangkan oleh Suin (2002) dengan rumus sebagai berikut :

=

jika nilai F hitung lebih besar dari F table dengan derajat bebas (Q - 3) pada P <

0,05 maka individu menyebar secara berkelompok.

Pada kondsi S2 < x , maka digunakan model − positive binomial distribution,

dengan menggunakan uji Green Indeks yang dikembangkan oleh Suin (2002),

dengan rumus sebagai berikut :

1

dimana S2 adalah varians,

x adalah nilai tengah dan n adalah jumlah individu pada

semua petak ukur. Jika GI = 0 maka individu menyebar secara acak (random).

Struktur Horizontal (Distribusi Diameter)

Untuk mengetahui penyebaran diameter pohon di hutan mangrove, maka

setiap individu pohon yang dijumpai di petak contoh dikelompokkan berdasarkan

kelas diameter dengan interval 5 cm, kecuali untuk kelas diameter terendah dengan

interval 0,6 cm < diameter < 5, karena pengukuran pohon dimulai permudaan yang

memiliki 0,6 cm atau lebih. Kemudian dihitung kerapatan individu untuk semua

(34)

Struktur Vertikal (Stratifikasi)

Untuk mengetahui struktur vertikal hutan mangrove, maka setiap individu

pohon yang dijumpai di dalam petak contoh dikelompokkan berdasarkan kelas

tinggi dengan interval 4 m. Kemudian dihitung kerapatan individu pada setiap

kelas tinggi.

Analisis Tanah

Tekstur

Contoh tanah diambil dari areal penelitian kemudian dilakukan analisis di

laboratorium. Adapun metoda yang dilakukan adalah metode hydrometer dalam

pembacaan I dan pembacaan II dengan prosedur sebagai berikut :

1. a. Diayak tanah dengan menggunakan ayakan 10 mesh, ditimbang

sebanyak 25 gram dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

b. Ditambahkan Na2P4O 7, dikocok dan diinkubasi 1 malam.

2. Larutan digoncang dan dipindahkan ke silinder 500 ml, ditambahkan

aquadest sampai tanda garis. Kemudian larutan di shaker selama 30 menit

dan dimasukkan ke dalam hydrometer. Untuk pembacaan I setelah 40 menit

dari pengocokan dan untuk pembacaan II setelah 3 menit dari pembacaan I.

3. Dari hasil pembacaan hydrometer I dan II dicari :

(35)

4. Setelah persen liat + debu, liat, debu dan pasir didapatkan kemudian

ditentukan tekstur tanah melalui segi tiga USDA.

(Foth,1994).

Unsur Nitrogen, Phosphor dan Kalium tanah

Contoh tanah diambil dari areal penelitian kemudian dilakukan analisis di

laboratorium dengan berdasarkan metode dari Institut Pertanian Bogor (1997),

yaitu sebagai berikut :

1. Analisis N menurut metode Kjeldahl.

Cara Kerja :

Ditimbang 0,5 gram contoh tanah halus < 0,5 mm kering udara kedalam

tabung reaksi 20 ml disertai blanko. Dilakukan juga penetapan kadar air untuk

koreksi berat contoh kering 105o . Contoh dan blanko ditambah 1 gram campuran

seleneum, 2,5 ml H2SO4 pekat p.a., dipanaskan dengan penangas listrik, mula-mula

pada suhu rendah, perlahan-lahan suhu dinaikkan hingga suspensi berwarna putih.

Suspensi contoh dimasukkan ke dlam tabung alat destilasi secara kuantitatif sambil

dibilas dengan air destilasi secukupnya, ditambah 2-3 tetes larutan indikator

phenolpthalein 1%, 5 ml larutan NaOH 50% hingga warna suspensi contoh

menjadi merah. Destilat ditampung dengan 5 ml larutan H3BO3 3 % didalam

erlenmeyer dan diencerkan dengan air destilasi ± 15 ml agar ujung pipa gelas

destilasi terendam didalam larutan H3BO3. Destilasi dilakukan selama ± 15 menit,

destilat dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N sehingga warna larutan menjadi merah

(36)

% N =

2. Analisis P menurut cara Bray II

Cara Kerja :

Ditimbang 2 gram contoh tanah < 2mm kering udara, dimasukkan kedalam

labu erlenmeyer 50 ml, disertai blanko ditambah 20 ml larutan pengekstrak,

dikocok selama 1 menit dengan alat pengocok listrik. Erlenmeyer dibiarkan pada

posisi miring selama 1 menit, cairan disaring dengan yertas saring whatman no. 2.

Dipipet 10 ml filtrat contoh kedalam labu ukur 100 ml dan dipipet juga larutan

standar 4 γ P/ml masing-masing, 0 – 0,5 – 1 – 2 – 4 – 6 – 8 – 10 ml kedalam labu

ukur 100 ml dan ditambahkan larutan pengekstrak 10 – 9,5 – 9 – 8 – 6 – 4

– 2 – 0 ml. Seri larutan standar mengandung : 0 – 2 – 4 – 8 – 16 – 24 – 32 – 40 γ P.

Larutan seri standar, larutan blanko dan larutan contoh ditambah 7,5 ml larutan

H3BO3 0,8 M, 2 ml larutan (NH4)Mo7O24 2,5% dan dipenuhkan dengan air

destilasi hingga tanda garis, dikocok serba sama, kemudian ditambah 0,4 ml

larutan SnCl2 2,5% (dilakukan bertahap ± 10 contoh per 10 contoh)dikocok pakai

tangan, kemudian dibiarkan 3 menit, kemudian dibaca “absorbance” pada

spectrophotometer dengan menggunakan panjang gelombang 660 nm.Selanjutnya

dilakukan perhitungan :

Dibuat grafik kurva seri standar pada kertas mm, kepekatan P sebagai absis

dan “ absorbance” sebagai koordinat kepekatan P contoh dibaca pada grafik.

(37)

3. Analisis Kalium

Cara Kerja :

Diambil 1 ml hasil saringan pada cara kerja penetapan P, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi. Diencerkan menjadi 10 kali lipat, kemudian dimasukkan ke

dalam tabung pengukur dan diukur dengan alat ukur foto-nyala dengan filter K.

bila larutan masih terlalu pekat maka dilakukan pengenceran kedua dengan

menggunakan aquadest. Kadar K diperhitungkan dari larutan baku yang

mempunyai konsentrasi 0-20 ppm, kemudian diukur dengan alat ukur

spectrophotometer.

Perhitungan :

Dibuat grafik kurva seri standar pada kertas mm, yang mana kepekatan seri

standar K (0-20 ppm), sebagai absis dan “ absorbance” sebagai ordinat, kepekatan

Kalium contoh dibaca pada grafik. Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap

kandungan K tanah.

5 (5 %) dengan hipotesis sebagai berikut:

Untuk melihat hubungan dan pengaruh antara faktor pembatas terhadap

struktur dan komposisi jenis komunitas hutan mangrove maka dilakukan analisis

linear berganda. Untuk menguji koefisien regresinya dilakukan uji F pada

taraf 5%.

Persamaan regresi linear berganda yang dikembangkan oleh

Gomez & Gomez (1995), yaitu :

Y = b0 + b1X1 + b2X2

(38)

Y = luas bidang dasar (LBDS) (m2/ha) atau jumlah jenis

X1 = salinitas

X2 = pH

b0, b1, b2 = koefisien regresi

Hipotesa :

1. Jika nilai F tabel < nilai F hitung, maka terima H1 yang berarti bahwa

terdapat pengaruh yang nyata dari salinitas dan pH tanah terhadap luas

bidang dasar (LBDS) atau jumlah jenis.

2. Jika nilai F tabel > nilai F hitung, maka terima H0 yang berarti bahwa tidak

ada pengaruh yang nyata dari salinitas dan pH tanah terhadap terhadap luas

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Komposisi Jenis

Berdasarkan inventarisasi flora diketahui bahwa hutan mangrove di Bandar

Khalipah disusun oleh 10 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang tercakup ke

dalam 6 suku. Jenis-jenis yang dijumpai tersebut berdasarkan

Tomlinson (1986) terdiri dari 8 jenis mangrove sejati, 1 jenis mangrove pendukung

dan 1 jenis asosiasi mangrove. Untuk lebih jelasnya hasil inventarisasi flora

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis vegetasi hutan mangrove Desa Kayu Besar, kecamatan Bandar Khalipah, kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur Sumatera Utara.

(40)

Jenis permudaan pada hutan tanaman adalah bakau minyak

(Rhizophora apiculata), bakau kurap (Rhizophora mucronata), mata buaya

(Bruguiera sexangula) dan api-api putih (Avicennia marina). Hasil analisis

vegetasi menghasilkan 10 jenis flora berhabitus pohon yang menyusun tegakan

hutan mangrove Bandar Khalipah dalam petak contoh hutan mangrove alami

seluas 0,25 ha. Indeks nilai penting (INP) tertinggi pada tingkat pohon terdapat

pada jenis buta-buta (Excoecaria agallocha) sebesar 57,63 %, untuk INP terendah

pada tingkat pohon ditemui pada jenis perepat (Sonneratia griffithii) dengan nilai

INP sebesar 10,83 %.Pada tingkat pancang INP tertinggi terdapat pada jenis

buta-buta (Excoecaria agallocha) sebesar 80,63 % dan yang terendah terdapat pada

jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dengan INP sebesar 10,66 %. Pada tingkat

semai mata buaya (Bruguiera sexangula) memiliki INP tertinggi yaitu sebesar

73,11 % dan untuk INP terendah terdapat pada jenis waru (Hibiscus tiliaceus).

Pada hutan mangrove tanaman umur 4 tahun ditemukan 4 jenis flora

berhabitus pohon yang menyusun tegakan hutan tanaman seluas 0,25 ha. Pada

tingkat pohon hanya ditemui satu jenis vegetasi penyusun hutan mangrove yaitu

api-api putih (Avicennia marina) dengan INP sebesar 300,00 %. Pada tingkat

pancang INP tertinggi ditemui pada jenis bakau kurap (Rhizophora mucronata)

dengan INP sebesar 183,31 % dan INP terendah terdapat pada jenis mata buaya

(Bruguiera sexangula) yaitu sebesar 31,17 %. Pada tingkat semai bakau kurap

(Rhizopora mucronata) memiliki INP tertinggi sebesar 76,02 % dan INP terendah

(41)

Pada hutan mangrove tanaman umur 9 tahun ditemukan 6 jenis flora

berhabitus pohon yang menyusun tegakan hutan tanaman seluas 0,25 ha. INP

terbesar pada tingkat pohon terdapat pada jenis bakau kurap

(Rhizophora mucronata) yaitu sebesar 248,00 %, untuk INP terendah terdapat pada

bakau minyak (Rhizophora apiculata) yaitu sebesar 17,00 %. Pada tingkat pancang

bakau minyak (Rhizophora apiculata) memiliki INP tertinggi sebesar 102,49 %

dan INP terendah terdapat pada jenis tengar (Ceriops tagal) yaitu sebesar 4,40 %.

Pada tingkat semai bakau kurap (Rhizophora mucronata) memiliki INP tertinggi

yaitu sebesar 75,05 % dan INP terendah terdapat pada jenis mata buaya (Bruguiera

sexangula) yaitu sebesar 26,12 %.

Hutan mangrove tanaman umur 10 tahun disusun oleh 7 jenis flora

berhabitus pohon pada petak ukur seluas 0,25 ha. Pada tingkat pohon mata buaya

(Bruguiera sexangula) memiliki INP tertinggi sebesar 133,00 % dan INP terendah

terdapat pada jenis bakau minyak (Rhizophora apiculata) yaitu sebesar 16,00 %.

Pada tingkat pancang mata buaya (Bruguiera sexangula) memiliki INP tertinggi

yaitu sebesar 138,85 dan INP terendah terdapat pada jenis tengar (Ceriops tagal)

yaitu sebesar 8,08. Pada tingkat semai mata buaya (Bruguiera sexangula)

yaitu sebesar 76,87 dan INP terendah terdapat pada jenis teruntum

(42)

Berdasarkan hukum frekuensi (law frequency) dari klas frekuensi

Raunkaier diketahui bahwa penyebaran individu pada berbagai komunitas hutan

mangrove di desa Kayu Besar, kecamatan Bandar Khalipah terdistribusi secara

tidak normal, dimana perbandingan jumlah jenis antara klas adalah

A > B > C > D = E, Penyebaran jenis-jenis pohon di hutan mangrove disajikan

pada Gambar 4.

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 4 tahun

3

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 9 tahun

4

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 10 tahun

(43)

Struktur Hutan Mangrove

Pola distribusi spasial

Pola distribusi spasial (Tabel 3) dengan menggunakan perhitungan sesuai

dengan analisis vegetasi, menyatakan bahwa jenis yang ditemui pada setiap tingkat

pertumbuhan di hutan mangrove alami desa Kayu Besar mayoritas tersebar secara

mengelompok (clumped). Jenis yang terdistribusi secara acak (random) pada

tingkat pohon adalah Bruguiera sexangula, Rhizopora mucronata, Ceriops tagal,

dan Sonneratia griffithi. Pada tingkat pancang jenis yang terdistribusi secara acak

(random) adalah Rhizopora apiculata, Exoecaria agalocha, dan Ceriops tagal.

Pada tingkat semai jenis yang terdistribusi secara acak (random) adalah

Sonneratia griffithi.

Pada hutan mangrove tanaman umur 4 tahun, jenis dominan pada tingkat

pohon terdistribusi secara acak (random), sedangkan jenis dominan dan

kodominan pada tingkat tiang dan semai terdistribusi secara mengelompok

(clumped). Pada hutan mangrove buatan umur 9 tahun, jenis dominan dan

kodominan setiap tingkat pertumbuhan di hutan mangrove tanaman umur 9 tahun

terdistribusi secara mengelompok, hanya dua jenis flora pada tingkat tiang yang

terdistribusi secara acak, yaitu Ceriops tagal dan Bruguiera gymnorrhiza.

Pada hutan mangrove tanaman umur 10 tahun, jenis dominan dan

kodominan pada setiap tingkat pertumbuhan pada hutan mangrove tanaman umur

10 tahun terdistribusi secara mengelompok. Pada tingkat pohon jenis

Lumnitzera racemosa terdistribusi secara acak, pada tingkat tiang dan semai jenis

(44)
(45)

Struktur Horizontal

Berdasarkan klas diameter, diketahui bahwa sebagian besar (44,83 % atau

156 individu/ha) pohon penyusun hutan mangrove di lokasi hutan mangrove alami

termasuk ke dalam kelas diameter 10,1 – 15 cm. Selanjutnya pohon-pohon dengan

diameter melebihi 30 cm sangat jarang dijumpai, yakni 1,15 % atau 4 ind/ha yang

memiliki diameter diatas 30 cm. Pada hutan mangrove tanaman umur 4 tahun,

diketahui bahwa sebagian besar (91,80 % atau 448 individu/ha) pohon penyusun

hutan mangrove termasuk ke dalam kelas diameter 5,1 – 10 cm, untuk kelas

diameter diatas 10 cm hanya terdapat 0,82 % atau 4 ind/ha.

Pada hutan mangrove tanaman umur 9 tahun, diketahui bahwa sebagian

besar (86,14 % atau 348 individu/ha) pohon penyusun hutan mangrove termasuk

ke dalam kelas diameter 5,1 – 10 cm, selebihnya berada pada klas diameter

10,1-15 cm sebesar 13,86 % atau 56 ind/ha. Pada hutan mangrove tanaman umur 10

tahun, diketahui bahwa sebagian besar (54,39 % atau 248 individu/ha) pohon

penyusun hutan mangrove termasuk ke dalam kelas diameter 5,1 – 10 cm,

selebihnya berada pada klas diameter 10,1-15 cm (39,47 % atau 180 ind/ha) dan

15,1-20 cm sebesar 6,14 % atau 28 ind/ha. Untuk lebih jelasnya, penyebaran pohon

di hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah pada setiap

(46)

0

1,0 - 5 5,1-10 10,1-15 15,1-20 20,1-25 25,1-30 30,1-35

Klas diameter (cm)

1,0 - 5 5,1-10 10,1-15 15,1-20 20,1-25

Klas diameter (cm)

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 4 tahun

0

1,0 - 5 5,1-10 10,1-15 15,1-20 20,1-25

Klas diameter (cm)

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 9 tahun

0

1,0 - 5 5,1-10 10,1-15 15,1-20 20,1-25

Klas diameter (cm)

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 10 tahun

Gambar 5. Distribusi klas diameter pada setiap komunitas tegakan hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah

Struktur Vertikal

Berdasarkan hasil analisis vegetasi (Gambar 6.) diketahui bahwa pohon di

hutan mangrove alami desa Kayu Besar memiliki sebaran tinggi pohon antara

1,5 – 10,9 m. Sebagian besar (64,37 % atau 224 ind/ha) termasuk ke dalam klas

tinggi 6,0 – 10,9 m, untuk klas tinggi > 15 m sangat sedikit dijumpai flora

(47)

berdasarkan klas tinggi, pada klas tinggi 6,0 – 10,9 m yang memiliki kerapatan

(224 ind/ha atau 64,37%) dengan kerapatan tertinggi terdapat pada jenis Avicennia

marina (40 ind/ha atau 6,1%), disusun oleh 8 jenis flora, yaitu Avicennia marina,

Bruguiera sexangula, Rhizopora apiculata, Exoecaria agallocha, Ceriops tagal,

Rhizopora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia griffithi,

Hibiscus tiliaceus, dan Lumnitzera racemosa. Pada klas tinggi 1,5-5,9 disusun oleh

3 jenis flora, yaitu Avicennia marina, Bruguiera sexangula, dan

Lumnitzera racemosa, dengan kerapatan masing-masing sebesar 8 ind/ha

atau 2,29%.

Pohon di hutan mangrove tanaman umur 4 tahun di desa Kayu Besar hanya

memiliki sebaran tinggi pohon antara 1,5 – 10,9 m, yaitu sebesar 484 ind/ha atau

99,18 %. Struktur flora hutan mangrove tanaman umur 4 tahun berdasarkan klas

tinggi 1,5 – 5,9 m (Gambar 6.) disusun oleh 4 jenis flora, yaitu Rhizopora

mucronata, Bruguiera sexangula, Avicennia marina, dan Rhizopora apiculata

dimana jenis yang memiliki kerapatan tertinggi adalah Rhizopora mucronata,

Rhizopora apiculata, dan Avicennia marina. Kerapatan masing-masing jenis secara

berturut-turut adalah 236 ind/ha atau 48,36 %, 96 ind/ha atau 19,67%, dan 88

ind/ha atau 18,03%. Pada klas tinggi 6,0 – 10,9 disusun oleh jenis Avicennia

marina dengan kerapatan 4 ind/ha atau 0,82%.

Pohon di hutan mangrove tanaman umur 9 tahun memiliki sebaran tinggi

pohon antara 1,5 – 15,9 dimana sebagian besar (95,01% atau 388 ind/ha) termasuk

ke dalam klas 6,0 – 10,9 m (Gambar 6.), yang disusun oleh 6 jenis flora, yaitu

Rhizopora mucronata, Rhizopora apiculata, Bruguiera sexangula, Ceriops tagal,

(48)

jenis Rhizopora mucronata dan Rhizopora apiculata, dengan kerapatan

masing-masing jenis secara berturut-turut adalah 184 ind/ha atau 45,09% dan 156 ind/ha

atau 38,24%. Pada klas tinggi 1,5 – 5,9 m dengan kerapatan 12 ind/ha atau 2,94%,

disusun oleh 3 jenis flora penyusun, yaitu Rhizopora mucronata, Rhizopora

apiculata, dan Bruguiera sexangula.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi di hutan mangrove tanaman umur 10

tahun (Gambar 6.) diketahui bahwa pohon di hutan mangrove tanaman umur 10

tahun memiliki sebaran tinggi pohon antara 1,5 – 20,9 m. Sebagian besar (78,07%

atau 356 ind/ha) termasuk ke dalam klas 6,0 – 10,9 m, yang disusun oleh 6 jenis

flora, yaitu Avicennia marina, Bruguiera sexangula, Rhizopora mucronata,

Lummnitzera racemosa, Ceriops tagal, dan Rhizopora apiculata, dimana jenis

yang memiliki kerapatan tertinggi adalah Bruguiera sexangula dengan kerapatan

sebesar 148 ind/ha atau 32,21%. Pada klas tinggi 11,0 – 15,9 m dengan kerapatan

(6,9% atau 32 ind/ha) disusun oleh 3 jenis flora, yaitu Avicennia marina,

Bruguiera sexangula, dan Rhizopora mucronata, dimana kerapatan tertinggi

terdapat pada jenis Rhizopora mucronata dan Bruguiera sexangula dengan

kerapatan masing-masing sebesar 2,62% atau 12 ind/ha. Pada klas tinggi

16,0 – 20,9 m disusun oleh jenis Bruguiera sexangula dengan kerapatan 4 ind/ha

atau 0,87%. Pada klas tinggi 1,5 – 5,9 m disusun oleh 2 jenis flora, yaitu Avicennia

marina, dan Bruguiera sexangula dengan kerapatannya masing-masing secara

(49)

20

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 4 tahun

12

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 9 tahun

64

Komunitas hutan mangrove tanaman umur 10 tahun

Gambar 6. Stratifikasi berdasarkan klas tinggi pada setiap komunitas hutan mangrove di hutan mangrove Desa Kayu Besar.

Perbandingan antara Kerapatan dengan LBDS (luas bidang dasar) dari

setiap komunitas pada hutan mangrove alami dan hutan mangrove tanaman di Desa

Kayu Besar dapat dilihat pada Gambar 7. Kerapatan tertinggi terdapat pada

komunitas hutan mangrove tanaman umur 9 tahun (1837,13 ind/ha) dan kerapatan

terendah terdapat pada hutan mangrove tanaman umur 4 tahun (738,10 ind/ha).

(50)

m2/ha dan luas bidang dasar tertinggi terdapat pada hutan mangrove tanaman umur komunitas hutan mangrove di Desa Kayu Besar

Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis di petak pengamatan hutan mangrove alami

termasuk dalam kategori sedang (1,0–3,322) dengan kisaran indeks 1,53–2,13, dan

indeks pada petak pengamatan hutan mangrove tanaman umur 4, dan 9 tahun

termasuk dalam kategori rendah (<1,0) dengan kisaran indeks 0–0,54.

Indeks keanekaragaman yang rendah pada hutan mangrove tanaman disebabkan

pada komunitas tersebut didominasi oleh 4 jenis pohon mangrove saja

(Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Brugiera sexangula, dan Avicennia

marina). Pada hutan mangrove alami komunitasnya lebih heterogen dibandingkan

dengan komunitas hutan mangrove tanaman. Untuk lebih jelasnya hasil

(51)

Tabel 4. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis pada komunitas hutan mangrove alami dan hutan mangrove tanaman.

NO Komunitas Tingkat

Ket : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon Wienner HA = Hutan mangrove alami

Berdasarkan analisis tekstur tanah yang dilakukan di Laboratorium dengan

menggunakan metode Hydrometer, menunjukkan bahwa hutan mangrove di Desa

Kayu Besar mempunyai tekstur tanah berliat halus, liat berpasir dan lempung

berpasir. Pada hutan mangrove alami dan hutan tanaman umur 10 tahun yang

didominasi oleh jenis Bruguiera sexangula memiliki tekstur tanah lempung

berpasir, sedangkan pada hutan mangrove tanaman umur 4 yang didominasi oleh

jenis Rhizopora mucronata memiliki tekstur tanah berpasir (halus) dan 9 tahun

(52)

berpasir. Untuk lebih jelasnya hasil analisis pada tekstur tanah disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengukuran tekstur tanah di Hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai Pantai Timur Sumatera Utara, dengan mengunakan metode hydrometer

Tipe Hutan Pasir (%) Liat (%) Debu (%) Tekstur

Hutan Alam 67,3 11,3 21,4 Lempung berpasir

H. Tanaman 4 thn 35,3 51,3 13,4 Berliat (Halus)

H. Tanaman 9 thn 47,3 37,3 15,4 Liat berpasir

H. Tanaman 10 thn 57,3 19,3 23,4 Lempung berpasir

Unsur Nitrogen, Phospor, dan Kalium Tanah

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa unsur hara

N tertinggi diperoleh pada hutan tanaman umur 9 tahun sebesar 0,19 % yang

didominasi oleh jenis Rhizopora mucronata, dengan tekstur tanah liat berpasir.

Unsur hara P tertinggi ditemui pada hutan tanaman umur 10 tahun sebesar 81 ppm

dengan vegetasi dominan diatasnya adalah Bruguiera sexangula, dengan tekstur

tanah lempung berpasir. Unsur hara K tertinggi ditemui pada hutan tanaman umur

4 tahun yang didominasi oleh jenis Rhizopora mucronata, dengan tekstur tanah

berliat (halus). Dari hasil pada Tabel 6, diketahui bahwa unsur hara NPK terendah

ditemui pada hutan mangrove alami yang didominasi oleh jenis Bruguiera

sexangula dengan tekstur tanah lempung berpasir. Untuk lebih jelasnya hasil

pengukuran pada unsur hara NPK tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar

(53)

Tabel 6. Hasil pengukuran NPK tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai Pantai Timur Sumatera Utara

Berdasarkan analisis warna tanah maka diperoleh data warna tanah pada

hutan mangrove Desa Kayu Besar berkisar dari warna putih keabu-abuan hingga

hitam. Berdasarkan hasil pengamatan warna tanah yang disajikan pada Tabel 7,

diketahui bahwa warna tanah pada hutan mangrove buatan umur 9 dan 10 tahun

adalah hitam (black), yang berarti bahwa kandungan humus pada hutan mangrove

tanaman umur 9 dan 10 tahun tergolong tinggi, hal ini ditunjukkan oleh warna

tanah yang hitam, yang tinggi akan kandungan bahan organik. Pada hutan

mangrove alami diperoleh warna tanahnya putih keabu-abuan, yang berarti bahwa

pada tanah hutan mangrove alami tanahnya bersifat anaerobik, sehingga proses

pelapukan pada tanah hutan mangrove alami tergolong lambat. Pada hutan

mangrove tanaman umur 4 tahun memiliki warna tanah abu-abu gelap, yang berarti

bahwa tanah pada hutan mangrove buatan umur 4 tahun sedang mengalami proses

(54)

tergolong cepat, karena usia vegetasi hutan tanaman yang terbentuk baru 4 tahun

sehingga kecepatan pelapukan sangat dipengaruhi oleh suhu,kelembaban tanah dan

keberadaan cahaya matahari.

Tabel 7. Hasil pengamatan warna tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai Pantai Timur Sumatera Utara, berdasarkan Munsell Soil Color Chart.

TIPE HUTAN HUE VALUE WARNA TANAH

Hutan Alam 5Y 3/2 Putih keabu-abuan

Hutan Tanaman 4 thn 5Y 3/1 Abu-abu gelap

Hutan Tanaman 9 thn 5Y 2,5/2 Hitam

Hutan Tanaman 10 thn 5Y 2,5/2 Hitam

Salinitas dan Reaksi tanah

Salinitas tertinggi terdapat pada hutan mangrove yang komunitas

dominannya didominasi oleh jenis Rhizopora mucronata, yaitu pada hutan

mangrove buatan umur 4 dan 9 tahun yaitu masing-masing sebesar 35,73 0/00, dan

32,75 0/00. Pada hutan buatan umur 10 tahun diperoleh salinitas sebesar 19,76 0/00,

dengan vegetasi dominan diatasnya adalah Bruguiera sexangula. Pada komunitas

hutan mangrove alami dengan komunitas yang heterogen, memiliki tingkat

salinitas yang rendah (12,99 0/00). Sampel tanah diambil pada lokasi yang

berbeda-beda. Untuk sample hutan alam diambil pada lokasi yang lebih didominasi oleh

jenis Bruguiera sexangula, sampel hutan mangrove tanaman umur 4 tahun dan

hutan mangrove tanaman umur 9 tahun diambil di lokasi menuju ke arah pantai

yang didominasi oleh tegakan Rhizopora mucronata, dan untuk sampel hutan

mangrove tanaman umur 10 tahun diambil pada lokasi yang didominasi oleh jenis

Bruguiera sexangula. Untuk reaksi tanah pada setiap tipe hutan (hutan mangove

(55)

data yang tidak terlalu berbeda dari hasil analisis reaksi tanah pada setiap tipe

hutan yang diteliti, yang disajikan pada Tabel 8 :

Tabel 8. Hasil pengukuran salinitas tanah pada hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai.

TIPE HUTAN Salinitas (0/00) Reaksi tanah

Hasil analisis regresi pengaruh salinitas dan reaksi tanah (pH) terhadap

jumlah jenis diperoleh nilai F hitung (15,83) lebih besar dari F tabel (4,303) pada

taraf 0,05 sehingga Ho diterima (Lampiran 5.) Hasil analisis regresi pengaruh

salinitas dan reaksi tanah (pH) terhadap Luas Bidang Dasar (LBDS) diperoleh nilai

F hitung (0,74) lebih kecil dari F tabel (4,303) pada taraf 0,05 sehingga Ho ditolak

(Lampiran 6.).

Dari Tabel 9. dapat diketahui bahwa jumlah jenis dipengaruhi oleh salinitas

dan reaksi tanah (pH), sementara luas bidang dasar tidak dipengaruhi oleh salinitas

dan reaksi tanah. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan besar kecilnya pengaruh

tingkat salinitas dan reaksi tanah (pH) terhadap luas bidang dasar (LBDS) dan

jumlah jenis. Koefisien determinasi yang diperoleh untuk luas bidang dasar adalah

sebesar 0,59 dan jumlah jenis sebesar 0,97, sehingga pengaruh tingkat salinitas dan

pH tanah tidak ada terhadap pertambahan luas bidang dasar, sementara untuk

(56)

komunitas hutan mangrove yang diteliti. Dengan demikian jika terjadi perubahan

satu satuan pada salinitas dan pH maka tidak akan mengakibatkan perubahan

secara signifikan pada luas bidang dasar akan tetapi akan memberikan perubahan

secara signifikan pada jumlah jenis.

Tabel 9. Pengaruh faktor tapak salinitas dan reaksi tanah (pH) terhadap Luas Bidang Dasar (LBDS) dan jumlah jenis (Y = b0 + b1X1 + b2X2), pada berbagai komunitas di hutan mangrove Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai.

No Peubah tidak bebas Koefisien regresi berganda

bo b1 b2 R2

Hutan mangrove tanaman umur 4, 9 dan 10 tahun ditanami dengan 4 jenis

permudaan yaitu bakau minyak (Rhizopora apiculata), bakau kurap (Rhizopora

mucronata), mata buaya (Bruguiera sexangula) dan api-api putih (Avicennia

marina). Berdasarkan penelitian ditemukan jenis lain yang tidak ditanami, yakni

Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera racemosa, Hibiscus tiliaceus,

ke dalam komunitas hutan mangrove tanaman.

Masuknya jenis lain ke dalam komunitas hutan mangrove tanaman diduga

disebabkan oleh terbawanya propagul tumbuhan yang lain oleh pasang surut ke

dalam komunitas hutan mangrove tanaman, yang selanjutnya tumbuh dengan baik

pada komunitas hutan mangrove tanaman. Menurut Kusmana dan Onrizal (2004)

(57)

salinitas 0-10 0/00, Bruguiera gymnorriza tumbuh pada tipe tanah berpasir sampai

liat berdebu dengan salinitas 0-10 0/00, Lumnitzera racemosa tumbuh pada tipe

tanah berdebu sampai liat berdebu dengan salinitas 10-30 0/00, dan Hibiscus

tiliaceus tumbuh pada tipe tanah lempung berpasir hingga liat berdebu dengan

salinitas 0 -30 0/00, sehingga jenis Hibiscus tiliaceus dapat tumbuh dari zonasi

pinggir pantai hingga pinggir sungai. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui

bahwa kondisi habitat hutan mangrove tanaman telah mengalami suksesi.

Onrizal dan Kusmana (2004), mengatakan bahwa secara alami biji/propagul

mangrove tersebar dengan bantuan pasang surut air laut, sehingga biji/propagul

mangrove tidak dapat tersebar pada daerah di luar jangkauan pasang tersebut.

Dalam penelitian ini diketahui salinitas pada komunitas hutan mangrove

alami dan tanaman berada pada kisaran 10-30 0/00, dari hasil regresi diketahui

bahwa salinitas memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah jenis akan tetapi

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap luas bidang dasar, hal ini disebabkan

pertumbuhan tanaman tersebut terhambat oleh salinitas, tetapi tanaman tidak

tampak seperti tanaman stres atau kekurangan air, sehingga akibat dari

pertumbuhan yang terhambat tersebut maka pertambahan diameter pohon setiap

tahunnya juga rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Harjadi dan Yahya (1988)

dalam Onrizal dan Kusmana (2004) menjelaskan bahwa salinitas dapat

menghambat pertumbuhan melalui dua cara, yaitu: (a) dengan merusak sel-sel

sedang tumbuh, sehingga pertumbuhan sel tidak terjadi, dan (b) dengan membatasi

suplai hasil-hasil metabolisme esensial bagi sel, selain itu hutan mangrove tanaman

hanya ditanami oleh 4 (empat) jenis pohon mangrove yang toleran terhadap

(58)

bidang dasar (LBDS). Pengaruh nyata yang diberikan salinitas dan reaksi tanah

(pH) terhadap jumlah jenis memungkinkan munculnya jenis / individu baru pada

lokasi penelitian, hal ini didukung oleh Widhiastuti (1996) yang mengatakan

bahwa masing-masing jenis vegetasi mangrove berbeda daya toleransinya terhadap

kadar garam dan ini mempengaruhi penyebaran jenis-jenis tersebut.

Salinitas yang rendah di hutan mangrove alami memungkinkan jenis lain

dapat tumbuh dengan baik, sehingga komunitas di hutan mangrove alami lebih

heterogen. Pada hutan mangrove tanaman yang memiliki salinitas tinggi

ditanami jenis yang toleran terhadap salinitas (Rhizophora mucronata,

Rhizophora apiculata, Bruguiera sexangula, dan Avicennia marina). Perbedaan

nilai salinitas, tekstur tanah, unsur NPK, menyebabkan perbedaan jenis vegetasi

yang tumbuh. Seperti yang diungkapkan oleh Sagala (1994) jika ketebalan lumpur

dan keasinan air laut berbeda maka berbeda pula jenis bakaunya. . Salinitas sendiri

dipengaruhi oleh lamanya penggenangan akibat pasang surut air laut, hal ini sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Onrizal dan Kusmana (2004) bahwa salinitas air

dan tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi

mangrove.

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa tipe tekstur tanah yang terbentuk di

lokasi penelitian yaitu, lempung berpasir (0,25-0,50 mm), liat berpasir (0,10-0,25)

dan berliat halus (0,05-0,10). Romimoharto dan Juwana (2001) mengatakan pada

umumnya tanah hutan mangrove terdiri dari butiran yang lebih kecil dari pada

pasir halus (< 0,25 mm), ukuran butiran makin bertambah dari pantai ke darat.

Berdasarkan data pada Tabel 8. diketahui bahwa salinitas terbesar diperoleh

(59)

pengamatan dari laut sejauh + 2 km, kemudian diikuti hutan mangrove tanaman

umur 9 tahun (32,75 0/00) dengan jarak petak pengamatan dari laut sejauh + 3 km ,

hutan mangrove buatan umur 10 tahun (15,76 0/00) dengan jarak petak pengamatan

dari laut sejauh + 6,5 km dan salinitas terkecil diperoleh pada hutan mangrove

alami (12,99 0/00) dengan jarak petak pengamatan dari laut sejauh + 2 km.

Besarnya salinitas yang diperoleh pada hutan mangrove buatan umur 4 tahun

disebabkan kawasan hutan mangrove buatan umur 4 tahun, vegetasinya masih

terlalu muda dan sebaran vegetasinya berada pada tingkat semai dan tiang saja

dengan kerapatan yang rendah, dan sebelumnya merupakan lahan terbuka yang

tidak bervegetasi dan berada di kawasan yang dekat dengan laut, sehingga

kemampuan perakaran vegetasi di atasnya untuk meredam atau menetralisir

peningkatan salinitas sangat kecil. Arief (2003), mengatakan kerapatan pohon

mampu meredam atau menetralisir peningkatan salinitas, karena perakaran

yang rapat akan menyerap unsur-unsur yang mengakibatkan meningkatnya

salinitas. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa lahan dengan vegetasi

tertutup dan heterogen, mempunyai tingkat salinitas yang lebih rendah.

Hachinohe et al, (1999) mengatakan flora mangrove menyerap air tetapi mencegah

masuknya garam melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar, sehingga

garam tetap berada pada habitat mangrove. Mekanisme ini dilakukan oleh

Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria,

Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.

Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wienner (Tabel 4) terlihat

bahwa indeks keragaman pada hutan mangrove Desa Kayu Besar memiliki

Gambar

Gambar 1 .  Rata-rata curah hujan bulanan Kabupaten Serdang Bedagai             (Badan   Meteorologi dan Geofisika Sampali, 2007)
Gambar 2. Peta Desa Kayu Besar dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai         (Sumber : Google Earth 2007)
Gambar 3. Petak ukur untuk analisis vegetasi untuk beberapa tingkat pertumbuhan          mangrove
Tabel 2. Jenis vegetasi hutan mangrove Desa Kayu Besar, kecamatan Bandar   Khalipah, kabupaten Serdang Bedagai, Pantai Timur Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi usaha dan permukiman yang terlalu dekat dengan ekosistem mangrove bahkan langsung memanfaatkan lahan mangrove menjadi salah satu pemicu rusaknya ekosistem hutan mangrove

Adapun hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove adalah sedang dengan indek 58,65% dimana tidak ada hubungan

Adapun hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove adalah sedang dengan indek 58,65% dimana tidak ada hubungan

Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove.. Proyek Lingkungan Hidup

Masyarakat Kampung Nipah banyak menjadikan hutan mangrove sebagai tempat mata pencaharian, dengan memanfaatkan berbagai potensi yang terdapat di hutan mangrove

Dengan adanya hubungan yang baik dan kerja sama yang giat antara masyarakat lokal, pemerintah lokal dan pemerintah pusat, bukan tidak mungkin potensi hutan mangrove

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang