MENGGUNAKAN CITRA INFRAMERAH
Oleh
LEONARDO SIMANULLANG
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Teknik
pada
Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENENTUAN KONDISI UDARA (LINGKUNGAN) MENGGUNAKAN CITRA INFRAMERAH
Oleh
LEONARDO SIMANULLANG
Kondisi udara yang telah tercemar polusi udara menjadi permasalahan lingkungan yang dihadapi kota-kota di dunia termasuk di Indonesia. Pada penelitian ini, teknik pengolahan citra dikembangkan agar dapat menentukan kondisi udara suatu lingkungan baik kondisi udara yang bersih maupun yang kotor berdasarkan citra inframerah. Citra inframerah merupakan hasil dari fotografi inframerah dimana memerlukan filter yang mampu untuk melewatkan cahaya inframerah ke dalam kamera. Pada penelitian ini menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 dan kamera Casio QV-R200 serta filter optik yang digunakan berupa negative film. Kondisi udara di kedua lokasi penelitian ditentukan berdasarkan perubahan histogram tiap 2 jam dan nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang didapat setelah citra mengalami proses LPF (Low Pass Filter), Median Filter dan HPF (High Pass Filter).
Hasil dari penelitian memperlihatkan dari citra inframerah, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu Kuning diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang tidak terlalu besar dimana histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 dan mengalami pergeseran hingga jam 16 ke sebelah kanan, sementara pada lokasi Lembah Hijau yang memiliki kondisi udara yang bersih diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit dimana histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan. Sedangkan dari nilai SNR yang didapat maupun grafik SNR yang mendekati grafik kelembaban belum dapat digunakan untuk menentukan kondisi udara di kedua lokasi penelitian.
ABSTRACT
DETERMINATION OF AIR CONDITIONS (ENVIRONTMENT) USING INFRARED IMAGE
By
LEONARDO SIMANULLANG
Air conditions who polluted by air pollution be environmental problems that facing cities in the world including in Indonesia. In this research, image processing technique was developed in order to determine the environmental air condition both clean air condition and dirty air condition based on infrared image. Infrared image is the result of infrared photography which requires a filter that is able to pass infrared light into the camera. In this study using Fujifilm FinePix A400 and Casio QV-R200 digital cameras and also optical filters are used form negative film. The air condition in the two sites is determined by the histogram changes every 2 hours and the value of SNR (Signal to Noise Ratio) is obtained after image undergoing a process of LPF (Low Pass Filter), Median Filter, and HPF (High Pass Filter).
Results of the study show from infrared image, dirty air conditions on the location of Bambu Kuning assumed the form of a histogram with a width that is not too big where the histogram starts to move up in the intensity of gray level 51 and experienced a shift to the right until hour of 16, while at the Lembah Hijau location that has clean air conditions assumed in the form of a histogram with narrow peak width where the histogram starts to move up in the intensity of gray level 51 but the shift that occurs in irregular histogram. While the value of SNR obtained or graphics SNR approaching humidity chart cannot yet be used to determine the condition of the air in the two sites.
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
C. Batasan Masalah... 3
D. Rumusan Masalah ... 3
E. Manfaat Penelitian... 4
F. Sistematika Penulisan ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Udara ... 6
1. Penyebab polusi udara ... 8
2. Dampak polusi udara ... 8
3. Parameter kualitas udara ... 9
B. Definisi Citra ... 11
1. Pixel (Picture Element) ... 12
2. Warna RGB ... 14
C. Inframerah ... 15
2. Citra Inframerah ... 17
2. Perintah untuk menghasilkan citra grayscale ... 34
3. Perintah untuk memotong (cropping) bagian citra ... 34
4. Perintah untuk menampilkan histogram ... 35
B. Citra lokasi Bambu Kuning (tanpa negative film) tanggal 15-12-2012
menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 46
C. Citra lokasi Bambu Kuning (dengan negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 57
D. Citra lokasi Bambu Kuning (tanpa negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 69
E. Citra lokasi Bambu Kuning (dengan negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 80
F. Citra lokasi Lembah Hijau (tanpa negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 91
G. Citra lokasi Lembah Hijau (dengan negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 103
H. Citra lokasi Lembah Hijau (tanpa negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 115
I. Citra lokasi Lembah Hijau (dengan negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 127
J. Tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban dengan Hygrometer .... 139
1. Tabel suhu dan kelembaban di Bambu Kuning ... 139
2. Tabel suhu dan kelembaban di Lembah Hijau ... 140
K. Grafik hasil pengukuran suhu dan kelembaban dengan Hygrometer .. 141
1. Grafik suhu dan kelembaban di Bambu Kuning ... 141
2. Grafik suhu dan kelembaban di Lembah Hijau ... 142
L. Tabel SNR citra hasil dari kamera Fujifilm FinePix A400 ... 144
1. Tabel SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 144
2. Tabel SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 146
M. Tabel SNR citra hasil dari kamera Fujifilm Casio QV-R200 ... 148
1. Tabel SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 148
2. Tabel SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 150
N. Grafik SNR citra hasil dari kamera Fujifilm FinePix A400 ... 152
1. Grafik SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 152
2. Grafik SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 154
1. Grafik SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 156
2. Grafik SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 158
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 165
B. Saran ... 166
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak kota–kota didunia dilanda oleh permasalahan lingkungan
dimana semakin memburuknya kondisi udara yang telah tercemar oleh polusi
udara dan tanpa kita sadari selama ini kita telah hidup di kota dengan tingkat
polusi yang jauh melebihi batas aman organisasi kesehatan dunia WHO
(World Health Organization), serta kita juga telah menghirup udara yang
mengandung benda-benda partikulat yang sangat tinggi. Menurut penelitian
WHO, banyak kota-kota besar di dunia termasuk di Indonesia yang memiliki
tingkat polusi Partikulat Matter (PM10) rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan ini. PM10 adalah
benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron [7].
Benda-benda partikulat ini hampir mustahil diamati dengan mata telanjang
karena manusia hanya bisa melihat benda dengan berukuran sama atau di atas
40 mikron tanpa bantuan alat seperti mikroskop. Benda-benda partikulat inilah
yang bertanggung jawab terhadap berbagai masalah kesehatan di masyarakat
seperti asma, bronkitis, kanker paru-paru hingga prilaku kekerasan dan
Polusi udara dapat disebabkan oleh gas buang dari kendaraan bermotor dan
asap dari pabrik-pabrik industri, ditambah dengan semakin meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya. Pendeteksian kondisi udara sangat
diperlukan untuk mengetahui kualitas udara suatu daerah, sehingga nantinya
masyarakat dapat mengetahui kualitas udara daerahnya dan diharapkan adanya
kesadaran untuk mengurangi pemakaian kendaraan bermotor. Namun alat
yang digunakan untuk mendeteksi tingkat polusi udara relatif mahal dan
apabila ditemui di kota-kota besar alat pendeteksi tersebut biasanya sudah
tidak berfungsi lagi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara untuk mengetahui
kualitas udara suatu daerah.
Cara yang akan digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi udara
suatu lingkungan yakni dengan metode pengolahan citra berdasarkan citra
inframerah. Pengolahan citra merupakan suatu proses perubahan bentuk citra
untuk mendapatkan suatu informasi tertentu. Dengan menggunakan teknik
pengolahan citra ini, diharapkan nantinya dapat diketahui kondisi udara suatu
lingkungan baik kondisi udara yang telah bercampur dengan polusi maupun
kondisi udara yang bersih berdasarkan citra inframerah dari suatu lingkungan
yang didapat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi udara suatu
lingkungan dari citra inframerah berdasarkan bentuk histogram citra serta nilai
C. Batasan Masalah
Hal-hal yang dilakukan dalam tugas akhir ini dibatasi pada masalah :
1. Citra yang akan diolah berupa citra asli dan citra inframerah yang diambil
setiap 2 jam (pukul 06.00 - pukul 16.00) dengan menggunakan dua buah
kamera digital yang berbeda.
2. Filter negative film merupakan filter optik yang digunakan untuk
meloloskan sinar inframerah dan diletakkan di depan lensa kamera digital.
3. Lingkungan yang dijadikan obyek penelitian yakni lingkungan di sekitar
pasar Bambu Kuning untuk kondisi udara yang berpolusi dan Lembah
Hijau untuk kondisi udara yang bersih serta untuk pengambilan citra tiap
lokasi dilakukan dalam 3 hari
4. Histogram dan SNR (Signal to Noise Ratio) digunakan untuk mengetahui
kondisi udara di kedua lokasi penelitian yang dihasilkan dari citra kedua
lokasi.
5. Hygrometer digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kelembaban
udara di lingkungan sekitar tempat penelitian.
6. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini yakni MATLAB 7.0
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mendeteksi dan
menangkap fenomena kondisi udara suatu lingkungan dalam bentuk citra
inframerah dengan menggunakan kamera digital, dimana hasil citra yang
pemrograman MATLAB untuk mendapatkan informasi dalam bentuk
histogram dan nilai SNR.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini yaitu :
1. Memberikan pengetahuan tentang cara mengetahui kondisi udara suatu
lingkungan dengan teknik pengolahan citra.
2. Memahami tentang citra serta sistem pengolahannya yang menggunakan
program MATLAB.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
I. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
penulisan yang digunakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori mengenai polusi udara, pengolahan citra, negative film, jenis filter, perangkat kamera digital, hygrometer serta perangkat
III. METODE PENELITIAN
Menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian berupa
waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan,
spesifikasi alat serta prosedur kerja yang dilakukan.
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Membahas tentang hasil dari pemrosesan citra serta analisanya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat tentang kesimpulan dan saran dari penelitian tugas akhir yang
telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Udara
Saat ini kondisi udara di perkotaan Indonesia sudah sangat memburuk yang
diakibatkan oleh polusi udara yang tinggi. Badan WHO pada bulan Agustus
tahun 2011 mengeluarkan laporan mengenai tingkat polusi udara di seluruh
kota besar dunia dengan menggunakan standar PM10. Dari lima kota di
Indonesia yang diamati oleh WHO, hanya Kota Pekanbaru yang standar polusi
rata-rata per tahun di bawah standar WHO. WHO menetapkan standar aman
polusi PM10 per tahun sebesar 20 µg/m3. Dari data yang diambil WHO pada
2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru adalah 11 µg/m3. Kota-kota besar lain
di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat
polusi yang jauh di atas batas aman WHO. Jakarta misalnya, standar polusi
udara yang dicatat WHO tahun 2008 yang lalu adalah 43 µg/m3 atau 200% di
atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3
atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim
turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 karena
efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta
menurut laporan WHO lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota
Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun. Di Surabaya, nilainya
mencapai 69 µg/m3 dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka
di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di
kota-kota besar di Tanah Air. Pokok permasalahan polusi udara perkotaan
tidak hanya berhenti di sumber polusi, namun sudah melebar ke regulasi.
Menurut Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah 150 µg/m3 per
hari, lebih dari 700% di atas standar aman WHO [7].
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer
yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan
hidup lainnya. Standar itu hingga kini belum berubah. Padahal, semakin
banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan pencemaran udara terhadap
risiko kesehatan.
Polusi udara adalah unsur-unsur berbahaya yang dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia serta
menurunkan kualitas lingkungan. Polusi udara sendiri diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaitu:
a. Polusi primer yaitu polusi yang ditimbulkan langsung dari sumbernya.
Contohnya asap kendaraan bermotor
b. Polusi sekunder yaitu polusi yang terbentuk dari reaksi polusi - polusi
primer di atmosfer. Contohnya yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen
1. Penyebab Polusi Udara
Penyebab polusi udara dapat terjadi akibat dari yaitu :
a. Kendaraan bermotor
Kendaraan bermotor yang memakai bensin dan solar akan
mengeluarkan gas Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (N02),
Karbon dioksida (CO2) dan partikel-partikel lain dari sisa
pembakarannya. Unsur-unsur ini bila mencapai titik tertentu dapat
menjadi racun bagi manusia atau hewan. Gas CO merupakan racun
bagi fungsi-fungsi darah, sedangkan SO2 dapat menimbulkan penyakit
sistem pernapasan.
b. Pabrik-pabrik Industri
Sebagian besar pabrik-pabrik industri banyak menggunakan bahan
baku berupa zat-zat kimia organik dan anorganik. Pembuangan dari
sisa-sisa pabrik industri ini bisa merusak lingkungan berupa gangguan
pada kehidupan dan kelestarian lingkugan bila tanpa pengendalian.
Berbagai bentuk penyakit akan timbul pada masyarakat di sekitar
pabrik atau pada pekerja sendiri akibat masuknya zat-zat buangan ini
ke dalam tubuh [8].
2. Dampak Polusi Udara
Dampak dari polusi udara ini bisa menyebabkan efek yang tidak baik bagi
lingkungan diantaranya dapat menyebabkan hujan asam yang dapat
mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan, merusak tanaman,
juga dapat menyebabkan meningkatnya efek rumah kaca yang disebabkan
oleh keberadaan CO2, CFC dan NO2 di lapisan troposfer yang menyerap
radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya
panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan
fenomena pemanasan global. Pemanasan global sendiri akan berakibat
pada pencairan es di kutub, perubahan iklim regional dan global.
Selain tidak baik bagi lingkungan, polusi udara juga sangat merugikan
bagi kesehatan manusia baik dengan cara terhisap langsung dengan asap
polusi maupun dengan meminum air yang terkontaminasi dan melalui
kulit. Apabila asap polusi terhisap langsung maka dapat menyebabkan
radang paru-paru sehingga kerja paru-paru menjadi kurang baik.
Gambar 2.1 Kondisi udara di kota Jakarta
Gambar diatas memperlihatkan kondisi udara yang ada di kota Jakarta
dimana terlihat disekitar gedung dikelilingi oleh asap polusi sehingga
gedung-gedung tersebut terlihat samar.
3. Parameter Kualitas Udara
No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997
Tabel 2.1 Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap Parameter Pencemar
Tabel 2.2 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
B. Definisi Citra
Citra merupakan gambaran rekaman suatu objek atau biasanya gambaran
objek pada foto. Istilah citra digunakan untuk menyatakan intensitas cahaya
dua dimensi dalam fungsi f(x,y), dimana (x,y) menyatakan koordinat spatial dan nilai dari f pada titik (x,y) menyatakan tingkat kecerahan (level keabuan)
citra pada titik tersebut. Fungsi f(x,y), dipengaruhi oleh banyaknya sumber
cahaya yang jatuh pada daerah yang diamati (iluminasi) dan banyaknya
cahaya yang dipantulkan oleh objek pada daerah tersebut (refleksi). Hal ini
dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :
f(x,y) = i(x,y). r(x,y)
Elemen – elemen dasar yang terdapat pada citra, yaitu :
a. Kecerahan (brightness), merupakan intensitas yang terjadi pada satu titik
citra.
b. Acuity, merupakan kemampuan mata manusia untuk merinci secara detail
bagian-bagian pada suatu citra.
c. Kontur, merupakan keadaan pada citra di mana terjadi perubahan
inilah mata seseorang sanggup mendeteksi pinggiran atau kontur suatu
benda.
d. Warna, merupakan reaksi yang dirasakan oleh system visual mata manusia
terhadap perubahan panjang gelombang cahaya.
e. Bentuk
Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra 2 dimensi,
sedang obyek yang diamati adalah 3 dimensi.
f. Tekstur
Pada hakikatnya system visual manusia tidak menerima informasi citra
secara terpisah pada setiap titik, tetapi suatu citra dianggap sebagai satu
kesatuan.
g. Deteksi dan Pengenalan
Dalam mendeteksi dan mengenali suatu citra, ternyata tidak hanya system
visual manusia saja yang bekerja tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan
daya pikir manusia.
1. Pixel (Picture Element)
Satu satuan informasi terkecil dalam suatu layar monitor, televisi atau
peraga lainnya yang menggambarkan atau membentuk suatu bayangan
(image) disebut sebagai pixel. Pixel dapat juga disebut sebagai titik gambar karena dalam dunia digital, gambar dibentuk dari titik-titik.
Satuan dari pixel biasanya dinyatakan dengan posisi x, posisi y dan
nilai dari pixel (warna atau gray). Pixel gambar yang kecerahannya
oleh ”1”, dengan demikian semua citra didalam memori komputer
dapat diwakili oleh logika ”1” dan ”0”.
Citra dinyatakan dalam bentuk data matriks dua dimensi, dimana setiap
titik data mewakili satu pixel. Dalam hubungannya dengan data video, maka satu gambar (image) dikenal sebagai satu frame. Misalnya sebuah
gambar dikatakan resolusinya sebesar 600 x 800 maka berarti panjang
pixel horizontalnya 800 dan panjang pixel vertikalnya 600 dan jumlah total keseluruhan pixel dari gambar tersebut yaitu 480000 atau dapat dikatakan
bahwa gambar tersebut terdiri dari 480000 pixel. Berikut ini adalah gambaran dimensi matriks yang mewakili 1 frame citra dengan ukuran M
x N.
Gambar 2.2 Data matriks dua dimensi
Citra diatas merupakan matriks dua dimensi dari fungsi intensitas
cahaya. Karena itu, referensi citra menggunakan dua variabel yang
menunjuk posisi pada bidang dengan sebuah fungsi intensitas cahaya
yang dapat dituliskan sebagai f(x,y) dimana f adalah nilai amplitude
pada koordinat spasial (x,y). Sistem koordinat citra digital ditunjukkan
Gambar 2.3 Koordinat citra
Citra yang kita lihat sehari-hari merupakan cahaya yang direfleksikan
sebuah obyek. Fungsi f(x,y) dapat dilihat sebagai fungsi dengan dua
unsur, pertama merupakan besarnya sumber cahaya yang melingkupi
pandangan terhadap obyek (illumination), kedua merupakan besarnya
cahaya yang direfleksikan oleh obyek dalam pandangan kita
(reflectance component).
2. Warna RGB
Model warna RGB (red, green, blue) mendeskripsikan warna sebagai
kombinasi dari 3 warna, yaitu merah, hijau, dan biru. Dengan
demikian diketahui bahwa dalam suatu pixel diwakili dengan 3 byte
memori yang masing-masing terdiri dari 1 byte untuk warna merah, 1
Gambar 2.4 Komponen RGB
Setiap matriks mengandung informasi intensitas warna komponen
dengan masing-masing resolusi sebesar 8 bit. Jadi untuk citra digital
berwarna menggunakan sistem 24 bit.
C. Inframerah
Inframerah merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang diatas 700 nm. Sinar inframerah dihasilkan oleh proses di
dalam molekul dan benda panas. Benda panas diakibatkan karena adanya
aktivitas (getaran) atomik dan molekul di dalamnya sehingga memancarkan
gelombang panas dalam bentuk sinar inframerah. Oleh karena itu, sinar
inframerah sering juga disebut radiasi panas. Inframerah memiliki beberapa
karakteristik yaitu :
a. Tidak dapat dilihat oleh manusia
Hal ini dikarenakan mata manusia hanya bisa melihat cahaya yang
memiliki panjang gelombang 400 nm sampai 700 nm.
c. Dapat ditimbulkan oleh komponen yang menghasilkan panas.
1. Radiasi Inframerah
Radiasi inframerah meskipun tidak terlihat oleh mata manusia namun
dapat dideteksi sebagai rasa hangat pada kulit dan bahkan energi radiasi
inframerah dari obyek yang mempunyai suhu lebih rendah dari lingkungan
dapat tertangkap karena terasa lebih dingin. Jangkauan panjang gelombang
inframerah terletak di antara 0,78 µm dan 1000 µm, dan hal ini tak tampak
untuk mata telanjang. Daerah inframerah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
near-infrared (0.78-3.0 µm), middle infrared (3-30 µm) dan far infrared (30-300 µm).
Gambar 2.5 Spektrum gelombang elektromagnetik
Energi inframerah adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang
mempunyai spektrum gelombang yang terletak di antara cahaya tampak
2. Citra Inframerah
Citra inframerah dihasilkan melalui fotografi inframerah. Fotografi
inframerah adalah suatu teknik dalam bidang fotografi untuk merekam
cahaya yang oleh mata telanjang tidak dapat dilihat [11]. Oleh karena itu
diperlukan filter yang menampung hampir semua spektrum cahaya dan membiarkan cahaya inframerah untuk diteruskan masuk ke kamera,
dengan catatan bahwa sensor atau film dalam kamera tersebut harus
sensitif terhadap cahaya inframerah.
Gambar 2.6 Citra inframerah suatu lingkungan
Ketika teknik fotografi inframerah digunakan, hasil dari foto inframerah
bisa menjadi foto hitam-putih yang kontras atau foto false-color,
contohnya seperti gambar di atas dimana warna daun yang hijau segar
akan terlihat putih. Hal ini disebabkan karena daun banyak memantulkan
cahaya inframerah.
D. Kamera Digital
Teknologi fotografi pada era sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini
umumnya kecil, ringan dan mudah dibawa-bawa sehingga suatu kejadian
kapanpun dan dimanapun bisa diabadikan secara langsung dengan cepat dan
mudah. Pada penelitian ini menggunakan dua buah kamera digital dimana Hot
Mirror pada kamera Fujifilm FinePix A400 sebelumnya telah dilepas untuk meningkatkan cahaya masuk kedalam kamera dan ditambah dengan
menempatkan negative film didepan lensa kamera untuk meloloskan sinar
inframerah sedangkan Hot Mirror pada kamera Casio QV-R200 tidak dilepas
namun negative film tetap ditempatkan didepan lensa kamera.
Gambar 2.7 Hot Mirror frame (http://ir-photo.net/ir_30dmod.html)
Penggunaan dua buah kamera ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil
citra yang ditangkap oleh kedua kamera untuk kemudian dianalisa.
1. Kamera Casio QV-R200
Spesifikasi:
a. Resolusi : 14.1 megapixels
b. Jenis sensor : 1/2.3-inch square pixel CCD
c. Format file :
Still images : JPEG (Exif Ver. 2.3), DPOF
Movies : Motion JPEG, AVI format, PCM (monaural).
d. Monitor Screen : 2.7-inch TFT color LCD, 230,400 dots (960 x 240) e. Recording Media : SD Memory Card, SDHC Memory Card ,SDXC
Memory Card compatible.
2. Kamera Fujifilm FinePix A400
Gambar 2.9 Kamera Fujifilm FinePix A400
Spesifikasi :
a. Resolusi : 4.1 megapixels
b. Jenis sensor : 1/2.5-inch Super CCD HR
c. File formats :
Still image : DCF-compliant (Compressed Exif Ver. 2.2
Movies : AVI (Motion JPEG).
d. Memory type : xD-Picture Card
e. Dimensions (W x H x D) : 93.0 x 60.0 x 27.5 mm /3.7 x 2.4 x 1.1 in.
E. Negative film
Negative film adalah jenis film berwarna yang menghasilkan negative (klise)
dengan gambar yang warna komplemennya berasal dari warna-warna yang
terdapat pada obyek. Obyek warna merah akan membentuk cyan (hijau-biru)
pada film, warna hijau akan terbentuk warna magenta (merah-biru), sedangkan obyek warna biru akan terbentuk warna kuning pada film. Dari
negative film ini nantinya dapat dicetak menjadi foto-foto berwarna (gambar
positif). Disebut negative film karena gambar yang tercetak nantinya berlawanan dengan filmnya dimana bagian hitam pada negatif menghasilkan
gambar putih pada foto sedangkan bagian putih pada negatif akan
menghasilkan gambar hitam pada foto.
Gambar 2.10 Negative film
Gambar diatas merupakan negative film yang digunakan pada penelitian ini dan berbeda dengan negative film pada umumnya dimana telah mengalami
akan diletakkan didepan lensa kamera digital untuk melewatkan sinar
inframerah ketika citra ditangkap sehingga nantinya akan menghasilkan
sebuah citra inframerah.
F. Hygrometer
Hygrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban
pada suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas
penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembaban yang terjaga seperti
dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut.
Kelembaban merupakan sejumlah uap air yang tersimpan di udara dan
dipengaruhi oleh suhu udara dan keadaan setempat. Udara dikatakan
mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang diakandungnya
tinggi, begitu juga sebaliknya. Hygrometer juga banyak dipakai di ruangan
pengukuran dan instrumentasi untuk menjaga kelembapan udara yang
berpengaruh terhadap keakuratan alat-alat pengukuran. Hygrometer
mempunyai prinsip kerja yaitu dengan menggunakan dua thermometer.
Thermometer pertama dipergunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan
thermometer yang kedua dipergunakan untuk mengukur suhu udara
jenuh/lembab. Proses pengukuran hygrometer terdapat dua skala yakni untuk
menunjukkan kelembaban dan untuk menunjukkan temperatur. Cara
penggunaannya yaitu dengan meletakkan hygrometer di tempat yang akan
biasanya ditandai dengan percent (%) dan suhu ditandai dengan derajat celcius
(0C).
Gambar 2.11 Hygrometer HTC-1
G. Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra dengan menggunakan komputer
untuk menghasilkan citra manipulasi yang kualitasnya lebih baik dari
sebelumnya, sehingga citra tersebut dapat diinterpretasikan baik oleh
manusia maupun mesin. Pengolahan citra sangat bermanfaat, diantaranya
adalah untuk meningkatkan kualitas citra, menghilangkan cacat pada citra,
mengidentifikasi objek, serta penggabungan dengan bagian citra yang lain.
Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar
hitam putih pada sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar
berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. Proses transformasi dari
bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra
akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan
penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya.
Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas
lebar, distorsi, kekaburan (blur), kekaburan akibat objek citra yang bergerak
(motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi
peralatan pembuat citra, baik itu berupa tranducer, peralatan elektronik
ataupun peralatan optik karena pengolahan citra digital dilakukan dengan
komputer digital maka citra yang akan diolah terlebih dahulu
ditransformasikan ke dalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai
tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk dari citra ini disebut
citra digital.
1. Citra berwarna keabuan (Grayscale)
Citra berwarna keabuan adalah citra yang hanya menggunakan warna
yang merupakan tingkatan warna abu-abu. Warna abu-abu adalah
satu-satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau,
dan biru yang mempunyai intensitas yang sama. Intensitas citra
berwarna keabuan disimpan dalam ukuran 8 bit sehingga menghasilkan
28 = 256 tingkat keabuan dari warna hitam sampai warna putih.
Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih
sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna. Dan
dengan citra abu-abu ini sudah cukup untuk memproses citra yang
Gambar 2.12 Contoh citra grayscale
2. Image Cropping (Pemotongan Citra)
Pemotongan citra digunakan untuk mengambil daerah citra yang
dibutuhkan untuk keperluan tertentu misalnya untuk penelitian dimana
citra yang digunakan untuk bahan penelitian lebih dari satu citra. Hal ini
bertujuan agar cakupan daerah penelitian tidak terlalu lebar.
3. Histogram
Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan
membuat histogram. Histogram adalah grafik yang menggambarkan
penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu
di dalam citra.
Tinggi dari histogram pada titik tertentu menunjukkan jumlah pixel
atau daerah dari citra yang mempunyai tingkat keabuan tersebut.
Pixel dengan intensitas terendah adalah hitam dan pixel dengan
intensitas tertinggi adalah putih. Histogram dapat menjadi penunjuk
kadar kecerahan (brightness) dan kontras citra.
Gambar 2.14 Ciri histogram citra
Dari gambar diatas terlihat bahwa histogram untuk citra gelap bergerak ke
sebelah kiri, histogram citra berkontras rendah berada ditengah, histogram
untuk citra terang berada disebelah kanan dan histogram untuk citra
berkontras tinggi menyebar merata dari kiri ke kanan.
4. Filter (Tapis) Digital
Suatu citra biasanya mengandung derau (noise) yang muncul pada saat
pengambilan citra tidak sempurna karena alasan cuaca, perangkat
pengambil citra yang tidak fokus dan sebagainya dimana hal ini dapat
menurunkan kualitas suatu citra. Derau pada umumnya berupa variasi
pixel-pixel tetangganya (sekelilingnya). Proses pemfilteran pada citra digunakan
untuk menaikkan mutu citra serta menghilangkan derau yang terkandung
dalam citra pada saat pengambilan citra. Operasi pengurangan derau
bekerja dengan cara menekan intensitas pixel yang tinggi karena pixel yang mengalami gangguan umumnya memiliki frekuensi tinggi. Dalam
penelitian ini menggunakan LPF, Median Filter, dan HPF untuk melihat
perubahan pada citra.
a) Low Pass Filter (LPF)
LPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang rendah dan
menekan intensitas pixel yang tinggi. Salah satu bentuk dari LPF adalah average filter (filter rata-rata), dimana dalam operasi ini akan mengganti nilai suatu pixel dengan merata-ratakan nilai dari pixel
tetangganya (sekelilingnya).
Gambar 2.15 Hasil LPF untuk gambar komputer
Pada gambar diatas terlihat bahwa LPF menyebabkan gambar menjadi
lebih lembut. Operasi perata-rataan ini dapat dipandang sebagai
g(x,y) = f(x,y)* l(x,y)
Filter L disebut average filter (filter rata-rata) dimana ukuran default filter ini adalah ukuran 3x3 dengan bentuk persamaannya yaitu
L = [
Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks yaitu :
F = [
Dengan menghitung konvolusi dari matriks filter rata-rata 3x3 dan matriks F, diperoleh :
menggantikan nilai 4 dengan nilai 12/9.
G = [
filter setiap output yang dihasilkan merupakan hasil operasi pixel-pixel
tetangga citra input, namun dengan median filter nilai pixel tetangga tersebut bukan dirata-ratakan melainkan dicari nilai median dari
nilai-nilai pixel yang telah diurutkan yang nantinya akan dikeluarkan sebagai output. Median filter ini dapat mengurangi noise tanpa menyebabkan pengurangan tingkat ketajaman dari citra. Cara kerjanya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.16 Contoh matriks citra untuk diproses dengan Median Filter
Dengan menggunakan citra diatas, diambil matriks 3x3. Nilai
masing-masing pixel yang bertetanggaan setelah diurutkan adalah sebagai
berikut:
115, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 150
Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124. Nilai median
ini digunakan untuk menggantikan nilai pusat matriks citra, sehingga
c) High Pass Filter (HPF)
HPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang tinggi dan menekan intensitas pixel yang rendah sehingga pinggiran dari citra
akan terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya sehingga HPF juga
biasa disebut sebagai operasi penajaman (sharpened) citra.
Gambar 2.17 Citra asli (kiri) dan citra unsharp filter (kanan)
Unsharp masking filter adalah salah satu bentuk dari HPF dimana jenis filter ini akan membuat tepi-tepi gambar menjadi tampak jelas.
Algoritma dari unsharp masking filter ini yaitu :
[
]
Parameter alpha ( ) ini berfungsi untuk mengendalikan tingkat
ketajaman citra dimana nilai alpha berada antara 0 – 1, untuk nilai
default alpha pada jenis filter ini adalah 0,2 [3]. Sehingga menjadi
[
Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks F yaitu :
Dengan menghitung konvolusi dari matriks H dan matriks F,
diperoleh:
(4)(4.3333) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667)
= 14
kemudian nilai G tersebut masukkan kedalam matriks F untuk
menggantikan nilai 4 dengan nilai 14. Untuk menggantikan nilai 1
pada kolom keempat baris pertama maka
G = [
(1)(4.3333) + (0)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (0)(-0.1667)
= 2.83
F = [
SNR digunakan untuk menentukan kualitas citra setelah dilakukan operasi
pengurangan derau. Semakin besar nilai SNR berarti pengurangan derau
dapat meningkatkan kualitas citra, sebaliknya jika nilai SNR semakin kecil
maka pada citra hasil hanya sedikit juga peningkatan kualitasnya [2].
Sinyal dalam hal ini adalah citra asli sedangkan noise dihasilkan setelah citra hasil pemfilteran dikurangi oleh citra asli. SNR biasanya diukur
dengan satuan decibles (dB).
Rumus untuk menghitung SNR dapat dilihat dalam persamaan berikut :
SNR = 10*Log10
dimana :
menyatakan nilai varians dari matriks citra asli
menyatakan selisih antara nilai varians matriks citra asli dengan
nilai varians matriks citra hasil proses filter [10].
Nilai varians ( ) dari matriks citra didapat dengan rumus
̅ = nilai rata-rata
H. MATLAB (Matrix Laboratory)
MATLAB (Matrix Laboratory) merupakan salah satu program yang
digunakan untuk membantu bidang pendidikan dan penelitian dimana pada
MATLAB ini menyediakan bermacam-macam toolbox yang disesuaikan dengan bidang keilmuan masing-masing yang salah satunya adalah Image Processing Toolbox. Di lingkungan universitas, MATLAB telah menjadi
program standar untuk pengajaran tingkat dasar dan tingkat lanjut yang
berhubungan dengan matematika, rekayasa dan sains. Di lingkungan industri,
MATLAB merupakan program yang digunakan untuk penelitian produktifitas,
pengembangan dan analisis.
Sistem MATLAB terdiri dari 5 bagian utama yaitu :
a. Bahasa (pemrograman) MATLAB
Bagian ini adalah adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang
menggunakan matriks/array dengan pernyataan aliran kendali program,
struktur data dan fitur-fitur pemrograman berorientasi objek.
b. Lingkungan kerja MATLAB
Bagian ini adalah kumpulan tool dan fasilitas MATLAB yang digunakan oleh pengguna atau pemrogram. Fasilitas yang dimaksudkan misalnya
untuk mengelola variabel di dalam ruang kerja (workspace) dan
melakukan impor dan ekspor data.
Bagian ini adalah sistem grafik MATLAB, termasuk perintah-perintah
(program) tingkat tinggi untuk visualisasi data dimensi dua dan dimensi
tiga, pengolahan citra, animasi dan presentasi grafik. Selain itu, bagian ini
juga termasuk perintah-perintah (program) tingkat rendah untuk
menetapkan sendiri tampilan grafik seperti halnya membuat antarmuka
pengguna grafis untuk aplikasi-aplikasi MATLAB.
d. Pustaka (library) fungsi matematis MATLAB
Bagian ini adalah koleksi algoritma komputasi mulai dari fungsi dasar
seperti menjumlahkan (sum), menentukan nilai sinus (sine), kosinus
(cosine), dan fungsi-fungsi seperti inverse matriks, nilai eigen matriks,
fungsi Bessel dan FFT (fast Fourier transform).
e. API (Application Program Interface) MATLAB
Bagian ini adalah pustaka (library) untuk menuliskan program dalam
bahasa C dan Fortran yang berinteraksi dengan MATLAB, termasuk
fasilitas untuk memanggil rutin program dari MATLAB (dynamic
linking), memanggil MATLAB sebagai mesin komputasi (computational
engine) dan untuk pembacaan serta penulisan MAT-files [1].
1. Perintah untuk menampilkan citra
Untuk menampilkan citra dapat menggunakan fungsi imshow, seperti dibawah ini :
A = imread(‘nama_citra’);
imshow(A)
A : variabel citra
imread : fungsi untuk membaca citra sesuai nama citranya
imshow : fungsi untuk menampilkan citra berdasarkan variabel citra
2. Perintah untuk menghasilkan citra grayscale B = rgb2gray(img);
imshow(B)
keterangan :
B : variabel citra
rgb2gray : fungsi untuk merubah citra RGB menjadi citra grayscale
imshow : fungsi untuk menampilkan citra
3. Perintah untuk memotong (cropping) bagian citra
Fungsi imcrop akan menghasilkan bagian citra (dalam bentuk kotak) dari sebuah citra. Kita dapat menentukan kotak crop melalui argumen masukan
ukuran cropping atau memilihnya dengan menggunakan mouse. Perintah
programnya yakni:
C = imcrop ( img,[ukuran cropping] );
imshow(C)
misalkan nilai ukuran cropping-nya adalah [105 135 265 140], jika ingin merubah ukuran crop pada citra cukup merubah nilai-nilai tersebut.
keterangan :
C : variabel untuk crop
imcrop : fungsi untuk memotong bagian citra
img : citra yang akan diproses
4. Perintah untuk menampilkan histogram
Untuk menampilkan histogram dari citra dapat menggunakan fungsi imhist
seperti di bawah ini :
D = imhist(img);
dan untuk menampilkan histogram dalam bentuk plot dapat menggunakan:
D2 = plot(D); imshow(D2)
fspecial : filter jenis ‘average’
imfilter : fungsi untuk melakukan filter terhadap citra
hsize : jumlah baris dan kolom pada matriks h, dimana ukuran
default-nya adalah [3 3]
6. Perintah untuk proses Median Filter M = medfilt2(img)
keterangan :
M : variabel untuk median filter
medfilt2 : fungsi untuk melakukan median filter terhadap citra
7. Perintah untuk proses HPF h = fspecial(‘unsharp’);
H = imfilter(img,h)
H : variabel untuk hpf
fspecial : filter jenis ‘unsharp’
8. Perintah untuk proses SNR (Signal to Noise Ratio) signal = var(citra asli(:))
noise = abs(var(citra asli(:)) - var(citra hasil filter(:)))
s2n = 10*log10( signal / noise );
dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)
keterangan :
(:) : merupakan operator titik dua untuk mengambil baris dan kolom dari
matriks sekaligus, dalam hal ini tanda (:) berarti “sampai dengan”.
var : fungsi yang digunakan untuk menghitung variance (ragam data) pada
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : April 2012 – Februari 2013
Tempat :
a. Bambu Kuning
b. Lembah Hijau
B. Alat dan Bahan
a. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Kamera digital Casio QV-R200
2. Kamera digital Fujifilm FinePix A400
3. Hygrometer HTC-1
b. Bahan yang digunakan yakni :
1. Negative film sebagai filter inframerah 2. Perangkat lunak Matlab 7.0
c. Spesifikasi Alat
1. Kamera digital Casio QV-R200 :
a. Resolusi : 14.1 megapixels
b. Jenis sensor : 1/2.3-inch square pixel CCD
c. Format file :
Still images : JPEG (Exif Ver. 2.3), DPOF
Movies : Motion JPEG, AVI format, PCM (monaural).
d. Monitor screen : 2.7-inch TFT color LCD, 230,400 dots (960 x 240)
e. Recording media : SD Memory Card, SDHC Memory Card ,SDXC Memory Card compatible.
2. Kamera digital Fujifilm FinePix A400 :
a. Resolusi : 4.1 megapixels
b. Jenis sensor : 1/2.5-inch Super CCD HR
c. Format file :
Still image : DCF-compliant (Compressed Exif Ver. 2.2 JPEG)
Movies : AVI (Motion JPEG). d. Memory type : xD-Picture Card
e. Dimensions (W x H x D) : 93.0 x 60.0 x 27.5 mm 3. Hygrometer HTC-1 :
a. Temperature Range : -50C~ +70C degree (-58~ +158 fahrenheit)
with accuracy of +-1C
b. Humidity range : 10%-99% RH with accuracy of +-5%RH c. Accuracy temperature : +-1 degree (1.8°F), humidity: +-5%
d. Power supply : 1.5V (AAA size)
e. Weight : 150 g
f. Dimension : 10.50 x 9.8 x 2.2cm
C. Metode/ Prosedur Kerja
Adapun beberapa tahapan yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu
pencarian lokasi, pengambilan citra, pengolahan citra, serta analisis dan
kesimpulan.
1. Pencarian lokasi
Dalam tahapan ini lokasi yang dijadikan untuk obyek penelitian adalah
lokasi yang secara visual sudah tercemar polusi dan lokasi yang secara
visual cukup bersih dari polusi. Lokasi sekitar Lembah Hijau serta Bambu
Kuning merupakan dua lokasi yang cocok untuk obyek penelitian ini.
Lokasi Lembah Hijau dipilih karena secara visual kualitas udara pada
lokasi tersebut cukup bersih dan banyak ditumbuhi oleh pepohonan
sedangkan daerah Bambu Kuning dipilih karena secara visual kualitas
udara pada lokasi tersebut sudah tercemar oleh polusi kendaraan bermotor.
2. Pengambilan citra
Pada pengambilan citra di lokasi Bambu Kuning dilakukan di atas salah
satu gedung pertokoan dan pengambilan citra mengarah pada gedung
pertokoan di depannya, sedangkan pengambilan citra di lokasi Lembah
Hijau dilakukan diatas perkebunan dan pengambilan citra mengarah
digunakan untuk pengambilan kedua obyek lokasi tersebut sebanyak dua
buah, dimana kamera yang satu yakni Casio QV-R200 merupakan kamera
digital biasa (hot mirror tidak dilepas) sedangkan kamera digital kedua
yakni Fujifilm FinePix A400 sudah mengalami perubahan (hot mirror
telah dilepas).
Dalam pengambilan citra untuk kedua lokasi ini menggunakan filter
inframerah berupa negative film untuk menghasilkan citra inframerah dimana negative film tersebut diletakkan di depan lensa kamera digital.
Selain citra inframerah yang dijadikan obyek penelitian, citra asli untuk
kedua lokasi juga digunakan untuk obyek penelitian yang nantinya akan
dibandingkan dengan citra inframerah.
Dalam proses pengambilan citra ini dilakukan dalam waktu yang telah
ditentukan yakni pada jam 6 pagi hingga jam 4 sore dan diambil setiap 2
jam. Dalam proses pengambilan citra ini juga disertakan dengan alat ukur
hygrometer untuk mengukur besarnya kelembaban udara ditempat lokasi
penelitian. Kelembaban udara yang rendah biasanya disebabkan oleh
polusi udara yang tinggi. Hal ini juga bertujuan untuk melihat hubungan
antara tingkat kelembaban udara dengan nilai snr yang didapat setelah
proses pengolahan citra.
3. Pengolahan citra
Dalam tahapan ini, kumpulan citra yang didapat akan diproses dengan
bantuan program MATLAB untuk mengetahui bentuk histogram dan nilai
snr dari tiap obyek citra lokasi yang didapat.
Dalam tahapan ini dilakukan analisis atas data-data citra yang telah
diproses dengan teknik pengolahan citra dengan bantuan program
MATLAB. Data-data tersebut kemudian dilakukan pembahasan untuk
Untuk mendapatkan bentuk histogram dan nilai snr dari citra harus melalui
beberapa tahapan atau proses, yakni sebagai berikut :
a. Menampilkan citra
A = imread(‘nama_citra’);
imshow(A)
b. Merubah citra RGB menjadi citra grayscale
B = rgb2gray(A);
imshow(B)
c. Memotong bagian tertentu pada citra dan menampilkan bentuk histogramnya
C = imcrop (B,[ukuran cropping]); imshow(C)
C2 = imhist(C); imshow(C2)
d. Melakukan proses LPF dan menampilkan bentuk histogramnya
h = fspecial('average',[3 3]);
L = imfilter(C,h); imshow(L)
L2 = imhist(L); imshow(L2)
e. Melakukan proses Median Filter dan menampilkan bentuk histogramnya
M = medfilt2(C); imshow(M)
M2 = imhist(M); imshow(M2)
f. Melakukan proses HPF dan menampilkan bentuk histogramnya
h = fspecial(‘unsharp’);
H= imfilter(crop,h); imshow(H)
H2 = imhist(H); imshow(H2)
g. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter LPF
noise = abs(var(C(:)) - var(L(:)));
s2n = 10*log10( signal / noise );
dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)
h. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter Median Filter
signal = var(C(:));
noise = abs(var(C(:)) - var(M(:)));
s2n = 10*log10( signal / noise );
dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)
i. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter HPF
signal = var(C(:));
noise = abs(var(C(:)) - var(H(:)));
s2n = 10*log10( signal / noise );
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari citra asli, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu Kuning
dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang cukup
besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan
0 dan mengalami perenggangan hingga jam 16 ke sebelah kanan.
2. Dari citra inframerah, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu
Kuning dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang
tidak terlalu besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas
aras keabuan 51 dan mengalami pergeseran hingga jam 16 ke sebelah
kanan.
3. Dari citra asli, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah Hijau
dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang
sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras
keabuan 0 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak
4. Dari citra inframerah, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah
Hijau dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak
yang sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras
keabuan 51 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak
beraturan.
5. Dari kumpulan grafik SNR yang didapat menghasilkan perubahan
grafik yang tidak beraturan dan beberapa grafik SNR yang mendekati
grafik kelembaban dihasilkan dari jenis filter yang berbeda serta dari
kamera yang berbeda untuk kedua lokasi sehingga dari grafik SNR
belum dapat digunakan untuk menentukan kondisi udara di kedua
lokasi penelitian.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat bantu
luxmeter untuk mengetahui tingkat kecerahan pada citra.
2. Dapat menggunakan program GUI (Graphical User Interface) yang
terdapat pada MATLAB untuk memudahkan dalam menampilkan hasil
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya, Marvin Ch. & Agus Prijono. 2007. Pengolahan Citra Digital
Menggunakan Matlab. Informatika. Jakarta.
2. Basuki, A. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Graha Ilmu. Yogyakarta.
3. Gonzales, Rafael C. & Richard E. Woods. 2002. Digital Image Processing second edition. Prentice-Hall. New Jersey.
4. Sulistiyanti, Sri Ratna & FX Arinto Setyawan. Prosiding. 2008. Pewarnaan Semu Citra Untuk Identifikasi Panas Objek. Bandar Lampung
5. Naderjenad, E. & H. Hassanpour. Jurnal. A comparison and analysis of different PDE-based approaches for image enhancement. Iran
6. Subaid, Maria Sheryl. Jurnal. 2002. Pengaruh suhu udara, curah hujan,
kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap fluktuasi konsentrasi gas-gas NO2, O3 dan SO2 di area PLTP Gunung Salak Sukabumi. Bogor
7. Standar Kualitas Udara: Indonesia Jauh Tertinggal. Artikel. 25 Nov 2011.
http://www.hijauku.com/devsite/2011/11/25/standar-kualitas-udara-indonesia-jauh-tertinggal
8. Penyebab Polusi Udara. Artikel. 26 Nov 2011.
Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. 21 Nov 1997.
http://www.cets-uii.org/BML/Udara/ISPU/ISPU%20%28Indeks%20Standar%20Pencemar%20
Udara%29.htm
10.Calculate signal to noise ratio using matlab. 25 Sept 2012.
http://stackoverflow.com/questions/2734670/using-matlab-to-calculate-signalnoise-ratio
11.Hazaldin. Artikel. Fotografi inframerah. 21 Februari 2011.
http://creatphoto.wordpress.com/2011/02/21/fotografi-infrared/