ANALISIS PROSPEK PEMBANGUNAN SEKTOR
PERTANIAN DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Andreanus Sirait
100501150
Ekonomi Pembangunan
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatra Utara
Medan
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pola pertumbuhan ekonomi sebagai prospek pembangunan sector pertanian Kabupaten Karo, mengetahui pengaruh pembangunan sector pertanian Kabupaten Karo terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Karo dan untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi sector pertanian Kabupaten Karo.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan, baik laju pertumbuhan, konstribusi, dan perkapitanya. Alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, dan Trend. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo periode tahun 2008-2014 termasuk dalam klasifikasi daerah relative tertinggal. Sector ekonomi potensial Kabupaten Karo adalah sector pertanian dan sector jasa-jasa. Peramalan analisis Trend tahun 2015-2021 yaitu sector pertanian dan sector jasa-jasa merupakan sector yang memiliki kontribusi besar dan pertumbuhan cepat dan tinggi.
ABSTRACT
Regional economic development is a process by which local governments and communities to manage existing resources and form a pattern of a partnership between local governments and the private sector. Regional economic growth is a picture of the work of local government in the welfare of society. This study aims to determine how much of the economic growth pattern as the prospects for the development of the agricultural sector Karo, knowing the effect the development of the agricultural sector to Karo Karo level of social welfare and to determine the pattern of economic growth in the agricultural sector Karo.
This study uses secondary data Gross Regional Domestic Product at constant prices, a good rate of growth, contribution, and per capita. The analytical tool used was Typology Klassen, Location Quotient (LQ), Growth Ratio Model (MRP), Overlay, and Trend. The results showed that the pattern of economic growth Karo year period 2008-2014 was included in the classification of relatively under developed area. Karo potential economic sectors are agriculture and services sectors. Trend analysis forecasting the year 2015-2021, namely agriculture and service sector is a sectoe which has contributed substantial and rapid growth and high.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena kasih karuniaNya yang diberikan kepada penulis yang telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo. ”
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara tahun akademik 2014/2015. Adapun pengerjaan
skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, yakni
Alm.Wasinton Sirait dan Ibunda Mariaty Hutabarat yang telah memberikan kasih
sayang yang tulus seumur hidup saya.
Adapun keberhasilan pengerjaan skripsi ini tidak terlepas oleh pihak-pihak
terkait yang telah banyak membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terimakasih yang besar kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak. Selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen,
sekaligus dosen pembanding saya dan Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si
selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku
Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Drs. H.B. Tarmizi selaku dosen pembimbing telah banyak
memberikan masukan dan bimbingan untuk perbaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, Msi selaku Dosen Pembanding I,
yang juga telah memberi masukan bagi pengerjaan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Rujiman MA selaku Dosen Pembanding II, yang juga telah
memberikan masukan bagi pengerjaan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
dan Pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan.
8. Seluruh masyarakat Kabupaten Karo yang terlibat dalam penelitian ini.
Demikianlah penulisan ini saya buat, atas kesalahan ataupun kelalaian
penulis lakukan, saya memohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan Terimakasih.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL……… ix
DAFTAR LAMPIRAN………. x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ……….. 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10
2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 12
2.3 Pembangunan Pertanian ... 17
2.3.1 Paradigma Baru Pembaruan Ekonomi ………… 17
2.3.2 Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian ………... 22
2.3.3 Pendekatan–Pendekatan Pembangunan Pertanian 23 2.4 Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi . 24 2.4.1 Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian ... 24
2.4.2 Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan 22 2.4.3 Elastis Permintaan ... 22
2.4.4 Pertanian sebagai Sektor Pemimpin ... 24
BAB III : METODELOGI PENELITIAN ... 32
3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Lokasi Penelitian ………. 32
3.3 Batasan Operasional ……… 32
3.4 Jenis Data ……… 32
3.6 Teknik Analisis ………... 33
3.5 Defenisi Operasional Variabel ... 37
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………. 38
4.1 Deskriptif Daerah Penelitian ... 38
4.1.1 Geografis Daerah ……… 38
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ……….. 39
4.1.3 Kondisi Demografi …………..………... 41
4.1.4 Potensi Wilayah ……….. 41
4.2 Perkembangan Sektor Pertanian Karo ………. 42
4.2.1 Kondisi Pertanian ……….. 45
4.3 Analisis dan Pembahasan …... 46
4.3.1 Analisis Tipologi Klassen……... 46
4.3.2 Analisis Location Quation ... 50
4.3.3 Analisis Model Ration Pertumbuhan (MRP) .... 51
4.3.4 Analisis Overlay ... 53
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ………. 58
5.1 Kesimpulan ………... 58
5.2 Saran ………..………. 58
Daftar Pustaka ... 60
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Halaman
Tabel 4.1 Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan 2000 ………. 43
Tabel 4.2 Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Berlaku 2008-2014……… 44
Tabel 4.3 PDRB, PDRB Perkapita, dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Karo Atas dasar Harga Konstan 2000 ………. 46
Tabel 4.4 Hasil Analisis Tipologi Klasssen ………. 48
Tabel 4.5 Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo Menurut
Tipologi Klassen Tahun 2008-2014 ………. 49
Tabel 4.6 Hasil Analisis LQ Kabupaten Karo Tahun 2008-2014 ………… 50
Tabel 4.7 Hasil Analisis MRP Kabupaten Karo Tahun 2008-2014 ………. 52
Tabel 4.8 Hasil Analisi Overlay Sektor Ekonomi Kabupten Karo
2008-2014 ……… 53
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Karo Tahun 2008-2014 .. 61
2 Perhitungan Location Quotient Kabupaten Karo 2008-2014 …………. 63
3 Perhitungan Trend LQ tahun 2015-2021 ……… 65
4 Perhitungan Trend RPr Tahun 2015-2021 ………. 74
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pola pertumbuhan ekonomi sebagai prospek pembangunan sector pertanian Kabupaten Karo, mengetahui pengaruh pembangunan sector pertanian Kabupaten Karo terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Karo dan untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi sector pertanian Kabupaten Karo.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan, baik laju pertumbuhan, konstribusi, dan perkapitanya. Alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, dan Trend. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo periode tahun 2008-2014 termasuk dalam klasifikasi daerah relative tertinggal. Sector ekonomi potensial Kabupaten Karo adalah sector pertanian dan sector jasa-jasa. Peramalan analisis Trend tahun 2015-2021 yaitu sector pertanian dan sector jasa-jasa merupakan sector yang memiliki kontribusi besar dan pertumbuhan cepat dan tinggi.
ABSTRACT
Regional economic development is a process by which local governments and communities to manage existing resources and form a pattern of a partnership between local governments and the private sector. Regional economic growth is a picture of the work of local government in the welfare of society. This study aims to determine how much of the economic growth pattern as the prospects for the development of the agricultural sector Karo, knowing the effect the development of the agricultural sector to Karo Karo level of social welfare and to determine the pattern of economic growth in the agricultural sector Karo.
This study uses secondary data Gross Regional Domestic Product at constant prices, a good rate of growth, contribution, and per capita. The analytical tool used was Typology Klassen, Location Quotient (LQ), Growth Ratio Model (MRP), Overlay, and Trend. The results showed that the pattern of economic growth Karo year period 2008-2014 was included in the classification of relatively under developed area. Karo potential economic sectors are agriculture and services sectors. Trend analysis forecasting the year 2015-2021, namely agriculture and service sector is a sectoe which has contributed substantial and rapid growth and high.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya
masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia
meliputi pembangunan segala aspek kehidupan yang pada dasarnya bertujuan
untuk menciptakan landasan pembangunan yang kuat bagi bangsa Indonesia
untuk tumbuh dan berkembang menuju masyarakat yang adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan nasional tersebut perlu
memperhatikan pembangunan daerah, karena pembangunan daerah merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan di daerah.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Pertumbuhan
ekonomi daerah merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah daerah dalam
mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya
dipengaruhi oleh keunggulan komparatif suatu daerah, spesialisasi wilayah, serta
Sekarang ini sektor pertanian tidak dipandang sebagai sektor yang pasif
yang mengikuti sektor industri, tetapi sebaliknya. Pembangunan pertanian
didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui
penelitian-penelitian, pengembangan, teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan
prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi oleh negara dalam jumlah
besar. Pertanian kini dianggap sektor pemimpin (leading sektor) yang diharapkan
mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya
Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang
hidup atau bekerja dan bergantung pada sektor pertanian atau dari produk nasional
yang berasal dari pertanian ini memberi arti bahwa di masa yang akan datang
sektor ini masih perlu terus dikembangkan. Sektor ini telah menyumbang
penerimaan devisa 26,45% dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar
24,69% pada tahun 2013.Sektor pertanian juga merupakan faktor penting
khususnya bagi sektor industri sebagai penyedia bahan baku.
Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat
atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu
meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Di Jepang
pra kondisi itu, sebagian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana
-dana yangdigunakan untuk mengembangkan sektor industri. A.T. Mosher dalam
bukunya Getting Agrculture Moving (1965) - yang telah diterjemahkan ke dalam
mendukung pembangunan pertanian. Apabila salah satu syarat tersebut tidak ada,
maka terhentilah pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan terus tetapi
statis.
Syarat–syarat mutlak itu menurut Mosher adalah: 1. Adanya pasar untuk hasil–hasil usaha pertanian. 2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
3. Tersedianya bahan–bahan dan alat–alat produksi secara lokal. 4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.
Disamping syarat–syarat mutlak itu Mosher juga menjelaskan syarat–syarat pelancar yang dapat mendorong pembangunan pertanian, yaitu:
1. Pembangunan pendidikan.
2. Kredit produksi.
3. Kegiatan gotong royong petani.
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, yang
dampaknya terlihat pada tahun 1998 dimana secara langsung mempengaruhi
struktur perekonomian Indonesia. Hampir semua sektor cenderung menurun
kecuali sektor pertanian yang tumbuh sebesar 2,48 persen sehingga sektor
pertanian menjadi salah satu tumpuan yang positif untuk perbaikan ekonomi.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pasar pada tahun
bersangkutan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai
tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada tahun
tertentu (tetap) sebagai tahun dasar. Bureau Economic Analys – United State (2005) mendefenisikan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebagai Produk
Domestik Bruto di bagian wilayah yang merupakan agregasi dari Nilai Tambah
Bruto (NTB) dari semua unit produsen residen di suatu region tertentu. Nilai
Tambah yang dimaksud berasal dari output (nilai produksi) dikurangi biaya
antara, yang mencakup komponen – komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia dimana sektor
pertanian merupakan penyumbang nilai tambah yang potensial bagi PDRB
Sumatera Utara. Dan jika berbicara mengenai kesempatan kerja, maka sebagian
besar penduduk Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian sebesar 66,88 %,
pada sektor industri sebesar 4,77 %, pada sektor perdagangan sebesar 8,57 % dan
sektor lain-lain sebesar 7,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor utama dalam perekonomian Sumatera Utara.
Melihat pentingnya sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, tiap
tiap daerah meningkatkan pembangunan di sektor ini seperti di daerah Kabupaten
Karo hingga saat ini. Peranan sektor ini terhadap PDRB Karo dalam harga berlaku
tercatat sebesar 67,57% pada tahun 2012 dan 59,58% pada tahun 2013, sedangkan
dalam harga konstan tahun 2012 ialah 65,40% dan 59,53% pada tahun 2013. Hal
tersebut dapat dipahami karena Kabupaten Karo adalah daerah pertanian dataran
tinggi. Adapun jenis tanaman yang dibudidayakan di Kabupaten Karo ialah jenis
tanaman umbi–umbian, sayur–sayuran, buah–buahan dan tanaman padi.
Jenis tanaman umbi–umbian, tanaman jagung adalah tanaman yang paling dominan dimana pada tahun 2013 produksi jagung sebesar 171.016 ton
dengan luas panen sebesar 50.182 Ha. Hal ini menjadikan Kabupaten Karo
sebagai penghasil jagung terbesar kedua setelah Kabupaten Simalungun yaitu
204.196 ton dengan luas panen 59.604 Ha. Jenis tanaman ini adalah jenis tanaman
terluas dalam tanaman umbi–umbian di Karo. Kabupaten Karo juga cukup terkenal sebagai penghasil sayur–sayuran di Provinsi Sumatera Utara bahkan termasuk dalam komoditi ekspor sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Jenis
sayur–sayuran yang dihasilkan dari Kabupaten Karo ialah bawang, kentang, sawi, kubis, wortel, tomat, dan buncis . Jenis tanaman lainnya yang juga cukup banyak
dihasilkan petani di Kabupaten Karo adalah tanaman buah–buahan seperti jeruk, alpukat, mangga, sawo, durian, pepaya, dan nenas.
Sebagai gambaran dari keberhasilan pembangunan pertanian yakni,
volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Berdasarkan keunggulan
kompetitif dalam perdagangan internasional, produk hasil pertanian merupakan
andalan negara Indonesia dan bahkan Sumatera Utara mengingat corak
Kabupaten Karo yang memiliki potensi khususnya komoditi tanaman muda atau
sayur-sayuran. Nilai FOB ekspor hasil pertanian Sumatera Utara mengalami
pertumbuhan 14,38% pada tahun 2011, 49,88% tahun 2012, dan tahun 2013
sebesar 18,73%. Realisasi ekspor Kabuapen Karo pada umumnya meningkat
setiap tahunnya, namun ada beberapa komoditi yang tidak lagi diekspor yang
dulunya masih termasuk komoditi yang memiliki prospek. Hal ini menjadi tugas
berat bagi pemerintah untuk membenahi kembali yang pernah dicapai. Ketika
diambil kebijaksanaan untuk mengekspor hasil pertanian bukan berarti
mengabaikan permintaan dalam negeri namun dilakukan peningkatan jumlah
produksi dan yang terpenting adalah daya saing produk agar dapat menghadapi
era glogalisasi dan liberalisme perdagangan. Kualitas produk tentu harus tetap
dijaga dan ditingkatkan.
Pembangunan pertanian, berbagai usaha pengembangan produktivitas
dilakukan, dimana usaha pokok mutlak dilakukan dengan intensifikasi pertanian
melalui pengadaan sarana produksi yang optimal. Sarana produksi ini mencakup
bibit/benih, pupuk dan pestisida. Semua sarana produksi ini memiliki peranan
penting dan sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Pemerintah harus
mampu membantu petani dalam menyediakan dan menyalurkan sarana tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam bentuk skripsi dengan judul ”Analisis Prospek Pembangunan Sektor
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola pertumbuhan ekonomi sebagai prospek pembangunan
sektor pertanian Kabupaten Karo .
2. Apakah ada pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo terhadap
perekonomian masyarakat Kabupaten Karo.
3. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Kabupaten Karo.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pola pertumbuhan ekonomi sebagai prospek
pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan sektor pertanian Kabupaten Karo
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakakat Kabupaten Karo.
3. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Kabupaten
Karo.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas
Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan
2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
3. Sebagai masukan atau bahan kajian bagi kalangan akademis dan peneliti yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pembangunan Ekonomi
Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan
ekonomi yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Pada
pertumbuhan output total terdapat tiga unsur pokok dari sistem produksi suatu
negara ialah sumber daya alam yang tersedia, sumber daya insani dan stok barang
modal yang ada. Menurut Adam Smith, sumber daya alam yang tersedia
merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat.
Jika suatu saat nanti semua sumber daya alam tersebut telah digunakan secara
penuh maka pertumbuhan output pun akan berhenti. Sedangkan sumber daya
insani memiliki peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output dan stok
modal merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output.
Sedangkan pada pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk akan meningkat jika
tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat
upah yang pas-pasan untuk hidup.
Malthus (1820), menyoroti hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Menurut Malthus kenaikan jumlah penduduk yang terus
menerus merupakan unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan, tetapi
kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibaringi dengan kemajuan faktor-faktor
atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah tentu tidak akan menaikan
memperbesar keuntungan-keuntungan para kapitalis dan mendorong mereka
untuk terus berproduksi.
Karl Marx (1867), memandang proses kemajuan ekonomi sebagai proses
evolusi sosial. Menurutnya, faktor pendorong perkembangan ekonomi adalah
kemajuan teknologi. Barang modal yang ada bukan merupakan milik pribadi
(pemilik modal), melainkan milik bersama. Manusia bekerja bukan sekadar untuk
makan, tetapi sebagai bagian dari ekspresi diri.
Arthur Lewis (1954), menjelaskan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan sektor industri. Menurut Lewis, syarat yang dibutuhkan untuk
menjadikan sektor industri sebagai mesin pertumbuhan adalah investasi (barang
modal) di sektor industri harus ditingkatkan. Pada saat yang bersamaan, upah
kerja di sektor industri harus ditetapkan lebih tinggi dari tingkat upah di sektor
pertanian. Perbedaan tingkat upah tersebut akan menarik pekerja di sektor
pertanian pindah ke sektor industri.
2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta
untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).
Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita,
2005). Pembangunan regional sebaiknya lebih memperhatikan
keunggulan-keunggulan dan karakteristik khusus suatu daerah. Pembangunan juga harus dapat
meningkatkan pendapatan per kapita dari penduduk tersebut dan akan
meningkatkan daya tarik daerah untuk menarik investor-investor baru untuk
menanamkan modalnya di daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kegiatan
ekonomi yang lebih tinggi (Kuncoro, 2000)
Menurut Kuznets dalam Jhingan (2008), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin
banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini
memiliki 3 komponen utama, yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua,
teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan
derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
dalam jangka panjang. Pengertian ini mencakup tiga aspek, yaitu proses, output
perkapita, dan jangka panjang. Boediono (1999) juga menyebutkan secara lebih
”outputperkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup teori
mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik
Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan
struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).
2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan,2005). Perhitungan
Pendapatan Wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat
melihat pertambahan dari satu kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam
nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan.
Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang biasa kita kenal
diantaranya: (1) Teori Ekonomi Klasik; (2) Teori Harrod-Domar; (3) Teori
Solow-Swan; (4) Teori Jalur Cepat (Turnpike); (5) Teori Basis - Ekspor dan; (6)
Model Interregional.
(1) Teori Ekonomi Klasik
Inti ajaran Adam Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan
seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk
dilakukan. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan
efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin
Pemerintah tidak perlu mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah
adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak
swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pandangan Smith kemudian
dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin
pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal
(perpajakan dan perberbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku
bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan.
(2) Teori Harrod – Domar Dalam Sistem Regional Teori ini didasarkan pada asumsi:
1. perekonomian bersifat tertutup,
2. hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan,
3. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta
4. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan
tingkat pertumbuhan penduduk.
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat
analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (
seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila
terpenuhi syarat – syarat keseimbangan sebagai berikut. g = k = n
Di mana: g = growth (tingkat pertumbuhan output)
k = capital (tingkat pertumbuhan modal)
Untuk perekonomian daerah, Harry W. Richardson mengatakan bahwa
kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat
terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/ hasil produksi yang berlebihan dapat
diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah
kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat
membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada
di daerah tersebut.
(3) Teori Solow – Swan
Model Solow – Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling
berinteraksi. Solow – Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L)
Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson menderivasikan rumus
dari Solow - Swan menjadi sebagai berikut.
Yi = ai ki+ ( 1 - ai ) ni + T
Di mana:
Yi = Besarnya output
Ki = Tingkat pertumbuhan modal
ni = Tingkat pertumbuhan tenaga kerja
Ti = Kemajuan teknologi
Ai = Bagian yang dihasilkan oleh faktor modal
(4) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori Pertumbuhan Jalur Cepat ( Turnpike ) diperkenalkan oleh
Samuelson (1955). Menurut teori ini, setiap negara perlu melihat sektor/ komoditi
apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik
karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage
untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor
tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi
dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian
juga cukup besar.
(5) Teori Basis Ekspor Richardson
Teori ini membagi kegiatan produksi/ jenis pekerjaan yang terdapat di
dalam satu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan),
atau disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat
exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan
sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan
pekerjaan service (nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung
kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Walaupun teori basis
ekspor (esport base theory) adalah yang paling sederhana dalam membicarakan
unsur – unsur pendapatan daerah, tetapi dapat memberikan kerangka teoritis bagi banyak studi empiris tentang multiplier regional. Jadi teori ini memberikan
Teori basis ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu – satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Artinya, semua unsur
pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Jadi, satu – satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat di dalam
siklus pendapatan daerah. Asumsi kedua ialah bahwa fungsi pengeluaran dan
fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (intercept).
Harry W. Richardson dalam bukunya dalam bukunya Elements of Regional
Economics (Tarigan, 2005) memberi uraian sebagai berikut.
Yi= (Ei– Mi) + Xi Di mana:
Yi = pendapatan daerah
Ei = pengeluaran daerah
Mi = impor daerah
Xi = ekspor daerah
(6) Model Pertumbuhan Interregional
Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan
menambah faktor – faktor yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah
tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya
maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain
ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu
terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan
dikemukakan pertama kali oleh Keynes, merumuskan model interregional ini
sebagai berikut.
Yi= Ci+ Ii+ Gi+ Xi- Mi
Di mana:
Yi = Pendapatan daerah
Ci = Konsumsi daerah
Ii = Investasi daerah
Gi = Pengeluaran pemerintah daerah
Xi = Ekspor daerah
Mi = Impor daerah
2.3. Pembangunan Pertanian
2.3.1.Paradigma Baru Pembangunan Pertanian
Paradigma dalam pembangunan pembangunan pertanian pada masa
mendatang ini dan yang perlu mendapatkan perhatian para perencana dan
pelaksana pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:
a. Dari Sentralisasi ke Desentralisasi
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian di daerah perlu
diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya, karena
mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Karena aparat perencana
di daerah ini umumnya relatif masih lemah, maka bantuan tenaga ahli perguruan
tinggi sebaiknya perlu dilibatkan. Untuk menguatkan pendapat ini tampaknya
Kebijaksanaan Penerintah Tanggal 23 Oktober 1993 tentang ekspor-impor, tarif
bea masuk dan tata niaga impor, penanaman modal, perizinan, dan AMDAL.
b. Pendekatan Komoditas ke Sumber Daya
Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian sekarang
sebaiknya tidak boleh lagi berpikir parsial tetapi harus berpikir holistik.
Pendekatannya bukan bagaimana semata-semata produksi komoditas pertanian
tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan target produksi) tetapi harus pula
memikirkan pengaruh kenaikan produksi tersebut ke aspek kehidupan lainnya
misalnya bagaimana pengolahannya, pemasarannya, pengaruhnya terhadap
eksistensi komoditas lain, multiplier effect-nya terhadap smber daya setempat dan
sebagainya. Oleh karena itu pendekatan sumber daya ini pada sasarannya
diarahkan pada bagaimana optimalisasi pemanfaatan sumber daya agar
pembangunan pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor
ekonomi yang lain. Berdasarkan konsep ini, maka pendekatan agribisnis perlu
dikembangkan. Dengan dibentuknya Badan Agribisnis di Departemen Pertanian
diharapkan pendekatan agribisnis ini dapat dikembangkan dengan baik.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini baik itu inefisiensi di bidang teknis,
harga maupun ekonomi.
c. Berasal Dari Peningkatan Pendapatan Petani ke Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Pedesaan
Pendapatan petani kecil juga berasal dari kegiatan non pertanian dan
karena pendapatan masyarakat pedesaan sebagian besar juga didasarkan pada
maka orientasi pembangunan pertanian tidak lagi memperhatikan petani saja
tetapi juga perlu memperhatikan mesyarakat pedesaan secara luas. Karena petani
di pedesaan khususnya petani kecil sangat bergantung dari pendapatan di sektor
non pertanian sehingga kaitan keberhasilan sektor pertanian dan sektor non
pertanian di pedesaan menjadi sangat kental, maka memperhatikan petani tanpa
memperhatikan masyarakat di sekitarnya adalah kurang seperti yang diharapkan.
d. Berasal Dari Pendekatan Skala Subsistensi ke Skala Komersil
pertanian perlu Pembangunan memperhatikan skala usaha. Petani kecil
perlu diarahkan berusaha tani pada skala usaha yang menguntungkan (Soekartawi,
1989c, 1991c). Membahas pengertian sakala ekonomi, baik skala usaha besar
seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) atau perusahaan swasta berskala besar, maupun skala usaha kecil seperti
kebanyakan usaha tani rakyat di Imdonesia, tentu tidak terlepas dari kaidah
efisiensi. Secara makro , pengertian efisiensi dikaitkan dengan efisiensi teknis,
alokatif, dan ekonomi. Sedangkan secara mikro, efisiensi dapat dibedakan
menjadi efisiensi antar sektor yaitu bagaimana sumber daya pertanian dan non
pertanian dapat dialokasikan sedemikian rupa sehingga optimal dan efisiensi
dalam sektor yaitu bagaimana mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam
sektor pertanian itu sendiri (Johnson, 1998).
e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin
Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karyaselalu dijadikan
alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga
mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai
keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin
yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang
dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau
mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti:
mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana
produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki
efisiensi pemasaran.
f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilaitambah
Tinggi
Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan
diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu
diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan
pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai
nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka
perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang
ada. Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman
produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi
horizontal pada dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara
mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai
g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”
PERHEPI (1989a&b) pernah melontarkan gagasan pendekatan ini.
Selama PJP-I teori “tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu
yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru
ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu diikuti dengan kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah
tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang
lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan
masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan
pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi
tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk
dikembangkan bersama-bersama.
h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat yang
Lebih Besar
Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek
pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka
beban pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang. Jika
diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan
pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian
menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti
peneliti, antara lain Malasis (1975) atau Soekartawi (1990f). Perubahan ini tidak
Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah
jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing
masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus
untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan
pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana.
2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian
Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa
syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda.
Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan
lain-lain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi
serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil
produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping
mengadakan investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan
bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada
petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi
baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang
kegiatan membangun seluruh sektor pertanian.
Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh
syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat-syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan
pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya
iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat
tercipta dengan pelaksanaan Repelita mulai 1969/1970 yang secara tegas member
2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan
pembangunan pertanian, yakni:
a) Program Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sektor Pertanian
Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21
bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus
mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem
tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam
artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting
adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan
dalam berbagai proses pembangunan.
Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang
selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program
kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang
berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka.
Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut
secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka
peningkatan tersebut relatif kecil.Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat
yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di
samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas
juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya
pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan
oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk
memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang
sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan
oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di
atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya
diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula
pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan
keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang
mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus
didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik
yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa
pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan
sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat
masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik,
sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari
suatu model pembangunan pertanian pada abad 21.
2.4. Peranan Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
2.4.1. Kontribusi Ekonomi Sektor Pertanian
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1974), pertanian di negara-negara
sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam
empat bentuk kontribusinya pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
1. Kontribusi Produk
Dalam hipotesisnya, Kuznets melihat bagaimana keterkaitan antara
pangsa output dari sektor pertanian di dalam pertumbuhan relatif dari
produk-produk netto pertanian dan non pertanian. Dalam suatu perekonomian yang
sedang berkembang dimana pendapatan meningkat, pertumbuhan output di sektor
pertanian dapat diharapkan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan output di
sektor non pertanian dikarenakan oleh tiga alasan. Pertama, elastisitas pendapatan
dari permintaan makanan dan produk-produk pertanian lainnya pada umunya
lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari permintaan produk-produk non
pertanian sesuai efek Engel. Kedua, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang pertanian, petani-petani menjadi semakin tergantung pada
input-input yang dibeli dari sektor-sektor ekonomi non pertanian, ini disebut efek
perubahan struktural sumber daya dari pertanian. Ketiga, karena permintaan
terhadap jasa-jasa pemasaran di luar permintaan terhadap produk-produk
pertanian meningkat, pengeluaran pangsa petani untuk makanan pada harga
eceran menurun seiring waktu (disebut efek urbasisasi).
2. Kontribusi Pasar
Negara Indonesia dengan populasi peratanian yang tinggi memiliki
potensi pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor non pertanian,
khususnya industri. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri baik
barang-barang konsumsi maupun barang-barang-barang-barang produsen memperlihatkan suatu aspek
dari kontribusi pasar sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi. Terdapat
kontribusi pasarnya terhadap deversifikasi dan pertumbuhan. Pertama, dampak
dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh
barang-barang buatan dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Dalam suatu sistem
ekonomi tertutup kebutuhan petani akan barang-barang non makanan harus
dipenuhi oleh industri dalam negeri. Jadi secara teoritis (dengan asumsi bahwa
faktor-faktor lain mendukung), efek dari pertumbuhan pasar domestik dari
pertumbuhan pasar domestik terhadap perkembangan dan pertumbuhan industri
domestik lebih terjamin daripada dalam suatu sistem ekonomi terbuka. Sedangkan
dalam sistem ekonomi terbuka, industri dalam negeri menghadapi persaingan dari
barang impor. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi yang tinggi dari petani
tidak menjamin adanya pertumbuhan yang tinggi di sektor-sektor non pertanian
dalam negeri. Kedua, teknologi yang digunakan di sektor pertanian menentukan
tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi sektor tersebut. Permintaan
terhadap barang-barang produksi dari sektor pertanian tradisional lebih kecil
dibandingkan permintaan sektor pertanian modern.
3. Kontribusi Faktor-faktor Produksi
Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke
sektor-sektor non pertanian tanpa harus mengurangi produktivitas di sektor-sektor pertanian
adalah tenaga kerja. Secara teoritis banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian
tidak akan menurun sampai suatu titik dimana laju pertumbuhan tenaga kerja di
4. Kontribusi Devisa
Kontribusi sektor pertanian suatu negara terhadap pendapatan devisa
adalah lewat pertumbuhan ekspor dan pengurangan impor negara tersebut atas
komoditi komoditi pertanian. Kontribusi sektor itu terhadap ekspor juga bersifat
tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor
produk berbasis pertanian, seperti makanan, minuman, tekstil dan
produk-produknya, barang-barang dari ku lit, ban mobil, obat-obatan dan lain-lain.
Namun peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan devisa dapat
berlawanan dengan perannya sebagai kontributor terhadap pasar domestik. Suplai
dari pertanian ke pasar domestik bisa kecil karena sebagian besar dari hasil
produksi sektor tersebut diekspor. Dengan kata lain usaha untuk memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi
pertumbuhan ekspor. Untuk menghindari gejala trde-off ini, maka ada dua hal
yang perlu dilakukan di sektor pertanian, yakni menambah kapasitas produksi di
satu pihak dan meningkatkan daya saing produk-produknya di pihak lain.
2.4.2. Keterkaitan Terhadap Sektor Pertanian
Keterkaitan produksi antara sektor pertanian dengan sektor-sektor lain
dapat dianalisis dengan memakai metodologi input-output (I-O). Keterkaitan
produksi menunjukkan ketergantungan dalam proses produksi antara satu sektor
dengan sektor lain.
Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga
fungsi utama. Pertama, sebagai sumber investasi di sektor-sektor non pertanian.
lain. Kedua, sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lain,
khususnya agroindustri dan sektor perdagangan. Ketiga, melalui peningkatan
permintaan di pasar output dimana output pertanian sebagai sumber diversifikasi
produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan uraian ini dapat
diprediksi apabila sektor pertanian mengalami stagnasi, kerugian yang dihadapi
ekonomi domestik akan sangat besar akibat industri dan sektor lain yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan pertanian juga mengalami stagnasi
karena tiga fungsi dari pertanian tersebut.
2.4.3. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Pengolahan
Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial
dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni:
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin, dan ini
merupakan salah prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya
dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa terus berlangsung. Ketahanan
pangan juga berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan
politik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan pertanian yang baik membuat
tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi merupakan salah satu
sumber permintaan terhadap barang-barang non makanan, terutama
produk-produk industri. Ini merupakan keterkaitan konsumsi atau peningkatan
pendapatan di sektor pertanian membuat permintaan akhir terhadap output di
3. Dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian merupakan salah satu
sumber input bagi industri pengolahan.
4. Masih dari sisi penawaran agregat, pembangunan di pertanian dapat
menghasilkan surplus uang (MS) di sektor tersebut yang bisa menjadi sumber
investasi di sektor lain, terutama industri pengolahan. Ini disebut keterkaitan
investasi, pertumbuhan output pertanian menghasilkan dana investasi bagi
sektor-sektor lain.
Pembahasan teori mengenai keterkaitan ekonomi antar pertanian dan
industri, dan studi-studi kasus di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin
yang membuktikan betapa pentingnya pertanian bagi pertumbuhan produksi di
industri. Studi tersebut menunjukkan bahwaketerkaitan antar kedua sektor
tersebut didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, bukan efek keterkaitan
produksi, dan sangat sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi. Oleh karena itu
pertanian memerankan suatu peranan penting dalam pertumbuhan output di
industri.
2.4.4. Pertanian sebagai Sektor Pemimpin
Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tidak hanya
diukur dari kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional,
kesempatan kerja, dan salah satu sumber pendapatan devisa negara, tetapi
potensinya juga harus dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan
output dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini
output di sektor pertanian semakin besar pula peran peran pertanian sebagai sektor
pemimpin.
Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di
dalam pembangunan ekonomi nasional dapat dilihat dalam pernyataan dari Simatupang dan Syafa’at (2000) sebagai berikut:
Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin (leading sector) perekonomian nasional.
Menurut mereka ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam
mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional.
Kelima syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategis, dalam arti esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
sasaran-sasaran dan tujuan dari pembangunan nasional, seperti pertumbuhan
ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, pembangunan
ekonomi daerah, dan sebagainya.
2. Tangguh, yang berarti unggul dalam persaingan baik dalam negeri maupun di
pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik maupun alam.
Pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki keunggulan kompetitif,
berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) atau kemandirian dan dapat
menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis (sosial, ekonomi,
3. Artikulatif, yang artinya pertanian sebagai sektor andalan harus memiliki
kemampuan besar sebagai dinamisator dan fasilitator bagi pertumbuhan output
di sektor-sektor ekonomi lainnya dalam suatu spektrum yang luas.
4. Progresif, yang berarti pertanian dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa
menimbukan efek-efek negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. Hanya jika
output pertanian tumbuh positif dan berkelanjutan, sektor tersebut dapat
berfungsi sebagai motor pertumbuhan bagi perekonomian nasional.
5. Responsif, yang berarti pertanian sebagai sektor andalan mampu memberi
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan
dan menguji hipotesis penelitian.
3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analisis dengan
pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk
diambil kesimpulan.
3.2.Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kecamatan-kecamatan penghasil komoditi yang
diekspor yaitu Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan
Simpang Empat, Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.
3.3. Batasan Operasional
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka variabel yang akan digunakan adalah, Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB), Prospek Pembangunan, dan Sektor Pertanian.
3.4.Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka dan berkala (time
series) dengan kurun waktu tujuh tahun (2008-2014). Sumber data diperoleh dari
3.5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan
bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan
laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan langsung
berupa data time series dari tahun 2008-2014 dari BPS Provinsi Sumatera Utara.
3.6.Teknik Analisis
Untuk menjawab permasalahan pertama, maka diperlukan alat analisis
sebagai berikut:
3.6.1. Location Quotient
Location Quotient (LQ) merupakan suatu metode untuk menghitung
perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah
(Kabupaten/kota) terhadap nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala
provinsi atau nasional. Dengan kata lain, metode ini dipergunakan untuk
menganalisis dan menghitung potensi ekonomi (sektor-sektor ekonomi) yang
dimiliki suatu daerah yang terdiri atas sektor basis dan sektor non basis. Dengan
menggunakan metode LQ ini maka akan diketahui sektor-sektor apa saja yang
menjadi sektor unggulan penunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
Rumus LQ adalah sebagai berikut :
=
dimana :
LQij : Koefisien Location Quotient
: PDRB sektor i di Kabupaten Karo (Rupiah)
: PDRB Kabupaten Karo (Rupiah)
: PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara (Rupiah)
Y : PDRB Provinsi Sumatera Utara (Rupiah)
Kriteria hasil perhitungan koefisien LQ adalah jika suatu sektor memiliki
koefisien LQ > 1, mengindikasikan adanya kegiatan ekspor di sektor tersebut atau
sektor basis, dan sekaligus mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan
sektor yang berpotensi (sektor unggulan) dalam meningkatkan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Namun bila suatu sektor memilki
koefisien LQ < 1, mengindikasikan tidak ada kegiatan ekspor di sektor tersebut
atau disebut sektor non basis, yang berarti bahwa sektor tersebut tidak/kurang
potensional (unggul) untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut. Dalam perhitungan nilai koefisien LQ ini, penulis
menggunakan data PDRB menurut lapangan usaha Atas Dasar Harga Konstan
3.6.2.Analisis Model Rasio Pertumbuhan
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan kegiatan
membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil
maupun dalam skala yang lebih luas. Terdapat dua rasio pertumbuhan dalam
analisis tersebut, yaitu rasio pertumbuhan wilayah referensi dan rasio
pertumbuhan wilayah studi .
1.
=
2.
=
Dimana:
: Rasio pertumbuhan wilayah Provinsi Sumatera Utara.
: Rasio pertumbuhan wilayah Kabupaten karo.
: Yin(t+1) - Yin(t) adalah perubahan PDRB Provinsi Sumatera Utara di sektor i.
: PDRB Provinsi Sumatera Utara di sektor i awal periode penelitian.
: Yn(t+1) - Yn(t) perubahan PDRB Provinsi Sumatera Utara.
: Yij(t+1) - Yij(t) adalah perubahan PDRB Kab. Karo di sektor i.
: PDRB Kabupaten Karo di sektor i tahun awal periode penelitian.
: Yj(t+1) – Yj(t) perubahan PDRB Kabupaten Karo.
: PDRB Kabupaten Karo pada tahun awal periode penelitian.
3.6.3.Analisis Trend
Analisis trend merupakan analisis data time series untuk mengamati
kecenderungan data dan meramalkan kondisi yang akan datang. Dalam penelitian
ini, analisis trend digunakan untuk melihat prospek setiap sektor ekonomi di
Kabupaten Karo kedepan. data analisis trend ini menggunakan data hasil
perhitungan LQ. Metode LQ ini dipergunakan untuk menganalisis dan
menghitung potensi ekonomi (sektor-sektor ekonomi) yang dimiliki suatu daerah
yang terdiri atas sektor basis dan sektor non basis.
Dalam penelitian ini menggunakan data time series selama tujuh tahun
yaitu mulai tahun 2008 sampai tahun 2014, untuk mengetahui bagaimana prospek
sector ekonomi ke depan dengan peramalan selama lima tahun ke depan. Berikut
persamaan linear untuk peramalan sektor ekonomi yaitu:
Yn = a +
Keterangan :
Y : variabel nilai LQ tahun ke n
X : variabel waktu (tahun).
a : konstanta
b : XY/
3.7. Definisi Operasional Variabel
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah PDRB Kabupaten Karo dan
PDRB Provinsi Sumatera Utara, atas dasar harga konstan dalam satuan rupiah.
2. Pertumbuhan Ekonomi adalah persentase perubahan PDRB Kabupaten Karo
dan persentase perubahan PDRB Provinsi Sumatera Utara dari tahun ke tahun,
atas dasar harga konstan dalam satuan persen.
3. Sektor Potensial adalah sektor yang memiliki keunggulan atau kelebihan,
dilihat dari besar peranan sektor tersebut di Kabupaten Karo terhadap besar
peranan sektor tersebut di Provinsi Sumatera Utara.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Daerah Penelitian
4.1.1.Geografis Daerah
Secara geografis daerah Kabupaten Karo terletak antara 02050’- 03019’ LU dan 97055’- 98038’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi
bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127 km2 atau 212.725 ha. Wilayah
Kabupaten Karo berbatasan dengan:
a. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara,
b. Kabupaten Simalungun dibagian Timur,
c. Kabupaten Dairi dibagian Selatan, dan
d. Propinsi Nanggro Aceh Darusalam dibagian Barat.
4.1.2.Kondisi Iklim dan Topografi
Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo
Gambar 4.1 Curah Hujan Menurut Bulan (MM) Rainfall,According to Month (MM)
2014
Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah +140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan tertinggi ialah + 2.451 m diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/ terjal. Sedangkan besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/ elevasi + 140 m- 1400 m diatas permukaan laut.
4.1.3. Kondisi Demografi
Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba, Mandailing, Jawa, Simalungun dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%). Jumlah penduduk Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo akhir tahun 2008 adalah 161,03 jiwa/km2.
Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama Kristen merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya.
4.1.4. Potensi Wilayah
Wilayah Kabupaten Karo memiliki potensi lahan yang sangat luas dan potensial yang dapat dikembangkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar wilayah ini merupakan areal pertanian, oleh karena itu kegiatan terpenting perekonomian masih mengandalkan sektor pertanian. Disamping itu danau dan sungai tidak kalah pentingnya, ini digunakan sebagai potensi perikanan dan pehubungan sedangkan keindahan alamnya merupakan potensi energik untuk pengembangan industri, perdagangan dan lain-lain.