ANALISIS PENGARUH FAKTOR GEOMETRI TERHADAP
KETIDAK TAJAMAN GAMBAR RADIOGRAFI
SKRIPSI
PARSAORAN PARDEDE 130821002
Diajukan oleh: Kenca Sembiring
110821003
PROGRAM S-1 FISIKA/FISIKA EKSTENSI JURUSAN FISIKA MEDIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH FAKTOR GEOMETRI TERHADAP
KETIDAK TAJAMAN GAMBAR RADIOGRAFI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memnuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
PARSAORAN PARDEDE 130821002
Diajukan oleh: Kenca Sembiring
110821003
PROGRAM S-1 FISIKA/FISIKA EKSTENSI JURUSAN FISIKA MEDIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Analisis Pengaruh Faktor Geometri Terhadap Ketidak Tajaman Gambar Radiografi
Katageri : Skripsi
Nama : Parsaoran Pardede
NIM : 130821002
Prog Studi : Fisika S1(Ektensi) Medis Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui
Medan, 31 Agustus 2015
Disetujui Oleh: Pembimbing I
Drs. Aditis Warman,M.Si NIP. 195705031983031003
Pembimbing II
Tua Raja Simbolon, S.Si,M.Si NIP. 197211152000121001
Disetujuin Oleh :
Ketua Departemen Fisika FMIPA USU
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
ANALISA PENGARUH FAKTOR GEOMETRI TERHADAP KETIDAK TAJAMAN GAMBAR RADIOGRAFI
Disetujui Oleh: Pembimbing I
Drs. Aditis Warman,M.Si NIP. 195705031983031003
Pembimbing II
Tua Raja Simbolon, S.Si,M.Si NIP. 197211152000121001
Disahkan Oleh :
Ketua Departemen Fisika FMIPA USU
PERNYATAAN
ANALISA PENGARUH FAKTOR GEOMETRI TERHADAP KETIDAK TAJAMAN GAMBAR RADIOGRAFI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor Geometri Terhadap Ketidak Tajaman Gambar Radiografi ”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S-1 Fisika pada program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama penyusunan skripsi ini Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak, Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman,MSc.
2. Bapak DR. Marhaposan Situmorang selaku kepala jurusan Fisika Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Aditia Warman M.Si dan Tua Raja S.Si,M.Si selaku pembimbing utama yang selalu membantu saya disetiap kesulitan yang saya hadapi dalam menyempurnakan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen/Staf pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada teman saya Saudara Manuppan Sihombing yang selalu berjuang bersama baik dalam suka maupun duka .
6. Kebersamaan seluruh teman teman seperjuangan di Fisika Ekstensi Angkatan 2013.
7. Seluruh Radiolog, teman teman Radiografer dan Staf Radiologi di RS Bunda Thamrin Medan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya pada Tuhan Yang Maha Esa kita kembalikan segala harapan kita dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Terima kasih.
Medan Agustus 2015 Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor geometri terhadap ketidak tajaman gambar radiografi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana faktor geometri mempengaruhi gambar radiagrafi. Dari hasil analisa didapat besarnya nilai densits dipengaruhi oleh SID dan OID serta level stepwedge yang digunakan dimana densitas tertinggi untuk ekspose 60 kV dengan small focus 1 mm berada pada SID 120 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengannilai 2,24dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,26. Untuk hasil pengukuran yang diperoleh pada ekspose 90 kV dengan large focus 2 mm nilai densitas tertinggi berada pada SID 90 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengan nilai 1,96 dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,29. Terbentuknya penumbra akibat ketidak tajaman geometri (Ug) akan semakin besar bila nilai SID kecil, OID besar, large spot besar dengan nilai Ug terbesar pada tegangan ekspose 90 kV dan large focus 2 mm yaitu 4 x 10-1 untuk OID 60 cm dan SID 90 cm dan terendah 0,18 x 10 -1untuk OID 10 cm dan SID 120 cm. Sedangkan pada large focus 1 mm nilai Ug yang diperoleh 2 x 10-1 untuk OID 60 dan SID 90 cm serta terendah berada pada nilai 0.09 x 10-1 untuk OID 10 cm dan SID 120 cm.
ABSTRACT
Has done research on the effect of geometry on unsharfness radiographic images. This study aims to determine the extent to which factors influence the sharpness of the image geometry. From the results analisys value obtained densits influenced by the value of the SID and OID as well as the level stepwedge used where the highest density of exposure of 60 kV with a small focus of 1 mm is at 120 cm SID, OID 0 cm and stepwedge at the lowest level 1 dengannilai 2,24dan at SID 90 cm, 60 cm and stepwedge OID at level 11 with a value of 0.26. For the measurement results obtained at 90 kV with a large exposure focus 2 mm high density values are at 90 cm SID, OID 0 cm and stepwedge at level 1 with a value of 1.96 and the lowest at 90 cm SID, OID of 60 cm and at the level stepwedge 11 with a value of 0.29. Penumbra formation due to lack tajaman geometry (Ug) will be even greater if the SID value of small, large OID, large great spot with the greatest Ug value at a voltage of 90 kV and a large exposure focus 2 mm that is 4 x 10-1 for the OID of 60 cm and SID 90 cm and the lowest was 0.18 x 10-1 untuk OID 10 cm and 120 cm SID. While the large focus of 1 mm Ug value gained 2 x 10-1 for OID SID 60 and 90 cm, and the lowest is at a value 0,09 x 10-1 for the OID 10 cm and 120 cm SID.
DAFTAR I SI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH i
INTISARI ii
ABSTRACT iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Batasan Masalah 2
1.4.Tujuan Penelitian 3
1.5.Manfaat Penelitian 3
1.6.Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Sinar – x 5
2.2. Kualitas Citra 7
2.2.1 Ketajaman dan Kontras Radiografi 7
2.2.2 Noise Radiografi 8
2.3. CT Scanner 8
2.4 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan 9
2.6. Prinsip Kerja 13
2.7 CT Number 13
2.8 Definisi Kualitas Radiografi 15
2.9 Faktor Film/Reseptor 16
2.10 Makroradiografi 18
2.11 Prinsip Makroradiografi 19
2.12 Ketidaktajaman Geometri (Unsharpness Geometry) 21
BAB III METODE PENELITIAN 23
3.1. Peralatan dan Bahan 23
3.1.1 Alat Penelitian 23
3.1.2 Bahan Penelitian 23
3.2. Metodologi Penelitian 24
3.3. Alur Kerja 25
3.4 Tahapan penelitian 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1. Hasil penelitian 26
4.1.1 Hasil Pengukuran densitas 26
4.1.1.1 Hasil pengukuran densitas dengan large focus 1 mm pada
penyinaran 60 kV, 200 mAs 26 4.1.1.2 Hasil pengukuran densitas dengan large focus 2 mm pada
penyinaran 90 kV, 200 mAs 28
4.1.2 Ketidaktajaman geometri 30
4.2 Pembahasan hasil penelitian 31
4.2.1 Densitas 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38
5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Skema Tabung Pesawat Sinar-X 6
Gambar 2.2 Skema variabel pembentukan bayangan: SOD, SID, OID,
Ukuran focus (F), ukuran objek dan bayangan 19 Gambar 2.3 Geometri pembesaran gambar pada ukuran focal
berbentuk bidang 20
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor geometri terhadap ketidak tajaman gambar radiografi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana faktor geometri mempengaruhi gambar radiagrafi. Dari hasil analisa didapat besarnya nilai densits dipengaruhi oleh SID dan OID serta level stepwedge yang digunakan dimana densitas tertinggi untuk ekspose 60 kV dengan small focus 1 mm berada pada SID 120 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengannilai 2,24dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,26. Untuk hasil pengukuran yang diperoleh pada ekspose 90 kV dengan large focus 2 mm nilai densitas tertinggi berada pada SID 90 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengan nilai 1,96 dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,29. Terbentuknya penumbra akibat ketidak tajaman geometri (Ug) akan semakin besar bila nilai SID kecil, OID besar, large spot besar dengan nilai Ug terbesar pada tegangan ekspose 90 kV dan large focus 2 mm yaitu 4 x 10-1 untuk OID 60 cm dan SID 90 cm dan terendah 0,18 x 10 -1untuk OID 10 cm dan SID 120 cm. Sedangkan pada large focus 1 mm nilai Ug yang diperoleh 2 x 10-1 untuk OID 60 dan SID 90 cm serta terendah berada pada nilai 0.09 x 10-1 untuk OID 10 cm dan SID 120 cm.
ABSTRACT
Has done research on the effect of geometry on unsharfness radiographic images. This study aims to determine the extent to which factors influence the sharpness of the image geometry. From the results analisys value obtained densits influenced by the value of the SID and OID as well as the level stepwedge used where the highest density of exposure of 60 kV with a small focus of 1 mm is at 120 cm SID, OID 0 cm and stepwedge at the lowest level 1 dengannilai 2,24dan at SID 90 cm, 60 cm and stepwedge OID at level 11 with a value of 0.26. For the measurement results obtained at 90 kV with a large exposure focus 2 mm high density values are at 90 cm SID, OID 0 cm and stepwedge at level 1 with a value of 1.96 and the lowest at 90 cm SID, OID of 60 cm and at the level stepwedge 11 with a value of 0.29. Penumbra formation due to lack tajaman geometry (Ug) will be even greater if the SID value of small, large OID, large great spot with the greatest Ug value at a voltage of 90 kV and a large exposure focus 2 mm that is 4 x 10-1 for the OID of 60 cm and SID 90 cm and the lowest was 0.18 x 10-1 untuk OID 10 cm and 120 cm SID. While the large focus of 1 mm Ug value gained 2 x 10-1 for OID SID 60 and 90 cm, and the lowest is at a value 0,09 x 10-1 for the OID 10 cm and 120 cm SID.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak ditemukannya sinar-x oleh WC Rontgen pada tanggal 8 November 1895, ilmu pengetahuan berkembang pesat termasuk di bidang radiodiagnostik dan radioterapi.Salah satu sifat dari sinar-x yang dimanfaatkan dalam dunia kedokteran adalah kemampuannyauntuk menghitamkan film sehingga dapat menghasilkan suatu radiografi yang berkualitas.Dalam bidang radiodiagnostik, kualitas radiografi sangat berpengaruh dalam penentuanketepatan diagnosa suatu penyakit.Kualitas radiografi yaitu kemampuan suatu radiografi dalam memberikan informasiyang optimal dari objek yang diperiksa (Curry,1984). Faktor yang mempengaruhi kualitas radiografi antara lain densitas, kontras, detail dan ketajaman (Meredith, 1977).Hasil gambaran pada film radiografi seharusnya memiliki semua faktor kualitas radiografi diatas termasuk ketajaman.Ketajaman adalah kemampuan memperlihatkan batasyang tegas antara dua daerah yang memiliki densitas yang berbeda. Ketajaman radiografi dikatakan optimum bila batas antara bayangan yang satu dengan yang lain dapat terlihatdengan jelas (Bushong, 2001).Citra radiografi merupakan hal penting dalam menunjang praktek Kedokteran radiografi sehari-hari. Setiap radiologist (dokter spesialis radiologi) pasti menginginkan gambar radiografi atau foto rontgen dengan kualitas yang semaksimal mungkin dalam rangka menegakkan diagnosis, membuat rencana perawatan, dan menilai keberhasilan perawatan yang telah dilakukan terhadap pasiennya.
rendah, pasti akanmenimbulkan kesulitan dalam menentukan tahap perawatan berikutnya terkait kasus yang dialami pasien.
Secara umum, salah satu faktor penentu tingginya kualitas gambar radiografi (citra radiografi) yang dihasilkan adalah kualitas dari perlengkapan pemeriksaan radiografi. Namun seringkali dijumpai adanya pengaburan atau ketidaktajaman pada film yangdapat mempengaruhi kualitas gambar.Pengaburan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitufaktor geometri, faktor intensifying screen atau film, faktor pergerakan, dan faktor parallax.Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk meneliti faktor penyebab pengaburan akibat faktor geometri pada film radiografi sehingga dapat diperoleh kualitas radiografi yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka didapatkan permasalahan, yaitu:
1. Ketidak tajamam pada film radiografi disebabkan oleh faktor geometri. 2. Dari parameter geometri manakah yang paling berpengaruh penyebab
ketidak tajaman film radiografi?
3. Bagaimana cara meminimalkan faktor geometri terhadap ketidak tajaman film radiografi ?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi padaketidak tajaman filmyang diakibatkan oleh faktor ketidaktajaman geometri dengan parameter :
1. Focal spot
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh parameter geometri terhadap ketidak tajaman pada film radiografi yang paling dominan
2. Mengetahui cara meminimalkan ketidak tajaman pada film radiografi yang diakibatkan oleh parameter geometri untuk menghasil gambar yang optimal
1.5 Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat memberi informasi tentang ketidak tajaman pada filmradiograf ditinjau dari faktor parameter geometri, sehingga dapatditentukan langkah-langkah untuk meminimalkan ketidak tajaman tersebut sehingga memberikan diagnosa yang akurat.
1.6. Sistem penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar – X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada energi kinetik elektron.Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi rendah sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada saat menumbuk target anode.
Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan suatu material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai sinar-X bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi, yang besarnya sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal terjadinya perlambatan.
Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama dengan perbedaan energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut merupakan besaran energi yang khas untuk setiap jenis atom.Sehingga sinar-X yang terbentuk disebut sinar-X karakteristik.
oleh arus listrik berfungsi sebagai sumber elektron. Makin besar arus filamen, akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)
Gambar 2.1Skema Tabung Pesawat Sinar-X
Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial katode beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah dibandingkan potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan menumbuk bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung.
Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding.Beda potensial atau tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang terbentuk.Sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan waktu yang sampai ke bidang anode.Namun demikian dalam batas tertentu, tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung.Arus tabung dalam sistem pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere (mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
mempunyai kemungkinan dipancarkan kesegala arah. Namun demikian bagian dalam tabung atau di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas tabung dan juga rumah tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap sebagian besar sinar-X yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah tabung, kecuali yang mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X yang dimanfaatkan adalah berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari tabung.
Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan nama pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan bertingkat-tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat tinggi, misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi.Sinar-X yang dipancarkan dari pesawat pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan dengan yang dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada pesawat pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang dipancarkan juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).
2.2 Kualitas Citra
Kualitas citra dapat digunakan untuk mengindikasikan keakuratan detail yang diperoleh dari sebuah citra atau sebagai informasi dari sebuah citra yang dapat terlihat sebagai kontras dan detail.Kualitas citra sangat penting dalam menentukan keakuratan dari diagnosis objek.Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat diperoleh citra yang cukup baik dan bisa memberikan informasi yang tepat untuk mengenali kelainan yang terdapat pada objek yang diperiksa. Kualitas citra terdiri dari beberapa komponen utama yaitu ketajaman, kontras dan noise radiografi.( Tiago, A. dkk, 2011 ).
2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi
dipengaruhi oleh kontras radiografi yang menunjukkan besar perbedaan kehitaman optik dari struktur yang diinginkan dan daerah disekitarnya.
Faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan penyerapan atau atenuasi jaringan, kualitas radiasi dan radiasi hambur.Kontras radiografi juga dipengaruhi oleh reseptor kontras yang merupakan komponen yang menentukan seberapa banyak intensitas sinar-X yang berhubungan dengan pola kehitaman optik pada suatu citra. Untuk screen-film hal ini dipengaruhi oleh jenis film yang digunakan.( Tiago, A. dkk, 2011 )
2.2.2 Noise radiografi
Noise radiografimerupakan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam kehitaman optik pada screen-film, dan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu mottle dan artefak. Mottle radiografi adalah variasi kerapatan optik yang memberikan paparan sinar-X yang seragam sedangkan artefak adalah variasi kehitaman optik yang tidak diharapkan dalam bentuk kerusakan dalam suatu citra.
2.3 CT Scanner
1998 awal Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice diperkenalkan. Pada tahun 2000 dikembangkan PET/CT system, kemudian di tahun 2001 telah dikembangkan CT Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT Scan 64 slice untuk aplikasi klinik, seperti pemeriksaan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu : Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses, Perubahan vaskuler: malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark, Braincontusion, Brainatrofi, Hydrocephalus, dan Inflamasi.
2.4 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan.
Bebarapa Generasi CT-Scan Sebagai Berikut:
1. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-X model pensil yang diterima oleh satu detektor. Waktu yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat. Scanner ini hanya mampu digunakan untuk pemeriksaan kepala saja (Bontrager, 2010).
2. Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perkembangan besar dan memberikan
pancaran sinar-X model kipas dengan menaikkan jumlah detektor sebanyak lebih dari 30 buah.Dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice (Bontrager, 2010).
3. Scanner Generasi Ketiga
4. Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor atau lebih.Saat pemeriksaan berlangsung, X-ray tube mampu berputar 360 derajat mengelilingi pasien yang diam (Bontrager, 2010).
5. Scanner Generasi Kelima (Electron Beam Technique)
Pada Electron Beam Technique tidak menggunakan tabung sinar-x, tapi menggunakan electron gun yang memproduksi pancaran electron berkekuatan 130 KV. Pancaran electron difokuskan oleh electro-magnetic coil menuju fokal spot pada ring tungsten. Proses penumbukkan electron pada tungsten menghasilkan energy sinar-x. Sinar-x akan keluar melewati kolimator yang membentuknya menjadi pancaran fan beam. Kemudian sinar-x akan mengenai obyek dan hasil atenuasinya akan mengenai solid state detector dan selanjutnya prosesnya sama dengan prinsip kerja CT Scan yang lain. Perbedaannya hanya pada pembangkit sinar-x nya bukan menggunakan tabung sinar-x tetapi menggunakan electron gun.
6. Scanner Generasi Keenam (Spiral / Helical CT)
Akuisisi data dilakukan dengan meja bergerak sementara tabung sinar-x berputar, sehingga gerakan tabung sinar-x membentuk pola spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data.Pola spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ketiga dan keempat.
Pengembangan dari generasi III dan IV X-ray : wide fan beam
Gerakan : stationary-rotate system scanning (spiral CT) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector Rotasi : 360 derajat
Waktu :<10 detik / scan slice
7. Scanner Generasi Ketujuh (Multi Array Detector CT / Multi Slice CT)
Dengan menggunakan multi array detector, maka apabila kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data proyeksi lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal sehingga penggunaan energy sinar-x menjadi lebih efisien.
8. Scanner Generasi Kedelapan (Dual Source CT)
Dual Source CT (DSCT) menggunakan dua buah tabung sinar-x dan terhubung pada dua buah detector.Masing-masing tabung sinar-x menggunakan tegangan yang berbeda.Yang satu menggunakan tegangan tinggi (biasanya sekitar 140 KV) dan tabung yang lainnya menggunakan tegangan rendah (sekitar 80 KV).DSCT berguna untuk menentukan jenis bahan atau zat.
Makin banyak manfatnya Makin kecil bahayanya. Makin luas dimensinya
Dari perkembangan teknologi CT Scan dapat diperoleh indicator perkembangannya sebagai berikut :
Makin compact / ringkas komponennya Makin cepat scanning time nya
Makin halus resolusinya Makin banyak slice nya
2.5 Komponen Dasar CT Scan.
1. Komputer
Komputer menyediakan link diantara radiografer dengan komponen lain dari sistem imejing. Komputer dalam CT Scan mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : sebagai kontrol akuisisi data, rekonstruksi gambar, penyimpanan data gambar, dan menampilkan gambar scanning.
2. Gantry dan meja pemeriksaan (couch)
Gantry adalah perangkat CT yang melingkar sebagai rumah dari tabung sinar-x, Data Acquisition System (DAS), dan detector array.Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan generator bertegangan tinggi di dalam gantry.Struktur pada gantry mengumpulkan pengukuran atenuasi yang diperlukan
untuk dikirim kekomputer untuk rekonstruksi citra.Gantry bisa disudutkan kedepan dan kebelakang hingga 300 untuk menyesuaikan bagian tubuh.Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien, biasanya terhubung otomatis dengan komputer dan gantry.Meja ini terbuat dari kayu atau fiber karbon yang dapat digunakan untuk mendukung pemeriksaan tetapi tidak menimbulkan artefak pada gambar scanning.Kebanyakan dari meja pemeriksaan dapat diprogram untuk bergerak keluar dan masuk gantry, tergantung pada pasien dan protokol pemeriksaan yang digunakan.
3. Tabung sinar-X
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-X sangat mirip dengan tabung sinar-X konvensional tetapi perbedaanya terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.
2.6. Prinsip Kerja
(overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.
CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-in nya). Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.
2.7 CT Number
uniformity CT number. Uniformity CT number dapat diartikan sebagai nilai keseragaman CT number air pada sebuah image noise. Pengukuran noise dilakukan dengan melakukan scanning pada pantom air berdiameter 20 cm, kemudian dilakukan ROI pada daerah tepi dan pusat. Hasil mean CT number yang diharapkan pada tiap ROI uniform/seragam .Menurut American College of Radiology kriteria penerimaan mean CT number water (air) masih terjaga jika nilai tersebut masih dalam standar dengan nilai dibawah 0±5 HU.Di atas rentang tersebut dapat menimbulkan noise dan artefak.
Tabel Tabel 2.1 (Bontrager, 2010).
Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor.
Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan Tulang
Mutu gambar secara radiografi (radiographic quality) biasa diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan suatu gambar radiografi memperlihatkan struktur anatomi dari organ tubuh yang diperiksa.
Suatu Radiograf yang benar-benar dapat mereproduksi kembali gambaran struktur anatomi dan jaringan-jaringan adalah dikatakan sebagai radiograf berkualitas
tinggi atau ”high-quality radiograph” demikian pula sebaliknya atau biasa disebut
dengan ”poor-quality radiograph.Kualitas gambar radiografi kedokteran sangat komplek dan konsep dasarnya akan selalu menjadi bahan diskusi yang menarik. Konsep ini mencakup tipe-tipe yang bermakna pada target maupun temuan yang menjelaskan terjadinya latar belakang anatomi mengapa itu bisa terjadi. Parameter fisik dalam sistim radiografi yang dinilai dalam kualitas radiografi meliputi densitas, kontras dan visibilitas/detail berperan dalam membedakan gambaran akhir radiografi dan tidak hanya berpengaruh pada kondisi kelainan yang ditemukan tetapi juga pada gambaran anatomi normal.( Aichinger, H et al)
2.9 Faktor Film/Reseptor.
Karakterisrik factor film/reseptor ini berkaitan erat dengan system dosis, energi, noise, DQE (detective quantum efficiency) dan digitization (Bit depth, Matrix).Tingkat paparan pada reseptor ditentukan oleh optical density yang dibutuhkan untuk diagnosis. Saat ini ada dua jenis reseptor yang digunakan dalam pencitraan x-ray yaitu sistim film-screen dan digital detektor, kedua jenis reseptor tersebut mempunyai perbedaan karakteristik secara fisik diantaranya pada sistim film-screen paparan optimal berdasarkan optical density film yang digunakan dan
ditetapkan sebagai speed class sistim film screen dalam ISO 9236-1 sebagai dasar paparan radiasi yang diperlukan untuk mencapai optical density 1.0 pada film. Speed merupakan sensitifitas film yang ditetapkan sebagai : S=K0/Ks, dimana K0
sama dengan 10-3Gy dan Ks adalah kerma udara pada kombinasi di samping film screen pada phantom spesifik untuk menghasilkan optical density 1.0 diatas basis dan pelapis film. Untuk Speed Class atau sensitifitas class (SC) mempunyai nilai range seperti 6, 12, 25, 50, 100, 200, 400, 800, 1600), pada radiografi umum menggunakan 200-800 sedangkan pada mammografi menggunakan SC 12 dan 25. Noise (granularity, quantum noise) dan resolusi yang dihasilkan tergantung speed
Pada film konvensional menggunakan dasar kimia fotosensitif menggunakan perak bromide yang peka terhadap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang kurang dari 510 nm, tingkat sensitivitas tergantung pada panjang gelombang radiasi elektromagnetik, yang terbesar di sekitar 440-450 nm. Ketika film terekspose radiasi elektromagnetik atau sinar-x akan terbentuk bayangan laten dan jika dilakukan proses pembentukan gambar maka akan timbul area hitam, kehitamannya ini dapat diukur menggunakan densitometer sedangkan sensitometri adalah studi kuantitatif hubungan antara paparan dan respon film dengan informasi yang diperoleh biasanya ditampilkan dalam bentuk kurva karakteristik. Sebelum membahas kurva karakteristik secara rinci harus mempertimbangkan visibilitas informasi gambar.Visibilitas informasi gambar mencakup perbedaan kecerahan gambar (brightness) atau perbedaan kepadatan (density).Jika perbedaan kepadatan gambar dari berbagai ekspose kurang dari sekitar 5% maka sulit untuk membedakannya.Perbedaan kepadatan dijelaskan dalam hal kontras, dan untuk mengambil informasi gambar visual harus ada perbedaan kontras pada berbagai bagian gambar. Kepadatan hasil dari berbagai eksposur (intensitas radiasi) yang diterima oleh film dari sinar X-ray yang memiliki pola karakteristik intensitas radiasi , jika diformulasikan maka:
D = log Io/It………..(2.1)
Dengan Io = cahaya yang masuk
It = cahaya yang keluar
Area dengan kepadatan/densitas tinggi (ekspose tinggi) akan lebih hitam dibandingkan densitas rendah (ekspose rendah). Sebagai contoh Dbone = log 1500/480 = 0,5 dan Dsoft = log 1500/2 = 2,9.4
glandula mammae dan lain-lain. Pada pengaruh film, pemilihan jenis film pada kasus-kasus tertentu bisa menguatkan kontras seperti pada gambar yang difokuskan pada jaringan lunak. Untuk jenis film biasanya tanpa dan dengan intensifying screen.(Jenkins D,J)
Faktor film lain yang berpengaruh pada produk radiografi adalah Latitude, Latitude bermakna pengembangan luas untuk menentukan karakteristik film (film latitude) dan karakteristik yang berhubungan dengan ekspose (latitude ekspose). Pada radiodiagnostik latitude merupakan range eksposure yang menghasilkan densitas pada kisaran 0,5 – 2,5, sehingga pada film dengan latitude lebar akan menghasilkan tampilan gray scale yang panjang sedangkan latitude film yang sempit akan menimbulkan gray scale yang pendek.
2.10 Makroradiografi
Makroradiografi berasal dari kata macro dan radiography. Menurut Curry (1984), makro berarti bentuk kombinasi yang besar atau ukuran panjang yang abnormal. Sedangkan radiografi berarti membuat film rekaman (radiograf) jaringan-jaringan tubuh bagian dalam dengan melewatkan sinar-X atau sinar gamma melewati tubuh agar mencetak gambar pada film yang sensitif.Radiografi makro sering juga disebut dengan magnifikasi radiografi, yang berasal dari kata magnification dan radiography.Magnification adalah proses membuat sesuatu sehingga nampak lebih besar serta dengan menggunakan perbandingan atau rasio antara ukuran bayangan yang nampak dengan ukuran objek yang sebenarnya. (Curry, 1984)
Pengertian radiografi makro adalah suatu metode pembesaran secara langsung dari pencitraan dengan meletakkan subjek diantara tabung sinar-X dan film sejauh jarak tertentu yang kemudian menghasilkan pembesaran bayangan (magnifikasi).
2.11 Prinsip Makroradiografi
teknik pemeriksaan dengan hasil pembesaran bayangan yang dikehendaki sedangkan magnifikasi dalam teknik radiografi adalah sesuatu yang harus dihindari. Semakin besar nilai OID maka ketidaktajaman gambaran (unsharpness geometry) meningkat, untuk mengantisipasi adanya unsharpnessgeometry yang disebabkan oleh magnifikasi dalam teknik makroradiografi, maka digunakan ukuran fokus yang kecil, pada pemeriksaan mammografi menggunakan ukuran fokus yang kecil ukuran 0,1 mm.
Untuk mendapatkan radiografi makro, maka cara yang dilakukan adalah merubah jarak sumber radiasi ke objek (source to object distance /SOD) dengan jarak sumber sinar ke bayangan (source to image distance/ SID) yang tetap atau merubah jarak sumber sinar ke bayangan (SID) dengan jarak sumber radiasi ke objek (SOD) yang tetap dengan konsekuensi teknik ini terdapat koreksi pemilihan faktor eksposi.
Gambar 2.2Skema variabel pembentukan bayangan: SOD, SID, OID, Ukuran focus (F), ukuran objek dan bayangan
(Sumber: Fundamental Physic of Radiology, Merideth, 1977)
�=
……….(2.2)
Dengan:
m = magnifikasi
SID = source image distance OID = object image distance
Rumus magnifikasi di atas berlaku jika sumber sinar-X berbentuk ukuran focal spots yaitu suatu titik poin (poin source focal spots), magnifikasi gambar dikenal dengan istilah pembesaran geometri (geometry magnification).Faktanya suatu sumber sinar-X pada pesawat rontgen adalah suatu bidang. Berikut skema geometri pembesaran bayangan pada fokus berbentuk bidang :
Gambar 2.3 Geometri pembesaran gambar pada ukuran focal berbentuk bidang (Sumber: Cresten’s Fhysics of Diagnostic radiology, 1984)
Ukuran pembesaran bayangan yang terjadi pada sumber sinar yang berbentuk bidang dirumuskan sebagai berikut:
� � ………..(2.3)
Dengan M = ukuran pembesaran bayangan sesungguhnya, m = magnifikasi geometri,
Dari rumus (2.3) didapatkan nilai magnifikasi atau pembesaran yang sesungguhnya (true magnification) yang ukurannya lebih besar dari pembesaran geometri. Pada gambar 2.3 penambahan ukuran bayangan Pembesaran yang terjadi nilainya selain tergantung faktor magnifikasi geometri juga sebanding dengan ukuran fokal spot dan berbanding terbalik dengan ukuran objek.
2.12 Ketidaktajaman Geometri (Unsharpness Geometry)
Hasil radiografi pembesaran gambar citra anatomi yang dihasilkan terproyeksi lebih besar dari struktur aslinya sehingga diharapkan detail anatomi yang diperiksa akan terlihat dengan jelas, dalam arti detail kecil menjadi lebih jelas. Adanya jarak antara objek dengan film juga teknik radiografi makro menghasilkan kontras gambar yang lebih baik, sebab secara tidak langsung teknik ini mempresentasikan teknik celah udara (air gap technique).Kelemahan teknik radiografi ini adalah menurunkan ketajaman gambar disebabkan timbulnya ketidaktajaman gambar yang disebabkan olehfaktor geometri. Faktor geometri pembentukan bayangan meliputi ukuran focal spots ( F), SID, OID dan SOD.
Gambar 2.4.Skema pembentukan ketidaktajaman geometry
dikelilingi bayangan RP’ dan Q’S yang dibentuk oleh beberapa titik dari focal
spots yang disebut daerah penumbra (setengah bayangan) dengan densitas lebih rendah dan lebih kabur. Besarnya ketidaktajaman geometri pada prinsipnya adalah menghitung lebar daerah penumbra (RP’ atau Q’S). Dari gambar 2.4 dengan rujukan gambar 2.3 maka ukuran penumbra (RP’ atau Q’S) yang disebut ketidaktajaman geometri (Ug) dirumuskan :
Ug = F
……….(2.4)
Dengan : Ug = ketidak tajaman geometri F = focal spot
SID = source image distance OID = object image distance
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilakukan di Rumah Sakit Bunda Thamrin dengan menggunakan alat X Ray Konvensional dengan kapasitas 500 mA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat penelitian
Penelitian ini menggunakan alat merk General eletrik Hualum Medical system buatan China dengan spesifikasi :
- Model : 5189248
- maximum KV : 150 kVp
- eq. Filtration : 1,5 mmAl @100kVp
- input rating : 24 V DC 6A
- Serial Number : 98227HL2
3.1.2. Bahan penelitian
- Stepwedge
Gambar 3.1 Stepwedge
- kaset Computer radiography
ukuran ; 14 x 17 inci
- Computer radiography (CR)
- spons
3.2. Metodologi penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional,positivistik, eksperimental atau empiricist. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte,
Mill,Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” penelitian kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas.
Penelitian kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus”
dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik
yang berarti.Hal penting untuk dicatat di sini adalah, peneliti “terpisah” dari
3.3 Diagram Alir Penelitian
3.4 Tahapan penelitian
Tahapan penelitian untuk mengetahui nilai kontras yang dihasilkan pada pemeriksaan
dengan nilai eksposi dasar:
1. Persiapan alat dan bahan
2. Pembuatan radiograf dengan objek stepwedge
3. Pengaturan eksposi dengan nilai eksposi 60 kV/100 mAs, 90 kV/200 mAs
4. Mengatur fokus film distance (FFD) dengan variasi 90 cm, 100 cm, 110 cm
dan 120 cm
5. Pengukuran densitas yang dihasilkan dengan menggunakan densitometer. Mulai
Persiapan Alat dan Bahan Mengatur Focal Spot, OID dan SID
Pengamatan
Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Pengukuran Densitas
4.1.1.1 Hasil pengukuran densitas dengan small focus 1 mm pada penyinaran 60 kV, 100 mAs
Untuk SID 90 cm
Tabel 4.1 Nilai densitas dengan level stepwedge pada SID 90 cm
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Tabel 4.2 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 100 cm
Untuk SID 110 cm
Tabel 4.3 Nilai ukuran densitas dengan stepwedge pada SID 110 cm
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Tabel 4.4 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 120 cm
4.1.1.2 Hasil pengukuran densitas dengan large focus 2 mm pada penyinaran 90 kV, 200 mAs
Untuk SID 90 cm
Tabel 4.5 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 90 cm
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Tabel 4.6 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 100 cm
Untuk SID 110 cm
Tabel 4.7 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 110 cm
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Tabel 4.8 Nilai densitas dengan stepwedge pada SID 120 cm
4.1.2 Ketidak tajaman geometri
Dengan menggunakan persamaan 2.4 maka diperoleh ketidak tajaman geometri sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil perhitungan ketidak tajaman (Ug) dengan small focus 1 mm dengan penyinaran 60 kV, 100 mAs.
OID
Ketidak tajaman geometri (Ug) SID
90 cm 100 cm 110 cm 120 cm
10 0,125 0,11 0,1 0,09
20 0,286 0,25 0,22 0,2
30 0,5 0,42 0,37 0,33
40 0,8 0,67 0,57 0,5
50 1,25 1 0,83 0,71
60 2 1,5 1,2 1
Tabel 4.10 Hasil perhitungan ketidak tajaman (Ug) dengan large focus 2 mm dengan penyinaran 90 kV, 200 mAs.
OID
Ketidak tajaman geometri (Ug) SID
90 cm 100 cm 110 cm 120 cm
10 0,25 0,22 0,2 0,18
20 0,57 0,5 0,44 0,4
30 1 0,86 0,74 0,66
40 1,6 1,33 1,14 1
50 2,5 2 1,66 1,42
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.1 Densitas
Perbedaan transmisi pada tepi objek bulat menimbulkan pola densitas yang serupa tetapi berbeda dengan ketidaktajaman sebenarnya.
Untuk SID 90 cm
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara densitas dengan stepwedge pada SID 90 cm
Untuk SID 100 cm
Gambar 4.2 Grafik hubungan densitas dengan stepwedge pada SID 100 cm 0
Grafik Densitas - vs - Stepwegde
0 cm
Grafik Densitas - vs - Stepwegde
Untuk SID 110 cm
Gambar 4.3 Grafik hubungan densitas dengan stepwedge pada SID 110 cm
Untuk SID 120 cm
Gambar 4.4 Grafik hubungan densitas dengan stepwedge pada SID 120 cm 0
Grafik Densitas - vs - Stepwegde
Dari gambar 4.1 sampai 4.4 merupakan hasil pengukuran densitas pada tegangan ekspose 60 kV, 100 mAs dengan large focus 1 mm untuk nilai SID 90 cm, 100 cm, 110 cm dan 120 cm dengan variasi OID 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm serta level stepwedge dari 1 sampai dengan 11. Dari hasil pengukuran densitas menunjukan bahwa grafik densitas yang tertinggi berada pada OFD 0 cm dengan level stepwedge 1 untuk masing – masing SID.
Dari hasil ini memperlihatkan bahwa setiap penambahan nilai OID dan tingkat stepwedge pada pengukuran mengurangi nilai densitas gambar yang dihasilkan. Hasil densitas tertinggi untuk ekspose 60 kV dengan large focus 1 mm berada pada SID 120 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengan nilai 2,24 dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,26. Begitu juga pada tegangan ekspose 90 kV, 200 mAs dengan large focus 2 mm untuk nilai SID 90 cm, 100 cm, 110 cm dan 120 cm dengan variasi OID 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm serta level stepwedge dari 1 sampai dengan 11 seperti pada gambar 4.5 sampai dengan 4.8
Untuk SID 90 cm
Untuk SID 100 cm
Gambar 4.6 Grafik hubungan densitas dengan stepwedge pada SID 100 cm
Untuk SID 110 cm
Untuk SID 120 cm
Gambar 4.8 Grafik hubungan densitas dengan stepwedge pada SID 120 cm
Dari hasil pengukuran densitas menunjukan bahwa grafik densitas yang tertinggi berada pada OID 0 cm dengan tingkat stepwedge 1 untuk masing – masing SID. Dari hasil ini memperlihatkan bahwa setiap penambahan nilai OID dan tingkat stepwedge pada pengukuran mengurangi nilai densitas gambar yang dihasilkan. Untuk hasil pengukuran yang diperoleh pada ekspose 90 kV dengan large focus 2 mm nilai densitas tertinggi berada pada SID 90 cm, OID 0 cm dan stepwedge pengukuran densitas masih dalam katagori sangat baik dan dapat diamati secara langsung dimana nilai pengamatan densitas secara langsung berada pada kisaran 0,25 sampai dengan 2,5. (Sartinah, 2008). Sedangkan secara teori yang memenuhi kualifikasi dalam bidang radiografi densitas tertinggi bernilai 4 dan densitas terendah bernilai 0,2. Secara umum dari penelitian ini dapat dilihat bahwa peubah utama nilai densitas sangat dipengaruhi oleh OID dan Stepwedge dan dari
beberapa hasil penelitian disimpulkan bahwa semakin tebal stepwedge yang digunakan semakin kecil densitas yang dihasilkan (Sartinah, 2008).
4.2.2 Ketidak tajaman geometri
Ketajaman adalah kemampuan memperlihatkan batas yang tegas antara dua daerah yang memiliki densitas yang berbeda. Pola ini timbul karena radiasi melalui bermacam-macam tebal bahan dengan atenuasi yang harus berkurang bila mendekati tepi. Sebetulnya walaupun kelihatan seperti ketidaktajaman ini bukan ketidaktajaman tetapi kontras yang berbeda. Dari gambar 4.9 Grafik hubungan antara Ug terhadap OID pada large focus 1mm, untuk ketidak tajaman geometri menunjukkan bahwa nilai Ug terbesar pada tegangan ekspose 60 kV dan large focus 1 mm berada pada nilai 2 x 10-1 untuk OID 60 dan SID 90 serta terendah berada pada nilai 0.09 x 10-1 untuk OID 10 cm dan SID 120 cm.Untuk gambar 4.10
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara Ug terhadap OID pada large focus 2 mm
Ketidak tajaman geometri nilai Ug terbesar pada tegangan ekspose 90 kV dan large focus 2 mm yaitu 4 x 10-1 untuk OID 60 dan SID 90 dan terendah 0,18 x 10
-1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Besarnya nilai densitas dipengaruhi oleh SID dan OID serta level stepwedge yang digunakan dimana densitas tertinggi untuk ekspose 60 kV dengan large focus 1 mm berada pada SID 120 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengan nilai 2,24 dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,26. Untuk hasil pengukuran yang diperoleh pada ekspose 90 kV dengan large focus 2 mm nilai densitas tertinggi berada pada SID 90 cm, OID 0 cm dan stepwedge pada level 1 dengan nilai 1,96 dan terendah pada SID 90 cm, OID 60 cm dan stepwedge pada level 11 dengan nilai 0,29.
2. Bahwa terbentuknya penumbra akibat ketidak tajaman geometri (Ug) akan semakin besar bila nilai SID kecil, OID besar, large spot besar dengan nilai Ug terbesar pada tegangan ekspose 90 kV dan large focus 2 mm yaitu 4 x 10-1 untuk OID 60 cm dan SID 90 cm dan terendah 0,18 x 10 -1untuk OID 10 cm dan SID 120 cm. Sedangkan pada small focus 1 mm nilai Ug yang diperoleh 2 x 10-1 untuk OID 60 dan SID 90 cm serta terendah berada pada nilai 0.09 x 10-1 untuk OID 10 cm dan SID 120 cm.
3. Bahwa nilai ketidak tajaman geometri berbanding terbalik dengan nilai densitas, dan terbentuknya bayangan penumbra pada film karena kecilnya nilai densitas yang terukur pada film.
5.2 Saran
1. Untuk mengurangi penyebab pengaburan daerah tepian film ini dapat menggunakan variasi pergerakan dan speed screen medium
DAFTAR PUSTAKA
Aniati Murni A dan Suryana Setiawan.(1992). Pengantar Pengolahan Citra Digital.PT Elex Media Komputindo
Ballinger, Philip, W., & Eugene D, Frank. (2003). Merrill’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic Procedure.Vol:1, Mosby Elsevier
Bushberg, J.T, et al. Geometry of Project Radiography. The Essential Physics of Medical Imaging 3ed. 2011.
European Commission.(1996). European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images.Brussels, Luxembourg : Office for
Publication of The European Communities
Fuji Computed Radiography FCR. (2011). General Description ofImage Processing. Japan
Gunn, Chris. (2002). Radiographic Imaging A Practical Approach,Third Edition. London: Churchill livingstone
Jenkins, D J, Radiographic Photography and Imaging Processes, 1980.
Kane S.A. (2005). Introduction To Physics In Modern Medicine. Taylor and Francis, New York, USA
Pearce, C. Evelyn (2002). AnatomidanFisiologiUntukParamedis, Jakarta : PT. Gramedia
Rando Phantom Datasheet.www.phantomlab.com (di akses 5 Maret 2013)
Seibert, J.A. etc. American Association of Physicists in Medicine Report No. 93. (2006). Acceptance Testing and Quality Control of Photostimulable Storage Phosphor Imaging Systems. One Physics Ellipse College Park
Tiago, A, Ferreira., Wayne, Rasband. (2011). The ImageJ User Guide - Version 1.44. Centre for Research in Neuroscience McGill University, Montreal, QC,
Canada.
LAMPIRAN
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 60 kV, 100 mAs dan FFD 90 cm small focus 1 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Stedwegde 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 60 kV, 100 mAs dan FFD 100 cm small focus 1 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 60 kV, 100 mAs dan FFD 110 cm small focus 1 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Stedwegde 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 60 kV, 100 mAs dan FFD 120 cm small focus 1 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 90 kV, 200 mAs dan FFD 90 cm large focus 2 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Stedwegde 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 90 kV, 200 mAs dan FFD 100 cm large focus 2 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 90 kV, 200 mAs dan FFD 110 cm large focus 2 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)
Stedwegde 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm
Hasil pengukuran densitas menggunakan Densitometer dengan parameter kondisi penyinaran 90 kV, 200 mAs dan FFD 120 cm large focus 2 mm
Tingkat OFD (Objek Film Distance)