1
I.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem.
Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil
inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan
Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan
7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia.
Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di
daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh
oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada
aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa
permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan
mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat
permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni
pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula
terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi
jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.
Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove,
manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk
pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat.
Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati.
Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk
2
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.
2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa
naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari
jenis B. gymnorrhiza.
1.3Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No.
60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan
yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang
surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan
pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe
ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah
peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan
jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan
fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa
fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.
Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat
penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di
dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang
saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk
lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana
1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu
menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut,
sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan,
sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).
2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi
Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari
Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah
(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT);
4
tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang,
tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).
Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoracea
Genus : Bruguiera
Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.
2.2.2 Deskripsi Botani
Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel,
permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna
berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal
pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.
Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada
bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki
bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga
elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.
Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah
soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Jika daun
mahkota tua, ukuran panjangnya adalah 13–16 mm. Kelopak bunga sejumlah 10–
5
Buah dari jenis B. gymnorrhiza melingkar spiral dan bundar melintang. Panjang buah 2–2.5 cm. Hipokotilnya tumpul dan berwarna hijau tua keunguan.
Ukuran panjang hipokotil adalah 12–30 cm dan diameter 1.5–2 cm.
2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami
B. gymnorrhiza merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang
tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta
tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal
dengan salinitas rendah dan kering serta tanah yang memiliki aerasi yang baik.
Jenis ini toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar
matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove,
sepanjang tambak serta surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika
terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substratnya terdiri dari lumpur, pasir, dan
kadang-kadang tanah gambut hitam. Jenis ini terkadang juga ditemukan di pinggir
sungai yang kurang terpengaruh air laut. Hal tersebut mungkin disebabkan karena
terbawanya buah B. gymnorrhiza oleh arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya sering kali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga relatif besar,
memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, menggantung, dan mengundang
burung untuk melakukan penyerbukan.
Wilayah penyebaran jenis ini, yakni dari Afrika Timur dan Madagaskar
hingga Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan
Australia Tropis. Kelimpahannya umum dan tersebar luas (Noor et al. 2006).
2.2.4 Pemanfaatan
Manfaat dari tancang, bagian dalam hipokotilnya dapat dijadikan bahan
makanan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna
merah juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang (Noor et al. 2006). Selain itu, menurut Supriatna dan Safari (2009), tanaman ini kayunya dapat
digunakan sebagai bahan kontruksi, tiang telepon, bantalan kereta api, furniture,
lantai, arang, dan kayu bakar. Adapun bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai
6
2.3 Biomassa
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas
tanah pada pohon termasuk daun, ranting, batang utama, dan kulit yang
dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1997).
Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas
permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang
dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi
organik (Kusmana 1993).
Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya
biomassa tanaman. Menurut Chapman (1976), secara garis besar metode
pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Metode Pemanenan
a. Metode pemanenan individu tanaman
b. Metode pemanenan kuadrat
c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar
rata-rata.
2. Metode Pendugaan Tidak Langsung
a. Metode persamaan allometrik
7
III.
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari Juni hingga
September 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Mangrove Jalan Tol
Sedyatmo KM 22–23, Jakarta Utara.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bambu (15 buluh bambu
dengan panjang masing-masing 5 m), lumpur dalam polybag (ukuran polybag 30 x 30 cm), dan semai B. gymnorrhiza. Jenis tancang tersebut adalah tancang
berumur 6 bulan (terhitung Juni 2011) yang berasal dari Elang Laut yang berjarak
± 500 m dari lokasi penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu buku
catatan, mistar, meteran jahit, kaliper, cuter, spidol permanen, termometer dry wet, refraktometer, lux meter, kamera digital, oven, dan timbangan dengan
ketelitian 10-3.
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Persiapan Percobaan
Persiapan percobaan terdiri dari beberapa tahap kegiatan, diantaranya yaitu :
A. Pembuatan Sandaran Semai
Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah perlakuan
penggenangan yang dikelompokkan pada kondisi naungan dan tanpa
naungan. Dalam perlakuan tersebut dibutuhkan suatu sandaran bertingkat
sebagai tempat peletakkan semai di lokasi pengamatan.
Langkah-langkah persiapan dalam pembuatan sandaran semai tersebut
meliputi:
a. Lokasi peletakan sandaran ditentukan, yaitu di area terbuka (tanpa
naungan) dengan intensitas cahaya matahari 368.67 FC (blok 1) dan
8
sebesar 66.27 FC atau 18% dari intensitas total blok tanpa naungan
(blok 2). Sandaran diletakkan diantara guludan yang dapat dilihat
pada Gambar 1 dan Lampiran 1.
Gambar 1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah naungan (B)
b. Kedalaman air diukur di lokasi peletakan sandaran yang telah dipilih.
c. Perkiraan panjang dan lebar maksimal sandaran diukur sehingga
mampu menopang 21 semai tiap bloknya (7 bibit x 3 perlakuan per
blok).
d. Pembuatan sandaran, yakni dengan bambu yang diangkut ke lokasi
peletakan sandaran, kemudian bambu-bambu yang telah dipotong
sesuai perkiraan ukuran disatukan dengan paku dan tali rafia sehingga
berbentuk seperti rak. Sandaran tersebut dapat diatur ketinggiannya
A
9
secara manual sesuai perlakuan tingkat penggenangan yang telah
ditentukan dan kondisi ketinggian permukaan air di lokasi
pengamatan.
B. Pemilihan dan Pengangkutan Semai
Pada mulanya, semai B. gymnorrhiza yang digunakan sebagai bahan penelitian berada di daerah Elang Laut (±500 m dari Kawasan
Mangrove Jalan Tol Sedyatmo). Di Elang Laut dilakukan seleksi semai B.
gymnorrhiza sebanyak 42 semai. Semai yang dipilih adalah semai yang
memiliki kenampakan fenotipe yang sehat dan memiliki tinggi rata-rata
yang sama. Semai yang telah dipilih kemudian diangkut ke lokasi
penelitian (Kawasan Mangrove) dengan menggunakan mobil pick up.
C. Persiapan Semai
Tahapan kegiatan yang dilaksanakan saat persiapan semai, yaitu :
1. Persiapan media tanam.
Media tanam yang digunakan adalah lumpur. Sumber lumpur
tersebut adalah lumpur di sekitar guludan di Kawasan Mangrove
Jalan Tol Sedyatmo. Lumpur kemudian dimasukkan ke dalam
polybag berukuran 30 x 30 cm.
2. Semai B. gymnorrhiza dipindahkan ke media tanam dalam polybag.
3. Semai diangkut dan diletakkan pada sandaran yang telah tersedia.
4. Semai diikat ke sandaran dengan tali rafia agar semai tidak hanyut
terbawa arus.
3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dan pengukuran pada B. gymnorrhiza dilakukan untuk mengkaji ada tidaknya perubahan pada kondisi semai akibat pengaruh dari
perlakuan perbedaan tingkat penggenangan dan naungan. Kegiatan ini dilakukan
10
Adapun variabel yang diamati dan diukur pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan tinggi semai
Tinggi batang B. gymnorrhiza diukur mulai dari batas antara propagul dan batang hingga ujung buku paling atas. Pengukuran ini dilakukan dengan
alat bantu mistar seperti yang terlihat pada Lampiran 3.
2. Pertumbuhan diameter batang
Diameter B. gymnorrhiza diukur pada batas antara propagul dan batang dengan menggunakan kaliper (Lampiran 3). Agar pengukuran diameter ini
konsisten, maka diberi tanda berupa goresan spidol permanen pada bagian
tempat pengukuran diameter batang.
3. Panjang buku
Panjang buku adalah panjang antar batas buku yang diukur dengan
mistar atau meteran jahit. Variabel panjang buku ini hanya diukur pada semai
pertama dan kedua dari masing-masing taraf perlakuan.
4. Jumlah buku
Jumlah buku pada masing-masing semai diamati, dihitung, dan dicatat
pada tally sheet. 5. Jumlah daun
Pada keseluruhan semai, dilakukan penghitungan jumlah daun. Selain
itu, diamati pula kondisi daunnya, seperti warna daun, ada atau tidaknya
serangan hama atau penyakit seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4.
6. Jumlah cabang
Jumlah cabang pada masing-masing semai dihitung dan dicatat.
Percabangan terletak pada salah satu buku batang dan biasanya berada di
bagian pucuk bibit.
7. Biomassa
Pengukuran biomassa dilakukan di akhir penelitian atau pada minggu
ke-13. Pelaksanaannya adalah dengan cara memanen tiga sampel semai yang
dianggap mewakili dari setiap perlakuan untuk kemudian dihitung
biomassanya. Jenis sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki nilai
diameter tertinggi, rata-rata, dan terendah untuk setiap tingkat penggenangan.
11
dari 7 semai B. gymnorrhiza di setiap penggenangan untuk masing-masing blok naungan dan blok terbuka). Kemudian setiap sampel yang telah diambil
dipisahkan ke dalam beberapa komponen, yakni daun, batang, cabang, dan
akar. Sampel biomassa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tahap selanjutnya ialah analisis laboratorium. Pada tahap ini,
diperoleh pula hasil mengenai beberapa variabel lainnya, yaitu:
a. Berat basah akar dan pucuk
Berat basah diperoleh dengan menimbang bagian akar semai
setelah dipanen, sedangkan berat basah pucuk terdiri dari batang, cabang,
dan daun yang ditimbang setelah selesai dipanen.
b. Berat basah total
Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah
akar dengan berat basah pucuk.
c. Berat kering akar dan pucuk
Berat kering diukur setelah komponen atau bagian tanaman
dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam hingga
mencapai berat konstan. Masing-masing bagian tanaman selanjutnya
ditimbang dengan bantuan timbangan dengan ketelitian 10-3.
d. Berat kering total
Berat kering total merupakan penjumlahan berat kering pucuk dan
berat kering akar. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut :
e. Nisbah pucuk akar
Nisbah pucuk akar didapatkan dengan membagi nilai berat kering
pucuk dengan berat kering akar atau dengan rumusan sebagai berikut :
f. Prosentase tumbuh tanaman
Jumlah semai yang hidup dan mati di kedua blok percobaan
dihitung setiap minggu pengamatan dan kemudian direkapitulasi. Nisbah pucuk akar (NPA) = berat kering pucuk (BKP)
berat kering akar (BKA)
12
8. Kondisi lingkungan
Beberapa kondisi umum lingkungan diperoleh melalui penelusuran data
sekunder dan pengukuran langsung di lapang. Pengamatan suhu dan kelembaban
udara dilakukan dengan menggunakan alat bantu termometer wet dry. Pengukuran intensitas cahaya matahari dengan menggunakan alat lux meter dan alat
refraktometer untuk pengukuran salinitas air.
3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) atau Randomize Complete Block
Design. Model rancangan ini digunakan dengan pertimbangan adanya kondisi
heterogen pada unit percobaan yang berasal dari satu sumber keragaman. Selain
itu, antara perlakuan dan blok tidak boleh terjadi interaksi. Perlakuan pada
percobaan ini adalah perlakuan tingkat penggenangan. Perlakuan tingkat
penggenangan tersebut dibedakan menjadi tiga taraf, yaitu:
a. A0 = penggenangan sampai batas leher akar (kontrol)
b. A1 = penggenangan antara batas ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan
nnnnn½tinggi batang bebas daun (¼ T < A1 ≤ ½ T)
c. A2 = penggenangan antara batas ½ tinggi batang bebas daun (T) dan
nnnn ¾tinggi batang bebas daun (½ T < A2 ≤ ¾ T).
Masing-masing taraf perlakuan memiliki tujuh kali ulangan dalam dua kelompok
atau blok. Kelompok atau blok tersebut adalah blok naungan dan blok terbuka
(tanpa naungan). Dengan demikian, unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 7x3
= 21 unit pada setiap blok sehingga secara keseluruhan dibutuhkan 2x21 = 42
unit percobaan. Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok
percobaan.
Model persamaan linier dari rancangan satu faktor dengan RAKL yang
digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2006) :
Y
ij= µ
+ τ
i+ β
j+ ε
ijDimana : i = 1, 2, …, 6 dan j = 1, 2, …, r
13
µ = Rataan umum
τ = Pengaruh perlakuan ke-i
βi = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j 3.4.2 Analisis Data
Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila
terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel percobaan, maka analisis
dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) 9.1.3
14
IV.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Lokasi penelitian berada di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI
Jakarta atau lebih tepatnya di sebelah kiri arah Tol Sedyatmo KM 22 sampai KM
23, Tol Bandara Soekarno-Hatta menuju kota Jakarta. Kawasan Mangrove Jalan
Tol Sedyatmo sering disebut sebagai Mangrove Educational Centre atau jalur hijau Tol Sedyatmo yang merupakan kawasan rehabilitasi mangrove yang
dikelola langsung oleh Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Pemerintah DKI
Jakarta.
Kawasan di sepanjang Tol Sedyatmo memiliki hutan mangrove dengan
luas mencapai 95.5 hektar. Wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kelurahn
Pluit, Kecamatan Panjaringan, dan Kotamadya Jakarta Utara. Adapun peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
15
Batas-batas wilayah dari Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo adalah sebagai berikut :
Sebelah Selatan : Pantai Indah Kapuk
Sebelah Utara : Jalan Tol Soekarno-Hatta
Sebelah Barat : Pantai Kapur Timur
Sebelah Timur : Jalan Pluit Barat
4.2 Kondisi Fisik
Secara geografis, Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo terletak pada
06o05’24”–06o05’35” Lintang Selatan dan 106o46’06”–106o46’30” Bujur Timur
dengan ketinggian rata-rata 0–1 meter di atas permukaan laut. Kawasan Delta
Muara Angke berada diantara 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah Timur
dan Kali Adem di sebelah Barat.
4.2.1 Geologi dan Topografi
Geomorfologi Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo dipengaruhi oleh
hasil endapan sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Endapan sungai
membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur
karena dipengaruhi oleh endapan sungai yang mengandung sedimen bahan
organik dengan tekstur tanah lunak (tidak solid). Ini menyebabkan daya dukung
tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi.
Topografi pada Kawasan Muara Angke memiliki kontur permukaan tanah
yang datar. Ketinggian dari permukaan laut adalah 0–1 meter dengan kondisi air
permukaan berupa payau, kolam tambak, dan rawa-rawa.
4.2.2 Hidrologi
Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo merupakan delta yang diapit
oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali Angke. Saat curah hujan tinggi,
terjadi peningkatan ketinggian pasang air yang mencapai 0.3 m/hari. Namun, saat
musim kemarau panjang, air akan surut hingga ± 0.5 m/hari. Kedalaman kawasan
16
4.2.3 Klimatologi
Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk Kawasan Mangrove
Jalan Tol Sedyatmo memiliki iklim tropis dengan curah hujan sepanjang tahun
2000–1913.8 mm/tahun. Suhu udara di Muara Angke cukup tinggi. Suhu udara
maksimum berkisar 31.4oC pada siang hari dan berkisar 25.4oC pada malam hari.
Kelembaban udara rata-rata adalah 77% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 7
knots/jam dengan arah angin yang selalu berubah-ubah sesuai musim pada tiap
tahunnya (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta 2001).
4.3 Kondisi Biotik
Flora di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI Jakarta didominasi
oleh jenis bakau (Rhizophora mucronata), sedangkan jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh alami di pematang-pematang tambak adalah jenis api-api (Avicennia
marina), tancang (Bruguiera sp.), pedada (Sonneratia alba), dan Nypa fruticans.
Di samping itu, ditemukan pula jenis fauna di kawasan tersebut, antara lain
burung air/ pecuk padi (Phalacrocorax niger), cangak laut (Ardea sumatrana), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), raja udang meninting (Alcedo
meninting), ikan gabus (Channa striata), ikan mas (Cyprinus carpio), lele(Clarias
batrachus), dan reptil, yaitu kadal (Mabuya multifasciata), katak (Polypedates
17
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi,
pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun, jumlah
cabang, berat kering total, nisbah pucuk akar, dan prosentase tumbuh tanaman.
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap variabel pertumbuhan semai
Variabel Perlakuan Blok/ kelompok
Pertumbuhan tinggi semai * tn
Pertumbuhan diameter batang Panjang buku Jumlah buku Jumlah daun Jumlah cabang * tn tn * tn tn tn tn tn *
Berat kering total (BKT) * tn
Nisbah pucuk akar (NPA) * tn
Prosentase tumbuh tanaman * tn
* : berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn : tidak nyata.
Dari tabel di atas diperoleh hasil bahwa perlakuan menyebabkan respon
yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, berat
kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), dan prosentase tumbuh tanaman.
Adapun semua respon pertumbuhan semai, kecuali variabel jumlah cabang, tidak
menampakan perbedaan antara individu semai yang diletakkan di blok naungan
dan tanpa naungan. Secara rinci, tabel hasil pengolahan data dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Pertumbuhan Tinggi Semai
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan tingkat
penggenangan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai. Pengaruh
18
Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan tinggi semai
Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan tinggi (cm)
A1 0.33ab*
A0 0.17a
A2 0.15b
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Tabel tersebut menyatakan bahwa tingkat penggenangan yang
menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi semai paling baik adalah A1 dengan
nilai 0.33 cm. Hasil ini diilustrasikan pada Gambar 3. Hasil uji lanjut Duncan
tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan tingkat penggenangan A2 tidak
memiliki pengaruh yang sama dengan A0 terhadap respon pertumbuhan tinggi
semai.
Gambar 3 Pertumbuhan tinggi semai
Pertumbuhan Diameter Batang
Pada Tabel 3 yang diilustrasikan pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh
tingkat pengggenangan terhadap pertumbuhan diameter batang semai.
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
A1 A0 A2
0.33ab 0.17a 0.15b P er tum b uh an T in gg i (c m ) Tingkat Penggenangan
A1 A0 A2
Tinggi 0.33 0.17 0.15
19
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan
diameter batang
Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan diameter (mm)
A0 0.02a*
A1 0.01b
A2 0.01b
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Pada Tabel 3 dapat diketahui pula bahwa perlakuan A0 menghasilkan
pengaruh yang berbeda dengan perlakuan A1 dan A2. Namun, antara perlakuan
A1 dan A2 tidak berbeda pengaruhnya.
Gambar 4 Pertumbuhan diameter batang semai
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat dilihat bahwa
perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter
batang, sedangkan blok tidak memberikan pengaruh. Hasil uji lanjut Duncan
(Tabel 3) menunjukkan bahwa semai tancang yang memiliki nilai rata-rata
diameter tertinggi adalah semai pada tingkat penggenangan batas leher akar
(kontrol), yaitu sebesar 0.02 cm.
Pertumbuhan Panjang Buku
Menurut hasil sidik ragam pada Tabel 1, terlihat bahwa baik perlakuan
tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak mempengaruhi respon
pertumbuhan jumlah buku batang pada semai.
0 0.005 0.01 0.015 0.02
AO A1 A2
Diameter 0.02 0.01 0.01
20
Pertambahan Jumlah Buku
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) terlihat bahwa baik
perlakuan tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak berpengaruh
nyata terhadap pertambahan jumlah buku batang pada semai.
Perubahan Jumlah Daun
Pengaruh tingkat penggenangan terhadap jumlah daun dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap perubahan jumlah daun
Tingkat penggenangan Rata-rata perubahan jumlah daun
A0 0.23a*
A1 -0.05b
A2 -0.97c
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Dari hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa perlakuan
tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel jumlah
daun pada tanaman, sedangkan blok atau kelompok tidak memberikan pengaruh.
Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa jumlah daun meningkat
sebesar 0.23 pada penggenangan batas leher akar (kontrol). Pada Gambar 5 dapat
diketahui pula bahwa antar taraf perlakuan memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap variabel perubahan jumlah daun. Tanda negatif (-) pada penggenangan
A1 dan A2 mengindikasikan jumlah daun yang berkurang dari jumlah awal.
Gambar 5 Perubahan jumlah daun semai
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4
A0 A1 A2
21
Pertambahan Jumlah Cabang
Pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang dapat
dilihat pada Tabel 5 yang diilistrasikan pada Gambar 6.
Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang
Blok/ kelompok Rata-rata pertambahan jumlah cabang
Naungan 0.017a*
Terbuka (tanpa naungan) 0.000b
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Gambar 6 Pertambahan jumlah cabang semai
Pertambahan jumlah cabang memiliki hasil analisis sidik ragam (Tabel 1)
yang berbeda dari variabel pertumbuhan lainnya. Berdasarkan tabel tersebut,
diperoleh hasil bahwa yang berpengaruh terhadap respon pertambahan jumlah
cabang tanaman adalah pengaruh blok atau kelompok. Pertambahan jumlah
cabang pada blok naungan memberikan pengaruh yang berbeda dengan blok tanpa
naungan. Berdasarkan nilai rata-ratanya dapat diketahui bahwa perbedaan dari
kedua blok tersebut tidak terlalu signifikan, yaitu hanya sebesar 0.017.
Berat Kering Total
Pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total atau biomassa
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total
Tingkat penggenangan Rata-rata berat kering total (g)
A0 34.650a*
A1 22.392ab
A2 16.033b
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%. 0.017a 0.000b 0 0.005 0.01 0.015 0.02
Naungan Tanpa naungan
Blok atau Kelompok
22
Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan
berat kering akar. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan adanya
respon pada biomassa terhadap perlakuan tingkat penggenangan. Namun, blok
atau kelompok tidak memberikan pengaruh terhadap variabel biomassa tersebut.
Menurut hasil uji lanjut Duncan (Tabel 6 dan Gambar 7), rata-rata nilai
berat kering total tertinggi pada semai adalah sebesar 34.65 gram. Pada Gambar
10 diketahui bahwa tingkat penggenangan A1 tidak memberikan pengaruh yang
berbeda dengan penggenangan A0 dan A2 terhadap respon biomassa. Namun
demikian, penggenangan A0 menghasilkan pengaruh yang berbeda dengan
penggenangan A2.
Gambar 7 Berat kering total semai
Nisbah Pucuk Akar
Pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar ditunjukkan
pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar
Tingkat penggenangan Rata-rata nisbah pucuk akar
A0 1.3418a*
A1 1.2636a
A2 0.6070b
* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%. 0 5 10 15 20 25 30 35
A0 A1 A2
BKT 34.65 22.392 16.033
23
Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk
dan biomassa akar tanaman. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukan
bahwa tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel
nisbah pucuk akar. Sebaliknya, variabel nisbah pucuk akar tidak menunjukkan
perbedaan respon atas pengelompokkan ke dalam blok naungan dan tanpa
naungan.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan di Tabel 7 dan Gambar 8 terlihat
bahwa penggenangan pada batas leher akar (kontrol) memiliki nilai rata-rata
nisbah pucuk akar tertinggi sebesar 1.3418. Di samping itu, dapat dilihat pula
bahwa tingkat penggenangan A0 tidak memiliki respon yang berbeda dengan
penggenangan A1. Namun, penggenangan A2 menghasilkan respon yang berbeda
dengan penggenangan A0 dan A1.
Gambar 8 Nisbah pucuk akar semai
Prosentase Tumbuh Tanaman
Prosentase tumbuh merupakan indikator untuk mengetahui tingkat
ketahanan tanaman terhadap perlakuan tingkat penggenangan dan blok atau
kelompok. Adapun nilai prosentase tumbuh tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
A0 A1 A2
NPA 1.3418 1.2636 0.607
1.3418a 1.2636a 0.6070b Ni sb ah P uc uk A ka r
Tingkat Penggenangan
24
Tabel 8 Prosentase tumbuh tanaman
Blok Penggenangan Jumlah Awal
Minggu pengamatan % tumbuh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Naungan
A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00
A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00
A2 7 7 7 7 7 4 4 4 4 4 4 3 3 42.86
Tanpa naungan
A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00
A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00
A2 7 7 7 7 7 7 6 5 5 4 4 3 3 42.86
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa semai dapat tumbuh baik pada tingkat
penggenangan hingga batas leher akar (A0) dan penggenangan A1,baik dalam
kondisi naungan maupun tanpa naungan. Namun, pada kedua blok terjadi
penurunan prosentase tumbuh semai di tingkat penggenangan A2.
5.2 Pembahasan
Luas lahan hutan mangrove di Indonesia serta adanya berbagai
permasalahan lingkungan terkait hutan mangrove menjadikan hasil penelitian ini
sebagai salah satu solusi dalam restorasi hutan mangrove secara tepat dengan
menggunakan jenis yang adaptif terhadap tingkat penggenangan. Seperti yang
diungkapkan Pulver dalam Setyawan et al. (2004), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam restorasi mangrove mencakup stabilitas tanah dan pola
penggenangan.
Jenis mangrove yang digunakan dalam penelitian ini adalah B.
gymnorrhiza. Pertumbuhan B. gymnorrhiza diukur berdasarkan beberapa variabel.
Variabel tersebut antara lain, pertumbuhan tinggi, diameter, panjang buku, jumlah
buku, jumlah daun, jumlah cabang, berat kering total (biomassa), nisbah pucuk
akar serta prosentase tumbuh tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel
1, faktor tingkat penggenangan dan blok ada yang memberikan pengaruh dan ada
yang tidak berpengaruh terhadap variabel-variabel pertumbuhan. Kedua faktor
tersebut diharapkan dapat memberikan respon pertumbuhan semai B. gymnorrhiza yang memiliki daya tahan paling baik pada tempat tumbuh yang ekstrim. Hal ini
terkait informasi yang menyebutkan bahwa B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran, artinya toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat
25
termasuk jenis yang mampu tumbuh baik pada kondisi yang selalu tergenang
(Kusmana et al. 2005).
Berdasarkan hasil penelitian melalui hasil sidik ragam (Tabel 1) diketahui
bahwa faktor tingkat penggenangan menyebabkan respon yang berbeda terhadap
variabel pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, BKT, NPA, dan prosentase
tumbuh semai. Hal ini berarti bahwa tingkat penggenangan mempengaruhi semai
untuk memberikan respon yang berbeda-beda pada variabel-variabel tersebut.
Blok atau kelompok percobaan ini terbagi dalam blok naungan dan tanpa
naungan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa blok memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap respon dari variabel-variabel pertumbuhan,
kecuali variabel jumlah cabang. Pertambahan jumlah cabang pada blok naungan
memberikan pengaruh berbeda dengan blok tanpa naungan. Akan tetapi
berdasarkan nilai rata-ratanya, pertambahan jumlah cabang pada blok naungan
lebih baik meskipun perbedaan nilainya tidak terlalu signifikan. Pengaruh blok
naungan tersebut diduga akibat adanya enzim auksin yang aktif pada kondisi
gelap. Oleh sebab itu, tunas cabang bertambah jumlahnya pada semai yang
diletakkan pada blok naungan.
Hasil uji lanjut dari perlakuan penggenangan yang memberikan pengaruh
respon berdasarkan hasil sidik ragam menjelaskan bahwa B. gymnorrhiza memberikan respon pertumbuhan dengan nilai rata-rata lebih tinggi pada tingkat
penggenangan A0 (kontrol). Secara umum, pengaruh penggenangan A1 tidak
berbeda dengan A0. Semai pada tingkat penggenangan A2 menunjukkan nilai
rata-rata parameter pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan kedua tingkat
penggenangan lainnya.
Perbedaan respon pertumbuhan semai tersebut disebabkan oleh beberapa
hal. Pertama, rendahnya ketersediaan oksigen untuk pertumbuhan semai. Media
tumbuh semai yang berupa lumpur menyebabkan kondisi tanpa oksigen (anaerob)
sehingga oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses respirasi harus diperoleh
dari atmosfer (Nybakken 1992). Rendahnya ketersediaan oksigen untuk
pertumbuhan semai dikarenakan semai belum mempunyai akar lutut yang dapat
membantu untuk penyerapan oksigen. Selain itu, lamanya penggenangan diduga
26
informasi lain menyatakan bahwa tinggi dan lamanya genangan akan berpengaruh
terhadap ketersediaan oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis
dan respirasi (Anonim dalam Halidah 2009). Oleh sebab itu, tingkat penggenangan yang cukup tinggi seperti pada taraf perlakuan A2 menyebabkan
respon pertumbuhan B. gymnorrhiza yang kurang optimal serta prosentase hidup yang lebih rendah.
Indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik tidaknya
pertumbuhan bibit adalah berat kering total (BKT) atau biomassa. Ini dikarenakan
biomassa dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman.
Nilai BKT sekaligus menunjukan nilai biomassa suatu tanaman dan berbanding
lurus dengan nilai biomassa tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi nilai
biomassa, maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit. Hal ini disebabkan
selama masa hidupnya atau selama waktu tertentu tanaman membentuk biomassa
yang mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan dimensi
lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995).
Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) untuk variabel biomassa dapat
diketahui bahwa tingkat penggenangan menyebabkan terjadinya respon terhadap
berat kering total tanaman. Hal ini berarti masing-masing taraf perlakuan
penggenangan mengalami respon yang berbeda terhadap berat kering total
tanaman. Nilai rata-rata biomassa atau BKT tertinggi pada penggenangan A0
menunjukkan terjadinya proses metabolisme yang baik pada semai. Semakin baik
atau semakin efisien proses fisiologis tanaman, maka berat kering tanaman akan
semakin besar. Ini berarti tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia
untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Salissburry dan Ross 1995). Harjadi
(1991) mengungkapkan bahwa besarnya cahaya yang tertangkap pada proses
fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan
tanaman mencerminkan bobot kering. Namun, berdasarkan Tabel 1 diketahui pula
bahwa tidak terjadi perbedaan respon pada semai yang dikelompokkan ke dalam
blok naungan dan tanpa naungan. Hal ini diduga karena B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran terhadap naungan.
Selain biomassa, terdapat variabel yang juga merupakan faktor yang
27
menggambarkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air
dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman
(Lewenussa 2009). Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukan
dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa
bagian pucuk dan akar tanaman akan kokoh dan tidak mudah roboh karena sistem
perakaran tanamam mampu menopang pertumbuhan pucuknya (Wibisono 2009).
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai rata-rata NPA tertinggi adalah
pada penggenangan kontrol (A0) sebesar 1.3418 dan tidak berbeda pengaruhnya
dengan penggenangan A1. Hasil ini menandakan bahwa bagian pucuk tanaman
berkembang lebih baik dibandingkan bagian akar tanaman. Nilai tersebut
menunjukkan pula bahwa pertumbuhan tanaman pada kedua penggenangan
tersebut cukup seimbang. Artinya, pertumbuhan pada bagian pucuk yang baik
didukung pula oleh perakaran yang baik. Ini sesuai dengan informasi dari Duryea
dan Brown (1984) dalam Ramadani (2008) yang menyebutkan bahwa bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk akar antara 1–3 dengan nilai bibit
terbaik.
Lain halnya dengan penggenangan A2, penggenangan A2 ini memiliki
nilai rata-rata NPA semai yang paling rendah. Nilai NPA pada penggenangan
tersebut mengindikasikan pertumbuhan bagian akar lebih baik dibandingkan
pertumbuhan pucuknya. Hal ini terjadi terkait jumlah daun yang berkurang dari
jumlah daun awal akibat terciptanya kondisi stres pada semai oleh perlakuan
penggenangan. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pula pada
Lampiran 2, jumlah daun pada semai berkurang disebabkan gugur daun atau
rontok seperti yang terilustrasikan pada Tabel 4. Bahkan ada semai yang tidak
terdapat daun sama sekali pada saat pemanenan untuk pengukuran biomassa.
Inilah yang menyebabkan berat kering pucuk yang merupakan hasil penjumlahan
dari berat kering batang, cabang, dan daun menjadi berkurang. Oleh karena itulah
28
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh signifikan terhadap respon
pertumbuhan semai B. gymnorrhiza, kecuali terhadap panjang buku, jumlah buku, dan jumlah cabang. Selain itu, semua semai baik pada kondisi naungan
maupun tanpa naungan tidak menampakkan perbedaan, kecuali dalam hal
jumlah cabang.
2. Berdasarkan parameter pengujian, tingkat penggenangan batas leher akar
pada kondisi naungan maupun tanpa naungan memberikan pengaruh paling
baik terhadap pertumbuhan optimal B. gymnorrhiza. Selain itu, jenis ini juga mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik hingga penggenangan batas
setengah tinggi batang bebas daun.
6.2 Saran
Saran yang dianjurkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah penanaman
ii
RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG
(
Bruguiera gymnorrhiza
(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT
PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE
JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA
INDAH PERMATASARI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
29
DAFTAR PUSTAKA
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Primer. FAO Forestry paper No. 134. USA: FAO.
Chapman SB. 1976. Production Ecology and Nutrient Budgets (Method in Plant
Ecology SB Chapman, 2nd Ed. Oxford: Blackwell Scientific Publisher.
Direktorat Jenderal Kehutanan. 1978. Pedoman Silvikultur Hutan Payau. Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/kpts/DJ/1978. Jakarta:
Direktorat Jenderal Kehutanan.
Halidah. 2009. Pengaruh tinggi genangan dan jarak tanaman terhadap pertumbuhan anakan Rhizophora mucronata Lam. di Pantai Barat Sulawesi Selatan. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(1):25–34. Harjadi S. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT. Gramedia.
Kartesz J. 2011. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.
http://B.%20gymnorrhiza/Google%20Terjemahan2.htm. [20 Oktober 2011]. Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management base on ecological
data in East Sumatera, Indonesia [desertasi]. Japan: Faculty Agricultural, Kyoto University.
_________. 1995. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi, Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio organik terhadap pertumbuhan bibit Cananga odorata (Lamk) Hook. Fet & Thoms [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.
Noor YS, M. Khazali, I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. Bogor: Ditjen PKA Departemen Kehutanan dan Wetlands
International Indonesia Programme.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.
Ramadani H. 2008. Formulasi inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan vermikompos dalam meningkatkan kualitas bibit jati Muna (Tectona
grandis Linn.F.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
30
Santoso H. 2011. Kebijakan Nasional Perencanaan Pengelolaan Mangrove. Jakarta: Kementrian PPN/ BAPPENAS.
Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2004. Review: Ekosistem Mangrove di Jawa: 2. Restorasi. Biodiversitas 5(2):105–118.
Sitompul SM dan Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soerianegara I, Indrawan A. 1980. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Supriatna N, Safari A. 2009. Informasi Singkat Benih. http:// bpthbalinusra.net.htm. [27 Agustus 2011].
ii
RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG
(
Bruguiera gymnorrhiza
(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT
PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE
JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA
INDAH PERMATASARI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iii
RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG
(
Bruguiera gymnorrhiza
(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT
PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE
JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA
INDAH PERMATASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iiii
RINGKASAN
INDAH PERMATASARI. Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera
gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove
Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA.
Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki luas hutan mangrove sekitar 7.7 juta hektar. Hutan mangrove dengan berbagai manfaatnya pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, tidak terlepas dari permasalahan, di antaranya konversi hutan dan pemanfaatan hutan secara berlebihan. Selain permasalahan di Indonesia, terdapat pula permasalahan lingkungan dunia. Permasalahan tersebut adalah global warming yang berpengaruh pula terhadap hutan mangrove di Indonesia atas dampak kenaikan permukaan air laut yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, diperlukan informasi mengenai jenis mangrove yang adaptif atas kenaikan permukaan air laut dan juga jenis yang mampu mendukung untuk rehabilitasi lahan mangrove. Oleh sebab itu, kebutuhan informasi tentang respon pertumbuhan jenis mangrove pada berbagai tingkat penggenangan juga naungan menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan tingkat penggenangan yang diletakkan dalam dua blok atau kelompok, yaitu blok naungan dan tanpa naungan. Perlakuan tersebut terbagi menjadi tiga taraf perlakuan, yakni penggenangan hingga batas leher akar, penggenangan antara ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan ½ T, serta penggenangan antara ½ T dan ¾ T. Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) yang berumur 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penggenangan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan semai B. gymnorrhiza adalah penggenangan hingga batas leher akar. Namun, B. gymnorrhiza dapat beradaptasi dan tumbuh baik pada penggenangan hingga batas ½ tinggi batang bebas daun. Adapun pengaruh blok tidak memberikan pengaruh terhadap respon parameter pertumbuhan semai, kecuali dalam hal jumlah cabang.
ivi
SUMMARY
INDAH PERMATASARI. The Growth Responses of Tancang (Bruguiera
gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedling on Inundation Level in Kawasan Mangrove
Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Under supervised of CECEP KUSMANA. Indonesia as a mega biodiversity country has mangrove forest amounted to 7.7 million hectares. Mangrove forest with whole benefits in ecology, economy, and social aspects, also have the problems, such as forest conversion and land overuse. Besides the problems in Indonesia, there is also world environment problem. That is global warming that take effect mangrove forest for rising of sea level effect. Related to that things, we need to know the information about species of mangroves that can be adaptived at increasing sea level and also species that can support for mangrove rehabilitation. Because of that, information needed about mangrove species growth responses at various inundation levels and shading caused this research important to do. This research used Randomized Complete Block Design with inundation level treatment that placed in two blocks, shading block and without shading block. The treatment is divided into three treatment stages, that are inundation until limit of the root neck, inundation between ¼ clear bole height and ½ clear bole height, and inundation between ½ clear bole height and ¾ clear bole height. Mangrove species that is used in this research is 6 months years old seedling of tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.). The research results showed that inundation level which gave the best influence to the growth of B. gymnorrhiza seedling is inundatoion until limit of neck of the root. However, B. gymnorrhiza can adapt and having good growth at inundation up to ½ clear bole height. In general, the influence of research block did not give effect to the growth parameter responses, except in branch of seedling.
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
vii
Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera
gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat
Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara
Nama : Indah Permatasari
NRP : E44070040
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 19610212 198501 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009
viii
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alllah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Juni-September 2011 adalah pertumbuhan semai tancang, dengan judul Respon
Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo , Jakarta Utara.
Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang kehutanan, khususnya silvikultur.
Bogor, Desember 2011
viiii
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
penyusunan skripsi ini dan juga pihak yang selama ini membimbing penulis,
antara lain :
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS yang telah mencurahkan segala kesabaran,
perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran beliau dalam memberikan arahan dan
bimbingan.
2. Dr. Ir. Agus Priyono, Kartono, M.Si selaku dosen penguji siding
komprehensif, Ir. Iwan Hilwan, MS sebagai ketua sidang, dan Dr. Ulfah
Juniarti Siregar M.Agr. sebagai moderator seminar hasil penelitian.
3. Staf Tata Usaha : Ibu Aliyah, Pak Ismail, Pak Dedi, dan Mas Saiful, serta
keluarga Laboratorium Ekologi : Bu Yani dan Bi Rah atas semua bantuan
dan keramahannya selama penulis melakukan penelitian.
4. Keluarga besar baik dosen dan staf Departemen Silvikultur atas ilmu yang
telah penulis peroleh serta suasana kekeluargaannya.
5. Ayah, Ibu dan seluruh keluarga besar tercinta atas segala motivasi, doa, dan
kasih sayang yang telah diberikan.
6. Teman-teman satu bimbingan : Sariavi Putri, Yuda Purnama, Hireng
Ambaraji atas semangat perjuangannya.
7. Teman-teman Silvikultur 44 dan se-Fakultas Kehutanan IPB: Sri Handayani,
Rusdi Indra Safutra, Dyah Ayu Fitriasari, Anindita Kusumaningrum, Laswi
Irmayanti, Eri Sugiarto, Hendra Prasetia, dan seluruh teman-teman atas
segala bantuan, dukungan, motivasinya, semua kenangan yang telah kita
lalui, dan kebersamaan ini semoga bisa tetap terjalin.
8. Teman dan sahabat yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Winda
Puspita Sari, Listika Minarti, Gabby Elfanda Mumpunie, Tika Sri Aminah,
Tifanny Sukmawati, Nurul Inayah, Fatma Silviani, Eva, Asia, Fadlullah
Abdurachman, Aditya Wahyu Tri Asmoro, Dede Saputra, dan Sukmaraharja
Aulia Rachman Tarigan atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini.
9. Semua pihak yang belum disebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat.
ixi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 11 Februari 1989
sebagai anak ke-6 dari enam bersaudara pasangan Sumantha Mandhari S.E.
(Alm.) dan Unisah. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar
Lampung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan, yakni sebagai staf Public Relation Division International Forest
Student Association (IFSA) tahun 2009, staf Departemen Pengembangan Sumber
Daya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB
(BEM-E) tahun 2009, staf Project DivisionTree Grower Community (TGC) tahun
2010, staf Departemen PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB (BEM-KM) tahun 2010, dan staf Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Agric-Basketball IPB tahun 2008-2011. Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan
kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek
lapang. Kegiatan praktek tersebut, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal Jawa Barat, Prakek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi serta
Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Batubara Lahat, Sumatera Selatan.
Penulis berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya: (1)
juara 2 Lomba Esai (Aquaculture Festival oleh Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, tahun 2010); (2) juara 2 Kompetisi Mahasiswa
Berprestasi (Tingkat Departemen Silvikultur IPB, tahun 2010); dan (3) juara 2
Kompetisi Mahasiswa Berprestasi (Tingkat Fakultas Kehutanan IPB, tahun 2010).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera
gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove
Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana,
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Tujuan Penelitian 2
1.3Manfaat Penelitian 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove 3
2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 3
2.2.1 Taksonomi 3
2.2.2 Deskripsi Botani 4
2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami 5
2.2.4 Pemanfaatan 5
2.3 Biomassa 6
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu 7
3.2 Bahan dan Alat 7
3.3 Metode Pengumpulan Data 7
3.3.1 Persiapan Percobaan 7
3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran 9
3.4 Metode Analisis Data 12
3.4.1 Rancangan Percobaan 12
3.4.2 Analisis Data 13
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas 14
4.2 Kondisi Fisik 15
4.2.1 Geologi dan Topografi 15
4.2.2 Hidrologi 15
xii
4.3 Kondisi Biotik 16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil 17
5.2 Pembahasan 24
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 28
6.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap
variabel pertumbuhan semai 17
2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap
pertumbuhan tinggi semai 18
3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap
pertumbuhan diameter batang 19
4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap
perubahan jumlah daun 20
5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap
pertambahan jumlah cabang 21
6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap
berat kering total 21
7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap
nisbah pucuk akar 22
xiiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah
naungan (B) 8
2 Peta lokasi penelitian 14
3 Pertumbuhan tinggi semai 18
4 Pertumbuhan diameter batang semai 19
5 Perubahan jumlah daun semai 20
6 Pertambahan jumlah cabang semai 21
7 Berat kering total semai 22
xivi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Blok percobaan: A. tanpa naungan, B. dengan naungan 32
2 Sampel semai di blok percobaan: A–B. tanpa naungan, C–D.
dengan naungan 32
3 Pengukuran tinggi dan diameter semai 33
4 Sampel hama pada semai: A. telur keong, B. keong, C. serangga 33
5. Sampel hasil pemanenan untuk pengukuran biomassa:
A. seluruh sampel berat basah semai, B–C. sampel berat basah daun, D–E. sampel berat basah cabang, F–G. sampel berat basah batang,
H–I. sampel berat basah akar 33
6. Hasil pengolahan data pertumbuhan tinggi semai (hasil transformasi) 35
7. Hasil pengolahan data pertumbuhan diameter (hasil transformasi) 36
8. Hasil pengolahan data pertumbuhan panjang buku (hasil transformasi) 37
9. Hasil pengolahan data pertumbuhan jumlah buku (hasil transformasi) 39
10.Hasil pengolahan data perubahan jumlah daun 40
11.Hasil pengolahan data pertambahan jumlah cabang (hasil transformasi) 41
12.Hasil pengolahan data berat kering total 43
13.Hasil pengolahan data nisbah pucuk akar 45
1
I.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem.
Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil
inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan
Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan
7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia.
Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di
daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh
oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada
aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa
permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan
mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat
permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni
pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula
terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi
jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.
Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove,
manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk
pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat.
Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati.
Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk
2
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.
2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa
naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari
jenis B. gymnorrhiza.
1.3Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No.
60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan
yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang
surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan
pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe
ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah
peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan
jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan
fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa
fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.
Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat
penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di
dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang
saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk
lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana
1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu
menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut,
sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan,
sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).
2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi
Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari
Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah
(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT);
4
tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang,
tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).
Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoracea
Genus : Bruguiera
Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.
2.2.2 Deskripsi Botani
Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel,
permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna
berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal
pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.
Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada
bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki
bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga
elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.
Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah
soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih