• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem.

Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil

inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan

Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan

7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia.

Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di

daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh

oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada

aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.

Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa

permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan

mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat

permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni

pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula

terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi

jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove,

manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk

pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat.

Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati.

Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk

(2)

2

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.

2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa

naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari

jenis B. gymnorrhiza.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi

(3)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No.

60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan

yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang

surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan

pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe

ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah

peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan

jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan

fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa

fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.

Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat

penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di

dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang

saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk

lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana

1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu

menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut,

sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan,

sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi

Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari

Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah

(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT);

(4)

4

tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang,

tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).

Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoracea

Genus : Bruguiera

Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

2.2.2 Deskripsi Botani

Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel,

permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna

berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal

pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada

bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki

bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga

elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.

Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah

soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Jika daun

mahkota tua, ukuran panjangnya adalah 13–16 mm. Kelopak bunga sejumlah 10–

(5)

5

Buah dari jenis B. gymnorrhiza melingkar spiral dan bundar melintang. Panjang buah 2–2.5 cm. Hipokotilnya tumpul dan berwarna hijau tua keunguan.

Ukuran panjang hipokotil adalah 12–30 cm dan diameter 1.5–2 cm.

2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami

B. gymnorrhiza merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang

tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta

tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal

dengan salinitas rendah dan kering serta tanah yang memiliki aerasi yang baik.

Jenis ini toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar

matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove,

sepanjang tambak serta surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika

terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substratnya terdiri dari lumpur, pasir, dan

kadang-kadang tanah gambut hitam. Jenis ini terkadang juga ditemukan di pinggir

sungai yang kurang terpengaruh air laut. Hal tersebut mungkin disebabkan karena

terbawanya buah B. gymnorrhiza oleh arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya sering kali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga relatif besar,

memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, menggantung, dan mengundang

burung untuk melakukan penyerbukan.

Wilayah penyebaran jenis ini, yakni dari Afrika Timur dan Madagaskar

hingga Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan

Australia Tropis. Kelimpahannya umum dan tersebar luas (Noor et al. 2006).

2.2.4 Pemanfaatan

Manfaat dari tancang, bagian dalam hipokotilnya dapat dijadikan bahan

makanan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna

merah juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang (Noor et al. 2006). Selain itu, menurut Supriatna dan Safari (2009), tanaman ini kayunya dapat

digunakan sebagai bahan kontruksi, tiang telepon, bantalan kereta api, furniture,

lantai, arang, dan kayu bakar. Adapun bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai

(6)

6

2.3 Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas

tanah pada pohon termasuk daun, ranting, batang utama, dan kulit yang

dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1997).

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas

permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang

dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi

organik (Kusmana 1993).

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya

biomassa tanaman. Menurut Chapman (1976), secara garis besar metode

pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu :

1. Metode Pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman

b. Metode pemanenan kuadrat

c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar

rata-rata.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung

a. Metode persamaan allometrik

(7)

7

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari Juni hingga

September 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Mangrove Jalan Tol

Sedyatmo KM 22–23, Jakarta Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bambu (15 buluh bambu

dengan panjang masing-masing 5 m), lumpur dalam polybag (ukuran polybag 30 x 30 cm), dan semai B. gymnorrhiza. Jenis tancang tersebut adalah tancang

berumur 6 bulan (terhitung Juni 2011) yang berasal dari Elang Laut yang berjarak

± 500 m dari lokasi penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu buku

catatan, mistar, meteran jahit, kaliper, cuter, spidol permanen, termometer dry wet, refraktometer, lux meter, kamera digital, oven, dan timbangan dengan

ketelitian 10-3.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Persiapan Percobaan

Persiapan percobaan terdiri dari beberapa tahap kegiatan, diantaranya yaitu :

A. Pembuatan Sandaran Semai

Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah perlakuan

penggenangan yang dikelompokkan pada kondisi naungan dan tanpa

naungan. Dalam perlakuan tersebut dibutuhkan suatu sandaran bertingkat

sebagai tempat peletakkan semai di lokasi pengamatan.

Langkah-langkah persiapan dalam pembuatan sandaran semai tersebut

meliputi:

a. Lokasi peletakan sandaran ditentukan, yaitu di area terbuka (tanpa

naungan) dengan intensitas cahaya matahari 368.67 FC (blok 1) dan

(8)

8

sebesar 66.27 FC atau 18% dari intensitas total blok tanpa naungan

(blok 2). Sandaran diletakkan diantara guludan yang dapat dilihat

pada Gambar 1 dan Lampiran 1.

Gambar 1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah naungan (B)

b. Kedalaman air diukur di lokasi peletakan sandaran yang telah dipilih.

c. Perkiraan panjang dan lebar maksimal sandaran diukur sehingga

mampu menopang 21 semai tiap bloknya (7 bibit x 3 perlakuan per

blok).

d. Pembuatan sandaran, yakni dengan bambu yang diangkut ke lokasi

peletakan sandaran, kemudian bambu-bambu yang telah dipotong

sesuai perkiraan ukuran disatukan dengan paku dan tali rafia sehingga

berbentuk seperti rak. Sandaran tersebut dapat diatur ketinggiannya

A

(9)

9

secara manual sesuai perlakuan tingkat penggenangan yang telah

ditentukan dan kondisi ketinggian permukaan air di lokasi

pengamatan.

B. Pemilihan dan Pengangkutan Semai

Pada mulanya, semai B. gymnorrhiza yang digunakan sebagai bahan penelitian berada di daerah Elang Laut (±500 m dari Kawasan

Mangrove Jalan Tol Sedyatmo). Di Elang Laut dilakukan seleksi semai B.

gymnorrhiza sebanyak 42 semai. Semai yang dipilih adalah semai yang

memiliki kenampakan fenotipe yang sehat dan memiliki tinggi rata-rata

yang sama. Semai yang telah dipilih kemudian diangkut ke lokasi

penelitian (Kawasan Mangrove) dengan menggunakan mobil pick up.

C. Persiapan Semai

Tahapan kegiatan yang dilaksanakan saat persiapan semai, yaitu :

1. Persiapan media tanam.

Media tanam yang digunakan adalah lumpur. Sumber lumpur

tersebut adalah lumpur di sekitar guludan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo. Lumpur kemudian dimasukkan ke dalam

polybag berukuran 30 x 30 cm.

2. Semai B. gymnorrhiza dipindahkan ke media tanam dalam polybag.

3. Semai diangkut dan diletakkan pada sandaran yang telah tersedia.

4. Semai diikat ke sandaran dengan tali rafia agar semai tidak hanyut

terbawa arus.

3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan dan pengukuran pada B. gymnorrhiza dilakukan untuk mengkaji ada tidaknya perubahan pada kondisi semai akibat pengaruh dari

perlakuan perbedaan tingkat penggenangan dan naungan. Kegiatan ini dilakukan

(10)

10

Adapun variabel yang diamati dan diukur pada penelitian adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan tinggi semai

Tinggi batang B. gymnorrhiza diukur mulai dari batas antara propagul dan batang hingga ujung buku paling atas. Pengukuran ini dilakukan dengan

alat bantu mistar seperti yang terlihat pada Lampiran 3.

2. Pertumbuhan diameter batang

Diameter B. gymnorrhiza diukur pada batas antara propagul dan batang dengan menggunakan kaliper (Lampiran 3). Agar pengukuran diameter ini

konsisten, maka diberi tanda berupa goresan spidol permanen pada bagian

tempat pengukuran diameter batang.

3. Panjang buku

Panjang buku adalah panjang antar batas buku yang diukur dengan

mistar atau meteran jahit. Variabel panjang buku ini hanya diukur pada semai

pertama dan kedua dari masing-masing taraf perlakuan.

4. Jumlah buku

Jumlah buku pada masing-masing semai diamati, dihitung, dan dicatat

pada tally sheet. 5. Jumlah daun

Pada keseluruhan semai, dilakukan penghitungan jumlah daun. Selain

itu, diamati pula kondisi daunnya, seperti warna daun, ada atau tidaknya

serangan hama atau penyakit seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4.

6. Jumlah cabang

Jumlah cabang pada masing-masing semai dihitung dan dicatat.

Percabangan terletak pada salah satu buku batang dan biasanya berada di

bagian pucuk bibit.

7. Biomassa

Pengukuran biomassa dilakukan di akhir penelitian atau pada minggu

ke-13. Pelaksanaannya adalah dengan cara memanen tiga sampel semai yang

dianggap mewakili dari setiap perlakuan untuk kemudian dihitung

biomassanya. Jenis sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki nilai

diameter tertinggi, rata-rata, dan terendah untuk setiap tingkat penggenangan.

(11)

11

dari 7 semai B. gymnorrhiza di setiap penggenangan untuk masing-masing blok naungan dan blok terbuka). Kemudian setiap sampel yang telah diambil

dipisahkan ke dalam beberapa komponen, yakni daun, batang, cabang, dan

akar. Sampel biomassa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tahap selanjutnya ialah analisis laboratorium. Pada tahap ini,

diperoleh pula hasil mengenai beberapa variabel lainnya, yaitu:

a. Berat basah akar dan pucuk

Berat basah diperoleh dengan menimbang bagian akar semai

setelah dipanen, sedangkan berat basah pucuk terdiri dari batang, cabang,

dan daun yang ditimbang setelah selesai dipanen.

b. Berat basah total

Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah

akar dengan berat basah pucuk.

c. Berat kering akar dan pucuk

Berat kering diukur setelah komponen atau bagian tanaman

dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam hingga

mencapai berat konstan. Masing-masing bagian tanaman selanjutnya

ditimbang dengan bantuan timbangan dengan ketelitian 10-3.

d. Berat kering total

Berat kering total merupakan penjumlahan berat kering pucuk dan

berat kering akar. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut :

e. Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar didapatkan dengan membagi nilai berat kering

pucuk dengan berat kering akar atau dengan rumusan sebagai berikut :

f. Prosentase tumbuh tanaman

Jumlah semai yang hidup dan mati di kedua blok percobaan

dihitung setiap minggu pengamatan dan kemudian direkapitulasi. Nisbah pucuk akar (NPA) = berat kering pucuk (BKP)

berat kering akar (BKA)

(12)

12

8. Kondisi lingkungan

Beberapa kondisi umum lingkungan diperoleh melalui penelusuran data

sekunder dan pengukuran langsung di lapang. Pengamatan suhu dan kelembaban

udara dilakukan dengan menggunakan alat bantu termometer wet dry. Pengukuran intensitas cahaya matahari dengan menggunakan alat lux meter dan alat

refraktometer untuk pengukuran salinitas air.

3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) atau Randomize Complete Block

Design. Model rancangan ini digunakan dengan pertimbangan adanya kondisi

heterogen pada unit percobaan yang berasal dari satu sumber keragaman. Selain

itu, antara perlakuan dan blok tidak boleh terjadi interaksi. Perlakuan pada

percobaan ini adalah perlakuan tingkat penggenangan. Perlakuan tingkat

penggenangan tersebut dibedakan menjadi tiga taraf, yaitu:

a. A0 = penggenangan sampai batas leher akar (kontrol)

b. A1 = penggenangan antara batas ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan

nnnnn½tinggi batang bebas daun (¼ T < A1 ≤ ½ T)

c. A2 = penggenangan antara batas ½ tinggi batang bebas daun (T) dan

nnnn ¾tinggi batang bebas daun (½ T < A2 ≤ ¾ T).

Masing-masing taraf perlakuan memiliki tujuh kali ulangan dalam dua kelompok

atau blok. Kelompok atau blok tersebut adalah blok naungan dan blok terbuka

(tanpa naungan). Dengan demikian, unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 7x3

= 21 unit pada setiap blok sehingga secara keseluruhan dibutuhkan 2x21 = 42

unit percobaan. Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok

percobaan.

Model persamaan linier dari rancangan satu faktor dengan RAKL yang

digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2006) :

Y

ij

= µ

+ τ

i

+ β

j

+ ε

ij

Dimana : i = 1, 2, …, 6 dan j = 1, 2, …, r

(13)

13

µ = Rataan umum

τ = Pengaruh perlakuan ke-i

βi = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j 3.4.2 Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila

terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel percobaan, maka analisis

dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) 9.1.3

(14)

14

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Lokasi penelitian berada di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI

Jakarta atau lebih tepatnya di sebelah kiri arah Tol Sedyatmo KM 22 sampai KM

23, Tol Bandara Soekarno-Hatta menuju kota Jakarta. Kawasan Mangrove Jalan

Tol Sedyatmo sering disebut sebagai Mangrove Educational Centre atau jalur hijau Tol Sedyatmo yang merupakan kawasan rehabilitasi mangrove yang

dikelola langsung oleh Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Pemerintah DKI

Jakarta.

Kawasan di sepanjang Tol Sedyatmo memiliki hutan mangrove dengan

luas mencapai 95.5 hektar. Wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kelurahn

Pluit, Kecamatan Panjaringan, dan Kotamadya Jakarta Utara. Adapun peta lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(15)

15

Batas-batas wilayah dari Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo adalah sebagai berikut :

Sebelah Selatan : Pantai Indah Kapuk

Sebelah Utara : Jalan Tol Soekarno-Hatta

Sebelah Barat : Pantai Kapur Timur

Sebelah Timur : Jalan Pluit Barat

4.2 Kondisi Fisik

Secara geografis, Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo terletak pada

06o05’24”–06o05’35” Lintang Selatan dan 106o46’06”–106o46’30” Bujur Timur

dengan ketinggian rata-rata 0–1 meter di atas permukaan laut. Kawasan Delta

Muara Angke berada diantara 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah Timur

dan Kali Adem di sebelah Barat.

4.2.1 Geologi dan Topografi

Geomorfologi Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo dipengaruhi oleh

hasil endapan sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Endapan sungai

membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur

karena dipengaruhi oleh endapan sungai yang mengandung sedimen bahan

organik dengan tekstur tanah lunak (tidak solid). Ini menyebabkan daya dukung

tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi.

Topografi pada Kawasan Muara Angke memiliki kontur permukaan tanah

yang datar. Ketinggian dari permukaan laut adalah 0–1 meter dengan kondisi air

permukaan berupa payau, kolam tambak, dan rawa-rawa.

4.2.2 Hidrologi

Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo merupakan delta yang diapit

oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali Angke. Saat curah hujan tinggi,

terjadi peningkatan ketinggian pasang air yang mencapai 0.3 m/hari. Namun, saat

musim kemarau panjang, air akan surut hingga ± 0.5 m/hari. Kedalaman kawasan

(16)

16

4.2.3 Klimatologi

Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo memiliki iklim tropis dengan curah hujan sepanjang tahun

2000–1913.8 mm/tahun. Suhu udara di Muara Angke cukup tinggi. Suhu udara

maksimum berkisar 31.4oC pada siang hari dan berkisar 25.4oC pada malam hari.

Kelembaban udara rata-rata adalah 77% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 7

knots/jam dengan arah angin yang selalu berubah-ubah sesuai musim pada tiap

tahunnya (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta 2001).

4.3 Kondisi Biotik

Flora di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI Jakarta didominasi

oleh jenis bakau (Rhizophora mucronata), sedangkan jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh alami di pematang-pematang tambak adalah jenis api-api (Avicennia

marina), tancang (Bruguiera sp.), pedada (Sonneratia alba), dan Nypa fruticans.

Di samping itu, ditemukan pula jenis fauna di kawasan tersebut, antara lain

burung air/ pecuk padi (Phalacrocorax niger), cangak laut (Ardea sumatrana), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), raja udang meninting (Alcedo

meninting), ikan gabus (Channa striata), ikan mas (Cyprinus carpio), lele(Clarias

batrachus), dan reptil, yaitu kadal (Mabuya multifasciata), katak (Polypedates

(17)

17

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi,

pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun, jumlah

cabang, berat kering total, nisbah pucuk akar, dan prosentase tumbuh tanaman.

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap variabel pertumbuhan semai

Variabel Perlakuan Blok/ kelompok

Pertumbuhan tinggi semai * tn

Pertumbuhan diameter batang Panjang buku Jumlah buku Jumlah daun Jumlah cabang * tn tn * tn tn tn tn tn *

Berat kering total (BKT) * tn

Nisbah pucuk akar (NPA) * tn

Prosentase tumbuh tanaman * tn

* : berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn : tidak nyata.

Dari tabel di atas diperoleh hasil bahwa perlakuan menyebabkan respon

yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, berat

kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), dan prosentase tumbuh tanaman.

Adapun semua respon pertumbuhan semai, kecuali variabel jumlah cabang, tidak

menampakan perbedaan antara individu semai yang diletakkan di blok naungan

dan tanpa naungan. Secara rinci, tabel hasil pengolahan data dapat dilihat pada

Lampiran 3.

Pertumbuhan Tinggi Semai

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan tingkat

penggenangan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai. Pengaruh

(18)

18

Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan tinggi semai

Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan tinggi (cm)

A1 0.33ab*

A0 0.17a

A2 0.15b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Tabel tersebut menyatakan bahwa tingkat penggenangan yang

menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi semai paling baik adalah A1 dengan

nilai 0.33 cm. Hasil ini diilustrasikan pada Gambar 3. Hasil uji lanjut Duncan

tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan tingkat penggenangan A2 tidak

memiliki pengaruh yang sama dengan A0 terhadap respon pertumbuhan tinggi

semai.

Gambar 3 Pertumbuhan tinggi semai

Pertumbuhan Diameter Batang

Pada Tabel 3 yang diilustrasikan pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh

tingkat pengggenangan terhadap pertumbuhan diameter batang semai.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

A1 A0 A2

0.33ab 0.17a 0.15b P er tum b uh an T in gg i (c m ) Tingkat Penggenangan

A1 A0 A2

Tinggi 0.33 0.17 0.15

(19)

19

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan

diameter batang

Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan diameter (mm)

A0 0.02a*

A1 0.01b

A2 0.01b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Pada Tabel 3 dapat diketahui pula bahwa perlakuan A0 menghasilkan

pengaruh yang berbeda dengan perlakuan A1 dan A2. Namun, antara perlakuan

A1 dan A2 tidak berbeda pengaruhnya.

Gambar 4 Pertumbuhan diameter batang semai

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat dilihat bahwa

perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter

batang, sedangkan blok tidak memberikan pengaruh. Hasil uji lanjut Duncan

(Tabel 3) menunjukkan bahwa semai tancang yang memiliki nilai rata-rata

diameter tertinggi adalah semai pada tingkat penggenangan batas leher akar

(kontrol), yaitu sebesar 0.02 cm.

Pertumbuhan Panjang Buku

Menurut hasil sidik ragam pada Tabel 1, terlihat bahwa baik perlakuan

tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak mempengaruhi respon

pertumbuhan jumlah buku batang pada semai.

0 0.005 0.01 0.015 0.02

AO A1 A2

Diameter 0.02 0.01 0.01

(20)

20

Pertambahan Jumlah Buku

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) terlihat bahwa baik

perlakuan tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak berpengaruh

nyata terhadap pertambahan jumlah buku batang pada semai.

Perubahan Jumlah Daun

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap jumlah daun dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap perubahan jumlah daun

Tingkat penggenangan Rata-rata perubahan jumlah daun

A0 0.23a*

A1 -0.05b

A2 -0.97c

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Dari hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa perlakuan

tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel jumlah

daun pada tanaman, sedangkan blok atau kelompok tidak memberikan pengaruh.

Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa jumlah daun meningkat

sebesar 0.23 pada penggenangan batas leher akar (kontrol). Pada Gambar 5 dapat

diketahui pula bahwa antar taraf perlakuan memiliki pengaruh yang berbeda

terhadap variabel perubahan jumlah daun. Tanda negatif (-) pada penggenangan

A1 dan A2 mengindikasikan jumlah daun yang berkurang dari jumlah awal.

Gambar 5 Perubahan jumlah daun semai

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4

A0 A1 A2

(21)

21

Pertambahan Jumlah Cabang

Pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang dapat

dilihat pada Tabel 5 yang diilistrasikan pada Gambar 6.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang

Blok/ kelompok Rata-rata pertambahan jumlah cabang

Naungan 0.017a*

Terbuka (tanpa naungan) 0.000b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Gambar 6 Pertambahan jumlah cabang semai

Pertambahan jumlah cabang memiliki hasil analisis sidik ragam (Tabel 1)

yang berbeda dari variabel pertumbuhan lainnya. Berdasarkan tabel tersebut,

diperoleh hasil bahwa yang berpengaruh terhadap respon pertambahan jumlah

cabang tanaman adalah pengaruh blok atau kelompok. Pertambahan jumlah

cabang pada blok naungan memberikan pengaruh yang berbeda dengan blok tanpa

naungan. Berdasarkan nilai rata-ratanya dapat diketahui bahwa perbedaan dari

kedua blok tersebut tidak terlalu signifikan, yaitu hanya sebesar 0.017.

Berat Kering Total

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total atau biomassa

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total

Tingkat penggenangan Rata-rata berat kering total (g)

A0 34.650a*

A1 22.392ab

A2 16.033b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%. 0.017a 0.000b 0 0.005 0.01 0.015 0.02

Naungan Tanpa naungan

Blok atau Kelompok

(22)

22

Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan

berat kering akar. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan adanya

respon pada biomassa terhadap perlakuan tingkat penggenangan. Namun, blok

atau kelompok tidak memberikan pengaruh terhadap variabel biomassa tersebut.

Menurut hasil uji lanjut Duncan (Tabel 6 dan Gambar 7), rata-rata nilai

berat kering total tertinggi pada semai adalah sebesar 34.65 gram. Pada Gambar

10 diketahui bahwa tingkat penggenangan A1 tidak memberikan pengaruh yang

berbeda dengan penggenangan A0 dan A2 terhadap respon biomassa. Namun

demikian, penggenangan A0 menghasilkan pengaruh yang berbeda dengan

penggenangan A2.

Gambar 7 Berat kering total semai

Nisbah Pucuk Akar

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar ditunjukkan

pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar

Tingkat penggenangan Rata-rata nisbah pucuk akar

A0 1.3418a*

A1 1.2636a

A2 0.6070b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%. 0 5 10 15 20 25 30 35

A0 A1 A2

BKT 34.65 22.392 16.033

(23)

23

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk

dan biomassa akar tanaman. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukan

bahwa tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel

nisbah pucuk akar. Sebaliknya, variabel nisbah pucuk akar tidak menunjukkan

perbedaan respon atas pengelompokkan ke dalam blok naungan dan tanpa

naungan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan di Tabel 7 dan Gambar 8 terlihat

bahwa penggenangan pada batas leher akar (kontrol) memiliki nilai rata-rata

nisbah pucuk akar tertinggi sebesar 1.3418. Di samping itu, dapat dilihat pula

bahwa tingkat penggenangan A0 tidak memiliki respon yang berbeda dengan

penggenangan A1. Namun, penggenangan A2 menghasilkan respon yang berbeda

dengan penggenangan A0 dan A1.

Gambar 8 Nisbah pucuk akar semai

Prosentase Tumbuh Tanaman

Prosentase tumbuh merupakan indikator untuk mengetahui tingkat

ketahanan tanaman terhadap perlakuan tingkat penggenangan dan blok atau

kelompok. Adapun nilai prosentase tumbuh tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

A0 A1 A2

NPA 1.3418 1.2636 0.607

1.3418a 1.2636a 0.6070b Ni sb ah P uc uk A ka r

Tingkat Penggenangan

(24)

24

Tabel 8 Prosentase tumbuh tanaman

Blok Penggenangan Jumlah Awal

Minggu pengamatan % tumbuh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Naungan

A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A2 7 7 7 7 7 4 4 4 4 4 4 3 3 42.86

Tanpa naungan

A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A2 7 7 7 7 7 7 6 5 5 4 4 3 3 42.86

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa semai dapat tumbuh baik pada tingkat

penggenangan hingga batas leher akar (A0) dan penggenangan A1,baik dalam

kondisi naungan maupun tanpa naungan. Namun, pada kedua blok terjadi

penurunan prosentase tumbuh semai di tingkat penggenangan A2.

5.2 Pembahasan

Luas lahan hutan mangrove di Indonesia serta adanya berbagai

permasalahan lingkungan terkait hutan mangrove menjadikan hasil penelitian ini

sebagai salah satu solusi dalam restorasi hutan mangrove secara tepat dengan

menggunakan jenis yang adaptif terhadap tingkat penggenangan. Seperti yang

diungkapkan Pulver dalam Setyawan et al. (2004), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam restorasi mangrove mencakup stabilitas tanah dan pola

penggenangan.

Jenis mangrove yang digunakan dalam penelitian ini adalah B.

gymnorrhiza. Pertumbuhan B. gymnorrhiza diukur berdasarkan beberapa variabel.

Variabel tersebut antara lain, pertumbuhan tinggi, diameter, panjang buku, jumlah

buku, jumlah daun, jumlah cabang, berat kering total (biomassa), nisbah pucuk

akar serta prosentase tumbuh tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel

1, faktor tingkat penggenangan dan blok ada yang memberikan pengaruh dan ada

yang tidak berpengaruh terhadap variabel-variabel pertumbuhan. Kedua faktor

tersebut diharapkan dapat memberikan respon pertumbuhan semai B. gymnorrhiza yang memiliki daya tahan paling baik pada tempat tumbuh yang ekstrim. Hal ini

terkait informasi yang menyebutkan bahwa B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran, artinya toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat

(25)

25

termasuk jenis yang mampu tumbuh baik pada kondisi yang selalu tergenang

(Kusmana et al. 2005).

Berdasarkan hasil penelitian melalui hasil sidik ragam (Tabel 1) diketahui

bahwa faktor tingkat penggenangan menyebabkan respon yang berbeda terhadap

variabel pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, BKT, NPA, dan prosentase

tumbuh semai. Hal ini berarti bahwa tingkat penggenangan mempengaruhi semai

untuk memberikan respon yang berbeda-beda pada variabel-variabel tersebut.

Blok atau kelompok percobaan ini terbagi dalam blok naungan dan tanpa

naungan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa blok memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap respon dari variabel-variabel pertumbuhan,

kecuali variabel jumlah cabang. Pertambahan jumlah cabang pada blok naungan

memberikan pengaruh berbeda dengan blok tanpa naungan. Akan tetapi

berdasarkan nilai rata-ratanya, pertambahan jumlah cabang pada blok naungan

lebih baik meskipun perbedaan nilainya tidak terlalu signifikan. Pengaruh blok

naungan tersebut diduga akibat adanya enzim auksin yang aktif pada kondisi

gelap. Oleh sebab itu, tunas cabang bertambah jumlahnya pada semai yang

diletakkan pada blok naungan.

Hasil uji lanjut dari perlakuan penggenangan yang memberikan pengaruh

respon berdasarkan hasil sidik ragam menjelaskan bahwa B. gymnorrhiza memberikan respon pertumbuhan dengan nilai rata-rata lebih tinggi pada tingkat

penggenangan A0 (kontrol). Secara umum, pengaruh penggenangan A1 tidak

berbeda dengan A0. Semai pada tingkat penggenangan A2 menunjukkan nilai

rata-rata parameter pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan kedua tingkat

penggenangan lainnya.

Perbedaan respon pertumbuhan semai tersebut disebabkan oleh beberapa

hal. Pertama, rendahnya ketersediaan oksigen untuk pertumbuhan semai. Media

tumbuh semai yang berupa lumpur menyebabkan kondisi tanpa oksigen (anaerob)

sehingga oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses respirasi harus diperoleh

dari atmosfer (Nybakken 1992). Rendahnya ketersediaan oksigen untuk

pertumbuhan semai dikarenakan semai belum mempunyai akar lutut yang dapat

membantu untuk penyerapan oksigen. Selain itu, lamanya penggenangan diduga

(26)

26

informasi lain menyatakan bahwa tinggi dan lamanya genangan akan berpengaruh

terhadap ketersediaan oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis

dan respirasi (Anonim dalam Halidah 2009). Oleh sebab itu, tingkat penggenangan yang cukup tinggi seperti pada taraf perlakuan A2 menyebabkan

respon pertumbuhan B. gymnorrhiza yang kurang optimal serta prosentase hidup yang lebih rendah.

Indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik tidaknya

pertumbuhan bibit adalah berat kering total (BKT) atau biomassa. Ini dikarenakan

biomassa dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman.

Nilai BKT sekaligus menunjukan nilai biomassa suatu tanaman dan berbanding

lurus dengan nilai biomassa tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi nilai

biomassa, maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit. Hal ini disebabkan

selama masa hidupnya atau selama waktu tertentu tanaman membentuk biomassa

yang mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan dimensi

lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995).

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) untuk variabel biomassa dapat

diketahui bahwa tingkat penggenangan menyebabkan terjadinya respon terhadap

berat kering total tanaman. Hal ini berarti masing-masing taraf perlakuan

penggenangan mengalami respon yang berbeda terhadap berat kering total

tanaman. Nilai rata-rata biomassa atau BKT tertinggi pada penggenangan A0

menunjukkan terjadinya proses metabolisme yang baik pada semai. Semakin baik

atau semakin efisien proses fisiologis tanaman, maka berat kering tanaman akan

semakin besar. Ini berarti tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia

untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Salissburry dan Ross 1995). Harjadi

(1991) mengungkapkan bahwa besarnya cahaya yang tertangkap pada proses

fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan

tanaman mencerminkan bobot kering. Namun, berdasarkan Tabel 1 diketahui pula

bahwa tidak terjadi perbedaan respon pada semai yang dikelompokkan ke dalam

blok naungan dan tanpa naungan. Hal ini diduga karena B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran terhadap naungan.

Selain biomassa, terdapat variabel yang juga merupakan faktor yang

(27)

27

menggambarkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air

dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman

(Lewenussa 2009). Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukan

dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa

bagian pucuk dan akar tanaman akan kokoh dan tidak mudah roboh karena sistem

perakaran tanamam mampu menopang pertumbuhan pucuknya (Wibisono 2009).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai rata-rata NPA tertinggi adalah

pada penggenangan kontrol (A0) sebesar 1.3418 dan tidak berbeda pengaruhnya

dengan penggenangan A1. Hasil ini menandakan bahwa bagian pucuk tanaman

berkembang lebih baik dibandingkan bagian akar tanaman. Nilai tersebut

menunjukkan pula bahwa pertumbuhan tanaman pada kedua penggenangan

tersebut cukup seimbang. Artinya, pertumbuhan pada bagian pucuk yang baik

didukung pula oleh perakaran yang baik. Ini sesuai dengan informasi dari Duryea

dan Brown (1984) dalam Ramadani (2008) yang menyebutkan bahwa bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk akar antara 1–3 dengan nilai bibit

terbaik.

Lain halnya dengan penggenangan A2, penggenangan A2 ini memiliki

nilai rata-rata NPA semai yang paling rendah. Nilai NPA pada penggenangan

tersebut mengindikasikan pertumbuhan bagian akar lebih baik dibandingkan

pertumbuhan pucuknya. Hal ini terjadi terkait jumlah daun yang berkurang dari

jumlah daun awal akibat terciptanya kondisi stres pada semai oleh perlakuan

penggenangan. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pula pada

Lampiran 2, jumlah daun pada semai berkurang disebabkan gugur daun atau

rontok seperti yang terilustrasikan pada Tabel 4. Bahkan ada semai yang tidak

terdapat daun sama sekali pada saat pemanenan untuk pengukuran biomassa.

Inilah yang menyebabkan berat kering pucuk yang merupakan hasil penjumlahan

dari berat kering batang, cabang, dan daun menjadi berkurang. Oleh karena itulah

(28)

28

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh signifikan terhadap respon

pertumbuhan semai B. gymnorrhiza, kecuali terhadap panjang buku, jumlah buku, dan jumlah cabang. Selain itu, semua semai baik pada kondisi naungan

maupun tanpa naungan tidak menampakkan perbedaan, kecuali dalam hal

jumlah cabang.

2. Berdasarkan parameter pengujian, tingkat penggenangan batas leher akar

pada kondisi naungan maupun tanpa naungan memberikan pengaruh paling

baik terhadap pertumbuhan optimal B. gymnorrhiza. Selain itu, jenis ini juga mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik hingga penggenangan batas

setengah tinggi batang bebas daun.

6.2 Saran

Saran yang dianjurkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah penanaman

(29)

ii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(30)

29

DAFTAR PUSTAKA

Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Primer. FAO Forestry paper No. 134. USA: FAO.

Chapman SB. 1976. Production Ecology and Nutrient Budgets (Method in Plant

Ecology SB Chapman, 2nd Ed. Oxford: Blackwell Scientific Publisher.

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1978. Pedoman Silvikultur Hutan Payau. Surat

Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/kpts/DJ/1978. Jakarta:

Direktorat Jenderal Kehutanan.

Halidah. 2009. Pengaruh tinggi genangan dan jarak tanaman terhadap pertumbuhan anakan Rhizophora mucronata Lam. di Pantai Barat Sulawesi Selatan. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(1):25–34. Harjadi S. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT. Gramedia.

Kartesz J. 2011. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.

http://B.%20gymnorrhiza/Google%20Terjemahan2.htm. [20 Oktober 2011]. Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management base on ecological

data in East Sumatera, Indonesia [desertasi]. Japan: Faculty Agricultural, Kyoto University.

_________. 1995. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi, Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio organik terhadap pertumbuhan bibit Cananga odorata (Lamk) Hook. Fet & Thoms [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Noor YS, M. Khazali, I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove

di Indonesia. Bogor: Ditjen PKA Departemen Kehutanan dan Wetlands

International Indonesia Programme.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.

Ramadani H. 2008. Formulasi inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan vermikompos dalam meningkatkan kualitas bibit jati Muna (Tectona

grandis Linn.F.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

(31)

30

Santoso H. 2011. Kebijakan Nasional Perencanaan Pengelolaan Mangrove. Jakarta: Kementrian PPN/ BAPPENAS.

Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2004. Review: Ekosistem Mangrove di Jawa: 2. Restorasi. Biodiversitas 5(2):105–118.

Sitompul SM dan Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soerianegara I, Indrawan A. 1980. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Supriatna N, Safari A. 2009. Informasi Singkat Benih. http:// bpthbalinusra.net.htm. [27 Agustus 2011].

(32)

ii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(33)

iii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(34)

iiii

RINGKASAN

INDAH PERMATASARI. Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA.

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki luas hutan mangrove sekitar 7.7 juta hektar. Hutan mangrove dengan berbagai manfaatnya pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, tidak terlepas dari permasalahan, di antaranya konversi hutan dan pemanfaatan hutan secara berlebihan. Selain permasalahan di Indonesia, terdapat pula permasalahan lingkungan dunia. Permasalahan tersebut adalah global warming yang berpengaruh pula terhadap hutan mangrove di Indonesia atas dampak kenaikan permukaan air laut yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, diperlukan informasi mengenai jenis mangrove yang adaptif atas kenaikan permukaan air laut dan juga jenis yang mampu mendukung untuk rehabilitasi lahan mangrove. Oleh sebab itu, kebutuhan informasi tentang respon pertumbuhan jenis mangrove pada berbagai tingkat penggenangan juga naungan menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan tingkat penggenangan yang diletakkan dalam dua blok atau kelompok, yaitu blok naungan dan tanpa naungan. Perlakuan tersebut terbagi menjadi tiga taraf perlakuan, yakni penggenangan hingga batas leher akar, penggenangan antara ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan ½ T, serta penggenangan antara ½ T dan ¾ T. Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) yang berumur 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penggenangan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan semai B. gymnorrhiza adalah penggenangan hingga batas leher akar. Namun, B. gymnorrhiza dapat beradaptasi dan tumbuh baik pada penggenangan hingga batas ½ tinggi batang bebas daun. Adapun pengaruh blok tidak memberikan pengaruh terhadap respon parameter pertumbuhan semai, kecuali dalam hal jumlah cabang.

(35)

ivi

SUMMARY

INDAH PERMATASARI. The Growth Responses of Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedling on Inundation Level in Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Under supervised of CECEP KUSMANA. Indonesia as a mega biodiversity country has mangrove forest amounted to 7.7 million hectares. Mangrove forest with whole benefits in ecology, economy, and social aspects, also have the problems, such as forest conversion and land overuse. Besides the problems in Indonesia, there is also world environment problem. That is global warming that take effect mangrove forest for rising of sea level effect. Related to that things, we need to know the information about species of mangroves that can be adaptived at increasing sea level and also species that can support for mangrove rehabilitation. Because of that, information needed about mangrove species growth responses at various inundation levels and shading caused this research important to do. This research used Randomized Complete Block Design with inundation level treatment that placed in two blocks, shading block and without shading block. The treatment is divided into three treatment stages, that are inundation until limit of the root neck, inundation between ¼ clear bole height and ½ clear bole height, and inundation between ½ clear bole height and ¾ clear bole height. Mangrove species that is used in this research is 6 months years old seedling of tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.). The research results showed that inundation level which gave the best influence to the growth of B. gymnorrhiza seedling is inundatoion until limit of neck of the root. However, B. gymnorrhiza can adapt and having good growth at inundation up to ½ clear bole height. In general, the influence of research block did not give effect to the growth parameter responses, except in branch of seedling.

(36)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara”

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing

dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau

lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(37)

vii

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat

Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara

Nama : Indah Permatasari

NRP : E44070040

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 19610212 198501 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(38)

viii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alllah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan

Juni-September 2011 adalah pertumbuhan semai tancang, dengan judul Respon

Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo , Jakarta Utara.

Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan

memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di

bidang kehutanan, khususnya silvikultur.

Bogor, Desember 2011

(39)

viiii

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses

penyusunan skripsi ini dan juga pihak yang selama ini membimbing penulis,

antara lain :

1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS yang telah mencurahkan segala kesabaran,

perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran beliau dalam memberikan arahan dan

bimbingan.

2. Dr. Ir. Agus Priyono, Kartono, M.Si selaku dosen penguji siding

komprehensif, Ir. Iwan Hilwan, MS sebagai ketua sidang, dan Dr. Ulfah

Juniarti Siregar M.Agr. sebagai moderator seminar hasil penelitian.

3. Staf Tata Usaha : Ibu Aliyah, Pak Ismail, Pak Dedi, dan Mas Saiful, serta

keluarga Laboratorium Ekologi : Bu Yani dan Bi Rah atas semua bantuan

dan keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

4. Keluarga besar baik dosen dan staf Departemen Silvikultur atas ilmu yang

telah penulis peroleh serta suasana kekeluargaannya.

5. Ayah, Ibu dan seluruh keluarga besar tercinta atas segala motivasi, doa, dan

kasih sayang yang telah diberikan.

6. Teman-teman satu bimbingan : Sariavi Putri, Yuda Purnama, Hireng

Ambaraji atas semangat perjuangannya.

7. Teman-teman Silvikultur 44 dan se-Fakultas Kehutanan IPB: Sri Handayani,

Rusdi Indra Safutra, Dyah Ayu Fitriasari, Anindita Kusumaningrum, Laswi

Irmayanti, Eri Sugiarto, Hendra Prasetia, dan seluruh teman-teman atas

segala bantuan, dukungan, motivasinya, semua kenangan yang telah kita

lalui, dan kebersamaan ini semoga bisa tetap terjalin.

8. Teman dan sahabat yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Winda

Puspita Sari, Listika Minarti, Gabby Elfanda Mumpunie, Tika Sri Aminah,

Tifanny Sukmawati, Nurul Inayah, Fatma Silviani, Eva, Asia, Fadlullah

Abdurachman, Aditya Wahyu Tri Asmoro, Dede Saputra, dan Sukmaraharja

Aulia Rachman Tarigan atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini.

9. Semua pihak yang belum disebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat.

(40)

ixi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 11 Februari 1989

sebagai anak ke-6 dari enam bersaudara pasangan Sumantha Mandhari S.E.

(Alm.) dan Unisah. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar

Lampung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih

Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi

kemahasiswaan, yakni sebagai staf Public Relation Division International Forest

Student Association (IFSA) tahun 2009, staf Departemen Pengembangan Sumber

Daya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB

(BEM-E) tahun 2009, staf Project DivisionTree Grower Community (TGC) tahun

2010, staf Departemen PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

IPB (BEM-KM) tahun 2010, dan staf Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Agric-Basketball IPB tahun 2008-2011. Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan

kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek

lapang. Kegiatan praktek tersebut, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan

(PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal Jawa Barat, Prakek Pengelolaan

Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi serta

Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Batubara Lahat, Sumatera Selatan.

Penulis berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya: (1)

juara 2 Lomba Esai (Aquaculture Festival oleh Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, tahun 2010); (2) juara 2 Kompetisi Mahasiswa

Berprestasi (Tingkat Departemen Silvikultur IPB, tahun 2010); dan (3) juara 2

Kompetisi Mahasiswa Berprestasi (Tingkat Fakultas Kehutanan IPB, tahun 2010).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana,

(41)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Tujuan Penelitian 2

1.3Manfaat Penelitian 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove 3

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 3

2.2.1 Taksonomi 3

2.2.2 Deskripsi Botani 4

2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami 5

2.2.4 Pemanfaatan 5

2.3 Biomassa 6

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu 7

3.2 Bahan dan Alat 7

3.3 Metode Pengumpulan Data 7

3.3.1 Persiapan Percobaan 7

3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran 9

3.4 Metode Analisis Data 12

3.4.1 Rancangan Percobaan 12

3.4.2 Analisis Data 13

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas 14

4.2 Kondisi Fisik 15

4.2.1 Geologi dan Topografi 15

4.2.2 Hidrologi 15

(42)

xii

4.3 Kondisi Biotik 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil 17

5.2 Pembahasan 24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 28

6.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(43)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap

variabel pertumbuhan semai 17

2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

pertumbuhan tinggi semai 18

3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

pertumbuhan diameter batang 19

4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

perubahan jumlah daun 20

5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap

pertambahan jumlah cabang 21

6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

berat kering total 21

7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

nisbah pucuk akar 22

(44)

xiiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah

naungan (B) 8

2 Peta lokasi penelitian 14

3 Pertumbuhan tinggi semai 18

4 Pertumbuhan diameter batang semai 19

5 Perubahan jumlah daun semai 20

6 Pertambahan jumlah cabang semai 21

7 Berat kering total semai 22

(45)

xivi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Blok percobaan: A. tanpa naungan, B. dengan naungan 32

2 Sampel semai di blok percobaan: A–B. tanpa naungan, C–D.

dengan naungan 32

3 Pengukuran tinggi dan diameter semai 33

4 Sampel hama pada semai: A. telur keong, B. keong, C. serangga 33

5. Sampel hasil pemanenan untuk pengukuran biomassa:

A. seluruh sampel berat basah semai, B–C. sampel berat basah daun, D–E. sampel berat basah cabang, F–G. sampel berat basah batang,

H–I. sampel berat basah akar 33

6. Hasil pengolahan data pertumbuhan tinggi semai (hasil transformasi) 35

7. Hasil pengolahan data pertumbuhan diameter (hasil transformasi) 36

8. Hasil pengolahan data pertumbuhan panjang buku (hasil transformasi) 37

9. Hasil pengolahan data pertumbuhan jumlah buku (hasil transformasi) 39

10.Hasil pengolahan data perubahan jumlah daun 40

11.Hasil pengolahan data pertambahan jumlah cabang (hasil transformasi) 41

12.Hasil pengolahan data berat kering total 43

13.Hasil pengolahan data nisbah pucuk akar 45

(46)
(47)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem.

Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil

inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan

Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan

7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia.

Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di

daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh

oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada

aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.

Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa

permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan

mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat

permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni

pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula

terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi

jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove,

manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk

pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat.

Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati.

Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk

(48)

2

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.

2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa

naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari

jenis B. gymnorrhiza.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi

(49)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No.

60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan

yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang

surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan

pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe

ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah

peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan

jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan

fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa

fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.

Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat

penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di

dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang

saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk

lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana

1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu

menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut,

sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan,

sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi

Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari

Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah

(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT);

(50)

4

tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang,

tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).

Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoracea

Genus : Bruguiera

Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

2.2.2 Deskripsi Botani

Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel,

permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna

berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal

pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada

bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki

bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga

elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.

Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah

soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih

Gambar

Gambar 1  Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 2 Hasil
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

KLBS-1 dilengkapi dengan cruise control, yang memungkinkan kendaraan dapat berjalan dengan kecepatan konstan serta dapat mengatur jarak dengan kendaraan yang

Dari uji coba e-Repoting Dinas Perikanan dan Kelautan Modul Perikanan Budidaya yang diterapkan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan berhasil memberikan

Berdasarkan diagram 1.2 didapat bahwa aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan model pengajaran langsung pada kompetensi melakukan

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%

dilihat adanya perbedaan yang signifikan antara zona hambat isolat Penicillium sp.1KMA dengan zona hambat yang dihasilkan keempat fungi endofit dan semua kontrol

Tujuan penelitian pada tahap I adalah mengembangkan produk media pembelajaran matematika berupa media CERGAM yang dapat meningkatkan minat belajar matematika

Pajak Daerah yang memberikan kontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kutai Barat diantaranya adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol.C, Bea Perolehan Hak