• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN

SUHERMANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

(3)

ABSTRAK

SUHERMANSYAH. Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan BUDI ARIFIN.

Kuersetin merupakan senyawa flavonol yang dapat mengelat berbagai ion logam. Kuersetin dapat mengelat ion logam pada tapak 3’,4’-katekol, 3- atau 5-hidroksikromon. Dalam penelitian ini, kompleks kuersetin dibentuk dengan ion Fe(III). Kompleks kuersetin dengan ion Fe(III) yang berasal dari FeCl3·6H2O lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O. Kuersetin berwarna kuning dan memiliki panjang gelombang maksimum (λ ) pada 250 dan 370 nm. Kompleks Fe(III)-kuersetin dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna hijau kekuning-kuningan dengan λ pada 280 dan 420 nm, sedangkan kompleks dari FeCl3·6H2O berwarna hijau tua dengan λ pada 280 dan 430 nm. Pergeseran λ tersebut menunjukkan bahwa kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon. Berdasarkan analisis dengan spektrofotometer serapan atom, kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah mol 1:1 logam-ligan, dan difraktogram sinar-X menunjukkan derajat kristalinitas kompleks sebesar 37%.

Kata kunci: Fe(III), kuersetin, senyawa kompleks

ABSTRACT

SUHERMANSYAH. Synthesis and Characterization of Fe(III)-Quercetin Complex. Supervised by SRI SUGIARTI and BUDI ARIFIN.

Quercetin belongs to flavonols which is able to chelate metal ions. Quercetin may chelate metal ions at 3’,4’-catechol, 3- or 5-hydroxycromone sites. In this study, quercetin was complexed with Fe(III). The complex with Fe(III) ions from FeCl3·6H2O was more stable than the complex derived from Fe(NO3)3·9H2O. The quercetin was yellow in color and showed maximum wavelengths (λ ) at 250 and 370 nm. The Fe(III)-quercetin complex from Fe(NO3)3·9H2O was yellowish green with at 280 and 420 nm, whereas that from FeCl3·6H2O was dark green with at 280 and 430 nm. The shift indicated that the complex was formed at 3-hydroxychromone site. The Fe(III)-quercetin complex was formed with 1:1 metal-ligand mole ratio based on atomic absorption spectrophotometry analysis and the X-ray diffractogram showed that the crystallinity of the complex was 37%.

(4)

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN

SUHERMANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Program Studi Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Disetujui oleh

Sri Sugiarti, PhD Pembimbing I

Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin Nama : Suhermansyah

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin” yang dilaksanakan bulan Februari sampai Desember 2012 di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Bapak Budi Arifin, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan kedua kakak atas nasihat, doa, dan kasih sayang yang tiada terkira.

Penghargaan turut penulis sampaikan kepada Staf Laboratorium Kimia Anorganik, Pusat Studi Biofarmaka, dan Laboratorium Terpadu. Tidak lupa ungkapan terima kasih dihaturkan kepada rekan-rekan mahasiswa di Departemen Kimia (Kimia 44 dan Kimia 45) atas motivasi, kebersamaan, serta diskusi singkat yang kerap terjadi selama penulis menempuh studi dan menjalani penelitian. Semoga mendapat balasan terbaik dari Allah SWT.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1 BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat 2

Preparasi Larutan 2

Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin 3

Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin 3

Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin 5

Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin 7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 8 Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 8

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kuersetin 1 

2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal

dari Fe(NO3)3·9H2O (b) 4 

3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk 5  4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari

Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c) dan

pendinginan (d) kompleks terlarut 6 

5 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil pemanasan kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O

6  6 Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b) 7 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 10 

2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin 11 

3 Data kristalinitas Fe(III)-kuersetin 12 

(9)

PENDAHULUAN

Kuersetin (Gambar 1) merupakan senyawa flavonol yang dapat membentuk kompleks dengan berbagai ion logam. Kuersetin berperan sebagai ligan dengan menyumbangkan pasangan elektron bebas pada gugus fungsi karbonil dan hidroksil. Terdapat 3 kemungkinan tapak pengompleksan ion logam, yaitu gugus 3’,4’-dihidroksil pada cincin B (tapak katekol), gugus 3-hidroksil dengan gugus 4-karbonil pada cincin C (tapak 3-hidroksikromon), dan gugus 5-hidroksil pada cincin A dengan gugus 4-karbonil pada cincin C (tapak 5-hidroksikromon) (Cornard dan Merlin 2002, Ryan dan Hynes 2007). Penggunaan kuersetin sebagai ligan bidentat berukuran besar diharapkan dapat menstabilkan ion logam yang dikelatnya. Kuersetin juga dapat menstabilkan ion logam karena kemampuan delokalisasi elektron oleh sistem terkonjugasi yang dimilikinya (Dehghan dan Khoshkam 2013). Beberapa kompleks ion logam dengan kuersetin telah dilaporkan, di antaranya Cr(VI) (Alvarez et al. 1989), Fe(II) (Ferrali et al.1997), Al(III) (Cornard dan Merlin 2002), Fe(III) (Markovićet al. 2011; Ryan dan Hynes 2007), dan Sn(II) (Dehghan dan Khoshkam 2013). Pada beberapa kasus, logam lain ditambahkan ke dalam sistem sebagai oksidator untuk menjaga agar bilangan oksidasi ion logam pusat pada senyawa kompleks tidak menjadi nol setelah mengoksidasi spesies lain. Kuersetin dapat digunakan untuk menggantikan peran logam lain tersebut, dengan cara mengompleks logam (0) sehingga tidak terdeposisi.

Gambar 1 Struktur kuersetin (Pekal et al. 2010)

(10)

terkompleks dengan tapak 3-hidroksikromon. Pekal et al. (2010) mengompleks kuersetin dengan logam Cu(II) dan melaporkan nisbah 1:1 logam terhadap ligan dengan panjang gelombang maksimum 436 nm. Pengompleksan juga terjadi pada tapak 3-hidroksikromon.

Fajrin (2010) telah berhasil menentukan kondisi optimum pembentukan kompleks Fe(III)-kuersetin dalam media miselar pada pH 4.5 dan menggunakannya untuk menentukan kadar Fe(III) dengan spektrofotometer ultraviolet (UV)-tampak. Namun, kompleks Fe(III)-kuersetin yang didapatkan belum dapat dikristalkan. Dalam penelitian ini, kuersetin dikompleks dengan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O dengan mengikuti metode Fajrin (2010). Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dihasilkan kemudian dikristalisasi sebagai upaya agar dapat dimanfaatkan sebagai katalis, dan puncak serapan kristal kompleks dibandingkan dengan kompleks dalam larutan. Selain itu, penelitian ini juga menentukan efek penggunaan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O terhadap pembentukan kompleks.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3·9H2O, FeCl3·6H2O, kuersetin (Sigma-Aldrich), etanol (p.a), dietil eter (p.a), air bebas-ion, heksana (p.a), CH3COOH 0.1 M, CH3COONa 0.1 M, dan setiltrimetilamonium bromida (CTAB) (AppliChem).

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca yang lazim digunakan di laboratorium, pelat pemanas berpengaduk, spektrofotometer UV-tampak 1701-PC (Shimadzu), spektrofotometer serapan atom 3300-ICE (Thermo), dan difraktometer sinar-X 7000 (Shimadzu).

Preparasi Larutan

(11)

Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin (Fajrin 2010)

Larutan induk standar Fe(III) 500 ppm sebanyak 0.50 mL, 1 mL larutan bufer asetat pH 4.6, 0.10 mL larutan induk kuersetin 5.91 10-2 M, dan 0.60 mL larutan induk CTAB 1.37 10-2 M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditera dengan air bebas-ion. Setelah itu, larutan dihomogenkan dengan pengaduk magnetik selama 45 menit. Kompleks Fe(III)-kuersetin kemudian dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak.

Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin

Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dikristalisasi berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O. Kristalisasi dilakukan dengan mengganti pelarut kompleks dengan pelarut yang tidak atau sedikit melarutkan kompleks. Kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase air dipindahkan ke fase dietil eter dengan metode partisi cair-cair. Nisbah air dengan dietil etil sebesar 1:1 (v/v). Endapan kompleks yang terbentuk pada fase dietil eter dipisahkan dari kompleks yang terlarut, kemudian ditambahkan heksana sekitar 10 mL dan didinginkan.

Kompleks Fe(III)-kuersetin yang masih terlarut ditambahkan heksana dengan nisbah dietil eter:heksana 1:2 (v/v). Setelah itu, dilakukan 2 perlakuan. Pada perlakuan pertama, kompleks dipanaskan pada suhu mendekati titik uap dietil eter. Setelah dietil eter habis menguap, kompleks akan mengendap pada fase heksana. Pelarut heksana kemudian diuapkan. Perlakuan kedua ialah mendinginkan kompleks terlarut selama ±1 hari hingga terbentuk endapan, kemudian pelarut diuapkan. Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin, kompleks terlarut pada fase dietil eter yang dipanaskan dan yang didinginkan masing-masing dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak. Diagram alir penelitian selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin

Kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna hijau kekuning-kuningan dan hampir larut sempurna dalam air. Kompleks yang berasal dari FeCl3·6H2O memiliki warna yang sama, tetapi ketika didiamkan terbentuk endapan. Pembentukan endapan kompleks ini disebabkan kelarutan FeCl3·6H2O dalam air lebih rendah dibandingkan dengan Fe(NO3)3·9H2O. Tyagi dan Mathur (2011) melarutkan FeCl3·6H2O dengan metil sianida, sedangkan Mlandĕnka (2011) menggunakan dimetil sulfoksida (DMSO).

(12)

4

akan berikatan dengan ion Fe(III). Alvarez et al. (1989) mengungkapkan bahwa penggunaan CTAB dalam pengompleksan ion logam dengan kuersetin dapat meningkatkan intensitas puncak serapan. Fajrin (2010) mengungkapkan bahwa CTAB memiliki aktivitas penurunan tegangan permukaan dan antarmuka yang paling tinggi dibandingkan dengan media miselar lainnya, seperti natrium dodesil sulfat (NDS) dan Triton X-100. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh nilai konsentrasi misel kritis (KMK). Semakin kecil nilai KMK, misel semakin mudah terbentuk sehingga akan mempermudah penurunan tegangan permukaan dan antarmuka. Nilai KMK dari CTAB, NDS, dan Triton X-100 berturut-turut adalah 9.2 , 8.3 , dan 8.5 M (Hummel 2002)

Kuersetin menunjukkan puncak serapan pada 250 nm untuk kromofor benzoil dan 370 nm untuk kromofor sinamoil (Gambar 2a). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa kuersetin memiliki 2 puncak serapan: gugus sinamoil berada pada kisaran panjang gelombang 300–400 nm, sedangkan gugus benzoil pada 240–300 nm (Dehgan dan Khoshkam 2011, Markovićet al. 2011, Markham 1988). Ketika ditambahkan Fe(III), puncak serapan gugus sinamoil mengalami pergeseran batokromik dari 370 nm ke 420 nm disertai penurunan intensitas, sedangkan puncak serapan gugus benzoil tidak bergeser (Gambar 2b). Pergeseran batokromik ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pengompleksan antara kuersetin dan Fe(III) pada tapak 3-hidroksikromon yang meningkatkan delokalisasi elektron pada sistem terkonjugasi sinamoil (Ferrali et al. 1997, Dehghan dan Khoshkam 2011).

Gambar 2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O (b)

(13)

5

bahwa kompleks pada tapak 5-hidroksikromon secara termodinamika kurang stabil dan juga tidak disukai secara kinetika. Kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah mol 1:1 (Fe-kuersetin) (Lampiran 2). Hasil ini sesuai dengan nisbah mol yang didapatkan oleh Markovićet al. (2011) serta Cornard dan Merlin (2003). Gambar 3 menunjukkan perkiraan kompleks yang terbentuk antara Fe(III) dan kuersetin.

Gambar 3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk

Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin

Kompleks Fe(III)-kuersetin diendapkan dengan pemindahan ke pelarut yang lebih nonpolar, melalui partisi cair-cair dari fase air ke dietil eter. Endapan kompleks yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna kuning kehitaman, endapan pada fase dietil eter yang dipanaskan maupun yang didinginkan berwarna kuning. Endapan kompleks yang berasal dari FeCl3·6H2O berwarna hijau pekat, endapan pada fase dietil eter yang dipanaskan berwarna kuning, dan pada fase dietil eter yang didinginkan tidak terbentuk endapan.

(14)

6

Gambar 4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c) dan pendinginan (d) kompleks terlarut

Endapan Fe(III)-kuersetin yang berasal dari FeCl3·6H2O juga diukur puncak serapannya (Gambar 5). Spektrum endapan kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase dietil eter yang dipanaskan (b) memiliki puncak serapan di sekitar 330, 290, dan 250 nm. Puncak serapan ini pernah dilaporkan oleh Bodini et al. (1999) sebagai puncak serapan kuersetin 0.3 mM pada pelarut DMSO. Puncak serapan ini mungkin dipengaruhi oleh pelarut. Namun, tidak bisa dipastikan senyawa apa yang terbentuk. Fase dietil eter yang didinginkan tidak membentuk endapan, maka tidak dapat diukur puncak serapannya.

Gambar 5 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil pemanasan kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O

(15)

7

oleh Ferrali (1997), Ryan dan Hynes (2007), serta Fajrin (2010). Hal ini berarti kompleks Fe(III)-kuersetin dari FeCl3·6H2O tidak terlepas kembali pada saat pemindahan pelarut. Senyawa FeCl3·6H2O larut dalam air panas sehingga mudah mengendap dalam air suhu ruang. Selain itu, FeCl3·6H2O dapat larut pada pelarut organik seperti DMSO (Ferrali et al. 2001 dan Mladĕnka 2011), dan metil sianida (Tyagi dan Mathur 2011). Menurut Mladĕnka (2011), kompleks Fe(III)-kuersetin dari FeCl3·6H2O yang terbentuk pada kondisi asam lebih stabil dibandingkan dengan kompleks dari Fe(NO3)3·9H2O pada kondisi yang sama.

Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin

Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X untuk menentukan apakah Fe(III) masih terkompleks dan mengetahui derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas menunjukkan nisbah antara bentuk kristalin dan amorf di dalam kompleks Fe(III)-kuersetin. Difraktogram endapan kompleks dibandingkan dengan FeCl3·6H2O ditunjukkan pada Gambar 6.

(a)

(b)

(16)

Gambar 6 memperlihatkan beberapa pergeseran akibat terjadinya pengompleksan dengan kuersetin. Puncak 2 15° bergeser menjadi 13°, puncak 33° bergeser menjadi 30°, dan puncak 37° bergeser menjadi 32°. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kompleks terdapat Fe(III) yang tetap terkompleks dengan kuersetin. Sementara itu, puncak 2 pada 44°, 64°, dan 77° berasal dari wadah aluminium sampel. Puncak ini muncul karena jumlah sampel yang relatif sedikit. Derajat kristalinitas kompleks didapatkan sebesar 37% (perhitungan diberikan di Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kompleks, bentuk kristalin lebih sedikit daripada bentuk amorf (Adianti 2007). Namun, hasil ini telah menunjukkan bahwa dalam endapan tersebut terdapat kristal kompleks Fe(III)-kuersetin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Senyawa kompleks Fe(III)-kuersetin berhasil terbentuk dengan menggunakan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O maupun FeCl3·6H2O. Kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon dengan nisbah mol 1:1 (Fe:kuersetin). Endapan Fe(III)-kuersetin yang diperoleh dengan menggunakan ion Fe(III) dari FeCl3·6H2O lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O, diperoleh dengan metode penurunan suhu. Derajat kristalinitas kompleks Fe(III)-kuersetin diperoleh sebesar 37% bentuk kristalin di dalam endapan.

Saran

Perlu dilakukan pembentukan kompleks pada berbagai kisaran pH, penentuan nisbah dengan Job’s methode, dan penambahan rendemen kompleks Fe(III)-kuersetin agar dapat dilakukan analisis lebih lanjut, serta optimisasi kondisi reaksi pembentukan kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Adianti EF. 2007. Pencirian poliblen polikaprolakton, poliasamglikolat, dan poliasamlaktat dengan difraksi sinar-X dan spektrometer inframerah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Alvarez MJ, Garcia ME, Medel AS. 1989. The complexation of Cr(III) and Cr(VI) with flavones in micellar media and its use for the spectrophotometric determination of chromium. Talanta. 36:919-923.

Bodini EM, Copia G, Tapia R, Leighton F, Herrera L. 1999. Iron complexes of quercetin in aprotic medium. Redox chemistry and interaction with superoxide anion radical. Polyhedron. 18:2233-2239.

(17)

9

Cotton FA, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Suharto, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Anorganic Chemistry.

Dehghan G, Khoshkam Z. 2013. Tin(II)-quercetin complex: synthesis, spectral characterization and antioxidant activity. Food Chem. 131:422-426.

Fajrin R. 2010. Kompleksasi Fe(III)-kuersetin pada media miselar dan penggunaannya untuk penentuan Fe(III) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ferrali M, Donati D, Bambagioni S, Fontani M, Giorgi G, Pietrangilo A. 2001. 3-Hydroxy-(4H)-benzopyran-4-ones as potential iron chelating agents in vivo.

Bioorg Med Chem. 9:3041-3047.

Ferrali M, Signorini C, Caciotti B, Sugherini L, Ciccoli L, Giachetti D, Comporti M. 1997. Protection against oxidative damage of erythrocyte membrane by the flavonoid quercetin and its relation to iron chelatin activity. FEBS Lett. 416:123-129.

Hummel DO. 2002. Handbook of Surfactant Analysis. New York:J Wiley.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Identification of Flavonoid. Marković JMD, Marković ZS, Brdarić TP, Pavelkić VM, Jadranin MB. 2011. Iron complexes of dietary flavonoids: combined spectroscopic and mechanistic study of their free radical scavenging activity. Food Chem. 129:1567-1577. Mladĕnka P, Macáková K, Filipský T, Zatloukalová L, Jahodář L, Bovicelli P,

Silvestri IP, Hrdina R, Saso L. 2011. In vitro analysis of iron chelating activity of flavonoids. J Inorg Biochem. 105:693-701.

Pekal A, Biesaga M, Pyrzynska K. 2010. Interaction of quercetin with copper ions: complexation, oxidation and reactivity towards radical. Biometals.

24:41-49.

Ren J, Meng S, Lekka CHE, Kaxiras E. 2007. Complexation of flavonoids with iron: structure and optical signatures. J Phys Chem B. 112:1845-1850.

Ryan P, Hynes MJ. 2007. The kinetics and mechanisms of the reactions of iron(III) with quercetin and morin. J Inorg Biochem. 102:127-136.

(18)

10

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pembuatan larutan standar Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O serta larutan standar kuersetin

Pembuatan kompleks Fe(III)-kuersetin

Analisis kompleks Fe(III)-kuersetin dengan spektrofotometer UV-Vis

Partisi cair-cair kompleks Fe(III)-kuersetin ke dalam dietil eter 1:1 (v/v)

Kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase dietil eter Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin

+ heksana 1:2 v/v (dietil eter:heksana) + heksana 10 mL

didinginkan

dipanaskan didinginkan

Endapan Fe(III)-kuersetin Endapan Fe(III)-kuersetin

Pelarut diuapkan Pelarut diuapkan

(19)

11

Lampiran 2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin

Pengukuran standar Fe(III)

Konsentrasi (ppm) Absorbans

0.1929 0.0157

Rata-rata 0.0277 0.3404 425.5190 Sampel Perlakuan

1 0.0250 0.3072 304.1920

2 0.0266 0.3269 323.6603

3 0.0266 0.3269 323.6603

Rata-rata 0.0261 0.3208 317.5765

Contoh perhitungan kadar Fe:

Berdasarkan pengukuran standar Fe(III) didapatkan persamaan garis

y = 2.5313 + 0.0813x

Untuk sampel awal ulangan 1

y = 2.5313 + 0.0813x

0.0264 = 2.5313 + 0.0813x x = 0.3244 ppm

Perhitungan mol Fe:

(20)

12

Perhitungan mol kuersetin: g kuersetin = 0.2 g

Mr kuersetin = 338.27 g mol⁄ mol kuersetin =

= .

.

= 5.9124 mol

Nisbah mol Fe dengan mol kuersetin: mol Fe : mol kuersetin

5.6786 : 5.9124

1 : 1

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir di Cianjur, 27 Desember 1988 dari pasangan Bapak Madratam dan Ibu Tiyah. Penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Cilegon pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA-IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Gambar

Gambar 4 menunjukkan spektrum endapan kompleks yang berasal dari
Gambar 6  Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam akad ij ᾱrah ‘alᾱ al-‘amal harus dengan jelas para pihak menyepakati bentuk jasa yang akan dilakukan, termasuk penjelasan spesifikasi pekerjaan bila itu

Gresik dengan pasar modern < 200 M Tidak ada pasar modern yang letaknya satu kompleks dengan pasar aturan tentang parkir Pasar tidak memiliki lahan parkir yang

Dari hasil karakterisasi untuk daya serap terhadap metilen biru diperoleh arang aktif terbaik adalah arang yang diaktivasi dengan aktivator Na 2 CO 3 5%... JOM FMIPA

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) pengetahuan ibu terhadap pencegahan dini kanker leher rahim sebagian besar adalah

Sejak tahun buku 2009 sampai tahun buku 2013 keuangan Kopdit Kubu Gunung Tegaljaya belum terperinci sehingga belum diketahui bagaimana perkembangan laporan keuangan yang terjadi

Pesan politik yang dikomunikasikan melalui game online “Selamatkan Jakarta” pada level Jokowi vs Preman adalah, dalam upaya mewujudkan Jakarta baru tanpa

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan. Rumah sakit berhak atas segala sesuatu yang berhak didapatkan dan

Observasi merupakan penelitian dan melakukan pencatatan yang terstruktur dan terorganisir terhadap fakta dan permasalahan yang diteliti. Observasi dapat dilakukan secara