HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI
DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA
( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN
CINERE KOTA DEPOK )
Oleh: Aditya Muchron
A24103088
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
SUMMARY
ADITYA MUCHRON. The relation between Biopore Infiltration Holes existance and physical characteristic of surrounding soil. (Case study in Pancoran
Mas, Limo and Cinere subdistricts—Depok) (supervised by WAHYU
PURWAKUSUMA and KUKUH MURTILAKSONO)
Biopore Infiltration Hole is one of artificial water infiltration techniques on shallow surface. It is developed based on a principle, preserving soil ecosystem. This provides biodiversity supported by adequately water, air, and nutrient source (organic matter). The activities of roots and organisms in soil can create biopore, and the microbes can support mineralization and organic compounds synthetic to put the soil aggregate into solidity. As a result, soil structure will be preserved. This will make the ability of soil to absorb and keep water inclining.
The research's done in three sub districts in Depok, which are Pancoran Mas, Limo and Cinere. These observation locations are chosen based on the similarity of their soil characteristics in resident area in Depok, where land covering and hardening take place dominantly. In this experiment, there are three recurrences and a control in 30, 50, and 100 cm from each biopore infiltration hole. Thus, total of observations are 12 biopore infiltration holes in each sub districts and 36 measuring result and soil physical characteristic observations.
RINGKASAN
ADITYA MUCHRON. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo
dan Cinere Kota Depok ) ( Di bawah bimbingan WAHYU PURWAKUSUMA
dan KUKUH MURTILAKSONO )
Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Ditambahkannya bahan organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehinga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.
Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perubahan sifat fisik tanah di sekitar Lubang Resapan Biopori. Sifat fisik tanah cenderung memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Semakin dekat dengan lubang resapan nilai-nilainya cenderung membaik. Bobot isi tanah rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm berturut-turut adalah: 0,94, 0,95 dan 0,96 g/cm3, Nilai hantaran hidrolik tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam, nilai porositas tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. Nilai stabilitas agregat rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Nilai Permeabilitas rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/jam.
HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI
DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA
( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN
CINERE KOTA DEPOK )
Oleh: Aditya Muchron
A24103088
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik
Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )
Nama : Aditya Muchron
NRP : A24103088
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS.
NIP: 19610122 198703 1 002 NIP: 19600808 198903 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP:
RIWAYAT HIDUP
Aditya Muchron, seorang anak laki–laki yang dilahirkan di Depok pada
tanggal 16 September 1985 yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara
dengan dua adik perempuan dari pasangan Abdul Halim dan Murniati.
Penulis memulai pendidikan di sebuah Taman Kanak–Kanak Bina Putra di Depok pada tahun 1990, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) Depok Baru VI pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997.
Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2
Depok dari tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2000, selanjutnya penulis
melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 49 Jakarta
pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Melalui Jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor dan memilih Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Hidrologi dan Sistem Informasi Geografi di Departemen Tanah dan
KATA PENGANTAR
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Puji serta syukur penulis sampaikan ke haribaan Allah SWT, atas rahmat
dah hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian ini berjudul “ Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat
Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan
Cinere Kota Depok )“. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan mengenai
peranan kehadiran lubang resapan biopori terhadap peningkatan sifat fisik tanah
dan kemampuannya untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air
sehingga diharapkan ada informasi yang akurat kepada masyarakat tentang
manfaat dari aplikasi lubang resapan biopori yang telah dan akan diterapkan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc., Bapak Dr. Ir. Kukuh
Murtilaksono, MS. Dan Ibu Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi. sebagai dosen
pembimbing dan dosen penguji yang dengan sabar dan setia memberikan
bimbingan serta arahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tiada kata yang dapat terucap untuk kedua orang tua tercinta yang dengan
sabar dan penuh harap mengiringi penulis dengan doa dan kasih sayang yang tiada
ternilai.
Penulis juga mengucapkan terima ksaih kepada :
5. Oktiana, Widi, Rica, Karina, Dian, Siti, Devi, Elvina, Agi, Tocil, Eko, Idan, Ali serta teman-teman kuliah yang selalu membantu dalam
perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
6. Pak. Udin, Pak. Saipul, petugas Laboratorium Genesis Tanah dan Satpam
Departemen Tanah atas segala bantuannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat. Amien yaa robbal‘alamiem...
DAFTAR ISI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12
3.2. Bahan dan Alat ... 12
3.3. Metodologi Penelitian ... 12
3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 12
3.3.2. Pengambilan sampel tanah ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1. Agregat Tanah ... 16
4.2. Bobot Isi ... 18
4.3. Porositas ... 20
4.4. Permeabilitas ... 22
4.5. Hantaran Hidrolik Tanah...24
4.6. Analisis Statistik...26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1. Kesimpulan ... 31
5.2. Saran ... 31
VI. DAFTAR PUSTAKA... 32
HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI
DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA
( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN
CINERE KOTA DEPOK )
Oleh: Aditya Muchron
A24103088
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
SUMMARY
ADITYA MUCHRON. The relation between Biopore Infiltration Holes existance and physical characteristic of surrounding soil. (Case study in Pancoran
Mas, Limo and Cinere subdistricts—Depok) (supervised by WAHYU
PURWAKUSUMA and KUKUH MURTILAKSONO)
Biopore Infiltration Hole is one of artificial water infiltration techniques on shallow surface. It is developed based on a principle, preserving soil ecosystem. This provides biodiversity supported by adequately water, air, and nutrient source (organic matter). The activities of roots and organisms in soil can create biopore, and the microbes can support mineralization and organic compounds synthetic to put the soil aggregate into solidity. As a result, soil structure will be preserved. This will make the ability of soil to absorb and keep water inclining.
The research's done in three sub districts in Depok, which are Pancoran Mas, Limo and Cinere. These observation locations are chosen based on the similarity of their soil characteristics in resident area in Depok, where land covering and hardening take place dominantly. In this experiment, there are three recurrences and a control in 30, 50, and 100 cm from each biopore infiltration hole. Thus, total of observations are 12 biopore infiltration holes in each sub districts and 36 measuring result and soil physical characteristic observations.
RINGKASAN
ADITYA MUCHRON. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo
dan Cinere Kota Depok ) ( Di bawah bimbingan WAHYU PURWAKUSUMA
dan KUKUH MURTILAKSONO )
Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Ditambahkannya bahan organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehinga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.
Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perubahan sifat fisik tanah di sekitar Lubang Resapan Biopori. Sifat fisik tanah cenderung memiliki nilai lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Semakin dekat dengan lubang resapan nilai-nilainya cenderung membaik. Bobot isi tanah rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm berturut-turut adalah: 0,94, 0,95 dan 0,96 g/cm3, Nilai hantaran hidrolik tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam, nilai porositas tanah rata-rata pada jarak 100, 50 dan 30 cm berturut-turut adalah: 63,9, 64,2 dan 64,5 %. Nilai stabilitas agregat rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Nilai Permeabilitas rata-rata pada jarak 30, 50 dan 100 cm adalah 18,8, 18,0 dan 17,4 cm/jam.
HUBUNGAN EKSISTENSI LUBANG RESAPAN BIOPORI
DENGAN SIFAT FISIK TANAH DI SEKITARNYA
( STUDI KASUS KECAMATAN PANCORAN MAS, LIMO DAN
CINERE KOTA DEPOK )
Oleh: Aditya Muchron
A24103088
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat Fisik
Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok )
Nama : Aditya Muchron
NRP : A24103088
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS.
NIP: 19610122 198703 1 002 NIP: 19600808 198903 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP:
RIWAYAT HIDUP
Aditya Muchron, seorang anak laki–laki yang dilahirkan di Depok pada
tanggal 16 September 1985 yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara
dengan dua adik perempuan dari pasangan Abdul Halim dan Murniati.
Penulis memulai pendidikan di sebuah Taman Kanak–Kanak Bina Putra di Depok pada tahun 1990, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) Depok Baru VI pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997.
Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2
Depok dari tahun 1997 hingga lulus pada tahun 2000, selanjutnya penulis
melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 49 Jakarta
pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Melalui Jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor dan memilih Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Hidrologi dan Sistem Informasi Geografi di Departemen Tanah dan
KATA PENGANTAR
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Puji serta syukur penulis sampaikan ke haribaan Allah SWT, atas rahmat
dah hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian ini berjudul “ Eksistensi Lubang Resapan Biopori dengan Sifat
Fisik Tanah di Sekitarnya. ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan
Cinere Kota Depok )“. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan mengenai
peranan kehadiran lubang resapan biopori terhadap peningkatan sifat fisik tanah
dan kemampuannya untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air
sehingga diharapkan ada informasi yang akurat kepada masyarakat tentang
manfaat dari aplikasi lubang resapan biopori yang telah dan akan diterapkan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc., Bapak Dr. Ir. Kukuh
Murtilaksono, MS. Dan Ibu Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi. sebagai dosen
pembimbing dan dosen penguji yang dengan sabar dan setia memberikan
bimbingan serta arahan hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tiada kata yang dapat terucap untuk kedua orang tua tercinta yang dengan
sabar dan penuh harap mengiringi penulis dengan doa dan kasih sayang yang tiada
ternilai.
Penulis juga mengucapkan terima ksaih kepada :
5. Oktiana, Widi, Rica, Karina, Dian, Siti, Devi, Elvina, Agi, Tocil, Eko, Idan, Ali serta teman-teman kuliah yang selalu membantu dalam
perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
6. Pak. Udin, Pak. Saipul, petugas Laboratorium Genesis Tanah dan Satpam
Departemen Tanah atas segala bantuannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses perkuliahan, penelitian dan penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat. Amien yaa robbal‘alamiem...
DAFTAR ISI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12
3.2. Bahan dan Alat ... 12
3.3. Metodologi Penelitian ... 12
3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 12
3.3.2. Pengambilan sampel tanah ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1. Agregat Tanah ... 16
4.2. Bobot Isi ... 18
4.3. Porositas ... 20
4.4. Permeabilitas ... 22
4.5. Hantaran Hidrolik Tanah...24
4.6. Analisis Statistik...26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1. Kesimpulan ... 31
5.2. Saran ... 31
VI. DAFTAR PUSTAKA... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Indeks Stabilitas Agregat ... 27
2. KelasHantaranHidrolikTanah...7
27
Lampiran
1. Hasil Analisis Stabilitas Agregat Tanah ... 28
2. Hasil Analisis Nilai Bobot Isi
Tanah...28
3. Hasil Analisis Porositas
Tanah...28
4. Hasil Analisis Permeabilitas
Tanah...28
5. Hasil Analisis Hantaran Hidrolik
Tanah...28
6. Hasil Analisis
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Hubungan Nilai Agregat dengan Jarak dari Lubang Resapan
Biopori...16
2. Hubungan Nilai Bobot Isi dengan Jarak dari Lubang Resapan
Biopori...18
3. Hubungan Nilai Porositas dengan Jarak dari Lubang Resapan
Biopori...21
4. Hubungan Nilai Permeabilitas dengan Jarak dari Lubang Resapan
Biopori...23
5. Hubungan Nilai Hantaran hidrolik dengan Jarak dari Lubang Resapan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah salah satu
bentuk teknik resapan air buatan tipe permukaan dangkal. Berbeda dengan teknik
resapan air buatan lainnya yang cenderung pasif dengan mengandalkan sifat fisik
alami permukan resapan, LRB ditengarai bersifat aktif karena melibatkan fauna
tanah dalam menjaga permukaan resapannya. Lubang Resapan Biopori
dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk
mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup
air, udara, dan sumber makanan (bahan organik).
Di kota-kota besar khususnya Jakarta, seiring dengan cepatnya laju
pertumbuhan dan pembangunan yang berdampak pada berkurangnya jumlah lahan
terbuka untuk dapat meresapkan air mengakibatkan beralihnya salah satu fungsi
tanah yaitu sebagai media untuk meresapkan serta mengikat udara dan air, akibat
dari minimnya air yang meresap ke dalam tanah kandungan air tanah menjadi
semakin berkurang, disisi lain penggunaan air tanah terus berlanjut tanpa
memikirkan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Selain itu,
dampak dari banyaknya tutupan lahan juga mengakibatkan menurunnya kualitas
kesuburan tanah di sekitarnya, sehingga teknologi rekayasa untuk meningkatkan
jumlah air yg mampu di resapkan ke dalam tanah diantara banyaknya tutupan
lahan memang mutlak diperlukan.
Pembuatan lubang resapan biopori disertai dengan penambahan bahan
organik ke dalam lubang resapan mengakibatkan organisme di dalam dan sekitar
lubang menjadi aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh
tanaman melalui akar. Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat
biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik sehingga dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya
struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan
memegang air pun meningkat.
Dengan ukuran diameternya yang relatif kecil, lubang resapan biopori
dinilai sebagai suatu terobosan yang aplikatif untuk meningkatkan jumlah resapan
yang sarat dengan penutupan lahan. Aplikasi yang relatif cepat, mudah dan dapat
dilakukan pada ruang yang relatif sempit menjadi keunggulan dalam pembuatan
lubang resapan biopori. Sehingga hal ini diharapkan dapat menjadi pelopor yang
dapat merubah cara pandang kita terhadap lingkungan sekitar, terutama air yang
selama ini dianggap sebuah pemberian tuhan yang dapat dipergunakan selamanya
dan sebanyak–banyaknya tanpa harus memikirkan bagaimana menjaga
ketersediaannya untuk masa yang akan datang.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kehadiran
lubang resapan biopori dengan beberapa sifat fisik tanah di sekitar lubang tersebut.
1.3. Hipotesis
Penambahan bahan organik kedalam lubang resapan biopori akan merubah
beberapa sifat fisik tanah di sekitar lubang baik melalui pengaruh langsung
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lubang Resapan Biopori
Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah sebuah
rekayasa teknologi peresapan air tepat guna berupa lubang silindris berbentuk
vertikal yang memiliki ukuran diameter yang relatif tidak terlalu besar namun
dapat efektif untuk meresapkan air ke dalam tanah. Konversi penggunaan lahan
untuk pemukiman menyebabkan fungsi hidrologis tanah terganggu. Sebagian
permukaan lahan menjadi kedap ditutup tapak bangunan, perkerasan jalan, dan
perkerasan lainnya. Bagian lahan terbuka juga mengalami proses pemadatan, dan
biopori berkurang karena berkurangnya tanaman dan fauna tanah sebagai pelaku pembuat biopori di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan sebagian besar air hujan
tidak lagi meresap ke dalam tanah dan bahkan dibuang melalui saluran drainase.
Peningkatan jumlah air hujan yang dibuang karena berkurangnya laju peresapan
air ke dalam tanah, akan menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau, serta berkurangnya cadangan air bawah tanah.
Teknologi konvensional yang telah diperkenalkan untuk peresapan air di
kawasan pemukiman adalah pembuatan sumur resapan. Sayangnya dengan
teknologi seperti ini tidak semua orang dapat menerapkannya. Sumur resapan
memerlukan dimensi cukup besar, sebagian dindingnya perlu dibuat penguatan
serta perlu diisi dengan pasir, kerikil, dan ijuk; hal ini dilakukan untuk
menghindari longsornya dinding resapan. Bahan pengisi seperti itu tidak dapat
digunakan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori. Oleh
karena itu dalam kasus sumur resapan, biopori boleh dikatakan tidak akan
terbentuk. Penyumbatan permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa
air dan tersaring oleh ijuk sehingga menyumbat rongga diantara ijuk sangat rentan
terjadi, hal ini akan menyebabkan laju peresapan air menjadi sangat lambat.
Pengumpulan volume air yang cukup besar dalam sumur resapan menyebabkan
beban resapan relatif besar. Beban resapan adalah volume air yang masuk dalam
lubang dibagi luas permukaan resapan (dinding dan dasar lubang). Beban resapan
akan meningkat sejalan dengan peningkatan diameter lubang. Peningkatan beban
jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan
dikedapkan dengan penguat dinding.
Mengingat kebutuhan air yang terus meningkat dan sumber air utama
berasal dari curah hujan, perlu diupayakan rekayasa teknologi peresapan air tepat
guna yang dapat efektif meresapkan air hujan ke dalam tanah. Peresapan air hujan
yang efektif akan dapat memelihara kelembaban tanah, dan menambah cadangan
air bawah tanah (ground water). Dengan demikian akan dapat mencegah banjir dan keretakan tanah yang memicu terjadinya longsor serta dapat mencegah
penurunan permukaan tanah (subsidence) dan intrusi air laut karena kosongnya pori tanah akibat penyedotan air bawah tanah yang berlebihan.
Peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar oleh adanya biopori yang
dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah perlu
disediakan bahan organik yang cukup di dalam tanah. Untuk memudahkan
pemasukan bahan organik ke dalam tanah perlu dibuat lubang silindris ke dalam
tanah. Pembuatan lubang silindris akan menjadi simpanan depresi yang dapat
menahan sementara aliran permukaan untuk memberi kesempatan meresap ke
dalam tanah. Dinding lubang silindris menyediakan tambahan permukaan resapan
air seluas dinding lubang yang dibuat. Bila lubang silindris diisi sampah organik,
maka permukaan resapan tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan
karena dilindungi oleh sampah organik.
Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam lubang silindris
akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama cacing tanah yang
memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsanya, serta
memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen yang cukup. Untuk
meminimalkan beban lingkungan oleh adanya pengumpulan volume air dan
sampah organik di dalam lubang, maka dimensi lubang tidak boleh terlalu besar.
Atas beberapa pertimbangan teknis seperti: (1) kemudahan pembuatan dan
pemeliharaan lubang, (2) pengurangan beban resapan, (3) kemudahan penyebaran
guna pengurangan beban lingkungan, dan (4) kecukupan ketersediaan oksigen
bagi fauna tanah; lubang resapan sebaiknya berdiameter 10 cm dengan kedalaman
2.2. Latosol Merah
Latosol terbentuk dari bahan induk tufa vulkan, banyak dijumpai pada
daerah dengan curah hujan tinggi (2000–7000 mm/tahun) dengan rata–rata bulan
kering kurang dari tiga bulan, topografi bergelombang, berombak, berbukit dan
bergunung. Dalam klasifikasi tanah di Indonesia, pada tingkat kelompok
(subgroup) sifat–sifat latosol hanya dibedakan oleh warna pada horizon B. Oleh
sebab itu muncul sistem penamaan seperti Latosol Merah, Latosol Merah
Kekuningan, Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan.
Sifat lain yang menonjol dan penting dari latosol ialah terbentuknya
keadaan granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik. Ini
memungkinkan pengolahan tanah latosol segera setelah hujan lebat tanpa
menyebabkan keadaan fisik tanah yang tidak memuaskan. Karena iklim
tropik-basah dan semi tropik-tropik-basah secara berangsur berubah menjadi keadaan baik
kering maupun sedang-basah maka latosolisasi juga bervariasi mengikuti
perubahan–perubahan tersebut. Dengan demikian dijumpai berbagai profil sesuai dengan iklim yang berubah. Sebenarnya, penentuan apakah suatu tanah adalah
latosol atau podzolik seringkali sangat sukar. Jadi, tanah merah atau lempung
merah dari daerah mediteran dianggap orang sebagai tanah transisi. Akan tetapi,
jangan ditafsirkan bahwa semua tanah di daerah tropik adalah Latosol. Berbagai
macam, baik tanah–tanah aluvial, kolovial maupun kipas, terdapat di daerah
tropik. Mereka sedikit sekali mengalami latosolisasi. Selanjutnya, pada daerah
tinggi seringkali podzolisasi merupakan tipe genesis tanah yang dominan
(Soepardi, 1983).
Proses penting dalam pembentukan tanah Latosol adalah proses laterisasi,
yaitu terjadinya pencucian basa–basa dan silika yang mengakibatkan
meningkatnya seskuioksida secara relatif pada horison penciri B. Tanah ini di
dominasi mineral liat kelompok kaolinit. Tanah ini terbentuk pada ketinggian 220
m di atas permukaan laut dengan curah hujan 3552 mm/tahun. Latosol masuk ke
2.3. Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Bahan demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa
serangan jazad mikro. Sebagai akibat, nahan itu berubah terus dan tidak mantap,
dan selalu harus diperbaharui melalui penambahan sisa–sisa tanaman atau
binatang (Soepardi, 1983)
Kadar bahan organik tanah mineral tidak malebihi 3 atau 5 persen dari
bobot tanah. Walaupun jumlahnya sedikit, pengaruh bahan organik terhadap sifat–
sifat tanah dan pertumbuhan tanaman terlihat sangat nyata. Bahan organik
merupakan perekat butiran lepas sehingga dapat meningkatkan sifat fisik tanah.
Unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan belerang merupakan unsur hara utama
yang dapat di suply oleh bahan organik. Tanpa adanya bahan organik, semua kegiatan biokimia akan terhenti, karena bahan organik merupakan sumber energi
dari jazad mikro. Bahan organik juga dapat meningkatkan jumlah air yang dapat
dipegang oleh tanah dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman.
Seluruh bahan organik mengalami dekomposisi di dalam tanah. Bahan-bahan yang terdiri dari sisa tanaman dan hewan yang telah mati biasanya di
dekomposisi sangat cepat di dalam tanah. Bahan-bahan yang tertinggal di
permukaan tanah akan terdekomposisi lebih lambat, sama halnya dengan bahan
organik yang telah mengalami sedikit dekomposisi, prosesnya akan berjalan lebih
lambat. Dekomposisi bahan yang masih segar bergantung pada jenis bahannya,
usia, ukuran partikel, dan kadar N yang terkandung, tetapi kelembaban tanah,
temperatur aerasi, pH dan kadar hara juga memberikan pengaruh terhadap
pelapukan bahan organik.
Bahan yang berasal dari sisa tanaman yang banyak mengandung air dan
masih muda akan lapuk dengan cepat. Daun dan tanaman anggur dapat terlapuk
lebih cepat dibandingkan akar. Tanaman gula, tepung, asam amino dan protein
yang mengandung jaringan muda dalam jumlah besar dapat terlapuk dengan
2.4. Organisme Tanah
itu berupa hubungan simbiotik maupun sebuah kompetisi. Organisme tanah lebih sering
bersaing satu dan yang lain dalam memperebutkan unsur hara atau energi, yang mana
banyak di dapatkan dari bahan organik, tetapi memang organisme tanah lebih sering
mendapatkan unsur hara dari bahan organik yang kemudian dijadikannya sumber energi
dan unsur hara bagi organisme lain. Dalam hal ini, ketergantungan atau persaingan dari
berbagai organisme memberikan pengaruh terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman.
Banyak sekali aktivitas dari organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman
pertanian. Kenyataannya, pemupukan tanah sering berhubungan dengan jumlah dan
keragaman dari organisme yang dapat mendukung.
Keragaman juga menjadi inti untuk sebuah proses dekomposisi dari bahan
organik, dengan pelepasan elemen hara menjadi bentuk tersedia dan dalam
pembentukan bahan organik tanah. Prosesnya dimulai dengan menyamankan bahan
organik oleh fauna tanah yang lebih besar. Dekomposisi bahan organik membantu
meningkatkan kadar O2 di dalam tanah yang berada liang dan rongga yang dibentuk oleh
pergerakan organisme di dalam tanah. Liang dan rongga memainkan peranan yang
signifikan dalam membantu proses drainase dan aerasi. Proses pencampuran bahan
organik oleh pergerakan organisme di dalam tanah juga membantu proses dekomposisi,
tanah yang sudah kaya akan mikroorganisme dapat disebut juga dengan bahan organik.
Cacing tanah juga memainkan peranan yang penting di dalam perubahan bentuk
excreta yang dihasilkan dari beberapa invertebrata yang akhirnya membentuk bahan
organik tanah oleh mikroorganisme. Cacing tanah bersama dengan organisme
mikroskopik seperti fungi, bakteri dan actinomycetes memelihara pengurangan C:N rasio
dari bahan organik, hal ini sangat penting dalam hal produksi bahan organik tanah.
Walaupun cacing tanah dapat mengurangi C:N rasio lebih besar daripada
mikroorganisme, akhir dari perubahan bentuk dari bahan organik menjadi bahan organik
Jumlah dan aktivitas dari mikroorganisme berbeda pada tanah yang berbeda.
Jumlah dan aktivitas organisme dipengaruhi oleh tanah dan penerimaan rangsang dari
tanaman atau organisme lain. Banyak organisme yang relatif tidak aktif walaupun
mendapatkan rangsang dari eksudat akar atau sisa tanaman yang sedang mengalami
dekomposisi. Kehadiran dan aktivitasnya juga sering dalam keadaan bebas, menjadikan
kehadiran dan jumlahnya menjadi penting pada saat itu, yang mungkin menguntungkan
bagi kelompok organisme yang lain. Kelompok utama dari organisme tanah yang
memberikan pengaruh terhadap bahan organik tanah adalah binatang kecil, artropoda,
cacing tanah, nematoda, alga, protozoa, jamur, aktinomicetes dan bakteri.
2.5. Infiltrasi
Infiltrasi adalah air cair yang diterima pada permukaan bumi akhirnya, jika
permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak
gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran (Seyhan, 1977). Pada proses infiltrasi, air bergerak secara vertikal ke dalam tanah karena adanya gaya gravitasi ataupun
karena adanya gaya sedotan matrik tanah. Karena tanah yang bersifat poreus atau
memiliki rongga–rongga yang dapat diisi dengan udara atau/dan air sehingga air
yang air yang masuk ke dalam tanah akan mampu disimpan oleh tanah hingga
keadaan kapasitas lapang.
Infiltrasi memiliki peranan yang sangat penting di alam dan dalam
kehidupan manusia karena mampu menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman,
mampu menyumbangkan air ke dalam air bawah tanah (ground water) sehingga
melestarikan aliran air dimusim kemarau, dapat menurunkan aliran permukaan,
erosi dan pergerakan sedimen dan bahan polutan ke dalam sistem perairan
permukaan tanah. Air infiltrasi merupakan agen pencucian unsur hara, selain itu
juga dapat memberikan informasi yang berguna untuk perencanaan pengunaan
lahan, perencanaan irigasi dan pemilihan komuditas.
Kapasitas infiltrasi atau laju infiltrasi maksimum adalah kemampuan tanah
menyerap air per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau
cm/menit), sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam
tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau
cm/menit). Jika hujan kecil atau lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka
hujan. Jika intensitas hujan besar atau lebih dari kapasitas infiltrasi, maka laju
infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh porositas tanah, semakin
besar porositasnya maka semakin besar kapasitas air infiltrasi yang dapat
ditampung. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas
lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat di tahan oleh
partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Pada awal infiltrasi, laju infiltrasi sangat
tinggi, kemudian menurun hingga akhirnya konstan pada laju minimum. Pada
awal infiltrasi gaya yang bekerja adalah gaya gravitasi dan gaya sedotan matrik
tanah, semakin basah, gaya matrik semakin berkurang, akhirnya mencapai nilai 0
(nol) pada saat tanah jenuh. Pada kondisi demikian, gaya yang bekerja hanya gaya
gravitasi.
2.6. Tinjauan Statistik
2.6.1. Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan
penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam
analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu variabel respon yang disebut juga
variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya diperngaruhi oleh variabel
lainnya dan dinotasikan dengan Y, dan variabel predictor yang disebut juga
variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel
lainnya) dan dinotasikan dengan X.
2.6.2. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression)
Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna
untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga ρvariabel prediktor
dimana banyaknya ρ kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresinya
dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + .... + βpXp +ε
Karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai
berikut :
Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah
dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error). Sehingga dugaan bagi β (atau dinotasikan dengan b) dapat dirumuskan sebagai
berikut (Draper and Smith, 1992) :
b = (X‘X)-1 X’Y
Dimana :
X : Matriks 1 digabung dengan p-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah
observasi sebagai baris
Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan
analisis terhadap nilai R2 dan R2adj, uji multikolinieritas dan uji autokorelasi.
2.6.2.1. Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj
R2adj disebut sebagai R yang disesuaikan dan didefinisikan sebagai :
R2adj = 1 – (1 – R2) (n – 1)
(n – p)
Dalam statistik ini telah dilakukan penyesuaian terhadap derajat bebas jumlah
kuadrat sisa (JKSp) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (Drapper and Smith,
1992).
2.6.2.2. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah kondisi terdapatnya hubungan linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing variabel independen dalam model
regresi. Multikolinearitas biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah
Adanya korelasi yang tinggi antar variabel prediktor dinamakan
multikolinieritas. Jika kasus ini terjadi dalam regresi linier, maka variabilitas bi
akan tidak efisien (overweight). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat
digunakan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut :
VIF = 1 . 1 - Rj 2
Dimana, VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar
variabel prediktor; VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel
prediktor; VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor
merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.
2.6.2.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisis merupakan data time series (Anderson dkk, 1993).
dimana:
d = nilai Durbin Watson
Σei = jumlah kuadrat sisa
Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai d-tabel. Hasil
perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai berikut :
1. Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif
2. Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif
3. Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah, Departemen Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta pengamatan lapang di
tiga Kecamatan di Kota Depok pada bulan September 2008 hingga Juni 2009.
Lokasi pengamatan dipilih berdasarkan persamaan karakteristik tanah di wilayah
pemukiman penduduk di Kota Depok, dimana penutupan dan pengerasan lahan
sangat dominan. Ketiga Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pancoran Mas,
Kecamatan Limo dan Kecamatan Cinere.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah, air dan sampah
organik. Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh adalah ring
sampel dengan garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm, pisau, cangkul atau sekop, palu, dan kayu balok untuk memasukan ring ke dalam tanah
secara seimbang. Untuk mengukur hantaran hidrolik digunakan peralatan seperti
permeameter sederhana, tissue, stopwatch, ember, gayung, palu dan bambu untuk
penyangga kaki penahan permeameter.
3.3. Metodologi Penelitian
3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori
Percobaan dilakukan dengan pembuatan lubang resapan biopori di lokasi
pengamatan dengan melakukan tiga kali pengulangan serta sebuah kontrol pada masing–masing lokasi pengamatan dan dilakukan tiga kali pengukuran dengan
jarak pengukuran yang telah ditentukan dari masing-masing lubang, sehingga total
pengamatan berjumlah 12 lubang resapan biopori di tiga lokasi berbeda dan 36
hasil pengukuran dan pengamatan sifat fisik tanah, sehingga masing–masing
lokasi memiliki empat lubang resapan biopori dan 12 hasil pengamatan dan
pengukuran dengan 3 jarak berbeda yang telah ditentukan dari lubang resapan
biopori, yaitu 30 cm, 50 cm dan 100 cm. Satu lubang resapan biopori pada
masing–masing lokasi digunakan untuk pengukuran kontrol sebagai pembanding
3.3.2. Pengambilan Sampel Tanah
Pengamatan sifat fisik tanah dilakukan dengan menggunakan metode
pengambilan contoh tanah utuh dan contoh tanah dengan agregat utuh. Pengambilan
contoh tanah utuh menggunakan ring sample dengan garis tengah ring (stailess steel)
4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Sampel yang diambil memiliki
jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm dari lubang resapan biopori.
3.3.3. Pengukuran Hantaran Hidrolik Tanah
Pengamatan hantaran hidrolik tanah dilakukan di lokasi pengamatan
dengan menggunakan metode permeameter. Lubang untuk pengukuran dibuat
dengan jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm dari lubang resapan biopori dengan
kedalaman 20 cm. Pertama, bersihkan lokasi dari serasah dan rumput yang akan
mengganggu kegiatan pengukuran. Bor tanah sampai kedalaman 20 cm. Atur
kerangka statif hingga dapat menopang permeameter dengan baik, kemudian tutup
inlet udara pada tabung permeameter bagian atas. Isi tabung dengan air sampai
penuh (tabung dalam dan luar) sehingga tidak ada gelembung udara dalam tabung
permeameter. Hindari penyumbatan lubang inlet udara dengan memberikan alas
yang relatif tebal di atas permukaan tanah. Tutup permukaan permeameter
menggunakan tissue secara perlahan, dan pastikan benar-benar sudah melekat.
Masukan tabung ke dalam lubang yang telah di buat, kemudian pasang kaki
statifnya, tinggi genangan air di dalam lubang adalah 15 cm. Buka inlet udara di
atas tabung hinga air dalam tabung masuk ke dalam lubang dan meresap ke dalam
tanah secara vertikal dan horizontal. Catat laju penurunannya setiap interval waktu
yang telah ditentukan hingga penurunan menjadi konstan. Hitung dengan rumus :
K = {[ ln {h/r+((h/r)2 +1)0,5}-1]Q}/2πh2
K = Hantaran Hidrolik (cm/jam)
h = Ketinggian Muka Air (cm)
r = Jari – jari Lubang
π = 3,14
3.3.4. Analisis Laboratorium
Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah,
Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Sifat fisik tanah yang diamati
adalah bobot isi, porositas, permeabilitas, kemantapan agregat dan hantaran
hidrolik tanah.
3.3.4.1. Agregat Tanah
Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan contoh
tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke
laboratorium untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan,
terlebih dahulu contoh tanah di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu
dilakukan pengayakan kering. Pertama, taruh kurang lebih 500 gram tanah kering
udara di atas ayakan 8 mm, di bawahnya berturut-turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0
mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga semua tanah turun melalui ayakan 8 mm. Gerak-gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian
timbang masing-masing fraksi agregat, dan nyatakan dalam %. Persentasi agregat
adalah 100 % dikurangi dengan % agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu
lakukan pengayakan basah. Hitung selisih antara rata-rata berat diameter agregat
tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah, jika selisihnya makin besar
berarti makin tidak stabil tanah tersebut, untuk mendapatkan indeks stabilitas
agregat dipergunakan rumus :
1 X 100 % Indeks Stabilitas Agregat
3.3.4.2. Bobot Isi
Pengukuran nilai bobot isi tanah dilakukan dengan mengambil sampel
tanah utuh di lapang dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis
tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Timbang contoh tanah utuh bersama dengan ring sample ( X gram ), lalu timbang
berat ring sample kosong ( Y gram ). Tetapkan kadar air tanah ( Z ) dengan cara
gravimetrik, yaitu mengeringkan tanah dengan oven pada suhu 105°C, setelah itu
hitung volume tanah yang nilainya sama dengan volume ring sample. Kemudian
Bobot Isi = 100 ( X – Y ) / ( 100 + Z ) Volume Tanah
3.3.4.3. Porositas
Pengukuran porositas tanah dilakukan di laboratorium dengan melakukan
penetapan nilai bobot isi tanah terlebih dahulu, setelah itu baru menetapkan nilai
porositas tanahnya yang dinyatakan dalam % dengan menggunakan rumus :
Porositas Total = ( 1 - Bobot Isi Tanah ) X 100 % Bobot Jenis Partikel
3.3.4.4. Permeabilitas
Pengukuran diawali dengan pengambilan contoh tanah utuh dari lokasi
pengamatan dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring
(stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm, setelah itu contoh tanah di bawa ke laboratorium dan di masukan ke dalam alat penetapan
permeabilitas bersama dengan tabungnya, kemudian air dari keran di alirkan ke
alat tersebut, biarkan proses ini berjalan selama 24 jam agar udara yang terdapat
dalam pori-pori tanah keluar, karena permeabilitas ditetapkan dalam keadaan
jenuh, dan untuk membuat jenuh tanah berat diperlukan waktu lebih dari 24 jam.
Misalkan setelah 24 jam adalah pukul 09.00, maka lakukan pengukuran pertama
pada pukul 15.00 sampai pukul 16.00, lalu ukur lagi pada pukul 16.00 sampai
pukul 17.00. Pengukuran ke tiga dilakukan esok hari pukul 09.00 sampai pukul
10.00, pengukuran ke empat dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke
tiga dan pengukuran ke lima dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke
empat. Pengukuran yang dilakukan adalah banyaknya volume air yang keluar
setelah melalui massa tanah selama 1 jam, lalu ambil rata-rata dari kelima
pengukuran tadi. Hitung dengan rumus :
K = Q X L X 1 t h A K = Permeabilitas ( cm/jam )
Q = Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran ( ml ) t = Waktu Pengukuran (jam)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Agregat Tanah
Hampir semua karakteristik sifat fisik tanah ditentukan oleh kehadiran
agregat. Porositas, infiltrasi dan permeabilitas adalah salah satu sifat fisik tanah
yang nilainya sangat ditentukan oleh jumlah, ukuran dan stabilitas agregat tanah.
Agregat tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah.
Pembentukan agregat tergantung pada terdapatnya butir-butir primer yang dapat
beragregasi, penggumpalan dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sedimentasi
dari bahan-bahan yang menggumpal menjadi agregat yang stabil.
Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium
untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu
contoh tanah di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan
pengayakan kering. Pertama, taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di
atas ayakan 8 mm, di bawahnya berturut-turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm.
Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga semua tanah turun melalui
ayakan 8 mm. Gerak-gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian timbang
masing-masing fraksi agregat, dan nyatakan dalam %. Persentasi agregat adalah
100 % dikurangi dengan % agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu
lakukan pengayakan basah. Hitung selisih antara rata-rata berat diameter agregat
tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah, jika selisihnya makin besar
berarti makin tidak stabil tanah tersebut.
Gambar 1 menunjukkan sebaran nilai indeks stabilitas agregat tanah di
sekitar lubang resapan. Nilai agregat tanah di sekitar lubang resapan cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 80,4 sedangkan
nilai agregat rata-rata pada kontrol adalah 77,3. Penambahan bahan organik
berupasampah organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa
seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya
aktivitas organisme sehingga za-zat perekat butiran-butiran tanah seperti getah
dan lilin yang berguna untuk mengikat butir-butir primer ke dalam lubang resapan
fisik tanah di sekeliling lubang resapan, sehingga kemantapan agregat tanahnya
semakin meningkat jika dibandingkan dengan kontrol.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, menunjukan nilai agregat tanah yang
semakin tinggi pada sample yang berdekatan dengan lubang resapan biopori. Pada
jarak 30, 50 dan 100 cm, nilai agregat tanahnya berturut-turut adalah 81,7, 80,4
dan 79,1. Pengamatan di Belanda menunjukan bahwa stabilitas agregat memiliki
nilai yang lebih tinggi pada tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi
dan jumlah cacing tanah yang banyak. Jumlah cacing tanah sangatlah penting
dalam menjaga stabilitas makro-agregat (Brussaard, 1997).
Gambar 1. Hubungan Nilai Agregat Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori
Agregat tanah sangat jelas dipengaruhi oleh penambahan polisakarida dari
bahan organik, tetapi stabilitasnya sangat dipengaruhi oleh jalinan hifa di dalam
agregat. Jamur, jumlahnya di permukaan pada tanah mineral tanpa pengolahan
sangatlah membantu dalam pembentukan agregat yang stabil oleh cacing tanah
dan mikro arthopode seperti mites (Beare, 1997).
Walaupun aktifitas cacing tanah sangat sangat penting dalam menjaga
stabilitas agregat tanah, jamur dan bakteri juga berperan langsung dalam
pembentukan dan menstabilkan agregat tanah. Peranan jamur dan bakteri
seringkali menjadi dominan pada pengolahan tanah yang dilakukan secara
konvensional di mana cacing tanah dan arthopoda lain berkurang karena cara-cara pengolahan tanah, kekurangan bahan organik, dan penggunaan pupuk atau cairan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan organik mungkin
memiliki pengaruh yang berbeda dalam stabilitas agregat (Piccolo et al. 1997).
Penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi bahan organik, khususnya tingkat
kelembaban, mungkin memiliki pengaruh yang sangat penting pada bahan organik
dalam menstabilkan agregat.
4.2. Bobot Isi Tanah
Bobot isi tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan
utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri dari
volume yang terisi bahan padat dan volume ruangan diantaranya (Sitorus, et al.
1980)
Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah
per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan, yaitu kerapatan partikel
(bobot partikel = BP) dan kerapatan massa (bobot isi = BI). Kerapatan partikel
adalah bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, pada tanah-tanah
mineral biasanya kerapatan partikel berkisar antara 2,6 sampai 2,7 g/cm3 dengan
nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedangkan kerapatan massa adalah bobot massa tanah
kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume.
Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran
partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang
bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi antara 1,0 sampai
dengan 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3
sampai dengan 1,8 g/cm3. Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1
g/cm3 = 1 ton g/cm3.
Pengukuran nilai bobot isi tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah
utuh di lapang dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring
(stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Timbang contoh tanah utuh bersama dengan ring sample ( X gram ), lalu timbang berat ring
sample kosong ( Y gram ). Tetapkan kadar air tanah ( Z ) dengan cara gravimetrik,
yaitu mengeringkan tanah dengan oven pada suhu 105°C, setelah itu hitung
volume tanah yang nilainya sama dengan volume ring sample. Kemudian hitung
Gambar 2 menunjukkan sebaran nilai bobot isi tanah di sekitar lubang
resapan. Nilai bobot isi tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 0,95 g/cm3 sedangkan nilai
bobot isi rata-rata pada kontrol adalah 0,97 g/cm3. Perbedaan nilai bobot isi
rata-rata pada sampel dan kontrol disebabkan karena adanya perbedaan tekstur tanah,
jenis bahan organik dan penggunaan lahan di atasnya, selain itu pengaruh aplikasi
lubang resapan yang telah dibuat sebelumnya juga cukup memberikan efek
terhadap rendahnya nilai bobot isi tanah sampel terhadap kontrol. Rendahnya nilai
bobot isi tanah juga berhubungan dengan aerasi tanah, namun berat tanah yang
lebih kecil juga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai bobot isi
tanah di lapang.
Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 2 juga menunjukkan
bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai bobot isi tanah cenderung
menurun. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm, nilai bobot isi tanahnya
berturut-turut adalah 0,94, 0,948, 0,96 g/cm3. Penambahan bahan organik yang banyak
mengandung berbagai macam senyawa seperti lemak, karbohidrat, protein dan
lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas organisme tanah, terutama
organisme yang bersifat heterotrof. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam
lubang resapan dijadikan sumber energi bagi organisme ini karena organisme
heterotrof tidak mampu berfotosintesis atau tidak mampu menyediakan
makanannya sendiri.
Arthropoda adalah salah satu jenis organisme heterotrof yang memiliki sendi pada kakinya, yang termasuk ke dalam keluarga arthropoda adalah seperti serangga, laba-laba, mites dan millipedes. Keluarga arthropoda banyak ditemukan di tanah, terutama tanah yang terdapat banyak kandungan bahan organik.
Walaupun beberapa dari organisme ini banyak menyebabkan kerusakan dan
penyakit pada akar tanaman, tetapi tidak sebanyak hama tanaman. Kegiatan yang
dilakukan oleh organisme ini sangat mempengaruhi nilai porositas terhadap
kemampuannya mengikat air, drainase dan aerasi. Bersama dengan cacing tanah,
organisme ini sangat berperan dalam pengolahan bahan organik di tanah, kotoran
yang dihasilkannya bersama cacing tanah merupakan bagian yang sangat penting
dalam proses pembentukan humus. Peran utama Arthropoda adalah pada saat memarut, meremahkan sisa tanaman hingga menjadi bentuk yang lebih kecil dan
mencapurkannya ke dalam tanah. Proses demikian merangsang mikroorganisme
lain untuk melakukan dekomposisi dari sisa tanaman tersebut. Proses inilah yang
menyebabkan nilai bobot isi tanah menjadi lebih rendah serta mempengaruhi
sifat-sifat fisik tanah lainnya.
4.3. Porositas Tanah
Persentase ruang pori total atau porositas total secara harfiah diartikan
sebagai perbandingan antara volume pori tanah dengan volume total tanah.
Berbeda dengan bobot jenis partikel yang tetap untuk suatu tanah tertentu,
porositas dan bobot isi tanah dapat berubah dan beragam tergantung pada keadaan
struktur tanah, khususnya dalam hubungan dengan proses pemadatan tanah.
Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, stabilitas
agregat tanah dan kadar agregat tanah, semakin stabil agregat suatu tanah, maka
porositasnya akan semakin besar, sehingga kemampuan memegang airnya pun
semakin besar.
Pengukuran porositas tanah dilakukan di laboratorium dengan melakukan
penetapan nilai bobot isi tanah terlebih dahulu, setelah itu baru menetapkan nilai
porositas tanahnya yang dinyatakan dalam % dengan menggunakan rumus yang
Gambar 3 menunjukkan sebaran nilai porositas tanah di sekitar lubang
resapan. Nilai porositas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki nilai
yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 64,20 %
sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 63,55 %. Porositas
merupakan sifat fisik tanah yang nilainya sangat dipengaruhi oleh nilai agregat,
struktur dan tekstur tanah. Pengaplikasian lubang resapan biopori disertai
penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan beberapa waktu sebelum
dilakukannya pengambilan sampel tanah berdampak pada perbaikan sifat-sifat
fisik tanah terutama struktur, tekstur dan agregat tanah yang tentunya memberikan
pengaruh langsung terhadap nilai porositas tanah, sehingga memiliki nilai yang
lebih besar jika dibandingkan dengan nilai pada kontrol.
Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 3 juga menunjukkan
bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung
meningkat. Pada jarak 30cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 64,51,
64,18 dan 63,90. Bahan organik di dalam lubang resapan membuat organisme
tanah lebih aktif. Menghasilkan perekat yang mampu mengeratkan partikel tanah
menjadi satu kesatuan yang lebih besar merupakan sebuah hasil luar biasa dari
aktifitas bakteri dan fungi. Eksudat dari akar tanaman juga merupakan sesuatu
yang bermanfaat. Perekat atau mucilage yang dihasilkan oleh bakteri, jamur dan
actinomycetes membantu merekatkan partikel tanah yang terpisah menjadi sebuah granul hingga terbentuk makro-agregat. Pembentukan agregat yang stabil inilah
yang juga memberikan pengaruh terhadap nilai porositas pada tanah, sehingga
nilai porositas tanah menjadi lebih besar serta mampu memegang air hasil
infiltrasi dalam jumlah yang lebih banyak. Tanpa makro-agregat yang cukup,
sangat sulit bagi tanah untuk mampu menahan air infiltrasi atau drainase dan
udara yang cukup untuk mengurangi CO2 dan memperkirakan kebutuhan O2 yang
Gambar 3. Hubungan Porositas Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori
Salah satu hal penting yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan
menjaga porositas tanah adalah dengan menggunakan bahan organik secara
bijaksana atau sesuai aturan, meskipun porositas bisa diperbaiki, walaupun hanya
sementara, dengan pengolahan secara tepat, penambahan kalsium atau
menggunakan molekul polyelectrolytes. Umumnya, pengolahan bisa memperbaiki
pori yang diisi udara secara sementara, tetapi ini biasanya awal terbentuknya pori
mikro secara lebih luas ke pori makro dengan memberikan efek negatif pada
infiltrasi, drainese dan pergerakan udara dalam tanah.
4.4. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya
suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai
cairan adalah air dan sebagai media berpori adalah tanah. Penetapan permeabilitas
dalam keadaan jenuh dilakukan mengikuti cara yang dikemukakan oleh De Boodt
berdasarkan hukum Darcy.
Pengukuran diawali dengan pengambilan contoh tanah utuh dari lokasi
pengamatan dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring
(stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm, setelah itu
contoh tanah di bawa ke laboratorium dan di masukan ke dalam alat penetapan
permeabilitas bersama dengan tabungnya, kemutian air dari keran di alirkan ke
alat tersebut, biarkan proses ini berjalan selama 24 jam agar udara yang terdapat
dalam pori-pori tanah keluar, karena permeabilitas ditetapkan dalam keadaan
jenuh, dan untuk membuat jenuh tanah berat diperlukan waktu lebih dari 24 jam.
Misalkan setelah 24 jam adalah pukul 09.00, maka lakukan pengukuran pertama
pada pukul 15.00 sampai pukul 16.00, lalu ukur lagi pada pukul 16.00 sampai
pukul 17.00. Pengukuran ke tiga dilakukan esok hari pukul 09.00 sampai pukul
10.00, pengukuran ke empat dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke
tiga dan pengukuran ke lima dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke
empat. Pengukuran yang dilakukan adalah banyaknya volume air yang keluar
setelah melalui massa tanah selama 1 jam, lalu ambil rata-rata dari kelima
pengukuran tadi. Hitung dengan rumus yang terdapat pada bab metodologi.
Gambar 4 menunjukkan sebaran nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang
resapan. Nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki
nilai yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 34,93
cm/jam sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 16,82 cm/jam.
Perbaikan sifat fisik tanah yang disebabkan oleh penambahan bahan organik tanah
sangat menentukan kecepatan air bergerak di dalam tanah, selain itu, adanya
perakaran pada sampel tanah yang diambil juga turut mempengaruhi nilai
permeabilitas, karena banyaknya rongga-rongga akibat perakaran, sehingga nilain
permeabilitasya cenderung lebih besar.
Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada gambar 4 juga menunjukkan
bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung
meningkat. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 18,83,
18,03 dan 17,37 cm/jam. Struktur tanah mempunyai pengaruh yang besar
terhadap udara dan air tanah ( infiltrasi, drainase dan jumlah air yang kemampuan
tanah di pegang melawan gaya gravitasi) karena ruang diantara agregat, yaitu
ruang pori tanah. Ruang pori tanah sangat tergantung kepada kealamian agregat
dan mereka terbentuk hingga menjadi sebuah struktur, dan juga dibantu oleh
rongga-rongga yang terbentuk akibat adanya pergerakan akar tanaman,
Gambar 4. Hubungan Nilai PermeabilitasTanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori
Struktur tanah, baik di permukaan ataupun di dalam tanah, sangat
mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Lapisan luarnya dapat menghalangi air untuk
masuk. Pemadatan tanah juga mempengaruhi kecepatan infiltrasi dan drainase.
Jika drainase berjalan lambat, maka tidak akan cukup untuk menukar udara dalam
tanah dengan air berlebih. Dari grafik 4 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
penambahan bahan organik kedalam lubang resapan terhadap perbaikan sifat fisik
tanah sehingga ada perbedaan nilai permeabilitas dari masing-masing jarak
pengukuran akibat pengaruh dari penambahan bahan organik tersebut.
4.5. Hantaran Hidrolik Tanah
Hantaran hidrolik tanah merupakan salah satu sifat tanah yang
menggambarkan kemampuan tanah untuk meluluskan air, kemampuan ini
berhubungan erat dengan fenomena pergerakan air di dalam tanah baik secara
vertikal ataupun horizontal. Kemampuan tanah untuk meluluskan air sangat
ditentukan oleh kondisi fisik tanah yang bersangkutan, terutama oleh porositas
tanah, kontinuitas pori dan stabilitas agregat tanah.
Pengukuran hantaran hidrolik jenuh dilakukan di lapang dengan
menggunakan metode permeameter. Pertama, bersihkan lokasi dari serasah dan
rumput yang akan mengganggu kegiatan pengukuran. Bor tanah sampai
kedalaman 20 cm. Atur kerangka statif hingga dapat menopang permeameter
dengan baik, kemudian tutup inlet udara pada tabung permeameter bagian atas. Isi