KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL LAMUN DI
PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
KURNIASIH
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL LAMUN DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
RINGKASAN
KURNIASIH. Karakteristik Reflektansi Spektral Lamun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS
SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.
Lamun merupakan satu-satunya vegetasi berpembuluh yang hidup terendam di air laut yang memiliki produktivitas primer tinggi dan berperan penting dalam menyokong kehidupan di perairan dangkal. Sebagai tumbuhan, lamun membutuhkan sinar matahari yang radiasinya dalam bentuk gelombang elektromagnetik (EM). Interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan permukaan daun lamun akan memberikan informasi spektral lamun yang dapat digunakan dalam menganalisis citra satelit penginderaan jauh, khususnya untuk mendapatkan klasifikasi habitat lamun secara lebih rinci dan teliti. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik reflektansi spektral beberapa spesies lamun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Pengambilan data di lapang dilaksanakan pada tanggal 8-13 Juni 2011 untuk lokasi pengambilan data dilakukan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu dengan 2 titik stasiun yang berada di bagian Barat dan Timur Pulau Panggang. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada empat spesies lamun di Pulau Panggang pada dua stasiun yaitu Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata. Pola reflektansi dari keempat jenis lamun memiliki dua puncak gelombang yaitu pada panjang gelombang 500-600 nm (hijau) dan 700-750 nm (infra merah dekat).
Analisis pengelompokan (cluster) berupa dendogram yang menunjukan bahwa kelompok 1 (Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Halodule uninervis ) dan 2 (Syringodium isoetifolium) memiliki ketidaksamaan yang cukup besar dengan skala jarak atau ketidaksamaan 7.46. Perbedaan jarak tersebut disebabkan oleh variasi pigmen daun dan morfologi daun lamun yang teramati di lapang.
Hasil analisis diskriminan menunjukan bahwa spektrum ungu (400-450 nm), merah (620-700 nm), dan orange (585-620 nm) merupakan variabel yang saling berkorelasi kuat dengan fungsi diskriminan pertama (D1). Dengan kata lain bahwa kedua spektrum ini merupakan peubah yang dapat membedakan karakteristik antar spesies lamun.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL LAMUN DI
PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
KURNIASIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul : KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL
LAMUN DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU
Nama : Kurniasih Nomor Pokok : C54070030
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si NIP. 19561103 198503 1 003 NIP. 19790206 200604 2 013
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP. 19640801 198903 1 001
i
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian berjudul “Karakteristik Reflektansi Spektral Lamun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas kasih sayang dan dukungannya. 2. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku
dosen pembimbing.
3. Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu.
4. SEAMEO BIOTROP yang telah bersedia meminjamkan alat spektometer USB 4000.
5. Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, M.Si beserta tim atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
6. Heri, S.T yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam penulisan skripsi.
ii
8. Seluruh angkatan 44 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Bogor, November 2012
iii
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2.Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian ... 3
2.2. Vegetasi Lamun ... 4
2.3. Reflektansi, Absorbansi, Transmisi, dan Iradiansi ... 6
2.4. Karakteristik Spektral Lamun ... 8
2.5. Spektrometer USB4000 ... 10
3. METODOLOGI PENELITIAN ... 12
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
3.2. Alat dan Bahan ... 13
3.3. Metode ... 13
3.3.1. Langkah-langkah Penelitian ... 13
3.3.2. Pengukuran Spektral ... 15
3.3.3. Pengukuran Reflektansi Spektral ... 17
3.4. Analisis Data ... 18
3.4.1. Analisis Pola Reflektansi Lamun ... 18
3.4.2. Analisis Cluster Spektrum Refelektansi Lamun Berdasarkan Jarak ... 19
3.4.3. Analisis Diskriminan Sepktrum Reflektansi Pada Lamun ... 20
3.4.4. Analisis Koresponden Antara Spektrum Panjang Gelombang Dengan Reflektansi Lamun ... 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1. Kondisi Umum Komunitas Lamun di Pulau Panggang ... 22
4.2. Analisis Pola Reflektansi Lamun ... 24
4.3. Analisis Cluster Spektrum Refelektansi Lamun Berdasarkan Jarak ... 26
4.4. Analisis Diskriminan Sepktrum Reflektansi Pada Lamun ... 28
4.5. Analisis Koresponden Antara Spektrum Panjang Gelombang Dengan Reflektansi Lamun………...31
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1. Kesimpulan ... 34
iv
v
Halaman
Gambar 1. Morfologi lamun di Kepuluan Seribu ... 5
Gambar 2. Interaksi energi gelombang elektomagnetik dengan permukaan bumi ... 6
Gambar 3. Kurva reflektansi spektral untuk vegetasi (tumbuhan), soil (tanah), water (air) ... 7
Gambar 4. Reflektansi cahaya yang mengenai permukaan daun lamun ... 9
Gambar 5. a) Spektrometer USB4000, b) Fiber optical (probe), dan c) White reference ... 11
Gambar 6. Lokasi penelitian di Pulau Panggang ... 12
Gambar 7. Bagan alir penelitian... 14
Gambar 8. Reflektansi spektral Enhalus acoroides hasil curve fiting ... 15
Gambar 9. Titik pengambilan sampel ... 16
Gambar 10. Pengambilan data spektral menggunakan spektrometer ... 17
Gambar 11. Kurva reflektansi spesies lamun di stasiun 1 ... 25
Gambar 12. Kurva reflektansi spesies lamun di stasiun 2 ... 26
Gambar 13. Dendogram pengelompokan keempat jenis lamun berdasarkan ketidaksamaan nilai reflektansi ... 28
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Spesifikasi spektrometer USB4000 ... 11
Tabel 2. Alat dan bahan penelitian ... 13
Tabel 3 Matriks data pengolahan analisis korespondensi ... 21
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air di Pulau Panggang ... 23
Tabel 5. Analisis cluster keempat spesies lamun di Pulau Panggang ... 27
vii
Halaman
Lampiran 1. Lokasi pengambilan data spektral lamun di Pulau Panggang ... 39 Lampiran 2. Foto kegiatan penelitian... 40 Lampiran 3 Analisis cluster nilai reflektansi keempat jenis lamun
pada spektrum sinar tampak. ... 41 Lampiran 4. Analisis diskriminan nilai reflektansi keempat jenis lamun
pada spektrum sinar tampak.. ... 42 Lampiran 5. Analisis koresponden nilai reflektansi keempat jenis lamun
pada spektrum sinar tampak... ... 43 Lampiran 6. Grafik hasil curvefiting data reflektansi dengan metode moving
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Lamun merupakan satu-satunya vegetasi berpembuluh yang hidup terendam di air laut yang memiliki produktivitas primer tinggi dan berperan penting dalam menyokong kehidupan di perairan dangkal (Hemminga and Duarte, 2001). Selain mempunyai produktitivitas biologis yang tinggi, ekosistem lamun juga memiliki distribusi yang cukup luas pada daerah tropis sehingga berperan sebagai penyedia habitat. Habitat lamun ini merupakan salah satu tempat yang disukai sebagai tempat berlindung, ruang hidup dan tempat mencari makan bagi beraneka ragam jenis biota (Adrim, 2006). Ditemukan 13 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia (Azkab, 2006), sedangkan yang hidup di Kepulauan Seribu didominasi oleh Enhalus, Thalassia, dan Cymodocea (TNKS, 2008).
Sebagai tumbuhan, lamun membutuhkan radiasi matahari dalam bentuk gelombang elektromagnetik (EM) yang dapat direflektansikan, diserap dan ditransmisikan secara berbeda untuk setiap obyek di muka bumi (Lillesand and Kiefer, 1994; Sathyendranath, 2000). Reflektansi gelombang EM pada lamun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pigmen yang terkandung di dalamnya seperti, klorofil (pigmen hijau) dan karotenoid (pigmen kuning). Durako (2006), menyatakan bahwa perbedaan sifat optik antar spesies lamun yang utama
Di perairan nusantara, kajian spektral terhadap biota karang telah mulai berkembang (Nurjannah 2006), namun aplikasinya dalam penelusuran informasi spektral obyek yang ada di perairan pesisir masih perlu dikembangkan lebih mendalam. Hal ini disebabkan penelitian teknologi penginderaan jarak jauh (inderaja) masih terfokus pada bidang pemantauan habitat dan sumberdaya pesisir. Informasi spektral lamun dapat dijadikan landasan dalam menganalisis citra satelit penginderaan jauh yang diaplikasikan dalam kegiatan pemantauan habitat pesisir, khususnya untuk mendapatkan klasifikasi habitat lamun secara lebih rinci dan teliti (Fyfe, 2004). Analisis dan kajian spektral, secara in situ
dibutuhkan untuk dasar dalam memberikan pemahaman tentang sinyal-sinyal inderaja yang lebih banyak diaplikasikan untuk biologi lamun (Dekker et al., 2006). Kesenjangan data spektral lamun inilah yang melatar belakangi dilaksanakannya penelitian ini, mengingat pentingnya habitat lamun untuk keberlangsungan hidup biota laut dan keutuhan ekosistem pesisir.
1.2. Tujuan
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau dengan luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha, terletak dilepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari utara ke selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Wilayah perairan Kepulauan Seribu didominasi oleh ekosistem terumbu karang, padang lamun dan daratan pulau-pulau karang yang menjadi habitat penting berbagai jenis biota perairan laut. Pemanfaatan sumberdaya hayati laut terutama sumberdaya ikan menjadi sumber utama penghidupan sebagian besar masyarakat yang tinggal di kepulauan (Sachoemar, 2008)
Kondisi angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi Angin Muson yaitu Angin Muson Barat (Desember-Maret) dan Angin Muson Timur
Kondisi perairan Kepulauan Seribu dipengaruhi musim, pada musim timur tinggi gelombang lebih rendah dibandingkan dengan musim barat yaitu masing-masing berkisar antara 0,5-1 m dan 2-3 m. Kecepatan gelombang rata-rata di perairan Kepulauan Seribu relatif rendah yaitu hanya mencapai 1 knot. Kecepatan arus di Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau Karya pada waktu pasang purnama (spring tide) sebesar 5 - 49 cm/detik dengan arah bervariasi antara 3º - 35º. Pada lokasi yang sama pada saat pasang perbani (neap tide) kecepatan arus tercatat sebesar 4-38 cm /detik dengan arah bervariasi antara 16º -35º (Sachoemar, 2008).
2.2. Vegetasi Lamun
Lamun merupakan tumbuhan air berbunga (Anthopytha) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, memiliki pembuluh, akar rimpang
(rhizome), serta mampu berkembang baik secara generatif, melalui pembentukan bunga dan benih (biji), dan secara vegetatif melalui perpanjangan akar rimpang. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam subtrat pasir, lumpur, dan pecahan karang (Azkab, 2006).
Stabilitas pertumbuhan lamun tergantung dari kecerahan, suhu, salinitas, substrat, dan kecepatan arus. Selain itu jenis substrat dasar, kejernihan perairan dan adanya pencemaran sangat berperan dalam penentuan komposisi jenis, kerapatan, dan biomassa lamun.
5
Anggraini (2007), di Kepulauan Seribu ditemukan delapan jenis spesies lamun. Spesies tersebut meliputi Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium isoetifolium, dan
Thalassia hemprichii (Gambar 1).
Enhalus acoroides (Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
Cymodocea rotundata
(Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
Cymodocea serrulata (Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
Halodule uninervis (Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
Halophila ovalis
(Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
Halophila minor
(Sumber: Seagrass watch, 2001)
Syringodium isoetifolium (Sumber: Seagrass watch, 2001)
Thalassia hemprichii (Sumber: Koleksi pribadi, 2011)
2.3. Reflektansi, Absorbansi, Transmisi, dan Iradiansi
Interaksi gelombang elektomagnetik dengan permukaan bumi dapat berupa reflektansi, absorbansi, transmisi, dan iradiansi. Reflektansi itu sendiri terjadi ketika radiasi yang mengenai target kembali dan berbalik arah (Kerle et al, 2004). Radiasi matahari yang mencapai bumi dan berinteraksi dengan
permukaan bumi akan memberikan dua informasi yaitu informasi spasial (ukuran, bentuk, dan orientasi) dan informasi spektral (warna dan spectral signature) (Aggarwal, 2001).
Gambar 2. Interaksi energi gelombang elektomagnetik dengan permukaan bumi. (Sumber : Lillesand and Kiefer, 1994)
Grafik reflektansi spektral suatu obyek sebagai fungsi panjang gelombang disebut kurva reflektansi spektral. Konfigurasi kurva reflektansi spektral
7
pantulan spektral, bukan sebagai suatu garis. Hal ini disebabkan karena pantulan spektral akan berbeda pada suatu kelas material tertentu. Artinya pantulan spektral suatu spesies dengan spesies lain tidak pernah sama, bahkan pantulan spektral pohon dari spesies yang sama tidak persis sama (Lillesand and Kiefer, 1994).
Gambar 3. Kurva reflektansi spektral untuk vegetasi (tumbuhan), soil (tanah), water (air). (Sumber : Aggarwal, 2001)
Sebagai sumber utama, cahaya matahari mengalami pengurangan energi elektromagentik saat merambat melalui atmosfer. Energi elektromagnetik yang melewati atmosfer sebagian akan diserap oleh berbagai molekul. Molekul di atmosfer yang paling efisien menyerap radiasi matahari adalah ozon (O3), uap air
(H2O) dan karbondioksida (CO2). Hal ini akan mengakibatkan sebagian besar
Transmisi terjadi ketika radiasi melewati suatu target, sehingga
meneruskan energi tersebut (Aggarwal, 2001). Transmisi radiasi matahari yang menuju ke bumi akan mengalami hambatan yang disebabkan karena adanya media penyerapan di atmosfer. Transmisi yang tinggi menandakan bahwa panjang gelombang tersebut mencapai maksimum pada bagian spektrum biru sampai hijau.
Energi yang mencapai suatu permukaan ini biasa disebut iradiansi,
sedangkan energi yang dipantulkan oleh permukaan ini disebut radiansi. Iradiansi dan radiansi memiliki satuan W m-2 sr-1 (Kerle et al., 2004). Pengukuran iradiansi untuk lebih lanjut digunakan untuk mengetahui laju fotosintesis suatu tanaman, dengan melihat transport elektron klorofil (Enriquez and Browitzka, 2010).
2.4. Karakteristik Spektral Lamun
Respon spektral dari setiap spesies tumbuhan dapat berbeda tergantung perbedaan letak kanopi, struktur internal daun, dan kandungan pigmen daun (Fyfe, 2004). Menurut Durako (2006), perbedaan sifat optik antar spesies lamun yang utama disebabkan karena adanya variasi pigmen dan fungsi anatomi daun
(struktur internal, serat, dll). Anatomi daun lamun yang relatif stabil pada spesies sehubungan dengan ketebalan daun dan distribusi kloroplas (Zimmerman and Dekker, 2006).
9
pigmen daun biasanya diukur menurut luas permukaan daun, dalam studi penginderaan jauh konsentrasi pigmen berkaitan dengan kemampuan memantulkan cahaya dari permukaan sehelai daun (Fyfe, 2004).
Gambar 4. Reflektansi cahaya yang mengenai permukaan daun lamun. β : sudut cahaya yang datang mengenai daun lamun, θ : sudut cahaya yang dipantulkan dari daun lamun.
(Sumber : Larkum et al.,2006)
Sifat optik dari daun dihasilkan dari suatu proses yang kompleks dalam kloroplas dan sel (Zimmerman and Dekker, 2006).
Penginderaan jauh untuk tanaman bentik di perairan terbatas pada panjang gelombang sinar tampak, penetrasi cahaya pada kolom air dapat dipantulkan kembali ke sensor. Fyfe (2004), menyatakan bahwa penginderaan jauh terhadap tanaman bentik yang terendam (lamun) difokuskan pada panjang gelombang sinar tampak-NIR (430-900 nm). Di perairan pesisir, gelombang elektromagnetik akan direflektansikan dan diserap oleh fitoplankton, materi organik dan anorganik yang tersuspensi, serta zat organik terlarut dan untuk selanjutnya akan dipantulkan kembali ke sensor (Fyfe and Dekker, 2001). Penginderaan jauh mengutamakan deteksi dan diferensiasi reflektansi pigmen tumbuhan (Fyfe, 2004).
2.5. Spektrometer USB4000
Spektrometer USB4000 adalah salah satu spektrometer keluaran dari Ocean Optics yang dapat menangkap panjang gelombang elektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek yang ada di muka bumi dengan sensor didalamnya. Spektrometer USB 4000 dapat diaplikasikan untuk monitoring udara dan air secara in situ, analisis kimia, pH, DO (Dissolved Oxygen) dan fisika optik (Ocean Optics, 2007).
Sistem operasi yang dapat digunakan untuk menggunakan alat ini antara lain Windows 98/Me/2000/XP, Mac OS X, dan Linux saat kita menggunakan port
11
dan sistem elektronik berkecepatan tinggi yang sangat kuat. Penghubung antara spektrometer dengan objek maka digunakan probe. Alat bantu untuk
pengkalibrasian spektrometer USB4000 digunakan white reference (Ocean Optics, 2007).
Berikut adalah tampilan gambar spektrometer USB4000, probe, dan white reference pada Gambar 5.
a) b) c)
Gambar 5. a) Spektrometer USB4000, b) Fiber optical (probe), dan c)
White reference (Sumber : Ocean Optics, 2007)
Spesifikasi alat spektrometer USB 4000 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Spesifikasi spektrometer USB4000
Spesifikasi Nilai
Ukuran 89.1 mm x 63.3 mm x 34.4 mm
Berat 190 g
Rentang panjang gelombang 200-1100 nm
Diameter probe 600 µm
12 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Survei lapang dilaksanakan pada tanggal 8-13 Juni 2011. Penelitian ini berlokasi di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta pada koordinat
5°44’20.21”- 5°44’32.99” LS dan 106°35’7.94”- 106°36’25.26” BT (Gambar 6). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
13
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa alat untuk penentuan lokasi dan pengambilan data in situ, untuk lebih jelasnya alat yang digunakan disajikan ke dalam Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan penelitian
No Nama alat/bahan penelitian Fungsi
1 Spektrometer USB 4000 Untuk pengukuran reflektansi spektral lamun
2 Global Positioning System
(GPS) Garmin 76CSX
Untuk menentukan posisi 3 Alat Tulis dan Kertas Newtop Menulis data pengamatan dan
menyalin data pengamatan
4 Laptop Menampilkan data dari spektrometer
5 6
Kamera Underwater
Horiba
Dokumentasi
Pengukuran data kualitas air
Perangkat lunak yang digunakan saat pengambilan data spketral di lapang adalah SpectroSuite untuk pengolahan data spektral, yang selanjutnya akan
disimpan dalam bentuk *.txt. Kemudian data spektral dibuka pada perangkat lunak Microsoft Excel untuk dilakukan pemotongan panjang gelombang dari 400-750 nm dan pencocokan serangkaian data spektral. Analisis statistik untuk data spektral dilakukan pada perangkat lunak SPSS 16 dan Statistik 8.
3.3. Metode
3.3.1. Langkah-langkah Penelitian
ukuran 1x1 meter yang diletakkan pada line transek setiap jarak 5 meter, pada setiap transek kuadrat dilihat persen pentupan total lamun.
Gambar 7. Bagan alir penelitian
Pengambilan data spektral lamun dilakukan pada persen penutupan lamun diatas 50% dengan menggunakan spektrometer USB 4000. Pengukuran spektral Pemasangan line transek
Pengukuran data spektral
% Penutupan total ≥ 50%
Transek kuadrat
Reflektansi Filtering data (400-750 nm)
Curve fiting data
Visualisasi pola reflektansi spektral lamun
Analisis koresponden Analisis
cluster
Karakteristik reflektansi spektral lamun
15
yang dilakukan berupa nilai reflektansi. Pengolahan data awal dilakukan dengan
filtering data dari 400-750 nm yang merupakan panjang gelombang sinar tampak.
Curve fiting data dilakukan untuk menghilangkan data dari noise (Gambar 8), yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk grafik untuk visualisasi pola karakteristik spektral lamun. Nilai reflektansi untuk selanjutnya akan dianalisis dengan metode analisis cluster, analisis diskriminan, dan analisis koresponden, untuk mendapatkan karakteristik spektral lamun yang digunakan dalam
penginderaan jauh.
Gambar 8. Reflektansi spektral Enhalus acoroides hasil curve fiting
(NB: Hasil grafik sebelum dicurve fiting berwarna hitam, sedangkan yang telah dicurve fiting berwarna merah).
3.3.2. Pengukuran Spektral
pada persentasi penutupan lamun yang lebih dari 50% pada titik pengambilan contoh. Cara memperoleh luas penutupan lamun diestimasi dengan
mengggunakan bingkai kuadrat berukuran 1x1 m2, berdasarkan acuan persentasi penutupan lamun oleh Seagrass watch Indonesia yang telah disiapkan sebagai pedoman (DKP, 2008). Lokasi pengambilan data spektral dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 9. Titik pengambilan sampel
17
3.3.3. Pengukuran Reflektansi Spektral
Pengambilan data di lapang dilakukan dengan pengukuran pantulan spektral secara langsung dengan menggunakan Spektrometer USB 4000. Setiap obyek diukur dengan cara mengarahkan probe dari spektrometer pada bagian permukaan daun lamun dengan sudut pengukuran reflektansi 45º dan jarak pengukuran ±5 cm antara objek dengan probe (Gambar 8). Langkah selanjutnya yaitu menyimpan hasil pengukuran reflektansi yang telah tercatat oleh
spektrometer dalam bentuk *.txt (Ocean Optic, 2007).
Gambar 10. Pengambilan data spektral menggunakan spektrometer
Untuk menghitung reflektansi digunakan rumus sebagai berikut :
%Rλ =
S λ − D λ
R λ − D λ× 100 %
Keterngan : %Rλ = Reflektansi (%)
Sλ = Intensitas sampel (counts)
Dλ = Intensitas dark (counts)
Langkah-langkah pengambilan data spektral dengan menggunakan spektrometer adalah sebagai berikut :
1. Instal software Ocean optics pada laptop, kemudian lakukan konfigurasi untuk spektrometer USB4000.
2. Lakukan kalibrasi dengan pilih menu electric dark correction dan klik menu store dark kemudian tutup probe agar tidak terkena cahaya matahari.
3. Klik menu store light lalu arahkan probe pada awan putih atau white reference .
4. Atur scan to average untuk merata-ratakan.
5. Kemudian arahkan probe pada objek seperti lamun, lalu tekan menu
save.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis Pola Reflektansi Spektral Lamun
19
3.4.2. Analisis Cluster Spektrum Refelektansi Lamun Berdasarkan Jarak Analisis yang digunakan adalah analisis pengelompokkan (Cluster analysis) yang merupakan teknik perubahan ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan obyek-obyek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimiliknya (Mattjik dan Sumertaja, 2011). Dasar dari analisis cluster yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengukuran jarak atau
ketidaksamaan. Ukuran jarak atau ketidaksamaan antara objek ke-i dengan obyek ke-h misalnya, disimbolkan dengan d
ih. Nilai dih diperoleh melalui
perhitungan jarak kuadrat Euclidean sebagai berikut (Everitt, 1993): p
ih = jarak kuadrat Euclidean antara objek ke-i dengan objek ke-j, p = jumlah variabel cluster
X
ij = nilai atau data dari objek ke-i pada variable ke-j X
hj = nilai atau data dari objek ke-h pada variabel ke-j.
3.4.3. Analisis Diskriminan Spektrum Reflektansi Pada Lamun
Analisis dilakukan untuk menentukan spektrum panjang gelombang yang mampu memisahkan nilai spektral untuk setiap spesies lamun. Adapun analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan (Discriminant analysis) yang merupakan salah satu teknik statistik yang biasa digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antarvariabel yang sudah dapat dibedakan variabel respon dan variabel penjelas) (Mattjik dan Sumertaja, 2011). Model analisis diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukan suatu kombinasi linier dari berbagai variabel independen yaitu :
D = b0 + b1X + b2X2 + b3X3 + …..+ bkXk
Keterangan : D = Skor diskriminan
b = Koefisien diskriminan atau bobot X = Prediktor atau variabel independen
3.4.4. Analisis Koresponden Antara Spektrum Panjang Gelombang Dengan Reflektansi Lamun
Analisis dilakukan untuk melihat kedekatan antara spektrum panjang gelombang dengan spesies lamun yang diinterpretasikan dalam plot dua dimensi. Baris ke-i menunjukan informasi spesies lamun yang terdiri atas empat variabel, yaitu Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium,
Cymodocea serrulata. Kolom j menunjukan variabel spektrum panjang
gelombang. Matriks data berupa tabel kontingensi yang mempertemukan n baris dan p kolom yang berisi n (i,j), hal ini berarti jumlah individu memiliki variabel i
21
Tabel 3. Matriks data pengolahan analisis korespondensi
Spesies lamun 1 ……… j …………p
S
pe
kt
ru
m
pa
n
ja
ng
g
el
om
b
ang
1 ………
i
……
.
n
22
4.1. Kondisi Umum Komunitas Lamun di Pulau Panggang
Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun, yang saling terkoneksi dan mempengaruhi satu sama lain. Menurut Mardesyawati dan Anggraini (2007), di Kepulauan Seribu ditemukan delapan jenis spesies lamun. Spesies tersebut meliputi Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii
Padang lamun yang terdapat di Pulau Panggang tergolong mixed spesies yaitu terdapat banyak spesies pada satu area padang lamun. Terdapat 6 jenis lamun di Pulau Panggang yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,
Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata, namun hanya ditemukan empat jenis spesies lamun pada transek kuadrat dari dua titik stasiun seperti Enhalus acoroides, Cymodocea serulata,
Halodule uninervis, dan Syringodium isoetifolium dengan persen penutupan total berkisar antara 10% - 90%. Pengambilan data spektral dilakukan pada transek
kuadrat yang memiliki persen penutupan total ≥ 50%. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa informasi spektral yang terambil berasal dari vegetasi lamun. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat di perairan Pulau
Panggang ditampilkan pada Tabel 4. Nilai salinitas perairan di Pulau Panggang memiliki kisaran 31-33 ‰, kisaran ini masih dalam batas toleransi kisaran
23
Salinitas dapat mempengaruhi proses reflektansi dari adanya molekul-molekul garam yang terlarut dalam air laut. Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap salinitas mulai dari perairan estuari dengan salinitas 10 ‰ hingga mencapai 45 ‰. Meskipun pada salinitas rendah dan tinggi lamun dapat mengalami stress dan mati pada salinitas 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000).
Suhu perairan di Pulau Panggang memiliki kisaran suhu berkisar antara 30-33 °C, kisaran suhu tersebut masih dalam kisaran toleransi hidup lamun terutama di daerah tropis. Suhu perairan mempengaruhi proses reflektansi karena adanya kepadatan molekul air yang berbeda pada setiap suhu perairan.
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air di Pulau Panggang
No Parameter Pulau Panggang Baku Mutu Air Laut (KMNLH, 2004)
1 Salinitas (‰) 31-33 33-34
2 Suhu (°C) 30-33 28-30
3 Oksigen Terlarut (mg/L) 9.42 >5
4 Kekeruhan (NTU) 1.72 ≤ 30
Kandungan oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi dari udara, pada lokasi penelitian ini nilai kandungan oksigen terlarutnya sebesar 9,42 mg/L. Nilai kandungan oksigen terlarut tersebut termasuk dalam standar baku mutu air laut yaitu di atas 5 mg/L (KMNLH, 2004).
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan organik atau anorganik yang terdapat dalam air. Nilai kekeruhan di Pulau Panggang sebesar 1.72 NTU (Nephelometric Turbidity Unit), nilai ini masih dalam standar baku mutu air laut.
4.2. Analisis Pola Reflektansi Spektral Lamun
Reflektansi merupakan suatu pantulan energi yang telah mengenai objek di permukaan bumi. Pola karakteristik reflektansi dari spesies lamun di stasiun 1 ditunjukan pada Gambar 10. Ditemukan empat spesies lamun di stasiun 1 (Barat Pulau Panggang) yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serulata, Halodule uninervis, dan Syringodium isoetifolium.
Kurva reflektansi untuk keempat jenis lamun menunjukan pola yang hampir sama yaitu, memiliki dua puncak pada spektrum hijau (500-600 nm) dan spektrum inframerah dekat (700-750 nm). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Durako (2006), yang menyatakan bahwa perbedaan optik antar spesies daun lamun berada pada panjang gelombang hijau (500-600 nm) dan near infrared (700-750 nm). Perbedaan ini disebabkan oleh variasi pigmen dan fungsi anatomi daun. Menurut Blackburn (1998) in Fyfe (2004), konsentrasi pigmen daun berkaitan dengan kemampuan mereflektansikan cahaya dari pantulan permukaan daun.
25
dengan nilai 15% dan pada spektrum inframerah dekat (700-750 nm) dengan nilai 16%. Lamun Halodule uninervis memilki puncak gelombang pada spektrum hijau (500-600 nm) sebesar 11%. Puncak gelombang terendah pada spektrum hijau (500-600 nm) yaitu spesies Enhalus acoroides dengan nilai reflektansi sebesar 9% dan untuk spektrum inframerah dekat (700-750 nm) dengan nilai reflektansi 10%. Pada spektrum inframerah dekat (700-750 nm) spesies Enhalus acoroides dan Halodule uninervis terlihat saling berhimpitan dengan kisaran nilai rata-rata reflektansi yang rendah yaitu 3%.
Gambar 11. Kurva reflektansi spesies lamun di stasiun 1 (Barat Pulau Panggang)
Nilai reflektansi untuk keempat spesies lamun di stasiun 1 Pulau Panggang, yaitu Enhalus acoroides, Halodelu uninervis, Syringodium isoetifolium, dan
Cymodocea serrulata berkisar antara 1% - 21%. Pola kurva reflektansi untuk keempat spesies lamun tersebut menunjukan kenaikan puncak gelombang pada spektrum hijau (500-600 nm) dan spektrum inframerah dekat (700-750 nm).
0
400 450 500 550 600 650 700 750
Spesies Syringodium isoetifolium memiliki puncak gelombang tertinggi dan spesies Enhalus acoroides memiliki puncak gelombang terrendah.
Lamun yang ditemukan pada stasiun 2 hanya spesies Enhalus acoroides dan
Halodule uninervis dengan dua puncak gelombang yaitu pada spektrum hijau (500-600 nm) dan spektrum inframerah dekat (700-750 nm). Nilai reflektansi tertinggi berada pada spektrum hijau (500-600 nm) dengan nilai 17% pada spesies
Halodule uninervis, sedangkan untuk spesies Enhalus acoroides memiliki nilai reflektansi 9% pada spektrum hijau (500-600 nm). Pola reflektansi untuk spesies
Enhalus acoroides dan Halodule uninervis pada spektrum inframerah dekat (700-750 nm) terlihat saling berhimpitan dengan nilai reflektansi sebesar 6%.
Gambar 12. Kurva reflektansi spesies lamun di stasiun 2 (Timur Pulau Panggang)
4.3. Analisis Cluster Spektrum Refelektansi Lamun Berdasarkan Jarak Cluster (pengelompokan) keempat jenis lamun di Pulau Panggang dari hasil analisis cluster dengan dilakukan pemotongan dendogram pada skala jarak 7.46
0
400 450 500 550 600 650 700 750
27
berdasarkan selisih jarak (distance level) terbesar (Tabel 5), maka dihasilkan 2 kelompok (cluster) pembagian lamun (Gambar 13).
Tabel 5. Analisis cluster keempat spesies lamun di Pulau Panggang
Kelompok Jenis lamun Jumlah anggota kelompak
1 Ea, Cs, dan Hu 3
2 Si 1
Keterangan: Ea = Enhalus acoroides
Cs = Cymodocea serrulata
Si = Syringodium isoetifolium
Hu = Halodule uninervis
Kelompok pertama yaitu spesies Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Halodule uninervis, serta kelompok kedua Syringodium
isoetifolium. Nilai jarak atau ketidaksamaan yang kecil, seperti yang ditunjukan oleh dua jenis lamun Cymodocea serrulata dan Halodule uninervis pada skala jarak 2.86, menunjukan kedua spesies lamun yang bersangkutan memiliki
kesamaan yang besar sehingga memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Hal ini disebabkan oleh penampang daun yang dimiliki Cymodocea serrulata dan
Halodule uninervis hampir sama, yaitu lebar daun 2-4 mm untuk tiap spesies (Gambar 1).
Keempat jenis lamun pada skala jarak Euclidean 7.46 tersebut menunjukan ketidaksamaan yang besar antara kelompok 1 dan 2. Hal ini dipengaruhi oleh variasi pigmen daun dan morfologi daun lamun. Berdasarkan bentuk morfologi daun yang dilihat di lapang untuk kelompok 2, yaitu Syringodium isoetifolium
Enhalus acoroides memiliki penampang daun yang lebih besar dengan lebar 1-5
Gambar 13. Dendogram pengelompokan keempat jenis lamun berdasarkan ketidaksamaan nilai reflektansi
4.4. Analisis Diskriminan Spektrum Reflektansi Pada Lamun Analisis diskriminan digunakan untuk menentukan bobot dari suatu
kelompok prediktor yang paling baik untuk membedakan dua atau lebih kelompok kasus (Cramer 2004 in Seniati 2011). Analisis diskriminan menghasilkan fungsi diskriminan. Fungsi diskriminan dari berbagai spektrum warna di bawah ini didasarkan pada pembagian spektum warna sinar tampak, dengan mengacu pada buku Ocean Optics 2007. Fungsi ini digunakan untuk mengklasifikasikan nilai reflektansi akan masuk ke dalam suatu kelompok spektrum sinar tampak. Adapun fungsi persamaannya sebagai berikut :
7.46
5.66
29
Jumlah fungsi diskriminan tergantung dari jumlah kelompok dikurangi 1 (yang paling kecil) (Seniati, 2011). Fungsi diskriminan pertama, kedua, dan ketiga (secara bersama) adalah signifikan. Persamaan fungsi diskriminan yang dihasilkan akan memberikan peramalan yang paling tepat untuk mengklasifikasi suatu individu kedalam kelompok berdasarkan prediksi.
fungsi diskriminan pertama (D1). Fungsi diskriminan pertama memiliki persen
keragaman (variance) tertinggi yaitu 96.10% (Lampiran 4) dan pada spektrum ungu, merah, dan orange ini merupakan peubah yang dapat membedakan karakteristik antar spesies lamun pada fungsi diskriminan pertama.
Tabel 6. Korelasi antar spektrum panjang gelombang dari masing-masing fungsi diskriminan
(*) korelasi terkuat pada spektrum dan fungsi diskriminan masing-masing
31
4.5. Analisis Koresponden Antara Spektrum Panjang Gelombang Dengan Reflektansi Lamun
Hasil analisis koresponden menunjukan adanya keterkaitan antara spesies lamun dengan spektrum panjang gelombang tertentu. Keterkaitan tersebut
ditunjukkan pada dimensi pertama dengan inertia 84.70% dan pada dimensi kedua 15.19%, sehingga hubungan antar variabel lebih utama dijelaskan pada dimensi pertama yang lebih dapat menggambarkan kedekatan antar variabel. Inersia pada masing dimensi menunjukan representatif persentase pada masing-masing dimensi.
Informasi pada Gambar 14 menunjukan bahwa spektrum orange memiliki kedekatan dengan Syringodium isoetifolium. Hal ini ditandai dengan kedekatan antara keduanya yang dilihat dari nilai kosinus kuadrat pada dimensi pertama dan letak antara kuadran yang sama yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Kosinus kuadrat merupakan representasi keterkaitan antar faktor. Nilai kosinus kuadrat penting diketahui untuk memperoleh gambaran apakah suatu titik yang
diproyeksikan pada suatu sumbu dekat atau tidak pada suatu aksis (Bengen, 2000).
memiliki kedekatan dengan spektrum hijau kuning yang berbeda kuadran dengan kedekatan nilai kosinus 0.524 (Lampiran 5).
Spektrum panjang gelombang
Dimension 1; Eigenvalue: .01208 (84.70% of Inertia) -0.08
Gambar 14. Hasil analisis koresponden antara spektrum panjang gelombang dan reflektansi lamun
Keterangan : Su = Spektrum Ungu (400-450 nm)
33
34
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara umum pola reflektansi Enhalus acoroides, Halodule uninervis,
Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata, cenderung memiliki pola yang sama dengan dua puncak gelombang pada spektrum hijau (500-600 nm) dan spektrum inframerah dekat (700-750 nm), namun besaran nilai yang dihasilkan berbeda-beda menurut rentang panjang gelombang tertentu. Perbedaan pola respon ini disebabkan oleh variasi anatomi daun lamun masing-masing spesies.
Analisis pengelompokkan berdasarkan nilai reflektansi mendapati bahwa
Syringodium isoetifolium, memiliki tingkat ketidaksamaan yang besar pada skala jarak 7.46 dibandingkan tiga sepsis lamun yang lainnya Perbedaan karakteristik spektral dapat difokuskan pada spektrum warna ungu (400-450 nm), warna merah (620-700 nm), dan warna orange (585-620 nm), untuk membedakan spesies lamun dengan yang lainnya. Analisis korespondensi menunjukan adanya keterkaitan antara spesies lamun dengan spektrum panjang gelombang tertentu. Keterkaitan tersebut ditunjukkan pada dimensi pertama dengan inertia 84.70% dan pada dimensi kedua 15.19%, sehingga hubungan antar variabel lebih utama dijelaskan pada pada dimensi pertama yang lebih dapat menggambarkan
35
5.2 Saran
36
Adrim, M. 2006. Asosiasi Ikan di Padang Lamun. Oseana. 31(4):1-7.
Aggarwal, S. 2001. Principles of Remote Sensing. Photogrammetry and Remote Sensing Division Indian Institute of Remote Sensing. Dehra Dun. India Amstrong, J. Scott, and C. Fred. 1992. A Commentary on Error Measures.
International Journal of Forecasting, 8, 69-80
Azkab, M.H. 2006. Ada Apa dengan Lamun. Oseana. 31(3):45-55.
Bengen, D.G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dekker, A.G., V.E. Brando , and J.M. Anstee,. 2006. Retrospective seagrass
change detection in a shallow coastal tidal Australian lake. Remote sensing and Environment. 97(1):415-433.
DKP. 2008. Pedoman Umum Identifikasi dan Monitorimg Lamun. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta.
Durako, M.J. 2006. Leaf optical properties and photosynthetic leaf absorptances in several Australian seagrass. Department of Biology and Marine Biology. The University of North Carolina Wilmington. USA.
Enriquez, S,. and M. A. Borowitzka. 2010. The use of the fluorescence signal in studi of seagrass and macroalgea in D. J. Suggett, O.Prasil, and M.A. Borowitzka (editor). Chlorophyll a Fluorescence in Aquatic Science: Methods and Applications. Springer. Australia. Pp 187-208.
Fyfe, S.K. 2004. Hyperspectral studies of New South Wales seagrass with particular emphasis on detection of light stress in Eelgrass Zostera capricorni. PhD Thesis. School of Earth and Evironmental Sciences. University of Wollongong.
Fyfe, S.K., and A.G. Dekker, 2001. Seagrass species:are they spectrally distinct?,
Proceeding of the IEEE International Geosciences and Remote Sensing Symposium, Sydney, Vol VI: 2740-2742.
37
Kiswara, W. dan M.H. Azkab. 2000. Katalog Koleksi Biota Laut Puslitbang Oseanologi-LIPI Jilid III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta.
Kerle, N., Janssen, Lucas. L.F., Huurneman, G.C (editor). 2004. Principles of Remote Sensing. International Institute For Geo-Information Science and Earth Observation. Enschede. The Netherlands.
KMNLH (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup). 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta
Larkum, A.W.D., R.J. Orth dan C.M. Duarte. 2006. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer. Netherlands. xvi+691 h
Lillesand, T.M and F.W. Kiefer.1994. Remote sensing and Image Interpretatioon. John Wiley & Sons. New York. xi+741 h.
Mardesyawati, A. dan K. Anggraini. 2007. Dinamika Struktur Komunitas Makrobentos Non-Karang di Kepulauan Seribu in Estradivari, E. Setyawan, dan S. Yusri (editor). Trumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Yayasan TERANGI. Jakarta.
Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2011. Sidik Perubahan Ganda Dengan Menggunakan SAS. Departemen Statistika. Institut Pertanian Bogor Nurnberger, T. and Scheel, D. 2001. Signal Transmission in The Plant Immune
Response. Institute of Plant Biochemistry. Weinberg. Vol VI no 8-14. Nurjannah. 2006. Observasi Radiometrik, Analisis Karakteristik Reflektansi
Spektral dan Perumusan Indeks Pembeda Karang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ocean optics, 2007. Ocean Optics Bringing Answer to Light. USA
Sathyendranath, S (ed).2000 Remote sensing of ocean colour in coastal, and other optically complex waters. Reports of the International Ocean-Colour Coordinating Group No. 3, IOCCG. Dartmouth. Canada.
Sachoemar, S. I. 2008. Karakteristik Lingkungan Perairan Kepulauan Seribu.
Jurnal Air Indonesia. BPPT. 4(2)
Seniati, L. 2011. Discriminant Analysis. Statistika Lanjut. Magister Profesi UI. [22 Mei 2012]
Zimmerman, R.C and A.G. Dekker. 2006. Aquatic Optics: Basic Concepts for Understanding How Light Affects Seagrasses and Makes them
Measurable from Space in Larkum, A. W. D., Orth, R. J., Duarte, C. M. (eds.) Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer, The Netherlands. Pp 295-301.
39
1 I/1 10:30:10AM -5.74363 106.5905 Ea, Si 42 cm Cerah
2 I/2 11:08:22AM -5.74376 106.5905 Ea, Hu, Si 46 cm Cerah
3 I/3 12:52:09PM -5.74372 106.5905 Cs,Ea,Si 44 cm Cerah
4 I/4 11:54:08AM -5.74378 106.5905 Ea,Hu 42 cm Cerah
5 II/5 08:40:48AM -5.745186 106.6049 Ea,Hu 40 cm Cerah berawan
6 II/6 10:18:19AM -5.745279 106.6050 Ea,Hu 52 cm Cerah berawan
Keterangan : Ea = Enhalus acoroides
Hu = Halodule uninervis
Si = Syringodium isoetifolium
40
Lampiran 2. Foto kegiatan penelitian
Laptop yang digunakan untuk penyimpanan data USB 4000
Probe yang diarahkan ke permukaan daun lamun
Lampiran 3. Analisis cluster nilai reflektansi keempat jenis lamun pada spektrum sinar tampak.
Correlation Coefficient Distance, Average Linkage Amalgamation Steps
Enhalus acoroides Cymodocea serrulata Cluster 2
Halodule uninervis Cluster 3
42
Lampiran 4. Analisis diskriminan nilai reflektansi keempat jenis lamun pada spektrum sinar tampak.
Wilks' Lambda
Test of
Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.
1 through 3 .000 3323.784 27 .000
Lampiran 5. Analisis koresponden nilai reflektansi keempat jenis lamun pada spektrum sinar tampak.
Column Coordinates and Contributions to Inertia (Spreadsheet1) Input Table (Rows x Columns): 9 x 4
Standardization: Row and column profiles Column
1 0.008057 -0.049865 0.150269 0.972799 0.027634 0.000808 0.024753 0.172496 0.948046 2 -0.201597 0.009670 0.222263 0.999964 0.634819 0.747732 0.997669 0.009595 0.002296 3 0.072644 0.053131 0.364060 0.999987 0.206759 0.159030 0.651484 0.474443 0.348503 4 0.065109 -0.053146 0.263407 0.997445 0.130789 0.092431 0.598604 0.343466 0.398842
Row Coordinates and Contributions to Inertia (Spreadsheet1) Input Table (Rows x Columns): 9 x 4
Standardization: Row and column profiles Row
44
Lampiran 6. Grafik hasil curvefiting data reflektansi dengan metode moving average untuk jenis
Enhalus acoroides
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 5 April 1989 dari Ayah H. Katim Kosasih dan Ibu Hj. Djudju. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2004-2007, Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA
Cenderawasih 1, Jakarta. Pada tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu dan
Kelautan Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi Himpunan Profesi (Himpro) Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA). Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Karawang, Jawa Barat.