• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL

KARANG DAN SUBSTRAT DASAR TERUMBU

DI KEPULAUAN SERIBU

ALDINO R. WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

ABSTRAK

ALDINO R. WICAKSONO. Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.

Penginderaan jauh (inderaja) merupakan pendekatan yang paling efektif dibandingkan dengan metode konvensional dalam survey terumbu karang bila mencakup lingkup spasial yang luas. Dalam aplikasi teknologi inderaja untuk pemetaan terumbu karang yang detail diperlukan informasi pantulan spektral substrat dasar terumbu yang dilakukan secara in situ. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik reflektansi spektral karang dan substrat dasar terumbu di Kepulauan Seribu dengan menggunakan spektrometer. Pengambilan data di lapang dilakukan bulan Juni 2011 di Kepulauan Seribu dengan total stasiun berjumlah tujuh. Kurva reflektansi spektral karang dan substrat dasar terumbu menunjukan pola serupa dengan dua puncak pada spektrum panjang gelombang 575 nm dan 600 nm. Analisis kluster menghasilkan empat kelompok dari kategori karang dan bentik terumbu lain. Melalui analisis diskriminan diperlihatkan bahwa spektrum panjang gelombang 400-450 nm dan 650-700 nm merupakan spektrum panjang gelombang yang mampu membedakan reflektansi beragam tipe karang dan substrat dasar.

Kata kunci: reflektansi spektral, karang, bentik terumbu

ABSTRACT

ALDINO R. WICAKSONO. Spectral Reflectance Characteristics of Coral and Reef Benthic Substrates In Seribu Islands. Supervised by VINCENTIUS P. SIREGAR and ADRIANI SUNUDDIN.

Remote sensing is the most effective approach to map large coral reef area in comparison to conventional methods. However, applying remote sensing technology for detail mapping of coral reef habitat requires in situ spectral reflectance information of reef benthic substrates. The objective of this research was to analyze the spectral reflectance characteristics of coral and reef benthic substrates in Seribu Islands using spectrometer. Field study was conducted at seven sites in four reef cays of Seribu Islands in June 2011. Spectral reflectance curves of corals and reef benthics showed the similar pattern with two peaks near wavelength 575 and 600 nm. Cluster analysis resulted in four groups of corals and other reef benthics. Discriminant analysis revealed that 400-450 nm and 650-700 nm were the two wavelength spectra enabling to reflectance differentiation types of coral and reef benthic substrates.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL

KARANG DAN SUBSTRAT DASAR TERUMBU

DI KEPULAUAN SERIBU

ALDINO R. WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu

Nama : Aldino R. Wicaksono

NIM : C54070043

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA Pembimbing I

Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc Ketua Departemen

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan judul “Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengetahuan, dan nasehat yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dalam ujian akhir skripsi atas saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

3. Kedua orang tua, A. Rachman dan Kustini, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi dan doanya kepada penulis.

4. Anggi Afif Muzaki, S.Pi, M.Si dan Githa Prima Putra, S.IK atas ilmu yang telah diberikan dalam bidang penginderaan jauh dan SIG kelautan.

5. Anugerah Adityayuda, Mohammad Iqbal Panggarbesi, serta keluarga ITK 44 atas persahabatan dan kebersamaan selama di ITK.

6. Tim penelitian DIPA BIOTROP 2011 atas bantuan dan kerja sama selama penelitian berlangsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sampai pada kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN ………...… viii

PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ……… 1

Tujuan Penelitian ……… 2

METODE ………... 2

Waktu dan Lokasi Penelitian ……….. 3

Alat dan Bahan Penelitian ……….. 3

Metode Pengukuran Reflektansi Spektral ……….. 3

Persiapan Alat ………. 3

Pengukuran Reflektansi Spektral ……… 4

Analisis Data ……….. 6

Analisis Pola Spektral ………. 6

Analisis Kluster ………... 7

Analisis Diskriminan ………... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 7

Pola Reflektansi Karang dan Bentik Terumbu Lain ………... 7

Pola Reflektansi Karang Acropora……….. 7

Pola Reflektansi Karang Non-Acropora……….. 8

Pola Reflektansi Bentik Terumbu Lain ………. 10

Analisis Kluster Karang dan Bentik Terumbu Lain ………... 11

Analisis Kluster Karang Acropora dan Non-Acropora………. 11

Analisis Kluster Bentik Terumbu Lain ……….. 12

Analisis Diskriminan ………. 13

SIMPULAN DAN SARAN ……….. 15

Simpulan ……… 15

Saran ……….. 15

DAFTAR PUSTAKA ………... 15

LAMPIRAN ……….. 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan penelitian ………... 3

2 Kategori kode dan life form tipe substrat dasar ………... 5

3 Pengelompokan hasil analisis kluster karang Acropora dan non-Acropora ..11

4 Pengelompokan hasil analisis kluster bentik terumbu lain ………... 13

5 Korelasi spektrum panjang gelombang karang dan bentik terumbu lain dengan masing-masing fungsi diskriminan ………..….14

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian ………... 2

2 Rangkaian alat penelitian ……… 4

3 Prosedur pengukuran spektral di lapang ………. 5

4 Diagram alir analisis data ……… 6

5 Pola reflektansi karang Acropora……… 8

6 Pola reflektansi karang non-Acropora……… 9

7 Pola reflektansi substrat dasar terumbu ………. 10

8 Dendogram pengelompokan karang Acropora dan non-Acropora………... 11

9 Dendogram pengelompokan bentik terumbu lain ………. 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Contoh penerapan curve fitting pada data reflektansi spektral …………... 17

2 Dokumentasi kegiatan penelitian ………... 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terumbu karang merupakan ekosistem unik yang strukturnya dibangun secara bersama-sama antara komponen biologis melalui kalsifikasi oleh hewan karang dan proses geologis (Buddemeier et al., 2004). Pada dasarnya terumbu adalah struktur dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang hermatipik. Komunitas bentik terumbu karang terdiri atas beragam biota dan substrat abiotik seperti karang hermatipik, karang lunak, makroalga, pasir, dan lain-lain. Metode konvensional dalam survey terumbu karang bukan merupakan cara yang mudah bila mencakup lingkup spasial yang luas, sehingga penginderaan jauh (inderaja) merupakan pendekatan yang paling efektif untuk mendapatkan informasi tersebut dalam waktu yang singkat (Hochberg et al., 2003; Mumby et al., 1999).

Sistem penginderaan jauh (inderaja) terdiri atas sistem inderaja aktif dan pasif. Sistem inderaja menggunakan radiasi matahari sebagai sumber energi yang berupa gelombang elektromagnetik. Ada tiga kemungkinan interaksi yang terjadi antara gelombang elektromagnetik saat mengenai obyek di permukaan bumi, yaitu dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan (CCRS, 1999). Dalam inderaja terdapat kecenderungan atau ketertarikan dalam hal melakukan pengukuran terhadap pantulan kenampakan obyek. Dengan melakukan pengukuran energi yang dipantulkan (atau dipancarkan) oleh target di permukaan bumi, maka dapat dikaji respon spektral (spectral response) dari obyek tersebut.

Karakteristik pantulan kenampakan permukaan bumi dapat dikuantifikasikan dalam persen sebagai fungsi panjang gelombang yang disebut sebagai pantulan spektral atau reflektansi spektral (spectral reflectance) (Lillesand dan Kiefer, 1979). Konfigurasi kurva reflektansi memberikan informasi tentang karakteristik spektral suatu obyek. Dalam aplikasi inderaja untuk pengkajian terumbu karang, reflektansi spektral karang dan bentik terumbu lain merupakan parameter yang penting (Hochberg et al., 2003). Sejumlah penelitian tentang reflektansi spektral terumbu karang dalam skala lokal dan global mengindikasikan bahwa masing-masing tipe substrat memiliki respon spektral yang berbeda satu sama lain (Holden dan LeDrew, 1998; Hochberg et al., 2003; Kutser et al., 2003). Sama halnya dengan tipe substrat pada terumbu karang, nilai reflektansi spektral juga dapat digunakan untuk membedakan antara karang sehat dan karang yang mengalami pemutihan (bleaching) (Andréfouët et al., 2002; Yamano dan Tamura, 2004).

(12)

2

dilaksanakannya penelitian ini, mengingat masih sedikitnya informasi reflektansi spektral terumbu karang dalam penyusunan pustaka spektral.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik reflektansi spektral karang dan substrat dasar terumbu yang ada di Kepulauan Seribu dengan menggunakan spektrometer.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengambilan data dan analisis data reflektansi karang dan substrat dasar terumbu. Pengambilan data dilaksanakan pada 8 – 13 Juni 2011 bertempat di perairan Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Karya, dan Pulau Air, Kepulauan Seribu. Lokasi penelitian dibatasi oleh koordinat 5o43’32.440” - 5o45’50.455” LS dan 106o33’42.886” - 106o37’5.558” BT, yang di dalamnya terdapat 7 stasiun penelitian (Gambar 1). Analisis data reflektansi spektral dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Kelautan, FPIK-IPB.

(13)

3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 1 dan rangkaian alat penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian

No Alat/Bahan Penelitian Keterangan 1 Set Spektrometer

USB4000

Pengukuran dan perekaman data reflektansi spektral

2 Komputer atau laptop Pemrosesan data 3 Perangkat lunak

Penyelaman dan pengambilan data di dalam air 5 GPS genggam Penentuan dan pengambilan koordinat stasiun 6 Kamera Bawah Air Dokumentasi gambar pengambilan data di

lapang

7 Lembar data & alat tulis Pencatatan data manual di lapang 8 Panel surya, aki,dan

inverter

Sumber tenaga listrik di atas kapal 9 Perangkat lunak Ms. Excel Penapisan data dan penyesuaian kurva 10 Perangkat lunak MATLAB Visualisasi data spektral

11 Perangkat lunak MINITAB Analisis Kluster 12 Perangkat lunak SPSS Analisis Diskriminan

Pengukuran Reflektansi Spektral

Pengukuran reflektansi spektral karang dan bentik terumbu lain secara in situ dilakukan dalam dua tahap, yaitu persiapan alat (kalibrasi alat) dan pengukuran reflektansi.

Persiapan Alat

(14)

4

Gambar 2 Rangkaian alat penelitian

Pengukuran Reflektansi Spektral

Pengukuran reflektansi spektral in situ meliputi pengukuran reflektansi dari karang dan bentik terumbu lain yang ditemukan di lokasi penelitian. Pencatatan obyek penelitian didasarkan pada kode dan life form karang dan bentik terumbu lain seperti yang terlihat pada Tabel 2. Pengukuran data reflektansi spektral dilakukan dengan mengarahkan probes dari spektrometer langsung ke bagian permukaan obyek. Perekaman data dilakukan dengan perangkat lunak SpectraSuite yang kemudian disimpan dalam format *txt.

Adapun langkah-langkah pengukuran spektral in situ ditampilkan pada Gambar 3 dan dijelaskan sebagai berikut :

1. Dua orang diatas perahu, satu orang bertugas sebagai operator spektrometer dan satu orang lainnya bertugas memegang dan mengarahkan kabel probes diatas perahu.

2. Dua orang penyelam berada di dalam air, satu penyelam bertugas mendokumentasikan gambar proses pengukuran dan obyek yang akan diukur, sementara penyelam lain mengarahkan probes langsung ke bagian permukaan obyek.

3. Pengukuran reflektansi spektral dilakukan pada kedalaman kurang dari 2 meter, hal ini dikarenakan panjang dari probes yang terhubung dengan spektrometer. Posisi kapal diusahakan untuk tetap stabil serta tidak menghalangi proses pengukuran dan tidak membayangi spektrometer.

4. Operator spektrometer juga bertugas untuk merekam koordinat geografik dengan menggunakan GPS genggam.

(15)

5

Gambar 3 Prosedur pengukuran spektral di lapang Tabel 2 Kategori kode dan life form tipe substrat dasar

KATEGORI KODE KETERANGAN Karang Keras

Karang Mati DC Baru saja mati, memutih Karang Mati dengan

Algae

DCA Masih tegak, tetapi sudah tidak putih

Acropora Branching ACB Minimal 2 cabang

Encrusting ACE Biasanya dasarnya seperti piring

Submassive ACS Kuat dengan knop berbentuk seperti baji Digitate ACD Bercabang dua

Tabulate ACT Mendatar menyerupai meja Non

-Acropora

Branching CB Minimal 2 cabang Encrusting CE Menempel pada substrat

Foliose CF Karang menempel pada satu atau lebih titik Massive CM Bentuk seperti batu padat

Submassive CS Cenderung berbentuk kolom kecil, knop, baji

Mushroom CMR Soliter, hidup bebas Heliopora CHL Karang biru

Millepora CME Karang api Fauna Lain

Soft Coral (Karang Lunak)

SC Karang yang rangkanya lunak

Sponges SP Spons

Zoanthids ZO Misal: Palythoa

Others OT Organisme bentik lain seperti bintang laut,

bulu babi, anemon, dan lain-lain Alga

Algal Assemblage AA Terdiri dari lebih dari satu spesies

Macroalge MA Alga berukuran makro

Abiotik

Sand S Pasir

Rubble R Pecahan karang

(16)

6

Analisis Data

Data spektral yang didapat dari hasil pengukuran dengan spektrometer merupakan data panjang gelombang dan reflektansi dari sampel yang telah diukur. Data yang diperoleh dalam bentuk angka yang selanjutnya akan dianalisis dengan beberapa cara, antara lain analisis pola spektral, analisis kluster, dan analisis diskriminan. Sebelum dianalisis, penapisan data terlebih dahulu dilakukan untuk difokuskan pada kisaran panjang gelombang sinar tampak (400-700 nm). Setelah penapisan selesai maka selanjutnya penyesuaian kurva diterapkan pada data reflektansi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan derau yang ada pada data dan juga memperhalus data yang akan diolah (Lampiran 1). Diagram alir analisis data ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4 Diagram alir analisis data Analisis Pola Spektral

(17)

7 Analisis Kluster

Analisis kluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengklasifikasi obyek ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti (Supranto, 2004). Analisis ini digunakan untuk menentukan kesamaan atau similaritas diantara obyek berdasarkan respon atau nilai spektral pada panjang gelombang yang diamati. Hasil analisis kluster akan ditampilkan dalam bentuk dendogram dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB.

Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan dapat digunakan untuk menentukan variabel mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok (Supranto, 2004). Analisis ini digunakan untuk menghasilkan panjang gelombang penciri yang paling dapat mengklasifikasikan atau memisahkan antara kelompok karang dan bentik terumbu lain pada beberapa kategori panjang gelombang. Mattjik dan Sumertajaya (2011) menjelaskan, model dasar analisis diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi linear dari berbagai variabel independen, yaitu :

D = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3+ … + bkXk

Dimana : D : skor diskriminan

b : koefisien diskriminan atau bobot X : prediktor atau variabel independen

Pengolahan analisis diskriminan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Reflektansi Karang dan Bentik Terumbu Lain

Grafik reflektansi spektral suatu obyek sebagai fungsi panjang gelombang disebut kurva pantulan spektral. Konfigurasi kurva reflektansi dapat memberikan informasi tentang karakteristik spektral suatu obyek. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang karakteristik reflektansi karang batu yang terbagi menjadi karang Acropora dan Non-Acropora, serta reflektansi bentik terumbu lainnya seperti karang lunak, pasir, alga makro, pecahan karang (rubble), karang mati dengan alga (dead coral with algae), dan organisme bentik lain (others).

Pola Reflektansi Karang Acropora

(18)

8

Gambar 5 Pola reflektansi karang Acropora

Kurva reflektansi spektral karang yang ditampilkan dibatasi pada spektrum panjang gelombang sinar tampak (400-700 nm). Berdasarkan pola yang terbentuk, terlihat bahwa kurva reflektansi untuk karang dengan life form ACT dan ACD mempunyai bentuk yang hampir serupa satu sama lain. Perbedaan kurva reflektansi untuk karang ACT dan ACD hanya terletak pada magnitude persentase reflektansi yang dihasilkan. Karang ACT mempunyai nilai puncak reflektansi yang lebih tinggi yaitu sebesar 15% daripada karang ACD yang mempunyai nilai puncak reflektansi sebesar 11%.

Karang ACB menunjukkan pola kurva reflektansi yang berbeda dari karang ACT dan ACD. Karang ACT dan ACD mempunyai dua puncak pada panjang gelombang 575 nm dan 600 nm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurdin dan Rani (2009) bahwa untuk jenis karang keras memiliki nilai reflektansi tinggi pada panjang gelombang 550-620 nm. Pada karang ACB, puncak tidak terlihat, hanya membentuk kurva yang berbentuk datar pada kisaran panjang gelombang 510-590 nm. Selain bentuk kurva yang berbeda, karang ACB juga memiliki nilai reflektansi yang rendah apabila dibandingkan dengan dua karang Acropora lainnya.

Pola Reflektansi Karang Non-Acropora

Sebanyak 8 jenis karang Non-Acropora ditemukan pada kedalaman kurang dari 2 meter. Delapan jenis karang Non-Acropora tersebut adalah sebagai berikut; Coral Branching (CB), Coral Encrusting (CE), Coral Foliose (CF), Coral Massive (CM), Coral Submassive (CS), Coral Mushroom (CMR), Coral Heliopora (CHL), dan Coral Millepora (CME). Pola reflektansi kedelapan jenis life form karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

(19)

9

Gambar 6. Pola reflektansi karang Non-Acropora

Menurut Hochberg et al. (2003), nilai reflektansi yang rendah disebabkan proses absorpsi oleh senyawa fotosintetik dan fotoprotektif. Nilai reflektansi yang tinggi yang terjadi pada kisaran panjang gelombang hijau (500-578 nm) sampai panjang gelombang oranye (592-620 nm), mengindikasikan kurangnya proses absorpsi atau keberadaan dari fluorescence aktif. Absorpsi klorofil mulai terlihat jelas sekitar panjang gelombang 675 nm. Nurdin dan Rani (2009) juga menyatakan bahwa untuk jenis karang keras memiliki nilai reflektansi tinggi pada panjang gelombang 550-620 nm.

Perbedaan pada ke-delapan life form karang Non-Acropora ini hanya terletak pada magnitude reflektansi yang dihasilkan. Nilai puncak kurva reflektansi pada tiap life form karang mulai dari yang terendah sampai tertinggi adalah sebagai berikut: CHL (5,4%), CE (9,3%), CB (12,5%), CMR (14,2%), CF (16,1%), CS (16,5%), CM(17,8%), dan CME (20%). Karang Non-Acropora dengan nilai reflektansi spektral terendah dan tertinggi masing-masing dimiliki oleh CHL dan CME, hal ini diduga karena karang dengan life form CHL dan CME bukan termasuk dalam Subkelas Hexacorallia, Ordo Scleractinia seperti CE, CB, CMR, CF, CS, dan CM. CME termasuk kedalam Ordo Milleporina, sedangkan CHL sendiri termasuk kedalam Ordo Helioporacea.

Karang dengan nilai reflektansi tertinggi setelah CME adalah CM. CM merupakan karang dengan struktur padat sehingga nilai reflektasi yang dihasilkan juga cukup tinggi apabila dibandingkan karang Non-Acropora selain CME. Begitu pula dengan karang Non-Acropora dengan life form CS, memiliki nilai puncak reflektansi yang cukup tinggi dikarenakan strukturnya yang kokoh dengan percabangan yang keras. Life form CF juga memiliki bentuk dan nilai reflektansi tertinggi yang hampir mirip dengan CS yaitu sekitar 16%, hal ini mungkin dikarenakan strukturnya yang berupa lembaran-lembaran yang menyebabkan nilai reflektansi yang dihasilkan cukup tinggi.

(20)

10

rendah. Karang CB memiliki struktur bercabang mempunyai kurva reflektansi yang berada ditengah life form karang Non-Acropora lain. Coral Encrusting (CE) memiliki nilai reflektansi terendah kedua setelah CHL dengan nilai reflektansi pada puncak sebesar 9,3%. Kurva reflektansi CE yang rendah diduga dipengaruhi oleh struktur CE yang mengerak dan menempel di dasar perairan sehingga memiliki magnitude reflektansi yang rendah pula.

Pola Reflektansi Bentik Terumbu Lain

Kategori bentik terumbu lain ditetapkan sebanyak 7 kategori dari seluruh stasiun penelitian. Tujuh kategori tersebut antara lain adalah sebagai berikut, karang lunak (SC), alga makro (MA), karang mati dengan alga (DCA), pecahan karang (Rubble/RB), pasir (Sand), dan biota bentik lain (OT) yang terdiri atas bulu babi (OT(BB)) dan anemon (OT(ANE)). Pola reflektansi untuk kategori bentik terumbu lain dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pola reflektansi substrat dasar terumbu

Pola reflektansi pada semua kategori bentik terumbu lain, kecuali pasir, membentuk kurva yang hampir serupa satu sama lain namun berbeda pada besaran atau magnitude reflektansi yang dihasilkan. Pasir mempunyai pola reflektansi yang agak berbeda apabila dibandingkan dengan kategori bentik terumbu lainnya. Pola reflektansi pasir yang cukup tinggi juga ditunjukan oleh Hochberg et al. (2003). Nilai reflektansi tertinggi pada pasir adalah sebesar 37,9%. Hal ini cukup beralasan karena menurut Holden dan LeDrew (1998), pada umumnya pasir mempunyai reflektansi yang tinggi karena terang secara secara optik. Pada kategori DCA, kurva yang terbentuk meyerupai kurva reflektansi pada karang, hanya saja magnitude lebih besar dari karang namun lebih kecil dari pasir dengan nilai puncak kurva sebesar 26,6%. Dapat dikatakan kurva reflektansi yang dihasilkan oleh DCA berada di antara karang dan pasir.

(21)

11 makro (MA) mempunyai kurva reflektansi yang serupa dengan karang namun dengan magnitude reflektansi yang rendah dengan nilai puncak reflektansi sebesar 9,8%. Menurut Holden dan LeDrew (1998), bentuk kurva yang mirip antara MA dengan karang cukup beralasan karena alga makro mengandung pigmen fotosintesis sehingga bentuk kurva yang dihasilkan serupa dengan karang yang mempunyai zooxanthellae. Untuk kategori biota bentik lain (OT) yaitu anemon dan bulu babi mempunyai nilai puncak reflektansi yang rendah masing-masing sebesar 6,2% dan 5,1% (Gambar 7).

Analisis Kluster Karang dan Bentik Terumbu Lain

Analisis kluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengklasifikasi obyek ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti (Supranto, 2004). Pada bagian ini analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu analisis kluster pada karang Acropora dan Non-Acropora, dan analisis kluster untuk kategori bentik terumbu lain. Hasil dari analisis kluster akan ditampilkan dalam bentuk dendogram.

Analisis Kluster Karang Acropora dan Non-Acropora

Dendogram analisis kluster untuk karang Acropora dan Non-Acropora berdasarkan nilai dan pola reflektansi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 3.

Gambar 8 Dendogram pengelompokan karang Acropora dan Non-Acropora Tabel 3. Pengelompokan hasil analisis kluster karang Acropora dan non-Acropora

Kelompok Lifeform Karang Keterangan

1 ACB Pola reflektansi cenderung berbeda

2 ACD, ACT, CB Pola dan magnitude reflektansi yang serupa satu sama lain

3 CE, CM, CF, CME, CS, CMR

Pola dan magnitude reflektansi yang serupa satu sama lain

(22)

12

Berdasarkan analisis kluster yang dilakukan terlihat empat pembagian kelompok untuk kategori karang Acropora dan Non-Acropora. Kelompok pertama dengan jarak (distance) 0,11 hanya terdiri dari satu life form, yaitu ACB. Kelompok kedua dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 3 life form, yaitu ACD, ACT, dan CB dengan jarak 0,01. Kelompok ketiga dengan jarak sebesar 0,02 mempunyai anggota kelompok terbanyak sejumlah 6 life form yang terdiri atas CE, CM, CF, CME, CS, dan CMR. Terakhir, kelompok keempat dengan hanya 1 anggota yaitu life form CHL dengan jarak sebesar 0,03. Tingkat similaritas diantara kelompok yang terbentuk cukup tinggi atau dapat dikatakan variabilitas reflektansi diantara kelompok tersebut cukup rendah. Holden dan LeDrew (1998) juga mendapati hal yang serupa, dimana dalam penelitiannya ditemukan sangat sedikit variasi reflektansi spektral antara karang.

Pengelompokan yang terjadi lebih cenderung berdasarkan pola dan magnitude reflektansi yang terbentuk. Hal ini terlihat dari jarak terbesar adalah sebesar 0,11 pada karang ACB yang disebabkan oleh pola reflektansi yang terbentuk cenderung berbeda dari pola reflektansi yang dibentuk oleh karang yang lain (Gambar 5). Begitu pula dengan karang CHL dengan jarak sebesar 0,03, hal ini mungkin disebabkan oleh magnitude yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan kategori life form lain walaupun pola yang dibentuk oleh CHL hampir serupa dengan yang lain.

Kelompok kedua dan ketiga, anggota dalam masing-masing kelompok mempunyai pola dan magnitude reflektansi yang hampir serupa dengan anggota yang lain didalam masing-masing kelompok. Contohnya adalah kelompok ketiga yang mempunyai magnitude dan pola reflektansi yang serupa antara satu karang Non-Acropora dengan yang lain (Gambar 6).

Analisis Kluster Bentik Terumbu Lain

Dendogram analisis kluster untuk kategori bentik terumbu lain dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil dari dendogram juga ditunjukkan pada Tabel 4 untuk lebih mudah dimengerti dalam pembacaan dendogram.

(23)

13 Tabel 4. Pengelompokan hasil analisis kluster bentik terumbu lain

Kelompok Bentik Terumbu Lain Keterangan

1 OT(BB), SAND Pola reflektansi hampir serupa 2 OT (ANE) Pola dan magnitude reflektansi

berbeda

3 MA Pola reflektansi berbeda

4 SC, RB, DCA Pola dan magnitude reflektansi hampir serupa

Berdasarkan analisis kluster yang dilakukan terlihat empat pengelompokan untuk kategori bentik terumbu lain. Kelompok pertama yaitu bulu babi dan pasir dengan jarak sebesar 0,016. Bulu babi dan pasir dimasukan kedalam satu kelompok diduga karena nilai dari kedua jenis kategori tersebut memiliki pola reflektansi yang hampir serupa satu sama lain. Selain itu bulu babi dan pasir juga memiliki magnitude reflektansi yang signifikan berbeda dengan kategori lain. Ditunjukkan bulu babi yang mempunyai nilai reflektansi spektral terendah dibanding dengan kategori lain. Hal yang berkebalikan ditunjukkan oleh pasir yang memiliki nilai terbesar. Kelompok kedua dan ketiga hanya terdiri dari satu anggota yaitu anemon dan alga makro dengan jarak masing-masing secara berurutan sebesar 0,041 dan 0,044.

Anemon dikelompokan menjadi satu kelompok sendiri karena pola reflektansi yang berbeda dengan yang lain dan juga persentase reflektanse yang cenderung rendah dibanding kategori lain. Sama halnya dengan anemon, alga makro juga menjadi kelompok tersendiri, hal ini diduga karena pola reflektansi yang berbeda dibandingkan dengan kategori lain. Kelompok keempat merupakan kelompok dengan jumlah anggota yang terbanyak yaitu 3 kategori; SC, RB, dan DCA; dengan jarak sebesar 0,021. Kategori karang lunak (SC), pecahan karang (RB), dan karang mati dengan alga (DCA) masuk dalam kelompok yang sama. Hal ini diduga karena ketiga kategori tersebut memiliki kesamaan terkait magnitude dan pola kurva reflektansi (Gambar 7). Kurva SC lebih dekat dengan RB dalam hal magnitude reflektansi, serta dekat dengan DCA dalam hal pola reflektansi yang terbentuk.

Analisis Diskriminan

(24)

14

Korelasi setiap spektrum panjang gelombang dengan masing-masing fungsi diskriminan disusun dalam sebuah struktur matriks yang disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Korelasi spektrum panjang gelombang karang dan bentik terumbu lain keragaman tertinggi sebesar 98,4% (Lampiran 3). Korelasi terkuat panjang gelombang pada fungsi diskriminan pertama tidak terlihat, menunjukan bahwa semua variabel panjang gelombang memberikan pengaruh yang sama. Korelasi terkuat terlihat pada fungsi diskriminan ketiga (D3) yang ditunjukan dengan simbol (*), dimana variabel X1 (panjang gelombang 400-450 nm) dan dan X6 (panjang gelombang 650-700 nm) memberikan nilai yang berpengaruh signifikan/nyata terhadap obyek. Dengan kata lain bahwa kedua kisaran panjang gelombang ini merupakan variabel yang membedakan karakteristik antara karang dan bentik terumbu lain.

(25)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kurva reflektansi spektral yang dihasilkan dari semua kategori karang dan bentik terumbu lain cenderung menunjukan pola karakteristik yang hampir serupa, yaitu mempunyai dua puncak pada panjang gelombang 575 nm dan 600 nm. Namun hasil yang berbeda ditunjukan pada kategori karang ACB dan pasir. Perbedaan pola reflektansi untuk semua kategori hanya terletak pada magnitude persentase reflektansi yang dihasilkan. Kecenderungan ini menunjukkan adanya ketergantungan pada panjang gelombang, yang berarti bahwa pada obyek atau kategori karang dan bentik terumbu lain yang sama, energi yang dipantulkan dapat berbeda pada panjang gelombang yang berbeda.

Pengelompokan yang dilakukan dengan analisis kluster memperlihatkan bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk didasarkan pada karakteristik pola dan juga magnitude reflektansi yang dihasilkan. Hasil analisis diskriminan membuktikan bahwa pada kisaran panjang gelombang 400-450 nm dan 650-700 nm merupakan kisaran panjang gelombang yang mampu menonjolkan perbedaan pola antar kategori life form karang dan bentik terumbu lainnya.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan berupa analisis kelimpahan zooxanthellae sehingga dapat diketahui pengaruh aspek pigmentasi fotosintetik yang dihasilkan terhadap pola karakteristik reflektansi spekral karang dan bentik terumbu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Andréfouët S, Berkelmans R, Odriozola L, Done T, Oliver J, Muller-Karger F. 2002. Choosing the appropriate spatial resolution for monitoring coral bleaching events using remote sensing. Coral Reefs. 21:147-154.

Buddemeier RW, Kleypas JA, Aronson RB. 2004. Coral reefs and global climate change. Pew Center on Global Climate Change. Arlington, Virginia.

CCRS. 1999. Fundamental of remote sensing. Natural Resources Canada. http://ccrs.nrcan.gc.ca/resource/tutor/fundam/teacher_e.php [15 Juni 2011]. English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey manual for tropical marine

resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. AIMS, Townsville.

Hedley JD, Mumby PJ. 2002. Biological and remote sensing perspectives of pigmentation in coral reef organisms. Adv. Mar. Biol. 43:277-317

Hedley JD, Mumby PJ. 2003. A remote sensing method for resolving depth and subpixel composition of aquatic benthos. Limnology Oceanography. 48:480-488.

(26)

16

Hochberg EJ, Atkinson MJ, Andréfouët S. 2003. Spectral reflectance of coral reef bottom-types worldwide and implications for coral reef remote sensing.Remote Sensing of Environment. 85:159-173.

Hochberg EJ, Atkinson MJ, Apprill A, Andréfouët S. 2004. Spectral reflectance of coral. Coral Reefs. 23:84-95.

Holden L, LeDrew E. 1998. Spectral discrimination of healthy and non-healthy corals based on cluster analysis, principal components analysis, and derivative spectroscopy. Remote Sensing of Environment. 65:217-224.

Karen EJ, Stuart RP. 2003. Hyperspectral analysis of chlorophyll content and photosynthetic capacity of coral reef substrates. Limnology Oceanography. 48:489-496

Kutser T, Dekker AG, Skirving W. 2003. Modeling spectral discrimination of Great Barrier Reef benthic communities by remote sensing instruments. Limnology Oceanography. 48:497-510.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Remote sensing and image interpretation. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik perubahan ganda dengan menggunakan SAS. Departemen Statistika. Institut Pertanian Bogor.

Mumby PJ, Green EP, Edwards AJ, Clark CD. 1999. The cost effectiveness of remote sensing for tropical coastal resources assessment and management. J Environ Manage. 55:157-166.

Nurdin N, Rani C. 2009. Karakterisasi bio-optik karang keras menggunakan teknologi hiperspektral. Jurnal Torani. 19:57-65.

Supranto J. 2004. Analisis multivariat: arti dan interpretasi. PT Rineka Cipta. Jakarta.

(27)

17 Lampiran 1. Contoh penerapan penyesuaian kurvapada data reflektansi spektral

(28)

18

Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan penelitian

Rangkaian Alat Penelitian

Set SCUBA untuk penyelaman

(29)

19 Lampiran 3. Hasil pengolahan analisis diskriminan dengan perangkat lunak SPSS

Eigenvalues

Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Canonical Correlation

1 851,755a 98,4 98,4 0,999

a. First 6 canonical discriminant functions were used in the analysis.

Function

1 2 3 4 5 6

X1 0,143 -0,532 0,737* 0,361 0,010 -0,151

X6 0,082 0,239 0,634* -0,205 0,501 -0,491

X2 0,058 -0,144 -0,103 -0,106 0,178 0,960*

X4 0,166 -0,045 -0,426 0,261 0,031 -0,849*

X3 0,155 -0,314 -0,500 -0,333 -0,023 0,718*

X5 0,125 0,330 0,603 0,189 -0,195 -0,662*

Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions

Variables ordered by absolute size of correlation within function.

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak A. Rachman dan Ibu Kustini.

Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDI Al-Hasanah, Tangerang. Jenjang pendidikan dilanjutkan di SLTP Budi Luhur, Tangerang dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 90 Jakarta dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten beberapa mata kuliah, seperti asisten mata kuliah Dasar-dasar Intrumentasi Kelautan periode 2009/2010, asisten Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut periode 2010/2011, 2011/2012 dan 2012/2013, dan asisten Sistem Informasi Geografis periode 2010/2011 dan 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi di antaranya sebagai anggota Divisi Penelitian dan Kebijakan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2009/2010 dan Ketua Departemen Divisi Penelitian dan Kebijakan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2010/2011.

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Gambar 3 Prosedur pengukuran spektral di lapang
Gambar 4 Diagram alir analisis data
+5

Referensi

Dokumen terkait

peluang kepada masyarakat untuk membuka rekening deposito wakaf tunai dengan tujuan mencapai sasaran-sasaran berikut: (1) Menjadikan perbankan sebagai fasilitator untuk

Sistem ini juga dapat mengecek stok barang baku, stok barang jadi yang telah diproduksi, mengelola data barang jadi, data bahan baku, data pelanggan serta data

Beberapa komponen yang masuk dalam indikator pendidikan di Jawa Timur yaitu Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, Angka Transisi, Angka Putus Sekolah,

Karya yang dihasilkan bergaya surrealis antara bonsai kontemporer dan bola dunia (bumi) dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain teknik anyam kawat, las,

project-based learning, problem-based learning, dan discovery learning telah direkomendasikan oleh kurikulum 2013 sebagai strategi efektif dalam pembelajaran

Pemberitahuan Ringkasan Risalah Rapat Umum PemegarE Saham TahuMn Tahun Buku 2016.. Memberikan kuasa dan wewenang kepada Direksi Perseroan dengan hak subtitusi

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan bermain disentra balok dapat meningkatkan kemampuan visual spasial anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa sumber bahan organik dan masa inkubasi terhadap pH, C-organik, N-total, P-total dan K-dd pada tanah