• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung)."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI

(Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung)

KEZIA NOVRASION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Kezia Novrasion

(3)
(4)

ABSTRAK

KEZIA NOVRASION. Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung). Dibimbing oleh LUKMAN M.BAGA

Adanya peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah bahan pangan akan menimbulkan masalah kurangnya persediaan makanan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan adalah dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang dapat dikuasainya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat merupakan salah satu penyalur teknologi yang ditemukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk disampaikan kepada petani. Penyaluran teknologi pertanian membutuhkan koordinasi antar pihak yang terkait agar teknologi dapat diserap oleh petani. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor karakteristik individu maupun kualitas komunikasi yang terjalin antara BPTP Jawa Barat dengan Kelompok Tani Mendung serta menilai sejauh mana efektivitas penyaluran teknologi. Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test diperoleh bahwa faktor usia, keterlibatan dalam perakitan teknologi dan keterbukaan terhadap inovasi berpengaruh terhadap penerapan teknologi. Sementara itu, tingkat complexity dan observability merupakan faktor karakteristik inovasi yang berpengaruh terhadap tingkat penerapan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan teknologi terpadu padi dinilai berjalan efektif berdasarkan penilaian tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi.

Kata Kunci: efektivitas komunikasi, komunikasi pertanian, pengolahan tanaman terpadu padi

ABSTRACT

KEZIA NOVRASION. Extention Effectiveness of Integrated Rice Management (Case study: Mendung Farmers Group). Supervised by LUKMAN M.BAGA

(5)

Meanwhile, the level of complexity and observability are characteristic factors that have a correlation with level of innovation of technology adoption. The results showed that the implementation of integrated management of rice technology runs effectively measured based on an assessment at the level of knowledge and level of technology adoption.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI

(Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung)

KEZIA NOVRASION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung).

Nama : Kezia Novrasion NIM : H34090019

Disetujui oleh

Ir Lukman M.Baga, MA.Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Agribisnis

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah efektivitas komunikasi pertanian, dengan judul Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (Studi Kasus: Kelompok Tani Mendung).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Wahyu Budi Priatna selaku dosen pembimbing akademik dan Bapak Ir Lukman M.Baga MA.Ec selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh anggota Kelompok Tani Mendung yang telah meluangkan waktunya serta telah mendukung proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Sukmaya selaku perwakilan BPTP Jawa Barat yang juga bertanggungjawab atas penyuluhan di Kabupaten Bogor, yang telah membantu pencarian lokasi dan mendukung penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Terima kasih kepada teman satu bimbingan, sahabat-sahabat Agribisnis 46, serta teman-teman asrama atas dukungan dan semangat yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 19

METODE PENELITIAN 21

Waktu dan Tempat Penelitian 21

Sumber dan Jenis Data 21

Metode Pengumpulan Data 21

Metode Analisis Data 21

KONDISI UMUM 25

Desa Gunung Picung 25

Kelompok Tani Mendung 26

HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Karakteristik Petani 29

Kualitas Komunikasi 34

Penilaian Efektivitas Penyampaian Teknologi berdasarkan Tingkat

Pengetahuan dan Tingkat Penerapan Teknologi 37

SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

(10)

DAFTAR TABEL

1 PDB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku 1 2 Perbandingan jumlah penduduk terhadap luas panen padi 2 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor 3 4 Distribusi mata pencaharian penduduk Desa Gunung Picung 26 5 Distribusi responden menurut karakteristik yang diamati 30 6 Hasil analisis fisher exact test faktor penting yang berhubungan dengan

tingkat adopsi PTT Padi 32

7 Distribusi kualitas komunikasi berdasarkan unsur yang diamati 35 8 Analisis fisher exact test faktor kualitas komunikasi yang berhubungan

dengan tingkat adopsi PTT padi 37

DAFTAR GAMBAR

1 Alur transfer inovasi dan umpan baliknya 4

2 Kerangka pemikiran operasional 20

3 Struktur organisasi Kelompok Tani Mendung 29

4 Komponen teknologi PTT padi yang telah diadopsi Kelompok Tani

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor utama yang mendukung peningkatan produk domestik bruto (PDB) nasional. Data statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 39.57% terhadap PDB nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional, oleh sebab itu sektor pertanian merupakan sektor penting yang menjadi pusat perhatian oleh pemerintah untuk dikembangkan.

Tabel 1 PDB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlakua

a

Sumber: Data diolah dari Departemen Pertanian (2012)

b

Angka sementara

Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang tidak diikuti dengan peningkatan luas lahan padi untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Jika kondisi ini dibiarkan maka untuk beberapa tahun kedepan akan muncul beragam masalah karena kurangnya persediaan makanan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan yaitu dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang dapat dikuasainya. Pembangunan pertanian menghendaki pertanian yang dinamis yakni pertanian dengan penerapan teknologi baru. Perkembangan teknologi dapat berupa perubahan cara, perubahan jenis tanaman, perubahan jenis masukan, serta perubahan alat pertanian yang digunakan dalam proses produksi pertanian. Adanya teknologi baru yang dapat diterapkan oleh petani diharapkan memberikan produksi yang optimal sehingga petani memperoleh pendapatan yang maksimal pula.

8 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan

7.23 7.24 7.21 7.26

9 Jasa-Jasa 10.24 10.24 10.56 10.78

(12)

Tabel 2 Perbandingan jumlah penduduk terhadap luas panen padia

Tahun Jumlah penduduk Luas panen(ha)

1990 179 378 946 -

1995 194 754 808 11 420 680

2000 206 264 595 11 793 475

2010 237 641 326 13 253 450

a

Sumber: Data diolah dari Badan Pusat Statistik (2012)

Perubahan lingkungan strategis pertanian, pengurangan dana subsidi sarana produksi, terbukanya pasar global juga merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara cepat dan tepat dalam upaya menuju swasembada pertanian. Salah satu aspek penting yang mendukung upaya ini yakni dengan cara mengoptimalkan kegiatan penyebarluasan informasi dari hasil pengkajian dan penelitian teknologi pertanian melalui berbagai media, baik media cetak (buku,

prosiding, jurnal, brosur, selebaran dan poster), media elektronik (televisi, radio, internet) maupun melalui tatap muka secara langsung (seminar, lokakarya,

workshop). Langkah tersebut diharapkan mampu mempercepat proses adopsi inovasi pertanian spesifik lokasi guna mendukung usahatani dapat tercapai.

Saat ini, banyak terjadi perkembangan teknologi dalam lingkup agribisnis yang ditemukan oleh negara maju. Hal ini menarik perhatian negara-negara berkembang untuk dapat menggunakan teknologi yang sama dalam mengusahakan produksinya. Beberapa contoh diantaranya yakni penemuan bibit-bibit unggul, peralatan mekanisasi pertanian, mesin pengolahan pangan dan transportasi khusus pertanian. Meskipun di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian mengenai mekanisasi pertanian namun pada umumnya teknologi yang dikaji dalam penelitian tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan negara maju. Karena itu, perkembangan teknologi pertanian perlu dikaji lebih lanjut untuk menelusuri kebutuhan teknologi dan meramalkan kemungkinan teknologi di masa depan.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas petani yakni melalui penggunaan teknologi tepat guna. Upaya ini dilaksakan oleh Balai-Balai Komoditas Pertanian yang berfungsi untuk melakukan uji coba dan penelitian terkait kemajuan teknologi baik dibidang benih, pupuk, pola tanam maupun mesin-mesin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh balai-balai tersebut kemudian diserahkan kepada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) untuk disosialisasikan kepada petani sehingga petani dapat mengembangkan usahanya melalui informasi teknologi yang diberikan oleh BBP2TP. Agar penyampaian informasi lebih merata lagi bagi seluruh masyarakat Indonesia, BBP2TP mempercayakan penyaluran informasi dan teknologi pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang tersebar di setiap provinsi.

(13)

oleh BPTP sesuai dengan komoditas unggulannya. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, efisien, dan efektif dalam rangka memperbaiki dan mempercepat inovasi pertanian yang dibutuhkan pengguna.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dibentuk di tiap provinsi di Indonesia dengan harapan mampu melaksanakan penyaluran teknologi hingga ke seluruh nusantara. Salah satu BPTP yang memiliki kinerja cukup baik adalah BPTP Jawa Barat yang berada di Lembang, Bandung, Jawa Barat1. Hingga saat ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat sudah melakukan penyaluran teknologi ke berbagai daerah seperti Majalengka, Cianjur, Cirebon, Bandung dan Bogor. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang telah memperoleh berbagai teknologi baik teknologi budidaya jagung, padi, maupun pemanfaatan pekarangan rumah sebagai tempat budidaya tanaman obat. Beberapa daerah yang telah mendapatkan penyuluhan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi diantaranya adalah Desa Gunung Picung, Desa Kalong Liud, Desa Ciherang dan Desa Cibatu.

Peningkatan produktivitas terlihat dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor. Tabel 3 menunjukkan bahwa produktivitas padi Kabupaten Bogor meningkat dari 5.37 ton/ha pada tahun 2005 menjadi 6.23 ton/ha pada tahun 2011. Adanya peningkatan tersebut disebabkan oleh penyuluhan terkait pengelolaan tanaman terpadu padi yang telah disosialisasikan secara bertahap oleh penyuluh di Kabupaten Bogor. Materi yang disosialisasikan yakni terkait jenis bibit, jarak tanam, jenis pupuk, dan pengendalian hama.

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor a

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas

2005 76 801 412 084 5.37

2006 74 251 401 066 5.40

2007 83 664 479 755 5.73

2008 81 296 480 211 5.91

2009 82 325 505 979 6.15

2010 87 702 542 895 6.19

2011 83 399 519 676 6.23

a

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2012)

Kelompok Tani Mendung merupakan salah satu kelompok tani yang berada di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang telah memperoleh sosialisasi mengenai pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi. Menurut anggota Kelompok Tani Mendung, penyuluhan yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat dirasakan memiliki pengaruh terhadap peningkatan produksi padi bagi anggota Kelompok Tani Mendung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat selama ini belum mengkaji sejauh mana penyuluhan yang dilaksanakan berdampak pada masyarakat. Adanya pengaruh penyuluhan

______________________________ 1

(14)

teknologi terhadap produktivitas padi menyebabkan pentingnya mengkaji efektivitas komunikasi dalam penyaluran teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat.

Perumusan Masalah

Adanya komunikasi pembangunan pertanian yang bersifat top-down, berlangsung satu arah dan mengabaikan kondisi riil permasalahan, kebutuhan, dan potensi masyarakat menyebabkan rendahnya tingkat penerapan teknologi di masyarakat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dibentuk untuk mengubah konsep tersebut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat melalui komunikasi yang partisipatif bersama dengan anggota Kelompok Tani Mendung merakit teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi spesifik lokasi. Keterlibatan petani dalam proses perakitan teknologi PTT padi bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan efisien sehingga masalah dan umpan balik dari petani segera diketahui. Adanya umpan balik dari pengguna berupa informasi adopsi dan kebutuhan teknologi serta informasi masalah di lapangan diidentifikasi dan digunakan kembali sebagai masukan dalam perencanaan dan penyempurnaan kegiatan lebih lanjut dalam rangka percepatan inovasi (Sankarto 2006).

: Alur transfer inovasi teknologi : Umpan balik inovasi teknologi

Gambar 1 Alur transfer inovasi dan umpan baliknya (Bustaman 2009)

Puslitbang/Puslit/Balai Besar/Balai Komoditas/Ditjen Teknis

BPTP

Kelembagaan Penyebar Informasi/ Penyuluh

(15)

Gambar 1 menunjukkan bagaimana informasi teknologi dapat diserap oleh petani dan dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan produksinya. Proses pelaksanaan penelitian, pengkajian dan penyerapan teknologi merupakan proses yang berkelanjutan dimana antara pembawa inovasi (BPTP Jawa Barat) dengan kelompok sasaran (Kelompok Tani Mendung) akan saling memengaruhi yakni kelompok sasaran telah mengetahui dengan pasti kebutuhan utamanya (teknologi yang dibutuhkan) dan pembawa inovasi telah menyiapkan kebutuhan tersebut. Kecepatan dan tingkat pemanfaatan

inovasi dalam penyampaian informasi teknologi umumnya cenderung lambat.2 Kurangnya koordinasi dan sinergi antara kelembagaan dinas terkait, penyuluh, Bapeluh/BP4K, Gapoktan, serta kepala desa yang berperan dalam proses penyampaian inovasi pertanian menjadi salah satu hal penting dalam siklus adopsi inovasi. Hal lain yang menyebabkan lambatnya adaptasi teknologi yakni kendala sosial budaya petani dan terbatasnya kunjungan penyuluh akibat kendala geografi yang berdampak pada kegiatan penyaluran teknologi yang memerlukan biaya tinggi.

Penyaluran teknologi pertanian yang dilakukan BPTP dapat dilakukan oleh penyuluh maupun dilaksanakan oleh BPTP secara langsung. Strategi penyuluhan yang dilakukan oleh BPTP umumnya dilaksanakan melalui tatap muka, media cetak maupun kegiatan di lapang. Namun, apakah komunikasi yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat itu efektif, maka diperlukan pengkajian efektif atau tidaknya suatu komunikasi. Komunikasi dinilai efektif apabila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss 1996). Efektif tidaknya suatu komunikasi antara lain dipengaruhi oleh karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Selain itu, efektivitas komunikasi dapat dinilai dari penerapan teknologi yang dikomunikasikan kepada petani. Melalui pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan rumusan masalah dari penelitian ini yakni:

1. Bagaimana karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung dan faktor apa saja yang berhubungan dengan proses penyerapan teknologi?

2. Bagaimana kualitas komunikasi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat dan faktor apa saja yang berhubungan dengan proses penyerapan teknologi?

3. Apakah penyaluran teknologi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat telah efektif?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

1. Mengidentifikasi karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung dan faktor-faktor yang memiliki peranan penting dalam proses penyerapan teknologi oleh petani.

2. Mengidentifikasi kualitas komunikasi yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.

(16)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian skripsi ini yakni:

1. Bagi BPTP Jawa Barat dapat digunakan sebagai referensi dalam merencanakan, mengkaji, melaksanakan serta mengevaluasi mengenai penyaluran informasi teknologi pertanian yang tepat guna.

2. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan efektifitas komunikasi penyuluhan.

3. Bagi petani, dapat digunakan sebagai alat penyampaian masalah dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan usahatani dan mencari solusi atas masalah tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) Padi oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat dengan memusatkan pengukuran di Kelompok Tani Mendung, Kabupaten Bogor. Ruang lingkup penelitian ini menggunakan faktor yang mempengaruhi penyerapan teknologi pertanian yang terdiri atas dua bagian yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi yang dilakukan BPTP Jawa Barat. Karakteristik petani terdiri atas umur, keterbukaan terhadap inovasi, keterbukaan pada media serta kinerja usaha. Sedangkan kualitas komunikasi yang terdiri atas karakteristik inovasi, frekuensi komunikasi, kredibilitas sumber informasi dan media yang digunakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian dengan topik efektivitas komunikasi penyuluhan bukanlah suatu hal yang baru. Oleh karena itu, penelitian ini juga menggunakan beberapa laporan penelitian terdahulu sebagai referensi dan pedoman. Referensi yang digunakan berasal dari jurnal, artikel ilmiah laporan penelitian, dan tesis. Menurut referensi yang telah dibahas maka dapat diperoleh kesimpulan atas beberapa konsep yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini.

(17)

peranan Prima Tani dengan tingkat penerapan teknologi dan tingkat produksi menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat peranan Primatani tahun 2007 masuk dalam kategori “berperan” dengan skor rata-rata 77.35 dan untuk tingkat penerapan teknologi padi sawah PTT tahun 2007, primatani masuk dalam kategori “tinggi” yakni dengan skor rata-rata 72.37. Tingkat penerapan teknologi yang dimaksud ialah penerapan sistem tanam jajar legowo dengan indikator pemakaian benih unggul menggantikan benih lokal, pemakaian bibit per lubang tanam serta pengolahan lahan menggunakan hand tractor.

Peranan Prima Tani terhadap penerapan teknologi padi sawah pola PTT memiliki hubungan erat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien rs 0.61yang

bernilai positif, serta perhitungan thitung 4.75 sementara ttabel sebesar 1.70. Dari

hasil tersebut diperoleh bahwa thitung > ttabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima

berarti ada hubungan erat antara peranan Prima Tani terhadap penerapan teknologi padi sawah pola PTT (Pengelolaan tanaman terpadu).

Janah dan Effendi (2007) melakukan penelitian mengenai Partisipasi Petani dalam Program Rintisan dan Akselerasi Permasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Penelitian ini menggunakan sampel dari Gapoktan Sumber Rezeki dan Poktan Maju di Kelurahan Lempake. Penelitian ini menggunakan skala Likert dengan penentuan interval berdasarkan Suparman (1990). Selain itu, hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dengan tingkat partisipasi petani dalam prima tani diukur dengan menggunakan korelasi Rank-Spearman. Komoditas yang diamati dalam penelitian tersebut yakni padi sawah, pembibitan pepaya dan budidaya jamur putih.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani pada prima tani di Kelurahan Lempake tahun 2011 termasuk dalam kategori “tinggi” dengan persentase 88%. Peneliti menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani yakni usia, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, penghasilan dan luas lahan. Hasil yang diperoleh yakni ada hubungan cukup erat antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dengan tingkat partisipasi petani. Hal ini ditunjukkan dari nilai rs

yakni 0.4 serta thitung yakni 2.1 dan ttabel 1.713 sehingga nilai thitung > ttabel sehingga

disimpulkan memiliki hubungan erat.

Tutud (2001) melakukan penelitian terkait efektivitas komunikasi teknologi pembenihan ikan mas dengan kasus Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Utara di Kabupaten Minahasa. Penelitian ini menggunakan 2 faktor analisis yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Karakteristik petani terdiri atas umur, pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha, dan keterdedahan pada media. Kualitas komunikasi dinilai dari karakteristik inovasi, kredibilitas sumber informasi, frekuensi komunikasi, dan media komunikasi. Sementara itu, penilaian efektivitas berdasarkan tingkat pengetahuan dan penerapan petani.

(18)

pengetahuan dan penerapan petani. Secara umum disimpulkan bahwa komunikasi teknologi pembenihan ikan mas telah efektif.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teknologi

Teknologi adalah segala daya upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik. Definisi tersebut menjelaskan bahwa tujuan akhir dari penggunaan teknologi adalah kesejahteraan hidup,namun teknologi seringkali berdampak negatif bagi sebuah usaha, sistem maupun lingkungan (Gumbira 2001). Teknologi adalah sarana untuk melakukan suatu tugas ke arah kehidupan manusia yang semakin baik dan sejahtera. Teknologi juga dianggap sebagai pengetahuan dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, teknologi dapat diterapkan untuk bangun suatu produk dan proses pencarian ilmu baru. Teknologi yang disalurkan tersebut dalam bentuk :

1. Fisik materi (bahan) seperti varietas unggul, pupuk (formulasi pupuk/ pupuk hayati), dan pestisida.

2. Rekomendasi teknologi, diantaranya pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (hama), dan penggunaan air.

3. Teknologi proses, misalnya produksi benih, produksi pupuk hayati, dan produksi pestisida hayati atau nabati.

4. Rancang bangun/prototipe alat dan mesin pertanian, misalnya pompa air, alat tanam, aplikator pupuk, pembumbun, penyiang, pemipil, dan pengering.

Penerapan teknologi dapat meningkatkan efisiensi maupun efektifitas dari penggunaan lahan. Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan teknologi dalam bidang pertanian yakni dapat mengetahui jenis lahan yang dipakai dan unsur-unsur yang terkandung dalam tanah sehingga dapat diperkirakan jenis pupuk yang sesuai dengan tanaman. Melalui zat radioaktif, dapat ditemukan bibit-bibit unggul yang dapat dikembangkan oleh petani. Selain itu, pemanfaatan alat-alat pertanian dapat membantu mempermudah dan mempercepat proses produksi pertanian.

Konsep Transfer Teknologi Dari Balai Penelitian kepada Petani

(19)

tersebut tidaklah sesuai untuk semua lokasi sehingga harus dikaji kembali oleh BPTP.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) disalurkan kepada kelembagaan penyebar inovasi yakni penyuluh untuk disebarkan kembali kepada petani. BPTP juga dapat melakukan penyuluhan langsung kepada petani namun tetap didampingi oleh penyuluh. Hasil dari penerapan teknologi yang dilaksanakan oleh petani kemudian dilaporkan kembali kepada penyuluh sehingga mendapatkan umpan balik atas kelebihan dan kekurangan dari teknologi yang digunakan. Selanjutnya, penyuluh menyampaikan kembali hasil umpan baliknya kepada BPTP sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kesesuaian dengan ekosistem maupun penelitian terkait kelengkapan teknologi yang dianjurkan. Konsep transfer teknologi dapat dilihat dari Gambar 1. Fungsi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) selain mendistribusikan teknologi yang diberikan oleh Litbang Pertanian, juga berfungsi untuk menampung keluhan petani dan menyalurkannya kepada Litbang untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut. Penyuluh pertanian diharapkan mampu bekerjasama lebih dekat dengan petani agar diketahui masalah yang terjadi di lapangan sehingga dapat diberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh petani.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merupakan sebuah inovasi untuk menunjang peningkatan produksi padi. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sebagai bahan pangan pokok utama padi memegang posisi yang strategis untuk dikembangkan.

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam upaya mengelola lahan, air, tanaman, OPT, dan iklim secara terpadu/menyeluruh/holistik dan dapat diterapkan secara berkelanjutan. PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang menggabungkan berbagai subsistem pengelolaan, seperti subsistem pengelolaan hara tanaman, konservasi tanah dan air, bahan organik dan organisme tanah, tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak tanam), pengendalian hama dan penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan sumber daya manusia.

Penerapan PTT Padi Sawah bertujuan meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu. Manfaat dan dampaknya membantu memecahkan masalah penurunan produktivitas padi sawah guna meningkatkan stok beras nasional pada kondisi sumberdaya pertanian di wilayah petani sesuai dengan masalah yang akan diatasi (demand driven technology) secara berkelanjutan. Melalui penerapan PTT padi sawah tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri komponen teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan petani dan keadaan setempat untuk diterapkan dengan mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi yang saling menunjang untuk diterapkan.

(20)

produksi sehingga komponen teknologi yang dipilih akan sesuai dengan kebutuhan setempat. Pengelolaan tanaman terpadu padi sawah menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi yang dikelompokkan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang disarankan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan input yang efisien yang merupakan tujuan dari PTT. Komponen teknologi dasar terdiri dari:

1. Varietas unggul baru (VUB).

VUB adalah varietas yang mempunyai hasil tinggi, ketahanan terhadap biotik dan abiotik, atau sifat khusus tertentu. Penggunaan varietas yang dianjurkan akan memberikan peluang lebih besar untuk mencapai tingkat hasil yang lebih tinggi dengan mutu beras yang lebih baik. Pemilihan varietas baik inbrida maupun hibrida didasarkan kepada hasil pengkajian spesifik lokasi.

2. Benih bermutu dan berlabel.

Benih bermutu adalah benih berlabel dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi. Pada umumnya benih, bermutu dapat diperoleh dari benih berlabel yang sudah lulus proses sertifikasi. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat dan merata serta lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

3. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

Pemberian pupuk bervariasi antar lokasi, musim tanam, dan jenis padi yang digunakan. Pengaruh spesifik lokasi pemupukan memberikan peluang untuk meningkatkan hasil per unit pemberian pupuk, mengurangi kehilangan pupuk, dan meningkatkan efisiensi agronomi dari pupuk. Acuan rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman padi sawah dapat didasarkan pada bagan warna daun (BWD) untuk N dan PUTS (perangkat uji tanah sawah untuk P dan K) serta menggunakan perangkat komputer untuk menentukan takaran pemupukan tanaman padi.

4. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).

Identifikasi jenis dan penghitungan tingkat populasi hama dilakukan oleh petani dan atau pengamat OPT melalui kegiatan survei dan monitoring

hama-penyakit tanaman pada pagi hari. Tingkat kerusakan dihitung secara ekonomi yaitu besar tingkat kerugian atau tingkat ambang tindakan. Tingkat ambang tindakan identik dengan ambang ekonomi, lebih sering digunakan sebagai dasar penentuan teknik pengendalian hama dan penyakit. Jenis-jenis hama padi utama yaitu tikus sawah, wereng coklat, penggerek batang padi, dan keong mas. Sedangkan jenis-jenis penyakit padi utama yaitu bercak, blas, busuk pelepah, tungro, hawar daun bakteri, dan tungro.

5. Pengaturan populasi tanaman.

Pengaturan populasi tanaman dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan petani dengan sistem tanam sebagai berikut:

a. Sistem Tegel:

(21)

4) Jarak tanam 20 x 20 cm (pop. tanaman 25 rumpun/m2)

Jumlah rumpun tanaman yang optimal akan menghasilkan lebih banyak malai per meter persegi dan berpeluang besar untuk pencapaian hasil yang lebih tinggi. Pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan tanah sehingga dapat menekan atau memperlambat pertumbuhan gulma dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit.

6. Pupuk organik.

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan (pupuk kandang), pupuk hijau, dan kompos (humus) berbentuk padat atau cair yang telah mengalami dekomposisi. Persyaratan teknis minimal pupuk organik mengacu kepada Permentan No 02/2006 (kecuali diproduksi untuk keperluan sendiri). Pemberian pupuk organik dalam bentuk dan jumlah yang sesuai, sangat penting untuk keberlanjutan intensifikasi lahan sawah. Hal ini sangat berguna untuk daerah-daerah yang ketersediaan pupuk kimia terbatas dan mahal. Sumber bahan organik yang utama dan banyak tersedia pada pertanaman padi adalah jerami.

Teknologi pilihan PTT adalah teknologi-teknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya alam yang tersedia maupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen teknologi pilihan PTT padi sawah meliputi:

1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.

Pengolahan tanah hingga berlumpur dan rata dimaksudkan untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik dan seragam bagi tanaman padi sekaligus upaya mengendalikan gulma. Pada kondisi tertentu seperti mengejar waktu tanam, kekurangan tenaga kerja, keterbatasan traktor atau ternak maka pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah dapat pula diterapkan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan traktor atau ternak, serta menggunakan bajak singkal dengan kedalaman olah lebih dari 20 cm. Pengolahan tanah sempurna (bajak, garu, dan perataan) diperlukan untuk tanaman padi yang dibudidayakan pada musim tanam pertama.

2. Cara Tanam.

- Penggunaan bibit muda (<20 hari)

(22)

- Tanam 1 – 3 batang per rumpun.

Jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 batang. Penanaman bibit dengan jumlah per lubang lebih banyak akan meningkatkan persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama. Rumpun yang hilang disebabkan tanaman mati atau rusak karena hama segera disulam paling lambat 14 hari setelah tanam.

3. Pengairan secara efektif dan efisien.

Pengairan dengan teknik berselang, gilir-giring, gilirglontor, macak-macak dan basah-kering. Dengan cara ini pemakaian air dapat dihemat sampai 30% tanpa menurunkan hasil panen. Teknik pengairan berselang yakni air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu.

4. Penyiangan menggunakan landak/gasrok.

Penyiangan gulma perlu mendapat perhatian menjelang 21 hari setelah tanam. Manfaatnya adalah ramah lingkungan, hemat tenaga kerja, meningkatkan jumlah udara dalam tanah, dan merangsang pertumbuhan akar lebih baik.

5. Panen dan pascapanen tepat waktu.

Panen harus memperhatikan umur tanaman padi dan cara pemanenan serta tinggi pemotongan tanaman (sebaiknya ketinggian pemotongan sekitar 20 cm dari permukaan tanah dengan maksud jerami yang diangkut dari lahan tidak terlalu banyak sehingga dapat dibuat kompos). Alat panen dapat menggunakan sabit bergerigi atau mower agar tidak banyak kerontokan (kehilangan hasil) dibandingkan dengan penggunaan sabit biasa.

Waktu panen yang tepat dapat didasarkan pada beberapa pedoman, diantaranya: (1) umur varietas yang tercantum di dalam deskripsi tepat waktu (90-95% gabah telah berisi dan menguning) varietas, (2) kadar air 21-26%, (3) pada saat 30-35 hari setelah berbunga, dan (4) kenampakan malai 90-95% gabah telah berwarna kuning. Panen terlalu awal menyebabkan gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur lebih banyak. Panen terlalu lambat menimbulkan kehilangan hasil karena banyak gabah yang rontok pada saat di lapangan. Selain itu, dalam proses penggilingan jumlah gabah yang patah akan meningkat. Pada tingkat petani kehilangan hasil panen pada proses panen masih relatif tinggi yaitu lebih dari 9%. Kehilangan hasil panen pada saat panen dapat ditekan melalui penerapan sistem pemanenan berkelompok (4.39-6.58%).

Perontokan adalah melepaskan butir gabah dari malainya. Prinsipnya melepaskan butir gabah dengan cara memberikan tekanan pada malai. Perontokan gabah dilakukan sesegera mungkin, paling lama 1-2 hari setelah panen. Cara perontokan : (1) digilas/diinjak-injak, (2) dipukul, (3) dibanting, (4) disisir, (5) kombinasi disisir dan dibanting, dan (6) penggunaan alat/mesin perontok DB-100 (kapasitas tinggi 523 - 1.125 kg/jam; mutu gabah baik, lebih bersih; tidak merusak gabah sebagai benih).

Kehilangan hasil pada saat penjemuran dapat dihindari dengan penggunaan lantai jemur berupa campuran semen, “giribig” (anyaman

(23)

sangat menentukan rendemen, tingkat kehilangan hasil dan mutu beras yang dihasilkan. Umur panen yang belum optimal dan tidak seragam akan menurunkan mutu beras dan rendemennya. Perawatan hasil, baik berupa gabah maupun beras dengan wadah karung umumnya sudah dilakukan oleh petani dengan baik agar terhindar dari serangan hama gudang.

Komunikasi Pertanian

Menurut Soekartawi (1998), komunikasi pertanian adalah suatu pernyataan antarmanusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara perorangan maupun kelompok yang sifatnya umum dengan menggunakan lambang-lambang tertentu seperti yang sering dijumpai pada metode penyuluhan. Selain itu, pihak “penyuluhan pertanian” adalah sistem pendidikan di luar sekolah (informal) yang diberikan agar petani dan keluarganya mampu meningkatkan kesejahteraannya dan bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Komunikasi pertanian bukan saja dimaksudkan untuk memengaruhi sikap dan tingkah laku komunikan seperti yang sering ditemui dalam metode penyuluhan pertanian tetapi lebih dari itu.

Model komunikasi pertanian yang dalam sejarah perkembangannya sering dipengaruhi dan dimonopoli oleh pihak pemberi pesan, sehingga sering dikenal dengan istilah “model linear”. Model linear beranggapan bahwa informasi pertanian yang diberikan kepada komunikan dapat dikatakan berhasil apabila pihak pemberi pesan (komunikator) dapat menyampaikan pesannya kepada komunikan. Namun, anggapan ini dapat dikatakan lemah sebab komunikan akan tertarik terhadap informasi apabila mereka membutuhkannya. Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan komunikan mau menerima informasi yang diberikan, bukan hanya dikuasai oleh kekuatan komunikator, sehingga model ini dianggap perlu diperbaiki. Oleh sebab itu, berkembanglah model baru yakni two-way traffic

dimana komunikasi diartikan sebagai “pertukaran suatu informasi” yang bertujuan untuk mendapatkan kesamaan makna diantara peserta komunikasi baik antara komunikan maupun komunikator.

Jones (1975) dalam Soekartawi (1998) mengemukakan bahwa proses komunikasi (termasuk komunikasi pertanian) adalah suatu tahapan yang panjang karena pada akhir proses diharapkan agar komunikan berubah fungsinya menjadi komunikator dalam proses komunikasi selanjutnya. Sehingga dengan kata lain bahwa di dalam proses komunikasi pertanian itu harus mampu menciptakan adanya calon-calon adopter. Jones (1975) mengklasifikasikan tahapan dari suatu proses komunikasi agar dapat diterima komunikan melalui 3 tahapan penting, yakni:

1. Perubahan situasi lingkungan yaitu identifikasi masalah, pemecahan masalah, dan adanya kesempatan bagi petani untuk melakukan perubahan. 2. Kesadaran untuk adopsi inovasi yang disebabkan oleh adanya perubahan

situasi lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan adopsi inovasi.

3. Kelanjutan dari proses adopsi inovasi.

(24)

sebagainya) serta situasi ekstern (frekuensi kontak dengan sumber informasi, kehadiran dalam temu karya, dan sebagainya).

Penyuluh berperan sebagai pembimbing petani, organisator dan dinamisator, pelatih, teknisi, serta jembatan penghubung antara petani dengan instansi di bidang penelitian (Suhardiyono 1992). Sebagai jembatan penghubung, penyuluh menyampaikan hasil temuan lembaga penelitian kepada petani dan petani berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan hasil-hasil temuan lembaga penelitian yang dianjurkan tersebut kepada pembinanya yakni penyuluh. Selanjutnya, penyuluh menyampaikan hasil penerapan teknologi yang dilaksanakan petani kepada lembaga penelitian yang terkait sebagai bahan referensi lebih lanjut. Para penyuluh juga berperan sebagai agen pembaharuan yang membantu petani mengenal masalah-masalah yang mereka hadapi sehingga mereka mendapatkan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Beberapa contoh kemajuan yang dapat dicapai melalui penyuluhan yakni:

1. Perbaikan teknologi, seperti benih unggul, pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit, metode bercocok tanam, peralatan pertanian, konservasi tanah dan air, pengolahan dan penyimpanan hasil serta pemuliaan ternak.

2. Perbaikan organisasi, seperti manajemen usahatani, penyimpanan catatan, tabungan berkelompok maupun kredit di bidang pertanian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi pertanian yakni meliputi faktor sosial, faktor kebudayaan, faktor personal dan faktor situasional. Berikut diuraikan keempat faktor tersebut (Soekartawi 1988):

1. Faktor sosial

Faktor sosial ini mencakup variabel keluarga, tetangga, klik sosial, kelompok sosial dan status sosial.

a. Anggota keluarga.

Anggota keluarga sering dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan inovasi. Hal ini dikarenakan konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga. Nilai anggota keluarga yang berhubungan dengan penerimaan inovasi antara lain keinginan untuk mencapai pendidikan lebih tinggi bagi anak-anak mereka dan memprioritaskan akumulasi modal untuk pengembangan usahatani mereka, nilai untuk ditempatkan pada status sosial dan partisipasi dalam kelompok sosial yang formal, dan pemenuhan kelengkapan serta kenyamanan dalam rumahtangga. b. Tetangga.

Tetangga merupakan orang-orang dalam suatu geografis tertentu yang telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung berasosiasi sesamanya dibanding dengan pihak luar. Karena itu, belajar dari tetangga biasanya lebih berhasil daripada belajar dari orang lain (sumber informasi) yang tempat tinggalnya berjauhan.

c. Klik sosial.

(25)

berbeda latar belakangnya. Biasanya merupakan kumpulan yang sederhana dari petani yang satu sama lain saling mendapatkan kepuasan karena hubungan yang intim satu sama lain.

d. Kelompok referensi.

Kelompok referensi adalah kelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain dalam pembentukan pikiran, penilaian dan keputusan dalam bertindak. Menurut Rogers (1958), references group dalam proses adopsi berperan penting bagi orang yang lambat mengadopsi untuk menyadarkan.

e. Kelompok formal.

Kelompok formal adalah kelompok orang-orang yang mempunyai peraturan tegas yang mengatur hubungan anggotanya misalnya dalam menyusun rencana suatu program. Mereka dapat berperan untuk mengorganisasi penyebarluasan informasi pertanian yang menunjang langsung pada tujuan yang ingin dicapai petani.

f. Status sosial.

Status sosial dalam masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor yakni pendapatan yang tinggi, pemilikan tanah yang luas, pendidikan yang tinggi dan kedudukan dalam struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Status sosial sering membentuk pola komunikasi di dalam sistem sosial dan biasanya komunikasi seperti ini lebih efektif bila individu memiliki persamaan status sosial.

2. Faktor kebudayaan.

Unsur kebudayaan yang paling berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi yakni tata nilai dan sikap. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sedangkan sikap mungkin dapat dituangkan sebagai proses kegunaan untuk bertindak, memandang, berpikir dan merasakan berdasarkan tata nilai yang ada.

3. Faktor personal dalam adopsi inovasi.

Faktor personal atau individu termasuk umur, pendidikan yang diselesaikan dan karakteristik psikologi merupakan faktor penting dalam proses adopsi inovasi. Oleh sebab itu penting untuk meneliti faktor personal dari masing-masing petani yang diamati.

a. Umur.

Petani yang memiliki usia lebih tua umumnya kurang cenderung melakukan adopsi dibandingkan petani yang lebih muda. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengadopsi inovasi tertinggi yakni diusia paruh baya. Hal ini dikarenakan kecenderungan petani muda umumnya masih terkendala dengan modal yang dimiliki sementara petani berusia lebih tua umumnya kurang menerima perubahan yang ada.

b. Pendidikan.

(26)

menciptakan suatu dorongan mental agar dapat menerima inovasi yang diciptakan.

c. Karakter psikologi.

Masyarakat pada berbagai tingkatan akan menetapkan cara-cara hidup mereka sesuai dengan kemampuan mereka dalam memandang hubungan yang berkaitan dengan sesuatu yang baru, menganalisis perubahan yang dianjurkan (penyesuaian diri), dan memilih perubahan yang memuaskan dirinya. Oleh sebab itu, tiap individu memiliki tingkatan yang berbeda terhadap proses adopsi inovasi.

4. Faktor situasional dalam difusi inovasi.

Faktor situasional merupakan situasi dimana mereka menempatkan diri mereka dalam proses adopsi inovasi seperti pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status kepemilikan lahan, prestise masyarakat, sumber inovasi, dan jenis inovasi.

a. Pendapatan usahatani.

Adanya pendapatan usahatani yang tinggi umumnya akan menyebabkan petani memiliki kemauan untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam adopsi inovasi pertanian yang lebih cepat dibandingkan petani dengan pendapatan yang lebih rendah.

b. Ukuran usahatani.

Ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru yang memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk keperluan adopsi.

c. Status pemilikan tanah.

Para pemilik tanah memiliki penguasaan keputusan yang lebih besar dibandingkan dengan penggarap sehingga pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi teknologi sesuai dengan kebutuhannya sementara penggarap harus terlebih dahulu mengkomunikasikannya kepada pemilik sebelum mengambil keputusan.

d. Prestise masyarakat.

Kedudukan seseorang dalam masyarakat berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Dalam kondisi tertentu, petani dengan status sosial yang lebih tinggi diharapkan tetap secara kontinu menginformasikan perkembangan baru dalam pertanian.

e. Sumber informasi.

Jumlah sumber informasi yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi.

f. Jenis inovasi.

Cepat atau lambatnya inovasi dapat dipengaruhi oleh jenis inovasi yang disalurkan. Semakin kompleks inovasi tersebut semakin lambat proses adopsinya. Kecenderungan perubahan dalam adopsi inovasi tersebut yakni perubahan hanya dalam perlengkapan dan material tanpa perubahan teknik atau pelaksanaan (misalnya varietas benih baru), perubahan dalam pelaksanaan tanpa merubah material atau perlengkapan (misalnya rotasi tanam) dan perubahan secara keseluruhan (misalnya dari pertanian sayuran ke peternakan).

(27)

komunikator juga berpengaruh terhadap kecepatan proses adopsi inovasi. Menurut Soekartawi (1988), beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi yakni:

a) Memberikan keuntungan atau tidak.

Apabila diperoleh kepastian bahwa teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif lebih besar daripada penggunaan teknologi lama maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.

b) Kompatibilitas.

Seringkali teknologi baru yang menggantikan teknologi lama tidak saling mendukung, namun banyak pula dijumpai penggantian teknologi hanya kelanjutan saja. Bila teknologi tersebut hanya “kelanjutan” dari teknologi lama, maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan relatif lebih cepat, hal ini dikarenakan petani telah terbiasa menggunakan teknologi lama sehingga hanya diperlukan penyesuaian saja dalam pelaksanaannya. c) Kompleksitas.

Tingkat kerumitan dalam penerapan teknologi akan mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi yang akan dilakukan oleh petani. Artinya, semakin mudah diterapkan maka semakin cepat pula proses adopsi tersebut.

d) Triabilitas.

Semakin mudah untuk dilakukan maka relatif lebih cepat proses adopsi inovasi yang dilakukan oleh petani.

e) Observabilitas.

Seringkali ditemui bahwa kalangan petani cukup sulit untuk memahami proses mengadopsi inovasi dan teknologi baru meskipun teknologi tersebut memberikan keuntungan dan telah dibuktikan ditempat lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi

Pada konteks komunikasi efektif, faktor internal dan eksternal dapat diwujudkan dalam serangkaian kegiatan komunikasi yang terencana, oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasi, analisis dan penetapan masalah serta kebutuhannya. Rangkaian kegiatan komunikasi yang dimaksud meliputi unsur

who (siapa sasarannya), why (apa latar belakangnya), what (apa pesannya), when

(kapan pelaksanaannya), how (bagaimana cara/metode/format penyampaian pesannya) dan where (dimana tempat pelaksanaannya). Berkaitan dalam menjawab unsur who yang dimaksud, Berlo (1960) dalam Tutud (2001) menyatakan bahwa komunikator harus memiliki sifat simpati dan empati terhadap kondisi komunikan, karena pada dasarnya tujuan dari komunikasi adalah adanya interaksi timbal balik.

(28)

menurut Rogers (1983) adalah keuntungan relatif (relative advantages), tingkat kesesuaian (compability), tingkat kerumitan (complexity), kemudahan untuk diuji coba (triability), dan kemudahan untuk diamati penampilannya (observability).

Unsur how berkaitan dengan keahlian dan kredibilitas sumber informasi, Berlo (1960) dalam Tutud (2001) menyatakan bahwa terdapat 4 hal yang dapat meningkatkan ketepatan komunikasi antara sumber dengan sasarannya, yaitu keahlian komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan dan kedudukan dalam sistem sosial. Soekartawi (1988) menyatakan agar komunikasi menjadi efektif, maka cara penyampaian pesan haruslah sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipraktekan petani, bahannya tersedia, dan mudah diperoleh di lokasi setempat serta tidak beracun, sehingga pesan yang disampaikan harus spesifik serta ada tujuan yang jelas. Kualitas kredibilitas sumber informasi mengarah pada kepercayaan dan penilaian yang baik serta kemampuan sumber informasi dalam mengkaji dan mengaplikasikan manfaat informasi pada kondisi petani lokal (Lionberger dan Gwin (1982) dalam Tutud (2001)).

Implementasi komunikasi efektif melalui unsur how, when dan where dari komunikasi teknologi pengelolaan tanaman terpadu padi oleh BPTP Jawa Barat diawali dengan penelitian adaptif. Penelitian adaptif merupakan penelitian tahap lanjut untuk menguji kesesuaian atau daya adaptasi (fine running) komponen teknologi yang sudah matang terhadap kondisi biofisik, sosial ekonomi dan lingkungan setempat (CGIAR 1978 dalam Tutud (2001)). Karakteristik penelitian adaptif adalah dilakukan di lahan petani dan bekerja sama dengan petani dalam mengevaluasi keragaan teknologi yang sedang diuji, dengan berorientasi pada kondisi lingkungan setempat dan menggunakan pendekatan pemecahan masalah spesifik yang dihadapi petani.

Petani diberi peran penting dalam menilai teknologi yang dihasilkan sehingga dapat memberikan umpan balik bagi peneliti sebagai bahan perbaikan dalam prosesnya. Petani yang dilibatkan adalah petani yang sekaligus merupakan pemuka pendapat (tokoh masyarakat/pengurus kelompok). Pemuka pendapat (opinion leader) didefinisikan sebagai orang yang memiliki pengaruh yang besar kepada pihak yang lain (Lionberger dan Gwin (1982) dalam Tutud (2001)). Pemuka pendapat merupakan seorang yang memiliki pengaruh yang relatif besar terhadap pendapat atau pandangan orang lain dalam sebuah kelompok yang dimilikinya. Pemuka pendapat merupakan penyumbang penting bagi pembentukan pandangan umum mengenai gagasan baru, situasi, dan lainnya.

(29)

Kerangka Pemikiran Operasional

Penyuluh merupakan penggerak utama dalam kemajuan pertanian sebab petani bergantung pada penyuluh dalam menyelesaikan permasalahan mereka di lapangan. Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat berperan sebagai penyuluh utama dalam menyampaikan teknologi yang ditemukan oleh Litbang dan menjembatani antara petani dan Dinas Pertanian selayaknya dievaluasi kinerjanya selama ini dalam menyampaikan informasi tersebut. Sejauh ini, BPTP Jawa Barat telah melakukan penyuluhan ke penjuru daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi untuk dikembangkan pertaniannya. Salah satu wilayah yang telah dilakukan penyuluhan ialah Kabupaten Bogor yakni Desa Gunung Picung. Di Desa Gunung Picung ini telah dilakukan penyuluhan terkait pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. Penelitian ini akan membahas mengenai sejauh mana efektivitas penyaluran teknologi yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat kepada petani.

Komunikasi dinilai efektif apabila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs dan Moss (1996) dalam Tutud (2001)). Efektif atau tidaknya suatu proses komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik petani dan kualitas komunikasi. Apabila komunikasi yang dilakukan hanya dianggap sebuah pelaksanaan proyek semata oleh BPTP maka komunikasi yang terjalin dengan petani dan pemuka pendapat tidak akan berjalan efektif sebab masing-masing komunikan memiliki kepentingan yang berbeda.

Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi karakteristik anggota Kelompok Tani Mendung berdasarkan faktor usia, pendidikan, keterbukaan terhadap teknologi, kinerja usaha, dan keterbukaan terhadap media massa maupun saluran interpersonal. Kemudian, berdasarkan faktor karakteristik petani tersebut akan diuji faktor mana yang berpengaruh terhadap penerapan teknologi yang dilaksanakan petani. Selanjutnya akan dikaji faktor kualitas komunikasi yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi PTT padi di Desa Gunung Picung yang terdiri atas karakteristik inovasi, kredibilitas sumber inovasi, frekuensi komunikasi dan media yang digunakan dalam penyuluhan. Dalam hal ini, diidentifikasi pula tingkat kepentingan hasil penyuluhan bagi petani. Hal ini dimaksudkan agar telihat apakah kinerja BPTP tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan petani ataukah teknologi tersebut hanya diturunkan dari Balai Penelitian terkait tanpa memperhatikan kebutuhan petani. Selain itu, akan dinilai pula sejauh mana kinerja dua arah yang seharusnya dijalankan BPTP dalam menghubungkan petani kepada balai penelitian terkait.

(30)

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional Identifikasi Karakteristik

Petani  Umur  Pendidikan

 Keterbukaan terhadap inovasi

 Kinerja usaha  Keterbukaan pada

media

Kualitas Komunikasi  Karakteristik

inovasi

 Kredibilitas sumber inovasi

 Frekuensi komunikasi  Media yang digunakan

Apakah penyuluhan oleh Balai Pengkajian Teknologi melalui kegiatan SL-PTT di Desa Gunung Picung telah efektif?

 Tingkat pengetahuan  Tingkat penerapan

Rekomendasi bagi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian terkait dengan proses penyuluhan teknologi pertanian.

Adanya peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan jumlah peningkatan luas lahan akan menimbulkan masalah dalam hal pemenuhan pangan masyarakat Indonesia.

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Gunung Picung Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian diambil secara purposive (sengaja) sebab Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat telah melakukan penyaluran teknologi pada Kelompok Tani Mendung di lokasi tersebut. Desa Gunung Picung telah mendapatkan penyuluhan terkait PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi pada tahun 2010. Waktu pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Januari hingga Maret 2013.

Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder baik data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara langsung. Wawancara dilakukan kepada petani, penyuluh, dan petugas Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan melalui internet.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara sistematik. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian tentang aktivitas produksi padi. Wawancara sistematik dilakukan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, tingkat penerapan teknologi serta pengukuran kinerja dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode sensus yakni dengan mengambil data dari kerseluruhan populasi yang ada yakni 20 orang anggota kelompok tani dengan alasan keterbatasan jumlah populasi.

Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis kuantitatif yakni karakteristik petani dan kualitas komunikasi yang dianalisis secara deskriptif. Data penelitian didistribusikan dengan frekuensi dan central tendency.

(32)

dahulu dibagi dengan banyaknya unit dari bilangan tersebut. Penghitungan nilai

Analisis faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi diukur dengan menggunakan uji Fisher Exact Test. Statistik Fisher Exact Test

digunakan untuk menguji hipotesis tentang distribusi dari ukuran atau variabel-variabel penelitian. Uji Fisher Exact Test dapat dikembangkan untuk menguji apakah beberapa ukuran nominal saling berhubungan satu sama lain atau tidak dalam jumlah sampel yang lebih sedikit (Nazir 2003). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yakni:

Ho : tidak ada hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan teknologi

PTT padi

H1 : ada hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan teknologi PTT

padi

Hasil dari penelitian ini kemudian diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS 16 dengan kriteria penolakan menggunakan taraf signifikansi 5% (0.05) sehingga apabila diperoleh p-value lebih dari 0.05 maka terima H0. Sementara itu jika diperoleh p-value kurang dari 0.05 maka tolak H0

sehingga disimpulkan adanya hubungan antara faktor x dengan tingkat penerapan PTT padi.

Terdapat 5 faktor yang diamati dalam mengidentifikasi karakteristik anggota kelompok tani yakni usia, pendidikan, keterbukaan terhadap inovasi, kinerja usaha dan keterbukaan terhadap media. Definisi operasional karakteristik petani yakni:

1. Usia dinyatakan dalam satuan tahun yang dihitung dari tanggal kelahiran hingga penelitian ini dilaksanakan, yang dibulatkan ke ulang tahun terdekat, dengan kategori usia tua, yaitu usia sama dengan atau lebih besar dari usia rata-rata, dan usia muda, yaitu usia dibawah rata-rata.

2. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan terakhir yang diperoleh responden, dikategorikan rendah apabila tingkat pendidikannya dibawah SMP dan tinggi apabila tingkat pendidikannya SMP ke atas.

3. Keterbukaan terhadap inovasi diukur dengan banyaknya inovasi yang diterapkan responden dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dengan kategori: (1) tertutup apabila lebih kecil dari jumlah terapan inovasi rata-rata dan (2) terbuka apabila lebih besar atau sama dengan jumlah terapan inovasi rata-rata.

4. Kinerja usaha merupakan gambaran aktivitas usahatani padi yang dilakukan responden yang meliputi pengalaman dan intensitas usaha serta keterlibatannya dalam proses perakitan teknologi.

(33)

banyak apabila lebih besar atau sama dengan lama pengalaman rata-rata.

b. Intensitas usaha adalah frekuensi usaha yang dilakukan responden per tahun yang dinyatakan dalam satuan kali.

c. Keterlibatan dalam proses perakitan teknologi adalah frekuensi keikutsertaan responden selama proses perakitan teknologi PTT padi yang dinyatakan dalam satuan kali, dengan kategori: (1) jarang apabila frekuensinya ≤ 1 kali, dan (2) sering apabila frekuensinya >1 kali. 5. Keterbukaan pada media adalah lamanya responden mengakses informasi

pembangunan khususnya mengenai teknologi padi baik melalui media massa maupun melalui saluran komunikasi interpersonal.

a. Keterbukaan pada media massa adalah lamanya responden mendengar radio, menonton televisi dan membaca majalah/surat kabar yang dinyatakan dalam satuan jam, dengan kategori: (1) kurang apabila lamanya responden mengakses lebih kecil dari lamanya akses rata-rata, dan (2) banyak apabila lamanya responden mengakses lebih besar atau sama dengan lamanya akses rata-rata.

b. Keterbukaan melalu saluran komunikasi interpersonal adalah partisipasi kehadiran responden dalam pertemuan kelompok dalam satu bulan yang dinyatakan dalam satuan kali, dengan kategori: (1) rendah apabila lebih kecil dari jumlah kehadiran rata-rata, dan (2) tinggi apabila lebih besar dan sama dengan jumlah kehadiran rata-rata.

Sementara itu, identifikasi kualitas komunikasi dinilai berdasarkan keunggulan teknologi, kredibilitas sumber informasi, frekuensi komunikasi dan media yang digunakan dalam komunikasi. Definisi operasional faktor kualitas komunikasi yang diamati yakni:

1. Karakteristik inovasi adalah perbandingan penampilan teknologi PTT padi dengan keadaan sebelum melaksanakan kegiatan PTT padi yang dicirikan dengan adanya relative advantage, compability, complexity dan triability. a. Keuntungan relatif (relative advantage) adalah penilaian petani

terhadap keuntungan usaha yang mereka peroleh jika menerapkan teknologi yang dimaksud. Keuntungan relatif diukur berdasarkan penggunaan biaya, waktu, dan tenaga. Keuntungannya dinilai sangat tinggi apabila biaya yang digunakan sangat rendah dibandingkan dengan biaya usahatani yang biasanya digunakan oleh petani, waktu yang dibutuhkan lebih singkat, dan tenaga yang diperlukan dalam menggarap usahanya lebih rendah. Sementara itu, keuntungan dinilai sangat rendah apabila biaya yang digunakan sangat tinggi, waktu yang diperlukan lebih lama dan tenaga yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan usahatani sebelumnya.

(34)

c. Complexity adalah penilaian petani terhadap tingkat kerumitan teknologi yang dimaksud dan dinyatakan dalam banyaknya tahapan yang sulit dimengerti oleh mereka. Complexity dikatakan sangat rumit apabila lebih dari 6 komponen PTT padi tidak dapat dimengerti oleh petani, rumit apabila 5-6 dari komponen PTT padi tidak dimengerti petani, cukup rumit apabila 3-4 dari komponen PTT tidak dimengerti petani, mudah apabila 1-2 dari komponen PTT tidak dimengerti petani dan sangat mudah apabila seluruh komponen PTT padi mudah dimengerti oleh petani.

d. Triability adalah penilaian petani terhadap mudah atau tidaknya teknologi tersebut apabila diujicobakan dalam skala kecil, yang didasarkan pada murah mahalnya dan tersedia tidaknya sarana produksi, alat, dan perlengkapan yang dibutuhkan di tempat petani.

Triability dikatakan sangat sulit apabila sulit diujicoba dalam skala kecil, sarana produksi mahal, dan tidak tersedia di desa, dikatakan sulit apabila dapat diujicoba dalam skala kecil namun lebih dari 4 komponen PTT padi mahal atau tidak tersedia di desa, dikatakan cukup sulit apabila 3-4 komponen PTT tidak tersedia di desa atau harganya mahal, dikatakan mudah apabila 1-2 komponen PTT padi mahal atau tidak tersedia di desa, dan dikatakan sangat mudah apabila mudah diujicoba dalam skala kecil dan seluruh komponen PTT padi murah dan tersedia di desa.

e. Observability adalah penilaian petani terhadap mudah tidaknya penampilan PTT untuk diamati yang dinyatakan dengan tingkat keyakinan mereka.

2. Kredibilitas sumber informasi adalah tingkat kepercayaan petani terhadap BPTP Jawa Barat yang dinyatakan melalui bukti keberhasilan teknologi dimaksud dalam mengatasi masalah usahatani padi. Kredibilitas dikatakan sangat rendah apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani < 60%, dikategorikan rendah apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 60-70%, dikategorikan cukup tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 70-80%, dikategorikan tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani 80-90% dan dikategorikan sangat tinggi apabila presentase keberhasilan PTT padi dalam mengatasi masalah padi petani > 90%. 3. Frekuensi komunikasi adalah banyaknya pertemuan, kontak dan interaksi

antara responden dengan petugas BPTP Jawa Barat dalam 1 tahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan kali. Frekuensi komunikasi dikatakan sangat jarang apabila tidak pernah terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani, dikatakan jarang apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 1-2 kali, dikatakan cukup sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 2-3 kali, dikatakan sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani 4-5 kali, dikatakan sangat sering apabila terjalin komunikasi antara BPTP Jawa Barat dengan petani > 5 kali.

(35)

padi kepada masyarakat yang meliputi penampilan, bahasa, kalimat, kata, gambar, ilustrasi dan isinya.

KONDISI UMUM

Desa Gunung Picung

Desa Gunung Picung merupakan desa yang terletak di wilayah Kecamatan Pamijahan kabupaten Bogor dengan luas wilayah yakni 526 922.3 ha dengan ketinggian 600-920 meter diatas permukaan laut serta curah hujan sebesar 2800-3400 m3. Desa Gunung Picung terbagi ke dalam 4 dusun, 12 rukun warga (RT) dan 50 rukun tetangga (RT). Desa Gunung Picung berbatasan dengan:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Gunung Menyan

Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Gunung Bunder I dan II Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kabupaten Sukabumi Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Pasarean

Jarak kantor desa dengan kantor Kecamatan Pamijahan yakni 1 km dan jarak dengan Kabupaten Bogor yakni 56 km. Akses jalan menuju Desa Gunung Picung terdiri atas jalan aspal dan beton sehingga akses menuju lokasi cukup mudah jika menggunakan kendaraan bermotor. Sementara itu, pemanfaatan lahan atau penggunaan tanah di Desa Gunung Picung terbagi atas:

1. Perumahan/pemukiman : 135 522.3 ha

2. Sawah : 225 ha

3. Ladang/perkebunan rakyat : 150 ha

4. Jalan : 11.5 ha

5. Pemakaman/kuburan : 10 ha

6. Perkantoran : 825 m

7. Lapangan olahraga : 1 ha

Jumlah penduduk Desa Gunung Picung sebanyak 14 850 jiwa yang terdiri atas 7 621 jiwa laki-laki dan 7 229 jiwa perempuan dan kepadatan penduduknya 5 KK/km. Distribusi mata pencarian penduduk Desa Gunung Picung dapat dilihat pada Tabel 4. Sebagian besar penduduk di Desa Gunung Picung umumnya bermatapencaharian sebagai tani/buruh tani (2 483 orang) dibandingkan dengan petani pemilik. Hal ini disebabkan lahan tani yang digunakan untuk berusahatani umumnya dimiliki oleh pihak luar desa setempat sehingga sebagian besar hanya bekerja sebagai buruh tani.

(36)

Tabel 4 Distribusi mata pencaharian penduduk Desa Gunung Picung

No. Jenis mata pencaharian Jumlah (orang)

1 Tani/buruh tani 2 483

2 Petani pemilik 215

3 Pedagang 500

4 Pegawai Negeri Sipil 80

5 TNI/POLRI 18

6 Pensiunan/purnawirawan 32

7 Swasta 552

8 Buruh pabrik 585

9 Pengrajin 12

10 Tukang bangunan 120

11 Penjahit 50

12 Tukang las 2

13 Tukang ojek 300

14 Bengkel 21

15 Sopir angkutan 145

16 Lain-lain 20

a

Sumber: Data monografi Desa Gunung Picung (2013)

Potensi pertanian di Desa Gunung Picung terlihat dari tersedianya lahan sawah yang cukup luas di desa ini. Lokasi yang strategis dan cuaca yang mendukung untuk membudidayakan komoditas pertanian menjadi salah satu faktor yang mendukung pertanian di Desa Gunung Picung. Salah satu komoditas unggulan yang saat ini dikembangkan di Desa Gunung Picung adalah padi. Selain itu, di desa ini juga terdapat berbagai komoditas lainnya seperti umbi-umbian, palawija, dan sayur-sayuran.

Kelompok Tani Mendung

Kelompok Tani Mendung merupakan pecahan dari Kelompok Tani Sukabumi yang berdiri pada tahun 1997. Kelompok Tani Sukabumi merupakan kelompok tani yang menaungi wilayah Cikoneng hingga Pasar Kemis. Kelompok Tani Sukabumi telah mengalami pasang surut kelembagaan hingga akhirnya pada tahun 2008 memutuskan untuk memecah kelompok menjadi 2 bagian karena luas wilayah dan perkembangan jumlah penduduk tani semakin meningkat. Kelompok Tani Mendung terbentuk pada tanggal 20 Juni 2008 yang disahkan oleh Kepala Desa Gunung Picung No 04 poktan-Ds/VII/2008.

Gambar

Tabel 1  PDB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlakua
Tabel 3  Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor a
Gambar 1  Alur transfer inovasi dan umpan baliknya (Bustaman 2009)
Gambar 2  Kerangka pemikiran operasional
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota

Dalam menjamin kualitas farmasetik, sediaan yang dibuat harus memenuhi beberapa parameter fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan daya lekat Uji sifat fisik repelan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa anti nyamuk elektrik yang dibuat dari ekstrak kulit buah langsat dengan beberapa konsentrasi ternyata mampu

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Berkah, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul

Maksud baris keempat pada bait ketigabelas ini adalah bahwa apabila seorang sâlik telah memperoleh makrifat Allah, maka ia seolah- olah dapat bermain-main atau dapat

Kegiatan adalah sesuatu yang abstrak dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan dengan memanfaatkan Sumber Daya yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu sesuai

Oleh karena itu dapat disimpulkan, lembaga kearsipan dalam menentukan autentisitas arsip elektronik harus didukung oleh bukti yang kuat terkait dengan arsip tersebut,

1. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terpusat daripada indsutri di mana mereka menjual. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada