PENGATURAN JUMLAH PELEPAH UNTUK KAPASITAS
PRODUKSI OPTIMUM TANAMAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.)
AZDY FRANSEDO
A24070166
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Frond is photosynthesis organ for oil palm tree. In oil palm plantation,
this Setting of frond is known as canopy management. In this time, setting of
frond which is done in oil palm plantation is based on standard in the plantation.
However, until this time, there is no appropriate guidance related with this canopy
management, for example how many frond number should be maintain on
different varieties, different season and different oil palm age in order to get
optimum photosynthetic capacity and yield. This research aims to study the effect
of number of frond which setted in two varieties and age of oil palm tree to
production of that oil palm tree. This research consist of 4 locations set (block)
with different variety and different age. The variety and age of oil palm in each
locations (blocks) is Marihat 2005, Marihat 1996, Costarica 2003, and Costarica
2001.
The finding of this research is treatment in number of frond has not shown
significant effect to each variable. However in variety of Costarica 2003 location
set, shown that treatment number of frond give significant effect to variable of
production. This is shown by treatment of frond F which is plants with 49-56 of
frond in begining of rainy season, 41-48 of frond in top of rainy season until
begining of dry season, and 41-48 of frond while dry season, gave the best result
RINGKASAN
AZDY FRANSEDO. Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi
Optimum Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). (Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI dan SUDIRMAN YAHYA).
Pelepah merupakan organ fotosintesis pada tanaman kelapa sawit. Pada
perkebunan kelapa sawit, pengaturan jumlah pelepah disebut juga dengan
pengelolaan tajuk. Pengaturan jumlah pelepah yang dilakukan di perkebunan
kelapa sawit selama ini hanya berdasarkan pada standar yang ditetapkan oleh
perkebunan. Namun hingga saat ini belum ada petunjuk pasti berhubungan
dengan pengelolaan tajuk ini, misalnya berapa banyak jumlah pelepah yang harus
dipertahankan pada varietas yang berbeda, musim yang berbeda dan umur tanam
yang berbeda untuk mendapatkan kapasitas fotosintesis dan hasil yang optimum.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pengaturan jumlah
pelepah terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di
kebun PT. Sawit Asahan Indah, Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Rokan Hulu,
Provinsi Riau, yang memiliki jenis tanah mineral. Percobaan terdiri atas 4 set
lokasi (blok) dengan varietas dan umur tanam yang berbeda, yaitu blok F6
(varietas Marihat tahun tanam 2005), blok G19 (varietas Marihat tahun tanam
1996), blok F6-7 (varietas Costarica 2003) dan blok I21 (varietas Costarica 2001).
Pada setiap lokasi digunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan satu faktor perlakuan yaitu jumlah pelepah yang dipertahankan. Perlakuan
jumlah pelepah yang diberikan merupakan kombinasi dari jumlah pelepah yang
ditinggalkan pada tanaman yaitu 41-48 (I) dan 49-56 (II) dan periode musim
dalam setahun yang dibagi ke dalam 3 bagian yakni awal musim hujan sampai
puncak hujan (Oktober-Desember), puncak hujan sampai awal musim kemarau
(Januari-April), dan selama musim kemarau (Mei-Agustus). Dengan
demikianperlakuan jumlah pelepah terdiri atas 6 taraf perlakuan: I-I-I (A), I-I-II
(B), I-II-II (C), II-II-II (D), II-II-I (E), II-I-I (F).
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan jumlah pelepah belum
percobaan varietas Costarica 2003, terlihat adanya kecenderungan perlakuan
pelepah memberikan pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Hal ini
diperlihatkan oleh Perlakuan F (49-56 di awal musim hujan, 41-48 di puncak
hujan sampai awal musim kemarau, 41-48 selama musim kemarau) menunjukkan
pengaruh nyata dan merupakan perlakuan terbaik dalam menghasilkan bobot TBS
tertinggi yaitu 2227.6 kg/ha/bulan. Hal yang tidak berbeda juga diperlihatkan pada
set percobaan varietas Costarica 2001, walaupun tidak memiliki perbedaan yang
nyata dengan perlakuan C (41-48 pelepah di awal musim hujan, pada puncak
hujan, dan selama musim kemarau) yang menghasilkan bobot TBS 1445.6
kg/ha/bulan, perlakuan F (49-56 di awal musim hujan, 41-48 di puncak hujan
sampai awal musim kemarau, 41-48 selama musim kemarau) juga menghasilkan
bobot TBS yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pelepah lainnya
PENGATURAN JUMLAH PELEPAH UNTUK KAPASITAS
PRODUKSI OPTIMUM TANAMAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis
Jacq.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AZDY FRANSEDO
A24070166
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
KAPASITAS PRODUKSI OPTIMUM TANAMAN
KELAPA SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq.)
Nama
:
AZDY FRANSEDO
NIM
: A24070166
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc.
NIP. 19681101 199302 1 001 NIP : 19490119 197412 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, Msc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sukaping, Kecamatan Pangean, Kabupaten
Kuantan Singingi, Provinsi Riau pada tanggal 1 November 1989. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zulfahri dan
Ibu Efri Warni.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Cinta Karya Kecamatan Seberida
pada tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Seberida
dan meyelesaikan pendidikan SMP di SMPN 5 Bangkinang pada tahun 2004,
selanjutnya penulis lulus dari SMAN 10 Pekanbaru pada tahun 2007. Tahun 2007
penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Tahun 2010 hingga 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Ekologi
Tanaman di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga aktif di
berbagai kegiatan mahasiswa dan kepanitiaan-kepanitiaan. Selanjutnya pada tahun
2011 penulis melaksanakan penelitian di PT. Sawit Asahan Indah, Grup Astra
Agro Lestari, Kabupaten Rokan Hulu, Riau selama enam bulan yang dimulai dari
Puji dan syukur penulis hantarkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat, rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
PHQ\HOHVDLNDQNHJLDWDQSHQHOLWLDQGDQVNULSVL\DQJEHUMXGXO³3HQJDWXUDQ-XPODK
Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.)´. Penelitian pengaturan jumlah pelepah ini dilaksanakan karena penulis tertarik untuk mempelajari pengaruh dan hubungan antara pelepah kelapa
sawit dengan produktivitasnya. Penelitian ini dilaksakan di PT. Sawit Asahan
Indah, Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Penulis menyadari banyak pihak yang membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Maka dari itu, penulis menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Kedua orang tua, adik-adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan, doa, restu dan kasih sayang kepada penulis.
2. Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi dan Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc yang
telah mamberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis
selama penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc sebagai pembimbing akademik yang
telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama masa
kuliah.
4. Ir. Sofyan Zaman, MP sebagai dosen penguji yang banyak memberikan
masukan dan saran kepada penulis.
5. Jajaran Staff, Asisten, Mandor, dan karyawan di PT. Sawit Asahan Indah
yang telah banyak membantu dan menerima keberadaan penulis selama
penelitian.
6. Seluruh teman-teman seperjuangan AGH 44 Bersatu dan semua pihak
yang telah membantu.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Bogor, Desember 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Botani Kelapa Sawit ... 4
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ... 5
Pengelolaan Tajuk ... 6
Penunasan Pelepah... 6
Teknik Penunasan Tanaman Kelapa Sawit ... 7
BAHAN DAN METODE ... 8
Tempat dan Waktu... 8
Bahan dan Alat ... 8
Metode Penelitian ... 9
Pelaksanaan Penelitian... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
Kondisi Umum Lahan Percobaan... 13
Keadaan Lingkungan Tumbuh dan Peubah Pertumbuhan ... 14
Peubah Karakter Generatif ... 23
Jumlah Bunga dan Buah ... 25
Produksi Tandan Buah Segar (TBS)... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
Kesimpulan... 30
Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
Nomor Halaman
1. Perlakuan Pelepah pada Periode Musim dalam Setahun... 9
2. Intensitas Cahaya di Permukaan Tanah pada Setiap Perlakuan Pelepah ... 15
3. Intensitas Cahaya di Pelepah Terbawah pada Setiap Perlakuan Pelepah... 17
4. Suhu Udara pada Setiap Perlakuan Pelepah... 19
5. Kelembaban Udara Relatif pada Setiap Perlakuan Pelepah... 20
6. Panjang Daun pada Setiap Perlakuan Pelepah... 21
7. Panjang Petiol pada Setiap Perlakuan Pelepah... 22
8. Panjang Anak Daun Terpanjang pada Setiap Perlakuan Pelepah... 23
9. Rekapitulasi Analisis Ragam Peubah Karakter Generatif ... 24
10. Pegaruh Perlakuan Pelepah terhadap Jumlah Bunga Betina dan Buah per Pokok... 25
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Luxmeter ... 9
2. Thermo-hygrometer ... 9
3. Tanaman Contoh yang Dipasangi Papan Tanda Plot ... 11
4. Penimbangan TBS ... 12
5. Penghitungan Brondolan ... 12
6. Pengukuran Panjang Daun ... 12
7. Pengukuran Cahaya Dalam Piringan ... 12
8. Pengukuran Cahaya di Daun Terbawah... 12
9. Pohon Jantan yang Ditumbang ... 14
10. Pohon Kelapa Sawit yang Berukuran Tinggi ... 24
11. Buah Merah yang Tidak Dipanen ... 27
Nomor Halaman
1. Data Curah Hujan dan Hari Hujan selama Periode Penelitian ... 33
2. Bagan Acak Perlakuan... 33
3. Sidik Ragam Jumlah Bunga Betina per Pohon... 34
4. Sidik Ragam Jumlah Buah Hitam per Pohon ... 35
5. Sidik Ragam Jumlah Buah Merah per Pohon... 36
6. Sidik Ragam Jumlah TBS per Hektar per Bulan ... 37
7. Sidik Ragam Bobot TBS per Hektar per Bulan... 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang memiliki peran penting sebagai sumber devisa negara melalui
minyak sawit dan minyak inti sawit. Dengan berkurangnya peranan minyak dan
gas bumi dalam menghasilkan devisa dan pendapatan negara maka peranan
komoditas di sub sektor perkebunan sangat dirasakan pentingnya. Kelapa sawit
merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan sebagai sumber devisa negara.
Kelapa sawit banyak diminati oleh para investor karena mempunyai prospek
ekonomi yang cukup tinggi(Fauzi,et al., 2008).
Dalam pengusahaannya, teknik budidaya yang diterapkan di kebun terdiri
atas kegiatan pembukaan lahan,pemeliharaan tanaman sampai kegiatan panen dan
penanganan pasca panen. Semua aspek kegiatan budidaya kelapa sawit harus
dilaksanakan dengan baik. Salah satu teknik budidaya yang cukup penting dalam
pengusahaan kelapa sawit adalah kegiatan penunasan pelepah, karena penunasan
ini akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit.
Menurut Lakitan (1993), banyak penelitian yang difokuskan pada
hubungan antara arsitektur kanopi dengan produktivitas tanaman. Istilah indeks
luas daun (leaf area index / LAI) digunakan secara meluas untuk menunjukkan
perbandingan antara luas daun tanaman dengan luas permukaan tanah tempat
tumbuhnya. Produktivitas tanaman meningkat dengan meningkatnya LAI karena
lebih banyak cahaya yang ditangkap, tetapi nilai LAI yang terlalu tinggi tidak lagi
meningkatkan produktivitas, karena sebagian daun yang ternaung tidak
melakukan fotosintesis secara optimal, malah terkadang lebih rendah dari laju
respirasinya.
Kapasitas produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh ukuran tajuk
atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis. Faktor-faktor abiotik seperti
cahaya, suhu, konsentrasi CO2, tekanan uap dan keadaan hara merupakan faktor
utama yang mempengaruhi laju fotosintesis dan juga pertumbuhan dan
produktivitas. Semua kondisi lingkungan yang mengurangi laju fotosintesis
karbon fotosintesis. Hasil pengukuran laju fotosintesis pada cahaya jenuh selama
ini menunjukkan variasi yang besar. Variasi tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor seperti umur tanaman, posisi daun, dan faktor lingkungan (Dufrene dan
Saugier, 1993).Menurut Harahap (2000), pola tanggapan laju fotosintesis kelapa
sawit klon MK 60 terhadap fluks spektrum cahaya aktif fotosintetik menunjukkan
bahwa laju fotosintesis tanaman kelapa sawit meningkat cepat dengan
peningkatan fluks cahaya sampai pada 240 J m-2detik-1. Di atas fluks cahaya 240 J
m-2 detik-1, laju fotosintesis cenderung konstan. Tanggapan laju fotosintesis
terhadap peningkatan fluks cahaya matahari tersebut memiliki pola yang sama
pada berbagai kedudukan pelepah daun.
Ukuran daun selain menunjukkan luas permukaan fotosintesisjuga
menunjukkan luas permukaan transpirasi. Transpirasi merupakan proses
kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata.
Transpirasi jelas merupakan suatu proses pendinginan (sebagaimana halnya juga
dengan evaporasi) (Lakitan, 1993).
Pengaturan luas permukaan daun diperlukan untuk menyeimbangkan
antara kapasitas fotosintesis bersih (termasuk untuk respirasi jaringan daun) dan
pemenuhan permintaan transpirasi.Selain itu, jika air dan hara tidak menjadi
pembatas, laju asimilasi bersih ditentukan oleh intensitas cahaya yang sampai
pada daun pelepah terbawah.
Hubungan kedua proses tersebut bersifat dinamis dan semakin
complicated oleh pengaruh perbedaan antara musim hujan dan kemarau.
Perbedaan antara musim tersebut berkaitan dengan fluktuasi ketersediaan air
(hujan) dan intensitas radiasi matahari. Kedua unsur iklim ini berpengaruh besar
terhadap laju fotosintesis dan transpirasi. Pada bulan-bulan bercurah hujan tinggi,
rendahnya intensitas radiasi membatasi laju fotosintesis, sedangkan pada musim
kemarau, walaupun intensitas radiasi tinggi, laju fotosintesis dibatasi oleh
ketersediaan air (hujan). Kondisi ini menjadi diperparah oleh semakin tingginya
permintaan transpirasi pada intensitas radiasi yang tinggi pada musim kemarau.
Semakin luas daun, semakin tinggi kehilangan transpirasi. Kemampuan tanaman
mempertahankan jumlah pelepah, selain ditentukan oleh faktor genetik, juga
3
proses penuaan daun. Patah pelepah (sengkleh) diduga disebabkan kahat hara
kalium dan cekaman kekeringan.
Pada tanaman kelapa sawit, pengaturan luas permukaan daun dilakukan
dengan pemotongan pelepah, yang sering disebut penunasan. Penunasan
berpengaruh terhadap status hara dalam daun. Kadar nitrogen dan kalium pada
pelepah akan meningkat, tetapi magnesium akan menurun bila tunas pokok
dilakukan secara berlebihan. Implikasinya, bila ditemukan status N dan K lebih
tinggi dan status Mg berkurang maka hal tersebut menunjukkan terjadinya
penunasan yang berlebihan sebelum periode pengambilan contoh daun(Pahan,
2008).
Sampai saat ini belum diperoleh informasi tentang jumlah pelepah yang
perlu dipertahankan terus menerus atau berbeda antara musim hujan dan kemarau
agar tercapai jumlah pelepah optimum, untuk menyeimbangkan antara kapasitas
fotosintesis bersih (termasuk untuk respirasi jaringan daun) dan pemenuhan
permintaan transpirasi. Laju berbagai proses fisiologi tersebut sangat dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan tumbuh, terutama keadaan iklim. Dengan demikian
perlu pula diketahui kemungkinan adanya perbedaan tingkat penunasan atau
pelepah optimum dengan berbedanya keadaan iklim.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mencari metode penunasan untuk memperoleh
danmempelajari jumlah pelepah optimum yang mendukung pertumbuhan dan
produksi tertinggi tanaman kelapa sawit.Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi dasar acuan (justifikasi) bagi manajemen kebun dalam
penangananpenunasan atau pengelolaan tajuk.
Hipotesis
Pelakuan jumlah pelepah berpengaruh terhadap produksi tanaman kelapa
Botani Kelapa Sawit
Taksonomi tanaman kelapa sawit:
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cocoideae
Famili : Palmae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies :Elaeis guineensis
Varietas kelapa sawit cukup banyak dan diklasifikasikan dalam berbagai
hal. Kelapa sawit dapat dibedakan atas tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang,
warna buah, dan lain-lain. Berdasarkan warna buah dari Elaeis guineensis Jacq.
tersebut, dikenal varietas-varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens (Lubis,
1992). Jika dilihat dari variasi morfologis buah kelapa sawit yang ada di lapangan
membuktikan bahwa kelapa sawit berasal dari banyak varietas. Sampai saat ini,
varietas yang banyak ditanam adalah varietas Tenera karena menghasilkan
minyak yang paling tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya
(Mangoensoekarjo, 2007)
Kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq.)adalah tanaman perkebunan/industri
berupa pohon batang lurus dari famili Palmae.Tanaman tropis ini dikenal sebagai
penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazildipercaya sebagai
tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya,
tanamanini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik
Selatan. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit tumbuh subur di luar negara
asalanya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Lubis,1992).
5
berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunankelapa sawit pertama dibangun di
Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) padatahun 1911.
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati dengan
produktivitas tertinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya,
yaitu 5-6 ton/ha/tahun. Kelapa sawit banyak digunakan dalam industri pangan,
sabun, tekstil, baja, obat, kosmetik, serta sebagai bahan bakar alternatif (minyak
diesel) (Wardjo, 2006).
Tanaman kelapa sawit secara alami bisa mencapai umur 100 tahun.
Namun, tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan harus diremajakan
sebelum mencapai umur tersebut, karena produksi buahnya semakin menurun
(Sastrosayono, 2003).
Daun pada tanaman kelapa sawit, dibentuk didekat titik tumbuh. Setiap
bulan biasanya akan tumbuh 2 lembar daun. Pertumbuhan daun awal dan daun
berikutnyaakan membentuk sudut 1350. Daun pupus yang tumbuh keluar masih
melekat dengan daun yang lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke
atas dan berwarna kuning. Anak daun pada daun normal berjumlah 80-120 lembar
(Sastrosayono, 2003).
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1 500 ± 4 000 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal 2 000 ± 3 000 mm per tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24 ±280C dengan suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Penelitian tentang pengaruh suhu ekstrim tinggi dan ekstrim
rendah tanaman kelapa sawit masih sangat sedikit. Suhu maksimal berkisar 38 0C,
sedangkan suhu minimal sekitar 8 0C (Pahan, 2008). Adapun ketinggian tempat
optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 0 ± 400 m diatas permukaan laut (dpl) (Setyamidjaja, 2006).
Kelapa sawit menghendaki kelembaban udara sekitar 80 % dan penyinaran
matahari yang cukup. Lama penyinaran berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
tingkat asimilasi, produksi karbohidrat, pembentukan bunga (sex ratio), dan
produksi buah. Kecepatan angin yang optimal adalah 5 ± 6 km/jam yang sangat
penguapan lebih besar, mengurangi kelembaban, dan dalam waktu yang lama
dapat mengakibatkan tanaman layu (Fauziet al., 2008).
Taaman kelapa sawit tumbuh optimal pada pH 5.0 ± 5.5. Tanah yang memiliki pH rendah seperti tanah gambut/organosol sebaiknya dilakukan
pengapuran. Di Indonesia, tanah podsolik merah kuning mendominasi areal
perkebunan (Setyamidjaja, 2006).
Pengelolaan Tajuk
Pengelolaan tajuk (canopy management) merupakan suatu perlakuan
pengaturan dan pemeliharaan kanopi atau tajuk atau daun tanaman kelapa sawit.
Pengelolaan tajuk yang tepat merupakan aspek kunci maksimalisasi produksi
kelapa sawit. Efisiensi tajuk merubah radiasi matahari menjadi karbohidrat.
Pasokan karbohidrat untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif ditentukan oleh
ukuran luas permukaan hijau daun (Pahan, 2008).
Daun kelapa sawit dihasilkan dalam urutan yang teratur. Daun muda yang
sudah mengembang sempurna secara konvensional dinamakan daun nomor satu,
sedangkan daun yang masih terbungkus seludang dinamakan daun nomor nol.
Perkembangan dan menuanya daun kelapa sawit secara individual terjadi dalam
arah basipetal(dari atas ke bawah) (Pahan, 2008).
Luas daun meningkat secara progresif pada umur sekitar 8 ± 10 tahun setelah tanam. Meningkatnya luas daun dengan bertambahnya umur tanaman
terutama disebabkan oleh bertambahnya anak daun dan rata-rata ukurannya.
Produksi daun per tahun pada tanaman yang secara genetik sama, tetapi ditanam
pada lingkungan yang berbeda memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah. Lingkungan yang
lebih favorableumumnya mempercepat terjadinya puncak laju produksi daun pada
tanaman muda (Pahan, 2008).
Penunasan Pelepah
Salah satu kegiatan penanganan dan pemeliharaan kelapa sawit adalah
penunasan. Penunasan merupakan upaya untuk mengatur jumlah pelepah yang
7
dalam rangka pengaturan jumlah pelepah yang harus ditinggalkan untuk tujuan
pengaturan kapasitas produksi, walaupun pada prakteknya sangat ditentukan oleh
manajemen panen buah (ketentuan songgo satu dan songgo dua). Dalam
prakteknya, penunasan dapat dilakukan bersamaan dengan kegitatan panen
(potong) buah atau pada waktu lain secara periodik. Jika penunasan tidak pada
waktu panen, pemanen melakukan penunasan terhadap pelepah yang menjepit
buah guna memudahkan potong buah, terutama pada pokok yang buah sudah
tinggi (dengan alat panen egrek). Panen tanpa penunasan (curi buah) umumnya
dapat dilakukan pada tanaman yang buahnya masih rendah (dengan alat panen
dodos).
Teknik Penunasan Tanaman Kelapa Sawit
Pada kegiatan penunasan terdapat teknik yang bernama songgo satu
dansonggo dua. Teknik yang paling sering digunakan adalah songgo dua,
dimanajumlah pelepah daun yang disisakan hanya dua pelepah dari tandan buah
yangpaling bawah. Songgo satu tidak terlalu berbeda dengan songgo
dua,perbedaannya pada songgo satu hanya satu pelepah yang disisakan dari
tandanbuah paling bawah.
Teknik songgo dua sering dilakukan pada tanaman kelapa sawit
untukmendapatkan ILD yang optimum. ILD adalah rasio luas daun terhadap luas
lahan.ILD yang optimum pada tanaman kelapa sawit yaitu 5-7. Nilai ILD
dipengaruhioleh waktu penyinaran, temperature udara, kelembaban tanah, dan
karakteristikgenetik tanaman. ILD akan optimum jika penutupan tajuk
optimum.Penutupan tajuk dianggap optimum jika lebih dari 80 % radiasi matahari
yangdatang dapat diserap oleh tanaman atau saat pelepah dari tiga pokok
Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di kebun PT. Sawit Asahan Indah,
Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Lokasi ini
merupakan wilayah yang memiliki jenis tanah mineral dengan rata-rata hari hujan
bulanan dan curah hujan bulanan periode 1996-2009 berturut-turut adalah 9.32
hari/ bulan dan 272.51 mm/bulan, dan rata-rata Bulan Kering per Bulan Basah
periode 1996-2009 adalah 1.57/7.71. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama
11 bulan, yaitu pada bulan Oktober 2010 hingga Agustus 2011.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kelapa
sawit dengan 4(empat) set percobaan masing-masing untuk varietas dan umur
pada areal tanaman menghasilkan, yaitu:
1. Varietas Marihat, Tahun Tanam 2005
2. Varietas Marihat, Tahun Tanam 1996
3. Varietas Costarica, Tahun Tanam 2003
4. Varietas Costarica, Tahun Tanam 2001
Peralatan percobaan yang digunakan adalah yang lazim digunakan di
kebun dan ditambah yang secara khusus diadakan untuk panen dan penunasan,
serta untuk pengamatan pengukuran peubah-peubah tanaman dan lingkungan
tumbuhnya. Peubah tanaman dan lingkungan tumbuh yang diamati yaitu iklim
mikro di bawah tajuk meliputi pengukuran intensitas cahaya, suhu dan
kelembaban. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan alat
luxmeter (Gambar 1) dan pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan
9
Gambar 1. Luxmeter. Gambar 2. Thermo-hygrometer.
Metode Penelitian
Percobaan terdiri atas 4 set lokasi (blok) dengan varietas dan umur tanam
yang berbeda, yaitu blok F6 (varietas Marihat tahun tanam 2005), blok G19
(varietas Marihat tahun tanam 1996), blok F6-7 (varietas Costarica 2003) dan blok
I21 (varietas Costarica 2001) . Pada setiap lokasi digunakan rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan yaitu jumlah pelepah yang
dipertahankan.Perlakuan jumlah pelepah yang diberikan merupakan kombinasi
dari jumlah pelepah yang ditinggalkan pada tanaman yaitu 41-48 (I) dan 49-56
(II) dan periode musim dalam setahun yang dibagi ke dalam 3 bagian yakni awal
musim hujan sampai puncak hujan (Oktober-Desember), puncak hujan sampai
awal musim kemarau (Januari-April), dan selama musim kemarau (Mei-Agustus).
Dengan demikianperlakuan jumlah pelepah terdiri atas 6 taraf perlakuan.
Perlakuan pelepah yang dipertahankan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan Pelepah pada Periode Musim dalam Setahun.
Perlakuan Pelepah
Jumlah Pelepah per Periode
Awal Musim Hujan (Oktober-Desember)
Musim Hujan (Januari-April)
Musim Kemarau (Mei-Agustus)
A 41±48 41±48 41±48
B 41±48 41±48 49±56
C 41±48 49±56 49±56
D 49±56 49±56 49±56
E 49±56 49±56 41±48
Model aditif linear untuk rancangan yang digunakan adalah :
Yij=
µ
+IJ
i+ȕ
j+İ
ij (Gomez dan Gomez, 1995).Keterangan :
Yij : nilai peubah yang diamati.
µ
: rataan umum.IJ
k : pengaruh perlakuan jumlah pelepah ke-i.ȕ
j : pengaruh kelompok ke-j.İ
ijk : pengaruh galat percobaan.Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis
ragam dengan uji F pada taraf nyata 5%, dan juga dilihat sampai dengan taraf
nyata 10%. Jika berbeda nyata pada uji F maka akan dilanjutkan dengan uji
Duncan Multiple Range Test(DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Tahap awal pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan persiapan lapangan
percobaan berupa layout plot-plot sesuai dengan perlakuan dan blok, dan
pemasangan papan tanda plot sesuai dengan pengacakannya (Lampiran 2). Setelah
layout plot ditentukan, perlakuan penunasan dilakukan sesuai dengan kode
perlakuan untuk masing-masing plot. Satu plot perlakuan terdiri dari 4 jalur
tanaman kelapa sawit, dan 2 jalur yang berada di tengah ditetapkan sebagai jalur
pengamatan dengan 5 tanaman contoh yang teracak di dalamnya. Tanaman contoh
yang telah dipasangi papan tanda plot diperlihatkan oleh Gambar 3.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan jadwal kegiatan
pemeliharaan rutin yang terdapat di perkebunan. Kegiatan pemeliharaan tersebut
meliputi kegiatan pemupukan makro maupun mikro, pengendalian gulma, serta
11
Untuk kegiatan penunasan (pruning) dilakukan berdasarkan taraf
perlakuan yang diberikan untuk masing-masing plot. Kegiatan penunasan
dilakukan diluar jadwal penunasan rutin perkebunan, dikarenakan penunasan
merupakan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman. Kegiatan penunasan
dilakukan setiap empat bulan, sesuai dengan perlakuan yang terbagi menjadi 3
musim dalam satu tahun.
Gambar 3. Tanaman Contoh yang Dipasangi Papan Tanda Plot.
Pemanenan
Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan kriteria buah
mencapai fraksi 3. Kegiatan pemanenan dilakukan mengikuti rotasi panen yang
terdapat di kebun. Rotasi panen yang terdapat di kebun umumnya 6/7, yaitu enam
hari panen dalam satu minggu, sehingga panen pada plot penelitian dilakukan
setiap satu minggu. Namun rotasi ini dapat berubah sesuai dengan kondisi yang
terjadi di kebun, diantaranya karena panen puncak, tenaga kerja kurang, ataupun
libur pada hari kerja.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah yaitu:
1. Peubah pertumbuhan dan hasil. Pengamatan peubah pertumbuhan meliputi
panjang daun, panjang petiol, dan panjang anak daun terpanjang, yang diambil
dari daun terbawah pada masing-masing pokok contoh. Pengamatan ini
dilakukan setiap empat bulan sekali, setelah dilakukan penunasan sesuai
saat panen meliputi bobot buah, jumlah buah, dan bobot brondolan per butir,
yang diamati dari 5 tanaman contoh dan 2 jalur plot pengamatan, serta buah
hitam, buah merah, dan bunga betina, yang diamati dari 5 tanaman contoh
setiap plot perlakuan. Pengamatan ini dilakukan setiap rotasi panen di kebun
selama 11 bulan. Pengamatan peubah pertumbuhan dan hasil ini diperlihatkan
oleh Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6.
2. Keadaan lingkungan tumbuh. Pengamatan lingkungan tumbuh dilakukan pada
iklim mikro di bawah tajuk, berupa intensitas cahaya, suhu dan kelembaban
udara. Untuk intensitas cahaya dilakukan pula pengamatan intensitas cahaya
yang jatuh pada permukaan daun terbawah. Pengamatan iklim mikro dilakukan
pada 5 pokok contoh masing-masing plot setiap empat bulan selama periode
pengamatan yaitu 11 bulan. Data lain adalah data iklim, terutama curah hujan
dan lama penyinaran di daerah penelitian. Pengamatan peubah keadaan
lingkungan tumbuh ini diperlihatkan oleh Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 4. Penimbangan TBS. Gambar 5. Penghitungan Brondolan.
Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8.
Pengukuran Panjang Daun. Pengukuran Intensitas Pengukuran Intensitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan
Indah, Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, yang
memiliki jenis tanah mineral. Berdasarkan perhitungan dan pengamatan pihak
perkebunan, diinformasikan bahwa rata-rata curah hujan dan hari hujan bulanan
selama periode penelitian Oktober 2010 - Agustus 2011 berturut-turut adalah
229.18 mm/bulan dan 9 hari/bulan. Diinformasikan juga bahwa Bulan kering per
Bulan Basah selama periode penelitian ini adalah 1/9. Curah hujan untuk
masing-masing pembagian musim dalam satu tahun sesuai perlakuan adalah 192.67
mm/bulan untuk periode Oktober ± Desember 2010, 347.5 mm/bulan untuk periode Januari ±April 2011, dan 138.25 mm/bulan untuk periode Mei ± Agustus
2011. Dari informasi tersebut terlihat bahwa awal musim hujan terjadi pada bulan
Oktober ±Desember 2010, puncak hujan terjadi pada bulan Januari ± April 2011, dan musim kemarau terjadi pada Mei ± Agustus 2011. Data pengamatan curah hujan disajikan pada Lampiran 1.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada areal perkebunan ini, dilakukan
juga pada setiap areal plot penelitian, sehingga setiap plot penelitian mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hal lingkungan tumbuh. Kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi pemberian tandan kosong kelapa sawit, pemberian cacahan batang pisang
yang dikumpulkan dalam lubang rorak, dan kegiatan rutin lainnya.
Hama yang menyerang tanaman adalah hama tikus. Hama tikus ini
memakan buah kelapa sawit yang masih relatif muda. Hama tikus ini dikendalikan
secara biologis dengan memanfaatkan musuh alaminya yakni dengan memelihara
dan meletakkan sangkar burung hantu pada setiap blok di perkebunan, termasuk
blok penelitian.
Jumlah tanaman dalam satu baris atau satu jalur dalam plot penelitian
tidak seragam secara keseluruhan. Setiap baris untuk setiap plot memiliki jumlah
tanaman yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, di
topografi, tanaman yang ditumbang karena suatu hal dan faktor lainnya (Gambar
9).
Umur tanaman dalam satu plot penelitian atau dalam satu blok tanaman di
kebun juga tidak seragam secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan adanya
tanaman yang menjadi sisipan atau sulaman, sehingga tidak jarang dalam satu plot
terdapat tanaman dengan umur dan varietas yang berbeda.
Gambar 9. Pohon Jantan yang Ditumbang.
Keadaan Lingkungan Tumbuh dan Peubah Pertumbuhan
Lingkungan merupakan faktor yang menyokong pertumbuhan pada
tanaman kelapa sawit. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses
fisiologi tanaman kelapa sawit dalam kaitannya dengan produktivitas tanaman
(Pahan, 2008). Faktor lingkungan yang diamati pada penelitian ini diantaranya
intensitas cahaya matahari, suhu dan kelembaban. Morfologi daun sebagai peubah
pertumbuhan pada tanaman juga diamati dalam kaitannya terhadap pengaruh dari
faktor lingkungan tersebut.
Intensitas Cahaya
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang
cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Pengamatan intensitas cahaya yang
jatuh pada satu tanaman kelapa sawit dilakukan di empat tempat, yaitu di dalam
piringan, di luar piringan, di bawah pelepah terbawah dan di atas pelepah
15
Pengamatan Intensitas cahaya dilakukan pada saat penyinaran matahari
dalam kondisi maksimal yaitu pada pukul 10.30 sampai pukul 13.00. Pengukuran
intensitas cahaya juga dilakukan pada waktu yang berbeda-beda pada setiap
varietas. Namun, pengamatan pada satu varietas dilakukan pada rentang waktu
maksimal 3 minggu setelah pengamatan pada hari pertama. Hasil pengamatan
intensitas cahaya disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Intensitas Cahaya di Permukaan Tanah pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Waktu Varietas Intensitas
Cahaya Ulg
Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... Lux ...
Jul-11 Marihat
2005
Dalam Piringan
1 9094.25 3218.40 10374.00 4099.00 3037.20 3518.00
2 1966.40 1871.40 2468.40 2566.75 4227.00 4401.80
Rata-rata 5530.33 2544.90 6421.20 3332.88 3632.10 3959.90
Luar Piringan
1 10855.00 4793.60 4844.25 4007.40 5467.00 5165.75
2 4936.20 2421.00 2701.20 2219.60 1102.00 7674.80
Rata-rata 7895.60 3607.30 3772.73 3113.50 3284.50 6420.28
Nov 2010 Marihat 1996 Dalam Piringan
1 4222.00 5666.67 2298.00 1381.00 1112.00 3034.80
2 1612.00 2614.00 451.20 1428.20 265.20 868.60
3 4894.00 4244.00 5742.00 1140.40 254.60 6593.00
Rata-rata 3576.00 4174.89 2830.40 1316.53 543.93 3498.80
Luar Piringan
1 2473.75 7833.33 4875.00 11080.00 5241.25 6547.75
2 4342.00 3760.00 1086.20 16276.00 1063.20 1312.00
3 4152.00 4068.00 6448.00 1461.80 532.60 8986.40
Rata-rata 3655.92 5220.44 4136.40 9605.93 2279.02 5615.38
Jul-11 Costarica
2003
Dalam Piringan
1 1203.60 2460.40 2499.40 4053.20 3272.20 1825.00
2 1047.80 2086.80 1528.20 1864.60 1086.20 3620.20
Rata-rata 1125.70 2273.60 2013.80 2958.90 2179.20 2722.60
Luar Piringan
1 1187.20 4385.00 4627.50 1585.00 3722.40 2542.80
2 1518.00 4392.75 5796.80 897.50 6229.00 6275.00
Rata-rata 1352.60 4388.88 5212.15 1241.25 4975.70 4408.90
Agust-11 Costarica
2001
Dalam Piringan
1 2173.75 4697.50 3330.00 1775.25 5753.75 2510.00
2 3041.00 2210.25 2792.40 4986.00 2794.60 2856.25
Rata-rata 2607.38 3453.88 3061.20 3380.63 4274.18 2683.13
Luar Piringan
1 4600.00 3546.67 2488.00 2431.20 4730.00 3394.00
2 3611.25 4742.50 3558.00 4960.00 4050.00 2932.00
Rata-rata 4105.63 4144.58 3023.00 3695.60 4390.00 3163.00
Hasil pengukuran intensitas cahaya pada Tabel 2 memperlihatkan pada
varietas Marihat 2005 intensitas cahaya tertinggi yang jatuh di dalam piringan
cahaya terendah terdapat pada perlakuan pelepah B yakni 2544.90 lux. Intensitas
cahaya tertinggi yang jatuh di luar piringan terdapat pada perlakuan pelepah A
yaitu 7895.60 lux, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada perlakuan
pelepah D yaitu 3113.50 lux. Pada varietas Marihat 1996 intensitas cahaya
tertinggi dalam piringan terdapat pada perlakuan B yaitu 4174.89lux dan terendah
terdapat pada perlakuan E yaitu 543.93 lux. Untuk intensitas cahaya di luar
piringan tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu 9605.93lux dan terendah
terdapat pada perlakuanE yaitu 2279.02 lux. Pada varietas Costarica 2003
intensitas cahaya tertinggi dalam piringan terdapat pada perlakuan D yaitu
2958.90 lux dan terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 1125.70 lux. Untuk
intensitas cahaya di luar piringan tertinggi terdapat pada perlakuan Cyaitu
5212.15lux dan terendah terdapat pada perlakuanD yaitu 1241.25lux. Pada
varietas Costarica 2001 intensitas cahaya tertinggi dalam piringan terdapat pada
perlakuan E yaitu 4274.18lux dan terendah terdapat pada perlakuan A
yaitu2607.38lux. Untuk intensitas cahaya di luar piringan tertinggi terdapat pada
perlakuanE yaitu 4390.00lux dan terendah terdapat pada perlakuan C yaitu
3023.00lux. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya
yang jatuh di permukaan tanah mengindikasikan kerapatan populasi disekitar
tanaman semakin rendah.
Tabel 3 memperlihatkan pada varietas Marihat 2005 intensitas cahaya
tertinggi yang jatuh di bawah pelepah terbawah terdapat pada perlakuan pelepah
A yakni 7103.70lux, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada
perlakuan pelepah D yakni 2096.80lux. Intensitas cahaya tertinggi yang jatuh di
atas pelepah terbawah terdapat pada perlakuan pelepah F yaitu 8554.00lux,
sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada perlakuan pelepah B yaitu
3156.50lux. Pada varietas Marihat 1996 intensitas cahaya tertinggi di bawah
pelepah terbawah terdapat pada perlakuan F yaitu 2962.87 lux dan terendah
terdapat pada perlakuan B yaitu 673.87 lux. Untuk intensitas cahaya di atas
pelepah terbawah tertinggi terdapat pada perlakuan F yaitu 7168.07lux dan
terendah terdapat pada perlakuan Dyaitu 1251.64lux. Pada varietas Costarica
2003 intensitas cahaya tertinggi di bawah pelepah terbawah terdapat pada
17
1258.40lux. Untuk intensitas cahaya di atas pelepah terbawah tertinggi terdapat
pada perlakuan B yaitu 6871.17lux dan terendah terdapat pada perlakuan D yaitu
2369.75lux. Pada varietas Costarica 2001 intensitas cahaya tertinggi bawah
pelepah terbawah terdapat pada perlakuan B yaitu 4039.60 lux dan terendah
terdapat pada perlakuan A yaitu 2542.50lux. Untuk intensitas cahaya di atas
pelepah terbawah tertinggi terdapat pada perlakuan F yaitu 6526.25lux dan
terendah terdapat pada perlakuan A yaitu 3602.30lux.
Tabel 3. Intensitas Cahaya di Pelepah Terbawah pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Waktu Varietas Intensitas
Cahaya Ulg
Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... Lux ...
Jul-11 Marihat
2005
Bawah Pelepah
1 10670.00 7464.60 10374.00 1243.00 8212.40 2855.00
2 3537.40 2960.00 2468.40 2950.60 1347.25 2298.20
Rata-rata 7103.70 5212.30 6421.20 2096.80 4779.83 2576.60
Atas Pelepah
1 12350.00 1793.00 4048.00 2783.00 4610.00 11416.00
2 4394.00 4520.00 3091.40 4780.00 5770.40 5692.00
Rata-rata 8372.00 3156.50 3569.70 3781.50 5190.20 8554.00
Nov 2010 Marihat 1996 Bawah Pelepah
1 988.00 96.00 2360.00 598.60 2246.20 856.00
2 668.00 887.00 1493.80 436.80 634.40 4050.80
3 2073.60 1038.60 1822.80 1272.40 502.80 3981.80
Rata-rata 1243.20 673.87 1892.20 769.27 1127.80 2962.87
Atas Pelepah
1 6325.00 2364.00 3980.00 1779.33 2236.00 10250.00
2 3470.00 3880.00 2628.00 865.60 998.40 3326.20
3 4055.00 4608.00 4678.40 1110.00 865.20 7928.00
Rata-rata 4616.67 3617.33 3762.13 1251.64 1366.53 7168.07
Jul-11 Costarica
2003
Bawah Pelepah
1 1653.00 2121.50 1502.80 2929.20 3744.20 4485.20
2 2034.40 5989.80 1014.00 1229.00 863.80 3944.20
Rata-rata 1843.70 4055.65 1258.40 2079.10 2304.00 4214.70
Atas Pelepah
1 6302.50 9075.00 4892.50 3750.00 4690.00 7319.25
2 1733.75 4667.33 3566.60 989.50 5318.00 5520.40
Rata-rata 4018.13 6871.17 4229.55 2369.75 5004.00 6419.83
Agust-11 Costarica 2001 Bawah Pelepah
1 2328.40 5348.20 3316.00 1739.20 3250.20 3615.50
2 2756.60 2731.00 3390.00 3444.00 4372.00 3555.00
Rata-rata 2542.50 4039.60 3353.00 2591.60 3811.10 3585.25
Atas Pelepah
1 3856.60 4033.50 6628.00 2960.00 6076.00 7832.50
2 3348.00 4505.60 5732.50 6396.00 4810.00 5220.00
Hasil pengamatan intensitas cahaya yang jatuh pada pelepah terbawah
menunjukkan seberapa banyak cahaya yang mampu sampai ke pelepah terbawah
pada suatu tanaman kelapa sawit. Hal ini berkaitan dengan aktivitas dan kapasitas
fotosintesis yang dapat dilakukan oleh setiap daun. Semakin banyak cahaya yang
mampu sampai ke pelepah terbawah, maka semakin tinggi aktivitas fotosintesis
yang mampu dilakukan oleh setiap daun. Intensitas cahaya yang sampai ke
pelepah terbawah ini juga menggambarkan keadaan dan bentuk dari tajuk suatu
tanaman kelapa sawit. Semakin banyak intensitas cahaya yang sampai ke pelepah
terbawah menggambarkan bentuk tajuk yang tidak begitu rapat, sehingga cahaya
mampu sampai ke pelepah terbawah.
Suhu Udara
Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui gambaran suhu udara yang
terjadi di lingkungan sekitar tanaman. Pengukuran suhu ini dilakukan di dalam
piringan dan di luar piringan pada pukul 10.30 sampai pukul 13.00. Hasil
pengukuran suhu disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 memperlihatkan suhu rata-rata disekitar tanaman pada setiap
varietas berada pada rentang suhu 30-34 0C. Suhu terendah dan tertinggi berada
pada varietas Costarica 2003 yaitu terendah pada perlakuan D dengan suhu 30.4
0
C, sedangkan tertinggi pada perlakuan B dengan suhu 33.9 0C.
Tanaman kelapa sawit di perkebunan komersial dapat tumbuh dengan baik
pada kisaran suhu 24-28 0C. Pada kondisi ekstrim, suhu maksimal berkisar pada
380C dan suhu minimal 8 0C (Pahan, 2008). Berdasarkan hasil pada Tabel 3 suhu
di lahan penelitian dikategorikan mampu mendukung pertumbuhan tanaman
kelapa sawit dengan baik. Suhu rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran
menunjukkan bahwa suhu di lahan penelitian masih berada jauh dari kondisi
19
Tabel 4. Suhu Udara pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Kelembaban Udara
Kondisi kelembaban udara di sekitar tanaman erat kaitannya dengan
aktivitas pembukaan dan penutupan stomata pada daun. Hal ini juga akan
berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang terjadi pada tanaman. Pengukuran
suhu ini dilakukan pada pukul 10.30 sampai pukul 13.00. Hasil pengukuran
kelembaban disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 memperlihatkan rata-rata kelembaban yan terdapat di sekitar
tanaman berada pada kisaran 59-75 %. Kelembaban terendah terdapat pada
varietas Marihat 2005 yaitu pada perlakuan E dan varietas Costarica 2003 pada
perlakuan B dengan kelembaban rata-rata 59.4 %, sedangkan kelembaban
tertinggi terdapat pada varietas Costarica 2001 pada perlakuan F dengan
kelembaban 74.7 %.
Waktu Varietas Suhu Ulg Perlakuan Pelepah
A B C D E F
...0C ...
Agust 2011 Marihat 2005 Dalam Piringan
1 31.7 32.0 33.3 33.5 32.8 33.6
2 32.3 29.8 31.5 31.9 31.9 30.9
Rata-rata 32.0 30.9 32.4 32.7 32.4 32.2
Luar Piringan
1 31.7 32.0 33.4 33.4 32.9 33.5
2 32.3 29.8 31.6 31.9 31.9 30.9
Rata-rata 32.0 30.9 32.5 32.7 32.4 32.2
Nov 2010 Marihat 1996 Dalam Piringan
1 31.9 31.3 31.8 31.0 31.2 31.1
2 31.8 32.1 30.5 31.2 30.8 30.8
3 30.1 31.4 31.8 30.5 30.4 30.8
Rata-rata 31.3 31.6 31.4 30.9 30.8 30.9
Luar Piringan
1 31.9 31.3 31.7 31.1 31.2 31.1
2 32.1 32.1 30.5 31.4 30.9 31.2
3 30.1 31.3 31.8 30.9 30.9 30.8
Rata-rata 31.4 31.6 31.4 31.2 31.0 31.1
Juli 2011 Costarica 2003 Dalam Piringan
1 31.4 33.4 34.3 34.4 32.8 34.2
2 33.2 34.1 30.5 26.5 29.0 31.3
Rata-rata 32.3 33.8 32.4 30.4 30.9 32.7
Luar Piringan
1 31.5 33.6 34.3 34.4 32.7 34.2
2 33.2 34.1 30.6 26.5 29.0 31.4
Rata-rata 32.3 33.9 32.5 30.5 30.9 32.8
Agust 2011 Costarica 2001 Dalam Piringan
1 32.7 32.2 31.5 30.7 31.4 30.7
2 32.2 31.6 32.6 33.0 33.8 31.5
Rata-rata 32.4 31.9 32.0 31.8 32.6 31.1
Luar Piringan
1 32.7 33.3 31.7 30.6 31.4 30.8
2 32.2 31.6 32.2 33.0 34.9 31.7
Tabel 5. Kelembaban Udara Relatif pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Berdasarkan hasil pengukuran kelembaban dapat diketahui bahwa lahan
penelitian berada pada rentang kondisi kelembaban yang optimal untuk
mendukung pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit
membutuhkan kondisi kelembaban nisbi 50-90% dengan kelembaban optimal
80% (PPKS, 2007).
Morfologi Daun
Daun merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk melakukan
fotosintesis pada tanaman. Daun memerlukan waktu 2 tahun untuk berkembang
dari proses inisiasi sampai menjadi daun dewasa pada pusat tajuk (pupus daun/
spear leaf) dan dapat berfotosintesis secara aktif sampai 2 tahun lagi (Pahan,
2008). Daun pada tanaman kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian daun.
Pengamatan morfologi daun ini mengamati ukuran bagian daun pada daun
Waktu Varietas Kelembaban Ulg Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... % ... Agust 2011 Marihat 2005 Dalam Piringan
1 66.8 68.2 58.4 57.2 58.2 55.6
2 63.4 69.6 65.0 62.6 62.0 68.4
Rata-rata 65.1 68.9 61.7 59.9 60.1 62
Luar Piringan
1 67.2 69.0 57.2 55.6 58.0 56.0
2 69.6 70.2 65.4 63.4 60.8 69.4
Rata-rata 68.4 69.6 61.3 59.5 59.4 62.7
Nov 2010 Marihat 1996 Dalam Piringan
1 64.2 64.6 65.2 68.0 64.4 65.0
2 63.8 65.2 64.6 70.0 67.4 68.0
3 65.8 66.2 69.8 70.6 67.6 68.4
Rata-rata 64.6 65.3 66.5 69.5 66.5 67.1
Luar Piringan
1 64.2 64.4 65.2 67.8 64.2 65.0
2 63.8 66.6 63.4 70.0 67.0 69.2
3 65.4 67.4 69.6 70.2 68.0 68.8
Rata-rata 64.5 66.1 66.1 69.3 66.4 67.7
Juli 2011 Costarica 2003 Dalam Piringan
1 66.4 59.6 54.0 54.6 60.4 54.2
2 59.4 60.0 71.4 84.2 78.2 67.8
Rata-rata 62.9 59.8 62.7 69.4 69.3 61.0
Luar Piringan
1 66.0 60.2 53.2 55.0 60.8 53.0
2 59.0 58.6 70.8 84.2 77.6 67.0
Rata-rata 62.5 59.4 62.0 69.6 69.2 60.0
Agust 2011 Costarica 2001 Dalam Piringan
1 64.0 62.4 68.4 68.4 68.8 74.8
2 64.8 65.8 62.2 64.2 64.4 73.4
Rata-rata 64.4 64.1 65.3 66.3 66.6 74.1
Luar Piringan
1 64.6 62.4 69.2 68.4 69.0 75.0
2 66.2 66.8 65.0 63.2 65.2 74.4
21
terbawah yang meliputi panjang daun, panjang petiol, dan panjang anak daun
terpanjang. Hasil pengukuran panjang daun daun terbawah pada tanaman
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Panjang Daun.
Tabel 6 memperlihatkan rata-rata panjang daun terpanjang terdapat pada
varietas Costarica 2001, sedangkan rata-rata daun terpendek terdapat pada varietas
Costarika 2003. Pada varietas Marihat 2005 panjang daun terpanjang ialah 686.5
cm yaitu pada perlakuan E dan terpendek 630.4 cm yaitu pada perlakuan F. Pada
varietas Marihat 1996 daun terpanjang terdapat pada perlakuan C yaitu 703.7 cm
dan terpendek pada perlakuan A yaitu 639.3 cm. Pada varietas Costarica 2003
daun terpanjang terdapat pada perlakuan C yaitu 645.1 cm dan terpendek pada
perlakuan B yaitu 561.5 cm. Pada varietas Costarica 2001 daun terpanjang
terdapat pada perlakuan F yaitu 720.6 cm dan terpendek pada perlakuan B yaitu
663.6 cm.
Petiol merupakan bagian daun yang berada diantara anak daun (duri)
pertama sampai ke bagian daun yang terdekat dengan batang tanaman. Petiol
menggambarkan bentuk daun sebagai area fotosintesis. Ukuran petiol yang relatif
panjang menggambarkan anak daun yang berada relatif jauh dari batang sehingga
penutupan tajuk menjadi lebih longgar dan cahaya relatif lebih mudah menembus
hingga daun terbawah dan permukaan tanah. Hasil pengamatan panjang petiol
disajikan pada Tabel 7.
Waktu Varietas Ulangan Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... cm ...
Juli 2011
Marihat 2005
1 653.4 632.4 665.4 682.4 676.0 648.0
2 654.6 678.4 658.8 626.2 697.0 612.8
Rata-rata 654.0 655.4 662.1 654.3 686.5 630.4
Nov 2010
Marihat 1996
1 630.0 630.0 713.0 686.0 715.0 670.0
2 630.0 684.0 690.0 686.0 661.0 695.8
3 658.0 651.0 708.0 685.0 696.0 705.0
Rata-rata 639.3 655.0 703.7 685.7 690.7 690.3
Juli 2011
Costarica 2003
1 617.2 574.2 607.4 661.2 603.4 625.6
2 574.0 548.8 682.8 612.0 623.2 626.0
Rata-rata 595.6 561.5 645.1 636.6 613.3 625.8
Agust 2011
Costarica 2001
1 701.8 662.6 700.8 707.2 734.0 728.0
2 707.4 664.6 692.2 721.2 641.4 713.2
Tabel 7. Panjang Petiol pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa varietas Costarica 2001 memiliki rata-rata
panjang petiol terpanjang dari pada varietas lainnya. Pada varietas Marihat 2005
rata-rata petiol terpanjang terdapat pada perlakuan E yaitu 153.4 cm dan
terpendek terdapat pada perlakuan F yaitu 135.5 cm. Pada varietas Marihat 1996
petiol terpanjang terdapat pada perlakuan C yaitu 148.6 cm dan terpendek terdapat
pada perlakuan D yaitu 132.1 cm. Pada varietas Costarica 2003 petiol terpanjang
terdapat pada perlakuan D yaitu 144.1 cm dan terpendek terdapat pada perlakuan
B yaitu 131.4 cm. Pada varietas Costarica 2001 petiol terpanjang terdapat pada
perlakuan D yaitu 167 cm dan terpendek terdapat pada perlakuan B yaitu 151.5
cm.
Panjang anak daun menggambarkan lebar penampang organ daun sebagai
organ fotosintesis sekaligus transpirasi pada tanaman. Tabel 8 memperlihatkan
pada varietas Marihat 2005 anak daun terpanjang terdapat pada perlakuan E yaitu
89.2 cm dan terpendek pada perlakuan B yaitu 81.3 cm. Pada varietas Marihat
1996 anak daun terpanjang terdapat pada perlakuan F yaitu 93.9 cm dan terpendek
pada perlakuan E yaitu 86 cm.Pada varietas Costarica 2003 anak daun terpanjang
terdapat pada perlakuan A yaitu 81.4 cm dan terpendek pada perlakuan B yaitu
73.7 cm. Pada varietas Costarica 2001 anak daun terpanjang terdapat pada
perlakuan D yaitu 95.9 cm dan terpendek pada perlakuan B yaitu 84.5 cm.
Waktu Varietas Ulangan Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... cm ...
Juli 2011
Marihat 2005
1 143.8 142.2 147.8 158.2 152.4 147.2
2 141.0 148.2 134.4 139.6 154.4 123.8
Rata-rata 142.4 145.2 141.1 148.9 153.4 135.5
Nov 2010
Marihat 1996
1 151.0 148.0 152.0 124.2 141.6 149.4
2 150.0 158.0 156.0 148.6 159.0 150.0
3 134.0 126.0 138.0 123.6 140.0 138.6
Rata-rata 145.0 144.0 148.6 132.1 146.8 146.0
Juli 2011
Costarica 2003
1 143.8 131.0 143.2 144.6 134.8 135.8
2 138.4 131.8 143.4 143.5 139.0 141.4
Rata-rata 141.1 131.4 143.3 144.1 136.9 138.6
Agust 2011
Costarica 2001
1 170.2 155.8 162.8 168.2 169.8 163.0
2 156.2 147.2 162.8 165.8 139.2 165.2
23
Tabel 8. Panjang Anak Daun Terpanjang pada Setiap Perlakuan Pelepah.
Peubah Karakter Generatif
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
karakter-karakter yang diamati. Hasil pengujian sidik ragam pada masing-masing
peubah pengamatan disajikan pada Lampiran 3 sampai Lampiran 8. Berdasarkan
Hasil rekapitulasi analisis ragam peubah karakter generatif (Tabel 9),
menunjukkan bahwa dari setiap set percobaan untuk masing-masing varietas,
peubah-peubah yang diamati pada set percobaan varietas Marihat 2005 dan
Marihat 1996 tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada set percobaan varietas
Costarica 2003 dan Costarica 2001, peubah yang nyata dipengaruhi oleh
perlakuan jumlah pelepah yaitu bobot tandan buah segar (TBS), buah merah dan
buah hitam.
Pengujian yang dilakukan pada peubah-peubah setiap set percobaan
menggunakan taraf nyata hingga mendekati 10%. Hal tersebut dikarenakan pada
perkebunan tempat lokasi penelitian ini dilaksanakan, selang jumlah pelepah yang
diberikan pada tanaman tidak begitu jauh antar perlakuan. Penyebabnya adalah
adanya pelepah yang seharusnya tidak dipotong dan selalu dipertahankan tetapi
oleh pemanen pelepah tersebut dipotong bahkan hingga beberapa pelepah yang
terdekat dengan buah yang dipanen, dengan alasan pohon kelapa sawit yang tinggi
sehingga sulit untuk mencuri buahnya saat dipanen. Hal ini mengakibatkan
perbedaan jumlah pelepah antar perlakuan yang seharusnya memiliki rentang
Waktu Varietas Ulangan Perlakuan Pelepah
A B C D E F
... cm ...
Juli 2011
Marihat 2005
1 82.6 81.4 84.6 89.4 94.2 82.4
2 85.4 81.2 81.8 84.1 84.2 86.6
Rata-rata 84.0 81.3 83.2 86.8 89.2 84.5
Nov 2010
Marihat 1996
1 86.0 88.0 96.0 90.6 87.0 93.0
2 90.0 86.0 102.0 91.0 93.0 100.0
3 89.0 90.0 90.0 87.2 78.0 88.8
Rata-rata 88.3 88.0 96.0 89.6 86.0 93.9
Juli 2011
Costarica 2003
1 80.2 72.8 77.0 80.0 81.4 81.6
2 82.6 74.6 75.0 77.5 80.0 71.4
Rata-rata 81.4 73.7 76.0 78.8 80.7 76.5
Agust 2011
Costarica 2001
1 91.0 83.0 92.0 96.2 91.4 95.6
2 91.6 86.0 98.8 95.6 92.2 82.6
yang cukup jauh menjadi tidak begitu jauh. Salah satu pohon kelapa sawit yang
[image:36.595.78.503.85.792.2]berukuran tinggi diperlihatkan oleh Gambar 10.
Tabel 8. Rekapitulasi Analisis Ragam Peubah Karakter Generatif.
Varietas Peubah Pr>F KK (%)
Marihat 2005
Bunga Betina 0.27tn 9.94
Buah Hitam 0.67tn 23.35
Buah Merah 0.67tn 9.18
Jumlah TBS 0.16tn 10.15
Bobot TBS 0.34tn 14.38
Brondolan 0.66tn 12.47
Marihat 1996
Bunga Betina 0.92tn 19.35tr Buah Hitam 0.37tn 17.57tr Buah Merah 0.86tn 10.08tr
Jumlah TBS 0.42tn 12.62
Bobot TBS 0.72tn 16.12
Brondolan -
-Costarica 2003
Bunga Betina 0.74tn 22.57
Buah Hitam 0.002** 4.89
Buah Merah 0.02* 5.34
Jumlah TBS 0.16tn 21.32
Bobot TBS 0.10 11.62
Brondolan 0.73tn 13.29
Costarica 2001
Bunga Betina 0.50tn 10.78
Buah Hitam 0.54tn 19.91
Buah Merah 0.57tn 9.83
Jumlah TBS 0.39tn 11.71
Bobot TBS 0.04* 7.63
Brondolan 0.73tn 18.26
Keterangan: * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%,
[image:36.595.113.510.157.498.2]EHUSHQJDUXKQ\DWDSDGDWDUDItn = tidak berpengaruh nyata. tr = data ditranformasikan dengan formulasi (x + 0.5)1/2.
25
Jumlah Bunga dan Buah
Bunga betina, buah merah, dan buah hitam yang diamati pada penelitian
ini merupakan parameter yang digunakan sebagai taksasi produksi pada tanaman
kelapa sawit. Hasil pengamatan jumlah bunga dan jumlah buah yang terdapat
pada satu pokok kelapa sawit pada setiap set percobaan ditunjukkan oleh Tabel
[image:37.595.107.515.262.567.2]10.
Tabel 10. Pegaruh Perlakuan Pelepah terhadap Jumlah Bunga Betina dan Buah per Pokok.
Verietas Perlakuan Bunga Buah Hitam Buah Merah
... buah ...
Marihat 2005
A 1.11 6.60 1.56
B 1.10 5.13 1.47
C 0.89 7.23 1.49
D 1.01 6.43 1.34
E 0.94 5.23 1.40
F 1.10 6.40 1.44
Marihat 1996
A 0.33 2.18 0.15
B 0.35 1.97 0.13
C 0.52 2.33 0.10
D 0.37 3.18 0.22
E 0.23 1.37 0.13
F 0.27 2.08 0.08
Costarica 2003
A 0.97 5.50 c 0.88 b
B 0.90 4.90 c 1.18 a
C 1.02 6.34 b 1.06 a
D 1.13 7.10 ab 1.18 a
E 1.15 7.36 a 1.20 a
F 0.86 5.34 c 1.07 a
Costarica 2001
A 0.95 3.73 0.88
B 1.05 5.34 0.96
C 0.86 5.62 0.90
D 0.88 5.19 0.87
E 0.93 5.33 0.83
F 0.89 5.34 0.81
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama pada varietas yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Perlakuan jumlah pelepah secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter bunga dan buah yang diamati. Walaupun hasil pengujian menunjukkan
tidak adanya perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan, peubah buah merah
pada varietas Marihat 2005 dapat dilihat memiliki jumlah yang lebih banyak pada
setiap perlakuannya dibandingkan dengan varietas lainnya. Hal ini dikarenakan
pada varietas Marihat 2005, terdapat tanaman yang memiliki buah yang telah
tandannya atau disebut dengan hard bunch (tandan keras), sehingga pemanen
tidak memanen buah tersebut dikarenakan buah tersebut tidak membrondol
(Gambar 11 dan Gambar 12). Hal ini berarti, buah merah yang diamati pada
varietas Marihat 2005 ini akan lebih banyak setiap minggu nya karena buah yang
layak panen tidak dipanen.
Selain peubah buah merah, pada Tabel 10 juga memperlihatkan,dari empat
varietas yang digunakanterdapat satuvarietas yang memiliki pengaruh yang nyata
perlakuan terhadap peubah yang diamati. Pada varietas Costarica 2003 dapat
dilihat bahwa dalam menghasilkan buah hitam, perlakuan E memiliki perbedaan
jumlah buah hitam yang nyata lebih banyak dari pada perlakuan A, B, C dan F.
Dalam menghasilkan jumlah buah merah, perlakuan A menghasilkan jumlah buah
merah nyata terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Menurut Sunarko (2007), curah hujan dan lamanya penyinaran matahari
memiliki kolerasi dengan fluktuasi produksi kelapa sawit. Bulan kering yang
berturut-turut selama beberapa bulan dapat mempengaruhi pembentukan bunga
(baik jumlah maupun seks rasionya) untuk dua tahun berikutnya. Pada dasarnya
produksi buah kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jumlah bunga
yang dihasilkan oleh tanaman, persentase bunga yang mengalami penyerbukan,
persentase bunga yang mengalami pembuahan, dan persentase buah muda yang
dapat terus menerus tumbuh hingga masak. Selanjutnya Nugraha (2008)
menyatakan bahwa bunga betina yang terbentuk belum dapat dipastikan menjadi
buah, begitu juga dengan buah muda yang terbentuk belum dapat dipastikan akan
dapat menjadi buah sampai masak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti faktor lingkungan maupun faktor dari dalam tanaman itu sendiri, seperti
serangan hama tikus yang memakan buah muda, pembusukan pada bunga
sebelum terjadi penyerbukan dan pembuahan, pembusukan pada buah akibat
serangan penyakit, dan faktor lainnya.
Pada percobaan ini perlakuan jumlah pelepah yang diberikan belum atau
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah bunga dan buah yang diamati.
Namun demikian, hasil pengamatan jumlah buah hitam dan buah merah pada
varietas Costarica 2003, menunjukkan kecenderungan adanya pengaruh jumlah
27
belum dapat direkomendasikan satu perlakuan terbaik untuk menghasilkan bunga
dan buah karena hasil yang didapat belum menunjukkan spesifikasi
masing-masing, namun dengan pengamatan dalam waktu yang lebih panjang mampu
[image:39.595.99.515.5.842.2]untuk melihat pengaruh ini lebih lanjut.
Gambar 11. Buah Merah yang Tidak Gambar 12. Buah Merah yang Lewat
Dipanen. Masa Panen (over ripe).
Produksi Tandan Buah Segar (TBS)
Jumlah tandan buah segar yang dihasilkan dapat menggambarkan potensi
hasil pada suatu perkebunan. Jumlah tandan pada tanaman kelapa sawit dapat
bervariasi karena perbedaan varietas, umur dan faktor lingkungan lainnya. Jumlah
tandan yang dihasilkan juga tidak selalu berkolerasi positif dengan bobot tandan
yang dihasilkan.
Brondolan juga merupakan komponen hasil dari produksi tandan buah
segar kelapa sawit. Bobot brondolan per butir akan berkolerasi positif dengan
bobot tandan buah segar kelapa sawit. Hasil pengamatan rata-rata jumlah dan
bobot tandan buah segar serta bobot brondolan per butir ditunjukkan oleh Tabel
11.
Tabel 11 memperlihatkan bahwa perlakuan jumlah pelepah belum
berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah produksi pada setiap set percobaan
(varietas)yang diamati. Namun demikian, pada varietas Costarica 2003 dan
[image:39.595.321.509.197.340.2]yakni peubah bobot TBS. Pada Costarica 2001, perlakuan C mengahasilkan
jumlah TBS tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan E dan
perlakuan F. Pada Costarica 2003, perlakuan F memiliki perbedaan yang nyata
terhadap semua perlakuan lainnya dalam bobot TBS yang dihasilkan. Perlakuan F
merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan bobot TBS paling besar yaitu
2227.6 kg TBS/ha/bulan. Sementara itu untuk jumlah TBS dan bobot brondolan
per butir, perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata. Namun, pada tabel
tersebut juga dapat dilihat bahwa walaupun hasil pengujian tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata, perlakuan F memiliki jumlah terbanyak dalam
mengahasilkan TBS dan memiliki rentang yang cukup jauh dari perlakuan
lainnya. Jumlah TBS yang dihasilkan oleh perlakuan F adalah 215.88
[image:40.595.114.510.276.722.2]tbs/ha/bulan.
Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Pelepah terhadap Jumlah dan Bobot TBS serta Bobot Brondolan per Butir.
Verietas Perlakuan Jumlah TBS Bobot TBS Bobot Brondolan per Butir tbs/ha/bulan kg/ha/bulan gram
Marihat 2005
A 124.84 1196.8 16.43
B 117.43 1314.2 15.78
C 107.69 1088.9 16.04
D 140.40 1402.8 17.17
E 101.77 1224.3 18.17
F 119.33 1535.3 14.72
Marihat 1996
A 89.02 1681.7
-B 88.73 1698.6
-C 75.62 1466.0
-D 90.86 1694.9
-E 93.34 1808.2
-F 94.27 1763.4
-Costarica 2003
A 125.33 1672.0 b 16.19
B 143.54 1626.4 b 19.07
C 135.88 1665.3 b 15.89
D 119.48 1482.2 b 16.64
E 134.25 1674.6 b 17.97
F 215.88 2227.6 a 16.90
Costarica 2001
A 72.11 1174.8 bcd 14.48
B 73.65 1128.5 cd 15.91
C 85.83 1445.6 a 18.02
D 73.53 1092.2 d 14.03
E 76.26 1360.8 abc 14.50
F 64.12 1427.9 ab 15.10
29
Tabel 11 juga memperlihatkan perlakuan pelepah yang diberikan pada
varietas Marihat 2005 dan Marihat 1996 tidak menunjukkan adanya pengaruh
nyata pada setiap peubah produksi TBS. Pada varietas Costarica 2003 dan
Costarica 2001 terlihat adanya kecenderungan pengaruh nyata dari perlakuan yang
diberikan. Hal ini berkaitan dengan morfologi daun pada varietas Costarica yang
memiliki panjang petiol lebih panjang dari pada ukuran petiol pada varietas
Marihat. Hal ini memungkinkan cahaya yang masuk hingga pelepah terbawah
semakin meningkat dan aktivitas fotosintesis juga semakin meningkat.
Pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan jumlah
dan bobot TBS yang optimal pada tanaman muda varietas Costarica, dalam hal ini
TM-3 dan TM-5, jumlah pelepah yang di pertahankan sebaiknya 49-56 di awal
musim hujan sampai puncak hujan, 41-48 di puncak hujan sampai awal musim
kemarau dan selama musim kemarau. Menurut Pahan (2008),untuk mendapatkan
produksi maksimum diperlukan jumlah pelepah yang optimum yaitu 48-56
pelepah untuk tanaman muda dan 40-48 pelepah untuk tanaman tua. Lakitan
(1993) mengemukakan kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis,
terutama karena pengaruhnya terhadap turgiditas sel penjaga stomata. Jika
kekurangan air, maka turgiditas sel penjaga akan menurun dan menyebabkan
stomata menutup. Selanjutnya Harahap (2000) menyatakan bahwa penurunan
konduktans stomata dengan jelas menurunkan laju transpirasi, laju fotosintesis,
dan efisiensi penggunaan air.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disarankan bahwa tanaman kelapa sawit
yang memiliki umur muda lebih diutamakan untuk mendukung pertumbuhannya
dengan mempertahankan jumlah daun (jumlah pelepah) lebih banyak daripada
tanaman yang telah dewasa. Namun pada musim kemarau dengan ketersediaan air
yang kurang menyebabkan terjadinya penurunan aktifitas fotosintesis pada
tanaman. Jumlah daun (pelepah) yang lebih sedikit pada musim kemarau
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pengaturan jumlah pelepah belum
memberikan pengaruh nyata terhadap peubah produksi TBS yang diamati pada
setiap set percobaan. Namun pada set percobaan varietas Costarica 2003, terlihat
adanya kecenderungan perlakuan pelepah memberikan pengaruh nyata terhadap
peubah yang diamati. Hal ini diperlihatkan oleh Perlakuan F (49-56 di awal
musim hujan, 41-48 di puncak hujan sampai awal musim kemarau, 41-48 selama
musim kemarau) menunjukkan pengaruh nyata dan merupakan perlakuan terbaik
dalam menghasilkan bobot TBS tertinggi yaitu 2227.6 kg/ha/bulan. Hal yang
tidak berbeda juga diperlihatkan pada set percobaan varietas Costarica 2001,
walaupun tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan C (41-48
pelepah di awal musim hujan, pada puncak hujan, dan selama musim kemarau)
yang menghasilkan bobot TBS 1445.6 kg/ha/bulan, perlakuan F juga
menghasilkan bobot TBS yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pelepah
lainnya dengan menghasilkan bobot TBS 1427.9 kg/ha/bulan.
Saran
Diperlukan pengamatan lebih lanjut denganjumlah pelepah harus
dipertahankan sesuai perlakuan yang diberikan pada tanaman kelapa sawit untuk
mendapatkan gambaran hasil penelitian yang lebih komprehensif. Selain itu dalam
pelaksanaannya, pengamatan dan pemberian perlakuan pada tanaman juga harus
dilakukan dengan lebih teratur dan terorganisir untuk menghindari terjadinya
DAFTAR PUSTAKA
Dufrene, E., B. Saugier. 1993. Gas exchange of oil palm in relation to light, vapour pressure deficit, temperatur and leaf age. Functional Ecology 7: 97-104.
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Setyawibawa, R.Hartono. 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.168 hal.
Gomez, K.A., A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.
Harahap, I. Y. 2000. Pola respon laju fotosintesis kelapa sawit terhadap perubahan mikroklimat. Warta PPKS 8(2): 79-87
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 205 hal.
Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacquin) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala. Marihat Ulu. 435 hal.
Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 407 hal.
Nugraha, A. 2008. Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) TM-9 pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Injeksi Batang. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal.
Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 157 hal.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agro Media Pustaka. Jakarta. 66 hal.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit : Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.
33
Lampiran 1. Data Curah Hujan dan Hari Hujan selama Periode Penelitian
Bulan dan Tahun Curah Hujan Rata-rata Hari Hujan Rata-rata
Oktober 2010 93.00 6
November 2010 292.00 12
Desember 2010 193.00 9
Januari 2011 639.00 15
Februari 2011 185.00 5
Maret 2011 176.00 8
April 2011 390.00 17
Mei 2011 238.00 13
Juni 2011 42.00 2
Juli 2011 133.00 6
Agustus 2011 140.00 6
Rata-rata 229.18 9
Lampiran 2. Bagan Acak Perlakuan
Varietas dan
Umur Tanam Blok Ulangan Acak Perlakuan Pelepah
Marihat 2005 OF-6
1 E C D F B A
2 F D B C A E
Marihat 1996 OG-19
1 D F B E C A
2 A B F C E D
3 E D A F B C
Costarica 2003
OF-6 1 C F D B E A
OF-7 2 A B F C E D
Costarica 2001 OI-21
1 F E C A D B
Lampiran 3. Sidik Ragam Jumlah Bunga Betina per Pohon
Varietas Sumber
Keragaman db JK KT F-Hit Pr>F
Marihat 2005
Ulangan 1 0.045