• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN JUMLAH PELEPAH UNTUK KAPASITAS

PRODUKSI OPTIMUM KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.)

IGNATIUS HARRY TRI PAMBUDI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(4)

ABSTRAK

IGNATIUS HARRY TRI PAMBUDI. Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Dibimbing oleh SUWARTO dan SUDIRMAN YAHYA

Pelepah merupakan organ fotosintesis dan transpirasi pada tanaman kelapa sawit. Pengaturan jumlah pelepah belum mempunyai standard yang sesuai dengan kondisi lingkungan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jumlah pelepah optimum yang mendukung produksi tertinggi tanaman kelapa sawit. Percobaan dilaksanakan di kebun PT. Kimia Tirta Utama, Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Siak, Riau dari Februari hingga Juni 2013. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah mampu meningkatkan bobot tandan buah segar, jumlah tandan dan tandan buah segar rata-rata tanaman berumur < 8 tahun, 8 – 13 tahun, > 13 tahun. Perlakuan F (49-56 pada awal musim hujan dan 41-48 pada musim hujan sampai musim kemarau) merupakan perlakuan terbaik dibandingkan perlakuan yang lain.

Kata kunci: jumlah pelepah, periode, produksi optimum

ABSTRACT

IGNATIUS HARRY TRI PAMBUDI. Palm Leaves Quantity Controlling for Optimum Production Capacity of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Supervised by SUWARTO and SUDIRMAN YAHYA

Palm stems are photosynthesis and transpiration organ of oil palm plants. Stems quantity controlling has never had an appropriate standard which is suitable with environmental condition. This research aims to calculate an optimum quantity of palm stems which support the highest oil palm production. Experiments were conducted in PT. Kimia Tirta Utama plantation, Astra Agro Lestari Group, Siak District, Riau from February until June 2013. The experiments used a single factor with six treatments and three repetition of randomized block. The results show that the combination of stems quantity and time period have been able to increase the fresh fruit bunch weight, bunch quantity and average fresh fruit bunch production of plants attain the age < 8 years, 8 – 13 years, > 13 years. The best treatment are F (49-56 at the beginning of rainy season and 41-48 from rainy until dry season) than others treatment.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGATURAN JUMLAH PELEPAH UNTUK KAPASITAS

PRODUKSI OPTIMUM KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.)

IGNATIUS HARRY TRI PAMBUDI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Kapasitas Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensi Jacq.)

Nama : Ignatius Harry Tri Pambudi

NIM : A24090070

Disetujui oleh

Dr Ir Suwarto, MSi Pembimbing I

Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Pengaturan Jumlah Pelepah untuk Produksi Optimum Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berhasil diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis khususnya mengucapkan terima kasih pada:

1. Dr Ir Suwarto, M.Si. dan Prof Dr Ir Sudirman Yahya, M.Sc. yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan, petunjuk dan nasehat selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Ahmad Junaedi, M.Si sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran, masukan dan kritik untuk penyempurnaan skripsi. 3. Dr Ir Abdul Qadir, M.Si. selaku dosen pembmbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani studi.

4. Ibu kiki selaku asisten divisi penelitian dan sebagai pembimbing lapang selama kegiatan penelitian berlangsung.

5. Bapak Suhermanto sekeluarga yang memberikan perhatian dan kasih sayangnya selama menjalani penelitian.

6. Orang tua serta kakak atas doa, kasih sayang, perhatian dan kepercayaannya terhadap penulis.

7. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura ’46 serta teman-teman Wisma Galih yang telah memberikan dukungannya.

8. Seluruh keluarga besar PT Kimia Tirta Utama Grup Astra Agro Lestari, Siak, Riau.

Semoga Tuhan selalu memberkati dan memberikan berkat yang setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan memberikan manfaat bagi kita semua

Bogor, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Kelapa Sawit 2

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 4

Pengelolaan Tajuk 4

Penunasan Pelepah 5

Teknik Penunasan Tanaman Kelapa Sawit 5

METODE 6

Tempat dan Waktu 6

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

Metode Pelaksanaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum 8

Produksi TBS Kelompok Umur < 8 Tahun 10

Produksi TBS Kelompok Umur 8 − 13 Tahun 12

Produksi TBS Kelompok Umur > 13 Tahun 14

Produksi TBS Kumulatif Semua Kelompok Umur 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan jumlah pelepah pada periode musim dalam setahun 6 2 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan

pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman

umur < 8 tahun 10

3 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR selama 3 tahun pada tanaman

umur < 8 tahun 11

4 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan Pelepah terhadap jumla tandan/bulan selama 3 tahun pada tanaman

Umur < 8 tahun 12

5 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman

umur 8 sampai 13 tahun 13

6 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR selama 3 tahun pada tanaman

umur 8 sampai 13 tahun 13

7 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan Pelepah terhadap jumlah tandan/bulan selama 3 tahun pada tanaman

umur 8 sampai 13 tahun 14

8 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman

umur > 13 tahun 15

9 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR selama 3 tahun pada tanaman

umur > 13 tahun 15

10 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan Pelepah terhadap jumlah tandan/bulan selama 3 tahun pada tanaman

umur > 13 tahun 16

11 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan kumulatif selama 3 tahun

pada semua kelompok umur 17

12 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR kumulatif selama 3 tahun

pada semua kelompok umur 18

13 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan Pelepah terhadap jumlah tandan/bulan kumulatif selama 3 tahun

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Tata letak baris dalam plot (a. letak baris pengamatan 7 pembatas dan penyangga; b. tanaman contoh)

2 Defisiensi hara (a. kahat B; b. kahat K) dan aplikasi pemupukan

(c. pupuk Dolomite; d. kompos tandan kosong) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan pengacakan perlakuan 21

2 Data produksi kebun PT KTU tahun 2013 21

3 Data curah hujan KTU tahun 2003 sampai 2012 22

4 Peta kedalaman gambut PT. KTU 23

5 Peta kedalaman air tanah PT. KTU 24

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman penghasil minyak dan lemak nabati. Tanaman ini memiliki prospek ekonomi yang tinggi karena memiliki banyak produk turunan yang dapat dihasilkan dari minyak sawit mentah (Crude palm oil/CPO). Alokasi produk turunan CPO, yaitu 80% diperuntukkan untuk produk makanan dan 20% untuk industri non pangan (Basiron dan chan 2004). Fungsi yang beragam membuat sawit menjadi komoditas unggulan dalam sektor perkebunan.

Tantangan saat ini dalam memenuhi permintaan yang tinggi akan minyak sawit adalah kendala teknis dalam peningkatan produksi sawit. Produktivitas yang masih rendah pada saat ini yang rata-rata hanya 20 ton TBS/ha/tahun dan rendemen 20%. Produktivitas ini sangat jauh dari visi sawit Indonesia tahun 2020, yaitu memproduksi TBS 35 ton/ha dan rendemen 26% (Nurkhoiry 2011). Tantangan yang lain adanya penurunan produksi sawit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Kemarau yang panjang yang tejadi pada saat diferensiasi kelamin bunga menyebabkan primordial bunga dominan berkelamin jantan. Kekeringan yang terjadi sebelum antesis juga menyebabkan terjadinya keguguran bunga (Mangoensoekarjo 2008). Kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan penurunan produksi sawit hingga 50% dari produksi normal (Nurkhoiry 2011).

Pahan (2008) menyatakan, bahwa kapasitas produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh ukuran tajuk atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis. Faktor-faktor seperti cahaya, suhu, konsentrasi CO2, air, dan keadaan hara merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju fotosintesis, pertumbuhan dan juga produktivitas tanaman. Apabila air dan hara tidak menjadi pembatas, laju fotosintesis bersih ditentukan oleh intensitas cahaya yang masuk sampai daun terbawah.

Ukuran tajuk selain menunjukkan luas permukaan fotosintesis juga menunjukkan luas permukaan transpirasi (Lakitan 1993). Pengaturan luas permukaan daun diperlukan untuk menyeimbangkan antara kapasitas fotosintesis bersih dan pemenuhan permintaan transpirasi tanaman.

Hubungan antara proses fotosintesis dan transpirasi bersifat dinamis karena di Indonesia terjadi dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Perbedaan antara musim tersebut berkaitan dengan fluktuasi ketersediaan air dan intensitas radiasi matahari. Ketersediaan air pada musim hujan sangat tinggi tetapi dengan intensitas radiasi yang rendah, sehingga proses transpirasi dapat berlangsung normal akan tetapi laju fotosintesis menjadi berkurang. Musim kemarau memiliki intensitas radiasi yang tinggi namun terjadi defisit air sehingga laju fotosintesis tinggi namun menyebabkan proses transpirasi menjadi terganggu. Luas tajuk yang tinggi juga akan memperparah transpirasi tanaman kelapa sawit.

(14)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jumlah pelepah optimum yang mendukung produksi tertinggi tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar acuan bagi manajemen kebun dalam pengelolaan tajuk.

Hipotesis

Pengaturan jumlah dan periode mempertahankan pelepah berpengaruh terhadap produksi tanaman kelapa sawit pada beberapa umur tanaman yang berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Menurut Hartley (1977) spesies kelapa sawit terbagi menjadi tiga yaitu Elaeis guineensis, E. odora dan E, oleifera. Kelapa sawit yang dibudidayakan di Indonesia adalah spesies Elaeis guineensis. Lubis (2008) menyatakan bahwa Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika), Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin.

Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah : Divisi : Tracheopyita

Subdivisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermeae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Varietas E. guineensis (kelapa sawit) cukup banyak dan diklasifikasikan dalam berbagai hal. Kelapa sawit dibedakan atas tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, warna buah dan lain-lain. Berdasarkan warna buah varietas kelapa sawit terbagi menjadi varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens (Lubis 2008). Varietas yang sering digunakan di Indonesia adalah varietas Nigrescens yang memiliki warna buah violet sampai hitam waktu muda dan menjadi merah-kuning setelah matang dan dengan komposisi buah tipe tenera karena menghasilkan minyak paling banyak (Mangoensoekarjo 2008).

(15)

3 terdapat pada satu pohon. Perkembangan bunga tiap jenis berkembang terpisah. Bunga dapat menyerbuk sendiri atau silang (Mangoensoekarjo 2008).

Kelapa sawit memiliki akar primer yang tumbuh dari pangkal batang (bole) mencapai ribuan jumlahnya dengan diameter 5 - 10 mm. Akar primer ini kebawah hanya mencapai kedalaman 1.5 m. Akar primer yang mati akan segera diganti dengan yang baru. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 - 4 mm. Akar tersier akan tumbuh dari akar sekunder, diameternya 0.7 - 1.5 mm dan dari akar tersier akan muncul akar kuartener dengan diameter 0.1 - 0.5 mm (Mangoensoekarjo 2008).

Batang kelapa sawit mengalami pembengkakan pada pangkalnya (bole) yang terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal yang tidak memanjang. Fenomena tersebut terjadi pada saat umur tanaman kurang dari 3 tahun. Bongkol batang ini berfungsi memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Mangoensoekarjo 2008).

Pertumbuhan tinggi tanaman berlangsung cukup lambat dan tergantung dari varietas dan jenisnya. Tanaman ini hanya memiliki satu titik tumbuh terminal, sehingga menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lambat hanya mampu untuk mengakomodasi penempelan pelepah pada batang (Mangoensoekarjo 2008). Pertumbuhan batang sawit juga bersifat phototropi sehingga apabila ternaungi menyebabkan pertumbuhan batang menjadi lebih cepat dan diameter batang menjadi kecil (Lubis 2008).

Daun kelapa sawit memiliki susunan daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola tertentu yang disebut filotaksis. Daun yang berurutan dari bawah ke atas membentuk suatu spiral dengan rumus daun 1/8. Spiral ada yang berputar ke kiri dan ke kanan, tetapi kebanyakan arah putaran ke arah kanan. Filotaksis ini penting diketahui agar dapat menentukan letak daun ke-9, ke-17, dan lain-lain yang akan digunakan sebagai standar pengukuran pertumbuhan dan pengambilan contoh daun (Lubis 2008).

Daun terdiri atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya terdapat dua baris duri (spines). Tangkai daun bersambung dengan tulang daun utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri-kanannya terdapat anak-anak daun (pinnata). Tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun (lidi) dan helai daun (lamina). Jumlah produksi daun adalah 30 - 40 daun per tahun pada tanaman yang berumur 5 - 6 tahun. Produksi jumlah daun akan menurun menjadi 20 - 25 daun per tahun setelah berumur lebih dari 6 tahun (Mangoensoekarjo 2008).

(16)

4

sejak fase primordial. Waktu yang dibutuhkan bunga sampai antesis sekitar 33 - 34 bulan (Mangoensoekarjo 2008).

Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Bagian-bagian buah terdiri atas eksokarp (kulit buah), mesokarp (sabut), dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Bagian mesokarp merupakan bagian yang menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO). Biji terdiri atas endokarp (cangkang) dan inti (kernel). Bagian inti terdiri atas endosperm dan embrio. Bagian embrio terdapat bakal daun, haustorium, dan bakal akar. Bagian biji yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit adalah bagian inti (Mangoensoekarjo 2008).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah tropika basah dengan kelas iklim A, B, dan C menurut klasifikasi Schmidth & Ferguson. Tanaman ini dapat ditanam pada ketinggian dengan elevasi mencapai 850 m diatas permukaan laut (dpl). Jumlah curah hujan yang baik untuk tanaman sawit adalah 2000-2500 mm/tahun dengan hujan agak merata sepanjang tahun, atau dapat dibawah 2000 mm/tahun tetapi tidak memiliki defisit air sebanyak 250 mm (Lubis, 2008). Rata-rata suhu maksimum antara 29 − 32 °C dan rata-rata suhu minimum 22 − 24 °C. Penyinaran yang konstan dengan lama penyinaran (fotoperiodesitas) sekurang-kurangnya 5 jam/hari untuk seluruh bulan dalam setahun, dan beberapa bulan diantaranya dengan fotoperiodesitas sampai 7 jam/hari (Mangoensoekarjo 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan alluvial. Tanah yang baik untuk pertumbuhan sawit juga harus memiliki solum yang tebal sekitar 80 cm. Kemasaman tanah yang optimum adalah dengan pH 5 − 5.5 (Lubis, 2008). Tanah dengan pH dibawah 4 perlu dilakukan pengapuran untuk menaikkan pH agar ketersedian hara menjadi berlimpah.

Pengelolaan Tajuk

Pengelolaan tajuk (canopy management) merupakan suatu perlakuan pengaturan dan pemeliharaan kanopi atau tajuk atau daun tanaman. Pengelolaan tajuk yang tepat merupakan aspek kunci maksimalisasi produksi tanaman. Efisiensi tajuk yaitu merubah CO2 dan radiasi matahari menjadi karbohidrat harus lebih besar daripada respirasi. Pasokan karbohidrat untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif ditentukan ukuran luas permukaan hijau daun sebagai penangkap radiasi matahari (Pahan 2008).

(17)

5 Luas daun meningkat secara progresif pada umur sekitar 8 sampai 10 tahun setelah tanam. Meningkatnya luas daun dengan bertambahnya umur tanaman terutama disebabkan oleh bertambahnya anak daun dan rata-rata ukurannya. Produksi daun per tahun pada tanaman yang secara genetik sama, tetapi ditanam pada lingkungan yang berbeda memiliki perbedaan pertumbuhan tajuk. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah. Lingkungan yang lebih favorable umumnya mempercepat terjadinya puncak laju produksi daun pada tanaman muda (Pahan 2008).

Penunasan Pelepah

Kegiatan penunasan pelepah merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman sawit menghasilkan. Penunasan merupakan upaya untuk mengatur jumlah pelepah yang perlu dipertahankam atau tinggal di pohon (PPKS 2007). Tujuan yang lain dalam kegiatan penunasan adalah untuk memudahkan proses pemanenan, melancarkan terjadinya proses penyerbukan secara alami, memudahkan pengamatan buah yang matang panen, dan menjaga sanitasi tanaman (Risza 2010).

Teknik Penunasan Tanaman Kelapa Sawit

Teknik kegiatan penunasan yang sering dilakukan bernama teknik songgo satu dan songgo dua. Teknik yang paling sering dilakukan adalah songgo dua, dimana jumlah pelepah daun yang disisakan dua spiral dari tandan buah yang paling bawah. Songgo satu tidak terlalu berbeda dengan songgo dua, yaitu dengan cara menyisakan satu spiral pelepah yang terdapat pada tandan buah paling bawah (Lubis, 2008).

(18)

6

METODE

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di kebun PT. Kimia Tirta Utama, Grup Astra Agro Lestari, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama lima bulan dari Februari hingga Juni 2013. Kegiatan penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang masih berlangsung dan telah memasuki tahun ke-3. Penelitian ini dimulai dari bulan September 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2013.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit varietas Marihat. Penelitian ini menggunakan 3 kelompok percobaan umur penanaman pada areal tanaman menghasilkan, yaitu :

1. Umur > 13 tahun dengan tahun tanam 1994 dengan jenis tanah mineral 2. Umur 8 − 13 tahun dengan tahun tanam 1999 dengan jenis tanah organik 3. Umur < 8 tahun dengan tahun tanam 2004 dengan jenis tanah organik Peralatan percobaan yang digunakan adalah yang lazim digunakan di kebun seperti parang, dodos, egrek dan timbangan. Alat-alat khusus untuk mengukur keadaan lingkungan tumbuh seperti luxmeter untuk mengukur intensitas cahaya dan thermo-hygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban.

Metode Penelitian

Percobaan terdiri atas 3 set lokasi (blok) dengan umur tanam yang berbeda, yaitu blok OB 20 (umur lebih dari 13 tahun), blok OA 2 (umur 8 sampai 13 tahun) dan blok OK 16 (umur kurang dari 8 tahun). Rancangan perlakuan yang digunakan adalah bersifat faktorial dengan faktor tunggal, yaitu kombinasi antara jumlah pelepah dan periode waktu mempertahankan jumlah pelapah. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan tiap kelompok umur tanaman.

(19)

7 Taraf perlakuan untuk kombinasi faktor jumlah pelepah dan periode waktu mempertahankan jumlah pelepah adalah 6 taraf kombinasi seperti tabel 1 diatas. Tiap kombinasi perlakuan pada masing-masing kelompok umur tanaman diulang 3 kali.

Model aditif linear untuk rancangan yang digunakan adalah : Yij =

µ

+

i +

β

j +

ij

ij : pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf 5% dan dilihat hingga taraf 10%. Jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multitple Range Test (DMRT).

Metode Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini merupakan penelitian berkelanjutan dan memiliki jangka waktu penelitian selama 3 tahun. Penelitian ini telah dimulai dari bulan September sampai bulan Desember 2010 (Catur wulan I tahun I), Januari sampai April 2011 (Catur wulan II tahun I), Mei sampai Agustus 2011 (Catur wulan III

Tahap awal pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan persiapan lapangan percobaan berupa melihat tata letak plot-plot sesuai dengan pengacakan perlakuan dan blok (Lampiran 1). Perlakuan penunasan dilakukan sesuai dengan kode perlakuan untuk masing-masing plot. Satu plot perlakuan terdiri atas 6 baris tanaman kelapa sawit dengan rincian 2 baris ditengah sebagai baris pengamatan, 2 baris pinggirnya sebagai baris pembatas, 2 baris terluar sebagai baris penyangga.

X X X pembatas dan penyangga; b. tanaman contoh)

(20)

8

Baris pengamatan diambil 5 tanaman contoh yang teracak didalamnya. Pengulangan perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Tata letak baris tanaman dalam setiap plot dan tanaman contoh dapat dilihat dalam Gambar 1 diatas.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan jadwal kegiatan pemeliharaan rutin yang terdapat di perkebunan. Kegiatan pemeliharan tersebut meliputi kegiatan pemupukan hara makro maupun mikro, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.

Kegiatan penunasan (pruning) dilakukan berdasarkan taraf kombinasi perlakuan yang diberikan untuk masing-masing plot. Kegiatan penunasan dilakukan diluar jadwal penunasan rutin kebun, karena penunasan merupakan perlakuan yang diberikan terhadap tanaman.

Pemanenan

Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan kriteria TBS mencapai fraksi 3 yaitu TBS telah matang dengan buah bagian luar memberondol 50 % − 75% (Pahan 2008). Kegiatan pemanenan dilakukan mengikuti rotasi panen yang terdapat di kebun. Rotasi panen 6/7 yaitu 6 hari panen dalam waktu 7 hari. Panen pada plot penelitian dilakukan setiap satu minggu, namun rotasi ini dapat berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi di kebun. Kondisi-kondisi tersebut berupa adanya panen puncak dan libur kerja sehingga tenaga kerja kurang.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah hasil. Peubah pengamatan hasil dilakukan pada saat panen. Peubah pengamatan hasil panen meliputi pengamatan jumlah TBS/plot, jumlah TBS tanaman contoh, bobot TBS/plot, bobot TBS tanaman contoh dan bobot TBS rata-rata. Pengamatan hasil dilakukan pada 5 tanaman contoh/plot pada 2 baris pengamatan. Pengamatan peubah hasil dilakukan setiap rotasi panen di kebun.

Data hasil panen lain yang perlu ditambahkan yaitu data hasil pengamatan tahun I dan tahun II. Data keadaan lingkungan tumbuh yang diperlukan untuk mendukung hasil penelitian berupa data iklim mikro (suhu dan kelembaban), data curah hujan dan data kesesuaian lahan (jenis tanah dan kemiringan lahan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(21)

9 Kondisi lahan di blok OK 16 dan OA 02 relatif datar dengan tingkat kemiringan 0 − 8 % dan blok OB 20 memiliki kemiringan landai dengan tingkat kemiringan 8 − 15 %. Jenis tanah di blok OK 16 dan OA 02 termasuk dalam jenis tanah histosol sub grup typic haplohemist. Lapisan saprik pada lapisan atas dengan kedalaman 30 ̶ 50 cm dan hemik pada lapisan bawah. Kedalaman gambut termasuk sangat dalam antara 300 − 500 cm tetapi ada beberapa lokasi di blok OA 02 dengan gambut dangkal kedalaman kurang dari 100 cm (Lampiran 4). Menurut Adiwiganda (2007), tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada berbagai ketebalan tanah gambut dengan syarat tanah gambut memiliki tingkat pelapukan saprik sampai hemosaprik. Selanjutnya, untuk jenis tanah di blok OB 20 termasuk dalam jenis tanah ultisol.

Kesesuaian lahan di blok OK 16 dan OA 02 termasuk kedalam lahan kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas gambut hemik di lapisan bawah (Noor 2001). Pemanfaatan lahan gambut dengan kelas kesesuain S3 harus diimbangi dengan peningkatan kesuburan tanah, pengelolaan air dan gambut. Upaya yang telah dilakukan di dalam meningkatkan kesuburan tanah dan pengelolaan air diantaranya memberikan tanah mineral di sekitar piringan untuk penempatan pupuk, penambahan pupuk tambahan MOP (Muriate of Potash) dan Dolomite (Gambar 2), pembubunan pokok doyong, menjaga tinggi muka air tanah 50 sampai 75 cm dengan cara membuat saluran drainase, dan memonitor ketinggian muka air tanah menggunakan phiezometer.

Kesesuaian lahan di blok OB 20 termasuk kedalam lahan kelas S3 (agak sesuai) dengan faktor pembatas bahan organik rendah dan defisit air tanah. Upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kadar bahan organik dan kebutuhan air tanaman diantaranya, yaitu penambahan bahan organik berupa tandan kosong (Gambar 2) dan abu boiler, pembuatan rorak di dekat piringan, dan membuat embung penampung air.

Hama yang ditemui selama penelitian adalah ulat api, rayap (Coptotermes cuvignathus), dan tikus (Rattus sp.). Hama ulat api yang menyerang ada beberapa jenis yaitu Setora nitens, Darna trima dan Thosea asigna. Hama ini menyerang tanaman kelapa sawit dengan kategori serangan rendah, tetapi muncul setiap bulan. Pengendalian hama ulat api dilakukan dengan pengendalian secara mekanik dan hayati. Hama rayap hanya menyerang beberapa tanaman di blok OK 16 dan OA 02 dengan kategori sedang. Hama tikus hanya teridentifikasi pada blok OK 16 dan OA 02 sedangkan blok OB 20 tidak terlihat karena tanaman terlalu tinggi untuk diamati. Hama ini menyerang dengan kategori rendah dan dikendalikan dengan pengendalian hayati dan kultur tekhnis.

(22)

10

Gambar 2 Defisiensi hara (a. kahat B; b. kahat K) dan aplikasi pemupukan (c. pupuk Dolomite; d. kompos tandan kosong)

Produksi TBS Kelompok Umur < 8 Tahun

Bobot TBS/bulan

Bobot TBS/hektar/bulan pada tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun dipengaruhi secara cenderung nyata oleh kombinasi jumlah pelepah dan periode waktu menurunkan pelepah pada tahun 2010-2011. Pelepah kelapa sawit yang dipertahankan sesuai perlakuan kombinasi C (41-48, 56, 56), D (56, 49-56, 49-56), E (49-49-56, 49-49-56, 41-48) dan F (49-49-56, 41-48, 41-48) memiliki bobot TBS/hektar/bulan/bulan tertinggi. Bobot TBS/hektar/bulan/bulan paling rendah adalah tanaman dengan jumlah pelepah A (41-48, 41-48, 41-48) (Tabel 2). Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot TBS/hektar/bulan/bulan pada tahun 2011-2012 dan 2011-2012-2013.

Tabel 2 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman yang dipertahankan per periodenya A (41-48, 41-48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun menunjukkan pengaruh secara nyata terhadap bobot TBS/pokok/bulan pada tahun 2010-2011. Kombinasi F (49-56, 41-48, 41-48)

d c

(23)

11 menunjukkan hasil yang paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Bobot TBS/pokok/bulan paling rendah ditunjukkan oleh kombinasi B (41-48, 41-48, 49-56) dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 2).

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun memiliki pengaruh yang cenderung nyata tehadap BTR pada tahun 2010-2011. Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah E (49-56, 49-56, 41-48) dan F (49-56, 41-48, 41-48) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh perlakuan kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR selama 3 tahun pada tanaman umur < 8 tahun nyata pada uji Duncan pada taraf 10%

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah pada tanaman berumur < 8 tahun secara statistik menunjukkan pengaruh yang cenderung nyata terhadap bobot TBS/hektar/bulan dan BTR pada tahun pertama. Selanjutnya, juga berpengaruh nyata terhadap bobot TBS/pokok/bulan/bulan pada tahun pertama. Hasil terbaik pada ketiga parameter tersebut diperoleh perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48), walaupun ada beberapa perlakuan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan F (56, 41-48, 41-48) yaitu perlakuan C (41-48, 56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-49-56), E (49-56, 49-56, 41-48) namun hanya terdapat pada salah satu parameter. Perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dapat memberikan hasil terbaik disebabkan kondisi tanaman umur < 8 tahun yang masih pendek. Tanaman pendek memudahkan memanen buah tanpa memotong pelepah sehingga jumlah pelepah tepat sesuai perlakuan. Menurut penelitian Gromikora et al (2014) jumlah pelepah 49-56 pada awal musim hujan dapat memberikan hasil terbaik karena cahaya dan air masih tersedia berimbang, sedangkan pada musim hujan dan kemarau dengan jumlah pelepah 41-48 dapat mendukung produksi secara optimal karena pada musim hujan terdapat faktor pembatas cahaya dan musim kemarau terdapat faktor pembatas air.

Jumlah Tandan/bulan

(24)

12

tahun 2012-2013. Peningkataan jumlah tandan pada tahun 2012-2013 mencapai 32 tandan/hektar/bulan dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 4 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap jumlah tandan/hektar selama 3 tahun pada tanaman umur < 8 tahun

Keterangan : Perlakuan jumlah pelepah yang dipertahankan per periodenya A (48, 48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman kelapa sawit umur < 8 tahun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tandan/pokok pada tahun 2010-2011 hingga tahun 2012-2013. Rataan jumlah tandan/pokok tertinggi terjadi pada tahun 2010-2011 (Tabel 3). Jumlah tandan/pokok tanaman umur < 8 tahun mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun.

Produksi TBS Kelompok Umur 8 − 13 Tahun

Bobot TBS/bulan

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman kelapa sawit umur 8 − 13 tahun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot TBS/hektar/bulan pada tahun 2010-2011 hingga 2012-2013. Sama seperti penelitian Franzedo (2011) menyatakan bahwa kombinasi tersebut tidak signifikan meningkatkan bobot TBS/hektar/bulan tanaman kelapa sawit varietas Marihat berumur > 8 tahun. Berdasarkan rataan bobot TBS/hektar/bulan didapatkan kenaikan bobot TBS berkisar antara 32 dan 254 kg/hektar (Tabel 5). Pengaruh aplikasi terhadap rataan bobot TBS tahun 2012-2013 meningkat dibandingkan tahun 2011-2012. Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh bertambahnya umur tanaman dan bulan basah dengan curah hujan yang tinggi yang mencapai lebih dari 200 mm/bulan. Menurut penelitian Hazriani (2004), menyatakan bahwa meningkatnya ketersediaan air menyebabkan pada waktu pengisian buah berjalan baik sehingga berat buah meningkat.

(25)

13 bobot TBS/pokok/bulan tahun 2012-2013 pada semua perlakuan meningkat 0.3 – 8.6 kg/pokok dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 5 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman umur 8 sampai 13 tahun

Perla kuan

Bobot TBS

2010-2011 2011-2012 2012-2013

kg/ha/bln kg/pkk/bln kg/ha/bln kg/pkk/bln kg/ha/bln kg/pkk/bln

A 1370.7 15.0 1402.6 8.4 1542.3 17.0

Keterangan : Perlakuan jumlah pelepah yang dipertahankan per periodenya A (48, 48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman berumur 8 – 13 tahun menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap BTR tahun 2010-2011 dan 2012-2013. Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tahun 2010-2011 pada perlakuan A (48, 48, 41-48) dan D (49-56, 49-56, 49-56) menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain. BTR terbaik pada tahun 2012-2013 perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh perlakuan kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR selama 3 tahun pada tanaman umur 8 sampai 13 tahun

Perlakuan BTR (kg/tandan) nyata pada uji Duncan pada taraf 5%

(26)

14

gambut (peat yellowing) dengan gejala tanaman yang terserang yaitu banyak pelepah-pelepah tua yang mati mengering (Purba 2009). Tanaman kelapa sawit yang mengalami kuning gambut akan menurunkan produksi jumlah dan ukuran tandan, selain itu juga mengurangi ketahanan tanaman terhadap penyakit (Mangoensoekarjo 2007).

Jumlah tandan/bulan

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tanaman umur 8 sampai 13 tahun menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah tandan/hektar/bulan pada tahun 2010-2011 sampai 2012-2013 (Tabel 7). Berdasarkan nilai rataan jumlah tandan/hektar/bulan tahun 2011-2012 didapatkan bahwa peningkatan jumlah tandan berkisar antara 2 dan 20 tandan/hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Pengaruh kombinasi aplikasi terhadap rataan jumlah tandan tahun 2012-2013 pada semua perlakuan meningkat pada kisaran antara 3 dan 31 tandan/hektar/bulan dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 7 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap jumlah tandan/bulan selama 3 tahun pada tanaman umur 8 − 13 tahun

Keterangan : Perlakuan jumlah pelepah yang dipertahankan per periodenya A (48, 48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan/pokok/bulan pada tahun 2010-2011 sampai 2012-2013 (Tabel 7). Nilai rataan jumlah tandan/pokok tahun 2011-2012 mengalami penurunan jumlah tandan berkisar 0.1 – 0.2 tandan/pokok. Nilai rataan jumlah tandan/pokok/bulan tanaman umur 8 – 13 tahun pada tahun 2012-2013 mengalami peningkatan sebesar 0.2 – 0.6 tandan/pokok/bulan dibandingkan tahun sebelumnya.

Produksi TBS Kelompok Umur > 13 Tahun

Bobot TBS/bulan

(27)

15 TBS/hektar/bulan karena penunasan pada pelepah tua atau pelepah terbawah hanya mempengaruhi bobot TBS dalam skala yang kecil (Rosenfeld 2009). Nilai rataan bobot TBS/hektar/bulan pada tahun 2011-2012 mengalami penurunan sebesar 311 – 448 kg/hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai rataan bobot TBS/hektar/bulan pada tahun 2012-2013 mengalami peningkatan sebesar 61 – 172 kg/hektar dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman umur > 13 tahun

Perla kuan

Bobot TBS

2010-2011 2011-2012 2012-2013

kg/ha/bln kg/pkk/bln kg/ha/bln kg/pkk/bln kg/ha/bln kg/pkk/bln

A 1904.9 13.0 b 1576.4 9.6 1748.2 12.7 nyata pada uji Duncan pada taraf 5%. Perlakuan jumlah pelepah yang dipertahankan per periodenya A (41-48, 41-48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah kelapa sawit umur > 13 tahun berpengaruh nyata terhadap bobot TBS/pokok/bulan pada tahun 2010-2011. Kombinasi yang memiliki nilai paling tinggi terdapat pada perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) (Tabel 8). Jumlah pelepah yang lebih banyak pada musim hujan memaksimalkan penyerapan radiasi matahari. Hal ini dibuktikan oleh Affandi (2014) yang menyatakan bahwa intersepsi radiasi di bawah kanopi sebesar 14 % dari radiasi yang diterima tajuk. Radiasi matahari yang terserap semakin tinggi semakin meningkatkan proses fotosintesis.

(28)

16

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah kelapa sawit umur > 13 tahun berpengaruh nyata terhadap BTR pada tahun 2010-2011 dan 2012-2013. Nilai BTR tertinggi pada tahun 2010-2011 terdapat pada perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48). Sebaliknya, nilai paling rendah terdapat pada perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48) dan B (41-48, 41-48, 49-56). Nilai BTR tertinggi pada tahun 2012-2013 diperoleh perlakuan C (41-48, 49-56, 49-56) dan D (49-56, 49-56, 49-56) (Tabel 9).

Perubahan yang terjadi antara perlakuan terbaik pada tahun 2010-2011 dan perlakuan terbaik tahun 2012-2013 karena jumlah pelepah pada tahun 2012-2013 tidak sesuai perlakuan akibat dari tanaman yang sudah terlalu tinggi yang menghambat pemanenan buah, sehingga untuk memudahkan pemanenan pada tanaman yang tinggi diperlukan penurunan pelepah penyangga buah. Keadaan tersebut menyebabkan pemangkasan berlebih pada tanaman kelapa sawit. Sesuai dengan Breure (2010) yang menyatakan bahwa tanaman berumur > 10 tahun memiliki LAI rendah karena over pruning yang mengakibatkan produksi bobot TBS/hektar rendah.

Jumlah tandan/bulan

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah kelapa sawit umur > 13 tahun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan/hektar/bulan pada tahun 2010-2011 sampai 2012-2013 (Tabel 9). Berdasarkan nilai rataan jumlah tandan/hektar/bulan tahun 2011-2012 mengalami penurunan 7 – 16 tandan/hektar/bulan dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi pertanaman yang tinggi pada kelapa sawit yang berumur > 13 tahun menyulitkan pekerja dalam melakukan penyerbukan secara manual sehingga menghambat proses polinasi. Cekaman kekeringan dan polinasi yang buruk, yang diakibatkan oleh keduanya atau secara terpisah akan memicu rendahnya produksi tandan (Harun dan Noor 2002).

Tabel 10 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap jumlah tandan/bulan selama 3 tahun pada tanaman umur > 13 tahun

Keterangan : Perlakuan jumlah pelepah yang dipertahankan per periodenya A (48, 48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

(29)

17 Berdasarkan nilai rataan jumlah tandan/pokok/bulan tahun 2011-2012 terlihat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan karena produksi jumlah tandan lebih dipengaruhi perbandingan antara bunga betina dan seluruh bunga (seks rasio). Menurut Siregar (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seks rasio meliputi umur tanaman, jumlah hari kering, penyinaran matahari dan curah hujan. Selanjutnya, Harun dan Noor (2002) menyatakan jumlah tandan dipengaruhi pemupukan dan polinasi.

Produksi TBS Kumulatif Semua Kelompok Umur

Bobot TBS kumulatif selama 3 tahun

Berdasarkan hasil pengamatan bobot TBS kumulatif dari tanaman berumur < 8 tahun dan 8 – 13 tahun menunjukkan bahwa kombinasi tersebut berpengaruh nyata. Kombinasi tersebut berpengaruh nyata terhadap bobot TBS/pokok/ 3 tahun pada tanaman berumur < 3 tahun dan 8 – 13 tahun. Selain itu juga berpengaruh cenderung nyata terhadap bobot TBS/ha/3 tahun pada tanaman berumur 8 – 13 tahun. Perlakuan terbaik untuk bobot TBS/pokok/ 3 tahun pada tanaman < 8 tahun adalah perlakuan A (41-48, 41-48, 41-48), C (41-48, 49-56, 49-56), D (49-56, 49-(49-56, 49-56), E (49-(49-56, 49-(49-56, 41-48) dan F (49-(49-56, 41-48, 41-48). Perlakuan pada tanaman 8 – 13 tahun untuk bobot TBS/ha/3 tahun terbaik adalah B (41-48, 41-48, 49-56) dan untuk bobot TBS/pokok/3 tahun yang terbaik adalah B (41-48, 41-48, 49-56), E (49-56, 49-56, 41-48) dan F (49-56, 41-48, 41-48) (Tabel 11).

Tabel 11 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS kumulatif semua kelompok umur selama 3 tahun yang dipertahankan per periodenya A (41-48, 41-48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

(30)

18

pada tanaman terutama pada waktu musim kemarau. Menurut Sunarko (2007) curah hujan dan lamanya penyinaran matahari memiliki korelasi dengan produksi kelapa sawit. Selanjutnya, Tanaman kelapa sawit yang mengalami cekaman kekeringan pada saat pembentukan kelamin akan menurunkan seks rasio (Siregar 1998).

Pengaturan jumlah pelepah juga berpengaruh nyata terhadap BTR kumulatif pada tanaman berumur 8 – 13 dan > 13 tahun. Nilai BTR yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah, untuk tanaman berumur 8 – 13 tahun adalah perlakuan F (49-56, 41-48, 41-48) dan tanaman berumur > 13 tahun adalah perlakuan E (49-56, 49-56, 41-48) dan F (49-56, 41-48, 41-48). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman berumur 8 – 13 tahun dan > 13 tahun dengan jumlah pelepah berubah selama setahun memiliki nilai BTR lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan jumlah pelepah tetap.

Tabel 12 Pengaruh perlakuan kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap BTR kumulatif selama 3 tahun pada semua kelompok umur nyata pada uji Duncan pada taraf 5%

Jumlah tandan/bulan

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah tandan kumulatif dari tanaman berumur < 8 tahun dan 8 – 13 tahun menunjukkan bahwa kombinasi tersebut berpengaruh nyata. Kombinasi tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan/pokok/ 3 tahun pada tanaman berumur < 3 tahun dan 8 – 13 tahun. Selain itu juga berpengaruh cenderung nyata terhadap jumlah tandan/ha/3 tahun pada tanaman berumur 8 – 13 tahun. Perlakuan terbaik untuk jumlah tandan/pokok/ 3 tahun pada tanaman < 8 tahun adalah perlakuan D 56, 49-56, 49-56), E (49-56, 49-(49-56, 41-48) dan F (49-(49-56, 41-48, 41-48). Perlakuan pada tanaman 8 – 13 tahun untuk jumlah tandan/ha/3 tahun terbaik adalah B (41-48, 41-48, 49-56) dan untuk jumlah tandan/pokok/3 tahun yang terbaik adalah B (41-48, 41-48, 49-56), E (49-56, 49-56, 41-48) (Tabel 13).

(31)

19 mudah dicapai, sedangkan pada waktu musim kemarau pelepah tua lebih cepat mengering terutama di tanah gambut.

Tabel 13 Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap jumlah tandan/bulan kumulatif selama 3 tahun pada semua kelompok umur yang dipertahankan per periodenya A (41-48, 41-48, 41-48), B ( 41-48, 41-48, 49-56), C (41-48, 49-56, 49-49-56), D (49-56, 49-56, 49-46), E (49-56, 49-56, 41-48), F (49-56, 41-48, 41-48)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kombinasi jumlah pelepah dan periode waktu mempertahankan pelepah dapat mendukung produksi tertinggi tanaman kelapa sawit. Kombinasi jumlah pelepah dan periode waktu mempertahankan pelepah efektif untuk meningkatkan bobot TBS, jumlah tandan, dan bobot tandan rata-rata.

Kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah yang efektif untuk mendukung produksi optimum tanaman kelapa sawit berumur < 8 tahun, 8 sampai 13 tahun dan > 13 tahun adalah perlakuan F (49-56, 48, 41-48).

Saran

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda R. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Mangoensoekarjo S, editor. Yogyakarata (ID): Gadjah Mada University Press.

Affandi AB. 2014. Karakteristik radiasi matahari pertanaman kelapa sawit (Implikasinya terhadap iklim mikro dan potensi tanaman sela) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Basiron Y, Chan KW. 2004. The oil palm and its sustainability. J. Oil Palm Res. 16: 1-10.

Breure CJ. 2010. Rate of leaf expansion : A criterion for identifying oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) types suitable for planting at high densities. NJAS-Wageningen J. Life sci. 57 : 141-147.

Fransedo A. 2011. Pengaturan jumlah pelepah untuk kapasitas produksi optimum tanaman kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq.) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Jakarta (ID): UI Press. 698 hal.

Growmikora N. 2013. Permodelan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit berbagai taraf dan periode penunasan pelepah [tesis]. Bogor (ID): Institut

Hazriani R. 2004. Hubungan antara ketersedian air tanah dengan produksi tandan buah kelapa sawit di area pt. Sinar Dinamika Kapuas 1 kabupaten Sintang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada. 205 hal.

Lubis AU. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia Ed ke-2. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 362 hal

Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Mangoensoekarjo S, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Mangoensoekarjo S. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. 605 hal.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Nurkhoiry R. 2011. Ekspansi lahan sawit berkurang. PPKS Kelapa Sawit Dalam Berita Edisi April-Juni 2011.

Nurkhoiry R. 2011. Perlu terobosan teknologi tingkatkan produktivitas kelapa sawit. PPKS Kelapa Sawit Dalam Berita Edisi April-Juni 2011: 27-30 Pahan I. 2008. Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.

Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. 411 hal.

(33)

21 Purba RY. 2009. Penyakit-Penyakit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di

Indonesia. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Risza S. 2010. Masa Depan Perkebuanan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius. 236 hal.

Rosenfeld E. 2009. Effect of pruning on the health of palms. Arboriculture & Urban Forestry 35 (6) : 294−299

Siregar HH. 1998. Model simulasi produksi kelapa sawit berdasarkan karateristik kekeringan kasus kebun kelapa sawit Lampung [tesis]. Bogor (ID) :Institut Pertanian Bogor.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Lampiran 1 Bagan pengacakan perlakuan Kelompok

umur (tahun) Blok Ulangan Acak Perlakuan Pelepah < 8

OB-20

1 A B C D E F

2 F A B C D E

3 E F A B C D

8 − 13 OA-2

1 D E F A B C

2 C D E F A B

3 B C D E F A

 13

OK-16

1 A B C D E F

2 F A B C D E

(34)

22

Lampiran 3 Data curah hujan KTU tahun 2003 sampai 2012

Bulan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH

Jan 14 315 5 65 3 40 14 167 7 123 3 65 9 143 1 99 5 265 5 102 Feb 9 114 5 118 2 9 8 73 4 55 5 258 8 140 10 245 2 44 12 163 Mar 17 273 15 263 6 144 8 71 4 44 12 480 16 180 11 227 8 87 10 240 Apr 19 275 12 198 6 117 9 134 11 319 14 221 9 186 6 58 15 196 13 221 Mei 9 146 9 181 7 118 12 229 11 179 5 86 10 201 7 252 8 162 8 190 Jun 7 176 5 91 2 12 4 79 5 74 9 125 3 29 6 89 4 105 6 72 Jul 8 145 13 235 0 0 4 93 7 105 6 202 1 60 9 190 8 281 6 154 Ags 6 144 6 112 0 0 3 65 2 24 7 101 10 103 6 61 5 94 4 96 Sep 5 124 7 88 2 23 9 155 12 155 12 406 12 273 6 97 6 112 8 214 Okt 9 270 11 317 10 173 6 62 8 264 7 213 8 246 4 100 11 260 16 261 Nov 7 179 7 170 13 371 11 187 12 218 8 368 7 137 3 39 17 346 25 452 Des 12 180 8 123 8 164 15 345 11 243 9 120 9 280 10 176 11 232 15 248 Jumlah 122 2341 103 1971 59 1170 103 1660 94 1801 97 2645 102 1977 79 1632 100 2184 128 2411

BB 12 9 6 6 8 10 10 6 9 10

BK 0 0 6 0 3 0 1 2 1 0

Keterangan: HH : Hari hujan CH rata-rata = 1979.2 mm/tahun

CH : Curah hujan (mm) HH rata-rata = 98.7 hari

BB : Bulan basah (>100 mm) Q = ���� −������

���� −������

Q : Nilai untuk menentukan batas-batas iklim = 1.3

8.6

Klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson: = 0.151 (tipe iklim B)

A : Daerah sangat basah E : Daerah agak kering

B : Daerah basah F : Daerah kering

C : Daerah agak basah G : Daerah sangat kering

(35)
(36)

24

(37)
(38)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen, provinsi Jawa Tengah pada tanggal 31 Juli 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Y.A. Sudarsono dan Ibu C. Tini Lestari.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD N Mojo Sragen, kemudian pada tahun 2006 penulis menyelesaikan studi di SMP N 5 Sragen. Selanjutnya penulis lulus dari SMA N 2 Sragen pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis diterima di departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB melalui jalur USMI. Tahun 2009 penulis menjadi Komti kelas A01 TPB-46 IPB. Tahun 2011-sekarang aktif sebagai pengurus UKM KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik) sebagai anggota divisi kerohanian. Penulis juga mengikuti kepanitian Farmer Field Day pada tahun 2010 sebagai anggota divisi acara. Tahun 2012 menjadi anggota divisi logistik dan transportasi pada acara Kuliah Lapang AGH 46. Selanjutnya ditahun yang sama menjadi ketua pelaksana Misa Awal Tahun Ajaran (MATA) 2012.

Gambar

Tabel 1  Perlakuan jumlah pelepah pada periode musim dalam setahun
Gambar 1 Tata letak baris dalam plot (a. letak baris
Gambar 2  Defisiensi hara (a. kahat B; b. kahat K) dan aplikasi pemupukan
Tabel 5  Pengaruh kombinasi jumlah pelepah dan periode mempertahankan pelepah terhadap bobot TBS/bulan selama 3 tahun pada tanaman umur 8 sampai 13 tahun
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh kombinasi penggunaan pupuk batuan fosfat terhadap tinggi tanaman menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan penggunaan SP-36 dan pengaruh tunggal penggunaan

(2012) bahwa kapasitas antioksidan lignin tergantung banyak faktor seperti jenis bahan baku yang digunakan, metode ekstraksi, kondisi isolasi selama perlakuan, konsentrasi lignin

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat 3 jenis penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yaitu busuk tandan (tingkat serangan 35%),

Emisi karbon pada produksi minyak kelapa sawit di lokasi terdeteksi pada jenis lahan, konsumsi solar, konsumsi listrik, bahan bakar rumah tangga, pemupukan, dan limbah

Pengaruh kombinasi penggunaan pupuk batuan fosfat terhadap tinggi tanaman menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan penggunaan SP-36 dan pengaruh tunggal penggunaan

Jumlah pelepah yang lebih sedikit pada bulan kering atau pada saat musim kemarau pada perlakuan songgo satu diharapkan dapat menjaga efisiensi terhadap penggunaan air yang berlebihan

Jenis pekerjaan preventif dalam pengendalian hama yang sering dilakukan adalah sensus hama secara berkala dan penanaman beneficial plant, sedangkan untuk pengendalian secara

Pengaruh kombinasi penggunaan pupuk batuan fosfat terhadap tinggi tanaman menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan penggunaan SP-36 dan pengaruh tunggal penggunaan