(
Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh:
EVA MANDONNA SIADARI 050904054
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza, serta berusaha untuk mengungkap penggunaan kekerasan simbolik yang terdapat dalam pemberitaan diantara dua surat kabar tersebut.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis isi, yaitu selain menganalisa data dalam bentuk data deskriptif yang memuat frekuensi kemunculan setiap kategori, maka selanjutnya data tersebut dianalisa kembali, karena dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk meneliti pesan-pesan media massa secara sistematis dan objektif. Populasi dari penelitian ini adalah SKH Kompas dan Waspada terbitan 28 Desember 2008 sampai 28 Januari 2009 yang memuat pemberitaan mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza. Dimana, penulis memperoleh 90 item berita yang layak uji.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SKH Kompas lebih dominan menampilkan berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza dalam bentuk straight news di halaman khusus (Rubrik Internasional) dengan memberikan porsi yang lebih kepada pihak Israel sebagai narasumber pelaku langsung dan PBB sebagai narasumber bukan pelaku langsung, serta banyak memberikan penggambaran negatif terhadap Israel melalui penggunaan kekerasan simbolik stigmatisasi/ labelisasi. Berbeda dengan SKH Waspada yang lebih banyak menempatkan pemberitaan mengenai agresi Israel tersebut di halaman depan baik sebagai headline maupun non-headline. Dalam pemberitaannya, Waspada menampilkan pihak Israel secara lebih dominan sebagai narasumber pelaku langsung, dan masyarakat/ tokoh luar negeri sebagai narasumber bukan pelaku langsung. Penggambaran yang negatif atas Israel juga lebih banyak terdapat dalam ke-43 item berita Waspada dengan menggunakan labelling terhadap Israel.
Tiada kata yang dapat menggambarkan rasa syukur penulis karena dapat
menyelesaikan tugas akhir ini, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penolong sejati yang akan
selalu ada disaat aku membutuhkan-Nya.
Sebagaimana diketahui, salah satu media massa yang sarat dengan informasi adalah
pers. Pers merupakan cerminan realitas karena pers dasarnya merupakan media massa yang
lebih menekankan fungsinya sebagai sarana pemberitaan. Dan berita adalah bagian dari
realitas sosial yang dimuat media karena memiliki nilai yang layak untuk disebarkan pada
masyarakat.
Penelitian dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana media surat
kabar menyajikan sebuah pemberitaan yang layak untuk diketahui oleh masyarakat, dan
memberikan penggambaran terhadap isi beritanya. Dan semoga penelitian ini bermanfaat
dalam menggambarkan isi pesan dari penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur
Gaza sehingga menjadi informasi yang layak untuk dikonsumsi masyarakat.
Skripsi ini sendiri dapat terselesaikan atas jerih payah penulis dengan dibantu
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas semua dukungan,
materi, semangat, dan doa bagi kelancaran akademik penulis.
2. Terima kasih secara akademis kepada Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku
Dekan FISIP USU.
3. Bapak Drs. Amir Purba, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
USU.
4. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
5. Bapak Drs. HR. Danan Djaja, M.A, dosen pembimbing bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas saran dan kesedian waktunya untuk
6. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS sebagai dosen wali penulis semasa perkuliahan.
7. Jajaran dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU atas
ilmu yang telah dibagikan kepada penulis selama perkuliahan. Terima kasih juga
kepada Kak Ros, Kak Icut dan Kak Maya yang telah membantu penulis dalam hal
administrasi akademik.
8. Untuk kakak dan adikku, serta keluarga besarku. Terima kasih atas nasehat,
dukungan, dan doa yang telah diberikan. Bagiku keluarga adalah pangkalan dimana
semua rasa bertemu –kasih, kesabaran, dan ketentraman jiwa– yang memberiku
inspirasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Keluarga adalah tempat
perbaikan diri dimana aku semakin menyadari bahwa aku senantiasa membutuhkan
Tuhan dan sesama.
9. Terima kasih yang besar penulis sampaikan untuk SUARA USU, tempat dimana aku
belajar pertama kalinya kehidupan jurnalistik. Atas semua ilmu, proses pembelajaran
dan pendewasaan diri, pertemanan, kerja sama, kegembiraan, dan kekecewaan yang
pernah dilalui bersama selama tiga tahun. Sungguh merupakan kenangan tersendiri
bagi aku yang akan selalu diingat dan disimpan sampai nanti. Untuk kakanda, Ratni
Hardiana, Rinaldi Sikumbang, Ramita Harja, dan yang lainnya. Untuk teman-teman
seperjuangan, Ade, Mimi, Mona, Wina, serta adik-adik junior Chabet, Dewi, Fanny,
Sierra, Zizah, dan yang lainnya. Terima kasih atas semua cerita dan hari-hari yang
pernah kita lalui di Jl. Universitas No. 32B.
10.Khusus untuk Fransisca Purba, Sondang Rajagukguk dan Nova Friska Sitinjak, terima
kasih untuk semua motivasi, cerita, berbagi waktu dan obrolan yang telah kita
habiskan bersama selama empat tahun ini, baik di kampus, SUARA USU, maupun di
tempat lain.
11.Untuk Novalinda, teman sebimbingan yang telah memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
12.Khusus juga buat Imaniuri Silaban. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya
13.Teman-teman seangkatan 2005 yang telah mengisi hari-hari penulis di perkulihan.
Gurning, Lilis, Icha, Maria, Yenti, Fika, Novalina, Lora, dan lainnya yang tidak
penulis sebutkan satu per satu.
14.Untuk sahabat-sahabatku di manapun kalian berada, Erma, Corry, Hanna, Roris,
Saputri, Yolanda, Veni, dan teman-teman SMU lainnya. Semoga pertemanan ini tetap
terjaga dan sukses yang akan kita raih bersama.
15.Untuk kru Kippas, kak Pily, bang Alan, bang Truli yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk berdiskusi bersama dan atas kesediannya meminjamkan koran, jurnal
dan bahan klipingan untuk keperluan penelitian ini.
16.Serta semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat, terutama dalam hal mengkaji media melalui
pendekatan kuantitatif. Terima kasih.
Medan, Juni 2009
Eva Mandonna Siadari
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I.2. Perumusan Masalah ... 6
I.3. Pembatasan Masalah ... 7
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
I.5. Kerangka Teori ... 8
I.6. Kerangka dan Operasionalisasi Konsep ... 23
I.7. Sistematika Penulisan... 29
BAB II URAIAN TEORITIS ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Deskripsi Objek Penelitian III.1.1 Surat Kabar Harian Kompas ... 44
III.1.2 Surat Kabar Harian Waspada ... 47
III.2. Metode Penelitian ... 49
III.3. Objek Penelitian ... 51
III.4. Operasionalisasi Konsep/ Variabel Penelitian III.4.1 Operasional Konsep ... 52
III.4.2 Operasional Variabel ... 53
III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 56
III.6. Teknik Analisa Data... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisa Data Deskriptif ... 59
IV.2 Diskusi Hasil Penelitian ... 94
BAB V PENUTUP
Tabel 4.2 Posisi Penempatan Berita di SKH Kompas... 61
Tabel 4.3 Posisi Penempatan Berita di SKH Waspada ... 62
Tabel 4.4 Bentuk Penyajian Berita di SKH Kompas ... 64
Tabel 4.5 Bentuk Penyajian Berita di SKH Waspada ... 65
Tabel 4.7 Narasumber Pelaku Langsung di SKH Waspada ... 69
Tabel 4.8 Narasumber Bukan Pelaku Langsung di SKH Kompas ... 71
Tabel 4.9 Narasumber Bukan Pelaku Langsung di SKH Waspada ... 74
Tabel 4.10 Penggambaran Pemerintah Palestina di SKH Kompas ... 75
Tabel 4.11 Penggambaran Pemerintah Palestina di SKH Waspada ... 76
Tabel 4.12 Penggambaran Pihak Israel di SKH Kompas ... 77
Tabel 4.13 Penggambaran Pihak Israel di SKH Waspada ... 79
Tabel 4.14 Penggambaran Pihak Hamas di SKH Kompas ... 80
Tabel 4.15 Penggambaran Pihak Hamas di SKH Waspada ... 82
Tabel 4.16 Kekerasan Simbolik di SKH Kompas... 85
Tabel 4.17 Kekerasan Simbolik di SKH Waspada ... 88
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “Studi Analisis Isi Tentang Pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyajian berita-berita seputar agresi Israel ke Jalur Gaza, serta berusaha untuk mengungkap penggunaan kekerasan simbolik yang terdapat dalam pemberitaan diantara dua surat kabar tersebut.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis isi, yaitu selain menganalisa data dalam bentuk data deskriptif yang memuat frekuensi kemunculan setiap kategori, maka selanjutnya data tersebut dianalisa kembali, karena dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk meneliti pesan-pesan media massa secara sistematis dan objektif. Populasi dari penelitian ini adalah SKH Kompas dan Waspada terbitan 28 Desember 2008 sampai 28 Januari 2009 yang memuat pemberitaan mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza. Dimana, penulis memperoleh 90 item berita yang layak uji.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Serangan udara yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza pada Sabtu, 27 Desember 2008
lalu, merupakan suatu peristiwa yang menarik perhatian semua orang di berbagai negara di
dunia dan menjadi sumber pemberitaan yang bernilai tinggi bagi setiap media massa. Bukan
hanya karena ada konflik yang menyertainya, tetapi juga karena akibat yang ditimbulkannya.
Bahkan gempuran rudal milik Israel yang berjatuhan di Gaza City merupakan
serangan Israel yang paling dahsyat terhadap Palestina sejak 25 tahun terakhir dengan jumlah
korban jiwa yang sungguh di luar akal sehat: lebih dari 400 orang dalam tempo sepekan!
PBB memperkirakan, setidaknya ada 100 anak-anak Palestina dari 442 korban tewas
dalam serangan Israel hingga hari ketujuh. Korban cedera akibat serangan tersebut dari yang
ringan hingga parah sekitar 2.000 orang.1
Selain menimbulkan banyaknya korban jiwa, peristiwa ini juga memunculkan
kekalutan luar biasa. Banyak warga Gaza yang berniat mengungsi ke wilayah Mesir melalui
perbatasan Rafah. Namun, adanya kebijakan negara Mesir yang menutup perbatasan tersebut
malah meluapkan kemarahan negara-negara Arab terhadap Israel dan Mesir. Kejadian ini
menimbulkan kecemasan, wilayah Timur Tengah akan kembali terjerumus dalam
ketidakstabilan baru.
Agresi yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza sejak 27 Desember lalu ini merupakan
bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas dan konflik berkelanjutan antara bangsa Israel
dan Palestina. Jalur Gaza yang merupakan daerah konflik Israel-Hamas adalah wilayah yang
1
Surat Kabar Harian Kompas, 3 Januari 2009, PT Kompas Media Nusantara, hlm. 1.
terletak di bagian Tenggara Tanah Palestina dengan panjang sekitar 35 kilometer dan lebar
antara lima sampai tujuh kilometer. Daerah ini pernah dikuasai Kekhalifahan Utzmaniah
(Otoman) sejak tahun 1517 sampai tahun 1917 saat kekhalifahan itu runtuh. Setelah itu
masuk dalam mandat Inggris sampai tahun 1947.
Pada 2 November 1917, Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang
pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan “tanah air” bagi kaum Yahudi di
Palestina. Selang 30 tahun berlalu, tepatnya pada 14 Mei 1948, Israel secara sepihak
mengumumkan diri sebagai negara Yahudi dan Inggris keluar dari Palestina. Mesir, Suriah,
Irak, Lebanon, Yordania dan Arab Saudi pun menabuh genderang perang melawan Israel.
Sejak tahun 1948 tersebut, nyaris Tanah Palestina tidak pernah sepi dari peperangan.
Setelah perang, Gaza dikuasai Mesir hingga 1948, lalu direbut Israel pada tahun 1967. Perang
besar Arab-Israel yang berlangsung pada tahun 1967, membuat perjuangan bangsa Palestina
untuk mewujudkan sebuah negara Palestina semakin berat. Israel masih tetap menduduki
Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur yang merupakan wilayah Negara Palestina
Merdeka.
Berbagai perundingan damai turut digalakkan untuk mengakhiri konflik
Israel-Palestina. Seperti misalnya, pada 13 September 1993, Israel dan PLO bersepakat untuk saling
mengakui kedaulatan masing-masing. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo.
Namun, perseteruan kembali terjadi ketika pada 25 Januari 2006, faksi Hamas
(Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah, Gerakan Perlawanan Islam) memenangkan pemilu
legislatif Palestina dan menyudahi dominasi faksi Fatah (faksi terbesar dalam PLO,
Organisasi Pembebasan Palestina yang didirikan oleh Yaser Arafat) selama 40 tahun.
Perpecahan kedua faksi di Palestina ini mencapai puncaknya ketika Hamas mengambil alih
Ketegangan di Gaza kian meningkat memasuki awal hingga pertengahan tahun 2008.
Israel memutus suplai gas dan listrik. Hingga pada November 2008, Hamas kemudian
membatalkan keikutsertaannya dalam pertemuan unifikasi Palestina di Kairo, Mesir. Hamas
menolak memperbaharui perjanjian gencatan senjata enam bulan dengan Israel yang akan
berakhir pada 19 Desember 2008. Serangan roket kecil oleh Hamas yang berjatuhan di
wilayah Israel pun menjadi awal dimulainya agresi Israel ke Jalur Gaza.
Balasan atas serangan roket dan aktivitas teror yang berkelanjutan yang dilakukan
Hamas dari Jalur Gaza, dengan kerapnya peluncuran roket dengan target warga sipil, diklaim
Israel sebagai alasan membombardir Jalur Gaza akhir Desember lalu.
Sebaliknya, Deputi Kepala Biro Politik Hamas, Musa Abu Marzouq, menyatakan
keputusan Hamas membidikan roket-roket ke Israel tanpa memastikan itu sasaran militer,
adalah upaya pertahanan diri Palestina dari intimidasi Israel yang selalu menyerang kaum
sipil pendukung Hamas.
Memasuki hari ke-14, pasukan militer Israel yang disebut Operation Cast Lead ini
kembali melancarkan serangan udara ke setidaknya 40 titik di Jalur Gaza. Pertempuran pada
Sabtu, 10 Januari 2009 ini berkobar setelah Israel dan Hamas tidak mempedulikan resolusi
Dewan Keamanan PBB yang menyerukan agar gencatan senjata di Gaza diberlakukan.
Resolusi yang ditandatangani 14 negara anggota DK tersebut menyerukan agar gencatan
senjata harus diterapkan segera dengan durasi lama, sehingga Israel mau menarik pasukannya
keluar dari Gaza.
Berita penyerangan Israel ke Jalur Gaza yang sudah menelan korban jiwa hingga
1.245 orang, mencederai sekitar 5.300 orang serta menimbulkan kerugian material sekitar Rp
5,2 triliun, turut memenuhi ruang dan waktu dalam pemberitaan di setiap media. Tak
media tersebut yang menjadikan topik penyerangan Israel ke Jalur Gaza sebagai berita utama
(headline) surat kabar mereka.
Tak salah jika media berlomba-lomba untuk menampilkan pemberitaan seputar agresi
Israel ke Jalur Gaza ini sebagai headline di surat kabar mereka. Masing-masing media
berusaha menyediakan ruang dan waktu demi mendapatkan berita yang utuh terkait peristiwa
tersebut.
Namun dalam hal ini, media massa dituntut untuk bekerja secara profesional dengan
tidak melakukan pemberitaan yang memihak atau menyudutkan salah satu pihak. Walau pada
kenyataannya, tiap-tiap institusi media seringkali memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam
menempatkan dan menonjolkan isu-isu tertentu.
Menurut Antonio Gramsci, media dapat dilihat sebagai ruang di mana berbagai
ideologi dipresentasikan. Ini berarti, media bisa menjadi sarana penyebaran ideologis
penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa
menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur
dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi
instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.2
Beberapa media dalam menyajikan pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza”
mungkin saja bersifat netral dan bukan tidak mungkin berpihak terhadap Palestina ataupun
Israel. Keberpihakan tersebut dapat terlihat melalui frekuensi kemunculan pemberitaan
“Agresi Israel ke Jalur Gaza”, ataupun dari bagaimana masing-masing media
menggambarkan pihak yang terlibat konflik, apakah media tersebut memberikan gambaran Artinya berita yang diproduksi tidak dihasilkan dalam sebuah ruang hampa. Ada
orang-orang atau pihak yang terlibat dalam proses melahirkan sebuah berita berikut aspek
kepentingan dan konflik yang menyertainya.
2
yang positif atau negatif atau justru memberikan porsi yang sama antara gambaran yang
positif dan negatif dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.
Dengan menggunakan metode analisis isi diharapkan dapat mengetahui bagaimana
media menyajikan pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza”.
Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya yang khas. Pertama, dengan
metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab peneliti tidak bisa mempengaruhi objek yang
dihadapinya. Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima tanpa si
penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si peneliti.
Penelitian ini secara umum berusaha melihat bagaimana sikap media Indonesia
terhadap agresi yang dilakukan Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza. Dalam melakukan
pemberitaan tentang konflik Israel dan Palestina ini, media tertentu harus adil dan berupaya
agar berita tersebut tidak mengunggulkan ataupun menjatuhkan salah satu pihak yang
bertikai.
Dua surat kabar yang menjadi objek penelitian ini adalah Surat Kabar Harian (SKH)
Kompas dan Waspada. Pemilihan SKH Kompas adalah karena harian ini berskala nasional
dan kualitas pemberitaannya sudah diakui masyarakat Indonesia. Sedangkan SKH Waspada,
harian terbesar di Sumatera Utara, peneliti anggap dapat mewakili harian lokal dalam
memberitakan peristiwa tersebut. Selain itu, dari perspektif sejarah, kedua harian ini telah
lama berdiri dan mapan.
Hal-hal yang terurai di atas kemudian melatarbelakangi ketertarikan peneliti untuk
melakukan penelitian tentang pemberitaan yang berkaitan dengan agresi Israel ke Jalur Gaza
di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada yang terbit dari edisi 28 Desember 2008 sampai
dengan 28 Januari 2009 dengan menggunakan metode analisis isi.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat
dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana frekuensi kemunculan dan posisi penempatan berita "Agresi Israel ke
Jalur Gaza" di SKH Kompas dan Waspada?
2. Bagaimana bentuk penyajian berita "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan
Waspada?
3. Bagaimana isi pesan pemberitaan "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH Kompas dan
Waspada dilihat dari penggambaran terhadap pihak yang berkonflik serta ada
tidaknya pemakaian kata-kata atau kalimat yang menunjukkan kekerasan simbolik?
I.3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas dan memfokuskan arah penelitian
yang akan dilakukan, maka peneliti menetapkan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Artinya bahwa penerapan
metode analisis isi ini sebatas melihat kecenderungan isi media terhadap isu-isu atau
topik permasalahan tertentu, yang kemudian mengkuantifikasikan isi pemberitaan
media dengan menghitung jumlah frekuensi tema-tema atau topik-topik tertentu.
2. Penelitian hanya dilakukan pada SKH Kompas dan Waspada.
3. Penelitian hanya dilakukan pada pemberitaan mengenai “Agresi Israel ke Jalur Gaza”
yang terbit pada 28 Desember 2008 - 28 Januari 2009.
4. Penelitian dilakukan pada berita “Agresi Israel ke Jalur Gaza” dengan memuat
kategori yang meliputi posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita, narasumber
berita, penggambaran terhadap pihak yang berkonflik dan penggunaan kekerasan
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui frekuensi kemunculan berita “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di SKH
Kompas dan Waspada.
2. Untuk mengetahui isi pesan pemberitaan "Agresi Israel ke Jalur Gaza" di SKH
Kompas dan Waspada dilihat dari posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita,
narasumber berita, penggambaran terhadap pihak yang berkonflik serta ada tidaknya
pemakaian kata-kata atau kalimat yang menunjukkan kekerasan simbolik.
3. Untuk mengetahui arah pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di SKH Kompas
dan Waspada
I.4.2. Manfaat Penelitian
1. Menguji pengalaman teoritis penulis selama mengikuti studi di Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU terutama dalam bidang Jurnalistik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pikir penulis dalam
melengkapi perbendaharaan penelitian mengenai analisis media.
3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini menjadi suatu referensi bagi pengelolaan
berita politik luar negeri di kedua harian tersebut.
I.5. Kerangka Teori
Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan
kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk membantu memahami atau
menjelaskan fenomena sosial yang diteliti.3
3
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 45
Adapun fungsi teori disini juga untuk memberi bantuan dalam ketajaman analisis
peneliti terhadap masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, teori yang relevan
digunakan adalah:
I.5.1 Pendekatan Isi Media
Dalam pembentukan sebuah berita, terlebih dahulu melewati proses yang rumit dan
banyaknya faktor yang berpotensi untuk mempengaruhi berita tersebut. Ada banyak
kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga pasti akan terjadi
pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, meringkas berbagai faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan.4
Reference Of Influence
Ada lima faktor yang
mempengaruhi kebijakan redaksi, yaitu:
Gambar 1.1
4
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LkiS, Yogyakarta, 2001, hlm. 7-12.
Ideologi
Ekstrame- dia
Organisasi Media Rutinitas
1. Faktor individual
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level
ini melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi
pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis
kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media.
Aspek persona tersebut secara hipotetik mempengaruhi skema pemahaman pengelola media.
2. Level rutinitas media
Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap
media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri
berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang
berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di
dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita
dibentuk.
Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk
pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebuah tulisan sebelum sampai
ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Sebagai mekanisme yang
menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media karenanya mempengaruhi
bagaimana wujud akhir sebuah berita.
Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik
mempengaruhi pemberitaan. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi
mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak
elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri. Berbagai elemen tersebut
mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya
peristiwa disajikan dalam berita.
4. Level ekstramedia
Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di
luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus
mempengaruhi pemberitaan media. Beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar
media yaitu sumber berita, sumber penghasil media, dan pihak eksternal seperti pemerintah
dan lingkungan bisnis.
Sumber berita disini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan
informasi apa adanya. Ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan
berbagai alasan.
Sumber penghasil media ini bisa berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan/ pembeli
media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi
dengan sumber daya yang menghidupi mereka.
Sementara, pengaruh pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis sangat
ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media.
Ideologi di sini diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu
yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya.
Ideologi berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan berita. Pada
level ini akan terlihat siapa yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukan.
I.5.2 Media Massa dan Surat Kabar
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium,
yang secara harfiah diartikan sebagai perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu
yang dapat dimanfaatkan untuk memperjelas materi atau mencapai tujuan pembelajaran
tertentu.
Effendy mendefinisikan media massa sebagai media yang mampu menimbulkan
keserempakan di antara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang dilancarkan oleh
media tersebut.5
5
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 26.
Mengenai jenis atau bentuknya, media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media massa cetak berupa surat
kabar, majalah, tabloid, buletin dan sebagainya. Sedangkan media massa elektronik berupa
film, radio, televisi, dan lainnya. Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan
teknologi yang semakin canggih telah memunculkan internet sebagai bentuk dari media
massa online.
Media massa hadir sebagai sebuah institusi sosial, dan menjalankan fungsinya untuk
menyediakan informasi bagi orang-orang yang berada dalam berbagai institusi sosial. Media
menjadi bagian dari tataran institusional, yang melayani warga masyarakat dalam
Sebagai institusi media, media massa berbeda dengan institusi pengetahuan lainnya
(misalnya seni, agama. ilmu pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain) karena media massa
memiliki fungsi pengantar bagi segenap macam pengetahuan, media massa
menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik serta media massa dapat
menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya.
Media massa juga dapat berperan sebagai penengah atau penghubung antara realitas
sosial yang objektif dengan pengalaman pribadi. Konsep yang memandang media massa
sebagai institusi yang berada di “antara” kita dengan orang lain, dan segala sesuatunya yang
ada dalam ruang dan waktu, merupakan suatu metafora yang mengundang hadirnya
penggunaan metafora lainnya untuk menggambarkan pesan yang dimainkan oleh media
massa dan konsekuensi yang mungkin ada dalam peran tersebut.
Harsono Suwardi menyatakan bahwa ada beberapa aspek dari media massa yang
membuat dirinya penting.6
Ketiga, setiap media massa dapat mewacanakan sebuah peristiwa sesuai pandangan
masing-masing. Keempat, dengan fungsi penetapan agenda (agenda setting) yang
dimilikinya, media massa mempunyai kesempatan yang luas untuk memberitakan sebuah
peristiwa. Kelima, pemberitaan peristiwa oleh suatu media biasanya berkaitan dengan media Pertama, daya jangkaunya yang amat luas dalam
menyebarluaskan informasi yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok
umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi (demografis) dan perbedaan paham dan orientasi
(psikologis).
Kedua, kemampuan media untuk melipatgandakan pesan yang luar biasa. Satu
peristiwa dapat dilipatgandakan pemberitaannya sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid dan
majalah yang dicetak; serta pengulangannya (di radio dan televisi) sesuai kebutuhan.
6
lainnya, sehingga membentuk rantai informasi (media as link in other chains). Hal ini akan
menambah kekuatan pada penyebaran informasi dan dampaknya terhadap publik.
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis
media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak
ditemukannya media cetak oleh Johannes Guternberg di Jerman.
Menurut Agee seperti dikutip Ardianto, secara kontemporer surat kabar memiliki tiga
fungsi utama dan fungsi sekunder.7
7
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2004, hlm. 98
Fungsi utama surat kabar adalah:
(1) to inform (menginformasikan kepada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi
dalam suatu komunitas, negara dan dunia;
(2) to comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya ke
dalam fokus berita;
(3) to provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhkan
barang dan jasa melalui pemasangan iklan media.
Sedangkan fungsi sekunder surat kabar, adalah: (1) untuk kampanye proyek-proyek
yang bersifat kemasyarakatan, yang diperlukan sekali untuk membantu kondisi-kondisi
tertentu, (2) memberikan hiburan kepada pembaca dengan sajian khusus; (3) melayani
pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.
Perkembangan surat kabar di Indonesia ditandai dengan adanya surat kabar nasional
(yang terbit di ibukota Jakarta). Umumnya, surat kabar ini memiliki jumlah pembaca yang
cukup banyak meliputi di seluruh daerah sebarannya. Selain itu, juga ditandai dengan adanya
surat kabar lokal (yang terbit di luar ibukota Jakarta). Pembaca surat kabar lokal ini memiliki
jumlah pembaca yang lebih sedikit karena pangsa pasarnya sesuai dimana surat kabar
Untuk dapat memanfaatkan media massa secara maksimal demi tercapainya tujuan
komunikasi, maka seorang komunikator harus memahami kelebihan dan kekurangan media
tersebut. Dengan kata lain, komunikator harus mengetahui secara tepat karakteristik media
massa yang akan digunakannya. Karakteristik surat kabar sebagai media massa mencakup:
1. Publisitas
Publisitas adalah penyebaran pada publik atau khalayak. Salah satu karakteristik
komunikasi massa adalah pesan dapat diterima oleh sebanyak-banyaknya khalayak
yang tersebar di berbagai tempat, karena pesan tersebut penting untuk diketahui
umum, atau menarik bagi khalayak pada umumnya. Pesan-pesan melalui surat kabar
harus memenuhi kriteris tersebut.
2. Periodesitas
Periodesitas menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan atau dwi
mingguan.
3. Universalitas
Universalitas menunjuk pada kemestaan isinya, yang beraneka ragam dan dari seluruh
dunia. Dengan demikian, isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia,
seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan dan lain-lain.
4. Aktualitas
Fakta dan peristiwa penting atau menarik tiap hari berganti dan perlu untuk
dilaporkan, karena khalayak pun memerlukan informasi yang paling baru. Hal ini
dilakukan surat kabar, karena surat kabar sebagian besar memuat berbagai jenis
berita.
Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita atau artikel, dapat
dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-pihak tertentu dianggap penting
untuk diarsipkan atau dikliping. 8
Bahasa
Surat kabar dapat dikelompokkan pada berbagai kategori. Dilihat dari ruang
lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar nasional, regional dan lokal. Ditinjau
dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dari bahasa yang
digunakan, ada surat kabar berbahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah.
Pada dasarnya isi surat kabar bisa dilihat sebagai berikut: 1) Pemberitaan (news
getter), 2) Pandangan atau pendapat (opinion) yang dibagi atas pendapat masyarakat (public
opinion) berupa komentar, artikel dan surat pembaca dan opini penerbit (press opinion)
meliputi tajuk rencana, pojok dan karikatur, dan 3) Periklanan (advertising) yang berbentuk
iklan display, iklan baris dan iklan pariwara atau advertorial.
I.5.3 Bahasa, Kekuasaan dan Ideologi
Manusia adalah makhluk berpikir, demikian menurut dunia filsafat. Konsekuensi dari
kenyataan ini adalah bahwa manusia adalah makhluk yang berbahasa. Manusia mengucapkan
pikirannya melalui bahasa. Dalam filsafat bahasa dikatakan bahwa orang menciptakan
realitas dan menatanya melalui bahasa. Bahasa mengangkat hal yang tersembunyi ke
permukaan sehingga menjadi suatu kenyataan. Tetapi selain itu bahasa yang sama juga dapat
menghancurkan realitas orang lain. Menurut Halliday, saat seseorang menggunakan bahasa,
berarti ia menggunakan bahasa tersebut untuk menggambarkan pengalaman.9
8
Elvinaro Ardianto, Ibid., hlm. 104-106
9
Alex Sobur, Op.cit, hlm.17
Pengalaman
hubungan –hubungan dunia sekitar kita. Berdasarkan penggambaran-penggambaran tersebut
maka menurut Halliday sangat perlu dibuat suatu acuan khusus yang disepakati untuk
menghindari kesalahpahaman.
Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa.10
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Menurut aliran ini individu tidak
dianggap sebagai subjek netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai pikirannya, tetapi
sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa dalam aliran ini
tidak dipahami sebagai medium yang netral tetapi merupakan representasi yang berperan Pandangan pertama diwakili oleh
pandangan kaum Positivisme. Menurut pandangan ini, bahasa dinilai sebagai jembatan antara
manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat
diekspresikan melalui penggunaan bahasa secara langsung tanpa ada kendala. Salah satu ciri
dari aliran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas, dimana orang tidak perlu
mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang
penting adalah apakah pernyataan tersebut dinyatakan secara benar menurut kaidah sintaksis
dan semantik.
Pandangan kedua disebut sebagai pandangan konstruktivisme. Aliran ini menolak
pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Menurut aliran ini bahasa
tidak dilihat hanya sebagai alat untuk memahami realitas objektif saja dan dipisahkan dari
subjek yang menyampaikan pernyataan. Tetapi justru menganggap subjek merupakan faktor
sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan-hubungan sosialnya. Aliran konstruktivisme
memahami bahasa adalah sesuatu yang diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan
yang bertujuan. Dan setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna yaitu
tindakan pembentukan diri dan pengungkapan jati diri oleh si pembicara.
10
dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu maupun strategis-strategis di
dalamnya.
Kekuasaan
Kekuasaan menurut Max Weber adalah kemungkinan seorang aktor dalam
antarhubungan sosial akan berada pada suatu posisi untuk melaksanakan kehendaknya
sendiri, meski terdapat perlawanan tanpa menghiraukan landasan tempat meletakkan
kemungkinan tersebut.
Galtung membangun konsep kekuasaan bertolak dari dua prinsip dasar dalam
kehidupan manusia. Yaitu ada (being) dan memiliki (having). Kekuasaan terjadi dalam relasi
yang tidak seimbang yaitu terdapat perbedaan dari segi being dan segi having serta
kedudukan (position) dalam struktur sosial.11
a. Kekuasaan ideologis, orang yang berkuasa karena sebagai pemberi kekuasaan ide
atau gagasan mampu menyusup dan emmbentuk kehendak orang lain yang
menerimanya.
Kekuasaan yang sudah dimiliki sejak lahir dari
pembawaan keturunan disebut being power, kekuasaan yang diperoleh dari “memiliki”
sumber-sumber kemakmuran disebut having power dan kekuasaan karena kedudukan dalam
suatu struktur disebut structure power.
Galtung juga membagi kekuasaan menjadi kekuasaan atas diri sendiri dan kekuasaan
atas orang lain. Kekuasaan atas diri sendiri adalah kemampuan menentukan dan mengejar
tujuan bagi dirinya. Selanjutnya Galtung membagi kekuasaan atas orang lain menjadi tiga
macam yaitu:
b. Kekuasaan renumeratif, kekuasaan yang terjadi karena memiliki pemikat untuk
diberikan sebagai ganjaran yang dapat berupa barng-barang, jabatan dan sebaginya.
11
c. Kekuasaan punitif, kekuasaan yang terjadi karena memiliki sarana untuk
menghancurkan orang lain ataupun barang milik orang lain jika orang tersebut tidak
menaati kehendak pemberi kekuasaan.
Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana adalah terjadinya kontrol. Dimana
satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain melalui wacana. Dan ini
tidak harus selalu dalam bentuk fisik tetapi dapat juga secara mental. Kelompok dominan
mungkin membuat kelompok lain berbicara, bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan.
Hal ini dapat terjadi karena sebagai kelompok dominan mereka lebih mempunyai akses yang
dapat berupa pengetahun, uang, pendidikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak
dominan.12
Ideologi
Bentuk kekuasaan ini dalam media dapat dilihat dari siap yang boleh dan harus
berbicara, siap yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan. Dalam lapangan berita, pemilik
atau politisasi yang posisinya kuat menentukan siapa narasumber atau bagian mana yang
harus diliput dan mana yang tidak perlu atau bahkan dilarang untuk diberitakan. Selain itu
seorang yang mempunyai kekuasaan dapat juga menentukan bagaimana ia harus ditampilkan,
hal ini misalnya terlihat dari penonjolan atau pemakaian kata-kata tertentu dalam berita.
Eriyanto menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam analisis wacana karena
teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari
ideologi tertentu.13
12
Eriyanto, Op.cit, hlm. 12
13
Eriyanto, Ibid, hlm. 13
ideologi dibangun oleh kelompok-kelompok yang dominan dengan tujuan untuk
mereproduksi dan melegatimasi dominasi mereka.
Perkembangan teori komunikasi dan budaya yang kritis pada tahun-tahun terakhir
telah membawa serta perhatian pada ideologi, kesadaran dan hegemoni. Ideologi sebagai
sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi. Kesadaran adalah esensi atau totalitas
dari sikap, pendapat dan perasaan yang dimiliki oleh individu-individu atau
kelompok-kelompok. Hegemoni adalah proses dimana ideologi “dominan” disampaikan, kesadaran
dibentuk dan kuasa sosial dijalankan.
Harus disadari betul bahwa teks media yang tersusun atas seperangkat tanda yang
membentuk bahasa tidak pernah membawa makna tunggal di dalamnya. Kenyataannya, teks
media selalu memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.14
J. B. Wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat
yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan
dipublikasikan secara luas melalui media massa. Perisiwa atau pendapat tidak akan menjadi
berita, bila tidak dipublikasikan media massa secara periodik.
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memprodukasi informasi kepada
khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media.
I.5.4 Berita
15
Sumadiria mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau ide
terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media
berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet.16
14
Alex Sobur, Op.cit, hlm. 138
15
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 47
16
Untuk membuat sebuah berita harus berdasarkan kriteria umum nilai berita.
Sumadiria menyebutkan sebelas nilai berita yaitu keluarbiasaan (unusualness), kebaruan
(newness), akibat (impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), konflik (conflict),
orang penting (prominance), ketertarikan manusiawi (human interest), kejutan (surprising),
dan seks (sex).
Dalam membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu: 1) Faktanya
tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja; 2) Berita itu
harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Seorang pembuat berita harus menjaga objektivitas dalam pemberitaannya. Artinya,
penulis berita hanya menyiarkan berita apa adanya. Jika materi berita itu berasal dari dua
pihak yang berlawanan, harus dijaga keseimbangan informasi dari kedua belah pihak yang
berlawanan tadi. Penulis berita tidak memberi kesimpulan atas dasar pendapatnya sendiri.
Ada tiga kaidah visibilitas berita yaitu: kaitannya dengan peristiwa atau kejadian
(komponen tindakan), kehangatannya, dan keberhargaannya sebagai berita atau kaitannya
dengan beberapa hal atau orang penting.17
Dalam dunia jurnalisme, ada dua cara pandang berbeda dalam melihat konsep yang
bermakna “berita”. Pertama, berita dianggap sebagai cerminan dari realitas (mirror of
reality), yaitu potret dari realitas sosialnya. Kedua, berita sebagai hasil rekonstruksi realitas
yang akan mengakibatkan produksi dan pertukaran makna (constructed reality). Maksudnya
adalah berita merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional.
Pada akhirnya, berita tidak selalu menghasilkan makna yang sama seperi yang diharapkan
oleh wartawan dalam diri khalayak pembaca.
17
I.6. Kerangka dan Operasionalisasi Konsep
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam
memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dalam penelitian ini,
kerangka konsep yang akan dirumuskan terdiri dari kategorisasi berita secara umum dan
menurut jenisnya.18
1. Halaman depan headline, yaitu berita yang dianggap sangat layak diletakkan di
halaman depan surat kabar dengan judul yang dapat menarik perhatian masyarakat
dan menggunakan huruf relatif lebih besar.
Dalam analisis isi, validitas metode dan hasil-hasilnya sangat tergantung dari
kategori-kategori yang dibuat. Selain itu, suatu kategorisasi diperlukan untuk memudahkan
peneliti menganalisa isi media yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, terdapat lima kategori
yang dijadikan rujukan, yaitu posisi penempatan berita, bentuk penyajian berita, narasumber
berita, penggambaran terhadap pihak yang terlibat konflik dan kekerasan simbolik.
I.6.1 Posisi Penempatan Berita
Frekuensi dan penempatan berita adalah hal penting yang perlu dimonitoring dalam
pemberitaan Agresi Israel ke Jalur Gaza, untuk melihat pihak mana dalam konflik tersebut
yang paling banyak diberitakan oleh media dan bagaimana posisi penempatan beritanya.
Posisi penempatan berita Agresi Israel ke Jalur Gaza di Harian Kompas dan Waspada
dapat dilihat dari:
18
2. Halaman depan, bukan headline, yaitu berita yang ditampilkan mendampingi headline
sehingga tampak semarak berita yang ada pada halaman depan suatu harian tanpa
mengurangi nilai berita tersebut.
3. Halaman khusus, yaitu berita-berita yang ditempatkan pada salah satu rubrik dalam
surat kabar yang khusus membahas mengenai tema dari rubrik tersebut.
4. Halaman lain, yaitu berita-berita tentang Agresi Israel ke Jalur Gaza yang disajikan di
luar dari halaman depan dan halaman khusus (rubrik internasional/ luar negeri).
I.6.2 Bentuk Penyajian Berita
Dalam pemberitaan mengenai Agresi Israel ke Jalur Gaza di Harian Kompas dan
Waspada, bentuk penyajian beritanya dapat dikelompokkan atas:
1. Straight news (berita langsung), yaitu laporan langsung mengenai suatu peristiwa
yang memuat unsur 5W+1H.
2. Feature, yaitu berita-berita yang disajikan dengan mengetengahkan sisi humanis atau
ketertarikan manusiawi dari suatu peristiwa.
3. News Analysis, yaitu berita yang merupakan analisis lanjutan wartawan tentang suatu
peristiwa. Unsur subjektivitas menonjol dan cenderung berbau opini wartawan, pakar
atau pengamat.
I.6.3 Narasumber Berita
Woseley dan Campbell menulis: orang banyak ini, yaitu konsumen surat kabar dan
majalah serta alat-alat komunikasi lainnya, merupakan narasumber berita bagi si wartawan.19
Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber untuk mendapatkan informasi yang
digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa (berita yang menyangkut
19
peristiwa dengan kronologi kejadiannya), apakah berasal dari narasumber yang menguasai
persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena
jabatannya.20
1. Positif, yaitu dalam berita yang disajikan terdapat gambaran yang baik atau positif
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Kategori ini dibagi dalam:
1. Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara
dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Dalam penelitian
ini, pelaku langsungnya meliputi Pemerintah Palestina, Pemerintah Israel, Kelompok
Hamas, warga sipil Gaza, paramedis Gaza, dan warga asing yang turut menjadi
korban dari agresi tersebut.
2. Bukan pelaku langsung, yaitu apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
wawancara dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut.
Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita.
Misalnya: PBB, Negara Arab, pemerintah luar negeri, masyarakat atau tokoh luar
negeri, dan relawan medis luar negeri.
I.6.4 Penggambaran Pihak yang Berkonflik
Kategori ini meliputi bagaimana penggambaran yang diberikan sebuah media cetak
melalui pemberitaannya terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik dalam Agresi Israel ke
Jalur Gaza. Misalnya penggambaran terhadap tindakan pemerintah Israel yang melakukan
penyerangan ke Jalur Gaza, atau terhadap pemerintah Palestina yang dipimpin oleh Faksi
Fatah, yang menjadi saingan Faksi Hamas dalam pemerintahan Palestina, serta terhadap
Faksi Hamas yang menjadi target utama dari serangan tersebut.
Penggambaran untuk masing-masing pihak tersebut meliputi:
20
2. Negatif, yaitu dalam berita yang disajikan terdapat gambaran yang buruk atau tidak
baik terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.
3. Positif+negatif, yaitu dalam berita yang disajikan di media terdapat gambaran yang
baik serta gambaran yang buruk terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
masing-masing pihak.
4. Tidak ada penggambaran, berarti dalam berita tersebut tidak terdapat penggambaran
terhadap pemerintah Palestina, pihak Israel maupun pihak Hamas.
I.6.5 Kekerasan Simbolik
Manipulasi fakta melalui bahasa atau wacana oleh penguasa (kepemimpinan
intelektual dan moral) demi mempertahankan kekuasaan dan menaklukkan kemampuan
berpikir kritis masyarakat dengan cara menggunakan kekerasan simbolik dalam sebuah
pemberitaan di media massa.21
Menghaluskan fakta melalui penggunaan kata atau kalimat sehingga maknanya
berbeda dari sesungguhnya. Misalnya dibombardir menjadi diserang, mengutuk
menjadi mengecam keras.
Kekerasan simbolik dalam penelitian ini dibagi atas:
1. Stigmatisasi/ Labelisasi
Penggunaan kata atau istilah opensif (dicapkan atau dilabelkan) kepada seseorang
atau kelompok atau tindakan sehingga melahirkan pengertian lain dari keadaan
sesungguhnya. Misalnya kaum zionis, provokator.
2. Eufemisme
21
3. Disfemisme
Mengeraskan atau mengasarkan fakta melalui kata-kata atau kalimat sehingga
maknanya berbeda dari sesungguhnya. Misalnya serangan membabi buta, penjahat
perang.
4. Jargon
Kata atau istilah khas yang digunakan sebuah kelompok masyarakat tertentu yang
kemudian dipakai dalam konteks ideologi kekuasaan dan diadopsi oleh masyarakat
luas. Misalnya jihad dengan jalan Tuhan, dan sebagainya.
5. Metafora
Dipahami sebagai cara memindah dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau
memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai umpama.
I.7. Sistematika Penulisan
Sistematika laporan penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah.
Bab I Pendahuluan; pada bab ini akan dipaparkan latar belakang masalah, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka dan
operasionalisasi konsep, dan sistematika penulisan.
Bab II Uraian Teoritis; bab ini akan memaparkan mengenai pemahaman akademik
mengenai media massa dalam studi analisis isi yang digunakan dalam penelitian.
Bab III Metodologi Penelitian; dalam bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi
objek penelitian, metode penelitian, operasional konsep, metode pengumpulan data dan
metode analisa data.
Bab IV Hasil dan Pembahasan; bab ini memaparkan tentang hasil penelitian serta
Bab V Penutup; pada bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian dan memberikan
BAB II
URAIAN TEORITIS
Dalam studi analisis isi, beberapa konsep atau pemahaman akademik mengenai media
massa cetak dapat dijelaskan sebagai berikut:
Media massa cetak merupakan salah satu media penyampai informasi yang kini
menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Surat kabar misalnya.
Informasi yang terdapat dalam surat kabar sifatnya tetap dan dapat dibaca berulang-ulang.
Hal ini tentu berbeda dengan informasi yang disajikan di media elektronik seperti radio dan
televisi yang terikat dengan waktu. Informasi tersebut nyatanya hanya dapat dinikmati
beberapa saat dan tidak dapat diperoleh kembali dalam jangka waktu yang lama.
Media massa cetak dapat berupa surat kabar, majalah, tabloid, poster, buletin, dan
sebagainya. Untuk surat kabar yang menjadi objek penelitian ini, terbentuk dari faktor verbal
dan visual.22
22
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 5
Faktor verbal dalam surat kabar dimaksudkan sebagai kemampuan sebuah surat
kabar dalam pemilihan serta penyusunan kata dan kalimat yang membentuk sebuah paragraf
yang efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor visual adalah penyusunan tata letak
dan perwajahan surat kabar. Namun yang terpenting dari sebuah surat kabar adalah materi
atau isi yaitu pemberitaan yang dimuat dalam surat kabar tersebut. Dalam perspektif
jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak harus mengandung unsur
kebenaran dan sesuai dengan fakta yang ada (faktual), jelas dan juga akurat.
Dalam konteks jurnalistik, ada tiga produk jurnalistik yang terdapat dalam isi surat
kabar.23
Berita (news)
Produk jurnalistik tersebut adalah berita (news), pandangan, ulasan, komentar
(opinion), dan iklan atau perkenalan yang bersifat propaganda (advertisement).
Menurut Michael V. Charnley, berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan
opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya bagi sejumlah besar orang.24
4. Interpretative news (penjelasan berita) adalah bentuk berita yang penyajiannya
merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi. Dalam penulisannya, boleh Dengan
adanya pemberitaan, masyarakat kemudian akan mengetahui segala informasi yang sedang
terjadi di seluruh aspek kehidupannya. Hal inilah yang mengharuskan berita-berita yang
disajikan tiap-tiap institusi media harus berdasarkan fakta yang terjadi dan harus disampaikan
secara objektif tanpa melibatkan pendapat pribadi penulis berita.
Adapun pengklasifikasian berita menurut jenisnya terdiri atas lima hal, yakni:
1. Straight news (berita langsung) adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa.
Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari 5W+1H (what,
who, when, where, why dan how).
2. Depth news (pengembangan berita) merupakan kelanjutan atau pengembangan dari
adanya sebuah berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa
dilanjutkan kembali.
3. Investigative news (penggalian berita) merupakan laporan yang berisikan atau
memusatkan pada sejumlah masalah dan bersifat kontroversi. Dalam laporan
investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang
tersembunyi demi mengungkapkan kebenaran.
23
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm.46
24
dimasukkan uraian, komentar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan data yang
diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian yang dilihatnya.
5. Feature (karangan khas) adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya
dapat mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita; atau penyajian berita
yang berbentuk human interest (ketertarikan manusiawi).
Berita-berita yang telah siap untuk disajikan ke hadapan para pembaca dapat
diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Bila berita tersebut dianggap sangat layak diletakkan di
halaman depan surat kabar, maka berita itu disebut berita utama (headline).
Biasanya berita yang menjadi headline sebuah surat kabar dibuat dengan
menggunakan huruf relatif lebih besar dengan judul yang dapat menarik perhatian para
pembaca. Sedangkan berita yang ditampilkan mendampingi berita utama sehingga tampak
semarak berita yang ada pada halaman depan disebut sebagai berita non-utama. Namun,
bukan berarti berita tersebut tidak penting tetapi mungkin tidak hangat di masyarakat.
Berita yang menjadi headline merupakan isu utama dalam sebuah surat kabar. Isu
berita headline merupakan berita yang aktual, penting, menarik perhatian masyarakat dan
sedang hangat di tengah masyarakat.
Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca, selalu
dijadikan headline atau diletakkan pada halaman depan surat kabar. Pandangan ini didasarkan
pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat
kabar, yang pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada
di halaman depannya.
Contoh aktualnya bisa kita lihat pada agresi yang dilakukan Israel pada 27 Desember
2008 lalu di Jalur Gaza. Hampir seluruh surat kabar di dunia, termasuk Indonesia,
Tak tanggung-tanggung, SKH Kompas misalnya, sebagai salah satu surat kabar nasional,
menempatkan peristiwa tersebut sebagai headline untuk edisi sepekan berturut-turut. Sebut
saja misalnya judul-judul seperti “Israel Bom Gaza, 155 Tewas” (28/12/2008); “Israel
Dikecam Keras” (30/12/2008); ataupun “Israel Masih Gempur Gaza” (31/12/2008).
Tak hanya surat kabar nasional yang terbit di ibukota. Berbagai surat kabar nasional
yang diterbitkan di daerah pun menempatkan agresi Israel sebagai headline, mengalahkan
isu-isu lokal atau isu nasional yang terjadi selama rentang waktu tiga minggu sejak Israel
menyerang Gaza. SKH Waspada misalnya, surat kabar harian yang terbit di Kota Medan ini
bahkan mengangkat peristiwa seputar penyerangan Israel ke Jalur Gaza ini sebagai headline
selama dua pekan, dengan judul-judul yang cukup sensasional: “Israel Membabibuta”
(29/12/2008); “SBY Desak DK PBB: Keluarkan Resolusi Terhadap Israel” (30/12/2008);
“Dubes Palestina Imbau Tak Kirim Mujahid Ke Jalur Gaza” (31/12/2008).
Penyajian sebuah isu dalam pemberitaan di media seperti surat kabar dipengaruhi visi
dan misi institusi media yang bersangkutan serta segmentasi pembaca dari institusi media
tersebut. Budiman yang dikutip Sobur, mengungkapkan bahwa di balik pesan-pesan yang
disalurkan lewat media niscaya tersembunyi berbagai mitos yang mengandung muatan
ideologis yang berpihak kepada kepentingan mereka.25
25
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 37.
Memang pada kenyataannya tiap-tiap institusi media seringkali memiliki kepentingan
sendiri-sendiri dalam menempatkan dan menonjolkan isu-isu tertentu. Keberadaan faktor
kepentingan oleh institusi media juga dapat dilihat dengan ada tidaknya penggunaan
kekerasan simbolik dalam pemberitaannya. Kekerasan simbolik yakni manipulasi fakta
melalui bahasa atau wacana dalam sebuah pemberitaan demi mempertahankan pengaruhnya
Kekerasan simbolik ini dapat dilakukan dengan cara disfemisme, eufemisme,
stigmatisasi/ labelisasi, jargon, metafora dan sebagainya. Disfemisme merupakan pengasaran
atau pengerasan fakta melalui kata, istilah, atau kalimat sehingga maknanya berbeda dari
sesungguhnya. Eufemisme adalah penggunaan kata, istilah, atau kalimat bermakna
menghaluskan fakta. Stigmatisasi/ labelisasi adalah pemberian label atau stigma terhadap
seseorang atau sekelompok orang atau tindakan sehingga melahirkan pengertian lain dari
keadaan sesungguhnya. Jargon adalah kata atau istilah yang dipergunakan kelompok
masyarakat tertentu yang kemudian dipakai dalam konteks ideologi kekuasaan dan diadopsi
masyarakat luas. Metafora merupakan cara memindah dengan merelasikan dua fakta melalui
analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti ibarat, bak, sebagai
umpama.26
Namun, beberapa media juga terkadang enggan memberitakan kebobrokan dan
kejelekan pihak-pihak tertentu dan malah memilih bersikap netral, dengan berorientasi
memberitakan dampak/ korban yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut.
Penggunaan kekerasan simbolik dalam pemberitaan sesungguhnya dapat menurunkan
kadar objektivitas, sebab dapat menguntungkan ataupun merugikan pihak-pihak yang
diberitakan. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil apabila dalam pemberitaan agresi Israel
ke Jalur Gaza, suatu media berusaha untuk menonjolkan satu pihak tertentu.
Selain dengan menggunakan kekerasan simbolik dalam pemberitaannya, media juga
dapat melakukannya dengan memberikan penggambaran. Misalnya dengan memberikan
gambaran yang positif terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam menggapai kemerdekaan
negaranya dan sebaliknya memberi gambaran yang buruk atau negatif terhadap Israel yang
telah menyerang warga Gaza, ataupun gambaran yang baik dari adanya aksi jihad yang
dilakukan kelompok Hamas dalam perlawanan mereka terhadap serangan Israel.
26
Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber berita dalam mendapatkan informasi
yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa juga mempengaruhi isi
berita yang disampaikan maupun keberpihakan media tersebut terhadap pihak-pihak tertentu.
Narasumber berita dapat berasal dari apa yang dilihat oleh wartawan itu sendiri atau dari
narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang
bersangkutan.27
Begitupun unsur prominance, kredibilitas, kompetensi, penguasaan informasi menjadi
dasar kebijakan media dalam menentukan dan mendistribusikan narasumber dalam konstruk
bingkai yang hendak disajikan kepada khalayak. Narasumber yang dipandang kooperatif,
Narasumber jelas merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam
berbagai literatur tentang jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang
membawakan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis mendapatkan
informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang sedang dikerjakan.
Karena itu, pilihan narasumber oleh media pers atau jurnalis, dapat dijadikan
indikator untuk melihat cara pandang media mengenai suatu isu tertentu. Kehadiran
narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang mengedepankan fakta-fakta psikologi,
atau fakta-fakta yang dikonstruksi dari keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi
alur yang membingkai fakta media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea,
dibangun berdasarkan pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang
dianggap paling menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras
berita. Tidak jarang juga dijadikan judul berita.
27
selalu bersedia untuk dimintai tanggapan, memiliki data-data yang akurat merupakan jenis
narasumber yang dicari media.28
Herbert Strentz mengungkapkan ada dua peringatan menyangkut kompetensi
narasumber berita.29
Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si
reporter. Itu sebabnya, harus ada narasumber yang jelas dan dapat dipercaya Syarat
narasumber berita adalah layak dipercaya, berwenang artinya orang yang punya kekuasaan Pertama, reporter tidak boleh mengandaikan bahwa, karena posisi atau
pengalaman, narasumber berita yang harus tahu memang benar-benar tahu dan dapat
memberikan informasi.
Mengenai peringatan pertama, Webb dan Salancik seperti yang dikutip Strentz,
meringkaskan empat kondisi yang membuat reporter tidak boleh begitu saja mempercayai
informasi yang diberikan oleh narasumber:
1) narasumber mungkin tidak tahu tentang informasi yang dikehendaki reporter;
2) narasumber mungkin memiliki informasi dan mau membaginya, tetapi mungkin
kurang pandai berbicara atau kurang memiliki konsep untuk mengatakannya;
3) narasumber mungkin memliki informasi yang dikehendaki tetapi tidak ingin
membaginya; dan
4) narasumber mungkin mau membagi informasi, tetapi tidak mampu mengingatnya.
Peringatan kedua, kompetensi narasumber berita tidak perlu dikaitkan dengan metode
perolehan berita. Mengenai peringatan ini, kompetensi relatif dari narasumber berita harus
menentukan metode pengumpulan berita yang paling mungkin akan menghasilkan informasi
yang dikehendaki.
28
Jurnal Kupas edisi 2 Desember 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan, hlm.10
29
dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang diliput, kompeten dan narasumber berita
yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.
Bagaimanapun pembuat berita memilih dan menentukan narasumber berita yang
dapat memberikan informasi dalam peliputannya, sejatinya pembuat berita tetap tidak boleh
melakukan keberpihakan terhadap salah satu pihak. Media harus berada di tengah-tengah
tanpa harus melebih-lebihkan atau menjelek-jelekan pihak tertentu. Dengan begitu,
keobjektivitasan berita di media tersebut dapat terjaga dan dipercaya oleh pembacanya.
Pandangan atau Pendapat (opinion)
Dalam sebuah surat kabar tersedia kolom atau rubrik yang berfungsi untuk
menampung pendapat atau pandangan. Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai
lembaga kontrol sosial. Opini dalam surat kabar tersebut dapat berasal dari masyarakat luas
yang disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari media itu sendiri
dinamakan pendapat redaksi (desk opinion).30
30
Totok Djuroto, Op.cit, hlm. 67
Pendapat umum adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat
untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam pemberitaan
sebuah media. Pendapat umum ini biasanya disajikan dalam tiga bentuk, yaitu komentar,
artikel, dan surat pembaca.
Sementara opini penerbit merupakan pandangan, pendapat atau opini dari redaksi
terhadap suatu masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam
penerbitannya. Opini penerbit sering juga disebut sebagai “Suara Redaksi” dan biasanya
ditulis dalam beberapa bentuk, seperti tajuk rencana atau editorial, pojok, catatan kecil, dan
Untuk memisahkan secara tegas antara berita dan opini maka tajuk rencana, karikatur,
pojok, artikel, komentar dan surat pembaca ditempatkan dalam satu halaman khusus. Inilah
yang disebut halaman opinion (opinion page).
Periklanan (advertising)
Periklanan adalah kegiatan memasok perhatian penghasilan bagi perusahaan
penerbitan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar dalam bentuk
advertensi (advertising).
Iklan dalam penerbitan media dibagi dua jenis, iklan umum dan iklan khusus. Iklan
umum, artinya iklan yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis, misalnya iklan promosi.
Sedangkan iklan khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya,
pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya.31
Analisis isi (content analysis) menurut Jalaluddin Rakhmat, merupakan suatu metode
untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi.
Dengan menggunakan pemberitaan dalam surat kabar yang telah dipaparkan
sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengetahui bagaimana isi
pemberitaan “Agresi Israel ke Jalur Gaza” di Surat Kabar Harian Kompas dan Waspada.
32
Sedangkan Kripendorff, mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian
untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya.
Analisis isi sering dipakai untuk mengkaji
pesan-pesan media.
33
31
Totok Djuroto, Ibid., hlm 83
32
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hlm. 89
33
Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hlm. 15