• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan (studi kasus : perumnas helvetia ; kec. medan helvetia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan (studi kasus : perumnas helvetia ; kec. medan helvetia)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah

Pinggiran Barat Kota Medan

( Studi Kasus : Perumnas Helvetia ; Kec. Medan

Helvetia)

Tugas akhir ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doctum Sarjana

Teknik Sipil

Disusun oleh :

02 0404 111

RUMATA CHRISTELLA HUTAPEA

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kepda Tuhan

Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia–Nya sehinnga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini, dengan judul : “ Kajian Preferensi Bermukim

Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( Studi Kasus : Perumnas Helvetia ; Kec. Medan Helvetia ) “

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menempuh

ujian sarjana pada Fakulta Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin meyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepda :

1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Teruna Jaya, selaku Sekertaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberi arahan, masukan, serta bimbingan sehingga Tugas Akhir

ini selesai dengan baik.

4. Bapak – bapak penguji yang telah memberi masukan dan waktu dalam

penyelesaian Tugas Akhir saya ini.

5. Dosen wali bapak Ir. Besman Surbakti yang selalu mendukung penulis

(3)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materil serta memberikan apa yang terbaik bagi penulis, dengan

segala kesabaran jiwa, ketulusan hati memberikan cinta dan kasihsayang

serta memberikan dorongan dan doa semoga mendapatkan berkat dari

Tuhan Yang Maha Esa.

8. Saudara – saudara saya yang tercinta, kak Ega dan adik saya Ina, yang

selalu mendukung dan memberikan dorongan selama masa perkuliahan.

9. Abangku SariAmal Siringoringo yang selalu memberikan semangat dan

dorongan kepada penulis.

10. Seluruh teman – temanku stambuk ‘ 02,serta adik – adik kelasku stambuk

‘ 03,’ 04 dan ‘ 05, terima kasih atas bantuan dan dukungannya dalam

penyusunan Tugas Akhir ini.

Dengan rendah hati penulis menyadari banyak terdapat kekurangan baik

dari segi penulisan maupun pembahasan, karena keterbatasan pengetahuan,

pengalaman dan referensi yang dimiliki.

Sebagai penutup, diharapkan kritik dan saran dri pembaca sekalian, agar

kiranya kelak tulisan ini menjadi lebih baik dan semoga bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Juni 2008

Penulis

(4)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi 020404111

ABSTRAK

Medan sebagai kota inti secara fungsional mempunyai hubungan ruang yang kuat dengan wilayah sekelilingnya. Kebijaksanaan pembangunan kawasan perumahan tertata di wilayah pinggiran merupakan suatu usaha untuk mengalihkan penduduk Kota Medan ke kota–kota kecil di wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kota Medan. Tingginya keinginan penduduk untuk memilih bermukim di wailayah pinggiran barat Kota Medan tidak terlepas dari pengaruh pembangunan yang diarahkan ke wilayah sekelilingnya. Sehubungan dengan lokasi perumahan tertata tersebut perlu dilakukan penelitian tentang preferensi bermukim penduduk Perumnas Helvetia. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi : preferensi bermukim pada wilayah studi, kondisi lingkungan kawasan wilayah studi, kelayakan dari prasarana dan sarana yang ada pada Perumnas Helvetia dan mengetahui karakteristik penduduk.

Perumnas Helvetia memiliki 4 ( empat ) tipe rumah yaitu Tipe 36, Tipe 45, Tipe 52 dan Tipe 70 dengan total kepela keluarga adalah 4800 KK. Dari hasil penarikan ฀ample secara Stratified Random Sampling ditentukan 4 ( empat ) strata bardasarkan tipe rumah. Untuk memperoleh ฀ample – ฀ample yang mempermgaruhi penduduk untuk bermukim dilakukan dengan menyebarkan quisioner ke rumah–rumah. Total ฀ample yang diambil untuk mewakili wilayah studi pada kawasan perumahan adalah 332 KK. Variabel – variabel yang dipakai pada penelitian ini adalah kondisi pemukiman, transportasi dan jarak antara tempat tinggal dengan tempat bekerja. Keseluruhan variabel ini sangat mempengaruhi preferensi bermukim penduduk..

(5)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

……….…i

ABSTRAK ……….…iii

DAFTAR ISI ……….iv

DAFTAR TABEL ………...………viii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ………..1

1.1Permasalahan ………3

I.2 Ruang Lingkup Pembatasan Masalah ………5

I.3 Tujuan Penelitian ………..6

I.4 Manfaat Penelitian ………6

I.5 Metodologi Penelitian ………7

I.6 Metode Penulisan ………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum ………..……….10

II.1.1 Peranan Pemukiman ….………12

(6)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

II.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Pemukiman ….…16

II.3 Pengertian Kota ……….……….18

II.3.1 Penataan Ruang Kota ………..20

II.3.2 Tata Guna Lahan Kawasan Pemukiman ……….20

II.3.2.1 Faktor Tata Guna Lahan ………20

II.3.2.2 Konsep Struktur Tata Guna Lahan ………26

II.4 Pengertian Metropolitan ……….27

II.5 Pengertian Migrasi ……….….29

II.6 Kawasan Perumahan ………30

II.6.1 Lokasi Daerah Perumahan ……….31

II.6.2 Pengaturan Daerah Perumahan ……….32

II.6.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Pengadaan Rumah di Indonesia ………33

II.6.4 Kebutuhan dan Ketersediaan Perumahan ………..35

II.7 Pengertian Infrastruktur ………..36

II.7.1 Genangan Air (Banjir) ……….……….38

II.7.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Genangan Air ………..……38

II.7.1.2 Ketidakseimbangan Siklus Hidrologi ………40

II.7.1.2.1 Usaha Penyeimbangan Siklus Hidrologi ………40

II.7.1.3 Saluran Pembuangan Air Hujan ………41

II.7.1.4 Penyediaan Air Minum/Air Bersih ………41

II.7.1.5 Pembuangan Air Kotor ……….……..………43

II.7.1.6 Kamar Mandi, Kakus dan Tempat Cuci ……….45

II.7.2 Jaringan Jalan ………..……….46

(7)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

II.7.4 Sarana Rumah Ibadah ………..48

II.7.5 Sarana Informasi ………..…48

II.7.6 Sarana Perniagaan dan Industri ……….48

II.7.7 Sarana Kesehatan ……….49

II.7.8 Sarana Olahraga dan Daerah Terbuka ……….……51

II.7.9 Sarana Kebudayaan dan Rekreasi ……….51

II.8 Keterkaitan Kawasan Perumahan dengan Infrastruktur Perkotaan ………52

II.8.1 Kebijaksanaan Dalam Pengembangan Daerah Perkotaan ……….52

II.9 Kawasan Perumahan Tertata Untuk Real Estate ……….53

II.9.1 Perkembangan Real Estate dalam Infrastruktur Perumahan …………54

II.10 Kebijakan Pemerintah dalam Perkembangan Real Estate ……….58

BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI III.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara ………..60

III.1.1 Keadaan Geografis ……….……….61

III.1.2 Kependudukan ……….62

III.2 Gambaran Umum Kota Medan ………..…63

III.2.1 Sejarah Kota Medan ……….63

III.3 Gambaran Umum Kecamatan Medan Helvetia ……….64

III.4 Perumnas Helvetia ……….66

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1 Tinjauan Umum ……….70

IV.2 Pembuatan Daftar Quisioner ……….71

IV.3 Teknik Pengambilan Sampel ………..72

(8)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

IV.5 Pemilihan Lokasi Sampel ………..………76

IV.6 Pelaksanaan Pengumpulan Data ……….79

IV.6.1 Waktu Pengambilan Data ………..…..79

IV.6.2 Ruang Lingkup Sampel ………..…….79

IV.6.3 Pemilihan Sampel ………80

IV.6.4 Langkah-langkah Mewawancarai ……….80

BAB V ANALISIS DATA V.1 Penyusunan Data ……….………81

V.2 Analisa Data ……….………81

V.3 Pengujian Data ……….……91

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan ………..………107

(9)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Blok Diagram Metode Penelitian

………...…….8

Tabel 2.1 Perkiraan Jumlah Rumah Yang Harus Disediakan Oleh Perumnas dan

REI pada Periode 1996-2010 ………

……...36

Tabel 3.1 Penyebaran Penduduk di Kecamatan Medan Helvetia

………..…...65

Tabel 3.2 Banyaknya Lingkungan RT, RW Dirinci Menurut Kelurahan

…………..66

Tabel 5.1 Tabulasi Tipe Rumah dan Konstruksi

Bangunan………...83

Tabel 5.2 Data Yang Berhubungan Dengan Tempat Tinggal

………....84

Tabel 5.3 Tabulasi Kenyamanan Penduduk

………...85

Tabel 5.4 Tabel Drainase

………...……86

Tabel 5.5 Tabulasi Pembuangan Sampah

(10)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Tabel 5.6 Tabulasi Sumber Air Bersih dan Penyediaan Air Bersih

………..87

Tabel 5.7 Sumber Penerangan

………...………...………87

Tabel 5.8 Tabulasi MCK (Mandi, Cuci, Kakus)

………...…………....88

Tabel 5.9 Kondisi Jalan, Pembangunan Jalan, Pemilihan Moda, Pengoperasian

Angkutan Umum

………..……89

Tabel 5.10 Tabulasi Kelengkapan Fasilitas Umum

………...……90

Tabel 5.11 Tabulasi Pendidikan Terakhir, Jumlah Anggota Keluarga, Pekerjaan

dan Jumlah Penghasilan

………..……91

Tabel 5.12 Daftar Kontingensi BxK Kondisi Pemukiman dan Preferensi

Bermukim Penduduk Perumnas Helvetia (Frekuensi Observasi)

………..96

Tabel 5.13 Daftar Kontingensi BxK Kondisi Pemukiman dan Keinginan

Bermukim Penduduk Perumnas Helvetia (Frekuensi Estimasi)

………97

Tabel 5.14 Mencari Harga Chi Kuadrat Untuk Variabel Kondisi Pemukiman

…….98

Tabel 5.15 Daftar Kontingensi BxK Transportasi dan Preferensi Bermukim

(11)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

………..….

.96

Tabel 5.16 Daftar Kontingensi BxK Transportasi dan Keinginan Bermukim

Penduduk Perumnas Helvetia (Frekuensi Estimasi)

………

…97

Tabel 5.17 Mencari Harga Chi Kuadrat Untuk Variabel Transportasi

……….…….98

Tabel 5.18 Daftar Kontingensi BxK Tempat Beraktifitas dan Preferensi

Bermukim Penduduk Perumnas Helvetia (Frekuensi Observasi)

………..….

.96

Tabel 5.16 Daftar Kontingensi BxK Tempat Beraktifitas dan Keinginan

Bermukim Penduduk Perumnas Helvetia (Frekuensi Estimasi)

………

…97

Tabel 5.17 Mencari Harga Chi Kuadrat Untuk Variabel Tempat Beraktifitas

…………..……….……

(12)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia

sebagai negara berkembang mirip dengan negara lainnya. Pertumbuhan penduduk

perkotaan di Indonesia yang tinggi mengakibatkan pertambahan jumlah kota

metropolitan. Pada tahun 1950 hanya ada satu kota metropolitan di Indonesia

yaitu Jakarta. Lalu pada tahun 1990 kota metropolitan bertambah menjadi delapan

kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Palembang, Bogor, dan

Ujung Pandang.

Pertumbuhan kota metropolitan yang begitu pesat menjadi unggul dengan

segala permasalahannya. Di samping itu kota metropolitan saat ini ternyata kurang

berfungsi sebagai katalisator pengembang wilayah. Dengan demikian

pertumbuhan serta pengembangannya masih perlu diperhatikan agar tidak

melampaui daya dukung alamnya. Pada dasarnya membangun serta

mengembangkan kota – kota kecil yang ada disekeliling kota besar dapat

mengurangi tekanan penduduk serta beban aktifitas perkotaan di kota inti.

Kota Medan sebagai ibukota provinsi tingkat I Sumatera Utara merupakan

salah satu kota metropolitan yang memiliki kecenderungan sebagai sebagaimana

kota – kota besar lainnya. Kota Medan sebagai kota inti secara fungsional

(13)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Pertumbuhan penduduk di kota – kota satelit jika dibandingkan satu dengan

yang lain, maka tampak adanya tingkat pertumbuhan yang tidak merata, keadaan

tersebut diakibatkan oleh perbedaan daya tarik kota – kota satelit terhadap

pendatang, karena tingkat pembangunannya. Tingkat aksesibilitas kota – kota

satelit itu sendiri terhadap kota inti tidak sama dan adanya perbedaan ekspektasi

masyarakat terhadap pembangunan di masa yang akan datang.

Perkembangan penduduk perkotaan di Indonesia yang sangat pesat

demikian halnya kondisi di kota Medan sehingga harus dilakukan pengembangan

wilayah perkotaan yaitu kawasan permukiman di wilayah pinggiran.

Kebijaksanaan pembangunan kawasan perumahan di wilayah pinggiran

merupakan suatu usaha untuk mengalihkan penduduk kota Medan ke kota –kota

kecil di wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan kota Medan. Hal ini

didukung juga oleh tersedianya sarana dan prasarana yang menjangkau semua

lokasi.

Pemukiman pada garis besarnya terdiri dari beberapa komponen yaitu

pertama, adalah lahan atatu tanah yang diperuntukan untuk pemukiman tersebut

dimana kondisi tanah akan mempengaruhi harga suatu rumah yang akan dibangun

di atas lahan tersebut. Yang kedua adalah prasarana pemukiman yaitu jalan,

drainase dan fasilitas lainnya. Yang ketiga adalah pemukiman yang dibangun

( fisik bangunan ). Suatu pemukiman akan ideal apabila memiliki komponen yang

keempat yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Pembangunan perumahan di kota Medan telah banyak dilakukan di

pinggiran kota atau wilayah pengembangan kota dengan terciptanya keadaan

(14)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

kota Medan tersebut tentu saja tidak lepas dari pengaruh pengembangan yang

diarahkan ke wilayah sekelilingnya. Salah satunya adalah Kecamatan Medan

Helvetia. Dimana kecamatan Medan Helvetia mempunyai luas wilayah

11,60 KM2.

Kecamatan Medan Helvetia memiliki 7 kelurahan yaitu kelurahan Helvetia

Timur, Helvetia Tengah, Kelurahan Helvetia, kelurahan Sei Sikambing C II,

kelurahan Dwikora, kelurahan Cinta Damai, kelurahan Tanjung Gusta.

I.2. Permasalahan

Kota sebagai terminal jasa dan distribusi barang dan pusat kegiatan

wilayah sekelilingnya tidak terlepas dari berbagai persoalan terhadap proses

perkembangan dan pertumbuhan kota itu sendiri seperti penyebaran penduduk,

ketersediaan lapangan kerja, lingkungan pemukiman, transportasi dan lain

sebagainya. Pembangunan perumahan di kota besar banyak dilakukan di

pinggiran kota atau wilayah pengembangan kota.

Demikian pula di kota Medan, lokasi pembangunan perumahan diarahakan

ke wilayah pengembangan kota. Perumahan yang terdiri dari rumah dan

lingkungannya sebagai hunian merupakan titik awal akhir pergerakan manusia

dalam melaksanakan kegiatannya sehari – hari. Perumahan juga merupakan

tempat hunian tenaga kerja yang benyak diperlukan di tempat – tempat kegiatan

ekonomi lainnya yang umumnya berada di pusat kota dan sekitarnya.

Pembangunan perumahan tertata di kota Medan telah banyak dilakukan di

(15)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

diperkirakan kecamatan – kecamatan yang terletak di wilayah pinggiran kota

Medan tersebut telah menjadi alternatif bagi pembangunan perumahan yang saat

ini cenderung untuk menempati wilayah pinggiran kota Medan tentu saja tidak

terlepas dari pengaruh pembangunan yang diarahkan ke wilayah sekelilingnya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini pembangunan perumahan beserta

penyediaan fasilitas perkotaan telah dilakukan di wilayah sekelilng kota Medan.

Demikian juga dengan pusat – pusat penyediaan lapangan kerja seperti

perindustrian telah berkembang disekitar kota Medan. Diperkirakan kawasan kota

akan semakin berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

meningkatnya kebutuhan tempat tinggal. Untuk mengetahui lebih jauh tentang

preferensi bermukim penduduk ini perlu dilakukan penelitian.

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah sejauh manakah kondisi

pemukiman tersebut telah sesuai dengan kelayakan sebuah kawasan pemukiman

dimana telah tersedianya sarana serta prasarana perkotaan yang ada pada kawasan

pemukiman tersebut. Berkaitan dengan pokok masalah tersebut di atas, maka

melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan yang

berkaitan dengan fenomena preferensi bermukim tersebut, antara lain :

a. Penyebab utama timbulnya pemukiman di wilayah pinggiran kota Medan,

terkhusus pada Perumnas Helvetia.

b. Faktor apa yang mendominasi timbulnya pemukiman di wilayah pinggiran

kota Medan, terkhusus pada Perumnas Helvetia.

c. Kelayakan dari sarana serta prasarana pemukiman di wilayah pinggiran

(16)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

d. Kondisi pemukiman di kawasan kota Medan yang memenuhi standard

kebersihan dan kesehatan.

e. Ada atau tidaknya penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang

siap untuk disalurkan ke masing – masing rumah.

I.3. Ruang Lingkup Pembatasan Masalah

Penganalisaan preferensi bermukim penduduk kawasan perumahan tertata

di wilayah pinggiran kota Medan mencakup pembahasan yang luas dan kompleks.

Agar pembahasan tidak terlalu luas maka penelitian dibatasi pada :

a. Penelitian hanya dilakukan di kawasan perumahan tertata wilayah

pinggiran barat kota Medan yang termasuk dalam wilayah kecamatan

Medan Helvetia, yaitu Perumnas Helvetia.

b. Variabel – variabel yang dipakai pada penelitian ini adalah :

1. Lokasi dan kondisi pemukiman adalah kualitas perumahan yang

dijadikan pertimbangan untuk menentukan preferensi penduduk

bermukim di wilayah studi.

2. Pengaruh sarana dan prasarana yang ada di pemukiman pada

wilayah studi.

3. Transportasi ditinjau dari segi kemudahan – kemudahan untuk

mencapai kawasan perumahan yaitu ketersediaan angkutan umum,

kondisi jalan dan pelayanan angkutan umum yang ada di wilayah

(17)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi preferensi bermukim

penduduk kawasan perumahan tertata di wilayah pinggiran barat kota

Medan ( Perumnas Helvetia ).

b. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kawasan perumahan wilayah studi

sehubungan dengan preferensi bermukim.

c. Untuk mengetahui layak tidaknya sarana serta prasarana di wilayah studi.

d. Mengetahui karakteristik penduduk yang bermukim di Perumnas Helvetia.

1.5. Manfaat penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat

kebijaksanaan yang berkaitan dengan perencanaan wilayah perkotaan

khususnya pemukiman di wilayah pinggiran kota Medan.

b. Berguna sebagai informasi tentang rencana dan proyeksi pengembangan

kota Medan untuk mendukung pengembangan kota.

c. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi kepentingan

(18)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi I.6. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kulitatif dengan ruang lingkup sebagai berikut :

a. Studi literatur

Bertujuan untuk mendapatkan teori – teori yang berhubungan dengan

preferensi bermukim penduduk kawasan perumahan tertata di wilayah

pinggiran barat kota Medan, khususnya pada Perumnas Helvetia.

b. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder berupa data kawasan perumahan tertata di

wilayah pinggiran barat kota Medan beserta dengan sarana dan

prasarananya. Data ini diperoleh dari instansi – instansi terkait yang

berhubungan dengan penelitian ini.

c. Pengumpulan data primer

Data ini diperoleh dengan mengadakan survey langsung ke kawasan

perumahan tertata yang menjadi wilayah studi dengan menyebarkan

quisioner secara random.

d. Analisa Data

Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan Analisa Statistik

Deskriptif untuk mendapatkan gambaran lokasi yang menjadi wilayah

(19)
(20)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi I.7. Metode Penulisan

Penelitian ini akan menggunakan metode penulisan sebagai berikut :

a. BAB I PENDAHULUAN

Beisikan tentang latar belakang penelitian ini dibuat, masalah, tujuan, dan

manfaat.

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang wilayah penelitian serta mendukung istilah yang tertera

pada judul penelitian ini.

c. BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI

Berisikan tentang wilayah penelitian yang masih dalam ruang lingkup

pembahasan.

d. BAB IV METODE PENELITIAN

Berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini.

e. BAB V ANALISA DATA

Berisikan tentang hasil perhitungan dari data – data yang diperoleh.

f. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gambaran Umum Permukiman / perumahan

Masalah permukiman merupakan fenomena umum yang selalu dihadapi

oleh kota – kota dinegara berkembang. Fakta menunjukan bahwa sampai pada

tingkat perkembangan tertentu dari suatu kota, semakin besar kota itu, semakin

menyolok pula masalah pemukiman / perumahan yang dihadapinya. Hal ini

berawal dari adanya daya tarik kota terhadap migran pendatang untuk tinggal

menetap di kota.

Laju pertumbuhan jumlah penduduk kota yang cukup tinggi tersebut tidak

cukup mampu diimbangi oleh laju pertambahan rumah tinggal yanmg memadai.

Dalam mendirikan sebuah pemukiman digunakan tanah yang cukup luas. Pada

jaman dimana semua kota di dunia sudah mulai memikirkan masalah yang

ditimbulkan oleh pemukiman ini maka trend yang terjadi saat ini adalah

pemukiman yang tertata baik, teratur dan tertib. Dilengkapi dengan

fasilitas – fasilitasnya seperti jalan, telepon, air, saluran drainase, taman,

swalayan, sekolah, tempat rekreasi dan olahraga dan lain sebagainya yang dibuat

untuk memfasilitasi penghuni – penghuninya agar nyaman dan senang berada di

(22)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Bicara mengenai pemukiman maka diperlihatkan pemikiran dan

perencanaan yang sifatnya komprehensif, karena pemukiman menyangkut

manusia dan kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek. Dan

pembangunan pemukiman di perkotaan dan daerah pinggiran kota adalah untuk

memenuhi kebutuhan tempat tinggal saja dan ini dilakukan di setiap lapisan,

apakah itu lapisan atas, menengah atau bawah. Oleh karena kondisi ekonomi dari

masing – masing kelas berbeda, maka program disusun untuk tiap – tiap lapisan

juga akan berbeda pula.

Kawasan permukiman sebagai salah satu unsur yang membentuk kota

terdiri dari berbagai bangunan dan prasarana lingkungannya merupakan unsur

yang paling menonjol daripada unsur – unsur sarana dan prasarana kota lainnya.

Bangunan – bangunan sesungguhnya merupakan unsur yang paling jelas terlihat,

dipandang pada saat kapan pun dari tempat manapun di kota. Sebagai

konsekuensinya, maka potensi yang dimiliki juga cukup besar dalam

menimbulkan permasalahan perkotaan jika dalam pengadaan dan pengembangan

tidak teratur dengan benar.

Persoalan pemukiman yang dimaksud adalah selain dapat menimbulkan

ketidakteraturan wajah kota, maka pembangunan rumah – rumah tinggal berikut

fasilitas pemukiman yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat, akan

menimbulkan masslah – masalah sosial yang sulit dipecahkan.

Pemukiman adalah salah satu kebutuhan pokok minimal selain sandang

dan pangan yang harus dipenuhi oleh manusia, dan ternyata untuk mencukupi

kebutuhan ini bukanlah suatu hal mudah, terlebih lagi bagi penduduk kota. Di

(23)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

tingginya harga tanah. Apalagi untuk memperoleh rumah yang layak untuk

ditempati, hanya sebagian kecil warga kota yang memilikinya. Tingkat modernitas

suatu kota salah satunya dapat diukur dari tingkat kualitas perumahan atau

pemukiman yang ada di kota tersebut. Artinya bahwa semakin modern kota

tersebut, akan tercermin dari semakin baiknya kualitas pemukiman yang

dimilikinya. Kualitas yang dimaksud harus berdimensi menyeluruh, yakni selain

kualitas material konstruksi dari bangunan – bangunan yang ada, kelengkapan

saran dan prasarana sosial dan lingkungan, serta keterkaitan yang harmonis antara

kawasan – kawasan lainnya.

II.1.1. Peranan Pemukiman

Lingkungan pemukiman merupakan ruang yang terluas digunakan dalam

sebuah kota, oleh karena itu sangat penting peranannya dalam membentuk tata

ruang kota. Penggunaan lahan untuk perumahan merupakan faktor utama dalam

pertumbuhan atau perluasan kota sejalan juga dengan pertumbuhan penduduk.

Kota yang pertumbuhan penduduknya sangat tinggi akan membutuhkan

penggunaan tanah untuk perumahan dengan pertumbuhan yang tinggi pula.

Pemukiman pada garis besarnya terdiri dari berbagai komponen yaitu

pertama adalah, lahan atau tanah yang diperumtukan untuk perumahan dimana

kondisi tanah akan mempengaruhi harga dari satuan rumah yang dibangun.

Kedua, adalah prasarana dan sarana pemukiman yaitu jalan lokal, saluran

darinase, jaringan listrik yang semuanya menentukan kualitas dari perumahan

(24)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Suatu pemukiman akan menjadi ideal apabila memiliki komponen yang keempat,

adalah fasilitas umum dan fasilitas sosial.

II.2. Preferensi Bermukim

Preferensi bermukim adalah keinginan atau kecenderungan sesorang untuk

bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, yang dipengaruhi oleh

variabel –variabel sebagai berikut :

1. Kondisi pemukiman

Untuk mencapai kepuasan tertentu, suatu rumah tangga akan

mengkonsumsi pelayanan perumahan dan biaya transportasi ke

tempat pekerjaan. Untuk mempertahankan tingkat kepuasan yang

sama terhadap pelayanan perumahan, maka rumah tangga tersebut

akan mengkonsumsi pelayanan perumahan yang lebih besar, atau

unit rumah lebih besar dan tanah lebih luas. Selanjutnya

pertambahan unit bangunan dan luas tanah tentu saja mempunyai

batas tertentu, sehingga peningkatan konsumsi pelayanan

perumahan dapat juga diartikan sebagai kenaikan kualitas rumah

dan kondisi lingkungan yang lebih menyenangkan.

Kenyataannya dalam kehidupan di perkotaan, ada perumahan yang

dianggap kelas atas, menengah dan bawah. Klasifikasi ini

tergantung dari kondisi fisik perumahan dan status sosial

lingkungan, sehingga walaupun jaraknya terhadap pusat kota sama,

(25)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kondisi pemukiman

mempengaruhi preferensi bermukim seseorang. Artinya, semakin

baik kualitas perumahan, maka semakin tinggi pula kepuasan

seseorang untuk bermukim di kawasan tersebut.

2. Transportasi

Salah satu fungsi perkotaan adalah memberikan fasilitas untuk

pertukaran barang dan jasa, dari dan antar lokasi kegiatan ekonomi

yang tersebar sehingga mengakibatkan terjdinya pergerakan barang

dan orang. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk struktur serta

efesiensi dari daerah perkotaan dipengaruhi oleh sistem

transportasi.

Menurut Mills (Budi Sinulingga, 1995), komuting adalah

pengangkutan orang untuk pertukaran pelayanan tenaga kerja,

merupakan jenis transportasi kota yang paling penting dan paling

banyak dipelajari. Pergerakan barang – barang di daerah perkotaan

lebih sedikit dipelajari daripada pergerakan orang, karena apabila

sistem transportasi untuk keperluan komuting sudah memadai

maka sistem itu juga akan memenuhi kebutuhan lain.

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa transportasi menyangkut

hampir seluruh kegiatan rumah tangga, sehingga menjadi hal yang

sangat penting dan menentukan. Dengan perkataan lain, preferensi

bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan transportasi daerah

tersebut. Oleh karena itu, variabel transportasi dijabarkan dalam

(26)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

a. Ketersediaan transportasi

b. Kondisi jalan

c. Pelayanan angkutan umum

3. Lapangan pekerjaan

Dalam sistem kota metropolitan, kota – kota satelit juga mulai

menumbuhkan lapangan kerja, sehingga fungsinya tidak hanya

sebagai pemukiman. Dengan tumbuhnya lapangan kerja tersebut

maka hubungan antara kota satelit dengan daerah sekeliling

menjadi berubah. Jadi pertumbuhan lapangan kerja dapat menarik

pekerja dari luar kawasan metropolitan atau para migran. Dengan

demikian, definisi operasional maksud perjalanan sebagai variabel

independen adalah :

• Jarak perumahan ke tempat tujuan perjalanan.

• Biaya transportasi ke tempat tujuan perjalanan.

• Kenyamanan dalam mencapai ke tempat tujuan

perjalanan.

Penduduk kota memerlukan semua variabel diatas, tetapi ada

kemungkinan para penduduk cenderung menyukai satu saja, karena para

penduduk ini dapat memenuhi kebutuhan akan variabel lainnya dari kota inti atau

kota besar. Dalam hal ini, faktor jarak ke kota inti dan kemudahan transportasi

(27)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa daya tarik suatu kota akan

makin tinggi apabila di kota tersebut seseorang dapat menekan biaya pengeluaran

berarti meningkatkan kepuasan seseorang untuk bermukim. Dalam hal ini, yang

perlu diperhatikan bahwa faktor – faktor tersebut bervariasi sesuai dengan lokasi

adalah biaya transportasi dan pelayanan perumahan. Hal ini menjadi ciri – ciri dari

sistem kot a metropolitan.

Dari seluruh uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa hal – hal yang

dapat meningkatkan daya tarik dari suatu kawasan adalah :

• Harga atau sewa rumah yang relaitf murah, meskipun kondisi

perumahan secara umum sama dengan lokasi lain.

• Biaya transportasi ke tempat pekerjaan lebih murah, karena jaraknya

relatif dekat dengan perumahan.

• Adanya lapangan pekerjaan, yang sesuai dengan keahlian penduduk

yang ingin bermukim di lokasi perumahan.

II.2.1. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Pemukiman

Pembangunan pemukiman secara langsung menyangkut berbagai aspek

kehidupan dan harkat manusia, hal ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang dapat menunjang pembangunan itu sendiri yang bersifat lintas sektoral serta

saling berkaitan dengan sector satu dan sektor lainnya.

Pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta menciptakan suasana kerukunan

(28)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

lingkungan serta pesemaian nilai budaya bangsa dan pembinaan watak anggota

keluarga. Pembangunan pemukiman baik pemukiman rumah baru maupun

pemugaran pemukiman di pedesaan dan di perkotaan bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal baik dalam jumlah maupun kualitasnya

dalam lingkungan yang sehat serta kebutuhan akan kehidupan yang memberikan

rasa aman, damai, tentram dan sejahtera.

Untuk menyukseskan pembangunan tersebut harus ada kerja sama antar

instansi, agar tidak terjadi ketimpangan di dalam pelaksanaan pembangunan

pemukiman. Dan diharapkan agar pembangunan itu dapat berjalan dengan lancar

sesuai dengan apa yang diharapkan. Bahwa, jika tidak ada kerja sama akan

membawa akibat terhambatnya pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan pemukiman :

a. Faktor Kependudukan

Perkembangan penduduk yang cukup tinggi merupakan masalah yang

dapat memberikan pengaruh yang sangat besar khususnya penduduk

yang berada di pusat–pusat kota, sedangkan jumlah rumah yang

tersedia yang memenuhi persyaratan sebagai rumah yang layak huni

tidak dapat memenuhi perkembangan jumlah anggota keluarga yang

membutuhkan rumah. Pertumbuhan penduduk terutama di kota – kota

besar disebabkan adanya arus urbanisasi. Baik sebagai pendatang yang

tidak menetap seperti mereka pergi bekerja di kota dan sore hari

pulang kembali ke tempat asalnya.

(29)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Dengan adanya arus urbanisasi sebagai fenomena pada saat ini

terutama di kota–kota yang sedang berkembang seperti di Indonesia

memberikan dampak yang akan mempengaruhi pembangunan

pemukiman sehingga terjadi masalah penyediaan tanah untuk

pembangunan tersebut khususnya di daerah perkotaan dan kalaupun

ada harus dengan harga yang sangat tinggi. Akibat terbatasnya

tanah–tanah di daerah perkotaan maka para developer mengalihkan

pembangunan pemukiman ke daerah pinggiran kota.

c. Faktor Kelembangaan

Dalam pelaksanaan pembangunan pemukiman faktor ini sangat

berpengaruh karena dengan adanya perangkat kelembangaan yang

berfungsi akan dapat diambil suatu kebijaksanaan, pembinaan serta

pelaksanaan dari pembangunan tersebut baik oleh perangkat

pemerintah pusat serta pihak swasta yang semuanya merupakan suatu

sistem yang terpadu sedangkan bagi pemerintah daerah memegang

peranan penting dalam strategi pelaksanaan pembangunan khusunya

pemukiman.

II.3. Pengertian Kota

Kota adalah tempat kelompok orang–orang dalam jumlah tertentu, hidup

dan bertempat tinggal bersama dalam satu wilayah geografis tertentu yang berpola

hubungan rasional ekonominya. Diakui bahwa defenisi ini tentu tidak tepat dan

bergantung pada sudut pendekatan. Pendekatan geografis – demografis adalah

(30)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

adalah melihat kota sebagai tempat pemusatan lalulintas ekonomi dan

perdagangan serta kegiatan industri dan tempat perputaran uang yang terus

bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Pendekatan

sosio – antropologis, melihat hubungan antara manusia yang tinggal di kota yang

sudah merenggang dan heterogen, tidak seperti keadaan masyarakat yang terdapat

di desa yang biasanya masih akrab dan homogen. Diketahui bahwa pola hubungan

masyarakat di perkotaan telah menuju suatu hubungan yang rasional, egois,

impersonal, individualistis dan kurang akrab.

Kota terdiri dari bangunan tempat tinggal, perkantoran dan tempat

perniagaan / perdagangan, seluruh bangunan fisik ini berkembangnya lebih lambat

dari pada pertumbuhan penduduk kota, baik pertambahan penduduk kota, karena

jumlah kelahiran atau karena laju arus urbanisasi. Dari masa ke masa, masalah

perumahan bagi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali ini tak pernah

tuntas, bahkan permasalahannya terus bertambah.

Usaha memperbaiki mutu perumahan terus meningkat terutama bagi

golongan menengah yang kian bertambah di perkotaan, umumnya dan kota – kota

besar khususnya Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung.

Kebutuhan perumahan berbeda – beda untuk setiap golongan masyarakat

yaitu bagi golongan berpendapatan rendah, bagi golongan berpendapatan sedang

dan golongan berpendapatan tinggi atau golongan atas.

Kota metropolitan seperti Medan adalah sulit dan dilematis karena di satu

sisi golongan orang kaya menghendaki rumah besar dan mewah dengan halaman

yang luas, sedangkan orang miskin tidak mampu membayar harga lahan yang

(31)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Dari data statistik diketahui jumlah penduduk di kota – kota di Indonesia

pada akhir abad 20 akan mencapai kurang lebih 30 % yang berarti pada tahun

1990-an akan berjumlah lebih kurang 60 juta jiwa, jika total penduduk berjumlah

kurang lebih 200 juta jiwa. Dan diramalkan pada dekade kedua abad 21,

penduduk kota dapat mencapai kurang lebih 50 % dari total penduduk Indonesia,

sehingga dapat diperkirakan berapa jumlah rumah yang diperlukan Pemerintah

Daerah di perkotaan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan papan ini. Untuk

dapat mengantisipasi kebutuhan akan perumahan maka diperlukan kerjasama

yang terpadu antara Pemerintah Daerah, Departemen Pertanahan, para

pengembang, para pemilik modal dan warga masyarakat kota.

II.3.1. Penataan Ruang Kota

Penataan ruang adalah usaha untuk merencanakan jumlah penggunaan

lahan untuk keperluan tertentu dan pada tempat yang tepat, termasuk didalamnya

mengatur hubungan antara pemukiman dengan tempat bekerja, tempat sekolah,

tempat berbelanja, tempat hiburan dan lain – lain yang semuanya juga sangat

tergantung pada rencana jaringan jalan di kota dan pemilihan rencana penggunaan

lahan. Untuk suatu kota yang sama sekali belum ada maka perencanaan tata

ruangnya akan jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan perencanaan kota

yang sedang berkembang. Pengalaman menunjukan bahwa banyak sekali

hambatan yang ditemui untuk menerapkan rencana tata ruang dari sebuah kota

yang telah terbangun, terutama mengenai pembebasan lahan.

(32)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi II.3.2.1. Faktor Tata Guna Lahan

Tata guna lahan adalah suatu cara untuk menghasilkan kegiatan yang

menimbulkan perjalanan. Penggunaan – penggunaan tanah yang berlainan akan

menghasilkan karakteristik perjalanan yang berlainan pula, misalnya tanah

diperuntukkan untuk kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, pusat pertokoan

dan lainnya diharapkan akan menghasilkan banyak perjalanan dari pada ruang

terbuka.

Sama halnya bila kegiatan – kegiatan yang berlainan dapat menghasilkan

karakteristik yang berlainan pula, misalnya satu hektar tanah kawasan pemukiman

yang dikembangkan pada kepadatan yang tinggi, kemungkinan sekali akan

menghasilkan lebih banyak pergerakan orang dibandingkan dengan satu hektar

tanah yang dikembangkan untuk keperluan rumah tinggal pada kepadatan rendah.

Meskipun luasan dari kawasan pemukiman penduduk adalah luas, untuk

keperluan perjalanan ini luasannya hanya menganggap sebagian besar

penggunaan tanah saja, karena 80 % - 90 % dari semua perjalanan bermula dan

berakhir di rumah, maka tata guna tanah kawasan pemukiman adalah penting

sekali. Prinsip – prinsip penggunaan tanah adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan terhadap sistem ekologi suatu tempat, yakni usaha untuk

membentuk sistem hubungan fungsional antara manusia penghuni dan

alam fisiknya untuk memperoleh kelestarian alam dan perlindungan

terhadap sumber – sumber alam.

b. Penggunaan tanah secara optimal, yaitu pendaya gunaan fungsi tanah

(33)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

c. Pola keserasian, yakni keseimbangan di antara ruang – ruang kegiatan kota

yang dibentuk.

Demikian pula untuk daerah komersial ( pusat perdagangan ), pusat

pendidikan dan reaksi dalam hubungannya dengan tata guna tanah dapat dianggap

sebagai pembangkit minat untuk pengadaan perjalanan.

Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja

dalam suatu kota seperti rumah sakit dan bandara. Dari sistem jaringan

transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda – beda. Sistem

jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan

daerah lainnya baik dari segi kualitas ( frekuensi dan pelayanan ) maupun

kuantitas ( kapasitas ). Contohnya pelayanan angkutan umumnya lebih baik di

pusat perkotaan dan pada jalan utama transportasi dibanding dengan daerah

pinggiran kota.

Apabila tata guna lahan saling berkaitan dan hubungan transportasi antar

tata guna tanah tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi.

Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan

transportasinya jelek, maka aksesibilitasnya rendah. Beberapa kombinasi

diantaranya mempunyai aksesibilitas menengah.

Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi.

Ruang merupakan kegiatan yang “ditempatkan” di atas lahan kota, sedangkan

transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu

ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Antara ruang kegiatan dan

(34)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Bila akses transportasi ke suatu ruang kegiatan ( persil jalan ) diperbaiki,

ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih

berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula

kebutuhan akan transportasi yang harus di tanggulangi, dan siklus akan terulang

kembali bila aksesibilitas diperbaiki.

Seperti halnya penjelasan di atas, struktur kota yang tersebar memanjang

dari pusat ke pinggiran atau acak secara meluas ke segala penjuru kota

menyebabkan tidak memadainya perkembangan prasarana jalan dan angkutan

umum untuk melayani masyarakat.

Pembangunan pemukiman menyangkut berbagai bidang serta lintas sektor

antara lain kependudukan, teknologi, pembiayaan, pertanahan, kelembangaan dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan program pembangunan di

lapangan dapat saja ditemukan aspek lain, titik berat kepentingan yang berbeda

sehingga kadang – kadang menimbulkan hambatan dalam pelaksanaannya. Dalam

kaitan itu ada beberapa permasalahan yang sering dijumpai dalam bidang

pemukiman, antara lain :

1. Pemukiman penduduk

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia masih sangat tinggi, merupakan

masalah pokok dalam pembangunan pemukiman. Masalah ini

mengakibatkan kebutuhan akan rumah selalu meningkat.

Disamping masalah pertambahan penduduk, juga ditentukan pada masalah

kualitas rumah dan lingkungan yang tidak memadai dan memerlukan

perbaikan. Dalam hal ini perlu pula diperhatikan masalah pendapatan

(35)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

2 Pengembangan teknologi

Pengembangan teknologi, industri konstruksi dan bahan bangunan belum

sepenuhnya menunjang pembangunan secara besar – besaran. Industri

bahan bangunan lokal belum berkembang secara baik, sehingga belum

dapat menyediakan bahan bangunan lokal yang murah, tepat waktu

(cepat) dalam jumlah besar dengan standard mutu yang bisa

dipertanggung jawabkan.

3. Pembiayaan

Mengingat kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana untuk

pembangunan pemukiman yang sangat terbatas, apalagi pada situasi

sekarang, maka perlu adanya suatu sistem pembiayaan yang menyeluruh

dan terpadu untuk mendorong terhimpunnya modal dari masyarakat bagi

pembiayaan pembangunan pemukiman dan perumahan.

4. Pengadaan tanah

Di kota–kota khususnya kota besar, pengadaan tanah untuk pembangunan

pemukiman sederhana merupakan suatu masalah pelik. Tanah yang luas

dan tepat lokasi serta tepat topografinya sudah langka, kalau pun ada

harganya sudah cukup tinggi sehingga sudah tidak layak lagi untuk

pemukiman sederhana.

Di samping itu, prosedur pembebasan tanah dirasakan memakan waktu

yang lama dan rangkaian prosesnya terlalu panjang. Adanya campur

tangan para spekulan tanah juga dirasa sangat menghambat, menambah

rumitnya pelaksanaan proses pembebasan tanah.

(36)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Peraturan perundang – undangan khususnya masalah pertanahan yang

sampai sekarang masih menjadi polemik di beberapa daerah. Sesuai

dengan undang–undang No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah,

pertanahan menjadi urusan daerah, tetapi dengan keluarnya

KEPPRES No.10 tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di

Bidang Pertanahan, masalah pertanahan ditangani kembali oleh

pemerintah pusat. Untuk itu, ada beberapa daerah menjadi bingung dalam

menentukan kebijakan untuk masalah ini.

6. Kelembangaan

Kelembangaan di bidang pemukiman yang menyangkut pembiayaan dan

pembangunan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan, masih

perlu ditingkatkan dan dilengkapi. Dalam hal ini peranan pemerintah

daerah dan swasta serta masyarakat perlu lebih ditingkatkan agar

pembangunan pemukiman dapat lebih merata dan terkendali.

7. Pusat data dan informasi

Pelayanan dari pusat data dan informasi yang dapat memberi masukan

yang menyangkut bidang pemukiman antara lain jumlah rumah dan

kekurangannya, keterjangkauannya, tersedianya bahan bangunan, dan

lain–lainnya masih sangat terbatas dan belum akurat. Data dan informasi

ini penting, khususnya dalam usaha meningkatkan keterjangkauannya,

mempertinggi mutu fisik bangunan rumah, memanfaatkan bahan bangunan

dan industri konstruksi lokal serta meningkatkan partisipasi serta swadaya

masyarakat.

(37)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

Lingkungan pemukiman yang sudah dibangun baik oleh developer

(perusahaan pengembang), beserta fasilitas dan sarana pelayanannya,

selanjutnya diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah

setempat. Dalam proses penyerahan ini perlu diperhatikan standard dan

fasilitas lingkungan, khususnya kualitas jalan, saluran air dan teknik serta

biaya pemeliharaan dari Pemerintah Daerah setempat dalam pengelolaan

selanjutnya.

9. Partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan pemukiman

Kebersihan lingkungan pemukiman merupakan suatu syarat bagi

terciptanya rumah sehat dalam lingkungan yang sehat. Kebersihan

lingkungan pemukiman pada umumnya kurang mendapat perhatian,

seperti halaman rumah, taman, selokan dan sampah yang merupakan unsur

penting bagi suatu tata kehidupan yang sehat. Oleh karena itu, kesadaran

dan partisipasi dari masyarakat untuk ikut memelihara lingkungan masih

perlu digalakkan. Peranan Pemerintah Daerah melalui aparatnya sangat

penting dalam memberi dorongan dan bimbingan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, permasalahan perumahan dan pemukiman di Indonesia

merupakan permasalahan lintas sektor dan melibatkan semua pihak baik unsur

pemerintah, swasta (dunia usaha) dan masyarakat, untuk itu penanganannya harus

terinteregasi dan terpadu dari beberapa instansi. Apalagi dengan keluarnya Paket

Kebijakan Oktober (Pakto) Nomor 23 tahun 1993 yang memberikan peluang

kepada pengembang untuk pengadaan lahan untuk kepentingan perumahan dan

(38)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi II.3.2.2. Konsep Struktur Tata Guna Lahan

Sesuai dengan pola kegiatan fasilitas dan penggunaan lahan serta konsep

struktur wilayah fungsional, maka konsep struktur tata ruang wilayah suatu

tempat diarahkan pada :

a. Konsep struktur tata guna lahan tradisional, menyediakan lahan bagi

kegiatan yang berorientasi kepada :

1. Kegiatan ekstraktif (pertanian / perkebunan).

2. Kegiatan industri prosessing dan kawasan khusus.

3. Kegiatan perhubungan : angkutan laut, udara dan darat.

4. Kegiatan perdagangan, jasa dan pariwisata.

5. Kegiatan pelayanan sosial, bangunan umum dan pemerintahan.

6. Kegiatan pemukiman/perumahan.

b. Penyediaan lahan bagi kegiatan yang untuk sementara belum

ditentukan, sehingga seolah merupakan kegiatan campuran.

II.4 Pengertian Metropolitan

Menurut Salim (Budi Sinulingga, 1995), kota metropolitan berarti terdiri

dari kota – kota besar dan daerah sekitarnya. Berdasarkan pengertian kata

(39)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

dengan daerah sekelilingnya, terutama untuk kepentingan perencanaan kota.

Dalam melakukan perencanaan suatu kota besar, ahli perencana kota tidak hanya

dapat melihat batas administrasi kota saja, yang dinamakan sebagai wilayah

perencanaan kota.

Menurut Stuart da Kaiser (Budi Sinulingga, 1995), wilayah perencanaan

kota itu akan mencakup suatu pusat kegiatan perkotaan dengan tujuan

perencanaan tertentu, bersama dengan wilayah terbangun sekitarnya langsung

berbatasan ataupun tidak langsung, termasuk wilayah yang belum terbangun yang

diperkirakan akan terlibat dalam kegiatan pembangunan selama waktu

perencanaan.

Secara lebih spesifik BJG Berry dan F.E Haston (Budi Sinulingga, 1995)

mendefinisikan wilayah metropolitan sebagai suatu wilayah yang harus mencakup

2 (dua) elemen pokok yaitu :

a. Adanya satu atau beberapa kota yang merupakan kota atau derah inti

dengan batasan jumlah dan kepadatan tertentu.

b. Adanya hubungan sosial ekonomi antara kota atau daerah inti terdekat

dengan daerah yang berdekatan yang memenuhi ciri – ciri metropolitan.

Dalam hal ini, di Indonesia belum ada kriteria yang jelas tentang kota

metropolitan, kecuali definisi dari Departemen Pekerjaan Umum yang

menyatakan bahwa kota metropolitan adalah kota yang berpenduduk diatas

1 (satu) juta jiwa.

Rangkuman dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan definisi

kota metropolitan yaitu kota inti dari kawasan metropolitan

(40)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

1. Ketentuan Departemen Pekerjaan Umum bahwa kota metropolitan adalah

kota berpenduduk diatas 1 (satu) juta jiwa.

2. Mempunyai suatu kesatuan sistem dengan kota – kota lainnya di kawasan

metropolitan tersebut. Yang dimaksud dengan satu kesatuan sistem adalah

penyediaan sarana perkotaan yang saling menunjang untuk melayani

penduduk kawasan tersebut. Untuk terciptanya kesatuan sistem ini

diperlukan jalan lintas cepat yang menghubungkan kota inti dengan kota

satelit dan jalan – jalan lintas cepat di kota inti untuk kemudahan

pencapaian bagian kota.

3. Tenaga kerja kawasan metropolitan di luar kota inti paling kurang 75 %

bekerja di sektor non agraris.

4. Terdapat penglaju (commuter) berupa pekerja minimal 30 % dari tenaga

kerja luar kota inti ke kota inti.

II.5. Pengertian Migrasi

Pertumbuhan penduduk kota secara umum dapat disebabkan oleh dua

faktor, yaitu pertumbuhan alamiah dan migrasi. Pertumbuhan alamiah adalah

pertumbuhan akibat kelahiran dikurangi kematian, sedangkan migrasi adalah

perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tujuan (motivasi)

tertentu, seperti faktor sosial, ekonomi maupun politik.

Dalam penelitian ini kajian terhadap fenomena pertumbuhan penduduk

lebih disoroti dari segi aspek migrasi. Migrasi terdiri dari dua jenis, yaitu migrasi

(41)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

migrasi permanen adalah perpindahan penduduk yang berakhir pada menetapnya

migran pada tujuannya, sedangkan migrasi sementara adalah perpindahan

penduduk yang tidak menetap pada tujuan migran, tetapi kembali ke tempat

semula atau pindah ke tempat lain.

Migrasi pada hakekatnya merupakan implikasi dari perbedaan

ketersediaan fasilitas antara suatu daerah dengan daerah lain. Penduduk dari

daerah yang berfasilitas kurang pada umumnya daerah pedesaan, akan memiliki

potensi untuk pindah ke daerah yang berfasilitas lebih lengkap, yaitu daerah

perkotaan. Migrasi yang seperti ini dinamakan migrasi desa–kota.

Interaksi antara aspek–aspek psikologis dengan keruangan (sptial) akan

menimbulkan akibat yang lain, yaitu perpindahan orang – orang dari kota yang

berfasilitas lengkap tetapi padat ke kota–kota pinggiran yang mulai

mengembangkan fasilitas – fasilitasnya. Migrasi yang seperti ini disebut migrasi

dalam kota (intra urban migration), atau kadang–kadang disebut pergerakan

bermukim (residential mobility). Fenomena kedua ini dapat menjelaskan

berkurangnya jumlah penduduk dari bagian kota yang lebih padat penduduknya

dan berkembangnya kota–kota yang relatif belum padat, termasuk kota–kota

satelit di pinggiran kota.

II.6. Kawasan Perumahan

Masalah perumahan merupakan fenomena umum yang selalu dihadapi

oleh kota – kota di negara yang sedang berkembang. Fakta menunjukkan bahwa

sampai pada tingkat perkembangan tertentu dari suatu kota, semakin besar kota

(42)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

dari adanya daya tarik kota yang kuat terhadap migran pendatang untuk tinggal

menetap di kota. Laju pertambahan jumlah penduduk kota yang cukup tinggi

tersebut tidak mampu diimbangi oleh laju pertambahan rumah tinggal yang

memadai.

Menurut Branch (Budi Sinulingga, 1995), kawasan perumahan sebagai

salah satu unsur yang membentuk kota terdiri dari berbagai bangunan dan

prasarana lingkungannya merupakan unsur yang paling menonjol daripada

unsur–unsur sarana dan prasarana kota lainnya. Bangunan–bangunan

sesungguhnya merupakan unsur perkotaan yang paling jelas terlihat, dipandang

pada saat kapanpun dan dari tempat manapun di kota. Sebagai konsekuensinya,

maka potensi yang dimiliki juga cukup besar dalam menimbulkan permasalahan

perkotaan jika dalam pengadaan dan pengembangannya tidak diatur dengan benar.

Persoalan perkotaan yang dimaksud adalah selain dapat menimbulkan

ketidakteraturan wajah kota, maka pembangunan rumah–rumah tinggal berikut

fasilitas perumahan yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat, akan

menimbulkan masalah – masalah sosial yang sangat sulit dipecahkan.

Perumahan adalah salah satu kebutuhan pokok minimal selain sandang

dan pangan yang harus dipenuhi oleh manusia. Dan ternyata untuk mencukupi

kebutuhan ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, terlebih lagi bagi penduduk

kota. Di perkotaan, rumah menjadi sesuatu yang sangat mahal sebagai akibat dari

tingginya harga tanah. Apalagi untuk memperoleh rumah yang layak untuk

ditempati, hanya sebagian kecil warga kota yang dapat memilikinya. Tingkat

modernitas suatu kota salah satunya dapat diukur dari tingkat kualitas perumahan

(43)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

tersebut, akan tercermin dari semakin baik pula kualitas perumahan yang

dimilikinya. Kualitas yang dimaksud harus berdimensi menyeluruh, yakni selain

kualitas material konstruksi dari bangunan–bangunan yang ada, kelengkapan

sarana dan prasarana sosial dan lingkungan, serta keterkaitan yang harmonis

antara kawasan perumahan dengan kawasan – kawasan lainnya.

II.6.1. Lokasi Daerah Perumahan

Untuk menetapkan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan

hal–hal sebagai berikut :

1. Ditinjau dari segi teknis pelaksanaannya :

a. Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti.

b. Tanahnya baik sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat

direncanakan.

c. Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah

dan lain – lain.

d. Mudah mendapatkan bahan – bahan bangunan.

e. Mudah mendapatkan tenaga – tenaga kerja.

2. Ditinjau dari segi tata guna tanah :

a. Tidak merusak lingkungan yang telah ada.

b. Sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir

air.

3. Ditinjau dari segi kesehatan dan kemudahan :

a. Lokasi perumahan sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang

(44)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

b. Lokasi perumahan sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan.

c. Lokasi perumahan mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni.

4. Ditinjau dari segi politis dan ekonomi :

a. Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat

sekelilingnya.

b. Mudah pemasarannya karena lokasinya disukai calon pembeli.

II.6.2 Pengaturan Daerah Perumahan

Setelah loakasi daerah perumahan ditentukan berdasarkan pilihan yang

optimal, maka agar dalam jangka panjang daerah perumahan tersebut tidak

menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dalam arti luas, perlu sekali dibuat

site planning. Site planning ini penting sekali karena hal tersebut selain akan

menetukan bentuk kota yang ada, dapat menciptakan kemudahan atau kesukaran

bagi para penghuni, selain itu dapat mempengaruhi tingkah laku dari para

penghuni di lokasi perumahan tersebut. Untuk menghindari hal – hal negatif

akibat suatu penyusunan site planning yang kurang baik, perlu diperhatikan

hal–hal sebagai berikut :

1. Jaring–jaring jalan dan lebarnya direncanakan sedemikian rupa sehingga

dapat memberikan kemudahan yang cukup kepada para penghuninya.

2. Susunan kapling direncanakan sedemikian rupa sehingga

kelompok–kelompok kapling yang besar dan kecil dapat teratur dalam

(45)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

3. Disediakan tanah-tanah untuk fasilitas umum yang cukup misalnya

penghijauan, tempat beribadat, sekolah dan lain–lain.

4. Jaring–jaring saluran darinase, pembuangan air limbah dan sebagainya

harus dapat diatur sedemikian rupa, sehingga lokasi perumahan yang ada

dapat bebas dari genangan air atau banjir.

5. Perencanaan suatu daerah pemukiman seyogyanya juga dapat memberikan

kemudahan bagi para penduduk yang tinggal di sekitar daerah perumahan

tersebut bahkan kalau mungkin dapat diciptakan suatu kesatuan yang baik.

II.6.3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengadaan Rumah di Indonesia

Kebijaksanaan pemerintah dalam pengadaan rumah untuk mengatasi

masalah kekurangan perumahan di Indonesia dilakukan melalui :

a. Pembangunan perumahan dan pemukiman yang dilakukan oleh Perum

Perumnas.

b. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan yang tergabung

dalam persatuan perusahaan Real Estate Indonesia (REI).

c. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi

swasta yang dibiayai melelui Kredit Kepemilikan Rumah Tabungan

Negara (KPR – BTN).

d. Pembangunan perumahan yang dilakukan melalui dana suatu lembaga

yang diperuntukan bagi pegawainya.

e. Pembangunan perumahan dan pemukiman transmigrasi yang dilakukan

(46)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

f. Pembangunan perumahan dan pemukiman bagi masyarakat terasing

melalui dana Departemen Sosial.

g. Pembangunan perumahan dan pemukiman pedesaan melalui koordinasi

antara Direktorat Jendral Pembangunan Desa dan Departemen Dalam

Negeri.

h. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pengembang lainnya.

Secara umum maksud dan tujuan pembangunan perumahan dan

pemukiman tersebut adalah untuk :

• Memperbaiki keadaan perumahan dan lingkungannya untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

• Mengembangkan dan meningkatkan sarana, prasarana dan fasilitas

lingkungan baik perkotaan maupun pedesaan.

• Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi–fungsi perkotaan

dengan lebih mengutamakan tata guna tanah.

Secara lebih khusus pengadaan sekaligus pengawasan terhadap perumahan

dan pemukiman melalui kebijakan – kebijakan sebagaimana disebutkan diatas

diatur menurut Undang – undang No. 4 tahun 1992 tentang perumahan

pemukiman tersebut dijelaskan bahwa penataan perumahan dan pemukiman

bertujuan untuk :

• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar

manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan

(47)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

• Mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam

lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran

penduduk yang rasional.

• Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya dan

bidang – bidang lain.

Berdasarkan pasal tersebut dapat di simpulkan bahwa setiap pengadaan

perumahan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta harus

benar – benar ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

II.6.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Perumahan

Perkiraan kebutuhan perumahan pada periode mendatang merupakan

turunan dari kajian mengenai perkembangan penduduk. Walaupun tingkat

pertumbuhan penduduk diperkirakan akan turun sebesar 1,68 % selama jangka

waktu 1996 – 2000 jumlah rumah tangga akan meningkat dua kali lipat dari

tingkat pertumbuhan tersebut (3,49 %) yang tentunya sangat berpengaruh

terhadap tingkat kebutuhan perumahan.

Tingkat kebutuhan penyediaan rumah adalah 2 % per tahun atau sejumlah

13000 unit per tahin sampai 2001. Jika proyeksi ini diteruskan sampai dengan

2010, maka dalam kurun waktu 2001 – 2010 minimal jumlah rumah yang harus

disediakan sebanyak 140100 unit, dan apabila kebutuhan sampai tahun 2001

terpenuhi maka untuk kurun waktu 2001–2010 tersebut jumlah rumah yang harus

(48)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

penyediaan rumah tersebut, maka dalam kurun waktu 15 tahun mendatang

diperkirakan bahwa untuk pembangunan perumahan baru membutuhkan lahan

yang luasnya minimal 7000 hektar. Tingkat penyediaan 2 % per tahun sebenarnya

merupakan angka estimasi cukup tinggi karena mengacu pada proyeksi jumlah

rumah tangga. Sekitar 46 % dari angka estimasi tersebtu merupakan jumlah

kebutuhan rumah kosong yang dianggap mutlak untuk dipenuhi. Tabel 2.1 berikut

ini menyajikan perkiraan jumlah rumah yang harus disediakan oleh Pemerintah

( Perumnas ) dan swasta ( REI ) sampai tahun 2010.

Tabel 2.1 Perkiraan Jumlah Rumah yang Harus Disediakan oleh Perumnas dan

REI pada Periode 1996 – 2010

DEVELOPER

JUMLAH UNIT RUMAH YANG HARUS

DISEDIAKAN

SUMBER : Bappeda TK.I Sumatera Utara

II.7. Pengertian Infrastruktur

Infrastruktur atau sarana dan prasarana di artikan sebagai fasilitas fisik

suatu kota atau negara yang sering disebut pekerjaan umum (Suripin, 2004).

Departemen pemukiman dan prasarana wilayah

(Depkimpraswil) mendefinisikan prasarana dan sarana adalah bangunan dasar

yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup dalam

(49)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat

hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dan lainnya dalam

mempertahankan kehidupannya.

Secara lebih lugas dapat dikatakan bahwa infrastruktur adalah bangunan

atau fasilitas–fasilitas dasar, peralatan–peralatan, dan instalansi–instalansi yang

dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan

kehidupan sosial–ekonomi masyrakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang

dirancang dalam sistem, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat

luas dan banyak, namun secara umum dapat dikelompokan ke dalam 7 (tujuh)

grup infrastruktur, yaitu :

1. Kelompok air ; meliputi air bersih, sanitasi, drainase dan pengendalian

banjir.

2. Kelompok jalan ; meliputi jalan raya, jalan kota dan jembatan.

3. Kelompok sarana transportasi ; meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun

kereta api, pelabuhan dan pelabuhan udara.

4. Kelompok pengelolaan limbah ; meliputi sistem manajemen limbah cair

dan padat (persampahan).

5. Kelompok bangunan kota, pasar dan sarana olahraga terbuka

(outdoor sport ).

6. Kelompok energi ; meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas.

7. Kelompok telekomunikasi.

Sebagai suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, maka

(50)

Rumata Christella Hutapea : Preferensi Bermukim Penduduk Di Wilayah Pinggiran Barat Kota Medan ( studi

keterpengaruhan antar komponen, beserta dampak–dampaknya. Perencanaan

infrastruktur merupakan proses dengan kompleksitas tinggi, multi disiplin, multi

sektor dan multi user. Oleh karena itu, perencanaan infrastruktur tidak bisa terlalu

global. Jika perencanaan terlalu spesifik (bersifat sektoral) tanpa memperdulikan

komponen lain, maka akan banyak bertabrakan dengan komponen lainnya.

Sebaliknya, jika terlalu global, hasilnya tidak akan efektif, (Suripin, 2004).

Perencanaan yang mungkin paling baik adalah yang berada diantaranya, yaitu

perencanaan yang didasarkan pada pendekatan permasalahan secara global dan

tingkatan yang tepat dengan mempertimbangkan secara matang segala dampak

eksternalnya, namun masih berkonsentrasi secara fisik pada persoalan utama yang

ingin dipecahkan.

II.7.1.Genangan Air ( Banjir )

II.7.1.1.Faktor yang Mempengaruhi Genangan Air ( Banjir )

Proses hidrologis (siklus air) dipengaruhi oleh jumlah air hujan dan daya

serap tanah (luas dan jenis tanah). Air permukaan ini akan muncul bila jumlah air

yang masuk tidak sama dengan air yang terserap oleh tanah. Menirut Sukarto

(2002), air permukaan merupakan fenomena hidrologi yang terjadi karena

kapasitas sistem yang tidak mencukupi yang dapat menyebabkan :

• Kuantitatif Genangan : luapan banjir dari saluran yang ada

(permukaan air maksimum) serta luas, kedalaman, frekuensi dan durasi

Gambar

Tabel 2.1 Perkiraan Jumlah Rumah Yang Harus Disediakan Oleh Perumnas dan
Tabel 2.1  Perkiraan Jumlah Rumah yang Harus Disediakan oleh Perumnas dan
Tabel 3.1.
Tabel 5.1 Tabulasi konstruksi bangunan tempat tinggal, status kepemilikan,
+7

Referensi

Dokumen terkait