• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pneumocystis Carinii Pneumonia : Suatu Infeksi Oportunistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pneumocystis Carinii Pneumonia : Suatu Infeksi Oportunistik"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PNEUMOCYSTIS CARINII PNEUMONIA

SUATU INFEKSI OPORTUNISTIK

disusun oleh :

SUNNA VYATRA HUTAGALUNG 132317264

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Abstract :

Pneumocystis carinii pneumonia is an opportunistic infection occurs in

immunosuppressed populations. Pneumocystis carinii pneumonia is caused by

Pneumocystis jiroveci, an organism with characteristic structures resembles to protozoa

and also sensitive to anti parasite drugs. But later on, based on the reseach for the

molecular biology of the RNA, Pneumocystis jiroveci then categorized as a fungi with

close-relation to Askomikotina. Transmission is assumed by respiratory droplet

infection, with the cyst form as the infective stage to human. The disease has become

increasingly recognized worldwide with the epidemic of AIDS. Since the onset of the

disease is fast and sometimes overlooked in immunocompromized patients, the prognosis

is poor due to the respiratory failure which leads to mortality.

Keywords : Pneumocystis carinii pneumonia, Pneumocystis jiroveci, opportunistic

infection, immunocompromized.

Definisi & Etiologi

Pneumocystis carinii pneumonia (selanjutnya disebut PCP) merupakan infeksi pada paru

yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis carinii, sekarang dikenal dengan nama

Pneumocystis jiroveci, sebagai tanda penghormatan kepada ahli parasitologi

berkebangsaan Cechnya; Otto Jirovec. Organisme ini pertama kali ditemukan oleh

Chagas (1909). Pada tahun 1915 Carini dan Maciel menemukan organisme ini pada paru

guinea pig, awalnya diduga sebagai salah satu tahap dalam siklus hidup Trypanosoma

cruzi. Pada tahun 1942, Meer dan Brug pertama kali menyatakan bahwa organisme ini

merupakan salah satu jenis parasit yang patogen pada manusia. Baru pada tahun 1952

Vanek bekerjasama dengan Otto Jirovec menggambarkan siklus paru dan patologi dari

penyakit yang kemudian dikenal sebagai “parasitic pneumonia” atau “pneumonia sel

plasma interstisial (interstitial plasma cell pneumonia)” ini. Sekarang penyakit ini

merupakan infeksi oportunis berbahaya yang paling sering terjadi pada pasien AIDS

(1,2,3,4,5)

(3)

Taksonomi

Masih ada perbedaan pendapat mengenai taksonomi Pneumocystis jiroveci. Pada

awalnya sebagian besar peneliti memasukkan Pneumocystis jiroveci dalam golongan

protozoa, apalagi sejak Wenyon mengklasifikasikannya ke dalam sub klas

Coccidiomorpha , klas Sporozoa dari protozoa. Penggolongan ke dalam protozoa ini

dikarenakan karakteristik strukturnya yang menyerupai Toksoplasma gondii dan sensitif

terhadap preparat obat anti parasit, antara lain pentamidin isethionat, pirimetamin,

sulfadiazine, trimetoprim + sulfametoksazol (Gajdusek, 1957; Frenkel et al., 1966; Ham

et al., 1971). Hal ini diperkuat oleh Yoneda et al. (1982) yang berdasarkan

pemeriksaannya dengan mikroskop elektron dan “freeze fracture microscopy”

memastikan bahwa Pneumocystis jiroveci adalah suatu protozoa.

Namun studi terbaru berdasarkan penelitian biologi molekuler asam nukleat RNA

ribosom dan biokimianya, Pneumocystis jiroveci dimasukkan ke dalam golongan fungus

(= jamur) yang berhubungan erat dengan Askomikotina (1,5,6,7,8).

Tbl 1. Nomenklatur terbaru Pneumocystis jiroveci, dikutip dari Wikipedia.

Kingdom: Fungi

Distribusinya luas di seluruh dunia, dapat menginfeksi manusia dan hewan. Pada

manusia, PCP lebih sering terjadi secara sporadik, jarang menimbulkan epidemi(Johnson

et al., 1970; Peneral et al., 1970) dan terjadi pada semua golongan umur (Singer et al.,

(4)

PCP biasanya terjadi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang menurun, seperti

pada penderita AIDS, serta bayi dan balita yang premature dan mengalami malnutrisi

(kurang gizi). Sebelum adanya epidemik AIDS pada awal 1980-an, PCP jarang terjadi

dan biasanya diderita oleh pasien dengan malnutrisi protein atau penderita ALL (Acute

Lymphocytic Leukemia), atau pada pasien – pasien yang mendapat terapi kortikosteroid.

Sekarang infeksi oportunistik ini umumnya sering dihubungkan dengan dengan infeksi

HIV lanjut (3,6,7,9,10).

Morfologi dan siklus hidup

Vavra dan Kucera (1970) membagi Pneumocystis jiroveci menjadi 3 stadium, yaitu :

a. Stadium trofozoit

Bentuk pleomorfik dan uniseluler, berukuran 1 – 5 µ dan memperbanyak diri

secara mitosis. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat ultrastrukturnya sebagai

berikut : berdinding tipis (20 – 40 µ) dengan beberapa ekspansi tubular yang

disebut sebagai filopodium; umumnya mempunyai 1 inti tetapi kadang dapat

lebih dari 2 inti; mitokondria,retikulum endoplasmik yang kasar; benda – benda

bulat (round bodies dan vakuol – vakuol). Pada pewarnaan Giemsa, inti berwarna

ungu gelap dan sitoplasma biru terang tetapi tidak ada ciri lain yang khas. Juga

dapat dilihat dengan pewarnaan “acridine orange”.

Trofozoit yang kecil (1 – 1,5 µ) ditemukan di dekat kista yang berdinding tebal,

berbentuk bulan sabit menyerupai “intracystic bodies” (beberapa sumber

menyatakan “intracystic bodies” sebagai trofozoit yang sedang berkembang).

Trofozoit yang besar menempel pada dinding alveolus dan mempunyai dinding

tipis yang sama dengan trofozoit yang kecil tetapi mempunyai filopodium dan

pseudopodium sehingga berbentuk ameboid.

b. Stadium prakista

Merupakan bentuk intermediate antara trofozoit dan kista. Bentuk oval, ukuran 3

– 5 µ dan dindingnya lebih tebal (berkisar antara 40 – 120 µ) dengan jumlah inti

(5)

dinding yang lebih tebal dari stadium prakista dapat diwarnai dengan

“methenamine silver” (Matsumoto dan Yoshida, 1986).

c. Stadium kista

Stadium ini merupakan bentuk diagnostik untuk pneumosistosis (Matsumoto dan

Yoshida, 1986), juga diduga sebagai bentuk infektif pada manusia. Dengan

mikroskop fase kontras, kista mudah dilihat, bentuknya bulat dengan diameter

3,5 - 12 µ (kurang lebih 6 µ), mengandung 8 sporozoit atau trofozoit yang sedang

berkembang (“intracystic bodies”)yang berdiameter 1 – 1,5µ. Sporozoit tersebut

dapat berbentuk seperti buah peer, bulan sabit atau kadang – kadang terlihat kista

berdinding tipis dengan suatu massa di tengah yang homogen atau bervakuol.

Kista dan trofozoit mudah diwarnai dengan Giemsa atau dengan cara Gram –

Weiger. Pewarnaan dengan Giemsa baik untuk melihat bagian – bagian dari

parasit. Kapsul berwarna ungu merah, sitoplasma ungu dan inti ungu biru. Kista

yang tidak mengambil warna dianggap sebagai kista yang berdegenerasi. Untuk

menemukan kista, pewarnaan yang paling cocok adalah Gomori – Silver. Tapi

dengan warna ini tidak mungkin diperiksa susunan dalam kista secara detail.

Kista dapat juga dilihat dengan teknik fluoresen dilabel dengan antibody (Arean,

1971).

Gbr 1. Kista Pneumocystis jirovecii.

Siklus hidup

Siklus hidup yang komplit dari Pneumocystis jiroveci belum sepenuhnya

(6)

sangatlah sulit mengobservasi siklus hidupnya hanya dari klinis. Secara umum

siklus hidup dari berbagai variasi spesies Pneumocystis digambarkan oleh John

J. Ruffolo , Ph. D. (Cushion, MT, 1988) seperti pada gambar 1.Jamur ini

ditemukan pada paru – paru mamalia tempat jamur ini tinggal tanpa

menyebabkan infeksi yang nyata sampai sistem imun hospes melemah. Hal

inilah yang kemudian menimbulkan pneumonia yang sering fatal (1,2,3,4,5,6,7,8,9).

Gam bar 2.Pneum ocyst is st ages w er e r eproduced from a draw ing by Dr. John J. Ruffolo, Sout h Dakot a

St at e Univ ersit y , USA published in Cushion M. Pneum ocyst is car inii. I n: Collier L, Balow s A, Sussm an

M, edit ors. Topley and Wilson's Microbiology and Microbial I nfect ions: Volum e 4 Medical My cology , 9t h

ed. New York: Arnold Publishing; 1998. p. 674.

Keterangan gambar :

Fase aseksual : bent uk t r ofozoit ber eplikasi secar a m it osis ke . Fase

seksual : bent uk t r ofozoit yang haploid ber konj ugasi dan m enghasilk an

zigot ( ear ly cyst , kist a m uda) yang diploid . Zigot m em belah diri secara

m eiosis dan dilanj ut kan dengan m em belah dir i secar a m it osis unt uk

(7)

Kist a st adium lanj ut m engandung 8 spor ozoit yang ber isi spor a yang

Pneumocystis jiroveci berada tersebar dimana –mana sehingga hampir semua orang

telah pernah terpapar dengan organisme ini bahkan sejak kanak – kanak sebelum berusia

4 tahun.

Transmisi Pneumocystis jiroveci dari orang ke orang diduga terjadi melalui “respiratory

droplet infection” (tertelan ludah) dan kontak langsung (Brown, 1975), dengan kista

sebagai bentuk infektif pada manusia. Kebanyakan peneliti menganggap transmisi

terjadi dari orang ke orang melalui inhalasi. Juga dilaporkan bahwa transmisi dapat

terjadi secara “in utero” dari ibu kepada bayi yang dikandungnya (Singer et al., 1975),

namun dengan trofozoit sebagai bentuk infektifnya. Masa inkubasi ekstrinsik ( =

prepaten period) diperkirakan 20 -30 hari dengan durasi serangan selama 1 – 4 minggu.

Masih ada kontroversi apakah PCP muncul akibat reaktivasi infeksi laten yang telah

pernah didapat penderita sebelumnya atau karena paparan berulang dan reinfeksi

terhadap jamur ini. Namun diduga mekanisme infeksinya karena menjadi aktifnya

infeksi laten (Sheldon, 1959; Frenkel et al., 1966)

Organisme ini merupakan patogen ekstra seluler. Paru merupakan tempat primer infeksi,

biasanya melibatkan kedua bagian paru kiri dan kanan. Tetapi dilaporkan bahwa infeksi

Pneumocystis jiroveci bisa juga terdapat ekstrapulmonal yaitu di hati, limpa, kelenjar

getah bening dan sum – sum tulang (Jarnum et al., 1986; Barnet et al., 1969, Arean,

1971). Organisme umumnya masuk melalui inhalasi dan melekat pada sel alveolar tipe I.

Di paru, pertumbuhannya terbatas pada permukaan surfaktan di atas epitel alveolar.

Pneumocystis jiroveci berkembang biak di paru dan merangsang pembentukan eksudat

yang eosinofilik dan berbuih yang mengisi ruang alveolar, mengandung histiosit,

limfosit dan sel plasma yang menyebabkan kerusakan ventilasi dalam paru sehingga

(8)

ini mengakibatkan kematian karena kegagalan pernafasan akibat asfiksia yang terjadi

karena blokade alveoli dan bronchial oleh massa jamur yang berproliferasi tadi.

Pada autopsi ditemukan paru bertambah berat dan volumenya bertambah besar, pleura

agak menebal. Penampang irisan paru berwarna kelabu dan terlihat konsolidasi serta

septum alveolus yang jelas. Hiperplasia jaringan interstisial dan terinfiltrasi berat dengan

sel mononukleus dan sel plasma juga tampak. Karena itulah penyakitnya disebut

“Pneumonia sel plasma interstisial”. Dinding alveolus menebal dan alveolus berisi

eksudat yang amorf dan eosinofilik – memberi gambaran seperti sarang lebah

(honeycomb appearance)-, yang mengandung histiosit dan limfosit, sel plasma dan

organisme itu sendiri. Tetapi pneumonia pneumosistis pada penderita

agamaglobulinemia atau dengan imunosupresi, eksudat yang khas mungkin tidak

ditemukan karena tidak ada limfosit B (Beaver et al., 1984).

Infeksi Pneumocystis jiroveci ditemukan dalam paru hospes dan biasanya terbatas di

lumen alveolus. Ada beberapa laporan yang menyatakan bahwa Pneumocystis jiroveci

terdapat di dalam kapiler alveolus, septum interalveolus interstisial dan sel epitel

(Matsumoto dan Yoshida, 1986) (1,2,5,6,7,8).

Gejala klinis

Gejala klinis PCP meliputi triad klasik demam – yang tidak terlalu tinggi-, dispnoe –

terutama saat beraktivitas-, dan batuk non produktif. Progresivitas gejala biasanya

perlahan, dapat berminggu – minggu bahkan sampai berbulan – bulan. Semakin lama

dispnoe akan bertambah hebat, disertai takipnoe – frekwensi pernafasan meningkat

sampai 90 – 120 x / menit -, sampai terjadi sianosis.

Pada pemeriksaan fisik diagnostik tidak dijumpai tanda yang spesifik. Saat auskultasi

dapat dijumpai ronki kering atau bahkan tidak dijumpai kelainan apapun. Pada 2 – 6 %

kasus, PCP dapat muncul dengan pneumothorax spontan.

Pada pemeriksaan radiologi paru terlihat gambaran yang khas berupa infiltrat bilateral

simetris, mulai dari hilus ke perifer, bisa meliputi seluruh lapangan paru. Daerah dengan

kolaps, diselingi dengan daerah yang emfisematosa menimbulkan gambaran seperti

sarang tawon (“honey comb appearance”), kadang – kadang terjadi emfisema

(9)

Pada darah dijumpai kadar LDH (Lactate Dehidrogenase) yang tinggi - > 460 U / L –

atau Pa O2 (tekanan oksigen parsial arteri) < 75 mmHg.

Lesi ekstra pulmoner jarang terjadi - < 3 % -, namun dapat melibatkan limpa, hati,

kelenjar getah bening dan sum – sum tulang.

Pada penderita anak – anak sehubungan dengan malnutrisi, onset penyakit berjalan

perlahan , dijumpai kegagalan tumbuh kembang (failure to thrive), yang akhirnya diikuti

takipnoe dan sianosis. Sedang pada penderita yang imunosupresif – anak mau pun

dewasa -, onset penyakit berjalan cepat (1,2,5,6,7,8,10,11,13).

Diagnosa

Diagnosa laboratorium sukar ditegakkan. Diagnosa pasti dilakukan dengan menemukan

Pneumocystis jiroveci pada sediaan paru atau bahan yang berasal dari paru, diantaranya :

- sediaan yang diperoleh dari induksi sputum

- sediaan yang diperoleh dari BAL (Broncho Alveolar Lavage) dilakukan bila

hasil induksi sputum (-).

- Sediaan dari biopsi paru

* Pemeriksaan serologis PCR dari sediaan darah, serum dan aspirasi nasofaring

masih diteliti lebih lanjut untuk dapat membedakan antara infeksi yang sedang

berlangsung atau infeksi yang sudah lalu.

* Foto roentgen dada dapat menunjukkan gambaran abnormal seperti adanya gambaran

infiltrate interstisial bilateral difus pada daerah hilus(gbr. 2) Dapat juga terlihat

gambaran yang berbeda seperti nodul, kavitas, konsolidasi, pneumatocele dan

(10)

Gbr 3.Foto roentgen dada pada penderita PCP

Terlihat gambaran infiltrat interstisial bilateral difus pada daerah hilus.

* Sebagai pemeriksaan laboratorium tambahan, analisa gas darah dapat menunjukkan

gambaran penurunan level O2 darah (1,3,4,5,6,10,11,12,13,15).

Manajemen PCP

a. Pengobatan

Obat pilihan utama adalah kombinasi trimetoprim 20 mg/kg BB / hari +

sulfametoksazol 100 mg /kg BB / hari per oral, dibagi dalam 4 dosis dengan

interval pemberian tiap 6 jam selama 12 – 14 hari. Obat alternatif lain (namun lebih

toksik) adalah pentamidin isethionat, dosis 4 mg/ kg BB / hari diberikan 1 x / hari

secara IM atau IV selama 12 – 14 hari. Pentamidin isethionat biasanya diberikan

pada pasien yang tidak respon ataupun tidak dapat bertoleransi terhadap pemberian

kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol.

Pemberian kemoterapi alternatif lain seperti trimetrexate + dapsone, trimetoprim +

dapsone, leucovorin + dapsone,clindamycin + primaquine dan atovaquone dapat

dipertimbangkan, namun saat ini masih digunakan sebatas untuk tujuan penelitian.

b. Profilaksis

Profilaksis umumnya diberikan pada pasien dengan immunodefisiensi /

immunocompromized. Pada penderita HIV / AIDS dengan CD4 count menurun

(11)

Kemoprofilaksis biasanya berupa pemberian kombinasi trimetoprim +

sulfametoksazol, 150 dan 750 mg / m2 / hari, dibagi dalam 2 dosis dengan interval

pemberian tiap 12 jam. Pentamidin inhaler dalam bentuk aerosol dapat juga

digunakan sebagai alternatif lain kemoprofilaksis (1,9,10,12,13,14).

Prognosis

Prognosis kurang baik karena onset penyakit berjalan cepat pada penderita dengan

immunodefisiensi / immunocompromized. Bila PCP ditemukan pada penderita dengan

immunodefisiensi, persentase kematian dapat mencapai 100 %. Namun bila infeksi

dapat didiagnosa sedari dini dan diberikan terapi yang adekuat, persentase kematian

dapat diturunkan hingga 10 %. Sayang, sebagian besar kasus PCP bahkan baru

terdiagnosa setelah pasien meninggal dunia pada pemeriksaan autopsy (12,13,14).

Kesimpulan

PCP merupakan infeksi pada paru yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis jiroveci.

Infeksi ini sering terjadi pada penderita dengan immunodefisiensi, mis : pada penderita

HIV / AIDS, ALL (Acute Lymphocytic Leucemia), maupun pada pasien yang mendapat

terapi kortikosteroid. Transmisi orang ke orang diduga terjadi melalui “respiratory

droplet infection” dan kontak langsung. Kebanyakan peneliti menganggap transmisi

terjadi melalui inhalasi. Diduga mekanisme infeksinya karena menjadi aktifnya infeksi

laten. Gejala klinis PCP meliputi triad klasik demam – yang tidak terlalu tinggi-, dispnoe

– terutama saat beraktivitas-, dan batuk non produktif. Semakin lama dispnoe akan

bertambah hebat, disertai takipnoe, sampai terjadi sianosis dan gagal nafas.

Diagnosa pasti dilakukan dengan menemukan Pneumocystis jiroveci pada sediaan paru

atau bahan yang berasal dari paru, yang diperoleh melalui induksi sputum, BAL (

Broncho Alveolar Lavage) maupun biopsi paru. Pada pemeriksaan radiologi paru dapat

terlihat gambaran infiltrate bilateral simetris dan “ honeycomb appearance”. Pada darah

(12)

Oleh karena onset penyakit berjalan cepat pada penderita dengan immunodefisiensi,

maka prognosis PCP kurang baik dan infeksinya dapat fatal dengan terjadinya gagal

nafas. Untuk itu diperlukan diagnosa dini dan terapi yang adekuat untuk mengurangi

persentase mortalitas penyakit ini. Pada pasien dengan immunodefisiensi, mis :

penderita HIV / AIDS dengan CD4 count menurun hingga < 300, dianjurkan untuk

mengkonsumsi regimen kemoprofilaksis kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol (

(13)

Kepustakaan :

1. Sisirawaty, et al. Beberapa Aspek Pneumocystis Carinii. Seminar Parasitologi

Nasional V. 1989.

2. Shulman ST, et al. Indonesian edition : Dasar Biologis & Klinis Penyaki Infeksi. 4th

ed. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 1994 : 436 – 46.

3. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Indonesian edition : Jawetz, Melnick & Adelberg

Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 20. EGC. 1996 : 632 – 3.

4. Heelan JS, Ingersol FW. Essentials of Human Parasitology. United States. Delmar.

2002 : 130 – 1.

5. Pneumocystis infection (Pneumocystis jirovecii). Available at :

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Pneumocystis.htm.

6. Hunter GW, Frye WW, Swartzwelder JC. A Manual of Tropical Medicine. 3rd ed.

London. WB Saunders Company. 1963 : 349 – 50.

7. Brown HW, Neva FA. Basic Clinical Parasitology. United States of America.

Appleton Century Crofts. 1983 : 76 - 7.

8. Faust EC, Russel PF. Clinical Parasitology. 7th ed. Philadelphia. Lea & Febriger.

1964 : 31, 306 -9.

9. Manson – Bahr PH. Manson’s Tropical Diseases. 16th ed. London. ELBS & BT and

C. 1968 : 883 – 4.

10.Wilkin A, Feinberg J. Pneumocystis carinii Pneumonia : A Clinical Review.

Available at: http://www.aafp.org/afp/991015ap/1699.html.

11. Pneumocystis pneumonia (PCP). Available at :

http://www.aidsinfonet.org/factsheet_detail.php?fsnumber=515&newLang=en.

12.Lung Parasites Incertae Sedis : Pneumocystis jiroveci (P. carinii). Available at :

http://www.cdfound.to.it/HTML/lung.htm.

13.Molecular Epidemiology of Pneumocystis carinii Pneumonia. Emerging Infectious

Diseases vol. 2 number 2. Available at :

http://www.cdc.gov/incidod/eid/vol2no2/beard.htm.

14. Pneumocystis carinii Pneumonia : Infectious Diseases. Available at :

(14)

15.Cook G. Acute Lobar Pneumonia, Pneumocystosis, Acquired Immune Deficiency

Syndrome. In : Manson’s Tropical Disease. 20th ed. London. ELBS & WB

Saunders. 1996 : 79 – 80, 281, 394.

16.Kwon – Chung KJ, Bennet JE. Medical mycology. Philadelphia. Lea & Febriger.

Gambar

Gambar 2.PneumocystisState University, USA published in Cushion M.  stages were reproduced from a drawing by Dr
gambaran penurunan level O2 darah (1,3,4,5,6,10,11,12,13,15).

Referensi

Dokumen terkait

Kami meyakini seiring dengan penguatan yang akan terjadi pada ekonomi Indonesia di kuartal kedua dan ketiga tahun ini, AISA akan mampu berkembang ke depannya..

Akan tetapi, dewasa ini hal itu dimungkinkan karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni ( ipteks ) lagi pula kompleksnya permasalahan yang

Nama Tempat Kerja Praktek : Bidang Data dan Teknologi Informasi DPR-RI Nama Pembimbing Lapangan : M.Chairudin. Jabatan Pembimbing Lapangan :

Skop kajian yang kedua ialah usaha memahami fenomena sosial berkenaan Orang Asli dari aspek budaya, pemikiran dan persepsi yang perlu untuk diteliti bagi membangunkan

Alat ini digunakan berdasarkan prinsip perubahan pH / potensial elektroda yang cukup besar antara suatu elektroda indicator dengan suatu elektroda indicator

Sebuah desain gambar yang berawal hanya sebuah garis yang direspon dengan dekorasi berbagai motif yang telah dipelajari, bangun datar, bangun ruang, serta

Pada diagram di atas terlihat bahwa akronim Kaur merupakan bentuk kependekan dari Kepala urusan Proses pembentukannya terbentuk melalui pengekalan hurf

Kapolres Purworejo AKBP satrio Wibowo, SIK melalui Kapolsek Banyuurip AKP Rahmad Efendi mengatakan, penangkap tersangka berawal sewaktu Unit Reskrim melakukan