• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP IGD Pneumonia-Yenny

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP IGD Pneumonia-Yenny"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

PNEUMONIA DI IGD RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

PNEUMONIA DI IGD RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

PNEUMONIA

PNEUMONIA

A.

A. KONSEP DASAR

KONSEP DASAR

1.

1. Pengertian

Pengertian

Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang

Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang

disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai

disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai

 pneumonitis,

 pneumonitis, bronchopneumonia

bronchopneumonia dan

dan community-acquired

community-acquired pneumonia

pneumonia

(Mansjoer, 2000). Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada

(Mansjoer, 2000). Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada

 parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi.

 parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi.

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

 bronkiolus

 bronkiolus respiratorius

respiratorius dan

dan alveoli,

alveoli, serta

serta menimbulkan

menimbulkan konsolidasi

konsolidasi jaringan

jaringan

 paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).

 paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).

Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh

Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh

 bakteri,

 bakteri, virus

virus atau

atau fungi

fungi yang

yang menimbulkan

menimbulkan konsolidasi

konsolidasi jaringan

jaringan paru

paru dan

dan

gangguan pertukaran gas setempat.

gangguan pertukaran gas setempat.

Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan

Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan

(3)

d. Pneumona interstitial

Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam

dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada

konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.

Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2

ISPA antara lain :

a. Pneumonia sangat berat

Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di

rumah sakit.

 b. Pneumonia berat

Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di

rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.

c. Pneumonia sedang

Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak

 perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.

d. Bukan pneumonia

(4)

 Mycoplasma penumoniae

 menyebabkan pneumonia mikoplasma

Jenis lain :

-

 Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires

-

 Mycoplasma penumoniae

 menyebabkan pneumonia mikoplasma

-

Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus

-

 Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)

-

 Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi

-

Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)

-

 Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis

c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker

 payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini

menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna

kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena

aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas

 protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat

obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik

tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar

(5)

dada karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa

inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma

 pada pneumonia lobus kanan bawah).

Sedangkan menurut (Price,2006), yaitu:

a. Pneumonia bacterial

Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak,

disertai menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna

seperti karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan

yang terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris

 pernafasan

 b. Pneumonia virus

Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,

sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan

(bounding)

c. Pneumonia aspirasi

Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,

hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder

(6)

itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat

secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia

 bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.

Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh

lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan,

dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi

dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri

 pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia

(Sipahutar, 2007).

Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab

mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi

cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi

 pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga

menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang

terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).

Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang

khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :

(7)

3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi

fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah

merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin

mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan

direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan

mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan

kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

5. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya

a. Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan

 bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema

(staphilokokus),

penyebaran

atau

lokasi

infiltrat

(bakterial),

atau

 penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia

mycoplasma foto toraks mungkin bersih

 b. Analisa Gas Darah dan Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul

tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.

(8)

g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan

kolaps alveolar); tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan

udara menurun, hipoksemia.

h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.

i.

Billirubin mungkin meningkat.

6. Pathways: terlampir

7. Komplikasi

Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai

 pneumonia adalah:

-

abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,

-

efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,

-

empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,

-

gagal nafas,

-

Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,

-

meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,

(9)

3. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis

4. Pernafasan cepat dan dangkal

c. Circulation

1. Akral dingin

2. Adanya sianosis perifer

d. Dissability

Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran

e. Exposure

2. Pengkajian Sekunder

a. Wawancara

a) Klien

Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir,

usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat

kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien

 b) Anamnese

(10)

a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,

 pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula

nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik n apas.

 b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar,

fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi

mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)

c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit

d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,

ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.

Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar

 bising gesek pleura.

c. Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar

diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi

tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan

antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang

klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau

(11)

thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat

alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi

antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil

sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non

 bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan

gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita

 pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang

 berguna. Biakan darah jarang positif pada 3

 – 

  11% saja, tetapi untuk

 Pneumococcus

dan H. Influienzae

kemungkinan positif 25 – 

95%. Rapid test

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:

Depkes RI

Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,

Vol. 1. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.

Jakarta : EGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI. 2002. Pedoman penanggulangan P2 ISPA. Jakarta: Depkes RI.

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief dkk.

(2010).

Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

(13)

Diagnosa Keperawatan NANDA, Kriteria Hasil NOC dan Intervensi Keperawatan NIC No. Diagnosa Keperawatan

NANDA

Kriteria Hsil NOC

Intervensi Keperawatan NIC

1. BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF

Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan  jalan napas

Batasan karakteristik :  Batuk tidak ada  Bunyi napas tambahan  Perubahan dalam frekuensi

napas

 Perubahan dalam irama  pernapasan

 Sianosis

 Kesulitan bersuara  Penurunan bunyi napas  Dyspnea

 Sputum terlalu banyak  Batuk tidak efektif  Orthopnea

 Kegelisahan

 Mata terbelalak ( melihat) Faktor yang berhubungan : 1.  Lingkungan

 Perokok pasif

 Menghirup asap rokok  Merokok

 Adanya tahanan /

a. Status Pernapasan : Ventilasi

 Frekuensi napas IER ( In Expected

 Range/dalam rentang yang diharapkan)  Irama napas IER  Kedalaman inspirasi  Pengembangan dada

simetris

 Kenyamanan bernapas  Keluaran sputum dari

 jalan napas  Vokal adekuat  Pengeluaran udara  Penggunaan otot aksesoris/tambahan tidak ada

 Suara napas tambahan tidak ada

 Penarikan dada tidak ada

 Pengerutan bibir pada saat bernapas tidak ada  Dispnea saat istirahat

tidak ada  Dispnea dengan  pengerahan tenaga tidak ada/hilang  Orthopnea tdak ada/hilang

a. Pengisapan Jalan Napas Aktivitas :

 Tentukan kebutuhan untuk suction mulut dan/atau

trakea.

 Auskultasi nafas sebelum dan sesudah pengisapan.  Memberitahukan kepada pasien dan keluarga tentang

 pengisapan.

 Aspirasi nasoparing dengan tabung syringe atau bulb

atau alat yang sesuai.

 Sediakan pemberian obat yang sesuai.

 Gunakan tindakan pencegahan universal : sarung

tangan, pelindung mata, dan masker yang sesuai.

 Masukkan nasal airway untuk memudahkan

 penyerapan nasotrakea.

 Ajarkan pasien untuk mengambil nafas dalam sebelum

 pengisapan nasotrakea dan menggunakan oksigen sebagai pelengkap, yang sesuai.

 Hiperoksigen dengan 100% oksigen, menggunakan

ventilator atau ventilator manual.

 Menghirup udara kira-kira 1 sampai 1,5 kali volume

tidal menggunakan ventilator mekanik, jika dibutuhkan.

 Gunakan peralatan yang steril untuk setiap prosedur

suction trakea.

 Pilih kateter suction yang diameternya 1,5 dari tuba

endotrakea, tuba trakeostomi, atau jalan nafas pasien.

 Ajarkan pasien secara pelan-pelan, ambil nafas dalam

selama memasukkan kateter suction melalui rute nasotrakea.

 Biarkan pasien terhubung dengan ventilator selama

suction, jika suction dekat trakea

(14)

hambatan

 Sekresi dalam bronkus

2.  Hambatan Jalan Napas

 Spasme jalan napas  Mukus terlalu banyak  Eksudat dalam alveoli  Benda asing dalam

 jalan napas

 Adanya jalan napas  buatan

3.  Fisiologi

 Alergi pada jalan napas  Asma

 Penyakit obstruksi paru kronik  Hiperplasia dinding  bronkus  Infeksi  Disfungsi neuromuskular

  Napas pendek tidak ada/hilang

 Fremitus tidak ada/hilang

 Suara perkusi tidak ada/hilang

 Auskultasi suara napas, IER

Auskultasi vokalisasi, IER

 Bronchopony IER  Egophony IER

 Suara berbisik di dada, IER

 Volume tidal IER  Kapasitas vital IER

Hasil X ray dada IER Tes fungsi IER  Lainnya)

mengeluarkan sekresi ( antara 8 sampai 100 mm Hg untuk dewasa).

 Amati status oksigenasi pasien ( tingakt SaO2 dan

SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP dan irama jantung) segera sebelum, selama, dan sesudah suction.

 Batasi waktu masing-masing suction trakea selama

kebutuhan untuk mengeluarkan sekresi dan perhatikan respon pasien terhadap suction.

 Berikan kesempatan bernafas dan oksigen yang

 berlebih antara sebelum dan dan sesudah akhir suction.

 Suction oropharing setelah trakea selesai, jika

dibutuhkan.

 Hentikan suction dan berikan suplai oksigen jika

 pasien mengalami bradikardia, penambahan pada etcopy ventricular, dan/atau desaturasi.

 Ubah teknik suction, sesuai respon klinis pasien.  catatan Jenis dan jumlah volume sekresi.

 Gunakan sekresi untuk kultur dan sensitivitas tes,  Ajarkan pasien dan/ atau keluarga bagaimana

menghisap jalan nafas, dengan tepat  b. Batuk Efektif

Aktivitas :

 Monitor hasil tes fungsi paru, kapasitas vital, kekuatan maksimal dari inspirasi dan ekspirasi

 Kaji pasien untuk duduk dengan posisi kepala sedikit fleksi, bahu dalam kondisi rileks, dan lutu fleksi  Dorong pasien untuk bernafas dalam beberapa kali  Dorong pasien nafas dalam, tahan beberapa detik dan

 batukan dua sampai tiga kali

 Ajarkan pasien untuk menghirup dalam, tekukan kedepan dan ucapkan ”huff” sebanyak 2-3 kali

 Ajarkan pasien menghirup dalam beberapa waktu, lalu keluarkan pelan-pelan lalu di akhiri dengan batuk

(15)

 Tingkatkan hidrasi sistemik. 2. KETIDAKEFEKTIFAN POLA

NAPAS

Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.

Batasan Karakteristik -  Napas dalam

- Perubahan gerakan dada - Mengambil posisi tiga titik - Bradipneu

- Penurunan tekanan ekspirasi

- Penurunan tekanan inspirasi - Penurunan ventilasi semenit - Penurunan kapasitas vital - Dispneu

- Peningkatan diameter anterior-posterior -  Napas cuping hidung - Ortopneu

- Fase ekspirasi yang lama - Pernapasan pursed-lip

- Takipneu

- Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas

Faktor yang berhubungan - Ansietas

- Posisi tubuh - Deformitas tulang - Deformitas dinding dada - Kerusakan kognitif - Kelelahan

 Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas  Demam tidak ada  Ansietas tidak ada  Sesak tidak ada  Frekuensi napas IER*  Irama napas IER  Keluaran sputum dari

 jalan napas

 Tidak ada suara napas tambahan

 Lainnya

a. Managemen Jalan Napas

Aktivitas :

 Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang sesuai keadaan

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi yang  potensial

 Identifikasi masukan jalan nafas baik yang aktual ataupun potensial

 Masukkan jalan nafas/ nasofaringeal sesuai kebutuhan  Keluarkan sekret dengan batuk atau

suction/pengisapan

 Dorong nafas dalam, pelan dan batuk  Ajarkan bagaimana cara batuk efektif  Kaji keinsetifan spirometer

 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya ventilasi yang turun atau yang hilang dan catat adanya bunyi tambahan

 Lakukan pengisapan endotrakeal atau nasotrakeal  Beri bronkodilator jika diperlukan

 Ajarkan pasien tentang cara penggunaan inhaler  Beri aerosol, pelembab/oksigen, ultrasonic humidifier

 jika diperlukan

 Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan

 Posisikan pasien untuk mengurangi dispnu  Monitor pernafasan dan status oksigen  b. Terapi Oksigen

Aktifitas:

 Bersihkan mulut, hidung dan trakea dari sekret  Pertahankan kepatenan jalan napas

 Atur peralatan oksigenasi

 Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan  Berikan oksigen sesuai order, jika diperlukan

(16)

- Hiperventilasi\ - Sindrom hipoventilasi - Kerusakan muskuloskeletal - Imaturitas neurologis - Disfungsi neuromuskular - Obesitas -  Nyeri - Kerusakan persepsi - Kelelahan otot-otot respirasi

- Cedera tulang belakang

 Monitor kepatenan aliran oksigen

 Observasi adanya tanda-tanda terjadinya hipoventilasi  Monitor terjadinya tanda-tanda keracunan oksigen  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi  Monitor saturasi oksigen

 Monitor pola napas pasien

 Pantau tanda=tanda vital sebelum dan sesudah

 pemberian terapi oksigen

 Amati adanya sianosis jaringan

3. HIPERTERMIA

Definisi :suhu tubuh meningkat melebihi batas normal

Batasan karakteristik:

- konvulsi - kulit memerah

-  peningkatan suhu tubuh diatas normal

- kejang - takikardi - takipnea - diraba hangat

Faktor yang berhubungan :

- anestesi

-  penurunan keringat - dehidrasi

- terpapar lingkungan yang  panas

-  pakaian yang tidak layak -  peningkatan metabolisme -  penyakit -  pengobatan - trauma  b. termoregulasi  Temperatur kulit IER*  Temperatur tubuh WNL*

 Tidak adanya sakit

kepala

 Tidak adanya ngilu

 pada otot  Tidak adanya iritabilitas  Tidak adanya  perasaan mengantuk  Tidak adanya  perubahan warna kulit

 Tidak adanya kejang

 pada otot

 Adanya tonjolan buli

roma ketika dingin

 Berkeringat ketika  panas  Menggigil ketika dingin a.  pengobatan demam aktivitas :

 Pantau suhu berkali-kali jika diperlukan  Pantau kehilangan cairan yang tidak sadar

 Adakan pemantauan suhu secara berkelanjutan, jika

diperlukan

 Pantau warna kulit dan suhu

 Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan, jika

diperlukan

 Pantau untuk penurunan tingkat kesadaran  Pantau aktivitas berlebihan

 Pantau kadar WBC, Hgb dan Hct  Pantau intake dan output

 Pantau adanya abnormalitas elektrolit  Oantau ketidakseimbangan asam basa  Pantau adanay irama jantung

 Atur pengobatan dengan anti piretik, jika diperlukan  Tutup pasien dengan selimut, jika hanya diperlukan  Atur spon mandi suam-suam, jika diperlukan

 Anjurkan peningkatkan asupan cairan oral, jika

diperlukan

 Atur cairan IV, jika diperlukan

(17)

- aktivitas yang berlebihan  Angka denyutan IER  Angka pernapasan IER  Kecukupan hidrasi  Melaporkan kenyamanan tingkat  panas  Lainnya  ____________(tetapk  an)

 pada lipatan paha dan ketiak

 Tingkatkan sirkulasi udara dengan menggunakan

kipas angin

 Anjurkan atau atur kebersihan oral, jika diperlukan  Berikan pengobatan yang tepat untuk mencegah atau

mengontrol gemetaran

 Atur oksigen, jika diperlukan

 Tempatkan pasien pada bagian hipotermia, jika

diperlukan

 Pantau selalu suhu untuk mencegah indikasi

hipotermia  b. Regulasi Temperatur

Aktivitas :

 Monitor temperatur tiap 2 hari  Monitr temperatur BBL hingga stabil

 Selalu sediakan alat untuk memonitr suhu inti  Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi  Monitor warna kulit dan temperatur

 Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan

hipertermia

 Pantau asupan nutrisi dan cairan yang adekuat

 Bedung BBl langsung estela lahir untuk mencegah

kehilangna panas

 Jaga kehangatan suhu tubuh BBL

 Pakaikan stockinette cap untuk emncegah kehilangan

 panas BBL

 Ajarkan pasien cara ntuk mencegah kelebihan dan

strok panas

 Tempatkan BBL dalam ruangan isolasi atau dibawah

 penghangat bila perlu

 Diskusikan pentingnya termoregulasi dan

kemungkinan efek negatif dari dingin yang  berlebihan

(18)

 Ajarkan pasien, terutama pasien lansia, cara mencegah

hypotermi jira terexpose udara ddingin

 Ajarkan indikasi dari keletihan dan penatalaksanaan

emergency yang tepat

 Ajarkan indikasi dari hypotermia dan penatalaksanaan

emergency yang tepat

 Guakan matras panas dan kantong hangat untuk

mengatur perubahan suhu tubuh

 Atur temperatur lingkungan sesuai kebutuhan pasien  Beri obat yang tepat untuk mencegah atu kontrol

menggigil

 Atur pemberian obat anti piretik

 Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk

mengatur perubahan temperatur. 4. NYERI AKUT

Defenisi:

Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Assosiation for Study of Pain) : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan. Batasan Karakteristik:

 Melaporkan nyeri secara

verbal dan nonverbal

 Menunjukkan kerusakan  Posisi untuk mengurangi

nyeri

 Gerakan untuk melindungi  Tingkah laku berhati-hati

a) Kontrol Nyeri  Menilai factor  penyebab  Recognize lamanya  Nyeri  Gunakan ukuran  pencegahan  Penggunaan mengurangi nyeri dengan non analgesic

 Penggunaan analgesic

yang tepat

 Gunakan tanda – tanda

vital memantau  perawatan

 Laporkan tanda / gejala

nyeri pada tenaga kesehatan professional

 Gunkan sumber yang

tersedia

a. Managemen Nyeri Aktivitas :

 Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai

dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.

 Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama

untuk pasien yang tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif

 Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan

analgesic

 Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien

dapat menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri

 Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan

sehari-hari (tidur, nafsu makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)

 Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap

nyeri kronik atau yang mengakibatkan cacat

(19)

 Muka topeng

 Gangguan tidur (mata sayu,

tampak capek, sulit atau

gerakan kacau,

menyeringai)

 Fokus pada diri sendiri  Fokus menyempit

(penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berfikir,  penurunan interaksi dengan

orang dan lingkungan )

 Tingkah laku distraksi

(jalan-jalan, menemui orang lain, aktifitas  berulang)

 Respon otonom (diaporesis,

 perubaha tekanan darah,  perubahan nafas, nadi

dilatasi pupil)

 Perubahan otonom dalam

tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)

 Tingkah laku ekspresif

(gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang, mengeluh)

 Perubahan dalam nafsu

makan

Faktor yang berhubungan :

 Agen cedera (biologi,

 psikologi, kimia, fisika)

 Menilai gejala dari

nyeri

 Gunakan catatan nyeri  Laporkan bila nyeri

terkontrol

dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang  pernah dilakukan

 Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan

dukungan.

 Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk

memonitor perubahan nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat  penyembuhan

 Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis,

nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri

 Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih

metoda mengurangi nyeri

 Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam

mengatasi nyeri

 Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)  Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi

menyakitkan (puncak nyeri)

 Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan

 partisipasi , tapi evaluasi resiko pemberian obat  penenang

 Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/

non-farmakologi sebelum prosedur nyeri hebat

 Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat

 perubahan dalam catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain

 Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam

mengontrol nyeri secara berkelanjutan

 Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon

 pasien

 Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk

mengurangi nyeri  b. Pemberian Analgetik

(20)

 Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas

nyeri sebelum mengobati pasien

 Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan

frekuensi yang ditentukan analgesik

 Cek riwayat alergi obat

 Mengevaluasi kemampuan pasien dalam pemilihan

obat penghilang sakit, rute, dan dosis, serta melibatkan  pasien dalam pemilihan tersebut

 Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai

lokasi penyuntikan, jika mungkin

 Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat

narkotik dengan dosis pertama atau jika ada catatan luar biasa.

 Cek pemberian analgesik selama 24 jam untuk

mencegah terjadinya puncak nyeri tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan

 Menginformasikan individu yang mendapatkan

analgesik narkotika,bahwa pasien akan merasa mengantuk hingga 2 sampai 3 hari kemudian kembali normal

 Dokumentasikan respon pasien tentang analgesik,

catat efek yang merugikan

 Mengevaluasi dan mendokumentasikan tingkat

 pemberian obat penenang pada pasien yang menerima opioids

 Mengajari tentang penggunaan analgesik, strategi ke

menurunkan efek samping, dan harapan untuk keterlibatan dalam membuat keputusan dalam manajemen nyeri.

Referensi

Dokumen terkait

Pneumonia adalah penyakit radang yang disebabkan oleh infeksi maupun non- infeksi pada jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai

Pneumonia Aspirasi ( Aspiration pneumonia) adalah infe"si paru0paru yang disebab"an oleh terhirupnya bahan0bahan "e dalam saluran pernafasan yang mengenai paren"im

Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh infeksi

Jika digabungkan dapat menjadi, bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

Kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur ataupun benda asing) yang

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oelh bakteri, virus, jamur, atau benda asing dengan manifestasi klinis panas yang tinggi, gelisah, dispnea,

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang mengenai bronkus dan juga alveolus disekitarnya,

Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh