DAFTAR PUSTAKA
Bambang, Waluyo, Pemeriksaan dan Peradilan di Bidang Perpajakan, Edisi V, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1999
Fauzi, Pedoman dan Prosedur Pemeriksaan Akuntan, Edisi I, Penerbit Indah, Surabaya, 1999
Hardi, Pemeriksaan Pajak, Edisi I, Penerbit Kharisma, Jakarta, 2003
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Edisi Revisi, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Kesit Bambang Prakoso, Pajak Penghasilan Teknik Rekonsiliasi Fiskal, Edisi I, Penerbit Salemba Empat,jakarta, 1999
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004
Sophar Lumbantoruan, Akuntansi Pajak, Edisi Revisi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1999
Zulfikar, Thahar, Dasar-dasar Teknik Pemeriksaan Pajak, Edisi I, Direktorat Pemeriksaan Pajak, Jakarta, 1999
S. Nasution dan M. Thomas, Penuntun Membuat Thesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Edisi VII, Penerbit Jemmars, Jakarta, 1995
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No.36 Tentang Pajak Penghasilan, 2008
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No.16 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan, 2009
Direktorat Jendral Pajak, Pedoman Pemeriksaan Pajak, Jakarta, 1995
..., Himpunan Peraturan Perpajakan Tentang Pemeriksaan, Penerbit Karya Jaya 13440, Jakarta, 1997
..., Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 17/PJ.03/2013, Tentang Tata cara Pemeriksaan Pajak
Ilyas, Wirawan B., Richard Burton, 2004, Hukum Pajak, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Markus, 2003, Hukum Pajak, Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Mardiasmo, 2006, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta: Penerbit Andi Offset
Mardiasmo, 1995, Perpajakan III, Yogyakarta: Penerbit Andi Offset
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian dengan menggunakan jenis data
kuantitatif, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2010
sampai dengan tahun 2012. Sumber data yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini berasal dari sumber internal dan merupakan data primer yaitu data
yang diperoleh dari sumber asli. Data primer berupa laporan realisasi
penerimaan pajak dan data penerbitan surat ketetapan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan.
3.1.2.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan,
yang berlokasi di Jalan Sukamulia No.17 A Lantai II Medan.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Menurut Sugiono (2004:72) “ Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
teertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan”. Populasi penelitian yaitu Wajib Pajak Badan yang terdaftar
pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan sampai tahun 2012.
3.2.2. Sampel
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
proportional sampling method atau pemilihan sampel proporsional, yaitu
metode penentuan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2004 :
78). Teknik sampel ini dipilih karena anggota populasinya dianggap
homogen, yaitu Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya
Medan.
3.3.Defenisi Operasional
PPh Pasal 25/29 Badan merupakan angsuran pajak yang dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak Badan setiap bulan dan merupakan kredit pajak
yang dapat dikurangkan dari pajak yang terhutang pada akhir Tahun Pajak
yang bersangkutan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
Penerimaan Pajak adalah angka penerimaan pajak yang berhasil
dihimpun Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan dalam satu Tahun Pajak.
Pemeriksa adalah tenaga fungsional Kantor Pelayanan Pajak Madya
Medan yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan perpajakan.
SP3 (Surat Perintah Pemeriksaan Pajak) adalah instruksi untuk
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tertentu di Kantor Pelayanan
Pajak Madya Medan.
SKP ( Surat Ketetapan Pajak ) adalah hasil ketetapan pajak yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Madya Medan.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan sumber data yang diteliti, penelitian ini tergolong dalam
penelitian data primer. Menurut Indriantoro (1999), data primer adalah
sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara). Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data primer yang relevan dengan tujuan penelitian adalah
metode observasi.
Penelitian ini menggunakan data primer dan dokumentasi yaitu data
data PPh Pasal 25/29 Badan terutang hasil pemeriksaan untuk tahun 2010,
2011, dan 2012 dan data penerimaan Pajak Penghasilan PPh Pasal 25/29
Badan untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012 yang bersumber dari Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan. Adapun data yang dimaksud antara lain;
jumlah penerimaan pajak PPh Pasal 25/29 Badan setiap tahun, jumlah
pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan setiap tahun, dan jumlah pajak terutang
dari hasil pemeriksaan PPh Psl 25/29 Badan tersebut.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan untuk mengumpulkan data pada objek
penelitian dengan cara melakukan tanya jawab terhadap Fungsional
Pemeriksa pajak secara langsung.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengumpulan
data dengan cara menyalin laporan, data maupun catatan yang berkaitan
dengan data penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan , jumlah pemeriksaan PPh
Pasal 25/29 Badan dan data-data lain yang diperlukan dalam penelitian ini.
c. Observasi Nonperilaku
Observasi nonperilaku merupakan metode pengumpulan data dengan
cara membaca, menyalin, dan mengolah dokumen atau catatan tertulis yang
ada, seperti penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29, kepatuhan wajib
pajak, serta pemeriksaan pajak, yaitu pencatatan jumlah SKPKB dan
SKPKBT yang diterbitkan Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.
3.6.Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, metode yang digunakan adalah metode statistik
untuk menguji pengaruh satu variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel
terikat (Ghozali, 2002:6). Analisis yang dilakukan adalah menguji hipotesis
dengan metode regresi linier sederhana dan proses datanya menggunakan
program komputer SPSS. Data yang di uji yaitu data PPh Pasal 25/29 Badan
terutang hasil pemeriksaan pajak dan data penerimaan PPh Pasal 25/29
Badan di KPP Madya Medan.
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa
variabel bebas (X) yang digunakan dalam penelitian ini secara parsial memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y).
Kriteria Pengujian
Ho diterima jika –t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak jika -thitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kantor
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Medan merupakan salah satu
instansi di Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. KPP Madya Medan yang
berdiri sejak tahun 2007 merupakan hasil dari reformasi birokrasi di
Kementerian Keuangan khususnya di Direktorat Jenderal Pajak dan
mengemban tugas untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan
administratif, dan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Badan Usaha di bidang
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPN dan PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
(PTLL) berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I sendiri membawahi satu KPP
Madya dan delapan KPP Pratama. Perbedaan KPP Madya dengan KPP
Pratama adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya seluruhnya adalah
Wajib Pajak Badan Usaha, berbeda halnya di KPP Pratama yang terdiri dari
wajib pajak Badan Usaha dan Orang Pribadi. Pemilihan Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP Madya Medan didasarkan atas kriteria tertentu, yaitu
berdasarkan batasan omzet yang telah ditetapkan. Jadi wajib pajak yang
terdaftar di KPP Madya Medan adalah wajib pajak badan usaha terbesar
yang ada di wilayah Sumatera Utara I, yang diukur dari jumlah pembayaran
pajak yang disetor ke kas negara.
Berikut ini adalah hal-hal penting yang berhubungan dengan gambaran
umum KPP Madya Medan, yaitu :
4.1.2. Struktur Organisasi
KPP Madya Medan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang
bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi seksi-seksi di bawahnya
demi kelancaran tugas KPP dalam rangka mencapai target penerimaan
pajak. Susunan Organisasi KPP Madya Medan terdiri dari :
(1) Subbagian Umum, bertugas menangani urusan kepegawaian,
keuangan, tata usaha, dan rumah tangga.
(2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi, bertugas menangani
pengolahan data dan menyajikan informasi, dan penggalian
potensi pajak berdasarkan perkembangan ekonomi dan keuangan.
(3) Seksi Penagihan, bertugas melakukan penatausahaan piutang
pajak, pelaksanaan penagihan pajak, penundaan dan angsuran,
serta pembuatan usulan penghapusan piutang pajak.
(4) Seksi Pelayanan, bertugas melakukan penatausahaan surat,
dokumen dan laporan Wajib Pajak seperti tata cara pendaftaran
diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
Nomor Pokok Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta
penghapusannya.
(5) Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon), bertugas melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban pajak oleh Wajib
Pajak, membuat profil Wajib Pajak, memberikan bimbingan
terkait konsultasi teknis perpajakan bagi wajib pajak. Terdapat 4
seksi Waskon di KPP Madya Medan dan masing-masing seksi
dibebani target penerimaan pajak setiap tahunnya.
(6) Seksi Pemeriksaan, bertugas melakukan pemeriksaan lapangan
maupun pemeriksaan kantor.
4.1.3. Gambaran Sektor Usaha
Potensi pajak setiap Kantor Pelayanan Pajak tentu berbeda-beda
tergantung dari kegiatan usaha yang dilakukan Wajib Pajak yang terdaftar di
KPP masing-masing. Adapun sektor-sektor usaha yang menjadi andalan
penerimaan pajak di KPP Madya Medan sampai dengan Desember 2012
antara lain perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil
serta sepeda motor yang memberikan kontribusi sebesar 32% terhadap total
penerimaan pajak; industri pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar
22% terhadap total penerimaan pajak; jasa keuangan dan asuransi yang
memberikan kontribusi sebesar 17% terhadap total penerimaan pajak;
pertanian, kehutanan dan perikanan yang memberikan kontribusi sebesar
14% terhadap total penerimaan pajak; konstruksi yang memberikan
kontribusi sebesar 3% terhadap total penerimaan pajak, transportasi dan
pergudangan yang memberikan kontribusi sebesar 2% terhadap total
penerimaan pajak dan sektor lain-lain yang memberikan kontribusi sebesar
10% terhadap total penerimaan pajak. Untuk mengetahui peranan dari setiap
sektor usaha dapat dilihat dalam gambar berikut:
Sumber: SIDJP Seksi PDI KPP Madya Medan
Gambar IV.1. Penerimaan Pajak 2012 Per Sektor Usaha
4.1.4. Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak
Jumlah Wajib Pajak di KPP Madya Medan dari tahun 2007 sampai
dengan 2012 selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data SIDJP,
sampai dengan tahun 2012 diketahui bahwa pertambahan jumlah Wajib
Pajak yang telah terdaftar di KPP Madya Medan dapat dibagi menjadi 3
tahap, yaitu :
(1) Per 1 April 2007 berjumlah 332 wajib pajak.
(2) Per 1 April 2008 ada penambahan 871 wajib pajak baru,
sehingga total menjadi 1.203 wajib pajak terdaftar.
(3) Per 1 April 2012 ada penambahan 196 wajib pajak baru,
sehingga total menjadi 1.399 wajib pajak terdaftar.
Penambahan wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya tidak
32%
22% 17%
14%
3%2%
10%
Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan peraw at an m obil sert a sepeda m ot or
Indust ri pengolahan
Jasa keuangan dan asuransi
Pert anian, kehut anan dan perikanan
Konst ruksi
berlangsung setiap tahun, tetapi hanya berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
Pertambahan jumlah Wajib Pajak per 1 April 2007 sampai dengan per 1
April 2012 secara rinci dapat dilihat dalam gambar berikut:
Sumber: SIDJP Seksi PDI KPP Madya Medan
Gambar IV.2. Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Tahun 2007 sampai
dengan Tahun 2012
Sementara itu, jumlah penerimaan pajak KPP Madya Medan tahun
2010, 2011, dan 2012 adalah Rp 4.351.125.569.722,00; Rp
4.537.648.410.388,00; dan Rp 6.070.182.943.818,00. Dari uraian di atas,
jumlah penerimaan pajak dari 2010 sampai dengan 2012 selalu mengalami
peningkatan. Gambar berikut akan menjelaskan lebih rinci :
0 500 1000 1500
1 April 2007 1 April 2008 1 April 2012 332
1203
1399
Ju
m
la
h
W
a
ji
b
P
a
ja
k
Tahun
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
Gambar IV.3. Pertumbuhan Penerimaan Pajak 2010 sampai
dengan 2012
4.1.5. Rencana Penerimaan Pajak
Dalam penetapan rencana penerimaan pajak, KPP Madya Medan
membuat perkiraan yang diperoleh dari setiap seksi yang bersangkutan.
Perkiraan ini juga mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak pada
tahun sebelumnya disertai dengan perkiraan kondisi perekonomian sektor
usaha yang mungkin terjadi pada tahun yang akan datang. Hasil perkiraan
tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan Kanwil Direktorat Jenderal
Pajak Sumatera Utara I dalam menetapkan perkiraan penerimaan pajak KPP
Madya Medan. Secara garis besar rencana penerimaan tersebut terbagi atas
tiga kelompok utama yaitu jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM), dan Pajak Lainnya.
0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000
2010 2011 2012
4,351,125 4,537,648
6,070,182 Ju m la h P e n e ri m a a n P a ja k (J u ta a n R p ) Tahun
No. Jenis Pajak Jumlah (Rp)
1 PPh Pasal 21
2 PPh Pasal 22
3 PPh Pasal 22
4 PPh Pasal 23
5 PPh Pasal 25/29
6 PPh Pasal 26
7 PPh Final
Total
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
KPP Madya Medan pada tahun 2012 telah merencanakan total
penerimaan pajak sebesar Rp 6.415.510.280.000,00. Jumlah tersebut terdiri
dari rencana penerimaan pajak penghasilan tahun 2012 adalah sebesar Rp
5.011.761.350.000,00, rencana penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp
1.270.709.980.000,00, dan rencana penerimaan Pajak Lainnya dan sebesar
Rp 133.038.950.000,00.
Rincian jumlah rencana penerimaan untuk masing-masing jenis
pajak tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini:
Tabel IV.1
Rencana Penerimaan PPh Tahun 2012
No. Jenis Pajak
Jumlah ( Rp) 1 PPN Dalam Negeri
2 PPN Impor 1.461.972.796.777
3 PPnBM Dalam Negeri
4 PPnBM Impor
Total 1.270.709.980.000
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
No. Jenis Pajak Jumlah (Rp)
1 Bea Materai 22.495.284.427
2 Penjualan Bea 110.543.665.573
Total 133.038.950.000
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013 Tabel IV.2
Rencana Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2012
Tabel IV.3
Rencana Penerimaan Pajak Lainya
4.1.6. Realisasi Penerimaan Pajak
Selanjutnya realisasi penerimaan pajak KPP Madya Medan per jenis
pajak yang berhasil dicapai di tahun 2012 adalah sebesar Rp
6.070.182.943.818,00. Jumlah tersebut terdiri dari realisasi penerimaan
Pajak Penghasilan tahun 2012 adalah sebesar Rp 4.417.980.628.259,00,
realisasi penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp 1.578.118.392.556,00,
dan realisasi penerimaan Pajak Lainnya sebesar Rp 74.083.923.003,00.
Rincian jumlah rencana penerimaan untuk masing-masing jenis
pajak tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini:
No. Jenis Pajak Jumlah (Rp) A PPh Non-Migas
1 PPh Pasal 21
2 PPh Pasal 22
3 PPh Pasal 22 impor
4 PPh Pasal 23
5 PPh Pasal 25/29
6 PPh Pasal 26
7 PPh Final
8 PPh Lainnya
PPh Migas
Total
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
No. Jenis Pajak Jumlah ( Rp)
1 PPN Dalam Negeri 26.299.621.339
2 PPN Impor 1.549.409.295.018
3 PPnBM Dalam Negeri 2.025.117.034
4 PPnBM Impor 384.359.165
Total 1.578.118.392.556
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
No. Jenis Pajak Jumlah (Rp)
1 Bea Materai 11.017.832.000
2 Penjualan Bea 61.838.544.000
3 Bunga Penagihan 1.063.991.073
4 Bunga Penagihan 163.555.930
Total 74.083.923.003
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013 Tabel IV.4
Realisasi Penerimaan PPh Tahun 2012
Tabel IV.5
Realisasi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2012
Tabel IV.6
Realisasi Penerimaan Pajak Lainya
Tabel IV.7
Realisasi Penerimaan Pajak Per sektor Tahun 2012
Smber: Modul Penerimaan Negara 2013
Realisas penerimaan per sektor disajikan pada table diatas dimana
pertumbuhan penerimaan sebesar 33,07 % dan sektor yang memiliki
2011 2012
1 2 3 4 5 6
A Pertanian , Perburuan dan
Kehutanan 643.630,46 822.383,43 27,77 13,62
B Perikanan 274,95 3.657,35 3.104,03 0,06
C Pertambangan dan
Penggalian 29.592,63 54.080,79 82,75 0,90
D Industri Pengolahan 684.274,15 1.428.711,10 108,79 23,66
E Listrik, Gas dan Air 77.343,13 99.894,36 29,16 1,65
F Konstruksi 217.757,92 289.674,61 33,03 4,80
G
Perdagangan Besar dan Eceran;Reparasi Mobil Sepeda Motor, serta Barang-barang Keperluan Pribadi dan Rumah Tangga
1.652.315,30 2.051.427,32 24,15 33,97
H
Penyediaan Akomodasi dan
Penyediaan Makan Minum
6.640,61 8.727,52 31,43 0,14
I Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi 38.667,30 88.955,63 130,05 1,47
J Perantara Keuangan 1.005.758,93 1.042.319,34 3,64 17,26
K
Real Estat, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan
129.008,50 121.406,57 (5,89) 2,01
L
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
0,00 0,00 0,00 0,00
M Jasa Pendidikan 3.557,76 3.744,23 5,24 0,06
N Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 9.754,29 15.886,45 62,87 0,26
O
Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Kegiatan Lainnya
2.409,20 2.081,17 (13,62) 0,03
P Jasa Perorangan 0,00 0,00 0,00 0,00
Q
Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya
0,00 0,00 0,00 0,00
Z
Kegiatan yang Belum Jelas Batasannya/Tidak Tercakup Dalam Kategori
36.977,58 5.801,24 (84,31) 0,10
Total 4.537.962,70 6.038.751,10 33,07 100,00
Kategori Sektor Realisasi s.d Bulan ini (Rp) Growth
(%)
Peranan (%)
peranan paling besar terhadap penerimaan KPP Madya medan ditahun 2012
adalah sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil sepeda motor ,
serta barang –barang keperluan pribadi dan rumah tangga.
Selanjutnya realisasi penerimaan pajak KPP Madya Medan dari PPh
Pasal 25/29 Badan yang berhasil dicapai di tahun selama lima tahun
terakhir dimulai dari tahun 2008 sebesar Rp 1.008.870.543.066, tahun
2009 sebesar Rp 1.309.454.042.303, tahun 2010 sebesar Rp
1.494.530.740.690, tahun 2011 sebesar Rp 1.350.528.355.866, dan tahun
2012 sebesar Rp 1.919.140.809.253.
Rincian jumlah realisasi penerimaan untuk masing-masing tahun
untuk PPh Pasal 25/29 Badan tersebut dapat dilihat pada tabel IV.8 di
bawah ini:
Tabel IV.8
Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan
Tahun 2010 s.d 2012
No Tahun Jumlah (Rp)
1 2010 1.494.530.740.690
4 2011 1.350.528.355.866
3 2012 1.919.140.809.253
Sumber: Modul Penerimaan Negara 2013
Rincian jumlah realisasi penerimaan dan pemeriksaan untuk
masing-masing tahun untuk PPh Pasal 25/29 Badan tersebut dapat dilihat pada tabel
IV.9 di bawah ini:
Tabel IV.9
Realisasi Penerimaan dan Pemeriksaan PPh Pasal 25/29
Tahun 2010 s.d 2012
Tahun Jumlah Penerimaan Pemeriksaan
2010 1.494.530.740.690 142.698.384.966 2011 1.350.528.355.866 24.330.479.551 2012 1.919.140.809.253 54.914.648.842 Sumber: Modul Penerimaan Negara dam ALPP 2013
4.2. Rumusan hipotesis
Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah untuk pengujian
apakah pemeriksaan PPh pasal 25/29 Badan berpengaruh terhadap
penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.. Secara
konseptual hipotesis dapat dioperasikan sebagai berikut.
Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan PPh pasal 25/29
Badan (X) terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Madya Medan (Y).
H1: terdapat pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan PPh pasal 25/29
Badan (X) terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Madya Medan (Y).
4.3 Uji Asumsi Klasik
(1) Uji normalitas, yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah dalam
sebuah model regresi variabel bebas, variabel terikat, atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Kenormalan suatu data dapat
dilihat dan diamati dari uji one sample kolomogorov-smirnov test.
(2) Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun
mempunyai hubungan linear atau tidak.
4.4 Analisis Data
Dalam analisis data, metode yang digunakan adalah metode statistik
untuk menguji pengaruh satu variabel bebas atau lebih terhadap satu
variabel terikat (Ghozali, 2002:6). Analisis yang dilakukan adalah menguji
hipotesis dengan metode regresi linier sederhana dan proses datanya
menggunakan program komputer SPSS. Model tersebut dapat dinyatakan
dalam persamaan:
Y’ = a + bX
Keterangan :
Y = Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan (Rp)
a = Konstanta / Intercept
b = Koefosien regresi
X = Jumlah Nominal Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan (Rp)
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa
variabel bebas (X) yang digunakan dalam penelitian ini secara parsial
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y).
4.5. Pembahasan
4.5.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Pada Tabel 4.1 berikut disajikan statistik deskriptif dari tiap-tiap variabel.
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
PEMERIKSAAN_PAJAK 3 7.40E10 6.144E10
PENERIMAAN_PAJAK 3 1.59E12 2.956E11
Valid N (listwise) 3
Sumber: data diolah
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata pemeriksaan PPh pasal 25/29
wajib pajak badan (dengan data 3 tahun) adalah Rp 7,40 × 1010, dengan
standar deviasi Rp 6,144 × 1010 . Rata-rata penerimaan PPh pasal 25/29
wajib pajak badan (dengan data 3 tahun) adalah adalah Rp 1,59 × 1010,
dengan standar deviasi Rp 2,956 × 1011.
4.5.2 Hasil pengujian asumsi klasik
Berikut disajikan uji asumsi klasik yang diolah dengan program SPSS versi
16.0.
a. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau
mendekati normal.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
Dari hasil pengujian data berdistribusi normal.
b. Uji linearitas
Uji Linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun
mempunyai hubungan linear atau tidak.
Tabel 4.3 Hasil Uji Linearitas
dari grafik ini bisa dilihat bahwa hubungan kedua variabel dapat dikatakan
linear. Jika kita menarik garis lurus seperti di atas, kita dapat melihat
titik-titik tersebut memiliki jarak yang relatif dekat dengan garis.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemeriksaan PPh Pasal
25/29 Badan terhadap penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan pada KPP Madya
Medan, terlebih dahulu dilakukan suatu perhitungan persamaan regresi
linear sederhana yang didasarkan pada hubungan fungsional satu variabel
independen (pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan) terhadap variable
dependen (penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan)
4.5.3.Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana
Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
dapat digunakan rumus regresi linear sederhana sebagai berikut :
Y’ = a + bX
Keterangan :
Y = Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan (Rp)
a = Konstanta / Intercept
b = Koefosien regresi
X = Jumlah Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan.
Untuk mencari rumus regresi linear sederhana tersebut peneliti memasukkan
variabel Independen dan Dependen yang ada ke dalam aplikasi SPSS, hasil
yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .026a .001 -.999 4.179E11
a. Predictors: (Constant), PEMERIKSAAN_PAJAK
b. Dependent Variable: PENERIMAAN_PAJAK
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.597E12 4.299E11 3.715 .167
PEMERIKSAAN_
PAJAK -.125 4.810 -.026 -.026 .983
a. Dependent Variable: PENERIMAAN_PAJAK
Persamaan regresinya sebagai berikut:
Y’ = a + bX
Y’ = 1,597 × 1012 + (-0,125X)
Angka-angka ini dapat diartikan sebagai berikut:
- Konstanta sebesar 1,597 × 1012 ; artinya jika pemeriksaan PPh Pasal 25/29
Badan (X) nilainya adalah 0, maka penerimaan penerimaan PPh Pasal 25/29
Badan pajak (Y’) nilainya positif yaitu sebesar 1,597 × 1012 .
- Koefisien regresi pemeriksaan pajak (X) sebesar -0,125; artinya jika
pemeriksaan pajak mengalami kenaikan Rp.1, maka penerimaan pajak (Y’)
akan mengalami penurunan sebesar Rp.0,125. Koefisien bernilai negatif
artinya terjadi hubungan negatif antara pemeriksaan penerimaan PPh Pasal
25/29 Badan dengan penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan. Artinya tidak ada
pengaruh pemeriksaan dengan penerimaan.
4.5.4.Hasil Uji Koefisien Regresi Sederhana (Uji t)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (X)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Signifikan
berarti pengaruh yang terjadi dapat berlaku untuk populasi (dapat
digeneralisasikan).
Dari hasil analisis regresi di atas dapat diketahui nilai t hitung seperti
pada tabel 2. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1. Menentukan Hipotesis
c. Ho = 0, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan
PPh pasal 25/29 Badan (X) terhadap penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan (Y).
d. H1 ≠0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan
PPh pasal 25/29 Badan (X) terhadap penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan (Y).
2. Menentukan tingkat signifikansi
Tingkat signifikansi menggunakan = 5% (signifikansi 5% atau 0,05
adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian)
3. Menentukan t hitung
Berdasarkan tabel diperoleh t hitung sebesar -0,026
4. Menentukan t tabel
Tabel distribusi t dicari pada = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat
kebebasan (df) n-k-1 atau 3-1-1 = 1 (n adalah jumlah kasus dan k adalah
jumlah variabel independen). Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi =
0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 12,706 (Lihat pada lampiran)
atau dapat dicari di Ms Excel dengan cara pada cell kosong ketik
=tinv(0.05,1) lalu enter.
5. Kriteria Pengujian
Ho diterima jika –t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak jika -thitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
6. Membandingkan t hitung dengan t tabel
-t tabel < t hitung < t tabel hitung < t tabel ( -12,706 < -0,026 < 12,706 )
maka Ho diterima.
7. Kesimpulan
Oleh karena nilai hitung diantara nilai t tabel ( -12,706 < -0,026 < 12,706
) maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara
pemeriksaan PPh pasal 25/29 Badan (X) terhadap penerimaan PPh Pasal
25/29 Badan di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan (Y).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, penulis dapat
membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan adalah bentuk pengujian kepatuhan
wajib Badan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dalam hal ini
pemenuhan kewajiban PPh Pasal 25/29 Badan telah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
2. Pemeriksaan dilakuakan terhadap wajib pajak badan berdasarkan analisis
risiko (risk based audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap
Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau
secara komputerisasi.
3. Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan berdasarkan hasil uji yang
telah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan
4. Kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan sudah
cukup tinggi sehingga dari hasil pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan jumlah
koreksi yang dilakukan tidak menghasilkan nominal ketetapan pajak yang
besar sehingga tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan PPh
Pasal 25/29.
5. keawajiban pembayaran angsuran massa (rutin) PPh pasal 25/29 Badan
lebih dominan pengaruhnya terhadap penerimaan PPh pasal 25/29 Badan.
5.2. Saran
Penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Pemeriksaan terhadap wajib pajak badan sebaiknya lebih meningkatkan
jumlah dan kualitas pemeriksaan dengan menambah kriteria atau syarat
wajib pajak untuk masuk dalam kategori WP yang harus diperiksa.
2. Sebaiknya Tenaga Pemeriksa Pajak ditambah dan disesuaikan dengan
jumlah pemeriksaan yang ada agar tidak terfokus ke pemeriksaan rutin dan
amanat undang undang perpajakan dapat dilaksanakan.
3. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap Wajib Pajak yang akan diperiksa
mengenai tujuan pemeriksaan. .
4. Agar dalam pengusulan Wajib Pajak yang akan diperiksa lebih selektif
terhadap Wajib Pajak potensial dengan tingka kepatuhan rendah.
5. Penyuluhan untuk Wajib Pajak hendaknya perlu ditingkatkan
pelaksanaannya, sehingga dalam pelaksanaan kewajibannya Wajib Pajak
tidak merasa terpaksa ataupun merasa mendapat beban yang berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
2.1.Pajak Penghasilan
2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan
Ada beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain :
Dalam Soemitro Mardiasmo (2006:1) menyebutkan bahwa “Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum.”
Menurut Markus (2003:1)
”Pajak adalah sebagian harta kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan Undang-Undang, wajib diberikan oleh rakyat kepada Negara tanpa mendapat kontraprestasi secara individual dan langsung dari Negara, serta bukan merupakan penalti, yang berfungsi sebagai:
a. Dana untuk penyelenggaraan Negara, dan sisanya jika ada, digunakan untukpembangunan, serta
b. Instrumen untuk mengatur kehidupan sosial ekonomi masyarakat”.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara, iuran tersebut dalam bentuk uang, bukan barang.
2. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
ketentuan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu pengeluaran
yang bermanfaat untuk masyarakat.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai tiga fungsi, yaitu :
a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya bahwa pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta
Pajak Lainnya.
b. Fungsi Regulerend ( Mengatur )
Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya, bahwa pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur, adalah:
1. Tarif pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah, untuk menekan pembelian barang – barang
mewah yang bersifat mubazir.
2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan yang tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan untuk meningkatkan gairah
ekspor pengusaha lokal.
c. Fungsi Sosial
Fungsi sosial artinya pemungutan pajak disesuaikan dengan kekuatan
seseorang untuk mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam Mardiasmo ( 2006 : 2 ) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. 2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.4. Pengertian-Pengertian dalam Ketentuan Umum Perpajakan
Dengan mengacu pada Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan STDD Undang-undang No.16
Tahun 2009 terdapat beberapa pengertian, meliputi :
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroaan terbatas, perseroaan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
4. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim atau jangka waktu lainnya yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri Keuangan paling lama tiga bulan takwim.
5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Surat Ketetapan Pajak ( SKP ) adalah surat ketetapan pajak yang meliputi
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Pajak Ketetapan Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil , atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih bayar.
2.1.5. Pengertian PPh Pasal 25/29 Badan
Definisi atau pengertian PPh Pasal 25/29 Menurut Waluyo dan Wirawan
B. Ilyas (2002,;204) dalam buku yang berjudul Perpajakan Indonesia,
menyatakan bahwa PPh Pasal 25 adalah:
“Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Dan angsuran pajak
penghasilan pasal 25/29 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak
terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada
akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan”.
” Kredit pajak adalah pajak yang telah dilunasi setiap bulan atau masa lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam tahun berjalan, baik yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak maupun yang dipotong secara dipungut
oleh pihak lain”.
”PPh Pasal 25/29 Badan merupakan angsuran pajak yang dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak Badan setiap bulan dan merupakan kredit pajak yang
dapat dikurangkan dari pajak yang terhutang pada akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan”.
2.2.Pemeriksaan Pajak
2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Defenisi pemeriksaan menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 adalah ”serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Pada dasarnya pemeriksaan adalah pemeriksaan atas buku-buku
atau catatan-catatan yang dibuat oleh Wajib Pajak mengenai kegiatan
usahanya, kemudian menguji kebenaran formal/material dari pembukuan
tersebut, serta meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang
bersangkutan telah dilaksanakan dan apakah pelaksanaan kewajiban itu
telah memenuhi ketentuan-ketentuan yuridis fiskal sesuai dengan
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Di lain pihak defenisi di atas memberikan suatu pandangan bahwa
laporan keuangan yang disusun dengan berpedoman kepada Standar
Akuntansi dan telah di audit oleh kantor akuntan publik, dengan melakukan
prinsip-prinsip dasar dan teknik/prosedur audit seperti yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik yang dinyatakan wajar tanpa syarat
oleh akuntan publiknya. Jumlah laba bersih yang dilaporkan masih
memerlukan beberapa penyesuaian yuridis fiskal.
Menurut Fauzi (1999:15) ”Pemeriksaan akuntan (auditing) adalah pemeriksaan secara objektif, independen dan sistematis yang dilakukan oleh akuntan publik terhadap ikhtisar keuangan suatu perusahaan atau kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk menyatakan pendapat tentang apakah ikhtisar keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum”
Berdasarkan defenisi diatas pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan
secara:
1. Objektif, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan data
dan bukti secara apa adanya, dan tidak didasarkan pada kehendak atau
prasangka subjektif dari pihak pemeriksa.
2. Independen, artinya pemeriksaan harus memiliki keabsahan di dalam
melaksanakan tugasnya, adil di dalam tindakannya serta tidak memihak
pada salah satu kepentingan.
3. Sistematis, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan
seperangkat kaidah formal yang harus dipatuhi sebagai kriteria, ukuran
mutu, dan pedoman bertindak dalam melakukan pemeriksaan.
2.2.2. Jenis Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaansebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor
17/PMK.03/2013, yang meliputi :
1) Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak,dan/atau tempat lain yang dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak;atau
2) Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
2.2.3. Prosedur Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan KEP-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak,
tahapan pemeriksaan pajak meliputi kegiatan persiapan pemeriksaan,
pelaksanaan pemeriksaan, dan penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan
Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak. Masing-masing tahapan tersebut dirinci
menjadi tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan pemeriksaan
2. Pelaksanaan pemeriksaan
3. Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan
Pajak
2.2.3.1Persiapan pemeriksaan Pajak.
Tahapan persiapan pemeriksaan terdiri dari tahapan sebagai berikut:
(a) Mempelajari berkas Wajib Pajak termasuk berkas data.
(b) Menganalisis SPT Tahunan, SPT Masa, SPPT, dan Laporan Keuangan
Wajib Pajak.
(c) Mengidentifikasi masalah.
(d) Melakukan pengenalan lokasi.
(e) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
(f) Menyusun program pemeriksaan.
(g) Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang
akan dilihat dan/atau dipinjam.
(h) Menyiapkan sarana administrasi pemeriksaan
a. Mempelajari berkas Wajib Pajak/berkas data, tujuannya adalah
untuk memperolah gambaran umum mengenai kegiatan Wajib
Pajak antara lain kegiatan usaha, kewajiban perpajakan, organisasi
dan administrasi perusahaan, struktur permodalan dan susunan
direksi. Sedangkan dalam pelaksanaannya adalah untuk
mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib
Pajak dan berkas data termasuk mencocokkan segi pembayaran
pajak. Hal ini dalam pelaksanaannya adalah membuat catatan
mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah mempelajari
berkas Wajib Pajak yaitu berkas data, SPT dan laporan keuangan
Wajib Pajak dan menuangkannya kedalam kertas kerja
pemeriksaan.
b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, tujuannya
adalah untuk menentukan hal-hal yang perlu diperhatikan pada
waktu melakukan pemeriksaan dan untuk menentukan
perkiraan-perkiraan yang diprioritaskan dan/atau dikembangkan
pemeriksaannya.
Pelaksanaan untuk menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib
Pajak, antara lain:
1). Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa
dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Apabila
memungkinkan agar dibuat perbandingan laporan keuangan untuk
5 tahun berturut-turut. Perbandingan dapat dilakukan secara
vertikal maupun horizontal.
2). Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan
hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang
cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan perkiraan yang
diprioritaskan dan/atau dikembangkan pemeriksaannya.
3). Melakukan analisis ratio, antara lain:
a). Ratio rentabilitas ekonomis, yaitu perbandingan antara pendapatan
bersih setelah dikurangi pajak dengan investasi untuk mengetahui
kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan dengan
menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman. Ratio ini dapat
dipergunakan untuk menilai kewajiban laba bersih dengan
melakukan perbandingan dengan usaha sejenis.
b). Ratio rentabilitas modal sendiri, yaitu perbandingan antara
pendapatan bersih setelah dikurangi pajak dan modal sendiri untuk
mengetahui kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan
dengan menggunakan modal sendiri. Ratio ini dapat dipergunakan
untuk nilai kewajaran laba bersih dengan melakukan perbandingan
dengan usaha sejenis.
c). Ratio inventory turn over, yaitu perbandingan harga pokok
penjualan dengan persediaan rata-rata untuk mengetahui kecepatan
perputaran barang. Ratio ini dapat dipergunakan untuk menilai
penjualan.
d). Ratio piutang dagang dengan penjualan kredit yaitu perbandingan
antara pelunasan piutang dengan jumlah penjualan kredit yang
terjadi untuk meneliti kewajaran kebijaksanaan penjualan kredit.
e). Ratio antara biaya-biaya perbaikan aktiva yang bersangkutan yaitu
perbandingan antara jumlah biaya perbaikan aktiva dengan nilai
aktiva yang perbandingannya untuk jumlah biaya kewajaran
pengeluaran tersebut.
4). Memperhatikan perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan
sifat-sifat dan jenis-jenis usahanya.
5). Memperhatikan laporan pajak terdahulu serta mencatat
masalah-masalah dan temuan-temuan pada pemeriksaan terdahulu.
6). Membuat catatan mengenai hal penting yang diketahui dari hasil
analisis tersebut dan menuangkannya ke dalam kertas kerja
pemeriksaan.
c. Mengindentifikasi masalah, tujuannya adalah untuk menentukan
masalah yang memerlukan perhatian khusus dan sebagai bahan untuk
menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan.
Sedangkan pelaksanaannya adalah mempelajari dan
mengindentifikasi:
1) Masalah yang ditemukan dalam berkas Wajib Pajak/berkas data,
masalah yang ditemukan dalam SPT dan laporan keuangan dan
masalah yang ditemukan dari data/informasi lainnya.
2) Membuat catatan mengenai masalah tersebut dan menuangkannya
kedalam kertas kerja pemeriksaan.
D. Melakukan pengenalan lokasi
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian mengenai: alamat
Wajib Pajak, lokasi usaha, denah usaha dan kebiasaan lain yang perlu
diketahui misalnya jam kerja. Dalam pelaksanaanya adalah dengan
melakukan pengenalan lokasi setempat sepengetahuan Wajib Pajak,
apabila memungkinkan melakukan wawancara dengan pegawai Wajib
Pajak maupun penduduk di sekitar lokasi dan membuat catatan
mengenai hasil pengenalan lokasi dan menuangkannya ke dalam
kertas kerja pemeriksaan.
E. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
Himpunan Peraturan Pepajakan Tentang Pemeriksaan (1997:240)
”Ruang lingkup pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan :
3. Di lapangan, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik tahun
berjalan dan/ atau tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang
sederhana.
4. Di kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau tahun
tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan
dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.”
Dari keterangan di atas, ada dua jenis pemeriksaan berdasarkan lokasi, yaitu
pemeriksaan kantor (room audit) dan pemeriksaan lapangan (field audit).
Pada pemeriksaan kantor ada dua cara pemeriksaan yaitu penelaahan
berkas-berkas dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak tanpa perlu
memanggil Wajib Pajak yang bersangkutan, atau Wajb Pajak diminta
datang dengan membawa berkas-berkasnya. Pada pemeriksaan lapangan
petugas pemeriksa pajak datang memeriksa ke lokasi usaha Wajib Pajak.
F. Menyusun program pemeriksaan.
Program pemeriksaan adalah suatu daftar prosedur-prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan oleh pemeriksa dalam suatu pemeriksaan. Sedangkan
prosedur pemeriksaan merupakan langkah-langkah pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program
pemeriksaan disusun berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pada
tahap-tahap persiapan sebelumnya. Tujuan menyusun program
pemeriksaan ini adalah agar pemeriksaan dapat mencapai hasil yang
optimal, sebagai alat untuk mengawasi, menimbang, dan mengarahkan
pelaksanaan pemeriksaan serta dapat merupakan referensi untuk
pemeriksaan berikutnya.
G. Menentukan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang
akan dipinjamkan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan
sebelumnya, pemeriksa harus dapat menentukan buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam, sekaligus menyusun daftar
pertanyaan yang akan diajukan kepada Wajib Pajak sesuai dengan program
pemeriksaan yang telah disusun. Pemeriksaan harus menghindari terjadinya
pinjaman buku-buku, catatan dan dokumen yang tidak diperlukan atau
sebaliknya tidak meminjam buku, catatan dan dokumen yang sebetulnya
diperlukan
H. Menyediakan sarana pemeriksaan.
Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, maka sebelum melakukan
pemeriksaan perlu dipersiapkan sarana sebagai berikut :
1) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa.
2) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP).
3) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Kantor
Pelayanan Pajak
4) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak.
5) Formulir surat pernyataan penolakan pemeriksaan.
6) Formulir berita acara penolakan pemeriksaan.
7) Formulir surat pernyataan penolakan membantu kelancaran
pemeriksaan.
8) Formulir permintaan keterangan kepada pihak ketiga.
9) Formulir surat permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen lainnya.
10)Formulir daftar buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang
akan dipinjam oleh pemeriksa.
11)Formulir surat persetujuan/penolakan perpanjangan batas waktu
peminjaman buku, catatan dan dokumen lainnya.
12)Formulir bukti peminjaman buku-buku, catatan dan dokumen lainnya.
13)Formulir surat pernyataan telah menyerahkan foto copy buku-buku,
catatan dan dokumen lainnya.
14)Formulir bukti pengembalian buku-buku, catatan dan dokumen
lainnya.
15)Formulir segel.
16)Formulir berita acara penyegelan.
17)Formulir kertas kerja pemeriksaan.
18)Formulir surat pernyataan mengenai persetujuan hasil pemeriksaan.
19)Formulir tanda terima penerimaan pemberitahuan hasil pemeriksaan
dan lembar pernyataan persetujuan.
20)Berita acara hasil pemeriksaan.
21)Formulir surat panggilan.
22)Formulir berita ketidakhadiran Wajib Pajak.
23)Formulir berita acara penolakan penandatanganan berita acara hasil
pemeriksaan.
Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksaan dapat memperoleh
gambaran umum mengenai Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program
pemeriksaaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
2.2.5. Pelaksanaan pemeriksaan Pajak
Tahapan pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari tahap sebagai berikut:
(a) memeriksa di kantor pemeriksa dan atau di tempat Wajib Pajak.
(b) menilai sistem pengendalian intern.
(c) memutakhirkan cakupan dan program pemeriksaan.
(d) melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen.
(e) melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
(f) memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak.
(g) melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
pemeriksa yang meliputi :
a.Memeriksa di tempat Wajib Pajak.
Memeriksa di tempat Wajib Pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan
di Kantor atau Pabrik atau di tempat usaha atau di tempat tinggal atau
ditempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Zulfikar Tahar (1999:13) Tujuan pemeriksaan di tempat lain adalah :
”1) Untuk mengetahui dan mendapatkan data-data/fakta-fakta mengenai
kegiatan Wajib Pajak yang sebenarnya.
2) Untuk dapat mengetahui dan menilai sistem pengendalian intern.
3) Untuk menyakinkan kebenaran/keberadaan secara fisik aktiva tetap
yang dilaporkan dan kepemiliknya.”
Pelaksanaan pemeriksaan adalah :
1) Sebelum memulai tugasnya, pemeriksa terlebih dahulu harus
memperkenalkan diri dengan menunjukkan tanda pengenal pemeriksa.
Menyampaikan Surat Pemberitahuan pemeriksaan dan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SPPP), serta menjelaskan tujuan kedatangan
pemeriksa agar Wajib Pajak mengetahui dengan jelas dan tujuan
pemeriksaan yang akan dilakukan. Selanjutnya pemeriksa melakukan
wawancara/tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan orang-orang
yang dianggap dapat mengungkapkan tambahan informasi yang akan
bermanfaat untuk keberhasilan pemeriksaan.
2) Melakukan pemeriksaan pada bagian-bagian yang ada pada perusahaan
sekaligus apabila diperlukan dan dimungkinkan melakukan pengujian
fisik atas besarnya persediaan saldo uang yang ada dalam kas.
3) Melakukan tindakan penyegelan terhadap tempat atau ruangan tertentu
yang diduga merupakan tempat penyimpanan buku-buku, catatan,
dokumen atau barang-barang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
Wajib Pajak apabila Wajib Pajak atau wakil kuasanya tidak memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak
berada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
4) Melakukan peminjaman buku-buku, catatan, dan dokumen yang
diperlukan dengan membuat dan menyerahkan bukti peminjaman kepada
Wajib Pajak.
b. Melaksanakan penilaian atas sistem pengendalian intern.
Dilaksanakannya penilaian atas sistem pengendalian intern bertujuan
untuk mengetahui lemah/kuatnya sistem pengendalian intern sebagai dasar
untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang akan dilakukan.
Dalam pelaksanaan penilaian sistem pengendalian dilakukan berdasarkan :
1) Pengumpulan data/informasi.
Mengumpulkan informasi mengenai sistem pengendalian intern
dengan cara : mempelajari manual yang ada dalam perusahaan antara
lain struktur organisasi, bagan perkiraan arus dokumen dan arus
barang, melakukan wawancara mengenai pelaksanaan sistem
pengendalian intern dengan pejabat berkompeten dan mengamati
proses pelaksanaan sistem pengendalian intern.
2) Penelaahan.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, pemeriksa melakukan
penelaahan dengan membuat catatan yang dapat berupa : uraian
singkat, bagan arus, daftar pertanyaan yang telah dijawab.
3) Penilaian sementara terhadap sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil penelaahan, pemeriksa membuat penilaian
sementara mengenai sistem pengendalian intern yang akan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang
akan dilakukan.
4) Pengujian.
Berdasarkan hasil penilaian sementara terhadap sistem pengendalian
intern, pemeriksa melakukan pengujian mengenai kepatuhan dalam
mengikuti sistem/prosedur/metode/peraturan yang telah ditetapkan.
5) Penilaian akhir dari sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, pemeriksa dapat
menentukan penilaian akhir mengenai lemah/kuatnya sistem
pengendalian intern.
c. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.
Berdasarkan data/fakta yang diperoleh pada saat pemeriksaan setempat
dan setelah memperhatikan hasil penilaian sistem pengendalian intern,
pemeriksa menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang
dibuat pada tahap persiapan pemeriksaan.
d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan, dan dokumen
Tujuannya adalah :
1) Untuk meyakinkan kebenaran angka-angka yang dicantumkan dalam SPT
dengan membandingkannya terhadap angka-angka yang ada dalam
pembukuan dan dokumen-dokumen pendukungnya.
2) Untuk menentukan apakah angka-angka yang dilaporkan dalam SPT telah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
Tujuan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga adalah untuk
meneguhkan kebenaran data/informasi dari Wajib Pajak dengan bukti-bukti
yang diperoleh dari pihak ketiga.
Bohari (2004:160) Pelaksanaan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
adalah dengan :
“1) Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.
2) Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.”
f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Tujuannya adalah menjelaskan koreksi fiskal dari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan. Prakoso (1999:134) Pelaksanaan memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak adalah :
”1) Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak.
2) Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.
3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan
lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan.”
g. Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Tujuannya adalah untuk membuat berita acara hasil pemeriksaan yang
harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak, Pelaksanaannya
adalah :
1) Memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai tempat dan waktu
pertemuan.
2) Membuat dan menandatangani berita acara hasil pemeriksaan yang
memuat secara rinci seluruh koreksi baik yang disetujui oleh pemeriksa
maupun yang disanggah oleh Wajib Pajak tetapi sanggahan tersebut
tidak disetujui oleh pemeriksa.
3) Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara
hasil pemeriksaan, maka pemeriksa membuat berita acara penolakan
penandatangan berita acara hasil pemeriksaan.
Hasil akhir Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dalam rangka
ekstensifikasi Wajib Pajak adalah berupa pemberian NPWP dan/atau
pengukuhan PKP secara jabatan yang merupakan kesimpulan dalam LPP
serta usulan untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus apabila
ada data tentang objek pajak yang cukup material, baik untuk tahun yang
berjalan maupunn tahun-tahun sebelumnya.
4) Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan
Pajak
Sedangkan untuk tahap penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan
Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak terdiri dari:
(a) format LPP dan KKP.
(b) pengesahan LPP.
(c) pembuatan Nota Penghitungan dan LHP.
(d) pengiriman LPP, nota penghitungan dan berkas Wajib Pajak.
(e) perekaman SP3.
Penelitian ini tidak membahas kepuasan Wajib Pajak atas hasil dari
pemeriksaan pajak berupa Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak,
tetapi bertujuan untuk mengetahui ada tidak nya pengaruh pemeriksaan
pajak terhadap penerimaan pajak dan penelitian ini hanya mencakup
kejadian atau pengalaman yang dialami langsung oleh pemeriksa pajak
dalam melakukan pemeriksaan dari proses awal berupa tahap persiapan
pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, hingga penyusunan Laporan
Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak.
Menurut Mardiasmo (2004:231) ”laporan pemeriksaan pajak adalah
laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan
yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas
pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan”.
Laporan pemeriksaan pajak menyajikan penilaian serta pengujian atas
ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diperiksa,
yang disarikan dari kertas kerja pemeriksa. Laporan pemeriksaan pajak
digunakan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
2.3.Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
2.3.1.Kriteria Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib
Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga
pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat
dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya dilakukan
terutama terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan lebih bayar
karena hal ini telah diatur dalam UU KUP. Selain itu pemeriksaan dilakukan
juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat
kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang dengan kuasa
Pasal 17 c UU KUP, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya
menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, selanjutnya pemeriksaan
dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya
rendah atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak
(SE-28/PJ/2013,Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak) adalah terdapat 2 (dua)
kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu:
1. Pemeriksaan Rutin,merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan
dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak dan,
2. Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk
based audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib
Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara
komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan.
2.3.2.Materi Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Dalam pelaksanaan pemeriksaan PPh Pasal 25 Badan terdapat materi –
materi pemeriksaan yang harus diperiksa sesuai dengan prosedur pemeriksaan,
antara lain :
1. Laporan Keuangan
Pemeriksa melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan dokumen
dokumen pembukuan Wajib Pajak dan membuat catatan mengenai perkiraan
-perkiraan yang berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau
perubahan yang cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan prioritas dalam
pemeriksaan untuk melakukan koreksi fiskal.
2. Daftar Pembayaran Wajib Pajak Badan
Mendapatkan daftar pembayaran bulanan PPh Pasal 25 Badan dengan rincian
sebagai berikut :
a. Pembayan angsuran untuk bulan Januari sampai Desember Tahun pajak
yang diperiksa.
b. Jumlah Pembayaran.
c. Tanggal pembayaran.
d. Nomor dan Tanggal STP (Surat Tagihan Pajak).
e. Pembayaran PPN
f. Faktur Pajak
3. Besarnya Angsuran
Meyakinkan bahwa besarnya angsuran pajak dalam Tahun berjalan (PPh Pasal
25 Badan ) untuk setiap bulan adalah sebesar pajak yang terhutang pada Tahun
Pajak yang lalu dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak ,Pasal
22, Pasal 23, (sebagai kredit pajak) dibagi dengan banyaknya masa pajak.
4. Bukti Pembayaran
Mencocokkan seluruh jumlah yang tercantum dalam daftar pembayaran
angsuran dengan bukti asli pembayaran PPh Pasal 25 Badan (arsip Wajib
Pajak).
5. Jumlah Kredit Pajak
Meyakinkan bahwa jumlah yang dikreditkan dengan hutang pajak penghasilan
Wajib Pajak untuk Tahun berjalan sesuai dengan jumlah daftar pembayaran
angsuran.
6. Alket (Alat Keterangan)
Memanfaatkan data (alket/alat keterangan) yang ada di master file Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan dan memperhitungkannya terhadap pajak yang
terhutang.
7. Dokumen Lain
Memanfaatkan data atau dokumen lain yang diperoleh dari instansi eksternal
yang berkaitan dengan transaksi keuangan wajib pajak badan seperti dokumen
PEB, akte perubahan perusahaan, dan sebagainya.
2.3.3.Laporan Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu
dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak,
pembuatan laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan
mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam
laporan ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam
pembukuan atau diri Waj