BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
2.1.Pajak Penghasilan
2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan
Ada beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain :
Dalam Soemitro Mardiasmo (2006:1) menyebutkan bahwa “Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum.”
Menurut Markus (2003:1)
”Pajak adalah sebagian harta kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan Undang-Undang, wajib diberikan oleh rakyat kepada Negara tanpa mendapat kontraprestasi secara individual dan langsung dari Negara, serta bukan merupakan penalti, yang berfungsi sebagai:
a. Dana untuk penyelenggaraan Negara, dan sisanya jika ada, digunakan untukpembangunan, serta
b. Instrumen untuk mengatur kehidupan sosial ekonomi masyarakat”.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara, iuran tersebut dalam bentuk uang, bukan barang.
2. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
ketentuan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu pengeluaran
yang bermanfaat untuk masyarakat.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai tiga fungsi, yaitu :
a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya bahwa pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, serta
Pajak Lainnya.
b. Fungsi Regulerend ( Mengatur )
Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya, bahwa pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur, adalah:
1. Tarif pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah, untuk menekan pembelian barang – barang
2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan yang tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan untuk meningkatkan gairah
ekspor pengusaha lokal.
c. Fungsi Sosial
Fungsi sosial artinya pemungutan pajak disesuaikan dengan kekuatan
seseorang untuk mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam Mardiasmo ( 2006 : 2 ) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang. 2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.4. Pengertian-Pengertian dalam Ketentuan Umum Perpajakan
Dengan mengacu pada Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan STDD Undang-undang No.16
Tahun 2009 terdapat beberapa pengertian, meliputi :
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroaan terbatas, perseroaan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
4. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim atau jangka waktu lainnya yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri Keuangan paling lama tiga bulan takwim.
5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Surat Ketetapan Pajak ( SKP ) adalah surat ketetapan pajak yang meliputi
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil , atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih bayar.
2.1.5. Pengertian PPh Pasal 25/29 Badan
Definisi atau pengertian PPh Pasal 25/29 Menurut Waluyo dan Wirawan
B. Ilyas (2002,;204) dalam buku yang berjudul Perpajakan Indonesia,
menyatakan bahwa PPh Pasal 25 adalah:
“Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Dan angsuran pajak
penghasilan pasal 25/29 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak
terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada
akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan”.
” Kredit pajak adalah pajak yang telah dilunasi setiap bulan atau masa lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam tahun berjalan, baik yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak maupun yang dipotong secara dipungut
oleh pihak lain”.
”PPh Pasal 25/29 Badan merupakan angsuran pajak yang dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak Badan setiap bulan dan merupakan kredit pajak yang
dapat dikurangkan dari pajak yang terhutang pada akhir Tahun Pajak yang
2.2.Pemeriksaan Pajak
2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Defenisi pemeriksaan menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 adalah ”serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Pada dasarnya pemeriksaan adalah pemeriksaan atas buku-buku
atau catatan-catatan yang dibuat oleh Wajib Pajak mengenai kegiatan
usahanya, kemudian menguji kebenaran formal/material dari pembukuan
tersebut, serta meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang
bersangkutan telah dilaksanakan dan apakah pelaksanaan kewajiban itu
telah memenuhi ketentuan-ketentuan yuridis fiskal sesuai dengan
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Di lain pihak defenisi di atas memberikan suatu pandangan bahwa
laporan keuangan yang disusun dengan berpedoman kepada Standar
Akuntansi dan telah di audit oleh kantor akuntan publik, dengan melakukan
prinsip-prinsip dasar dan teknik/prosedur audit seperti yang diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik yang dinyatakan wajar tanpa syarat
oleh akuntan publiknya. Jumlah laba bersih yang dilaporkan masih
memerlukan beberapa penyesuaian yuridis fiskal.
Berdasarkan defenisi diatas pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan
secara:
1. Objektif, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan data
dan bukti secara apa adanya, dan tidak didasarkan pada kehendak atau
prasangka subjektif dari pihak pemeriksa.
2. Independen, artinya pemeriksaan harus memiliki keabsahan di dalam
melaksanakan tugasnya, adil di dalam tindakannya serta tidak memihak
pada salah satu kepentingan.
3. Sistematis, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan
seperangkat kaidah formal yang harus dipatuhi sebagai kriteria, ukuran
mutu, dan pedoman bertindak dalam melakukan pemeriksaan.
2.2.2. Jenis Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaansebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor
17/PMK.03/2013, yang meliputi :
1) Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak,dan/atau tempat lain yang dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak;atau
2) Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor
2.2.3. Prosedur Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan KEP-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak,
tahapan pemeriksaan pajak meliputi kegiatan persiapan pemeriksaan,
pelaksanaan pemeriksaan, dan penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan
Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak. Masing-masing tahapan tersebut dirinci
menjadi tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan pemeriksaan
2. Pelaksanaan pemeriksaan
3. Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan
Pajak
2.2.3.1Persiapan pemeriksaan Pajak.
Tahapan persiapan pemeriksaan terdiri dari tahapan sebagai berikut:
(a) Mempelajari berkas Wajib Pajak termasuk berkas data.
(b) Menganalisis SPT Tahunan, SPT Masa, SPPT, dan Laporan Keuangan
Wajib Pajak.
(c) Mengidentifikasi masalah.
(d) Melakukan pengenalan lokasi.
(e) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
(f) Menyusun program pemeriksaan.
(g) Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang
akan dilihat dan/atau dipinjam.
a. Mempelajari berkas Wajib Pajak/berkas data, tujuannya adalah
untuk memperolah gambaran umum mengenai kegiatan Wajib
Pajak antara lain kegiatan usaha, kewajiban perpajakan, organisasi
dan administrasi perusahaan, struktur permodalan dan susunan
direksi. Sedangkan dalam pelaksanaannya adalah untuk
mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib
Pajak dan berkas data termasuk mencocokkan segi pembayaran
pajak. Hal ini dalam pelaksanaannya adalah membuat catatan
mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah mempelajari
berkas Wajib Pajak yaitu berkas data, SPT dan laporan keuangan
Wajib Pajak dan menuangkannya kedalam kertas kerja
pemeriksaan.
b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, tujuannya
adalah untuk menentukan hal-hal yang perlu diperhatikan pada
waktu melakukan pemeriksaan dan untuk menentukan
perkiraan-perkiraan yang diprioritaskan dan/atau dikembangkan
pemeriksaannya.
Pelaksanaan untuk menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib
Pajak, antara lain:
1). Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa
dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Apabila
memungkinkan agar dibuat perbandingan laporan keuangan untuk
vertikal maupun horizontal.
2). Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan
hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang
cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan perkiraan yang
diprioritaskan dan/atau dikembangkan pemeriksaannya.
3). Melakukan analisis ratio, antara lain:
a). Ratio rentabilitas ekonomis, yaitu perbandingan antara pendapatan
bersih setelah dikurangi pajak dengan investasi untuk mengetahui
kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan dengan
menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman. Ratio ini dapat
dipergunakan untuk menilai kewajiban laba bersih dengan
melakukan perbandingan dengan usaha sejenis.
b). Ratio rentabilitas modal sendiri, yaitu perbandingan antara
pendapatan bersih setelah dikurangi pajak dan modal sendiri untuk
mengetahui kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan
dengan menggunakan modal sendiri. Ratio ini dapat dipergunakan
untuk nilai kewajaran laba bersih dengan melakukan perbandingan
dengan usaha sejenis.
c). Ratio inventory turn over, yaitu perbandingan harga pokok
penjualan dengan persediaan rata-rata untuk mengetahui kecepatan
perputaran barang. Ratio ini dapat dipergunakan untuk menilai
penjualan.
antara pelunasan piutang dengan jumlah penjualan kredit yang
terjadi untuk meneliti kewajaran kebijaksanaan penjualan kredit.
e). Ratio antara biaya-biaya perbaikan aktiva yang bersangkutan yaitu
perbandingan antara jumlah biaya perbaikan aktiva dengan nilai
aktiva yang perbandingannya untuk jumlah biaya kewajaran
pengeluaran tersebut.
4). Memperhatikan perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan
sifat-sifat dan jenis-jenis usahanya.
5). Memperhatikan laporan pajak terdahulu serta mencatat
masalah-masalah dan temuan-temuan pada pemeriksaan terdahulu.
6). Membuat catatan mengenai hal penting yang diketahui dari hasil
analisis tersebut dan menuangkannya ke dalam kertas kerja
pemeriksaan.
c. Mengindentifikasi masalah, tujuannya adalah untuk menentukan
masalah yang memerlukan perhatian khusus dan sebagai bahan untuk
menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan.
Sedangkan pelaksanaannya adalah mempelajari dan
mengindentifikasi:
1) Masalah yang ditemukan dalam berkas Wajib Pajak/berkas data,
masalah yang ditemukan dalam SPT dan laporan keuangan dan
masalah yang ditemukan dari data/informasi lainnya.
2) Membuat catatan mengenai masalah tersebut dan menuangkannya
D. Melakukan pengenalan lokasi
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian mengenai: alamat
Wajib Pajak, lokasi usaha, denah usaha dan kebiasaan lain yang perlu
diketahui misalnya jam kerja. Dalam pelaksanaanya adalah dengan
melakukan pengenalan lokasi setempat sepengetahuan Wajib Pajak,
apabila memungkinkan melakukan wawancara dengan pegawai Wajib
Pajak maupun penduduk di sekitar lokasi dan membuat catatan
mengenai hasil pengenalan lokasi dan menuangkannya ke dalam
kertas kerja pemeriksaan.
E. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
Himpunan Peraturan Pepajakan Tentang Pemeriksaan (1997:240)
”Ruang lingkup pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan :
3. Di lapangan, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik tahun
berjalan dan/ atau tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang
sederhana.
4. Di kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau tahun
tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan
dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.”
Dari keterangan di atas, ada dua jenis pemeriksaan berdasarkan lokasi, yaitu
pemeriksaan kantor (room audit) dan pemeriksaan lapangan (field audit).
Pada pemeriksaan kantor ada dua cara pemeriksaan yaitu penelaahan
memanggil Wajib Pajak yang bersangkutan, atau Wajb Pajak diminta
datang dengan membawa berkas-berkasnya. Pada pemeriksaan lapangan
petugas pemeriksa pajak datang memeriksa ke lokasi usaha Wajib Pajak.
F. Menyusun program pemeriksaan.
Program pemeriksaan adalah suatu daftar prosedur-prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan oleh pemeriksa dalam suatu pemeriksaan. Sedangkan
prosedur pemeriksaan merupakan langkah-langkah pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program
pemeriksaan disusun berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pada
tahap-tahap persiapan sebelumnya. Tujuan menyusun program
pemeriksaan ini adalah agar pemeriksaan dapat mencapai hasil yang
optimal, sebagai alat untuk mengawasi, menimbang, dan mengarahkan
pelaksanaan pemeriksaan serta dapat merupakan referensi untuk
pemeriksaan berikutnya.
G. Menentukan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang
akan dipinjamkan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan
sebelumnya, pemeriksa harus dapat menentukan buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam, sekaligus menyusun daftar
pertanyaan yang akan diajukan kepada Wajib Pajak sesuai dengan program
pemeriksaan yang telah disusun. Pemeriksaan harus menghindari terjadinya
pinjaman buku-buku, catatan dan dokumen yang tidak diperlukan atau
diperlukan
H. Menyediakan sarana pemeriksaan.
Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, maka sebelum melakukan
pemeriksaan perlu dipersiapkan sarana sebagai berikut :
1) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa.
2) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP).
3) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Kantor
Pelayanan Pajak
4) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak.
5) Formulir surat pernyataan penolakan pemeriksaan.
6) Formulir berita acara penolakan pemeriksaan.
7) Formulir surat pernyataan penolakan membantu kelancaran
pemeriksaan.
8) Formulir permintaan keterangan kepada pihak ketiga.
9) Formulir surat permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen lainnya.
10) Formulir daftar buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang
akan dipinjam oleh pemeriksa.
11) Formulir surat persetujuan/penolakan perpanjangan batas waktu
peminjaman buku, catatan dan dokumen lainnya.
12) Formulir bukti peminjaman buku-buku, catatan dan dokumen lainnya.
13) Formulir surat pernyataan telah menyerahkan foto copy buku-buku,
14) Formulir bukti pengembalian buku-buku, catatan dan dokumen
lainnya.
15) Formulir segel.
16) Formulir berita acara penyegelan.
17) Formulir kertas kerja pemeriksaan.
18) Formulir surat pernyataan mengenai persetujuan hasil pemeriksaan.
19) Formulir tanda terima penerimaan pemberitahuan hasil pemeriksaan
dan lembar pernyataan persetujuan.
20) Berita acara hasil pemeriksaan.
21) Formulir surat panggilan.
22) Formulir berita ketidakhadiran Wajib Pajak.
23) Formulir berita acara penolakan penandatanganan berita acara hasil
pemeriksaan.
Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksaan dapat memperoleh
gambaran umum mengenai Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program
pemeriksaaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
2.2.5. Pelaksanaan pemeriksaan Pajak
Tahapan pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari tahap sebagai berikut:
(a) memeriksa di kantor pemeriksa dan atau di tempat Wajib Pajak.
(b) menilai sistem pengendalian intern.
(c) memutakhirkan cakupan dan program pemeriksaan.
(d) melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan
(e) melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
(f) memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak.
(g) melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
pemeriksa yang meliputi :
a. Memeriksa di tempat Wajib Pajak.
Memeriksa di tempat Wajib Pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan
di Kantor atau Pabrik atau di tempat usaha atau di tempat tinggal atau
ditempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Zulfikar Tahar (1999:13) Tujuan pemeriksaan di tempat lain adalah :
”1) Untuk mengetahui dan mendapatkan data-data/fakta-fakta mengenai
kegiatan Wajib Pajak yang sebenarnya.
2) Untuk dapat mengetahui dan menilai sistem pengendalian intern.
3) Untuk menyakinkan kebenaran/keberadaan secara fisik aktiva tetap
yang dilaporkan dan kepemiliknya.”
Pelaksanaan pemeriksaan adalah :
1) Sebelum memulai tugasnya, pemeriksa terlebih dahulu harus
memperkenalkan diri dengan menunjukkan tanda pengenal pemeriksa.
Menyampaikan Surat Pemberitahuan pemeriksaan dan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SPPP), serta menjelaskan tujuan kedatangan
pemeriksaan yang akan dilakukan. Selanjutnya pemeriksa melakukan
wawancara/tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan orang-orang
yang dianggap dapat mengungkapkan tambahan informasi yang akan
bermanfaat untuk keberhasilan pemeriksaan.
2) Melakukan pemeriksaan pada bagian-bagian yang ada pada perusahaan
sekaligus apabila diperlukan dan dimungkinkan melakukan pengujian
fisik atas besarnya persediaan saldo uang yang ada dalam kas.
3) Melakukan tindakan penyegelan terhadap tempat atau ruangan tertentu
yang diduga merupakan tempat penyimpanan buku-buku, catatan,
dokumen atau barang-barang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
Wajib Pajak apabila Wajib Pajak atau wakil kuasanya tidak memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak
berada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
4) Melakukan peminjaman buku-buku, catatan, dan dokumen yang
diperlukan dengan membuat dan menyerahkan bukti peminjaman kepada
Wajib Pajak.
b. Melaksanakan penilaian atas sistem pengendalian intern.
Dilaksanakannya penilaian atas sistem pengendalian intern bertujuan
untuk mengetahui lemah/kuatnya sistem pengendalian intern sebagai dasar
untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang akan dilakukan.
Dalam pelaksanaan penilaian sistem pengendalian dilakukan berdasarkan :
Mengumpulkan informasi mengenai sistem pengendalian intern
dengan cara : mempelajari manual yang ada dalam perusahaan antara
lain struktur organisasi, bagan perkiraan arus dokumen dan arus
barang, melakukan wawancara mengenai pelaksanaan sistem
pengendalian intern dengan pejabat berkompeten dan mengamati
proses pelaksanaan sistem pengendalian intern.
2) Penelaahan.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, pemeriksa melakukan
penelaahan dengan membuat catatan yang dapat berupa : uraian
singkat, bagan arus, daftar pertanyaan yang telah dijawab.
3) Penilaian sementara terhadap sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil penelaahan, pemeriksa membuat penilaian
sementara mengenai sistem pengendalian intern yang akan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang
akan dilakukan.
4) Pengujian.
Berdasarkan hasil penilaian sementara terhadap sistem pengendalian
intern, pemeriksa melakukan pengujian mengenai kepatuhan dalam
mengikuti sistem/prosedur/metode/peraturan yang telah ditetapkan.
5) Penilaian akhir dari sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, pemeriksa dapat
menentukan penilaian akhir mengenai lemah/kuatnya sistem
c. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.
Berdasarkan data/fakta yang diperoleh pada saat pemeriksaan setempat
dan setelah memperhatikan hasil penilaian sistem pengendalian intern,
pemeriksa menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang
dibuat pada tahap persiapan pemeriksaan.
d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan, dan dokumen
Tujuannya adalah :
1) Untuk meyakinkan kebenaran angka-angka yang dicantumkan dalam SPT
dengan membandingkannya terhadap angka-angka yang ada dalam
pembukuan dan dokumen-dokumen pendukungnya.
2) Untuk menentukan apakah angka-angka yang dilaporkan dalam SPT telah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
Tujuan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga adalah untuk
meneguhkan kebenaran data/informasi dari Wajib Pajak dengan bukti-bukti
yang diperoleh dari pihak ketiga.
Bohari (2004:160) Pelaksanaan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
adalah dengan :
“1) Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.
2) Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.”
f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Tujuannya adalah menjelaskan koreksi fiskal dari hasil pemeriksaan yang
pemeriksaan kepada Wajib Pajak adalah :
”1) Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak.
2) Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.
3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan
lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan.”
g. Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Tujuannya adalah untuk membuat berita acara hasil pemeriksaan yang
harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak, Pelaksanaannya
adalah :
1) Memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai tempat dan waktu
pertemuan.
2) Membuat dan menandatangani berita acara hasil pemeriksaan yang
memuat secara rinci seluruh koreksi baik yang disetujui oleh pemeriksa
maupun yang disanggah oleh Wajib Pajak tetapi sanggahan tersebut
tidak disetujui oleh pemeriksa.
3) Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara
hasil pemeriksaan, maka pemeriksa membuat berita acara penolakan
penandatangan berita acara hasil pemeriksaan.
Hasil akhir Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dalam rangka
ekstensifikasi Wajib Pajak adalah berupa pemberian NPWP dan/atau
pengukuhan PKP secara jabatan yang merupakan kesimpulan dalam LPP
ada data tentang objek pajak yang cukup material, baik untuk tahun yang
berjalan maupunn tahun-tahun sebelumnya.
4) Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan
Pajak
Sedangkan untuk tahap penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan
Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak terdiri dari:
(a) format LPP dan KKP.
(b) pengesahan LPP.
(c) pembuatan Nota Penghitungan dan LHP.
(d) pengiriman LPP, nota penghitungan dan berkas Wajib Pajak.
(e) perekaman SP3.
Penelitian ini tidak membahas kepuasan Wajib Pajak atas hasil dari
pemeriksaan pajak berupa Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak,
tetapi bertujuan untuk mengetahui ada tidak nya pengaruh pemeriksaan
pajak terhadap penerimaan pajak dan penelitian ini hanya mencakup
kejadian atau pengalaman yang dialami langsung oleh pemeriksa pajak
dalam melakukan pemeriksaan dari proses awal berupa tahap persiapan
pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, hingga penyusunan Laporan
Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak.
Menurut Mardiasmo (2004:231) ”laporan pemeriksaan pajak adalah
laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan
yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas
Laporan pemeriksaan pajak menyajikan penilaian serta pengujian atas
ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diperiksa,
yang disarikan dari kertas kerja pemeriksa. Laporan pemeriksaan pajak
digunakan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
2.3.Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
2.3.1.Kriteria Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib
Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga
pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat
dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya dilakukan
terutama terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan lebih bayar
karena hal ini telah diatur dalam UU KUP. Selain itu pemeriksaan dilakukan
juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat
kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang dengan kuasa
Pasal 17 c UU KUP, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya
menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, selanjutnya pemeriksaan
dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya
rendah atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak
(SE-28/PJ/2013,Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak) adalah terdapat 2 (dua)
kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu:
1. Pemeriksaan Rutin,merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan
Wajib Pajak dan,
2. Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk
based audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib
Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara
komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan.
2.3.2.Materi Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Dalam pelaksanaan pemeriksaan PPh Pasal 25 Badan terdapat materi –
materi pemeriksaan yang harus diperiksa sesuai dengan prosedur pemeriksaan,
antara lain :
1. Laporan Keuangan
Pemeriksa melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan dokumen
dokumen pembukuan Wajib Pajak dan membuat catatan mengenai perkiraan
-perkiraan yang berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau
perubahan yang cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan prioritas dalam
pemeriksaan untuk melakukan koreksi fiskal.
2. Daftar Pembayaran Wajib Pajak Badan
Mendapatkan daftar pembayaran bulanan PPh Pasal 25 Badan dengan rincian
sebagai berikut :
a. Pembayan angsuran untuk bulan Januari sampai Desember Tahun pajak
yang diperiksa.
b. Jumlah Pembayaran.
d. Nomor dan Tanggal STP (Surat Tagihan Pajak).
e. Pembayaran PPN
f. Faktur Pajak
3. Besarnya Angsuran
Meyakinkan bahwa besarnya angsuran pajak dalam Tahun berjalan (PPh Pasal
25 Badan ) untuk setiap bulan adalah sebesar pajak yang terhutang pada Tahun
Pajak yang lalu dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak ,Pasal
22, Pasal 23, (sebagai kredit pajak) dibagi dengan banyaknya masa pajak.
4. Bukti Pembayaran
Mencocokkan seluruh jumlah yang tercantum dalam daftar pembayaran
angsuran dengan bukti asli pembayaran PPh Pasal 25 Badan (arsip Wajib
Pajak).
5. Jumlah Kredit Pajak
Meyakinkan bahwa jumlah yang dikreditkan dengan hutang pajak penghasilan
Wajib Pajak untuk Tahun berjalan sesuai dengan jumlah daftar pembayaran
angsuran.
6. Alket (Alat Keterangan)
Memanfaatkan data (alket/alat keterangan) yang ada di master file Kantor
Pelayanan Pajak Madya Medan dan memperhitungkannya terhadap pajak yang
terhutang.
7. Dokumen Lain
yang berkaitan dengan transaksi keuangan wajib pajak badan seperti dokumen
PEB, akte perubahan perusahaan, dan sebagainya.
2.3.3.Laporan Pemeriksaan PPh Pasal 25/29 Badan
Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu
dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak,
pembuatan laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan
mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam
laporan ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam
pembukuan atau diri Wajib Pajak yang berkaitan dengan Ketetapan Pajak.
Atas dasar hal itu, maka pemerintah perlu mengatur pedoman
laporan pemeriksaan. Sophar (1999:393) Pedoman laporan pemeriksaan
adalah sebagai berikut :
”1. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara rinci, ringkas, jelas,
memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat
kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung bukti yang kuat tentang
ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan :
a. Berbagai faktor perbandingan.
b. Nilai absolut dari penyimpangan.
d. Bukti atau petunjuk adanya penyimpangan.
e. Pengaruh penyimpangan.
f. Hubungan dengan permasalahan lainnya.
3. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap
dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.”
Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan melalui beberapa
tahap sebagai berikut (Bambang,1999) :
” 1).Cara Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak.
2). Pengesahan Laporan Pemeriksaan Pajak.
3). Pembuatan Nota Perhitungan dan DKHP.
4). Pengiriman LPP, Nota Penghitungan dan DKHP”
Berikut ini penulis akan menjelaskan keempat tahap pembuatan
laporan pemeriksaan pajak.
1. Cara Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak.
Laporan Pemeriksaan Pajak disusun dengan sistematika sebagai berikut :
a. Umum.
Memuat keterangan-keterangan mengenai identitas Wajib Pajak, pemenuhan
kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan Wajib Pajak, penugasan dan
alasan pemeriksaan, data/informasi yang tersedia dan daftar lampiran.
Memuat penjelasan secara lengkap mengenai pos-pos yang diperiksa,
penilaian pemeriksaan atas pos-pos yang diperiksa dari temuan-temuan
pemeriksaan.
c. Hasil pemeriksaan.
Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan
Wajib Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai
besarnya pajak-pajak yang terhutang.
d. Kesimpulan dan usul pemeriksaan.
Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara
pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan Wajib Pajak dengan hasil
pemeriksaan, data/informasi yang diproduksi dan usul-usul pemeriksaan.
2. Pengesahan LPP.
Konsep LPP yang telah ditandatangani oleh pemeriksa harus
disampaikan bersama-sama dengan lembar pengawasan Laporan Pemeriksa
Pajak kepada Ketua Tim Pemeriksa dan Supervisor untuk ditelaah. Setiap
konsep LPP yang diserahkan untuk ditelaah harus selalu disertai dengan berkas
LPP. Bila telah disetujui, penelaah akan membubuhkan parafnya pada konsep
LPP tersebut.
Setelah konsep LPP yang bersangkutan selesai ditelaah, maka konsep tersebut
diteruskan untuk mendapatkan persetujuan dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang, yaitu :
2) Direktur Pemeriksaan Pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur
Pemeriksaan Pajak bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat
Pemeriksaan Pajak.
Konsep yang telah disetujui oleh Kepala KPP diteruskan ke Bagian Seksi
Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal berupa konsep dan SPHP untuk diberi
nomor selanjutnya dikembalikan ke pemeriksa untuk dibuatkan risalah
pembahasan selanjutnya setelah disetujui kepala KPP dibuatkan SPHP final dan
Nota Penghitungan untuk ditandatangani Kepala KPP selanjutnya direkam dan
dinomori kemabali oleh Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal.
3. Pembuatan Nota Penghitungan dan DKHP.
Setelah LPP disetujui, selanjutnya pemeriksa membuat Nota Penghitungan
yang akan digunakan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak yang
diparaf :
1) Kolom dihitung : diparaf oleh Ketua Tim Pemeriksa dan anggota.
2) Kolom disetujui : diparaf oleh Kepala Unit Pemeriksaan dan Penyidikan
Pajak
3) Kolom ditetapkan : diparaf oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Sedangkan kolom-kolom lainnya diparaf oleh petugas pada Kantor Pelayanan
Pajak yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Kemudian pemeriksa
membuat DKHP yang merupakan lembar kesimpulan dari hasil pemeriksa.
4. Pengiriman LPP, Nota Penghitung dan DKHP.
LPP, Nota Penghitung dan berkas Wajib Pajak dikirim ke Kantor Pelayanan