• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Daftar Pustaka

A. Buku

Alif, M. Rizal. Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda. Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2009

Dalimunthe, Hj. Chadidjah. Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak – Hak Atas Tanah .Medan : Yayasan Pencerahan Mandailing, 2008

Harsono, Soni. Aspek Pertanahan dalam Pembangunan Rumah Susun, Jakarta, 1991

Lubis, Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis. Kepemilikan Properti di Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing. Bandung : CV. Mandar Maju, 2013

Mukti, Affan. Pokok – Pokok Bahasan Hukum Agraria. Medan : USU Press, 2006

Parlindungan, AP. Undang – Undang Bagi Hasil di Indonesia ( Suatu Studi Komparatif, Bandung, 1992

Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum Agraria.Malang : Setara Press.2010

Siregar, Tampil Anshari, Pendalam Lanjutan Undang – Undang Pokok Agraria, Medan : Pustaka Bangsa Press. 2005

Sitorus, Oloan, Balans Sebayang. Kondominium dan Permasalahnnya. Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. 1998

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI – Press. 1984 Sumardjono, Maria S. W, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan

(9)

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. 1996

Supriadi.Hukum Agraria. Jakarta : Sinar Grafika. 2006

B. Jurnal

Harian Analisa terbitan tanggal 23 Januari 2016

Surat Kabar Harian Suara Pembangunan, tanggal 13 April 1994 SKH Suara Pembangunan tanggal 27 Mei 1994

C. Internet

D. Peraturan Perundang – Undangan

http://probopribadisembiringmeliala.blogspot.co.id/2014/06/hak-wna-terhadap-rumah-susun-di.html

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

(10)

64

Undang Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Undang – Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

Undang Undang No 62 Tahun 1958 jo Undang – Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 jo Undang – Undang No 6 Tahun 1967 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah dan Tempat Tinggal oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia

(11)

Pada hakikatnya yang dapat menjadi subyek hukum rumah susun adalah : 1. Setiap orang sebagai pribadi kodrati atau natuurlijk person

2. Setiap pribadi hukum atau rechtspersoon atau yang dikenal dengan istilah badan hukum yang dalam hal ini dibagi atas:

a. Pribadi hukum yang berupa suatu susunan relasi / keanggotaan, seperti perseroan terbatas ( PT ), koperasi, atau badan pemerintahan/ negara,dsb b. Pribadi hukum yang berupa suatu kesatuan harta kekayaan yang bulat dan

utuh , misalnya yayasan

3. Pejabat atau ambtenaar sebagai subjek hukum negara yang berwenang

Hak pemilik satuan rumah susun adalah sebagai berikut :

1. Pemilik satuan rumah susun berhak menghuni satuan rumah susun yang dimilkinya serta menggunakan bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama sesuai dengan peruntukannya.

2. Ia juga berhak menyewakan satuan rumah susun yang dimilkinya kepada pihak lain, asal tidak melebihi jangka waktu berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan.

(12)

40

4. Juga dapat dipindahkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat.

Adapun kewajiban pemilik satuan rumah susun sebagai berikut :

1. Para pemilik satuan rumah susun atau penghuninya berkewajiban membentuk apa yang disebut Perhimpunan penghuni. Perhimpunan Penghuni merupakan badan hukum, yang bertugas mengurus kepentingan bersama para pemilik satuan rumah susun dan penghuninya. Perhimpunan Penghuni tersebut dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pengelola, yang bertugas melaksanakan pemeliharaan dan pengopersian peralatan yang merupakan milik bersama. 2. Pembiayaan kegiatan perhimpunan penghuni dan badan pengelola ditanggung

bersama oleh pemilik satuan rumah susun dan para penghuni, masing-masing sebesar imbangan menurut nilai perbandingan proposionalnya.

3. Jika jangka waktu hak atas tanah bersama berakhir, para pemilik satuan rumah susun berkewajiban untuk bersama-sama mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas bangunan yang bersangkutan.

A. WARGA NEGARA INDONESIA YANG MENGHUNI RUMAH SUSUN

(13)

1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan / atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesi dengan negara lain sebelum Undang – undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia

2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia

3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing

4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia

5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut

6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia

7. Anak yang lahir dari luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia

8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin

(14)

42

10.Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui

11.Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya

12.Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaan kepada anak yang bersangkutan

13.Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumph atau menyatakan janji setia

(15)

B. WARGA NEGARA ASING YANG MENGHUNI RUMAH SUSUN

Kehadiran warga negara asing / badan hukum asing dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia mengakibatkan mereka harus bertempat tinggal di Indonesia yang memerlukan pemilikan rumah / hunian.Kehadiran orang asing itu di Indonesia berdasarkan SE Meneg. Agr./Ka. BPN No 110 – 2871 tanggal 8 November 1996 dinyatakan terbagi atas 2 golongan yaitu :23

1. Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap ( penduduk Indonesia )

2. Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktu – waktu berada di Indonesia.

Perbedaan dari 2 golongan tersebut berhubungan dengan dokumen yang harus ditunjukannya pada waktu melakukan perbuatan hukum untuk memperoleh rumah yaitu :

1. Bagi orang asing penetap dengan izin tinggal tetap

2. Bagi orang asing lainnya dengan izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang diberikan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang – orang yang bersangkutan

Selama ini telaah mengenai orang asing ( WNA ) sebagai subjek ( pemegang ) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun banyak dilakukan. Oleh karena sebelum PP No. 40 Tahun 1996 dan PP No 41 Tahun 1996, jangka waktu hak yang singkat yaitu 10

23 Tampil Anshari Siregar, “Pendalam Undang – Undang Pokok Agraria”, Pustaka Bangsa

(16)

44

tahun tidak mendukung keinginan orang asing sebagai pembeli satuan rumah susun. Hal itu disebabkan singkatnya jangka waktu hak pakai.Setelah kehadiran kedua PP di atas kiranya alasan pendeknya jangka waktu hak pakai sebagai alasan enggannya orang asing sebagai pembeli satuan rumah susun menjadi tidak relevan.

Diharapkan pula, dengan hak pakai yang berjangka waktu 25 tahun dan dapat diperbaharui 25 tahun dapat dicegah penyelundupan hukum oleh orang asing sebagai pemegang Hak Milik Satuan Rumah Susun di atas tanah HGB yang saat ini disinyalir telah terjadi di masyarakat yang dilakukan dengan cara pembelian satuan rumah susun oleh warga negara Indonesia ( WNI ) dan untuk selanjutnya diberikan kuasa sepenuhnya kepada orang asing untuk menggunakan satuan rumah susun24

Pengertian orang asing sangat erat kaitannya dengan masalah kewarganegaraan Republik Indonesia. Keterkaitan dengan masalah kewarganegaraan tersebut akan Nampak jelas jika dilihat dalam ketentuan Pasal 20 UU No. 62 Tahun 1958 yang telah diubah dengan Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Setiap Orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing

Hak Pakai yang dapat dimiliki oleh orang asing saat ini diperpanjang selama 80 tahun dengan ketentuan selama 30 tahun hak tersebut diberikan, diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui 30 tahun kemudian. Menurut Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015, perpanjangan dan pembaharuan hak tersebut dapat dilakukan apabila orang asing masih memiliki izin tinggal di Indonesia.

24

(17)

Ketentuan tersebut telah dengan jelas dapat dipahami bahwa orang asing adalah setiap orang yang bukan warga negara Republik Indonesia atau tidak diperlukan adanya penelitian terhadap bukti – bukti kewarganegaraannya.

Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia

Pasal 42 UUPA mengatakan bahwa orang asing dapat sebagai subyek hak pakai adalah orang asing yang berkedudukan di Indonesia.Pada awalnya pengertian “berkedudukan di Indonesia” oleh UU No.3 Tahun 1946 jo UU No 6 Tahun 1967, tepatnya Pasal 14 menyatakan bahwa penduduk negara Indonesia adalah tiap – tiap orang yang bertempat kedudukan di dalam negara Indonesia selama satu tahun berturut – turut. Lebih lanjut UU No. 9 / Drt / 1995 tentang Kependudukan Orang Asing menetapkan bahwa orang asing yang menjadi penduduk negara Indonesia, jikalau dan selama menetap di Indonesia.

(18)

46

bersangkutan tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.

Penjelasan ketentuan Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang orang asing yang berkedudukan di Indonesia tersebut lebih menunjukkan pada pengertian ekonomis, sehingga makna tentang orang yang berkedudukan di Indonesia belum ada kejelasan apakah termasuk juga dalam pengertian domisili.

Menurut Sudargo Gautama berkedudukan di Indonesia adalah orang – orang asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan pada waktu melakukan kegiatannya di Indonesia yang dilakukan secara berkala atau sewaktu – waktu, ia membutuhkan rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia. Mungkin konsep ini lebih mendekati pengertian tentang habitual residence atau “ kediaman secara sosial”25

Dalam PP terbaru tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia adalah orang yang bukan

Ketidakjelasan maksud dari orang asing yang berkedudukan di Indonesia pada gilirannya akan dapat menimbulkan kerancuan pelaksanan dari Peraturan tersebut.

25

(19)

Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinventasi di Indonesia.26

Penjelasan Pasal 1 menyatakan bahwa Yang dimaksud dengan Orang dalam Peraturan Pemerintah ini adalah orang perseorangan.Pemilikan tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah.Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekadar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia.Ketentuan orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional dimaksudkan bahwa pemilikan rumah tempat

Pengertian orang asing yang berkedudukan di Indonesia berkaitan erat dengan izin keimigrasian yang dimilikinya, oleh karena setiap orang asing yang berkedudukan di Indonesia harus dilengkapi dengan izin keimigrasian dalam jangka waktu tertentu.

Selain itu berlaku pula syarat keimigrasian yang terdapat dalam UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, yaitu memiliki izin masuk ke Indonesia, surat perjalanan, izin masuk kembali ke negara asalnya, izin tinggal tetap di Indonesia.

Dalam PP No 103 dikatakan bahwa Orang Asing yang hendak menghuni rumah susun di Indonesia harus memiliki izin tinggal di Indonesia. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa izin tinggal terdiri atas izin tinggal diplomatic, izin tinggal dinas, izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tinggal tetap.

(20)

48

tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh dilihat semata – mata dari kepentingan orang asing yang bersangkutan, tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.27

Sejalan dengan ketentuan Pasal 1 PP di atas, Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan sebuah kebijakan dalam menindaklanjuti Pasal 1 PP Nomor 41 Tahun 1996 tersebut, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional dinyatakan bahwa “ Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat timggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atas satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara. Orang asing adalah orang asing yang memiliki kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.28

Ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional tersebut disusul oleh Surat Edaran Menteri Agraria / Kepala Badan Peryanahan Nasional Nomor 110 – 2871 tanggal 8 Oktober Tahun 1998 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat

27 PP No 41 Tahun 1996 28

(21)

Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Surat edaran ini ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan kabupaten / kota serta BPP IPPAT.

C. HAK – HAK WARGA NEGARA ASING DALAM PEMILIKAN RUMAH SUSUN

Terkait dengan kepemilikan orang asing, maka untuk rumah susun sederhana tentunya tidak dapat dibeli dan dimiliki oleh orang asing karena memang diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan dalam konsep kepemilikan tanh dan bangunan berlaku asas perlekatan vertikal, yakni kepemilikan atas tanah dan benda – benda yang melekat di atasnya adalah juga pemegang hak atas benda – benda yang berada di atas tanah tersebut.

Hal tersebut ditandai dengan pengertian Hak Milik Satuan Rumah Susun, yang meliputi Hak Pemilikan Perseorangan atas satuan – satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian – bagian dari bangunan rumah susun, hak bersama atas benda – benda dan hak bersama atas tanah.

(22)

50

tersebut sama dengan yang berlaku di negara lain dan orang asing tidak merasa terhalangi lagi untuk membeli property dan tidak perlu lagi melakukan penyelundupan hukum sebagaimana yang terjadi selama ini.

Oleh karena kepemilikan rumah hunian oleh orang asing dengan konsep kondominium belum ada pengaturan yang tegas di negara ini sehingga banyak kalangan selalu membandingkannya dengan criteria yang berlaku di negara lain untuk kepemilikan bagi orang asing misalnya di Malaysia bisa diberikan hak kepemilikan Properti sampai dengan jangka waktu 90 tahun, mengapa di Indonesia hanya diberikan 20 tahun itupun dengan titel Hak Pakai atas Tanah Negara ( perlu diperhatikan bahwa di sini diberikan dengan hak pakai atas tanah negara dalam hal ini melekat tanah dan bangunan, sedangkan di negara lain diberikan hak kepemilikan yang terpisah dengan tanah).

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Ini berarti bahwa terhadap orang asing yang berkedudukan di Indonesia sebenarnya dibatasi pemilikan rumahnya yaitu hanya dapat memiliki sebuah rumah.

(23)

menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 110-2871 tanggal 8 Oktober 1996 diatur bahwa untuk memastikan bahwa rumah yang dapat dimiliki oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia hanya sebuah rumah, maka kepada orang asing tersebut dimint untuk membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak ada memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum pembelian rumah.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa warga negara asing yang membeli property hanya pada segmen apartemen mewah di atas Rp 5 Miliar dan tidak diperkenankan untuk membeli rumah tapak.Maka pemberian izin orang asing untuk membeli property harus dipastikan tidak mengurangi hak wrga negara Indonesia dalam memiliki rumah di atas tanah Indonesia.29

29

(24)

Bab IV

Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA

A. PERALIHAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

Pasal 10 menyatakan bahwa hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih kepada pihak lain baik dengana cara pemindahan hak ataupun dengan cara pewarisan.30

Pasal 42 menyebutkan :Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun dan pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:

Pemindahan hak adalah suatu perikatan hukum yang dilakukan untuk mengalihkan kepada orang lain, seperti : jual beli, tukar menukar, hibah, dsb. Pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris.Tegasnya pewaris merupakan suatu peristiwa hukum yang penerima warisnya menerima haknya karena hukum.

Hak Milik atas Rumah Susun sebagaimana halnya sifat hak milik yang mempunyai right to use dan right disposal ( hak untuk mempergunakan dan hak untuk mengalihkan ) dapat dialihkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun harus dilakukan dihadapan PPAT.

31

a. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Berita Acara Lelang

30 Undang – Undang No 16 Tahun 1985 31

(25)

b. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan

c. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni d. Surat – surat lainnya yang diperlukan untuk pemindahan hak

Oleh sebab itu pengalihan Satuan Rumah Susun kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan apabila sudah dilakukan pemisahan Rumah Susun yang sudah selesai dibangun yang meliputi bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan Satuan Rumah Susun yang dilengkapi pula dengan sertifikat atas Satuan Rumah Susun.

Jika pengalihan hak milik atas satuan Rumah Susun berdasarkan pewarisan maka pendaftaran peralihan haknya dapat dilakukan dengan menyampaikan :

a. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun b. Surat keterangan kematian pewaris

c. Surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

d. Bukti kewarganegaraan ahli waris

e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni f. Surat – surat lainnya yang diperlukan untuk pewarisan

(26)

54

identitas para ahli warisnya. Persoalan ini timbul karena adanya penggolongan penduduk di Indonesia, yang bersumber pada masa lampau, yang hingga saat ini tampaknya berlaku terus.32

Sebelum ada ketentuan tegas mengatur masalah di atas, berkaitan dengan adanya 3 golongan penduduk di Indonesia, maka untuk memberikan pedoman bagi aparat pertanahan di daerah dalam melaksanakan tugas pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan peralihan tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran No.Dpt./12/63/12/69 tanggal 20 Desember 1969 ditambah dan disempurnakan dengan Surat Edaran No. Dpt.6/393/VI/77 tanggal 13 Juni 1977, perihal Surat Keterangan Waris dan Pembuktian Kewarganegaraan, yang intinya sebagai berikut :33

1. Surat Keterangan Warisan untuk:

a. Keturunan Eropa, dibuat oleh Notaris

b. Penduduk asli / Pribumi, yang dalam soal kewarisan tunduk pada : 1) Hukum Adat, dibuat oleh Pengadilan Negeri

2) Hukum Islam dibuat oleh Camat / Pejabat yang setingkat dengan itu, pada bila perlu dengan contra sign dari Kantor Agama setempat

c. Keturunan Tionghoa, dibuat oleh Notaris

d. Keturunan Timur Asing lainnya, dibuat oleh Balai Harta Peninggalan ( BHP ) 2. Bukti Kewarganegaraan untuk :

32

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Op. Cit, hlm 37 33

(27)

a. Keturunan Eropa, Surat Keputusan Pengadilan Negeri bahwa ia memilih kewarganegaraan Indonesia ( sifatnya aktif )

b. Penduduk Asli / Pribumi, cukup kartu penduduk / keterangan Lurah

c. Keturunan Tionghoa, Surat Keterangan Pengadilan Negeri bahwa ia telah melepaskan kewarganegaraan RRCnya

d. Keturunan Timur Asing lainnya, Surat Keterangan dari Panitera Pengadilan Negeri dan tempat domisilinya, bahwa ia tidak pernah menolak kewarganegaran Indonesia ( sifatnya aktif ).

Dalam hal orang asing tidak tinggal lagi di Indonesia maka wajib melepaskan atau mengalihkan haknya kepada pihak lain yang memenuhi syarat menurut undang – undang dalam jangka waktu 1 ( satu ) tahun. Jika belum dilepaskan atau belum dialihkan kepada pihak lain, maka akan dilelang oleh Negara atau akan menjadi milik pemegang hak atas tanah yang dipakai oleh orang asing

B. AKIBAT PENGUASAAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING

(28)

56

Orang asing dapat memiliki rumah hunian ( properti ) di Indonesia dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Kualifikasi rumahnya berada dalam rumah susun mewah, bukan rumah susun sederhana / sangat sederhana atau bukan pada komplek perumahan yang pada umumnya yang berkontruksi horizontal.

2. Seorang warga negara asing hanya dapat memiliki 1 unit rumah hunian saja, jadi sekalipun sanggup dan punya modal banyak, tidak boleh mempunyai lebih dari 1 unit rumah.

3. Status tanah tempat bangunan rumah susun berdiri adalah Hak Pakai atas Tanah Negara, tidak boleh di atas tanah Hak Milik, Hak Bangunan atau Hak Pengelolaan. 4. Dapat diberikan status Hak Milik Satuan Rumah Susun atas unit rumah hunian

yang dimilikinya.

5. Orang asing tersebut harus berkedudukan di Indonesia yang ditandai dengan adanya izin keimigrasian tertentu dan kehadirannya memberi manfaat bagi pembangunan ekonomi nasional.

(29)

catatan hak atas tanah tempat bangunan itu berdiri bukan di atas tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan.

Hanya saja ketentuan yang mengaturnya belum ada yang secara khusus, ketentuan yang ada hanya menyebut memberlakukan ketentuan dalam rumah susun ke dalam property non – hunian.

Seharusnya sudah ada aturan yang tegas untuk itu, sebab ketentuan rumah susun tidak tetap diterapkan prinsip – prinsipnya ke dalam Properti non hunian karena perbedaan sistem kepemilikan dan kultur pengelolaannya.

Bila disebut Properti non – hunian, maka sudah pasti berada pada bangunan bertingkat mewah yang dijadikan sebagai pusat bisnis, lengkap dengan berbagai fasilitas seperti hotel, departemen store dan perkantoran, sungguhpun biasanya diintegrasikan dengan hunian berupa apartemen atau flat di bagian lantai atas ( sistem campuran ).

Warga Negara Asing dapat memiliki atau menguasai hak milik atas satuan rumah susun asalkan rumah susun tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai.Namun tidak semua WNA mampu menguasai hak tersebut.Hanya WNA yang memenuhi beberapa persyaratan perundang – undangan yang dapat menguasai hak tersebut.Hak yang dimiliki oleh WNA tersebut harus memiliki jangka waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh selamanya dikuasai oleh WNA.

(30)

58

dikatakan bahwa pewarisan dapat ditujukan kepada Orang asing ( yang memenuhi persyaratan perundang – undangan ) ataupun kepada Warga Negara Indonesia.

Pemberian hak milik atas satuan rumah susun kepada WNA adalah dalam kaitannya dengan tugas / pekerjaannya di Indonesia dan bukan tujuan investasi atau spekulasi, maka wajar apabila pemberian hak itu, baik untuk keperluan hunian maupun non hunian diberi pembatasan tertentu. Pembatasan itu, misalnya dalam pemilikan apartemen oleh WNA, hanya diperbolehkan mulai lantai ketujuh ; penggunaan apartemen itu, baik untuk hunian maupun non hunian, hanya untuk keperluan sendiri, artinya tidak boleh disewakan atau digunakan untuk tujuan lain; dan ditentukan batas maksimum pemilikan apartemen yang dapat dipunyai oleh WNA. Semuanya itu disertai dengan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnnya.34

34 Prof. Dr. Maria S.W. SUmardjono, SH. MCL. MPA., “ Kebijakan Pertanahan Antara

(31)

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan penulis di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

(32)

60

yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja,atau berinvestasi di Indonesia. Maksudnya bahwa orang aisng yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional dimaksudkan bahwa pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh dilihat semata – mata dari kepentingan orang asing yang bersangkutan tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.

3. Peralihan hak milik atas satuan rumah susun dapat terjadi karena pemindahan hak ataupun pewarisan. Pemindahan hak adalah suatu perikatan hukum yang dilakukan untuk mengalihkan kepada orang lain, seperti : jual beli, tukar menukar, hibah, dsb. Pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris. Tegasnya pewaris merupakan suatu peristiwa hukum yang penerima warisnya menerima haknya karena hukum. Peralihan hak milik atas satuan rumah susun dengan subjek WNA dapat dialihkan kepada Warga Negara Indonesia maupun WNA keturunannya asalkan WNA tersebut memenuhi persyaratan yang tercantum di perundang – undangan.

B. Saran

(33)

tempat – tempat tertentu yang sangat tertutup kemudian melakukan kejahatan. Selain banyak orang asing yang tidak memiliki izin tinggal di Indonesia namun dapat menguasai rumah susunn.

2. Pengawasan terhadap kepemilikan hak milik atas satuan rumah susun bukan hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh para developer dan pengembang rumah susun. Berdasarkan peraturan yang ada orang asing dapat menguasai hak atas satuan rumah susun dengan harga di atas 5 miliar. Jangan sampai demi keuntungan semata mereka tidak menghiraukan peraturan yang ada dan merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

(34)

Bab II

Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

Pertumbuhan bngunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang semakin meningkat pendapatan per kapitanya

Tujuan dibentuknya Undang Undang Rumah Susun dilatarbelakangi bahwa pembangunan rumah susun adalah :6

1. Untuk memenuhi pemerataan kebutuhan perumahan rakyat, khususnya yng berpenghasilan rendah

Pasal 5 UURS menegaskan keberpihakan untuk mengutamakan pembangunan rumah susun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. A.P. Parlindungan menyayangkan ketentuan Pasal 5 UURS ini oleh karena pada waktu ini juga sudah berkembang rumah – rumah flat yang akan dihuni oleh penduduk golongan ekonomi menengah ke atas dengan fasilitas yang lebih baik. A. P. Parlindungan berpendapat pembangunan rumah – rumah flat tersebut perlu juga diatur dalam suatu peraturan sendiri.

Sebaliknya, Boedi Harsono mengatakan bahwa walaupun tujuan utama disusunnya UURS adalah untuk memberikan landasan hukum bagi pembangunan ggedung bertingkat dengan bagian – bagiannya untuk dihuni, terutama bagi

(35)

golongan masyarakat berpenghasilan rendah, namun ketentuan – ketentuannya, dengan penyesuain – penyesuaian seperlunya, menurut Pasal 24 UURS dapat diberlakukan juga untuk bangunan – bangunan bagi keperluan lain, seperti perkantoran dan pertokoan, dan lain sebagainya. Demikian pun ketentuan – ketentuan UURS tersebut dapat diberlakukan juga bagi pembangunan rumah susun yang terdiri atas satuan rumah susun – satuan rumah susun mewah

2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan perumahan serta lebih meningkatkan lingkungan pemukiman di daerah – daerah yang berpenduduk padat, tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas. Kedua hal itu mengharuskan dilaksanakan dan ditingkatkannya pembangunan rumah susun.

A. PENGERTIAN RUMAH SUSUN

Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman aspek ketersediaan tanah merupakan hal penting, sepanjang tersedia tanah yang cukup untuk membangun rumah pada pemukiman tertentu, maka tidak ada permasalahan membangun rumah dengan konstruksi sesuai dengan yang dikehendaki pemilik maupun pengembang, baik dalam bentuk horizontal maupun vertikal.7

Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan pembangunan yang secara otomatis membutuhkan tanah yang luas, sementara ketersediaan tanah relative tidak bertambah terutama di perkotaan, maka diluncurkanlah model

(36)

22

pembangunan rumah dengan konstruksi vertikal yang disebut rumah susun, sehingga meminimalisir penggunaan tanah.

Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan rumah susun tersebut, maka diterbitkanlah UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berlaku pada tanggal 31 Desember 1985.

Menteri Negara Agraria menyatakan bahwa “rumah susun “ merupakan terjemahan dari kata – kata condominium, flat, atau apartment. Kondominium berasal dari kata condominium. Jika dipenggal, co berarti bersama – sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut system hukum yng bersangkutan, misalnya di Inggris disebut joint property, di Amerika menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singpura dan Australia menggunakan istilah strata title

yang lebih memungkinkan adanya pemilikan secara bersama secara horizontal, disamping pemilikan secara vertikal 8

Soni Harsono mengatakan bahwa inti kondominium adalah pengaturan kepemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.

Walaupun di negara Indonesia dipergunakan istilah seperti : rumah susun, apartemen, flat, kondomonium, namun dalam bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena mengacu pada UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

9

8 Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Op. Cit , hlm 7 9

(37)

Ada beberapa pengertian mengenai Rumah Susun yaitu Pasal 1 angka 1 UU Rumah Susun adalah sebagai berikut:

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Berdasarkan pengertian Pasal 1 angka 1 dapat disimpulkan bahwa system rumah susun / apartemen ( condominium ) memilik 2 pola yang khas, antara lain :

1. Pemilikan individual

Menurut Undang – Undang Rumah Susun ( UURS ) pemilikan secara individual dinamakan “ satuan rumah susun / apartemen”, yaitu rumah susun / apartemen yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum ( UURS Pasal 1 ayat 2 )

Sarana penghubung ke jalan umum tersebut tidak boleh mengganggu dan tidak boleh melalui satuan rumah susun kepunyaan orang lain

2. Pemilikan / hak bersama

(38)

24

a. “Bagian bersama” adalah bagian rumah susun / apartemen yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan satuan rumah susun / apartemen.

b. “Benda bersama” adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara terpisah untuk pemakaian bersama.

c. “Tanah bersama” adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah, yang diatasnya berdiri rumah susun / apartemen dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan.

Semua poin di atas merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama

Selain satuan – satuan yang penggunaannya terpisah atas bagian bersama dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang sifat dan fungsinya harus digunakan dan dimiliki bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.10

Satuan rumah susun merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama, karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak11

(39)

Jika rumusan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya itu dicermati, diperoleh pemahaman sebagai berikut :

1. Rumah Susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung pemilikan perseorangan dan hak bersama. Dalam pengertian inilah, maka rumah susun merupakan terjemahan dari kata – kata condominium, flat, atau apartment ( Menteri Negara Agraria / Kepala BPN, 1994 : 6)

2. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal “

Ahmad Chairudin menyatakan bahwa bangunan gedung bertingkat pada system ruko ( rumah toko ) dan rukan ( rumah kantor ) bagian – bagiannya terbagi dalam bagian – bagian yang distrukturkan dalam arah horizontal saja, tidak dalam arah vertikal. 12

Menteri Negara Agraria / Kepala BPN menyatakan bahwa sebagai akibat pesatnya kemajuan sector ekonomi yang ditunjang kemajuan teknologi dalam pembangunan perumahan dan pemukiman serta lahirnya bentuk sertifikat baru yang berupa Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, maka seharusnya bentuk kepemilikan rumah dan toko ( ruko ) atau town house dapat menggunakn Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai alat untuk kepemilikannya. Hal ini mengingat bahwa bentuk bangunan dan penataan lingkungannya sesuai dengan

11

Prof. Dr. AP.Parlindungan,SH.,” Undang – Undang Bagi Hasil di Indonesia ( Suatu Studi Komparatif)”, Bandung, 1992,hal 48-49

12

(40)

26

ketentuan yang ada pada rumah susun yang bangunannya berupoa bangunan yang tersusun secara horizontal dan memiliki jenis kepemilikan perseorangan dan pemilikan bersama.

B. KLASIFIKASI RUMAH SUSUN

Mengenai jenis rumah susun sebagaimana diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 13 ayat ( 2 ) meliputi :

1. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah

2. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan / atau pegawai negeri

3. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus

4. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan.

(41)

Daerah, Koperasi dan badan usaha milik swasta yang bergerak di bidang itu, serta swadaya masyarakat.13

1. Rumah Susun Sederhana ( Rusuna ), yang pada umumnya dihuni oleh golongan kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas ( BUMN)

Rumah Susun di Indonesia, dikenal 3 ( tiga ) macam dibagi sebagai berikut :

2. Rumah Susun Menengah ( Apartemen ), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas / Pengembang swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah

3. Rumah Susun Mewah ( Kondominium ), selain dijual kepada masyarakat menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh pengembang swasta 14

C. ASAS, TUJUAN, DAN SYARAT PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN 1. Asas Pembangunan Rumah Susun

Asas tentang rumah susun diatur dalam Pasal 2 UURS dan penjelasannya menyatakan bahwa asas pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut.15

a. Asas kesejahteraan umum

Asas ini digunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia

13 Prof. DR. H.Muhammad Yamin Lubis, SH., MS., CN. dan Abdul Rahim Lubis, SH.,

M.Kn., Op. Cit. , hal 59

14

M. Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hal 71

15

(42)

28

secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pemenuhan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya

b. Asas keadilan dan pemerataan

Asas ini memberi landasan agar pembangunan rumh susun dapat dinikmati secara merata dan tiap – tiap warga negara dapat menikmati hasil – hasil pembangunan perumahan yang layak

c. Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan

Asas ini mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan – kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulny kesenjangan sosial.

2. Tujuan Pembangunan Rumah Susun

Tujuan pembangunan rumah susun / apartemen, antara lain :

1. Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan sehat 2. Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang.

3. Untuk meremajakan daerah – daerah kumuh

4. Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan

5. Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk

Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2011 diatur tentang tujuan pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut :16

(43)

a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien,

dan produktif;

e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

(44)

30

Penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada: 17

• kesejahteraan;

• keadilan dan pemerataan;

• kenasionalan;

• keterjangkauan dan kemudahan;

• keefisienan dan kemanfaatan;

• kemandirian dan kebersamaan;

• kemitraan;

• keserasian dan keseimbangan;

• keterpaduan;

• kesehatan;

• kelestarian dan berkelanjutan;

• keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan

• keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

3. Syarat pembangunan rumah susun

Pasal 6 ayat 1 UURS menyatakan bahwa pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif.Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 6 ayat 1 UURS diterangkan bahwa persyaratan teknis dan administrative yang

(45)

dimaksudkan adalah persyaratan yang diatur dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.18

1. Persyaratan teknis

Persyaratan teknis adalah antara lain mengenai struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain – lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.

Lebih lanjut Pasal 11 – 29 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 merinci hal – hal yang disebut sebagai persyaratan teknis, yaitu meliputi pengaturan mengenai :

a. Ruang

b. Struktur, komponen dan bahan bangunan c. Kelengkapan rumah susun

d. Satuan rumah susun

e. Bagian bersama dan benda bersama f. Kepadatan dan tata letak bangunan g. Prasarana lingkungan

h. Fasilitas lingkungan

Persyaratan teknis pembangunan rumah susun lebih berat daripada pembangunan gedung biasa, oleh karena mengenai bangunan gedung bertingkat

(46)

32

yang dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan dan keselamatan serta kenikmatan dalam penghuniannya.

2. Persyaratan administratif

Persyaratan administratif yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 6 ayat 1 UURS antara lain mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/atau peruntukannya serta perizinan mendirikan bangunan ( IMB ) yang pada umumnya diberikan izinnya oleh Pemerintah.

Pasal 30 – 37 PP No. 4 Tahun 1988 merinci persyaratan administratif pembangunan rumah susun yaitu mengenai :

a. Izin mendirikan bangunan ( IMB )

b. Kewajiban meminta pengesahan pertelaan

c. Izin perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan rumah susun d. Izin layak hun i

Bahkan menurut ketentuan Pasal 18 ayat 1 Undang – undang Rumah Susun disebutkan bahwa satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.19

Persyaratan mengenai rumah susun pada umumnya hanya mencakup dua persyaratan yakni teknis dan administratif namun berdasarkan UU No. 24 tahun 2011

19

(47)

persyaratan pembangunan rumah susun ditambah syarat ekologis dimana maksud dari persyaratan ekologis adalah persyaratan yang memenuhi analisis dampak lingkungan dalam hal pembangunan rumah susun.

Mengenai persyaratan teknis tersebut lebih rinci diatur dalam pasal – pasal di bawah ini :

a. Pasal 28

Menentukan bahwa dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administrative yang meliputi : status hak atas tanah dan Izin Mendirikan Bangunan ( IMB )

b. Pasal 29

Mengatur pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya yang telah mendapatkan izin dari bupati / walikota . Permohonan izin yang diajukan oleh pelaku pembangunan harus melampirkan :

1. Sertifikat hak atas tanah

2. Surat keterangan rencana kabupaten / kota 3. Gambar rencana tapak

4. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tapak, dan potongan rumah susun yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari sarusun

(48)

34

6. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama

7. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya

Dalam hal rumah susun dibangun di atas tanah sewa, pelaku pembangunan harus melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan tanah yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang dicatatkan pada Kantor Pertanahan

c. Pasal 30

Pelaku pembangunan setelah mendapatkan izin tersebut wajib meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta uraian NPP

d. Pasal 31

Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun tersebut harus mendapatkan izin dari bupati / walikota. Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun tersebut tidak mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama dan fungsi hunian, namun apabila mengakibatkan pengubahan NPP, pertelaannya harus mendapatkan pengesahan kembali dari bupati / walikota.

(49)

1. Gambar rencana tapak beserta pengubahannya 2. Gambar rencana arsitektur beserta pengubahannya

3. Gambar rencana struktur dan penghitungannya beserta pengubahannya

4. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta pengubahannya

5. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi serta perlengkapannya beserta pengubahannya

e. Pasal 32 dan 33

Pedoman permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan serta pengubahannya diatur dengan Peraturan Menteri, dan ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan serta permohonan izin pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan diatur dengan peraturan daerah. f. Pasal 34

Menentukan pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tamping lingkungan yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah, kecuali dalam hal terdapat pembatasan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan ketentuan dan keselamatan operasional penerbangan dan/ atau kearifan lokal.

(50)

36

1. Tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan

2. Keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

Sementara untuk persyaratan Ekologis, menurut Pasal 37 mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan.Pasal 38 menggariskan bahwa Pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Selanjutnya dalam Pasal 25 UU No. 20 Tahun 2011 ditentukan sebagai berikut :

1. Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas sarusun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama

2. Benda bersama menjadi bagian bersama jika dibangun sebagai bagian bangunan rumah susun

3. Pemisahan memberikan kejelasan atas :

a. Batas sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap pemilik b. Batas dan uraian atas bagian bersama dan benda bersama yang menjadi hak

tiap sarusun

(51)

D. PENYELENGGARA PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh :20 1. BUMN / BUMD ;

2. Koperasi;

3. Badan Usaha Milik Swasta; 4. Swadaya masyarakat ;

5. Kerja sama antara badan badan tersebut sebagai penyelenggara;

Yang dimaksud dengan BUMN/BUMD adalah badan hukum yang modalnya seluruh atau sebagian milik negara, yaitu Pemerintah Pusat / Pemerintah Daerah ( Pemda ) antara lain Perusahaan Daerah, Perusahaan Umum, Persero. Sebaliknya yang dimaksud dengan Badan Umum Milik Swasta adalah Badan Umum Milik Swasta yang modalnya modak nasional, BUM Swasta yang modalnya campuran asing dan nasional dan BUM Swasta yang seluruh modalnya modal asing.21

20

Undang Undang No 16 Tahun 1985

21 M. Rizal Alif,SH, MH,” Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di

Dalam Kerangka Hukum Benda”, Bandung, 2009, hal 75-76

(52)

38

E. KELENGKAPAN RUMAH SUSUN

Pembangunan Rumah Susun harus dilengkapi dengan :22 a. Jaringan air bersih

b. Jaringan listrik c. Jaringan gas

d. Saluran pembuangan air hujan e. Saluran pembungan air limbah

f. Saluran dan atau pembuangan sampah

g. Tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya

h. Alat transportasi seperti tangga, lift atau escalator i. Pintu dan tangga darurat kebakaran

j. Penangkal petir k. Alat/ sistem alarm

l. Pintu kedap asap pada jarak – jarak tertentu

m. Generator listrik disediakan untuk rumah susun yang menggunakan lift

22

(53)

A. LATAR BELAKANG

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan yaitu sebagai pendukung mata pencaharian di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

Hukum Agraria Indonesia didasarkan pada Pasal 33 UUD Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa, “Bumi, air dan ruang angkasa dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.” Dari pasal ini dapat dipahami bahwa Agraria berkaitan dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa yang dapat digunakan untuk kemakmuran dari masyarakat Indonesia dengan adanya pengawasan dari negara ( pemerintah ).

(54)

2

Sebagai ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA merupakan ketentuan, merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dari pertimbangan yang dapat kita lihat pada UU No. 5 Tahun 1960 dikatakan bahwa UUPA dibentuk atas pertimbangan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris dimana Bumi, Air dan Ruang Angkasa menjadi sumber utama yang penting dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya peraturan yang bisa melindungi sumber perekonomian Indonesia tersebut.

Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah, banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.

(55)

Sebagai contoh perlindungan terhadap perairan Indonesia yang dilakukan oleh Menteri Susi adalah menembak kapal kapal asing yang mengambil hasil laut di perairan Indonesia.

UUPA mengandung prinsip nasionalitas yang sangat kental dimana hal ini dapat dilihat pada Pasal 2 ayat1 yang menyebutkan bahwa Bumi, Air dan Ruang Angkasa serta seluruh kekayaan alam yang ada dikuasai oleh negara untuk masyarakat Indonesia. Jadi dengan kata lain bahwa seluruh tanah, perairan dan ruang angkasa yang berada di atas Indonesia dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.

Pasal 9 menegaskan lebih lanjut bahwa hanya warga negara Indonesia yang boleh mempunyai hubungan dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sedangkan bagi warga negara asing dan perwakilannya hanya dapat memiliki hak atas tanah yang terbatas, selama kepentingan warga negara tidak terganggu dan juga perusahaan asing itu juga dibutuhkan oleh Republik Indonesia, dan hanya sebagai komponen tambahan dalam pembangunan Ekonomi Indonesia.1

Salah satu hal yang menjadi pusat perhatian dari UUPA adalah Hak – Hak atas Tanah. Hak – hak atas Tanah yang dimaksud dalam UUPA antara lain : Hak Milik, Hak Guna Bangunan ( HGB ), Hak Guna Usaha ( HGU ), dan Hak Pakai. Hak – hak atas Tanah di Indonesia hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia

1

(56)

4

terkecuali Hak Pakai.Hak Pakai dapat dimiliki oleh orang – orang asing yang berada di Indonesia dengan tujuan tertentu yang menguntungkan perekonomian Indonesia.Yang diatur dalam UUPA merupakan tanah dalam bentuk yuridis bukan tanah dalam keseluruhannya.Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu:

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”

Jika melihat dari sudut pandang kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupannya minimal adalah ketersediaan akan pangan, papan dan sandang maka pemenuhan atas kebutuhan dasar manusia tersebut dalam konteks kenegaraan, merupakan hak rakyat sesuai Pasal 25 Deklarasi Hak Asasi Manusia, yang berarti “terpenuhinya kebutuhan pangan, pakaian, perumhan, perawatan medis dan pelayanan sosial yang diperlukan.”

Kewajiban memenuhi ( fulfil ) kebutuhan dasar ini meniscayakan negara proaktif memperkuat akses masyarakat atas sumber daya sekaligus menuntut intervensi negara untuk mejamin hak setiap orang memperoleh kehidupan layak.

(57)

tanah yang tersedia tidak mengalami penambahan bahkan bisa jadi mengalami pengurangan akibat erosi, abrasi dan lain sebagainya.

Keterbatasan jumlah tanah dan semakin bertambahnya jumlah penduduk dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan bermasyarakat. Masyarakat yang tidak mampu menguasai tanah ( yang layak ditempati ) harus menetap di kolong jembatan, pinggiran sungai, tepi jalan raya, tempat pembuangan sampah dan sebagainya yang dapat dikatakan sebagai tempat yang tidak layak untuk ditempati . Hal ini tentu dapat menimbulkan berbagai dampak buruk seperti dapat terserang penyakit yang berasal dari sampah di sekitar tempat tinggal ataupun penyakit akibat meminum air sungai di tempat tinggal mereka yang telah tercemar.

Selain menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan kumuh, keindahan kota juga dapat terganggu. Misalnya keindahan taman yang dijadikan sebagai tempat untuk menyegarkan mata dan pikiran akibat lelah beraktivitas, dirusak oleh orang – orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan memilih bertempat tinggal di taman tersebut. Contoh yang lain yaitu dengan adanya rumah rumah di sekitar pantaran sungai, secara otomatis sungai tersebut pasti akan tercemar disebabkan seluruh aktivitas seperti memasak, buang air besar, buang air kecil, mandi, dsb. Sungai yang kotor inilah yang merusak keindahan suatu kota. Selain itu bencana alam seperti juga akan kerap terjadi akibat sungai yang tersumbat karena sampah – sampah tersebut.

(58)

6

daya guna dan hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut, terutama bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu adanya pengaturan, penataan, dan penggunaan atas tanah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat banyak. Apalagi jika dihubungkan dengan hak asasi, maka tempat tinggal (perumahan dan permukiman) merupakan hak bagi setiap Warga Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.Kebutuhan dasar tersebut wajib dihormati, dilindungi, ditegakkan, dan dimajukan oleh Pemerintah.2

Pemerintah sepertinya telah sedikit paham tentang dampak yang dapat ditimbulkan oleh adanya daerah kumuh tersebut.Misalnya saja di Jakarta.Gubernur Jakarta mencanangkan pengalokasian masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Kalibata ke rumah susun yang disediakan oleh Pemerintah Jakarta.Dimana pada rumah susun tersebut disediakan fasilitas yang dapat menunjang kehidupan pokok penghuninya seperti air bersih, jaringan listrik, dan lingkungan yang terjamin

Walaupun pembangunan rumah / tempat tinggal sangatlah banyak jumlahnya namun banyak juga masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal khususnya masyarakat tidak mampu.Pembangunan rumah tersebut hanya mampu dimiliki oleh masyarakat kalangan atas dan menengah sedangkan masyarakat kalangan bawah harus rela untuk tinggal di daerah kumuh.Oleh karena itu bantuan – bantuan terhadap masyarakat tidak mampu harus diperhatikan oleh pemerintah.

2 Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

(59)

kebersihannya.Dengan dialokasikan penduduk pantaran sungai Kalibata maka secara otomatis sungai dapat bersih dari sampah yang berasal dari penduduk sekitar.

Rumah susun menjadi pilihan tepat untuk pengalokasian masyarakat sebab pada saat ini seperti yang diketahui tanah di Indonesia sudah semakin minim sedangkan permintaan akan tempat tinggal semakin meningkat. Banyak kebijakan yang telah pemerintah tetapkan berkaitan dengan usaha mengatasi masalah minimnya tanah untuk pembangunan tempat tinggal.Salah satunya ada dengan mengurangi luas bangunan rumah yang hendak dibangun oleh developer.Hal ini dilakukan agar rumah yang dapat dibangun semakin banyak jumlahnya.

Pada saat inipembangunan rumah susun marak dilakukan mengingat jumlah tanah yang semakin berkurang.Ada berbagai jenis rumah susun yang dibangun mulai dari rumah susun sederhana sampai dengan rumah susun mewah atau yang sering disebut apartment. Rumah susun mewah umumnya diberikan fasilitas layaknya hotel bintang lima seperti kolam renang, tempat fitness, supermarket, café bahkan mall juga terdapat di apartment mewah tersebut.

(60)

8

di daerah kumuh.Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pembangunan perumahan agar pembangunan tersebut tidak salah tujuan.

Hampir setiap tahun ada saja orang asing datang dan menetap di Indonesia, jumlahnya banyak dan terus meningkat dari tahun ke tahun.Kedatangan mereka ke Indonesia bukan hanya sekedar berwisata, tapi juga menanamkan modalnya untuk usaha bahkan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya di Indonesia.

Globalisasi merupakan pertukaran pandangan, produk, dsb dari berbagai negara di dunia.Globalisasi juga memungkinkan masuknya perusahaan asing untuk menanam modal dimanapun perusahaan tersebut kehendaki sepanjang negara tersebut tidak ditolak oleh negara tujuannya.Penanaman modal asing dapat membantu perekonomian suatu negara karena membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat negara tempat perusahaan asing menanamkan modalnya.

Di Indonesia sendiri banyak perusahaan asing yang menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia seperti PT. Freeport,.Penanaman modal asing ini sangat membantu perekonomian Indonesia yang saat ini berada dalam keterpurukkan.Dengan adanya PMA maka pengangguran di Indonesia juga semakin berkurang karena PMA membuka peluang kerja baru bagi penggangguran Indonesia.

(61)

tinggi.Padahal bisa dikatakan kemampuan dari masyarakat Indonesia tidak kalah dengan orang – orang asing.Perusahaan asing cenderung membawa penduduknya untuk ikut / menduduki jabatan penting pada perusahaan yang menerima penanamanan modal dari perusahaan asing tersebut.Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan diadakannya penanaman modal di Indonesia yaitu untuk mengurangi penggangguran di Indonesia.Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan dan mengawasi penanaman modal asing di Indonesia.

Ada sebanyak 547,2 ribu orang asing di Indonesia dan pada tahun 2010 bertambah menjadi 594,7 orang. Tentu jumlah ini akan meningkat dengan dibukanya sistem Masyarakat Ekonomia Asean ( MEA ) yang memberikan kebebasan terhadap aliran barang, jasa dan tenaga kerja terlatih serta investasi dari Negara luar ke Indonesia .3

Keberadaan orang asing yang meetap di Indonesia pasti menimbulkan perbuatan hukum. Orang asing berhak melakukan perkawinan dan dapat memilih

Berbagai kerjasama ekonomi antar masyarakat dunia seperti MEA ( Masyarakat Ekonomi ASEAN ) dan kabar mengenai ekonomi global harus diantisipasi oleh pemerintah Indonesia. Dengan adanya kerjasama tersebut orang – orang dari luar negeri dapat dengan bebas masuk ke Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia.Akibatnya kemungkinan saja pekerja Indonesia dapat dikesampingkan karena dunia beranggapan masyarakat Indonesia tidak mempunyai pengetahuan yang memadai.

3

(62)

10

orang Indonesia sebagai pasangannya dan berhak menerima gaji dari pekerjaan yang dilakukannya, berhak melakukan jual beli berbagai jenis barang dan jasa termasuk tanah ( hak pakai ) untuk membangun tempat tinggal mereka.

Orang asing yang bekerja di Indonesia tentu memerlukan tempat tinggal di Indonesia. Tidak mungkin ia pulang kembali ke negaranya setelah jam kerjanya. Tentu hal ini dapat menimbulkan dampak besar.Sebagaimana kita ketahui tempat tinggal untuk penduduk Indonesia sendiri tidak cukup apalagi untuk orang asing yang bekerja di Indonesia.Kemungkinan saja masyarakat Indonesia sendirilah yang harus rela tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak di negaranya.

Belakangan ini berbagai kalangan menyuarakan agar orang asing diberi kesempatan untuk dapat memiliki / memberi rumah ( property ) di negara ini dengan hak atas tanah sebagaimana disebut dalam Undang – Undang Agraria. Dengan harapan akan masuk investasi asing. Diperkirakan investasi yang bakal masuk sebesar 3 sampai 6 miliar AS pertahun apabila orang asing diizinkan membeli property disini dengan Hak Milik yang sama dengan hak warga negara Indonesia.

Warga Negara Indonesia sebagai pewaris dari negara ini, harus diberikan kemungkinan untuk mempunyai hak atas tanah yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang sepenuhnya dengan tanah tersebut, sedang Warga Negara Asing tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan hak atas tanah, namun ada pembatasan tertentu. Atau hanya pada hak atas tanah tertentu.

(63)

mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas – batas ketentuan Pasal 1 dan 2 “

Pembatasan tersebut dapat dilihat pada jenis hak atas tanah yang dapat dikuasai oleh orang asing yaitu hak pakai dan hak milik atas satuan rumah susun sedangkan Warga Negara Indonesia dapat menguasai seluruh jenis hak atas tanah yang ada seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan ( HGB ), Hak Guna Usaha ( HGU ), dan Hak Pakai

Umumnya rumah susun yang dimiliki oleh orang asing adalah rumah susun yang tergolong sebagai rumah susun mewah / condominium / apartment. Namun jika dilihat pembangunan rumah susun yang cenderung mengarah pada pembangunan rumah susun mewah sedangkan orang asing yang masuk dan bekerja di Indonesia tidak sebanding maka pemabangunan rumah susun mewah tersebut dianggap sia – sia.Seharusnya developer juga harus membangun rumah susun yang dapat dimiliki oleh masyarakat menengah atau kebawah.

(64)

12

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan rumah susun / kondomonium?

2. Siapa sajakah yang dapat menghuni dan / atau memiliki rumah susun?

3. Bagaimana peralihan hak milik atas satuan rumah susun dan akibatnya jika subjeknya WNA?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk :

1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan rumah susun / kondominium dan apakah kedua hal istilah tersebut mengandung makna yang sama atau tidak

2. Mengetahui dan memahami siapa yang dapat menghuni dan / atau memiliki rumah susun

3. Mengetahui cara peralihan hak milik atas satuan rumah susun serta akibat dari kepemilikan rumah susun oleh Warga Negara Asing

D. MANFAAT PENULISAN

Sedangkan yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis adalah untuk menambah literatur dan pengetahuan tentang pengalihan hak milik atas satuan rumah susun dan akibat kepemilikan rumah susun oleh WNA

(65)

bagi pembaca dapat mengetahui bagaimana cara peralihan hak milik atas satuan rumah susun yang dikuasai oleh WNA

E. METODE PENELITIAN

Untuk mencari dan menemukan kebenaran secara ilmiah serta memperoleh hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi, Metode yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah :

1. Jenis penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan cara meneliti dan mengolah bahan pustaka yang merupakan data sekunder atau disebut juga penelitian kepustakaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat membantu didalam teori – teori lama atau didalam kerangka menyusun teori – teori baru.4

4

Soerjono Soekanto,” Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta,1984, hal 10

(66)

14

dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Data penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.5

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:

1. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 2. Peraturan dasar, yaitu :

- Batang tubuh UUD 1945 - Ketetapan – ketetapan MPR 3. Peraturan Perundang – undangan

- Undang undang atau Perpu - Peraturan pemerintah - Keputusan presiden - Keputusan menteri - Peraturan daerah

4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan 5. Yurisprudensi

5

(67)

6. Traktat

7. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, misalnya KUHP dn KUHPerdata

Bahan primer pada penulisan skripsi ini meliputi, yakni peraturan perundang-undangan di bidang agraria yang mengikat, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun , Undang – Undang No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Undang Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang – Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, Undang Undang No 62 Tahun 1958 jo Undang – Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang – Undang No. 3 Tahun 1946 jo Undang – Undang No 6 Tahun 1967 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentangPemilikan Rumah dan Tempat Tinggal oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia , Undang – Undang No 9/ Drt/ 1995 tentang Kependudukan Orang Asing, Peraturan Pemerintah No 103 Tahun 2015 1996 tentang Pemilikan RumahTempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia

(68)

16

Peraturan Pemerintah ( RPP ), hasil penelitian ( hukum ), hasil karya ( ilmiah ) dari kalangan hukum, dsb .

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan – bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya : kamus – kamus ( hukum ), ensiklopedia, indeks kumulatif,dsb. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku, artikel, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis data

(69)

menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan jawaban terhadap permasalahan yang dimaksud.

F. KEASLIAN PENULISAN

Judul yang diangkat adalah murni dari hasil pemikiran yang didasarkan dari ide, gagasan, dibantu dengan buku-buku, referensi dan masukan dari berbagai pihak dalam membantu penulisan skripsi ini. Berdasarkan pemeriksaan Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU, skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum USU sebelumnya

Jika dilihat dari permasalahan yang ada, tulisan ini bukanlah hasil ciplakan atau pengandaan karya tulis orang lain. Oleh karena itu,penulisan skripsi ini adalah karya tulis ilmiah yang asli (original)dan dapat dipertanggung jawabkan.Kalaupun terdapat pendapat atau kutipan dalam penulisan skripsi ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyempurnakan dan menyelesaikan skripsi ini

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah proyektor. yang disambungkan

Negara berkembang merupakan Negara yang sedang dalam proses dalam kemajuan dari setiap aspek Negara tersebut.. Komponen-komponen dari aspek Negara

Untuk mendukung pencapaian Visi Misi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dimaksud, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Pesisir Selatan sesuai tugas

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menjelaskan mengenai bentuk umum dari polinom Interpolasi langrange, dan bagaimana cara menghitung nilai interpolasi langrange dengan

Pilihan yaitu Urusan Pertanian. Pencapaian Kinerja Pelayanan.. Renstra Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kab. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan

Program visualisasi ini dibuat dengan menggunakan pemograman turbo pascal, yang menyediakan banyak fasilitas yang dapat kita gunakan sehingga dapat mendukung dalam pembuatan

Pada aplikasi Electric Guitar Workshop disajikan materi-materi berbasis multimedia yang memperlihatkan hal-hal tentang gitar elektrik seperti guitar explanation, guitars equipment

Kedisiplinan aparatur dalam berpakaian dinas Kedisiplinan aparatur dalam berpakaian dinas Kedisiplinan aparatur dalam berpakaian dinas Kedisiplinan aparatur dalam