• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

(7)

Lampiran 5. Tabulasi Data Parameter Fisik Kimia Perairan di Tiap Stasiun Sampling ke 1

Stasiun Suhu Kedalaman Kecerahan Kecepatan Arus Salinitas pH DO BOD5

(°C) (m) (cm) (m/det) (‰) (mg/l) (mg/l)

1.1 30,00 4,03 56,00 0,17 31,00 7,10 4,45 0,60

1.2 30,20 4,23 42,00 0,16 31,00 7,10 4,45 0,60

2.1 30,00 1,53 30,00 0,07 30,00 6,30 4,00 0,65

2.2 30,00 1,56 31,00 0,09 30,00 6,30 4,00 0,65

3.1 30,00 3,41 94,00 0,10 29,00 5,90 3,85 0,80

3.2 31,00 3,33 90,00 0,12 29,00 5,90 3,85 0,80

Sampling ke 2

Stasiun Suhu Kedalaman Kecerahan Kecepatan Arus Salinitas pH DO BOD5

(°C) (m) (cm) (m/det) (‰) (mg/l) (mg/l)

1.1 29,00 2,89 91,00 0,09 29,00 6,95 4,40 0,70

1.2 29,00 2,75 90,00 0,09 29,00 6,95 4,45 0,60

2.1 30,00 1,97 75,00 0,17 28,00 7,00 3,90 0,75

2.2 30,00 2,00 80,00 0,17 28,00 7,00 4,10 0,55

3.1 30,00 5,24 80,00 0,05 30,00 7,10 3,90 0,70

(8)

Lampiran 6. Hasil Analisis Laboratorium Fraksi Substrat pada Tiap Stasiun

Setelah di dapatkan nilai dari liat, pasir dan debu sesuai dengan perhitungan sebelumnnya selanjutnya tekstur substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada Segitiga USDA.

Stasiun Fraksi Substrat (%)

Pasir Debu Liat

1 57,84 20,56 21,60

2 51,84 24,56 23,60

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

Lampiran 10.

Sampel Air

Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

Larutan Sampel Berwarna Coklat

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Sampel Berwarna Biru

Sampel Bening

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Allen P.C, LW Botsford, AM Schuur, WE Johnston. 1984. Bioeconomics of Aquaculture. Elsevier. Amsterdam.

American Public Healt Association. 1979. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater. New York.

Anggoro S. 1992. Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon F (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Deli Serdang. 2008. Rencana Strategis Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Deli Serdang. Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.

USU Press, Medan.

Bengen D.G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/ Multidimensi. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Bittner A and M Ahmad. 1989. Budidaya Air. Seri Studi Pertanian. Kerjasama Jerman dan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.

Brower J, J Zard, dan C.N.V Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third edition. W.M.C Brown Publishers. United States of America.

Chan T.Y. 1998. Shrimps and prawns. Di dalam: Carpenter K.E, Niem V.H. Eds. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome.

Dall W, B.J Hill, P.C Rothlisberg, D.J Sharples. 1990. The Biology of the Penaedae. di dalam: Blaxer JHS, Southward AJ. Eds): Marine Biology 27. Academic Press, London.

Ediwarman, 2010. Pengaruh Tepung Ikan Lokal Dalam Ikan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr). IPB, Bogor.Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Jakarta

(16)

Fast A. W, dan L. J Lester. 1992. Pond Monitoring and Management Marine Shrimp Culture Principle and Practise. Elsevier Science Publisher Amsterdam. Netherlands.

Ferraris R. P, P Estepa, J. M Ladja, E.G.D Jesus. 1987. Osmotic and Chloride Regulation in the Hemolymph of Tiger Prawn. Penaeus monodon During Molting in Various Salinities. Marine Biology 95: 377-385.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2005. Penaeus monodon. Culture Aquatic Species Information Programme. Tanggal browsing: 15 April 2015. Gonawi, G.R. 2009. Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai

Chideung Bogor , Jawa Barat. IPB, Bogor.

Hartnoll R.G. 1982. Growth. in Bliss DE. Editor. The Biology of Crustacea. Vol. 2. Embryology, Morphology and Genetics. Academic Press. A Subsidiary of Harcourt Brace Jovanovich Publisher. New York.

Hutagalung H.P, D Setiapermana, S.H Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Hidup. No. 02/ Men KLH/1998. Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kepmen LH). 2004. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. No. 51. Jakarta.

Mulfizar, Z.A. Muchlisin dan I. Dewiyanti. 2012. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan yang Tertangkap di Perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jurnal Depik. 1 (1):1 - 9.

Mulya M.B, D.G Bengen, R.F Kaswadji, R. Etty 2011. Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus merguinensis de Man di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Jurnal Omni Akuatika 1 (13): 49-56.

Mulya M.B. 2012. Kajian Bioekologi Udang Putih Penaeus merguinensis de Man di Perairan Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Disertasi. (tidak dipublikasikan) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Myers P, T Dewey, R Espinosa, G Hammond, T Jones. 2008. The Animal Diversity. University of Michigan Museum of Zoology

(17)

Newell G.E and R.C Newell. 1977. Marine Plankton. A Practical guide 5th edition. Hutchinson of London.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Panjaitan, E.F. 2004. Pengaruh Suhu Air yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Botia macracanthus) Bleeker. [Skripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Peter J.C, dan J. D. Kerr 2003. Maturation and spawning of the banana prawn Penaeus merguiensis de Man (Crustacea: Penaeidae) in the Gulf of Carpentaria, Australi

Pratiwi R. 2002. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting. Jurnal Oseana.32 (2): 15–24

Pramonowibowo, A. Hartoko, A. Ghofar . 2007. Density of Banana Shrimp (Penaeus merguiensis de Man) in Semarang Territory Waters. Jurnal Pasir Laut 2 (2) : 18-29.

Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30. 21 – 26.

Saputra S.W. 2005. Dinamika Populasi Udang Jari (Metapenaeus elegans de Man) dan Pengelolaannya di Laguna Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Solis N.B. 1998. Biology and Culture of Penaeus Monodon. Brackswater Aquaculture Information System. Aquaculture Departement. Southst Asian Fisheries. Development Center. Philippines.

Sparre P and S.C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Sumeru S.U, dan S. Anna . 2010.

Supriadi I.H. 2001. Dinamika Estuaria Tropik. Jurnal Oseana. 16 (4) : 1-11. Tomas C.R. 1997. Identifying Marine Phytoplankton. Academic Press. California.

(18)
(19)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel udang putih dilakukan pada bulan Mei – Juni 2015 di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara, sedangkan analisis udang putih yang didapatkan dan fraksi substrat, dilakukan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ditentukan 3 stasiun penelitian berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan (pertambakan dan perkebunan).

Deskripsi Area Stasiun 1

Stasiun ini berada di Paluh Tabuan bagian hulu dengan lebar estuari 30-35 m. Stasiun ini letaknya berdekatan dengan areal pertambakan milik

masyarakat. Secara geografis stasiun ini terletak pada kordinat 3052’682’’ LU dan 98038’25’’ BT (Gambar 4).

(20)

Stasiun 2

Stasiun ini berada di Paluh Tabuan bagian hilir dengan lebar estuari 20-25 m. Stasiun ini letakna berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit. Secara

geografis terletak pada kordinat 3052’154’’ LU dan 98038’334’’ BT (Gambar 5).

Gambar 5. Stasiun Penelitian 2

Stasiun 3

Stasiun ini berada di Paluh Semai dengan lebar estuari berkisar 40 m - 50 m. Stasiun ini merupakan daerah mangrove alami. Secara geografis

terletak pada kordinat 3054’009’’ LU dan 98039’367’’ BT (Gambar 6).

(21)

Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pukat cincin mini, refraktometer, termometer Hg, pH meter, sechi disk, timbangan analitik, tali penduga, cool box, jangka sorong, Global Positioning System (GPS), mikroskop binokuler dan meteran gulung.

Bahan yang digunakan adalah alkohol 96%, batu es, dan wadah sampel. Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran

Parameter Alat/ Bahan yang digunakan Tempat pengukuran I. FISIKA KIMIA AIR

Suhu perairan (ºC) termometer Hg di lapangan Kecerahan air (cm) sechi disk di lapangan Kedalaman air (m) tali penduga di lapangan Fraksi substrat (%) oven, sieve shaker di laboratorium Oksigen terlarut (mg/l)

Pukat cincin mini, alkohol 96% (dihitung jumlah individu, diukur panjang karapas dan berat tubuh udang, dianalisis.

di lapangan dan di laboratorium

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air

(22)

Pengambilan Sampel Udang Putih

Pengambilan sampel udang putih dilakukan di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan (pertambakan dan perkebunan), menggunakan pukat cincin mini yang terbuat dari bahan nilon polifilamen. Pukat cincin mini yang digunakan memiliki panjang 10 m, dengan diameter bukaan mulut 3 m.

Pengambilan sampel udang putih dilakukan setiap 21 hari sekali mulai jam 08.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB pada saat pasang dengan cara menarik pukat cincin mini menggunakan perahu motor 10 GT (mengikuti kebiasaan nelayan setempat). Pada setiap sampling hanya dilakukan satu kali penarikan pukat cincin mini sepanjang 10 m di setiap stasiun, sehingga kemungkinan kerusakan ekosistem di lokasi penelitian dapat diminimalisir.

Udang putih yang didapat di tiap stasiun dihitung jumlah individunya, diukur panjang karapas dan berat tubuh udang, selanjutnya dilakukan analisis yang meliputi kelimpahan individu, distribusi, pola pertumbuhan, dan faktor kondisi.

Analisis Data

Kelimpahan Udang Putih

Kelimpahan udang putih dianalisis menggunakan persamaan menurut Brower et al. (1990) sebagai berikut:

(23)

Distribusi Udang Putih

Distribusi udang putih dianalisis berdasarkan Indeks distribusi Morista (Bengen, 1998) dengan persamaan sebagai berikut:

Kriteria distribusi udang putih dapat dikelompokkan atas tiga kelompok berdasarkan nilai Indeks distribusi Morista. Distribusi suatu populasi dikategorikan acak jika memiliki nilai Indeks distribusi (Id) = 1,00. Distribusi suatu populasi dikategorikan normal jika memiliki nilai Indeks distribusi (Id) = 0, dan distribusi suatu populasi dikategorikan berkelompok jika memiliki nilai Indeks distribusi (Id) ≠ 1 atau Id ≠ 0.

Pola Pertumbuhan

Pola pertumbuhan udang putih dinalisis dengan melihat hubungan panjang berat melalui analisis regresi linier (Sparre dan Venema, 1999).

W= a Lb atau Ln W = Ln a + b Ln L dengan : W = bobot basah (g)

(24)

Faktor Kondisi Udang Putih

Keadaan yang menyatakan kemontokan udang putih dengan angka dinamakan faktor kondisi atau ponderal indeks. Analisis faktor kondisi dilakukan menggunakan persamaam menurut Lagler (1961) dalam Saputra (2005) sebagai berikut.

b

aL

W

K

=

dengan: W = berat udang putih (g)

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika Kimia Air

Pengukuran parameter fisika kimia air dilakukan sebelum pengambilan sampel udang. Parameter fisika kimia air yang diukur meliputi suhu air, kedalaman air, kecerahan air, kecepatan arus, salinitas, pH air, DO, dan BOD5 Hasil pengukuran parameter fisika kimia air di tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Nilai Parameter Fisika Kimia Air pada Tiap Stasiun

Stasiun Suhu Kedalaman Kecerahan Kecepatan Salinitas pH DO BOD5

Stasiun 2 : Berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit (30 52’154”LU dan 980 38’ 334”BT) Stasiun 3 : Daerah mangrove alami ( 30 54’ 009”LU dan 980 39’ 367”BT)

Suhu Air

Hasil pengukuran suhu air pada tiap stasiun mendapatkan nilai yang berkisar antara 30,00°C-30,50°C (Tabel 2). Suhu air tertinggi dijumpai pada stasiun 3 sebesar 30,50°C, diikuti oleh staiun 1 sebesar 30,10°C, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 30,00°C.

Kedalaman Air

(26)

pada stasiun 1 sebesar 4,13 m, diikuti oleh stasiun 3 sebesar 3,37 m, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,55 m.

Kecerahan air

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Hasil

pengukuran terhadap kecerahan air menunjukkan nilai yang berkisar antara 30,50 cm – 92,00 cm (Tabel 2). Kecerahan air tertinggi dijumpai pada stasiun 3

sebesar 92 cm, diikuti oleh stasiun 1 sebesar 49,00 cm, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 30,50 cm.

Kecepatan Arus

Hasil pengukuran kecepatan arus di tiap stasiun mendapatkan nilai yang berkisar antara 0,08 m/detik – 0,17 m/detik (Tabel 2). Nilai kecepatan arus tertinggi dijumpai pada stasiun 1 sebesar 0,17 m/detik, diikuti oleh stasiun 3 sebesar 0,11 m/detik, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0,08 m/detik.

Salinitas Air

(27)

pH Air

Hasil pengukuran pH air mendapatkan nilai yang berkisar antara 5,90 – 7,10 (Tabel 2). Nilai pH air tertinggi dijumpai pada stasiun 1sebesar 7,10,

diikuti oleh stasiun 2 sebesar 6,30, dan terendah pada stasiun 3 sebesar 5,90.

Kandungan Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada tiap stasiun mendapatkan nilai berkisar antara 3,85 mg/l - 4.45 mg/l (Tabel 2). Nilai kandungan oksigen terlarut tertinggi dijumpai pada stasiun 1 sebesar 4,,45 mg/l,

diikuti oleh stasiun 2 sebesar 4,00 mg/l, dan terndah pada stasiun 3 sebesar 3,85 mg/l.

Bichemical oxygen demand (BOD)

Hasil pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD5) pada tiap stasiun mendapatkan nilai berkisar antara 0,60 mg/l - 0,80 mg/l (Tabel 2). Nilai BOD5 tertinggi dijumpai pada stasiun 3 sebesar 0,80 mg/l, diikuti oleh stasiun 2 sebesar 0,65 mg/l, dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,60 mg/l.

Fraksi Substrat

(28)

Gambar 7. Nilai Fraksi Substrat (%) pada Tiap Stasiun

Kelimpahan Udang Putih

Hasil penelitian mendapatkan kelimpahan udang putih memiliki nilai yang bervariasi pada tiap stasiun, seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kelimpahan Udang Putih (ind/m2) pada Tiap Stasiun

(29)

Distribusi Udang Putih

Data kelimpahan udang putih yang didapat, selanjutnya dilakukan analisis distribusi udang putih pada tiap stasiun menggunakan analisis Indeks distribusi Morista, seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks Distribusi Udang Putih pada Tiap Stasiun

Stasiun

1 2 3

Jumlah individu 69 86 18

Id 2,0 2,0 2,0

Pola Pertumbuhan Udang Putih

Pola pertumbuhan udang putih diukur melalui analisis hubungan panjang berat udang putih yang didapatkan di setiap stasiun menggunakan analisis regresi linear. Hubungan panjang berat yang dianalisis adalah hubungan panjang berat utuh atau panjang berat keseluruhan individu udang putih dimana bagian tubuhnya masih utuh. Sampel udang yang digunakan pada tiap stasiun masing-masing sebanyak 69 ekor dengan ukuran panjang karapas berkisar antara 4,7 cm -

12,3 cm dan berat berkisar antara 0,6 g – 11,0 g (stasiun 1), 86 ekor dengan ukuran

panjang karapas berkisar antara 3,5 cm - 13,7 cm dan berat berkisar antara 0,6 g –

15,8 g (stasiun 2), dan 18 ekor dengan ukuran panjang karapas berkisar antara

3,2 cm - 11,7 cm dan berat berkisar antara 0,6 g – 9,0 g (stasiun 3) (Lampiran 7).

(30)

Stasiun 1 Stasiun 2

Stasiun 3

Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Udang Putih pada Tiap Stasiun

Hasil analisis hubungan panjang berat udang putih pada tiap stasiun memperlihatkan bahwa hasil hubungan panjang berat udang putih pada stasiun 1 memiliki persamaan: Log W = 0,005 + 3,044 log L atau dalam bentuk

eksponensialnya adalah: W = 0,005L3,044 dengan nilai koefisien korelasi (R) = 0,976. Stasiun 2 memiliki persamaan Log W = 0,004 + 3,139 log L atau

(31)

koefisien korelasi (R) = 0,939. Nilai b menggambarkan pola pertumbuhan udang putih, sedangkan keeratan hubungan antara panjang karapas udang putih dan bobot tubuhnya dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi (R), sehingga melalui persamaan tersebut dapat ditentukan apakah individu dari populasi udang putih pada kawasan ini dapat diduga bobot tubuhnya melalui ukuran panjang karapasnya.

Faktor Kondisi Udang Putih

Hasil pengukuran faktor kondisi udang putih pada tiap stasiun menunjukkan nilai yang berkisar antara 1,0057 – 1,0244, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Faktor Kondisi Udang Putih pada Tiap Stasiun.

Stasiun

1 2 3

(32)

Pembahasan

Parameter Fisik Kimia Air Suhu Air

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dalam perairan dan berperan penting dalam proses metabolisme udang putih. Hasil penelitian mendapatkan suhu air tertinggi dijumpai pada stasiun 3 (Tabel 2). Tingginya suhu air pada stasiun 3 diduga disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran. Pengukuran suhu air di stasiun 3 dilakukan menjelang tengah hari (sekitar pukul 11.00 WIB), sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air juga sedikit lebih tinggi dibanding stasiun lainnya, yang berpengaruh terhadap kondisi suhu perairannya. Officer (1976) dalam Azis (2007) menyatakan suhu perairan dipengaruhi oleh tingginya penyinaran matahari yang masuk ke kolom air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu di perairan estuari Suaka Margsatwa Karang Gading masih dalam batas toleransi untuk mendukung kehidupan udang putih. Hal ini sesuai dengan penyataan Naamin (1984) yang menyatakan bahwa udang putih masih dapat hidup pada suhu 10,00°C-36,00°C. Panjaitan (2004) menyatakan peningkatan suhu perairan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi yang akan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Selanjutnya Tung dkk (2002) menyatakan suhu air di bawah 20,00°C akan menghambat pertumbuhan udang putih

Kedalaman Air

(33)

stasiun 2 disebabkan stasiun ini merupakan daerah yang berada di areal perkebunan kelapa sawit. Pada stasiun ini masih dijumpai adanya penggunaan alat berat (belko) untuk kegiatan penanaman sawit, sehingga kemungkinan masuknya guguran tanah perkebunan ke kolom air diduga sebagai salah satu penyebab lebih dangkalnya perairan di stasiun ini.

Kecerahan Air

Kecerahan air pada tiap stasiun menunjukkan nilai yang berkisar antara 30,50 cm – 92,00 cm. Kondisi ini menggambarkan perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading relatif keruh. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk biota laut, yang menyatakan bahwa nilai baku mutu untuk kecerahan air laut adalah > 3 m. Bila kecerahan air < 3 m maka perairan tersebut dapat dikategorikan keruh. Perairan yang relatif keruh sangat mendukung kehidupan udang putih.

Kecepatan Arus

(34)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kecepatan arus di perairan estuari Suaka Margastwa Karang Gading tergolong relatif tenang dan sangat baik bagi kehidupan udang putih. Dall et al., (1990) menyatakan arus yang cukup tenang sangat disukai oleh udang putih. Bila kecepatan arus lemah, udang putih banyak melakukan aktifitas mencari makan untuk pertumbuhannya, sedangkan bila kecepatan arus cukup kuat, udang putih akan membenamkan diri di dalam substrat.

Salinitas Air

Salinitas air berperan dalam mempengaruhi proses osmoregulasi udang putih. Hasil penelitian menunjukkan nilai salinitas air di perairan estuari Suaka Margasatwa Keang Gading masih dalam kisaran toleransi untuk mendukung kehidupan udang putih. Boyd dan Fast (1992) menyatakan udang dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada perairan dengan kisaran salinitas antara 15‰ - 30‰. Salinitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang menurun.

pH Air

(35)

udang putih. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumeru dan Anna (2010) yang menyatakan pH air optimal untuk pertumbuhan udang putih berkisar antara 5,90 – 8,00. Nilai pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan kandungan CaCO3 pada kulit udang akan berkurang, sehingga konsumsi oksigen akan meningkat, permeabilitas tubuh menurun dan insang udang akan mengalami kerusakan.

DO (Disolved Oxygen)

Disolved oxygen atau kandungan oksigen terlarut dalam perairan

memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik maupun anorganik sehingga dapat membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami (Salmin, 2005). Hasil penelitian mendapatkan bahwa stasiun 3 memiliki niai kandungan oksigen terlarut lebih rendah dibanding stasiun lainnya (Tabel 2). Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada stasiun 3 disebabkan stasiun ini memiliki suhu perairan yang cukup tinggi dibanding stasiun lainnya. Tingginya suhu perairan pada stasiun ini dapat menyebabkan rendahnya kandungan oksigen terlarut. Boyd (1990) menyatakan kelarutan oksigen perairan akan mengalami penurunan jika suhu perairan tinggi. Hal ini disebabkan biota perairan akan lebih aktif bergerak, sehingga memerlukan lebih banyak oksigen dalam perairan. Peningkatan suhu perairan sebesar 10○C akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat.

(36)

untuk kehidupan udang putih. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 (1988) tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang diperbolehkan untuk badan air golongan C (perikanan) adalah lebih besar dari 3 mg/l. Boyd (1995) juga menyatakan bahwa udang putih masih dapat hidup pada

perairan yang memiliki kandungan oksigen minimal sebesar 3,00 mg/l.

BOD (Biochemical Oxygen Demand )

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya jumlah oksigen

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan senyawa organik. Hasil penelitian mendapatkan nilai BOD tertinggi dijumpai pada stasiun 3 (0,80 mg/l). Tingginya nilai BOD pada stasiun 3 disebabkan stasiun ini merupakan perairan yang berdekatan dengan areal perkebunan kelapa sawit, sehingga kemungkinan masuknya senyawa organik dari hasil pemupukan organik ke badan perairan cukup tinggi. Hutagalung (1997) menyatakan tingginya nilai BOD dalam suatu perairan mengindikasikan banyaknya senyawa organik yang terdapat di perairan.

Fraksi Substrat

(37)

dalam Naamin (1984) yang menyatakan udang putih lebih menyukai perairan

dengan substrat berpasir.

Kelimpahan Udang Putih

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kelimpahan udang putih tertinggi dijumpai pada stasiun 2, dan kelimpahan terendah dijumpai pada stasiun 3 (Gambar 11). Kelimpahan udang putih yang tinggi pada stasiun 2 disebabkan kondisi lingkungan perairan di stasiun ini cukup mendukung kehidupan udang putih. Stasiun 2 memiliki kecepatan arus yang relatif lebih tenang (0,08 m/detik) dibanding stasiun lainnya. Perairan yang relatif tenang sangat baik untuk kehidupan udang putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dall et al. (1990) yang menyatakan arus yang cukup tenang sangat disukai oleh udang putih, terutama dalam hal mencari makan untuk mendukung pertumbuhannya.

(38)

Distribusi Udang Putih

Hasil analisis distribusi udang putih menggunakan indeks distribusi Morista mendapatkan nilai Id > 3, yang menggambarkan distribusi udang putih pada tiap stasiun tergolong ke dalam pola distribusi berkelompok. Pola distribusi berkelompok merupakan pola yang paling umum dijumpai dalam populasi di alam, disebabkan udang putih cenderung mencari habitat yang sesuai untuk dapat mendukung kehidupannya (Odum, 1998).

(39)

Pola Pertmbuhan Udang Putih

Hasil analisis hubungan panjang berat udang putih yang didapatkan, terlihat bahwa pertumbuhan udang putih pada stasiun 1 dan stasiun 2 bersifat allometrik positif dengan nilai b > 3. Pada stasiun 3 terlihat terdapat perbedaan nilai b, dimana nilai b yang didapatkan adalah lebih kecil dari 3 atau b < 3 (Gambar 9), sehingga dapat dikatakan pertumbuhan udang putih pada stasiun 3 bersifat allometrik negatif. Berdasarkan nilai b yang didapatkan pada tiap stasiun dapat dikatakan bahwa pada stasiun 1 dan stasiun 2 pertambahan berat udang putih lebih cepat dari pertambahan panjang karapasnya, sedangkan pada stasiun 3 pertambahan panjang karapas udang putih lebih cepat dari pertambahan beratnya. Effendie (1997) menyatakan bila nilai b = 3, maka pertumbuhan dikatakan isometrik atau pertambahan panjang karapas sama dengan pertambahan berat tubuhnya, sedangkan bila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3, pertumbuhan dikatakan allometrik atau pertambahan panjang karapas tidak sama dengan pertambahan beratnya. Pendapat yang sama diutarakan oleh Setyadi (2015) yang menyatakan pertumbuhan dikatakan sebagai pertumbuhan alometrik positif bila nilai b > 3, yang menggambarkan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang, sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan alometrik negatif apabila nilai b < 3, yang menggambarkan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat.

(40)

Mulfizar, dkk. (2012) juga menyatakan secara umum, nilai b tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu, pH, salinitas dan letak geografis. Nilai salinitas air yang didapatkan pada stasiun 3 terlihat lebih rendah dari stasiun 1 dan 2 (Tabel 2). Nilai salinitas air pada stasiun 3 adalah sebesar 29‰, sedangkan pada stasiun 1 dan 2 masing-masing sebesar 31‰ dan 30‰. Fast dan Lester (1992) menyatakan udang putih berukuran kecil umumnya lebih banyak hidup pada salinitas yang berkisar antara 25,00‰ – 29,00‰.

Faktor Kondisi Udang Putih

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading tergolong ke dalam pola distribusi berkelompok.

2. Pola pertumbuhan udang putih di stasiun 1 dan 2 perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adalah allometrik positif, sedangkan pada stasiun 3 adalah allometrik negatif. Faktor kondisi udang putih di setiap stasiun secara morfologi memiliki kemontokan yang baik.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang aspek reproduksi dan laju eksploitasi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading dalam upaya pelestarian biota ini di alam.

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Udang Putih

Udang putih berdasarkan klasifikasinya termasuk ke dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Subfilum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Famili Penaeidae, Genus Penaeus dan Spesies Penaeus merguiensis de Man (Myers et al., 2008). Udang putih secara morfologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Tubuh berwarna putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau. Ujung ekor dan kaki berwarna merah, antennulae memilki garis merah tua dan antena berwarna merah. Bittner dan Ahmad (1989) menyatakan tubuh udang putih dapat dibagi atas dua bagian utama, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (sepalotoraks), dan bagian tubuh sampai ke pangkal ekor disebut abdomen. Bagian kepala ditutupi karapas yang bagian ujungnya meruncing dan bergigi disebut rostrum. Gigi rostrum bagian atas biasanya berjumlah 8 buah dan bagian bawah 5 buah (8/5). Di bawah pangkal rostrum terdapat mata majemuk bertangkai yang dapat digerakkan. Ukuran mata udang putih jauh lebih besar dari udang windu, dan ukuran mata ini dapat digunakan untuk membedakan jenis udang putih dengan udang windu pada tingkat juvenil.Tubuh terbagi atas ruas-ruas yang

ditutupi oleh eksoskeleton yang terbuat dari kitin, pada bagian kepala terdapat 13 ruas dan bagian perut 6 ruas. Mulut terletak di bagian bawah kepala diantara

(43)

ruas keenam terdapat kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi ekor kipas atau sirip ekor (uropod) yang ujungnya membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus). Morfologi udang putih secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi udang putih P. merguiensis de Man (a) karapas (b) mata (c) rostum (d) antena (e) antenula (f) kaki jalan (g) kaki

renang (h) telson (i) uropod (j) abdomen (k) sefalotoraks (l) skafoserit.

Udang putih memiliki daerah penyebaran di perairan sepanjang pantai timur Sumatera, Selat Malaka, pantai barat Sumatera, pantai utara Jawa, pantai selatan Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Teluk Bintuni, Kepulauan Aru dan Laut Arafura (Mulya, 2012).

Udang putih pada tingkat larva membutuhkan pakan untuk pertumbuhannya. Selama tingkat larva (nauplius) udang putih menggunakan kuning telur yang dibawa sejak menetas sebagai sumber pakannya. Pada tingkat

mysis makanan udang putih berupa larva dari balanus, kopepoda, polikhaeta,

zooplankton, protozoa, dan rotifera. Pada tingat zoea udang putih mulai memakan fitoplankton berupa diatom, dinoflagellata dan detritus. Pada stadia post larva dan

(44)

juvenil udang putih memakan berbagai jenis algae, mesobentos, dan detritus. Pada saat dewasa, udang putih sudah bersifat omnivora dan karnivora dengan pakan alami berupa bivalvia kecil, gasropod, cacing anelida, cacing polikaeta, udang-udang kecil, chironomus dan detritus (Pratiwi, 2008).

Daur Hidup Udang Putih

Daur hidup udang penaeid menurut Dall dkk. (1990) dibedakan atas tiga macam, yaitu :

- Udang penaeid yang seluruh daur hidupnya berada di peairan estuari seperti:

Metapenaeus elegans, M. conjunctus,M. benettae, M. moyebi dan M. brevicornis. Pasca larva cenderung bermigrasi ke bagian hulu sungai dengan

salinitas rendah. Setelah tumbuh menjadi juvenil, bergerak kembali ke muara sungai yang bersalinitas lebih tinggi. Seluruh spesies penaeid ini bersifat eurihalin, tetapi mampu bertahan hidup di perairan tawar.

- Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di estuari, tetapi

memijah di dasar perairan antara pantai dan lepas pantai, seperti: Penaeus indicus, P. monodon, P. japonicus, P. merguiensis, P. setiferus, Parapenaeopsis

hardwickii dan Xiphopenaeus kroyery.

- Udang penaeid yang pada tahap pascalarva dan juvenil berada di perairan pantai,

tetapi memijah di dasar perairan lepas pantai. Udang jenis ini lebih menyukai salinitas tinggi, sehingga tahapan dari siklus hidupnya tidak ada yang tinggal di estuari, umumnya bersifat stenohalin, seperti Atypopenaeus dearmatus, Heteropenaeus longimanus, Macropetasma africanus, Protrachypene precipua,

(45)

Daur hidup udang penaeid menurut FAO (2005) dibagi atas dua fase, yaitu fase laut dan fase estuari (Gambar 3).

Gambar 3. Daur hidup udang putih P. merguiensis de Man (FAO, 2005).

Udang putih banyak dijumpai di perairan tropik dan sub tropik Asia dan Australia, antara 67° sampai 166° bujur timur dan antara 25° lintang utara sampai 29° lintang selatan. Daerah penyebarannya mulai dari daerah muara sungai sampai ke tengah laut yang bervariasi menurut tingkatan hidupnya. Telur udang

putih akan menetas dalam waktu 14-24 jam menjadi nauplius. Dalam waktu ± 6 hari, nauplius selanjutnya berubah menjadi zoea setelah mengalami delapan

kali molting, dan pada tingkatan ini udang masih bersifat planktonis, sehingga dengan bantuan arus akan menuju ke perairan pantai. Zoea akan berubah menjadi mysis dalam waktu 4 hari, setelah mengalami tiga kali molting, dan sudah bersifat

(46)

pascalarva setelah mengalami tiga kali molting (Chan,1998). Selanjutnya Dall dkk., (1990) menyatakan pada tahap pascalarva ini udang sudah aktif

berenang dan bermigrasi ke daerah hulu estuari yang memiliki salinitas rendah, dan mulai menuju ke dasar perairan. Mulya dkk., (2011) menyatakan pada saat pascalarva, udang putih umumnya hidup di perairan estuari yang ditumbuhi hutan mangrove dengan salinitas rendah. Hal ini disebabkan hutan mangrove memiliki perakaran menjulur ke dalam perairan, sehingga sangat baik untuk tempat berlindung dari serangan predator. Pascalarva secara bertahap akan berubah menjadi udang juvenil setelah mengalami beberapa kali pergantian kulit (± 3 bulan) dan aktif mencari makan di perairan ini. Selama tiga sampai empat bulan udang juvenil akan tumbuh menjadi dewasa, kemudian mulai beruaya ke arah perairan terbuka untuk memijah.

Pertumbuhan Udang Putih

(47)

Tahap pertumbuhan udang penaeus dibedakan menjadi 4 stadia, yaitu: stadia nauplius, stadia zoea, stadia mysis dan stadia pascalarva. Dari empat stadia tersebut dapat dibedakan lagi menjadi: enam sub stadia nauplius (N1-N6), tiga sub stadia zoea (Z1-Z3), tiga sub stadia mysis (M1-M3) sebelum mencapai PL1. Pertumbuhan udang setelah substadia M3 lebih ditekankan pada perubahan biomassa, baik bobot maupun ukuran tubuh. Pada setiap ganti kulit sebagian massa hilang. Kehilangan massa pada setiap ganti kulit ini mengakibatkan pertumbuhan udang menjadi diskontinyu.

Ferraris dkk. (1987) menyatakan pertumbuhan udang secara internal tergantung pada kelancaran proses molting dan tingkat kerja osmotik yang dialaminya. Solis (1998) menyatakan selama stadia larva, udang penaeid mengalami beberapa kali metamorfosis dan ganti kulit sampai stadia pascalarva. Anggoro (1992) menyatakan hewan air yang pertumbuhannya ditentukan oleh kelancaran proses ganti kulit, mekanisme osmoregulasinya ditentukan oleh osmoefektor antara cairan intra sel dengan cairan ekstra sel. Osmoefektor anorganik (Na+ dan Cl-) berkonsentrasi tinggi di dalam cairan ekstra sel, sebaliknya osmoefektor organik (asam amino bebas) dan ion K+ berkonsentrasi tinggi di cairan intra sel. Perimbangan ini sangat menentukan pH optimum dan kemantapan osmolaritas cairan tubuh, sehingga perlu dipertahankan agar sel-sel penyusun jaringan tubuh tumbuh dengan normal.

Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya proses ganti kulit seperti berikut ini:

- Udang mengalami proses molting atau melepaskan diri dari kulit luar

(48)

- Air diserap oleh udang yang menyebabkan ukuran udang bertambah besar.

- Kulit luar yang baru terbentuk

- Air secara bertahap hilang dan diganti dengan jaringan baru.

Pertumbuhan panjang udang merupakan fungsi berjenjang/step function. Tubuh udang akan bertambah panjang pada setiap molting, dan tidak bertambah panjang pada saat antar molting (intermolt). Pada setiap molting integumen membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum integumen yang baru menjadi keras (Hartnoll 1982).

Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi. Udang memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi pemanfaatan energi untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya (Anggoro 1992).

Faktor Fisika-Kimia Air yang Mempengaruhi Kehidupan Udang Putih

Udang putih menempati habitat yang berbeda-beda berdasarkan daur hidupnya. Faktor fisika kimia air yang mempengaruhi kehidupan udang putih di alam antara lain sebagai berikut:

Suhu Air

(49)

air di bawah 20,00°C akan menghambat pertumbuhan udang putih. Suhu juga sangat dibutuhkan udang putih pada saat memijah guna menjaga kelulusan hidup larva, perkembangan embrio, dan penetasan telur.

Kedalaman Air

Kedalaman suatu perairan sangat mempengaruhi distribusi udang putih terutama dalam hal memijah. Udang putih dewasa banyak dijumpai pada perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 12,00 m. Crocos dan Kerr (1983) menyatakan P. merguiensis ditemukan memijah pada kedalaman < 15 m di perairan Teluk

Carpentaria, Australia. Selanjutnya Naamin (1984) menyatakan udang putih betina dewasa di Perairan Arafura banyak ditemukan memijah pada kedalaman antara 13,00 m – 35,00 m.

Kecepatan Arus

(50)

Salinitas

Salinitas berpengaruh terhadap proses osmoregulasi udang putih khususnya selama proses penetasan telur dan pertumbuhan larva. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dan memiliki fluktuasi lebar dapat menyebabkan kematian embrio dan larva udang. Hal ini disebabkan terganggunya keseimbangan osmolaritas antara cairan di luar tubuh dan di dalam tubuh udang, serta berkaitan dengan perubahan daya absorbsi terhadap oksigen. Udang akan tumbuh lebih baik pada perairan dengan kisaran salinitas 15‰ - 30‰. Salinitas yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang menurun (Pratiwi, 2008).

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme perairan. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan termasuk udang putih. Kandungan oksigen terlarut dapat mempengaruhi kelulusan hidup udang juvenil. Gaudy dan Sloane (1981) dalam Anggoro (1992) menyatakan laju respirasi udang juvenil mengikuti ketersediaan oksigen perairan. Jika kelarutan oksigen dalam perairan tinggi, maka laju respirasi udang akan meningkat.

pH Air

(51)

kandungan CaCO3 pada kulit udang akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen akan meningkat, permeabilitas tubuh menurun dan insang udang akan mengalami kerusakan (Sumeru & Anna 2010 dalam Mulya dkk. 2011).

Perairan Estuari

Perairan estuaria merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed coastal) yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka. Pada perairan ini

terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan, sehingga airnya menjadi payau. Wilayah ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis, karena selalu terjadi proses perubahan lingkungan fisik maupun biologis. Bercampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuaria memiliki keunikan tersendiri, yaitu terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Perubahan salinitas ini dipengauhi oleh air pasang dan surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan salinitas di wilayah estuaria menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar mengalir dari hulu ke wilayah estuaria dalam jumlah besar, sehingga sanilitas menjadi berfluktuasi. Proses terjadinya aliran air tawar secara terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen, menjadikan perairan estuari memiliki produktifitas perairan yang cukup tinggi, melebihi produktifitas perairan laut lepas dan perairan tawar (Supriadi, 2001).

(52)
(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang putih Penaeus merguiensis de Man termasuk ke dalam famili Penaeidae dan suku Decapoda. Udang ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia, mulai dari daerah estuari atau muara sungai sampai perairan laut. Udang putih dalam perdagangan internasional dikenal dengan nama white shrimp atau banana prawn. Di Indonesia, udang ini dikenal sebagai udang

jerbung, sedangkan di Sumatera Utara udang putih lebih dikenal dengan nama

udang kelong (Mulya dkk. 2011). Harga udang putih pada saat ini berkisar antara Rp 60.000,- sampai Rp 65.000,-/kg. Tingginya harga pasar terhadap komoditas

ini, menjadikan udang putih sebagai salah satu komoditas perikanan unggulan di Propinsi Sumatera Utara.

(54)

mencakup kelimpahan maupun pola pertumbuhannya, sehingga perlu dilakukan penelitian.

Rumusan Masalah

Pada saat ini di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading banyak dijumpai aktifitas penangkapan udang putih secara terus menerus oleh nelayan. Aktivitas penangkapan yang dilakukan terhadap biota ini di peairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading sering menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (pukat cincin mini), sehingga menyebabkan udang putih berukuran kecil maupun dewasa banyak yang tertangkap. Hal ini dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap kelimpahan dan pertumbuhan udang putih di perairan ini. Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana distribusi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara?

2. Bagaimana pola pertumbuhan dan faktor kondisi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara?

Kerangka Pemikiran

Intensifikasi penangkapan yang dilakukan secara terus menerus oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan populasi udang putih P. merguiensis de Man di perairan estuari Suaka Margaatwa Karang Gading. Data

(55)

DO (disolved oxygen), dan BOD (Biochemical oxygen demand). Data udang putih dan parameter fisika kimia perairan yang didapat diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal dalam upaya pengelolaan udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis distribusi udang putih P. merguiensis de Man di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara.

2. Menganalisis pola pertumbuhan dan faktor kondisi udang putih P. merguiensis de Man melalui analisis hubungan panjang berat.

Data dasar dalam

(56)

Manfaat Penelitian

1. Tersedianya data kelimpahan dan distribusi udang putih P. merguiensis de Man di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara

2. Tersedianya data pola pertumbuhan dan faktor kondisi udang putih P. merguiensis de Man di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading

(57)

AUDYA RAHMAN. Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus Merguensis de Man Di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Dibawah bimbingan MISWAR BUDI MULYA dan YUNASFI.

Udang putih banyak dijumpai di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015. Penelitian bertujuan untuk mengetahui distribusi dan pola pertumbuhan udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Distribusi udang putih dianaisis menggunakan indeks distribusi Morisita, dan pola pertumbuhan menggunakan regresi linear. Hasil penelitian mendapatkan distrbusi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adaah distribusi berkelompok, dan pola pertumbuhannya adalah Alometrik negatif.

(58)

ABSTRACT

AUDYA RAMAN. Distribution And Growth Pattern Of White Shrimp Penaeus Merguiensis De Man In Estuary Water Of Wildlife Reserve Karang Gading North Sumatra. Under Academic Supervisior by, MISWAR BUDI MULYA dan YUNASFI

White shrimp many found in estuary water of wildlife reserve Karang Gading North Sumatra. The research has been done from May to June 2015. The research aims to know distribution and growth pattern of white shrimp. Distribution of white shrimp were analyzed use Morisita index, and growth pattern use linear regresion. The results showed that distribution of white shrimp is gather distribution, and growth pattern of white shrimp is negative allometric.

(59)

DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN UDANG PUTIH

Penaeus merguensis de Man DI PERAIRAN ESTUARI

SUAKA MARGASATWA KARANG GADING

SUMATERA UTARA

AUDYA RAHMAN

120302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(60)

DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN UDANG PUTIH

Penaeus murguensis de Man DI PERAIRAN ESTUARI

SUAKA MARGASATWA KARANG GADING

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AUDYA RAHMAN

120302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(61)

DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN UDANG PUTIH

Penaeus murguensis de Man DI PERAIRAN ESTUARI

SUAKA MARGASATWA KARANG GADING

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AUDYA RAHMAN

120302038

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(62)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara

Nama : Audya Rahman

NIM : 120302038

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si Dr. Ir Yunasfi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(63)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Audya Rahman

NIM : 120302038

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Distribusi dan Pertumbuhan Udang

Putih (Penaeus merguiensis de Man) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang” adalah benar merupakan karya saya

sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang bersal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Juli 2016

Audya Rahman

(64)

AUDYA RAHMAN. Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus Merguensis de Man Di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Dibawah bimbingan MISWAR BUDI MULYA dan YUNASFI.

Udang putih banyak dijumpai di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015. Penelitian bertujuan untuk mengetahui distribusi dan pola pertumbuhan udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara. Distribusi udang putih dianaisis menggunakan indeks distribusi Morisita, dan pola pertumbuhan menggunakan regresi linear. Hasil penelitian mendapatkan distrbusi udang putih di perairan estuari Suaka Margasatwa Karang Gading adaah distribusi berkelompok, dan pola pertumbuhannya adalah Alometrik negatif.

(65)

ABSTRACT

AUDYA RAMAN. Distribution And Growth Pattern Of White Shrimp Penaeus Merguiensis De Man In Estuary Water Of Wildlife Reserve Karang Gading North Sumatra. Under Academic Supervisior by, MISWAR BUDI MULYA dan YUNASFI

White shrimp many found in estuary water of wildlife reserve Karang Gading North Sumatra. The research has been done from May to June 2015. The research aims to know distribution and growth pattern of white shrimp. Distribution of white shrimp were analyzed use Morisita index, and growth pattern use linear regresion. The results showed that distribution of white shrimp is gather distribution, and growth pattern of white shrimp is negative allometric.

(66)

Penulis lahir di Desa Sei Sijenggi Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 Juni 1995 dari Ayahanda Abdul Rahman dan Ibunda Rina Rosayu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Setia Budi Abadi Perbaungan pada tahun 1999 – 2000. Pada tahun 2000 – 2006, penulis meneruskan pendidikan di SD Setia Budi Abadi Perbaungan dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2006 – 2009 di Setia Budi Abadi Perbaungan. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Perbaungan dengan jurusan IPA pada tahun 2009 – 2012.

(67)

memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih Penaeus merguiensis de Man di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Sumatera Utara”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta Bapak Abdul Rahman dan Ibu Rina Rosayu atas kasih sayang, dukungan doa, materi dan semangatnya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini. Kepada adik saya Koko Fathur Rahman dan Dona Naira Rahman, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan, serta kepada seluruh keluarga.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dukungan, baik berupa masukan, saran, dan ilmu yang berharga bagi penulis.

(68)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Sumatera Utara, dan staf tata usaha kak Nur Asiah, A.Md.

5. Kakek Haryono dan keluarga, serta Bapak Aldon yang telah membantu penulis dalam pelaksanan penelitian di lapangan.

6. Saudara Ilham Yahya dan Akbar Ramadhan yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian penulisan.

7. Kakak kelas angkatan 2011 Bang Rio Fentaria dan seluruh teman-teman MSP 2012 khususnya Anggia Dolly S, Gilang Pradipta S, Mhd. Dafikri, Yolanda Rizwany, Aulia Satria, Nathasya Zaharuddin, Hariza Umami, Nurul Andrifa Nst, Tri Wulandari, Fina Fitriyani, Olivia LG, Akmila, Fajar Prasetya K terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, April 2016

(69)

Halaman

(70)

Stasiun 3 ... 17

Alat dan Bahan yang Digunakan ... 18

Pengambilan Sampel Udang Putih ... 18

Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 19

(71)
(72)

No. Teks Halaman

1. Diagram Kerangka Pemikiran ... 3

2. Morfologi Udang Putih P. Merguiensis de Man ... 6

3. Daur Hidup Udang Putih P merguiensis de Man ... 8

4. Stasiun Penelitian 1 ... 16

5. Stasiun Penelitian 2 ... 17

6. Stasiun Penelitian 3 ... 17

7. Nilai Fraksi Substrat (%) pada Tiap Stasiun ... 25

8. Kelimpahan Udang Putih (ind/m2) pada Tiap Stasiun ... 25

(73)

No. Teks Halaman 1. Parameter yang Diukur, Alat/Bahan, dan

Tempat pengukuran ... 18

2. Nilai Parameter Fisika Kmia Air pada Tiap Stasiun ... 22

3. Nilai Indeks Distribusi Udang Putih pada Tiap Stasiun ... 26

(74)

No. Teks Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 43

2. Alat Tangkap Pukat Cincin Mini yang Digunakan ... 44

3. Alat dan Bahan yang Digunakan ... 45

4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 46

5. Tabulasi Data Parameter Fisika Kimia Air pada Tiap Stasiun ... 47

6. Hasil Analisis Laboratorium Fraksi Substrat pada Tiap Stasiun ... 48

7. Tabulasi Data Udang Putih pada Tiap Stasiun ... 46

8. Contoh Perhitungan Faktor Kondisi ... 53

9. Bagan Kerja Pengukuran Oksigen Terlarut ... 54

10. Bagan Kerja Pengukuran BOD5 ... 55

Gambar

Gambar 4. Stasiun Penelitian 1
Gambar 5. Stasiun Penelitian 2
Tabel 1 Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran  Parameter Alat/ Bahan yang digunakan Tempat pengukuran
Tabel 2. Nilai Parameter Fisika Kimia Air pada Tiap Stasiun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Some of the parameters used to determine the characteristics of drop-off and pick-up demand on Passenger Terminal, among others like hours to the area to drop off

Budaya Baca dan Pembi naan Perpustakaan” dan kl asi fi kasi sub- kegi atan“Pembi naanBahasaNasi onal ”, sangatl ah sul i t unt uk menyesuai kan program yang seakan sudah baku di l

Berdasarkan penelitian ini kejadian sebagian profil lipid yaitu kolesterol total dan trigliserida memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi pada masyarakat

Perpustakaan adalah salah satu alat yang vital dalam setiap program pendidikan, pengajaran, dan penelitian bagi setiap perguruan tinggi.. tentang perpustakaan maka

Hasil analisis data menunjukan Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik dapat meningkatkan aktivitas fisik peserta didik di kelas I Sekolah dasar

Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi akan ditetapkan sebagai Jasa Tenaga Ahli Programmer pada Dinas Kominfo Kabupaten Tanah Datar. Demikian pengumuman ini disampaikan, untuk

Pada bulan April 2015 indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya.Menaiknya nilai Ib disebabkan oleh

Tersedianya SDM yang profesional (cakap dan ahli, beretos kerja tinggi dan amanah) demi tercapainya efisiensi sumberdaya, optimasi proses dan peningkatan kinerja organisasi,