• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian iv sistem proses siklus kebijakan publik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagian iv sistem proses siklus kebijakan publik"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM, PROSES, &

SIKLUS KEBIJAKAN

(2)

SISTEM, PROSES, DAN

SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK

1. Sistem Kebijakan Publik

Sistem kebijakan publik, menurut

Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokromidjojo dan Mustopadidjaja AR, 1988), adalah:

keseluruhan pola kelembagaan dalam

pembuatan ebijakan publik yang

melibatkan hubungan di antara 4 elemen

(unsur), yaitu masalah kebijakan publik,

pembuatan kebijakan publik, kebijakan

publik dan dampaknya terhadap kelompok

sasaran (target groups).

(3)

a. Input : Masalah Kebijakan Publik

Masalah kebijakan publik ini timbul

karena adanya faktor lingkungan

kebijakan publik yaitu suatu keadaan

yang melatar belakangi atau perisiwa

(4)

b. Process (proses) : Pembuatan Kebijakan

Publik

proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat

politis, di mana dalam proses tersebut terlibat

berbagai kelompok kepentingan yang

berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan.

c. Output :

Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian

tindakan yang dimaksudkan untuk

(5)

d. Impact (dampak), yaitu dampaknya

terhadap kelompok sasaran (target groups) kelompok sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-kelompok orang-orang, atau

organisasi-organisasi, yang perilaku atau

(6)

2. Proses Kebijakan Publik

a. Perumusan Kebijakan Publik

Tahap ini mulai dari perumusan masalah

sampai dengan dipilihnya alternatif untuk

direkomendasikan dan disahkan oleh pejabat

yang berwenang.

b. Implementasi Kebijakan Publik

Setelah kebijakan publik disahkan oleh

(7)

Mengenai implementasi kebijakan publik, Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokromidjojo dan Mustopadidjaja AR,

1988), mengemukakan bahwa dilihat dari

implementasinya, ada tiga bentuk kebijakan publik, yaitu :

1) Kebijakan langsung

yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah sendiri. Misalnya : INPRES SD

2) Kebijakan tidak langsung

yaitu kebijakan yang pelaksanannya tidak dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian, dalam hal ini pemerintah hanya mengatur saja.

misalnya : kebijakan pemerintah tentang Investasi Asing.

3) Kebijakan campuran

(8)

c. Monitoring Kebijakan Publik

Monitoring kebijakan publik adalah proses

kegiatan pengawasan terhadap implementasi

kebijakan, yaitu untuk memperoleh informasi

tentang seberapa jauh tujuan kebijakan itu

tercapai. (Hogwood and Gunn, 1989).

d. Evaluasi Kebijakan Publik.

Evaluasi kebijakan publik itu bertujuan untuk

menilai apakah perbedaan sebelum dan

setelah kebijakan itu diimplementasikan, yaitu

perbandingan antara sebelum dan sesudah

(9)

3. Siklus Kebijakan

Publik

Perumusan Kebijaksanaan

Evaluasi Kebijakan

Monitoring Kebijkan

(10)

PERAN INFORMASI DALAM PEMBUATAN

KEBIJAKAN PUBLIK

PENGERTIAN DATA DAN INFORMASI

Data adalah fakta yang sedang tidak digunakan

dalam proses pembuatan keputusan, biasanya di

catat dan di arsipkan tanpa maksud untuk segera

diambil kembal untuk pembuatan keputusan.

(11)

Syarat-syarat informasi yang baik

Parker (Kumorotomo dan Agus Margono,1994) mengemukakan sebagai berikut :

a. Ketersediaan (availability)

Syarat pokok bagi informasi adalah tersedianya itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi yang hendak

memanfaatkannya.

b. Mudah dipahami

Informasi harus mudah dipahami oleh pembuat kebijakan.

c. Relevan

Informasi yang diperlukan harus benar-benar relevan dengan permasalahannya.

d. Bermanfaat

(12)

e. Tepat waktu

Informasi harus tersedia tepat waktunya, terutama apabila pembuat kebijakan ingin segera

memecahkan masalah yang dihadapi oleh pemerintah.

f. Keandalan (Reliability)

Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya.

g. Akurat

Informasi seyogyanya bersih dari kesalahan, harus jelas dan secara tepat mencerminkan makna yang terkandung dari data pendukungnya.

h. Konsisten

(13)

AGENDA SETTING

1. Isu-Isu Konseptual

Agenda setting adalah suatu tahap sebelum

perumusan kebijakan dilakukan, yaitu bagaiman isu-isu (issues) itu muncul pada agenda pemerintah yang perlu ditindak-lanjuti berupa tindakan-tindakan pemerintah.

Cb and Ross, seperti dikutip oleh Howeltt and Ramesh (1995), mendefinisikan agenda setting sebagai “ Proses dimana keinginan-keinginan dari berbagai kelompok dalam masyarakat

(14)

2. Proses Agenda Setting

Systemic Agenda (agenda sistemtik) terdiri atas isu-isu yang dipandang secara umum oleh anggota-anggota masyarakat politik sebagai

(15)

Tiga prasayarat agar isu kebijakan (policy issue)

Tiga prasayarat agar isu kebijakan (policy issue)

itu dapat masuk dalam agenda sistematk,

itu dapat masuk dalam agenda sistematk,

yaitu :

yaitu :

a. Isu itu memperoleh perhatian yang luas atau sekurang-kurangnya menumbuhkan kesadaran masyarakat.

b. Adanya persepsi atau pandangan masyarakat bahwa perlu dilakukan beberapa tindakan

untuk mencegah masalah itu.

c. Adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang sah dari pemerintah

(16)

Governmental Agenda (Agenda Pemerintah) : serangkaian masalah yang secara eksplisit

memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat kebijakan yang sah.

Beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan masyarakat dapat masuk ke dalam agenda

pemerintah, yaitu :

1) Apabila terdapat ancaman terhadap

keseimbangan antar kelompok, maka kelompok-kelompok tersebut akan mengadakan reaksi dan menuntut adanya tindakan pemerintah, untuk

(17)

2) Para pemimpin politik dapat menjadi faktor

penting dalam penyusunan agenda pemerintah. Para pemimpin politik, karena didorong adanya pertimbangan politik dan karena memperhatikan kepentingan umum, selalu memperhatikan

masalah-masalah masyarkat dan mengusulkan upaya-upaya pemecahannya.

3) Timbulkan krisis atau peristiwa luar biasa dapat menyebabkan suatu masalah masuk ke dalam agenda pemerintah.

4) Adanya gerakan-gerakan protes, termasuk tindakan kekerasan, merupakan salah satu

(18)

3. Tingkat-Tingkat Kebijakan

Publik

Mengenai tingkat-tingkat kebijakan publik

ini, Lembaga Admistrasi Negara (1997),

mengemukakan sebagai berikut :

a. Lingkup Nasional

1) Kebijakan Nasional

Kebijakan Nasional adalah kebijakan negara

yang bersifat fundamental dan

strategis

dalam pencapaian tujuan nasional/negara

sebagaimana tertera dalam pembukaan

(19)

2) Kebijakan Umum

Kebijakan umum adalah kebijakan Presiden

sebagai

pelaksana UUD, TAP

MPR, UU,

untuk mencapai tujuan

nasional.

3) Kebijakan Pelaksanaan

(20)

b. Lingkup Wilayah Daerah

1) Kebijakan umum pada lingkup Daerah

kebijakan pemerintah daerah sebagai

pelaksana azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan Rumah Tangga Daerah

2) Kebijakan Pelaksanaan.

a) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan PERDA

b) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan pelaksanaan kebijakan nasional di Daerah

c) Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan (medebewind) merupakan

pelaksanaan tugas Pemerintah Pusat di

(21)

IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

1. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan publik merupakan

sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih

penting daripada pembuatan kebijakan.

Secara umum, tugas implementasi adalah

mengembangkan suatu struktur hubungan antara

tujuan kebijakan publik yang telah ditetapkan

(22)

2. Monitoring Kebijakan Publik

Monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan

hasil-hasilnya (out-comes) (Hogwood and Gunn, 1989).

William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa

monitoring mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan)

Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan.

b. Auditing (pemeriksaan)

menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok sasaran (target groups)

(23)

c. Accounting (Akuntansi)

Menentukan perubahan sosial dan ekonomi

apa saja yang terjadi setelah implementasi

sejumlah kebijakan publik dari waktu ke

waktu.

d. Explanation (Penjelasan)

menjelaskan mengenai hasil-hasil kebijakan

publik berbeda dengan tujuan kebijakan

(24)

3. Evaluasi Kebijakan Publik

• Evaluasi kebijakan sebagai suatu pengkajian secara sistemtik dan empiris terhadap akibat-akibat dari suatu kebijakan dan program

pemerintah yang sedang berjalan dan

kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut.

• Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain

(25)

APA MANFAAT PARTISIPASI

MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN

KEBIJAKAN PUBLIK ?

1. MEMBENTUK PERILAKU / BUDAYA DEMOKRATIS YAITU KESADARAN MASYARAKAT UNTUK MENGGUNAKAN HAK POLITIKNYA, BERORGANISASI, BERKUMPUL DAN

MENYATAKAN PENDAPAT

2. MEMBENTUK MASYARAKAT HUKUM YAITU MASYARAKAT YANG PATUH PADA HUKUM YANG BERLAKU

3. MEMBENTUK MASYARAKAT YANG BERETIKA / BERMORAL

YAITU KONDISI MSYARAKAT YANG TERBIASA BERSIKAP BAIK DAN TUMBUH SUASANA KEKELUARGAAN, SALING MENGHORMATI, SALING MENGHARGAI HAK – HAK

SEBAGAI SESAMA MANUSIA

4. MEMBENTUK MASYARAKAT MADANI YAITU MASYARAKAT YANG TERDIRI DARI BERBAGAI KELOMPOK YANG

(26)

PENYEBAB MASYARAKAT TIDAK

BERPERAN AKTIF DALAM

PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ?

A. FAKTOR INTERNAL

:

1. MASYARAKAT TELAH TERBIASA DENGAN

SISTEM LAMA BAHWA PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK ITU ADALAH URUSAN PEMERINTAH.

2. MASYARAKAT TIDAK TAHU ADANYA

KESEMPATAN UNTUK BERPERAN SERTA DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

3. MASYARAKAT TIDAK MENGERTI PROSEDUR / LANGKAH UNTUK BERPARTISIPASI

(27)

B.

FAKTOR EKSTERNAL :

1. TIDAK DIBUKANYA KEPADA WARGA

UNTUK BERPARTISIPASI

2. ADANYA KESEMPATAN UNTUK

BERPARTISIPASI WARGA TETAPI

BELUM BANYAK DIKETAHUI

3. MASIH ADANYA POLA SENTRLALISTIK

YANG TIDAK SESUAI DENGAN

SEMANGAT OTONOMI

4. ADANYA ANGGAPAN BAHWA BANYAK

UNSUR YANG TELIBAT MAKA

(28)

AKIBAT APABILA MASYARAKAT TIDAK

AKTIF DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN

PUBLIK ?

1. PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

TIDAK AKAN MEMENUHI HAK – HAK

RAKYAT SECARA MENYELURUH

2. KEBIJAKAN PUBLIK BISA JADI TIDAK

SESUAI DENGAN KEBUTUHAN DAN

KEINGINAN MASYARAKAT

(29)
(30)

- Setiap Rancangan Undang-Undang

dibahas oleh DPR dan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama.

-

Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat

berasal dari:

1. DPR,

2. Presiden,

3. DPD,

(31)

TINGKAT PEMBICARAAN

Ps. 120 Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th. 2001-2002

(1) Pembahasan RUU dilakukan melalui dua tingkat pembicaraan.

(2) Dua tingkat pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), adalah:

a. Tingkat I dalam Rapat Komisi, Rapat Badan

Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia

Khusus, bersama-sama Pemerintah; dan b. Tingkat Il dalam Rapat Paripurna.

(3) Sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I dan Tingkat

(32)

RUU GANDA

Pasal 118 Peraturan Tata Tertib DPR-RI

Th. 2001-2002

Apabila ada dua RUU yang diajukan

mengenai hal yang sama dalam satu

Masa Sidang, yang dibicarakan

adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU

dari Pemerintah atau masyarakat,

(33)

PEMBICARAAN TINGKAT I

Pasal 121 (1) Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th. 2001-2002, Pembicaraan Tingkat I meliputi :

a. pemandangan umum Fraksi terhadap RUU yang berasal dari Pemerintah atau tanggapan

Pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR; b. jawaban Pemerintah atas pemandangan umum

Fraksi atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran, atau pimpinan Panitia Khusus atas tanggapan

Pemerintah; dan

c. pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi

(34)

Pasal 121 (2) Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th.

2001-2002

Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat :

a. diadakan Rapat Dengar Pendapat

atau Rapat Dengar Pendapat Umum;

b. diundang pimpinan lembaga tinggi

(35)

PEMBICARAAN TINGKAT II

Pasal 122 Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th.

2001-2002

a.Pembicaraan Tingkat II meliputi pengambilan

keputusan dalam Rapat Paripurna, yang

didahului oleh:

1) laporan hasil pembicaraan Tingkat I;

2) pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh

anggotanya, apabiia dipandang perlu, dapat

pula disertai dengan catatan tentang sikap

fraksinya; dan

(36)

RUU yang sudah disetujui bersama

antara DPR dengan Presiden

1.

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan

oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk

disahkan menjadi undang-undang.

2.

Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU

yang sudah disampaikan kepada Presiden belum

disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR

mengirim surat kepada presiden untuk meminta

penjelasan.

3.

Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak

disahkan oleh Presiden dalam waktu paling

(37)

Pasal 125

Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th. 2001-2002

RUU yang berasal dari Pemerintah dapat ditarik

kembali sebelum pembicaraan Tingkat I berakhir.

Pasal 126 Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th. 2001-2002

RUU untuk memberikan persetujuan atas pernyataan perang, pembuatan perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain serta meratifikasi perjanjian internasional yang disampaikan oleh Presiden kepada DPR, dibahas dan diselesaikan menurut ketentuan sebagaimana

(38)

RUU DARI PEMERINTAH

Pasal 123 Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th.

2001-2002

(1) RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau

naskah akademis yang berasal dari Pemerintah

disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan

DPR dengan Surat Pengantar Presiden.

(2) Surat Pengantar Presiden, sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), menyebut juga Menteri

yang mewakili Pemerintah dalam melakukan

(39)

Pasal 124 Peraturan Tata Tertib DPR-RI Th.

2001-2002

(1) Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, ketua rapat

memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota.

(2) Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta

penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis dari pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada masyarakat.

(3) Terhadap pembahasan dan penyelesaian selanjutnya berlaku ketentuan, sebagaimana

(40)

DPD dapat mengajukan RUU kepada

DPR yang berkaitan dengan:

1.

otonomi daerah,

2.

hubungan pusat dan daerah,

3.

pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah,

4.

pengelolaan sumber daya alam, dan

sumber daya ekonomi lainnya, serta

5.

yang berkaitan dengan perimbangan

(41)

RUU YANG BERASAL DARI DPD:

1. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau

naskah akademis disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR,

2. kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR

memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada

seluruh Anggota.

(42)

4. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan

pembahasannya.

5. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat

kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3

(sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

6. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut

membahas RUU tersebut.

7. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian

(43)

RUU berasal dar Masyarkat

Dasar hukumnya adalah:

- UU 12/2011, khususnya dalam Pasal

54 ditegaskan bahwa "Masyarakat

berhak memberikan masukan secara

lisan atau tertulis dalam rangka

penyiapan atau pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

 Pavement condition index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi  perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi dan dapat

Untuk itu dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan untuk menilai pengaruh terhadap return saham adalah Return On Asset (ROA) , Debt to Equity Ratio (DER)

Dengan demikian, dengan konsep tanggung jawab sosial dan moral perusahaan mau dikatakan bahwa suatu perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang

Gambar 4.40 State Diagram Hapus Hasil Lelang Error!. Bookmark

Informasi dan data bergerak melalui kabel-kabel atau tanpa kabel sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar dokumen dan data, mencetak pada printer

Untuk kontek perekonomian dunia, masalah yang dihadapi oleh negara berkembang adalah adanya dominasi negara maju, baik dominasi dalam hal SDM, jaringan, modal dan

Bila suatu organisasi berupaya mendapatkan keuntungan dari komitmen karyawan seperti peningkatan kualitas atau produktivitas, maka organisasi harus menjembatani dan

Menurut hasil wawancara dengan informan 3, bahwa LAZNAS Nurul Hayat menerapkan pengawasan secara langsung. Pengawasan dilakukan oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya