• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deteksi Dini dan Upaya Pencegahan HIV/AIDS serta IMS/PMS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deteksi Dini dan Upaya Pencegahan HIV/AIDS serta IMS/PMS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Infeksi Menular Seksual

PMS atau IMS atau disebut juga STD (Sexxually Transmited Diseases) yaitu merupakan penyakit infeksi yang dapat menular dari seseorang ke orang lain melalui hubungan seksual (Daili, 2007).

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang terutama ditularkan melalui hubungan seksual, yang disebut juga dengan penyakit menular seksual (PMS) atau penyakit kelamin. Beberapa IMS tidak menunjukkan gejala penyakit atau membutuhkan waktu yang lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun baru menunjukkan gejala penyakit (Marr, 1998). IMS adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman, virus, bakteri atau parasit yang dapat menimbulkan penyakit atau sakit di dalam tubuh. Individu yang terinfeksi virus atau bakteri tersebut ada yang menunjukkan gejala ada yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda bahwa tubuhnya telah terinfeksi dan merasa sakit atau tidak merasa sakit (Hakim L,dalam Daili (Editor), 2003).

B. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual

Menurut BKKBN (2003), ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS, di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah :

1. Gonore (GO) 2. Sifilis (raja singa) 3. Herpes genital 4. Klamidia

5. Trikomoniasis vaginalis 6. Kandidiasis vagina

7. Kondiloma akuminata (kutil kelamin) 8. HIV/AIDS

Sedangkan jenis IMS berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut: 1. Bakteri : Chancroid (Haemophillus ducreyi), Chlamydia (Chlamydia

trachomatis), Granuloma inguinale (Klebsiella granulomatis), Gonorrhea (Neisseria gonorrhoeae)

(2)

3. Virus : Virus hepatitis (virus Hepatitis B), Herpes Simplex (virus Herpes Simplex 1, 2), HIV (Human Immunodeficiency Virus), HPV (Human Papilloma Virus)

4. Protozoa : Trichomoniasis (Trichomonas vaginalis)

C. Cara Penularan

Menurut BKKBN (2003), cara penularan IMS/PMS termasuk HIV/AIDS adalah :

1. Hubungan seksual penetratif yang tidak terlindung, baik per vaginal, anal, maupun oral. Hal ini merupakan cara penularan utama (lebih dari 90%). Saat melakukan hubungan seksual secara genitor-genital dapat timbul luka-luka atau radang pada epitel dinding vagina, hubungan seksual secara ano-genital juga lebih memudahkan perlukaan atau radang karena epitel mukosa anus relatif lebih tipis dan lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina. Luka-luka tersebut merupakan jalan masuk mikroorganisme penyebab IMS/ PMS.

2. Dari ibu ke anak: selama kehamilan (HIV/AIDS); pada persalinan (HIV/AIDS, gonore, klamidia); atau sesudah bayi lahir (HIV/AIDS).

3. Melalui transfusi darah, jarum suntik atau kontak langsung dengan cairan darah (Sifillis dan HIV/AIDS).

4. Ada PMS/IMS yang ditularkan karena higiene personal yang tidak baik. Melalui pakaian atau handuk yang sudah terkontaminasi dengan penyebab PMS dan digunakan secara bergantian (trikomoniasis vaginalis).

Menurut UNAIDS & WHO (2008), PMS tidak menular melalui: 1. Duduk bersebelahan dengan penderita PMS.

2. Penggunaan toilet bersama penderita. 3. Bekerja terlalu keras.

4. Menggunakan kolam renang umum, pemandian air panas atau sauna bersama.

5. Berjabatan tangan dengan penderita. 6. Bersin-bersin.

7. Keringat.

(3)

1. Individu tidak berperilaku seks yang aman, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan tentang penyakit tersebut masih rendah, kesulitan mendapatkan kondom atau tidak menyukai kondom serta berkaitan dengan sosial budaya dan agama.

2. Terlambat dalam memperoleh pengobatan, pandangan buruk pada pengidap IMS menyebabkan mereka menarik diri sehingga terlambat mencari pengobatan, fasilitas kesehatan yang memadai tidak tersedia atau bila ada tidak tersedia obat-obat yang dibutuhkan; khusus pada wanita biasanya penyakit timbul tanpa gejala.

3. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional, hal ini disebabkan karena biaya pengobatan yang mahal, rasa khawatir yang berlebihan menyebabkan individu melakukan pengobatan sendiri berdasarkan pengalaman sendiri atau orang lain yang menggunakan obat tersebut.

4. Kegagalan mengajak mitra seks untuk berobat, hal ini karena adanya pandangan buruk terhadap pengidap IMS sehingga individu tidak siap memberikan informasi tentang kondisinya kepada pasangan seks atau pasangan seks tidak siap untuk mendapatkan pengobatan.

Menurut BKKBN (2005), kelompok risiko tinggi tertular IMS: 1. Usia

a. 20 – 34 tahun pada laki – laki b. 16 – 24 tahun pada wanita

Karena pada usia tersebut intensitas hubungan seksual relatif tinggi. 2. Pelancong

3. Pekerja seks komersil atau wanita tuna susila 4. Pekerja panti pijat

5. Pecandu narkotika 6. Homoseksual

(4)

1. Sering berganti-ganti pasangan seksual atau mempunyai lebih dari satu pasangan seksual

2. Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual lainnya. 3. Terus melakukan hubungan seksual; walaupun mempunyai keluhan 4. PMS dan tidak memberitahukan pasangannya mengenai hal tersebut. 5. Tidak menggunakan pelindung (kondom) pada saat berhubungan seksual

dengan pasangan yang berisiko.

D. Gejala-Gejala IMS 1. Gonorea ( GO )

Ada masa tenggang selama 2-10 hari setelah Neisseria gonorrhea masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. Gejala pada laki-laki adalah gatal, panas, nyeri pada waktu kencing, keluar nanah kental kuning kehijauan dari ujung uretra kadang disertai darah, ujung penis agak merah dan bengkak, nyeri pada waktu ereksi. Pada perempuan, 60% kasus tidak menunjukkan gejala. Namun ada juga rasa sakit pada saat kencing dan terdapat keputihan kental berwarna kekuningan, nyeri pada panggul bawah dan juga gangguan menstruasi (Glasier, 2006).

Infeksi pada wanita mulanya hanya mengenai servik uteri, dapat asimptomatik, kadang menimbulkan nyeri pada panggul bawah. Infeksi pada servik tersebut bisa menjadi salpingitis menimbulkan jaringan parut pada tuba sehingga dapat menyebabkan infertilitas (Glasier, 2006).

Gonorea dapat juga ditularkan pada bayi yang baru lahir berupa infeksi pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan (BKKBN, 2003). Untuk diagnosis dari gonorea sendiri dapat dilakukan pemeriksaan kultur sekret yang hasilnya dapat meperlihatkan diplokokus gram-negatif. Terapi yang dapat diberikan pada penyakit ini adalah seftriakson, azitromisin. (Kendall ,2013)

2. Sifilis ( raja singa )

(5)

timbul benjolan disekitar alat kelamin. Kadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah terinfeksi. Gejala ini akan hilang dengan sendirinya dan seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini (BKKBN, 2005).

Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius. Treponema masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh (Fauzi, 2006). Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa, atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung (BKKBN, 2003).

Sifilis mempunyai pengaruh buruk pada janin, dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus (Fauzi, 2006). Untuk menegakan diagnosa sifilis dapat dilakukan pemeriksaan mikroskop lapang-gelap, VDRL/RPR ( non spesifik) : mengukur antibody kardiolpin, titet menurun setelah terapi, dan FTA-Abs (spesifik) tetap posotif setelah terapi. Terapi yang dapat diberikan pada penyakit ini adalah penisilin G, azitromisin, seftriaksone atau eritromisin.

3. Herpes Genital

Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes simplex dengan masa tenggang 3-7 hari sesudah virus masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. Gejala dan tanda-tandanya adalah :

a. Bintil-bintil berair (berkelompok seperti anggur) yang sangat nyeri pada sekitar alat kelamin.

b. Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu hilang sendiri.

(6)

menegakan diagnopsis sementara herpes genitalis, yang harus dikonfirmasi vesikel untuk mendapatkan cairan vesikel atau dengan menggosok dengan ujunga kapas lidi ( setelah mengoleskan logmokain 20% beberapa menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel epitel dan dikirim dalam medium transpor virus untuk pemeriksaan biakan (Llewellyn, 2001).

Terapi yang dapat diberikan pada penderita herpes genitali adalah dengan memberikan asiklovir. Asiklovir dapat bmengirangi keparahan dan lama serangan awal, rekuren serta memperpendek waktu serangan virus jika diberikan pada awal serangan. Obat ini diberikan per oral dengan dosis 200 mg lima kali sehari selama 5 hari (Llewellyn, 2001).

4. Klamidia

Penyakit ini disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Masa tanpa gejala berlangsung 7-21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan (BKKBN, 2005). Pada perempuan gejalanya bisa berupa:

a. Keluarnya cairan dari alat kelamin atau keputihan encer berwarna putih kekuningan.

b. Rasa nyeri di rongga panggul.

c. Perdarahan setelah hubungan seksual. Pada laki-laki gejalanya adalah : a. Rasa nyeri saat kencing.

b. Keluar cairan bening saat kencing

c. Bila ada infeksi lebih lanjut, cairan semakin sering keluar dan bercampur darah (Wiknjosastro, 2005).

(7)

Untuk menegakan diagnosis pada penderita klamidia maka dapat dilakukan pemeriksaan serologi. Sesangkan untuk terapinya dapat diberikan azitromosin atau diksisiklin (Kendall, 2013)

5. Trikomoniasis vaginalis

Trikomoniasis adalah PMS yang disebabkan oleh parasit Trikomonas vaginalis. Masa inkubasi 3-28 hari. Gejala dan tandatandanya adalah : a. Cairan vagina encer, berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau

busuk.

b. Vulva oedem, kemerahan, gatal sehingga pasien merasa tidak nyaman. c. Nyeri saat berhubungan seksual.

d. Nyeri saat kencing. (Glasier, 2006).

Untuk menegakan diagnosa pada penderita trikomoniasis dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik : trikomonas yang bergerak dan leukosit serta tes whiff ( penambahan KOH pada sekret vagina menghasilkan bau senyawa amina yang amis) dapat memberikan hasil yang positif. Untuk terapinya dapat diberikan metronidazole (Kendall, 2013) 6. Kandidiasis vagina

Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Masa inkubasi 3-28 hari. Pada keadaan normal, jamur ini terdapat di kulit maupun di dalam vagina perempuan. Tetapi pada keadaan tertentu, jamur ini meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan. Gejalanya berupa keputihan berwarna putih seperti susu, bergumpal, disertai rasa gatal, panas dan kemerahan pada kelamin dan sekitarnya (Glasier, 2006).

7. Kondiloma Akuminata

(8)

Pada laki-laki mengenai glans penis, ulkus koronarium, frenulum dan batang penis. (Glasier, 2006).

Kutil genitalia jika tidak terlalu banyak dapat diobati dengan podophyllotoxin ( dua kali sehari selama 3 hari, diulangi jika perlu setelah 4 hari) yang dioleskan sendiri oleh pasien, setelah mencukur bulu vulva disekitar kutil atau petugas kesehatan dapat mengoleskan pedofilin 20% dalam tintuyra benzoin kekulit tanpa menyentuh kulit disekitarnya, untuk menghindari rasa terbakar dan ulserasi kulit. Kutil besar atau kutil yang tidak berespon dengan pengobatan medikamentosa, dapat dirawat dengan diatermi atau laser (Llewellyn, 2001)

E. Pencegahan IMS

Untuk mencegah penularan PMS lewat hubungan seks ada tiga cara : 1. Abstinensi (tidak melakukan hubungan seks).

2. Tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.

3. Jika melakukan hubungan seks yang mengandung risiko, dianjurkan menggunakan kondom.

Untuk mencegah penularan melalui alat yang tercemar darah HIV : 1. Semua alat yang menembus kulit dan pembuluh darah (seperti jarum

suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan baik.

2. Jangan menggunakan jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain (Daili, 2007).

Untuk mencegah penularan lewat transfusi darah, perlu skrining terhadap semua darah yang ditransfusikan. Jika darah ini ternyata sudah tercemar, harus dibuang. Skrining darah sudah dilakukan oleh PMI (Depkes, 2007).

F. Pengendalian Infeksi Menular Seksual

(9)

1. Mengurangi pajanan IMS dengan program penyuluhan untuk menjauhkan masyarakat terhadap perilaku berisiko tinggi.

2. Mencegah infeksi dengan anjuran pemakaian kondom saat melakukan hubungan seks bagi yang berperilaku risiko tinggi terhadap IMS/HIV. 3. Meningkatkan kemampuan diagnosis dan pengobatan bagi tenaga

kesehatan serta anjuran kepada pasien untuk mencari pengobatan yang tepat.

4. Membatasi komplikasi IMS dengan melakukan pengobatan dini yang efektif kepada pasien dan pasangannya (Depkes RI 2007)

Upaya pengendalian IMS dengan memberikan konseling yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan mempunyai peran yang sangat penting, mengingat unsur-unsur perubahan perilaku erat kaitannya dengan penyebaran infeksi menular seksual yang merupakan salah satu tujuan program penanggulangan HIV dan AIDS. Konseling atau memberikan edukasi berdasarkan pendekatan kepada pasien IMS yang berkunjung ke dokter atau fasilitas kesehatan merupakan strategi yang baik, dengan melihat biasanya pasien tertarik untuk berbicara tentang penyakit yang sedang dideritanya. Apabila pasien diskusi tentang penyakitnya kepada dokter atau petugas kesehatan, biasanya pasien percaya dengan pendapat dokter atau petugas kesehatan. Penjelasan dan informasi tentang penyakitnya yang lengkap, dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan dan kemungkinan dapat menekan komplikasi penyakit serta mempercepat penyembuhan (Daili, 1997).

Kontak pasien IMS dengan petugas kesehatan dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku seks yang aman dan mengedukasi pasien bagaimana meminimalkan atau menghindarkan risiko tertular dan menularkan IMS/HIV kepada orang lain. Pasien harus di beritahu bagaimana cara menggunakan kondom yang benar. WHO menganjurkan fasilitas kesehatan yang menangani pasien IMS agar menyediakan kondom, yang dapat diperoleh secara cuma-cuma maupun dapat dibeli dengan harga terjangkau (WHO, 1997).

(10)

dapat dilakukan secara mendalam, perubahan sikap/perilaku pasien dapat lebih cepat terjadi serta dokter dapat memberikan penilaian atas reaksi pasien (Daili, 1997)

Kendala atau hambatan pengendalian IMS dengan merubah perilaku kelompok yang melakukan kegiatan seks beresiko tinggi berkaitan dengan masalah :

1. Gender : Hambatan ini timbul karena adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pria dan wanita, dan dari harapan yang berbeda, serta nilai-nilai yang berhubungan dengan seksualitas pria dan wanita. Sehingga mereka berada dalam posisi yang tidak dapat melindungi diri sendiri, meskipun sebenarnya mereka menginginkannya.

2. Adat kebiasaan, dapat membantu atau menghalangi kemampuan pasien untuk berubah.

3. Agama, dalam keadaan tertentu agama dapat mendukung perubahan perilaku seksual. Namun agama juga dapat menjadi penghalang utama perubahan. perilaku seks dan menghambat diskusi terbuka mengenai seks dan beberapa upaya proteksi.

4. Kemiskinan, gangguan pergolakan sosial. Dalam kondisi ini, wanita dan anakanak perempuan, kadang-kadang juga anak laki-laki sering dipaksa untuk melakukan kegiatan seks untuk mendapatkan uang atau barang agar mereka dapat bertahan hidup. (Daili, 1997)

Ada beberapa faktor yang merupakan tantangan pengendalian IMS dan HIV, yaitu :

1. Sulitnya merubah perilaku seks bersiko, karena perilaku seksual bersifat sangat pribadi dan mendasar sehingga sangat sulit untuk diubah.

2. Masalah seksual tabu untuk dibahas, akibatnya kasus IMS banyak yang tidak dilaporkan.

(11)

4. Pengobatan tidak selalu mudah dan efektif, hal ini karena adanya resistensi kuman terhadap obat mengharuskan kita mencari alternatif pengganti obat yang tepat, yang biasanya harga lebih mahal. (Daili, 1997)

G. HIV/AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit ini adalah kumpulan gejala akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi virus HIV. HIV sendiri adalah singkatan dari Human Immuno Virus. Orang yang terinfeksi oleh virus ini ini tidak dapat mengatasi masuknya infeksi penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya menurun terus secara drastis (Glasier, 2006).

HIV terdapat pada seluruh cairan tubuh manusia, tetapi yang biasa menularkan hanya yang terdapat pada sperma (air mani), darah dan cairan vagina. Dengan demikian cara penularannya adalah sebagai berikut :

a. Berganti-ganti pasangan seksual atau berhubungan dengan orang yang positif terinfeksi HIV tanpa menggunakan pelindung atau kondom.

b. Memakai jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV. c. Menerima transfusi darah yang tercemar HIV.

d. Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan menularkan ke bayi dalam kandungannya (Daili, 2007).

(12)

Terdapat 4 (empat) prong yang harus diupayakan untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak atau bisa disebut dengan Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT), yaitu:

1. Prong 1: Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia Reproduksi. Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah perempuan usia reproduksi dari tertular HIV. Strategi ini bisa juga dinamakan pencegahan primer (primary prevention). Untuk menghindari penularan HIV, pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat menggunakan konsep “ABCD”, yaitu :

a. A (Abstinence), artinya Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah.

b. B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan);

c. C (Condom), artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan Kondom.

d. D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan pada Prong 1, merupakan pencegahan primer antara lain:

a. Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HIVAIDS baik secara individu maupun secara kelompok.

b. Mobilisasi masyarakat

c. Layanan Konseling dan Tes HIV

(13)

d. Konseling untuk perempuan HIV negatif

2. Prong 2: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan HIV Positif.

Pada dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak disarakan untuk hamil. Untuk itu perlu adanya layanan konseling dan tesHIV serta sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas serta penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif akan membantu perempuan HIV positif dalam melakukan hubungan seks yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Ibu HIV positif akan yakin untuk tidak menambah jumlah anak karena mempertimbangkan risiko penularan pada bayi yang dikandungnya.

Dengan adanya kemajuan intervensi PPIA, ibu HIV positif dapat merencanakan kehamilannya dan dapat diupayakan agar anak yang dikandungnya tidak terinfeksi HIV. Konselor memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi, baik tentang kemungkinan terjadinya penularan, peluang anak untuk tidak terinfeksi HIV, juga konseling bahwa wanita HIV positif yang belum terindikasi terapi ARV bila memutuskan untuk hamil akan menerima ARV seumur hidupnya. Namun ibu HIV positif yang berhak menentukan keputusannya sendiri setelah berdiskusi dengan suami atau keluarganya. Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi.

Beberapa aktivitas untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif antara lain:

a. Mengadakan KIE tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman b. Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan

c. Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS d. Melakukan promosi penggunaan kondom

e. Menganjurkan perempuan HIV positif mengikuti keluarga berencana dengan cara yang tepat

(14)

g. Membentuk dan menjalankan layanan rujukan bagi perempuan HIV positif yang merencanakan kehamilan

3. Prong 3: Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil HIV Positif ke Anak Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti dari intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Bentuk-bentuk intervensi tersebut adalah :

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif

b. Layanan konseling dan tes HIV atas inisiatif petugas kesehatan c. Pemberian terapi antiretroviral

d. Persalinan yang aman

e. Tatalaksana pemberian makanan terbaik bagi bayi dan anak f. Mengatur kehamilan dan mengakhiri reproduksi

g. Pemberian ARV profilaksis pada anak h. Pemeriksaan diagnostik pada anak

4. Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu HIV Positif Beserta Anak dan Keluarganya

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Ibu tersebut akan terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, ia membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Sangat penting dijaga faktor kerahasiaan status HIV si ibu. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu HIV positif antara lain:

a. Pengobatan ARV jangka panjang. b. Pengobatan gejala penyakitnya.

c. Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 ataupun viral load ).

d. Konseling dan dukungan untuk kontrasepsi dan pengakhiran reproduksi. e. Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi.

(15)

g. Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya.

h. Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat. i. Kunjungan ke rumah (home visit).

j. Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu HIV positif.

k. Adanya pendamping saat sedang dirawat. l. Dukungan dari pasangan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena yang ada pada saat ini dan adanya perbedaan pada hasil penelitian terdahulu yang didapat, maka penpat eliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara pola asuh

Vagyis minden, amit a Flusser kifejezésével élve a „black box” tárol és látszólag a szubjektumtól függetlenül működő apparátus belső mechanizmusa (szoftverek, programok,

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan koherensi yang terdapat pada editorial Tribun Pontianak yaitu hubungan penunjukan atau

Dengan nilai probabilitas yang lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa Ekuitas Merek (EM) dalam penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kotak plastik ukuran 15x12 cm yang sebelumnya telah di isi beras sebanyak 100g sebagai tempat hidup dan makanannya kemudian ditutup dengan kain kasa. Adapun

Kriteria penelitian dalam sampel ini adalah hanya auditor senior yang bekerja pada KAP Jakarta Barat, yaitu sebanyak tiga atau empat orang auditor senior dalam satu kantor

Laju pertumbuhan spesifik (µ) yang diperoleh (Gambar 12) lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Richana (2006), yang menunjukkan laju pertumbuhan spesifik biomassa

Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan