Dflll .'Cfllldmilyfl Y01101I-),011011 di )llIlIIi IIlclifadi YClIa dmtlalllillclifadi lillla,
dilnlll)la1tknH kcyadnllya llljllh lallt lagl sCllldah kcrlllgllya, 1Ilcaya [ldnk akmr habts-habtsilya dililliskmt kalililat Allah. SClllllll5ltllllya Allah Maha pcrkasa [agt Malta Byaksmta
(ag. L1I1111fl11 :27)
l,-,IIUll.mL
hikmah (ilmu) itu laksana binatang liar bagi orang mukmin,
11<umjJ'Ll11ia menemukannya maIm i,l. berhak memilikinya
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
'1(arya 1{eci{ Ini 1{upersem6ali/?sln
EFIKASI DUA MACAM FORMULA TERMITISIDA LENTREK 400 EC
TERHADAP RA YAP TANAH Coptotermes cllrl'ignathlls HOLMGREN
Oleh:
RISMA DEWI HIDAYAH
E 31.0898
JURUSAN TEKNOLOG! HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTAN1AN BOGOR
f
RINGKASAN
Risma Dewi HidayahlE.310898. Efikasi Dua Macam Formula TCI'mitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coptotermes cllrJlignatlllls Holmgren. Di bawah bimbingan Prof. Dr. II'. Rndy C. Tarumingkeng, MF dan Dr. II'. H. Dodi Nandika, MS.
Pemanfaatan kayu di Indonesia pada masa-masa mendatang akan semakin meningkat seiring dengan laju pembangunan dan kemajuan teknologi. Terbukti dengan berkembangnya industri perkayuan secara pesat yang membutuhkan bahan baku. Disamping itu dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maIm permintaan kayu pun semakin meningkat. Kebutuhan ini terutama untuk menunjang pembailgllllan perumahan dan bangunan gedung yang sebagian menggunakan kayu sebagai bahan baku.
Sementara itu Indonesia mempunyai sumber daya hutan seluas 143 juta ha dengan jenis pohon yang beraneka ragam (± 4000 jenis kayu), tetapi sebagian besar (80 - 85%) tergolong kelas mvet rendah (kelas awet III, IV, dan V).
Di pihak lain, Indonesia yang terletak di wilayah tropika merupakan tempat hid up yang cocok bagi berbagai jenis serangga perusak kayu. Salah satu golongan serangga perusak kayu yang banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah. Di Indonesia sampai saat ini terdapat tidak kUfang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng, 1971). Dari sekian banyak jenis rayap ternyata yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah (subterranean termite). Rayap dapat mengakibatkan kayu atau barang berharga yang mengandung selulosa mengalami kerusakan dan tidak Jarang mengakibatkan gedung rusak. Oleh karena itu pencegahan kerusakan kayu dari serangan rayap terutama rayap tanah merupakan masalah yang strategis. Salah satu upaya untuk menambah daya tahan kayu terhadap serangan rayap adalah melalui pengawetan kayu.
Dalam kaitan ini salah satu bahan pengawet yang telah terdaftar di Indonesia sejak tahun 1987 adalah Lentrek 400 EC. Pada tahun 1998 telah dikembangkan Lentrek 400 EC dengan formula baru, Namun demikian belum diketahui tingkat keampuhannya.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui keampuhan dua rnacam formula Lentrek 400 EC sebagai termitiside. untuk mencegah serangan rayap tanah
dengan ukuran 2,5 x 2,0 x 0,5 em dalam keadaan kering udara. Dari masing-masing
formula Lentrek 400 EC dibuat larutan dengan tingkat konsentrasi 0,625 %, 1,25 %,
1,875 %, 2,5 %, 3,125 % dan 3,75 %. Setiap eontoh uji dilabur dengan larutan
termitisida Lentrek 400 EC sesuai dengan konsentrasi yang telah diberikan dengan dosis
250 mllm21uas permukaan. Setiap eontoh uji diaplikasi dengan satu tingkat konsentrasi. Sebagai kontrol dipersiapkan pula eontoh uji yang diaplikasi dengan pelarut saja. Contoh
uji dimasukkan ke dalam botol dengan eara meletakkannya berdiri pada da5ar botol, ke
dalam masing-masing botol tersebut dimasukkan 2'JO gram pasir lembab diln 200 ekor
rayap yang sehat (aktif) terdiri atas 90% rayap pekerja. Kemudian botol tersebut
disimpan di kamar gelap selama empat minggu.
Respon yang diukur adalah mortalitas rayap dan derajat proteksi contoh UJI
dengan skala nilai sebagai berikut: utuhltidak terserang (s: 5%) nilai 100, terserang ringan (6-15%) nilai 90, terserang sedang (16-50%) nilai -10, terserang hebat (51-90%) nilai 40, dan terserang hebat sekali (>90%) nilai O. Untuk menilai pengaruh konsentrasi bahan
pengawet Lentrek 400 EC terhadap mortalitas rayap dilakukan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan uji beda rata-rata (t-Dunnet test) sedangkan derajat proteksinya dianalisis
secm'a statistik nonparametrik (uji Kruskal Wallis). Tingkat perbedaan dinyatakan dalam
taraf 5% dan 1 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah CoptofermeS clIl"vignafhlfs pada eontoh uji kontrol adalah 21,2 % sedangkan pada eontoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula lama minimal 99,6 % sementara itu l:ntuk
contoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula. baru adalah 99,3 %. Hal
ini berarti bahwa pemberian bahan pengawet Lentrek 400 EC untuk kedua jenis formula
mengakibatkan kematian rayap C. clIrvignathus yang cukup tinggi. Sebaliknya pada contoh uji kontrol tingkat mortalitas yang terjadi cukup rendah yang berarti pada tingkat
ini daya tahan rayap tanah C. clirvignafhlfs cukup tinggi. Adanya kematian rayap pada contoh uji kontrol diduga karena faktOl lingkungan baru yang kurang sesuai dengan
kehidupan rayap.
Sementara itu rata-rata derajat proteksi contoh uji yang diawetkan dengan Lentrek
400 EC formula lama dan formula baru pada semua konsentrasi yang diuji adalah 100
diawetkan tidak mendapat serangall rayap C. curvignathus (utuh) sedangkan contoh uji kontrol mendapat serangan sedang sampai hebat. Hal ini berarti semua konsentrasi bahan pengawet Lentrek 400 EC (formula lama dan formula baru) yang diuji mampu me;lingkatkan keawetan contoh uji dari serangan rayap tanah.
EFIKASI IilUA MACAM FORMULA TERMITISIDA LENTREK 400 EC
TERHADAP RAYAP TANAH
Coptoterilles clln>ignatizlls
HOLMGRENOleh:
RISMA DEWI HIDAYAH
E 31.0&98
S01'psi
Se6agai Safafi Satu Syarat
Vntul(memperofefi gefar smjana
ParIa Pal(uftas 1(efiutanan, Institut Peltanian (]Jogot
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTASKEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
J udul Penelitian Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC
Terhadap Rayap Tanah Coptolermes curvignathus
Nama Mahasiswa
NomorPokok
HOLMGREN
Risma Dewi Hidayah
E 31.0898
Menyetujui :
Ketua Komisi Pembimbing
(Prof Of. If. Rudy C. Tarumingkeng, MF) Tanggal :
18 -
セ@-
|GZ|セGZ|@Mengetahui :
Anggota Komisi Pembimbing
(Of. If. H. Dodi Nandika, MS) Tanggal: \8, - ;;< -
\q q
Teknologi Hasil Hutan
セセiAエ[セゥセZセセAャャャオャ。ZIQヲAョ@ Institut Pertanian Bogor
d<
RIW A YAT IIIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmaiaya, Jawa Barat pada tanggal 18 November
1975, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara dari Ayah Drs. Wahyu Juandi dan
Ibunda Ihah Solihah.
Pendidikan dasar dimulai tahun 1982 di SD Negeri Banjarsari, Kecamatan
Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus tahun 1988, Pada tahun yang sarna
penulis masuk SMP Negeri Panumbangan dan lulus pada tahun 1991. Kemudian
melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri Panumbangan dan
lulus tahun 1994. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada
tahun 1994 me1alui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pada tahun 1995
penulis diterima di Fakultas KehutanarY , Jurusan Teknologi Rasil Rutan dengan
program studi Pengolahan Rasil Rutan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan, penulis
melakukan penelitian dalam bidang proteksi dan peningkatan mutu dengan judul
Efikasi Dua Macam Formula Termitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap
Tanah Coptotermes cllrl'ignatlllls Holmgren, dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rudy
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah membenkan Rahmat dan Hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tugas akhir (skripsi) dengan judul Efikasi Dua Macam
Formula Termitisida Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Tanah Coplolermes clIl'vigllalhlls Holmgren.
PCllulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini banyak
dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan lcepada :
1. Bapak dan Mamah yang sen anti as a berdoa untuk keberhasilan penulis atas dorongan dan kasih sayangnya.
2. Prof Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, MF dan Dr. Ir. H. Dodi Nandika, MS selaku
dosen pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan kebaikan beliau sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Ir M. Chamim Mashar, MM selaku closen penguji dari jurusan Manajemen Hutan
dan Ir. Tutut Sunarminto selaku dosen penguji dari jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan.
4. A' Enjang S.pd yang selalu memberi motivasi dan dorongan kepada penulis
selama ini dan keluarga.
5. A' Teteng Muhammad Taufik dan Adikku Sinta Susilawati atas Suppo11nya serta
Dede atas do'anya.
6. Mang Agus S.pd, Beh Eros S.pd dan keluarga di Banjarsari atas do'a dan
bantuannya serta Osellia Esa Muslimawati yang Lucu.
7. Mba'ku tersayang Ir. Dewi Asnita, terima kasih atas segal a bantuan, saran,
nasehat dan pengertiannya selama ini.
8. Sahabat Terbaikku : Sefrina S.hut, Dedeh S.hut, dan Eva Rahmifa atas kritik,
9. Teman-teman seperJuangan Igun S.hut, Wanti S.hut, Ari S.hut atas segala
bantuannya.
10. A' Tatang atas kebaikannya mengantar penulis pertama kali studi di sini dan Ma'
Uwo di Cibanteng atas kekeluargaannya.
1 1. Mba' Diba. Ibu Nani, Mba' Nana, Pa Yudi dan Pa Rudy atas pengarahannya
selal11a penulis penelitian serta Mba' Retno dan Mas Addin at as segala informasi
da,l bukunya.
12. Pak Anhari selaku laboran dan Laboratorium Hama dan Penyakit Hasil Hutan
P AU dan Pak Endun atas bantuan dan kerja samanya.
13. Teman-teman PKL PT. Diamond Raya Timber: Untari S.hut, Dini dan Yayat,
Mamat S.hut, Enno, Harry dan Iful atas kekompakannya.
14. Warga Aulia : Wiwi S.hut (terima kasih atas bantuannya), Donna, Vera, Anna,
Ibad, Erti, Eva, Aji, Nunung dan Ola atas kebersamaan dan kekeluargaannya
selal11a penulis tinggal dan Agustin.
15. Reka.n-rekan di THH'31 : Rina, Rahma, Vanny, Isti, Irma S.hut, Arrita S.hut,
Amal, Fitri, Fina, Wawa, Sari, Ewo, Ocek, Ruwed, Heru S.hut, Gege, Teguh,
Wisnu, Oli, Husef, Marwan, Irwan, Freddy S.hut , David dan lainnya.
16. Sel11ua Pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dad sempurna, oleh karena itu kritik
dan.saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk l11enyel11purnakan
skripsi ini.
Alehirnya penulis berharap semoga skrip>i ini bermanfaat bagi berbagai pihak
yang mel11butuhkannya.
Bogor, Februari 1999
Penulis
DAFTARISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... .
DAFTAR lSI ... 111
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... VI
DAFTAR LAMPIRAN ... VlI
1. PENDAHULUAN ... .
A. Latar Belakang ... .
B Tujuan ... .
n.
TlNJAUAN PUSTAKA ... ..A. Rayap ... .
1. Biologi dan Ekologi Rayap ... ..
2. Rayap Tanah dan Penyerangannya ... ..
3. Rayap Tanah Coptotermes clIl'Vignati1l1s HOLMGREN ... ..
B. Pengendalian Serangan Rayap ... ..
1. Pengawetan Kayu ... ..
2. Perlakuan Tallah ... .
C. Senyawa Chlorpyrifos ... .
, B.Metode Penelitian ... 15
I. Pembuatan Contoh Uji ... 15
2. Pembuatan Larutan Bahan Pengawet ... 15
3. Pengawetan Contoh Uji ... .'.. 15
4. ProsesPengumpanan ... 16
5. Pengumpulan Data ... 17
6. Rancangan Percobaan ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
A. MOlialitas Rayap ... 19
B. Derajat Proteksi ... 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMP IRAN
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
I. Derajat Proteksi 17
2. Rata-rata mortalitas Rayap Tanah C. curvignathus Holmgren
pada Setiap Contoh Uji ... ... 19 J. Rata-rata Derajat Proteksi Rayap Tanah C. cllrvignathus Holmgren
pdda Setiap Contoh Uji ... ... ... 22
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Struktur Kimia Chlorpyrifos 11
2. Botol Pengumpanan Contoh Uji Pada Rayap C. curvignathus ... 16 3. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Lentrek 400 EC
dan Mortalitas Rayap C. curvignathus ... 21 4. Histogram Hubungan Antam Konsentrasi Lentrek 400 EC
dan Derajat Proteksi Contoh Uji ... 23
5. Kasta pekerja Rayap Tanah C. cl!rvignathus Holmgren ... 24 6. Kasta Prajurit Rayap Tanah C. c1fl'vignathlls Holmgren ... 24
7. Contoh Uji Kontrol Setelah 28 Hari Pengumpanan
Terhadap Rayap Tanah C. clIl'vignathlls ... .. 25 8. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama Setelah 28 Hari
PengumpananTerhadap Rayap Tanah C.clIrvignathlis ... 26 9. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Baru Setelah 28 Hari
Pengul11pananTerhadap Rayap Tanah C. clirvignathus ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. MOltalitas Rayap Tanah C. curvignalhlls Pada Setiap Contoh Uji 32
2. Mortalitas Rayap Tanah C. c1Irvignalhlls Setelah DitarAnsfofll1asikan
Dengan arcsin セE@ ... , ... , ... , ... ,... 33
3. Analisis Keragaman Mortalitas Rayap Tanah C. curvignalhlls ... 34
4. Uji Beda Rata-rata (I Dunnett lest) Mortalitas Rayap C. curvignalhus
Pdda Perlakuan Lentrek 400
Ee
Formula Lama ... 355. Uji Beda Rata-rata (t Dunnetllesl) MortaEtas Rayap C. curvignathu.l'
Pada Perlakuan Lentrek 400
Ee
Formula Bani .... " ... " ... ,... 366. Nilai Deraj.lt Proteksi Serangan Rayap C. cllrvignathll.l'
Peda Setiap Contoh Uji ... " .... , ... ,... 37
7. Hasil Uji I<ruskal WaHis Pada Derajat Proteksi Contoh Uji .. " .. ,... 38
I. PENDAHULUAN
A. LataI' Belakang
Pemanfaatan kayu di Indonesia pada masa-masa mendatang akan semakin
tenlS meningkat seiring dengan laju pembangunan nasional dan kemajuan
teknologi. Terbukti dengan berkembangnya industri perkayuan secara pesat
yang l11enlbutuhkan ban yak baban baku. Di sal11ping itu dengan semakin
bertambabnya jUl11lah penduduk l11aka permintaan kayu pun scmakin meningkat.
Kebutuhan ini terutama untuk menunjang pembangunan peru mahan dan
bangunan gedung yang sebagian menggunakan kayu sebagai bahan bangunan.
Dalal11 dua puluh terakhir ini kebutuhan akan bangunan (perumahan) teras a
l11eningkat dengan cepat. Menyadari akan hal itu maim sejak awal Pelita Ill,
pemerintah telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah
peru mahan dan menempatkannya sebagai salah satu program nasional. Hal ini
terbukti dengan terus dilaksanakannya pembangunan rumah-rumah sederhana
secara besar-besaran di berbagai kota di Indonesia (Nandika,1983). Salah satu
komponen yang penting dalam pembangunan perumahan adalah kayu, oleh
karen a itu peningkatan pembangunan peru mahan juga mendorong pemakaian
kayu yang makin besar, sehingga diperkirakan pada Pelita VI akan dibutuhkan
kayu 807.752,14 m3 (Jamali, 1996).
Sementara itu Indonesia mempunyai sumber daya hutan seluas 143 juta Ha
dengan jenis pohon yang beraneka ragam (± 4000 jenis kayu), tetapi sebagian besar (80-85%) tergolong ke dalam kelas awet rendah (kelas awet III, IV, V).
Di samping itu selama peri ode 1981-1990, kerusakan hutan alam di
Indonesia sekitar 1,3 juta Ha per tahun atau 1,21% per tahun (Barbier, et all,
1994 dalam Kartodihardjo, 1998). Seiring dengan ilu target produksi kayu bulat
2
bijaksana dan seefisien mungkin agar kemungkinan suplai bah an baku dan
pel11anfaatannya terus dapat dikembangkan.
Di pihak lain, Indonesia yang terletak di wilayah tropika mempakan tel11pat
hidup yang sangat cocok bagi berbagai jenis serangga perusak kayu. Salah satu
golongan serangga perusak kayu yang banyak menimbulkan kerusakan adalah
rayap. Di Indonesia sampai saat ini terdapat tidak kurang dari 200 jenis rayap
(Tarul11ingkeng, 1971). Dari sekian banyak jenis rayap, ternyata yang paling
banyak menimbulkan kerugian adalah rayap tanah (subterranean termite).
Rayap dapat mengakibatkan kayu atau barang berharga yang l11engandung
selulosa l11engalal11i kerusakan dan tidak jarang mengakibatkan gedung rusak.
Oleb karena itu pencegahan kerusakan kayu dari serangan rayap terutama rayap
tanah, l1lerupakan masalah yang sangat strategis. Salah satu upaya untuk
menal1lbah daya tahan kayu terhadap serangan rayap adalah melalui pengawetan
kayu. Melalui usaha ini diharapkan umUf pakai pakai kayu bertambah dan secara
ekonomis menguntungkan terutama dalam pemanfaatan jenis kayu yang
keawetannya rendah.
Salah satu bahan pengawet yang terc!aftar di Indonesia adalah Lentrek 400
EC (Chlorpyrifos 400 gr/lt) yang terl1lasuk kedalam golongan fosfat organik
(Orgol/o ーィッセーィッエ・ウI@ dengan nama kimia
O,0-Diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate. Senyawa fosfc.t organik bersifat anti CHE (Choline Esterase), enZlm yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Chlorpyrifos telah digunakan sebagai insektisida dengan spektrum yang luas. Di
banyak negara Chlorpyrifos telah digunakan secara luas untuk memberantas
rayap kayu kering dan rayap tanah, antara lain di Amerika Serikat, Kanada,
Jepang, Australia dan Filipina.
Lentrek 400 EC berbentuk pekatan teremulsi (emulsifiobel concentrates)
yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyal1lpurannya
agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air (Tarumingkeng,
1992). Formula Lentrek 400 EC dipasa,kan sejak tahun 1987 dan telah dikenal
3
Lentrek 400 EC dengan formulasi baru. Namun demikian formula baru tersebut belum diketahui tingkat keampuhannya.
Sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, dirasakan perlu melakukan penelitian untuk mengetahui keampuhan dua macam formula tennitisida Lentrek 400 EC sebagai termitisida untuk mencegah serangan rayap tanah (Coptolermes curvignathus Holmgren).
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keampuhan (efikasi) dua macam formula termitisida Lentrek 400 EC sebagai pencegah serangan rayap tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rayap
1. Biologi dan Ekologi Rayap
Rayap adalah serangga ywg ukuran badannya sangat kecil sampm
sedang, hidup dalam kelompok-kelompok sosial dengan kasta yang
berkembang sempurna. Dalam sebuah koloni terdapat serangga yang
bersayap, tidak bersayap dan ada juga yang bersayap pendek. Sayapnya
berjumlah dua pasang yang menempel pada bagian thoraks dan berbentuk
selaput, dengan pertulangan sederhanu dan retikulata. Bentuk dan ukuran
sayap depan sama dengan sayap belakang dan sebab itu ordonya dinamabn
Isoptera (iso=sama, ptera=sayap) (Borror dan De Long, 1951).
Awal pembentukan suatu koloni dimulai pada masa bersialang
(Swarming), dimana keadaan kelembaban dan suhu lingkungan sangat sesuai untuk keluarnya kasta pembiak bersayap (laron) dari sarang yang berumur dua
tahun atau lebih dalam jumlah yang besar dan pembiak (laron) ini akan
meninggalkan koloninya t",rhang dalam jarak yang tidak begitu jauh, kawin
dan melepaskan sayapnya. Beberapa individu akan bertahan hidup dan mulai
membentuk koloni baru (Tarumingkeng, 1971).
Dalam setiap koloni terdapat 3 kasta yang menurut fungsinya
masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (primer
dan skunder). Dalam penggolongan ini bentuk (morfologi) dari setiap kasta
sesuai dengan fungsinya masing-masing (Tambunan dan Nandika, 1982).
Menurut Tarumingkeng (I 971), adanya perbedaan bentuk tubuh dan fungsi pada rayap membuat dalam suatu koloni terdapat beberapa kasta yaitu :
a. Kasta pekel'ja
Kasta pekerja merupakan anggota yang terbesar dalam koloni,
berbentuk seperti nimfa dan berwarna keputih-putihan, dengan kepala
hipognath (sumbu kepala tegak lurus sumbu badan) tanpa mata fasel.
5
digunakan untuk menggigit kayu dan bahan-bahan makanan lainnya.
Tugas pekelja adalah memberi makan anggota-anggota koloni lainnya,
merawat telur serta membuat dan merawat sarang. Mereka mengatur
efektivitas koloni dengan jalan membunuh dan mamakan individu-individu
yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya.
b. Kasta reproduktif
Kasta reproduktif primer merupakan imago-imago bersayap yang
menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Imago-imago bersayap ini terbang
meninggalkan sarang dalam jumlah besar, biasanya pad a musil11 hujan dan
pada waktu sore atau malam hari. Masa penerbangan ini merupakan l11asa·
perkawinan, dimana sepasang imago jantan dan betina bertel11u dan segera
menanggalkan sayapnya kemudian mencari tempat yang sesuai didalam
tanah atau kayu. Setelah kopulasi ratu menghasilkan telur. Pada beberapa
jenis Famili Rhinotermitidae dan Termitidae, abdomen imago betina dapat
menjadi gemuk dan mencapai panjang sampai 8 cm. Seekor ratu dapat
hidllP antma 6-20 tahun bahkan sampai berpulllh-pulllh tahlln. Pekerjaan
semasa hidupnya hanya menghasilkan telur, sedal1gkan makannya dilayani
oleh para pekerja.
Pada kasta reproduktif suplementer sayapnya telah mengalami
degenerasi sehinggga hanya berupa tonjolan sayap saja atau tidak bersayap
sarna sekali. Kasta ini muncul apabila reproduktif primer atau koloni
membutuhkan penambahan reproduktif skllnder (Neoten). Neoten juga
akan terbentuk jika sebagian koloni terpisah (terisolasi) dari sarang
utamanya, sehingga suatu koloni baru akan terbentuk. Kasta ini dapat
terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang besar sesuai dengan
perkembangan koloni.
c. {(asta prajurit
Kasta prajurit dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dengan
sklerotisasi yang kuat. Anggota-anggota kasta ini mempunyai rahang
6
demikian besar maka tidak dapat digunakan untuk menggigit makanannya
sendiri, sehingga harus dilayani oleh kasta pekerja. Berdasarkan bentuk
dari kasta prajuritnya, rayap dapat dibedakan atas 2 kelompok yaitu tipe
mandibulate dan tipe nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajurit
mempunyai rahang (mandibel) yang kua! dan besar tanpa rostum,
sedangkan tipe nasuti mempunyai rostum yang panjang tapi mandibelnya
kecil. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni, terhadap gangguan
dari luar.
Rayap dalam hidupnya mempunyal beberapa sifat yang khas
(Tambunan dan Nandika, 1982) yaitu :
(a) Sifat trofalaksis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul dan saling menjilal
serto mengadakan peliukaran bahan makanan.
(b) sifat kriptobiotik, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak
berlaku untuk rayap yang bersayap (laron) yang selama periode pendek
mereka memerlukan cahaya.
(c) Sifat nel{rofagi, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.
(d) sifat kanibalistik, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang
lemah atau sakit.
Menurut Nandika (1983), pada prinsipnya makanan utama rayap adalah
selulosa. Oleh karena itu kayu dan jaringan tanaman lainnya yang merupakan
"gudang selulosa" merupakan sasaran serangga rayap. Bahkan lebih daripada
itu, dengan ukuran populasinya yang sangat besa[ disertai daya jelajah yang
tinggi maka rayap mampu menjangkau dan merusak beraneka ragam bahkan
yang menjadi kepentingan manusia seperti kertas, karton, kain, plastik dan
lain-lain. Sasarannyapun kadang-kadang terletak jauh dari sarangnya.
Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa bangunan atau peru mahan
yang bertingkat sekalipun seringkali rusak akibat serangan rayap. Tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa rayap mempunyai dampak ebnomis yang
cukup besar dalam kehidupan manusia. Salah satunya memperpendek umur
7
Menurut Supriana (1983), ada dua kelompok rayap yang lazim
menyerang kayu dan menimbulkan kerugian besar. Kelompok pertama adalah
rayap kayu kering dan kedua adalah rayap tanah. Kedua kelompok tersebut
memerlukan kondisi lingkungan yang berbeda- beda bagi perkembangan dan
pertumbuhannya.
2. Rayap Tanah dan Penyerangannya
Harris (1971), mengatakan bahwa kerusakan terbesar seeara ekonomis
pacla pe.1ggunaan kayu sebagai bahan bangunan adalah akibat serangan rayap.
Dari sekian banyak jenis rayap ternyata yang paling banyak menimbulkan
masalah adalah golongan rayap subteran.
Rayap subteran adalah golongan rayap yang bersarang di dalam tanah
dan telah membangun liang-liang kembara yang menghubungkan sarang
dengan benda yang c1iserangnya. Golongan rayap ini selalu membutuhkan
kelembaban yang tinggi dalam kehiclupannya (Nandika,1983).
Hunt dan Garrat (I 967), menyebutkan bahwa rayap subteran adalah rayap yang sarangnya terletak di dalam tanah, atau apabila ia berada diatas
permukaan tanah maka ia selalu mempunyai hubungan dengan tanah lembab
untuk memperoleh kelembaban demi kelangsungan hidupnya.
Seeara aeak rayap akan menyerang baik kayu lapuk maupun kayu sehat,
tapi bila rayap diharuskan memilih anlar kayu lapuk dan kayu sehat maka
rayap akan eenderung memilih kayu yang lapuk. Rayap lebih menyukai kayu
yang lapuk oleh jamur karena mereka tertarik oleh berbagai senyawaan yang
terdapat pada kayu lapuk dan di dalam miselium, bahkan bau dari jamur dapat
menstimulin rayap untuk makan dan membuat liang-liang kembara
(beeker,1976 dalam Nandika, 1983).
Menurut Hunt dan Garrat (1967), adanya rayap tanah dalam suatu
bangunan mungkin tidak diketahui sarnpai bagian-bagian kayu yang parah
serangannya mulai memperlihatkan kerusakan. Sebaliknya ada landa-landa
leltentu, seperti terdapat saluran dari tanah pada pondasi-pondasi bata, batu
8
dan beton/pip a pemanas dan semacamnya, serta munculnya
serangga-serangga bersayap secara musiman yang seringkali tidak menunjukkan adanya
serangan sebelum serangga tersebut menimbulkan kerusakan yang lebih besar.
Adanya rongga di dalam tiang-tiang dan kayu besar lainnya yang terserang
berat dapat diketahui dari menurunnya resonansi kayu bila dipukul. Ciri-ciri
tertentu dari saluran rayap tanah ini berupa bintik -bintik lonjong dan kotor,
yang dapat dibuat pada dinding-dinding saluran dengan cara mengendapkan
telesan dari kotoran cair dan frass yang aneh yang ditambalkan oleh rayap itu
untuk menutup rongga-rongga dan jalan-jalan yang tidak terpakai lagi.
Serangan rayap subteran pada bangunan dan perumahan dapat teljadi
melalui berbagai cara antara lain: (a) hubungan langsung antara tanah dan
kayu,misalnya pada tiang-tiang tanah, liang tilpon, dan lain-lain, (b) melalLIi
retakan-retakan atau rongga-rongga dalam tembok dan ( c) dengan membllat
liang-liang kembara diatas permukaan kayu, beton, pipa, dan sebagainya
(Anderson, 1960 dalam Nandika, 1983).
3. Rayap tanah Coptote/'/I1es clll'l'ignat/zus HOLMGREN
Coptolermes cllrvignalhus Holmgren termasllk rayap sllbteran yang paling luas serangannya di Indonesia. Menurut Tarumingkeng (1971),
Coptotermes cllrvignal/ws merupakaI; genus yang terbesar dari famili
Rhinotermitidae. Cop/olermes banY2.k terdapat didatanm rendah yang bercurah hujan tinggi. Rayap ini memerlukan air dalam jumlah besar dan
kelembaban nisbi yang tinggi, oleh karena itu serangannya banyak terjadi
pada bulan agustus-oktober.
Menurut Kalshoven (1963), dalam Natawiria (1971), rayap Coptotermes
adalah satu-satunya genus dari セオ「@ family Coptotermitidae yang tersebar didaerah tropik dan banyak juga di daerah oriental dan australia. Genus ini
didaerah tropik banyak terdapat di dataran rendah yang bercurah hujan tinggi
dan teratur. Hal ini menunjukkan bahwa rayap jenis ini memerlukan air
9
Coptotermes curvignathus Holmgren, ban yak ditemukan di hutan
primer sumatera dan malyasia terutama didaerah dataran rendah dan didaerah yang mendapatkan curah hujan yang tinggi. Sarang-sarang rayap tersebut dapat ditemukan pada batang-batang kayu mati diatas atau dibawah tanah pada ked ala man 30-40 cm dengan tinggi saluran (Tllnnels) 6 mm sampai 90 nu11. Pada saat dilakukannya perombakan dan pengolahan hutan, pohon kapuk dan karet yang masih merupakan pohon yang paling banyak diserang oleh rayap. Kerusakan juga terdapat pada pohon-pohon kopi (Malyasia), kelapa sawit, kelapa dan tanaman buah lainnya serta ketela kayu. Rayap membuat lapisan lumpur pada kulit kayu dengan ketinggian 2-3 meter (Kalshoven, 1981).
B. Pengendalian Serangan Rayap
1. Pcngawetall Kayu
Pengawetan kayu adalah proses pemasukan bahan pengawet kedalam kayu yang bertujuan ulltllk melindungi kayu atau memperpanjang umur pakai kayu sehingga dapat mellgurangi frekuensi pergantian kayu pada bangunan konstruksi permanen atau semi per:nanen (Hunt dan Garrat, 1967).
Menurut Tobing (1977), pellgawetan kayu adalah proses perlakuan kil11ia atau fisik terhadap kayu yang ditujukan untuk l11emperbesar l11asa pakai (service life) kayu.
Manfaat pengawetan kayu adalah jenis kayu yang kurang awet, yang tadinya tidak atau kurang dipakai dapat digunakan dengan baik, hal ini berarti l11el11anfaatakan sumberdaya alam secara efesien, mel11perpanjang umur pakai kayu, yang berarti penghematan. Kayu yang diawetkan dapat menggantikan jenis kayu yang bernilai ekspor dan dengan adanya industri pengawetan kayu l11el11ungkinkan bertal11bahnya kesel11patan kerja, sehingga dapat mel11bantu memecahkan masalah pengangguran (supriana dan Martawidjaya, 1976).
[0
rendaman panas dingin, (2) metode pengawetan dengan tekanan, yang l11eliputi full-cell process dan empty-cell process, (3) metode difusi, dan (4) Sap replacement method.
2. Perlakuan Tanall
Perlakuan Tanah adalah proses peracunan tanah disekitar pondasi bangunan gedung dengan mellggunakan termitisida untuk melindungi bangunan tersebut dari serangan rayap tanah. Dengan cara ini akan terbenluk suatu rintangan kimiawi (chemical barrier) disekililing pondasi bangunan yang menghalangi naiknya rayap kedalam bangunan (Nandika, Kasno, dan Husaeni, 1987).
Menurut Hadioetomo (1983) ada beberapa macam cara yang dapat dipakai untuk mengendalikan rayap tanah. Cara-cara tersebut dapal dibagi dalal11 dua kategori besar yang kemudian dapat diperinci lagi sebagai berikut :
I. Pengendalian secara kimiawi
a. Peracunan pada kayu (wood treatment)
b. Peracunan tanah (soil treatment)
c. Peracunan pondasi (jmmdationtreatment)
2. Pengendalian secara non-kimiawi
a. Perubahan l11ekanik (mechanical alteration)
b. Sanitasi dan praktek pel11bangunan yang baik
Menurut Surjokusul11o (1995) perlakuan tanah (soil treatment) adalah upaya l11el11asukan pestisida anti rayap (terl11itisida) dalal11 tanah dibawah dan disekeliling bangunan agar bangunan tersebut terhindar dari serangan rayap tanah. Menurut sifat aplikasinya, ada dua teknik perlakuan tanah yang dapal diterapkan, yaitu (I) perlakuan dilaksanakan ャQQ・ャセ・ャ。ョァャウ・キ。ォエオ@ bangunan didirikan (pre constrlfction treatment), dan (2) perJakuan pasca konstruksi
II
C. Senyawa Chlorpyrifos
Lentrek 400 EC merup"kan jenis bahan pengawet yang tergolong dalam fosfat organik (Organa phosphates). Lentrek 400 EC mengandung bahan aktif Chlorpyrifos dengan nama kimia 0.0-diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) Phosphorothioate atau C9HllN03 PS dengan berat molekul 350,6. Rumus strukturnya adalah sebagai berikut :
CI CI
s
II
/ O C 2HS°
pセocRhU@
N CI
Gambar 1. Struktur Kimia Chlorpyrifos
Chlorpyrifos, O,O-diethyl 0-(3,5 ,6-trichloro-2-pyridn yl) phospho rothioate, Illcrupakan inscktisida dengan spcktrum yang luas yang digunakan diclunia untuk mengontrol berbagai hama serangga (Racke, 1993 dalam Fears, 1994). Di
A1l1erika Serikat, chlorpyrifos digunakan pada hasil perkebunan seperti jagung, buah-buahan, kacang-kacangan, bawang, gandu1l1 dan kacang tanah. Insektisicla
ini juga digunalean untuk 1l1engontrol hama pada ru1l1put, pohon hi as, semak belulear dan untuk mengontrol di dala1l1 ruangan dari kutu, kecoa dan se1l1ut (Fears, 1994).
[image:26.595.146.462.280.394.2]12
percndaman, atall perlakllan kkanan dengan menggllnakan minyak atall air
sebagai dasar pelarutnya pada konsentrasi sampai 1.0%. Chlorpyrifos sangat
baglls digllnakan di dalam aplikasi perlindllngan kayll karen a spektrllm
efikasinya luas, stabil, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap subtrat organik
dan aktivitas daya tolaknya tinggi (Fears, 1994).
pengawetan kayu dengan menggunakan Chlorpyrifos di Amerika Serikat
saat ini dipakai sebagai tambahan insektisida untuk antibluestain dan pengerjaan
kayu. Chlorpyrifos juga diformulasikan dalam IPBC untuk perlakllan tekanan
pada produk kayu di Hawaii (Laks, 1994).
Lentrek 400 EC berbentuk pekatan teremulsi (emulsifiable concentrate),
berwarna kecoklat-coklatan sampai coklat dengan bau khas. Termasllk golongan
bahan pengawet Iarut air, schingga jenis ini baik untuk penggunaan di dalam
ruangan yang terlindllng oleh atap. Bahan aktifnya mudah terllrai apabila
berhubungan dengan sinar matahari. Kandungan bahan aktif setiap liter EC
biasal,ya 240-960 gram bahan teknik. Semula daya racun organofosfat sangal
tinggi, tetapi di dalam pengembangannya daya racun tersebllt telah dibatasi
sehingga penggunaannya semakin meluas. Bahan pengawet lentrek EC bekerja
sebagai racun perut, racun kontak dan kadang-kadang racun pernafasan
(Anonymous, 1987).
Di luar negeri, bahan pengawet tersebut dikenaI dengan nama Dursban 480
EC atau Dursban TC. Pada tahun 1960 ketika United State Forest Service
memulai evaluasi terhadap potensi insektisida Dursban, ternyata bahwa
insektisida ini mempunyai spektrum yang sangat luas untuk mengendalikan
rayap. Pada tahun 1981, Dursban TC terdaftar di Amerika sebagai termitisida
untuk melindungi bangunan dari serangan rayap エ。ョセNィN@ US Forest Service juga mencoba dengan emuIsi 1 % pada tanah dan menunjukkan bahwa bahan kimia
tersebllt dapat bertahan selama 16 tahun untuk mengendalikan rayap tanah secara
efektif. Sedangkan di Australia, pada tahun 1974 C.S.I.R.O. mulai mengevaluasi
bahan kimia ini dan mengungkapkan bahwa evektivitas bahan kimia tersebut
13·
Efektivitas Dursban 480 EC dalam mengendalikan rayap tanah selama beberapa tahun dimungkinkan karena bahan aktif Dursban 480 EC yaitu Chlorpyrifos tidak dipakai di Iingkungan terbuka yang berhubungan dengan sinar
ultraviolet dan temperatur tinggi yang dapat merusaknya. Karena itulah Dursban
lebih efektif dibandingkan insektisida lain yang hanya efektif untuk beberapa
lTIlnggu.
Dursban merupakan racun yang dapat masuk melalui perut dan dinding
badan dan memiliki ketahanan residual yang agak lama dalam tanah tetapi pada
daun ia tak tahan lama. LDso oral akut pada tikus 97 - 276 mglkg
(Tarumingkeng, 1992).
Chlorpyrifos merupakan subtansi standar yang digunakan pada beberapa
wilayah untuk mengontrol hama kutu busuk Blisslls inslIlaris pada halaman rumput, tetapi beberapa bibit kuman dari ham a ini telah mengakibatkan resistensi
yang serius untuk menghadapi Chlorpyrifos. Sebagai contoh, Reinbert dan
POItier (1983) mempelajari 13 bibit kuman Blissus insularis dan menemukan tujuh bibit kuman yang telah membangun nisbah keracunan yang melebihi dari
3.3 x 103 (Has sal, 1987).
Lebih lanjut Hassal (1987), menyatakan bahwa Chlorpyrifos juga
digunakan untuk membasmi organisme-organisme tanah. Persistensi ini telah
diselidiki oleh Getzin (1985) dengan referensi khusus untuk mengontrol kebun
kubis maggaot (Delia radicium) pada tanah liat berlumpur. Disini ditemukan bahwa half-life berjarak 3-50 hari. Chlorpyrifos pada formulasi granular
memiliki half-life yang lebih lama dari suatu kuantitas yang sama dalam bentuk
fonnulasi semprotan (spray), dimana perbandingan ini dibuat untuk Chlorpyrifos
tergabung atau untuk penggunaan pada permukaan.
Apabila digunakan untuk suatu tanah, Chlorpyrifos menjadi benar-benar
terikat dengan tanah liat atau bahan-bahan organik, berikatan r.ekali dengan
partikel tanah sehingga tidak mudah lepas dHri tanah (Anonymous, 1987).
14
disulfat, karbon tetraklorid, kloroform, dietil eter, etanol, metanol, metilen klorid,
I, I, I-trikloroetan, dan xylen (Anonymous, 1987).
Mudah menguapnya chlorpyrifos dari berbagai permukaan telah
dikonduksi oleh p36 dan C14 yang <:da pada campuran. Chlorpyrifos ditahan pada . permukaan kertas, kayu dan permukaan yang dicat tetapi lebih cepat hilang pada
permukaan logam dan kaca. Ia akan ditahan lebih lama bila diaplikasikan dalam
pengemulsi dari pada diaplikasikan dalam aceton (Anonymous, 1987).
Sifat-sifat Lentrek 400 EC yaitu, tidak tahan dalam lingkungan terbuka,
tidak membangunkan dalam rantai makanan, tidak berakumulasi di dalam tanah,
dapat dinonaktifkan bila terjadi kontaminasi atau penyalahgunaan,
pembongkaran atau kedapatan mudah dimonitor dengan uji darah, mudah
terdegradasi sinar ultraviolet dan suhu tinggi (Anonymous, 1987).
Rudd (1964) mengatakan bahwa fosfat organik adalah racun yang bekerja
sebagai penghambat enzim kolinesterase dnlam darah, berakumulasi dalam darah
sehingga mengakibatkan terputusnya sistem syaraf
Tarumingkeng (1988) mengatakan bahwa semua senyawa organofosfat
bersifat anti CHE (Choline Esterase), enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf Peracunan dapat tefjadi karen a gangguan dalam fungsi
susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau pulih kembali. Umur
residu dari organofosfat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis
terhadap lingkungan tidak terjadi karena faktor-faktor Iingkungan mudah
mengura.ikan senyawa orgonofosfat menjadi komponen yang tidak bcracun.
Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam
penggunaannya faktor-faktor keamar.an sangat perlu diperhatikan. Karena
bahaya yang ditimbulkannya pada lingkungan hidup tidak berlangsung lama,
III. BAHAN DAN METODE
,A. Bahan dan Mctodc
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah kayu tusam (Pinus Merkusii)
berukuran 2,5 x 2 x 0,5 Gm, termitisida Lentrek 400 EC formula lama dan
formula baru dengan konsentrasi yang dipakai adalah 0%, 0,625%, 1,25%,
1,875%, 2,5%, 3,125% dan 3,75%, dan rayap tanah Coptotermes
cllrvignathus.
2. Alat-alat Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah gergaji, caliper, mistar, timbangan,
jampot, termometer, gelas piala, pengaduk kaca, dan kuas.
B. Metodc Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Hasil
I-Iutan, Pusat Antar Universitas - Ilmn Hayat IPB, Bogor selama 3 (tiga)
bulan.
1. Pembuatan contoh uji
Contoh uji dibuat dari kaY'J Tusam (Pinus merkusii) dengar; ukuran 2,5 x 2 x 0,5 em sebanyak 65 buah oalam keadaan kering udara.
2. Pcmbuatan larutan bahan peHgawct
Dari masing-masing formula Lentrek 400 EC dibuat lanltan contoh
uji menjadi tujuh tingkat konsentrasi yaitu 0%, 0,625%, 1,25%, 1,875%,
2,5%, 3,125% dan 3,75%. Setiap tingkat konsentrasi dianggap sebagai
perlakuan yang masing-masipg mendapat lima kali ulangan. Konsentarsi
°
mIllt digunakan sebagai kontrol terhadap konsentrasi lainnya.
3. Pcngawetall contoh uji
Contoh uji yang kering udara dilabur dengan larutan ballan pengawet
16
uji diaplikasi dengan satu tingkat konsentrasi dari satu macam formula
Lentrek 400 EC.
Contoh uji yang telah diawetkan selanjutnya diangin-anginkan pada
suhu kamar selama kira-kira 15 hari sampai menjadi kering udara kembali.
4. Proses pengumpanan
Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam jampot dengan cara
meletakkannya berdiri pada dasar jampot dan disandarkan sedemikian rllpa
sehingga salah satu bidang terlebar セッョエッィ@ uji tersebut menyentllh dinding
jampot. Kemudian ke dalam jampot itu dimasukkan pasir lembab
sebanyak 200 gram yang mempunyai kadar air 7% dibawah kapasitas
menahan air (water holding capacity). Selanjutnya ke dalam setiap jampot dimasllkkan rayap 200 ekor rayap yang sehat (aktif) dan terdiri dari 90%
rayap pekerja (Gambar 2). Jampot yang sudah berisi rayap disimpan di
kamar gelap selama empat minggu. Setiap minggu aktivitas rayap dalam
jampot diamati dan dicatat. Jika !<adar air pasir turun 2% atau lebih, maim
ke dalam jampot itu ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya
kembali seperti semula.
[image:31.595.146.508.480.728.2]17
5. Pengumpulan data
Pada akhir pengujian ditetapkan data-data sebagai berikut :
(a) Persentase mortalias rayap pada masing-masing media pengujian
dengan rumus sebagai berikut :
Mij
Kij = x 100% 200
Dimana:
Kij = Mortalitas rayap tanah pada contoh uji ke-j dan konsentrasi ke-i Mij = Iumlah rayap ta;}ah pada contoh uji ke-j dan konsentrasi ke-i (b) Derajat proteksi setiap contoh uji ditentukan dengan cara penentuan
nilai (scoring) dengan skala se1:Jagai berikut :
Tabel I. Derajat Pmteksi
(seran,gan < 5 %) ... .
Terserang ringan (serangan 6 - 1 5 %) ... 90
Terserang sedang (serangan 16 - 50 %) ... 70
Terserang hebat (serangan 51 - 90 %) ... 40
Terserang heoat sekali (>90 %) ... 0
Bekas gigitan tipis pada permukaan kayu (S1I1/ace nibbles) tidak dianggap sebagai serangan nyata, sedangkan pengujian dianggap berhasil
jika rata-rata mortal it as rayap pada contoh uji kontrol tidak melebihi 25 %
[image:32.595.156.514.423.596.2]18
6. Rancangan Percobaan
Pengaruh konsentrasi dari dua macam formula termitisida Lentrek
400 EC terhadap mortalitas rayap tanah dianalisis melalui rancangan
faktorial 2 x 7. Sebagai faktor A yaitu dua tingkat jenis formula Lentrek
400 EC (lama dan baru), sedangkan faktor B yaitu tujuh tingkat perlakuan
konsentrasi (0%, 0,625%, 1,25%, 1,875%, 2,5%, 3,125%, 3,75%). Setiap
perlakuan mendapat lima kali ulangan. Respon yang diukur adalah
mortalitas rayap dari setiap formula pada setiap perlakuan konsentrasi
setelah ditransformasikan terhadap arcsin
.y
%.Untuk menilai pengaruh konsentrasi bahan pengawet Lentrek 400
EC kayu terhadap mortalitas rayap, dilakukan sidik ragam (Ana0!sis of Variance) clan uji Beda Rata (t Dunnet Test). Sedangkan derajat proteksinya dianalisis secara statistik non parametrik (Uji Kruskal-Wallis).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Mortlllit1l5 RllYllP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah CUjJ/o/erl1les clIrvignathlls pada contoh uji kontrol adalah 21.2%, sedangkan pada contoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula lama minimal 99.6%. Sementara itu rata-rata mortalitas rayap C. clIrvignathus pada contoh uji yang mendapat perlakuan Lentrek 400 EC formula baru minimal 99.3% (TabeI3).
Tabel 2. Rata-rata Mortalitas Rayr.p Tanah C. curvignathlls Holmgren pada Setiap Contoh Uji Setelah 28 Hari Pengumpanan.
Konscntl'llsi (,X.)
Mortalitas Rayap (0;'.)
Forl11ulasi Lama FOl'llllllasi Barn
a
(kontrol) 21,2 21,20,625 99,6 99,3
1,25 100 100
1,875 100 100
2,5 100 100
3,125 100 100
3,75 100 100
[image:34.595.137.465.385.577.2]20
Supriana (1983) menjelaskan tentang perilaku makan rayap yang berbeda di
alam dan di Iaboratorium. Di alam rayap bebas memilih sendiri lingkungan yang
paling sesuai untuk hidupnya, dalam hal ini rayap mempunyai banyak pilihan .
Sebaliknya di laboratorium lingkungan tersebut telah dibua.t manusia, dalam hal
seperti ini rayap dihadapkan kepada keadaan tunggal atau terpaksa. Dalam keadaan
terpaksa rayap akan memakan bahan yang diberikan.
Pada awalnya rayap C. cllrvignathus melakukan penyeSUaIan terhadap
lingkungan yang baru yaitu contoh uji, baik contoh uji kontrol maupun yang diberi
bahan pengawet. Setelah itu rayal) mulai mencoba memakan makanan yang ada.
Rayap yang tidak dapat menyesuaikan dengan dengan kondisi lingkungan pengujian
umumnya mati beberapa saat kemudian, sedangkan rayap yang lebih tahan akan
melakukan puasa. Lambat laun rayap yang melakukan puasa akan bertambah lemah
bahkan mati. Kemudian myap yang lemah dan mati ini akan mulai diserang oleh
rayap lain yang lebih kuat sebagai upaya untuk mempertahankan diri terhadap
kelaparan. Cara mempertahankan diri serupa ini merupakan sifat khas rayap yang
dijelaskan oleh Tarumingkeng (1971) bahwa dalam keadaan kekurangan makanan
rayap mempunyai sifat kanibalistik dan nekrofagi.
Hasil perhitungan sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai F
hitung faktor jenis bahan pengawet lebih kecil dari nilai F tabel, hal ini berarti bahwa
mortalitas yang dihasilkan dari pfmggunaan keduajenis bahan pengawet (Lentrek 400
EC formula lama dan Lentrek 400 EC fcrmula baru) tidak berbeda salu sarna lain.
Adapun histogram mortalitas rayap tanah C. cZlrvignathtus kedua jenis bahan
pengawet tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pad a diagram tersebut terlihat bahwa
pemberian kedua jenis bahan pengawet menghasilkan angka mortalitas rayap tanah C.
clIrvig17ath1ls yang meningkat bila dibandmgkan dengan kontrol. Namun pada setiap
tingkat konsentrasi yang sarna dari kedua jenis bahan pengawet tersebut tidak
menunjukkan suatu perbedaan. Hal ini berarti bahwa kedua jenis bahan pengawet
mempunyai toksisitas yang sama tinggi terhadap rayap tanah C. curvignathlls.
Dilihat dari mortal it as rayap tanah C. clirvignathus ini, bahan pengawet
21
rendah bahan pengawet tersebut sudah mampu membunuh rayap. Namun demikian kematian rayap ini belum dapat menjamin seluruhnya akibat bahan pengawet, terlihat pada contoh uji yang diawetkan dengan Lentrek 400 EC formula lama maupun formula baru pada ォッョウ・ョエイ。セゥ@ 0,625% masih terdapat rayap yang hidup, dimana l110rtaJitas belul11 mencapai 100%, kemungkinan lain karena kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan kehidupan rayap. Dalam hal ini kor..disi lingkungan yang baru sangat berpengaruh terhadap aktivitas rayap untuk makan. Masing-masing individu l11emerlukan waktu yang berbeda untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan barn. Hal tersebut merupakan salah satu kelemahan dari pengujian secara laboratoriul11. Faktor lainnya adalah salah satu sifat khas rayap yaitu terjadinya kanibalisl11e diantara individu. 100 90· セ@ 80 セ@ セ@ 70· セ@
"
GO·:;:
"
t: 50·0
:;::
40 30 20· 10· O·0 0.625 1.25 1.875 2.5 3.125 3.75
KonsclI trasi (%)
l1li Lelltrek lmna 0 Lentrek bam
Gambar 3. Hubungan Histogram Ar.tara KOllsentrasi Lentrek 400 EC dan Mortalitas Rayap C. clIrvignathlls.
[image:36.595.112.455.381.641.2]22
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata (t Dunnet test) dapat dibuktikan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada semua contoh uji yang diawetkan dengan lentrek 400 EC (formula lama dan formula baru) konsentrasi
0,625%, 1,25%, 1,875%, 2,5%, 3,125% dan 3,75% berbeda sangat nyata dengan
rata-rata contoh uji kontrol pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa
pemberian bahan pengawet Lentrek 400
Ee
formula lama maupun formula baru tdah dapat mencegah serangan rayap tanah C. curvignathus. Sementara itu mortalitasyang terjadi pada perlakuan konsentrasi 1.,25%, 1,875%,2,5%, 3,125% dan 3,75%
lebih tinggi dari pada perlakuan konsentrasi 0,625 %. Namun demikian analisa
derajat serangan rayap harus dilakukan untuk l11endukung analisa l110rtalitas tersebllt
dalam pengal11bilan kesil11pulan.
B. Derajat Protei{si
Kel11ampllan Bahan pengawat l・ョエイセォ@ 400 EC dalam mencegah serangan rayap tanah C. curvignatus dinyatakan dalilm derajat proteksi. Semakin tinggi nilai derajat proteksi, semakin baik kel11ampuan bahan pengawet tersebut mencegah
serangan rayap.
Tabel 3. Rata-rata Derajat Proteksi Rayap Tanah C. curvignalhus Holmgren pad'a Setiap Contoh Uji Setelah 28 Hari Pengumpanan.
Konsentrasi (°/cl) Derajat Proteksi
Formuiasi Lama Fonnuiasi Baru
o
(kontrol) 46 460,625 100 100
1,25 100 100
1,875 100 100
2,5 100 100
3,125 100 100
[image:37.595.146.462.537.731.2]23
Hasil penelitian menunjukkan bal:wa rata-rata derajat proteksi contoh uji yang diawetkan dengan Lentrek 400 EC formula lama dan Lentrek 400 EC formula baru pada semua konsentrasi yang diuji adalah 100 sedangkan contoh uji kontrol hanya 46 CrabeI4), Dengan perkataan lain contoh uji yang diawetkan tidak mendapat serangan rayap C. clIl'vignathlis (utuh) sedangkan contoh uji kontrol mendapat serangan sedang sampai hebat. Secara rinci derajat protekoi setiap contoh uji terhadap C. clIl'vignathlis disajikan pada Lampiran 6,
-
-
-F
:-6.
,'/,t '"
セ@\lli
lim
Nセ@\'ii
6, •o
0,625 1.25 1.875 2,5 3,125 3,75Konsentl'asi HGvNセ@
J
. ____
セi]イョ]l]・]ョ]エ]イ・]ォ]ャ]ュ]ョ]。]]d]]l]・ョ]エ]イ・]ォ]イオ]セ]オセQ@
___GambaI' 4, Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Lentrek 400 EC dan Derajat Proteksi Contoh Uji,
Dilihat dari nilai rata-rata tingkat serangan rayap tanah C. clIl'vignathlis dapat dikatakan bahwa kedua jenis formula lentrek 400 EC merupakan bahan pengawet
yang sangat beracun. Lentrek 400 EC termasuk golongan fosfat organik
24
Gambar 5. Kasta pekerja Rayap Tanah
C.
clIrvignathlls (perbesaran 10 kali) [image:39.595.129.490.160.399.2] [image:39.595.132.500.461.712.2]25
Perbandingan secara visual intensitas serangan rayap Tanah C. curvignalhlls
pacla contoh uji kontrol dan contoh uji yang diberi bahan pengawet Lentrek 400 EC dapat dilihat pada Gambar 7, 8 ,dan 9.
Gambar 7. Contoh Vji Kontrol Setelah 28 Hari Pengumpanan TerhacIap Rayap Tanah C. curvignathus.
[image:40.595.124.493.202.452.2]26
sangat mudah dirombak oleh suhu tinggi, pencucian oleh air hujan menyebabkan
racun ini memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.
Uji Kruskal Wallis selanjutnya mengungkapkan bahwa contoh UJI yang
diawetkan baik dengna Lentrek 400 EC formula lama maupun formula baru
mempunyai derajat proteksi yang berbeda sangat nyata dengan contoh uji pada
tingkat kepercayaan 95% (Lampi ran 7). Dengan perkataan lain semua konsentrasi
bahan pengawet lentrek 400 EC (formula lama dan formula baru) yang diuji mampu
meningkatkan keawetan contoh uji.
Gambar 8. Contoh Uji Dengan Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama Setelah 28 Hari Pengumpanan Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus
Sedangkan dari hasil analisis selanjutnya didapatkan bahwa besarnya tingkat
serangan rayap C. curvignathus antara ccntoh uji dengan perlakuan konsentrasi tidak menunjukan suatu perbedaan yang nyata. Artinya bahwa dengan pemberian bahan
pengawet konsentrasi terendah pun pada contoh uji (konsentrasi 0.625%) telah dapat
[image:41.595.138.500.307.559.2]27
Dari hasil pengujian semua perlakuan konsentrasi dari kedua jenis Lentrek
400 EC (formula lama dan Formula barn) mempunyai rata-rata derajat proteksi 100
(Tabel 4) sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi Lentrek 400 EC pada kedua
jenis formula sebesar 0.625% telah mernpakan konsentrasi yang cukup am an untuk
dapat memberikan perlindungan (proteksi) terhadap kayu dari serangan rayap tanah
[image:42.595.136.497.256.502.2]C. clIJ'vignalhlls.
V. KESIMPULAN
A. Kesimplilan
I. MOltalitas rayap C. curvignathus yang terjadi akibat perlakllan masing-masing Lentrek 400 EC baik formula ャ。ュセN@ maupun formula baru tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
2. Efikasi bahan pengawet Lentrek 400 EC formula lama maupun formula bam berupa konsentrasi terendah yang meLyebabkan mortalitas rayap tertinggi dengan tmgkat kemsakan kayn umpan paling ringan adalah 1,25% dengan rata-rata ll10rtalitas 100% dan nilai derajat pl")teksi 100.
3. Tidak ada perbedaan keampuhan Lentrek 400 EC formula lama dan formula barLl terhadap rayap tanah C. clirvignathus.
B. Saran
I. Penelitian ini menunjukkan gejala keampuhan yang cukup kuat pada selang konsentrasi 0,625 % dan i ,25%. Karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan pada selang itu untuk menentukan konsentrasi yang lebih rendah dari 1,25% tetapi memiliki keampuhan yang memadai.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mas a proteksi bahan pengawet Lentrek 400 EC (formula lama dan formula bam) sehingga dapat diketahui lamanya pemakaian dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1987. Dursban Insecticides Technical Information. Agricultural Product Department. Midi and Michigen.
1987. Your Tecnical Guide to Dursban 480 Termitidae and Insecticide. Dow Chemical US.A.
Borror, D. J. and De Long. 1954. An Introduction to The Study ofInsect. Hold, Rinewart and Winston. New York.
Dizon, RL. 1983. Rayap dan Pemberantasannya. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Keljasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta.
Fears, R.D. 1994. Chlorpyrifos as a Wood Treatment Termiticide. Proceeding Of The Internasional Research Group on Wood Preservation. In Press.
Hadioetomo, Y. 1983. Pengendalian Rayap Tamh pada Bangunan dengan Soil Treatment. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta.
Harris, W. V. 1971. Termites Their Recognition and Control. 2nd. Longmans, Green and Co Ltd. London 1986 pp.
Hassal, KA. 1987. The Biochemistry and Uses of Pesticides. 2nd Edition.
Hickin, N. E. 1971. Termites: A World Problem. The Rentokil Library Series. Hutchinson and Co Ltd.
Hunt, G.M. and G"A. Garrat. 1967. Wood Preservation. Third Edition. MC Grawhill Book Company In. New York London Toronto.
Jamali. 1996. Peramalan Permintaan Bahan Pengawet Kayu dalam Pembangunan Peru mahan Massal Sederhanan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Kalshoven, I. G. E. 1963. Coptotermes clirvignathlis Causing in Death of Trees in Indonesia and Malaya. Dalam Natawiria, 1974. Timbulnya Serangan Rayap
30
Kartodihardjo, H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengusahaan Butan Alam Produksi Melalui Kebijaksanaan Penataan Institusi. Disertasi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Laks, P.E. 1994. The Wood Preservative Perfomance of Biocide Mixtures Containing Chlorpyrifos. The International Research Group on Wood Preservation. In Press.
Nandika, D. 1983. Rayap dan Ancamannya pada Bangunan. Proceeding Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama Direktorat Tata Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta .
. dan E. A. Busaeni.1990. Ilmu Bal11a Butan. Pusat Antar Universitas. Institul Pe11anian Bogor.
. Kasno, dan E. A. Busaeni. 1987. Perlindungan bangunan gedung dari
,
-Serangan Rayap. Jakm1a.
Nugroho, E. 1990. Pengaruh Bahan Pengawet Lentrek 400 EC Terhadap Sifat-sifat Kayu Lapis. Skripsi Jurusan Teknologi Basil Bulan. Fakultas Kehulanan IPB.
Bogor.
Supriana, N. 1983. Perilaku Rayap Perusak Kayu. Proceeding Diskusi Pencegahan clan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasal11a Direktorat Tala Bangunan dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jakarta
. dan A. Martawidjaya. 1976. Risalah Pengawetan Kayu. Lel11baga Penelitian Basil Butan, Bogor. Bal 1-15
Sura1l110, F. G. 1976. Ilmu Perlinclungan Butan. Bagian Perlindungan Butan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Surjokusul110, S. 1987. Sistel11 Proteksi Bangunan Terhadap Serangan Rayap. Makalah Diskusi Ancaman Serangan Rayap Pada Gedung dan Perumahan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
-_-;::-_ _ _ . 1995. Pengendalian Rayap dan Jamur. Makalah pada Lokakarya Pengawasan dan Kebersihan. Jakarta.
Tambunan, B. dan D. Nandika. 1982. Detereorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Studi Bioteknologi IPB. Bogor.
31
. 1988. Pestisida dan Penggunaannya. Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
. 1992. Insektisida: Sifat, Mekanisrne Kerja dan Darnpak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.
Tobing, T. L. 1977. Pengawetan Kayu. Lernbaga Kerja Sarna Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
32
Lampiran 1, Mortalitas Rayap Tanah C curvignathus Pada Setiap Contoh Uji,
Lenlrek 400 EC Ulangan Konsentrasi (%)
0,00 0,625 1,25 1,875 2,5 3,125 3,75
1 25,0 100 100 100 100 100 100
2 32,5 100 100 100 100 100 100
Fonnula Lama 3 14,0 100 100 100 100 100 100
4 18,5 98 100 100 100 100 100
5 16,0 100 lGO 100 100 100 100
1 25,0 100 100 100 100 100 100
2 32,5 100 100 100 100 100 100
Formula BanI 3 14,0 99 100 100 100 100 100
4 18,5 97,5 lOa 100 100 100 iOO
o
Lampiran 2. Mortalitas Rayap Tanah C. cllrvigllal/lIIs Setelah ditansformasikan dengan arcsin
.J%.
Lcntrck 4()() EC UIangan
I
Konscntrasi (%)0,00 0,625 1,25 1,875 2,50 3,125 3,75 Rata-rata
Formula Lama I 30 90 90 90 90 90 90
2 34,76 90 90 90 90 90 90
3 21,97 90 90 90 90 90 90
4 25,48 81,87 90 90 90 90 90
5 23,58 90 90 90 90 90 90
Subtotal 135,79 441,87 450 450 450 450 450 2827,66
Rata-rata 27,158 88,374 90 90 90 90 90 80,7903
Formula Barn 1 30 90 90 90 90 90 90
2 34,76 90 90 90 90 90 90
3 21,97 84,26 90 90 90 90 90
4 25,48 80,90 90 90 90 90 90
5 23,58 90 90 90 90 90 90
Subtotal 135,79 435,16 450 450 450 450 450 2820,95
Rata-rata 27,158 87,032 90 90 90 90 90 80,5986
Total 271,158 877,03 900 900 900 900 900 5648,61
Rata-rata 27,1158 87,703 90 '10 90 90 90 80,6944
.. - - -... - - _.
,
,
. .34
Lampiran 3. Analisis Keragaman Mortalitas Rayap Tanah C. clIl"vignalhlls.
セュ「・イ@
Derajat Jumlah KuadratF Hilung F Tabel
Keragaman Bebas Kuadn-lt Tengah 5% 1%
A 1 0,6432 0,6432 0,1055"' 4,016 7,126
B 6 33482,3755 5580,396 915,419"" 2,268 3,154
AB 6 3,8593 0.6432 0,1055"'
Sisa 56 341,3909 6,096
Total 69 33828,2689
III Ucldk nytltd , ,
35
Lampiran 4. Uji Beda Rata-rata (t Dunnett test) Mortalitas Rayap C. clIrvignalh1{s
Pada Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Lama.
Uji Beda Rata-Rata (t dunnell test)
o
= t (dunnett) Syi - yio 5%
=
2,71 x -Y(2 x 6,096)/5=
4,2317o
1%=
3,296 x -Y(2 x 6,096)/5=
5,1467Data Sclisih Rnt!l-Rata
Kontrol 0,625 1,25 1,875 2,5 3,125 3,75
R,lt<l-ratll 27,158 90
Sclisih
88,374
61,216**
90
62,842**
90
62,842**
90
62,842**
90
62,842** 62,842**
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tingka1. Icepercayaan 95% antara rata-rata kontrol dengan rata-rata mortalitas rayap pada contoh uji yang diberi Lentrek 400 EC formula lama konser.trasi 0,625, 1,25,
36
Lampiran 5. Uji Beda Rata-rata (t Dunnett test) Mortalitas Rayap C. cllrvignarhlls Pada Perlakuan Lentrek 400 EC Formula Baru.
Uji Beda Rata-Rata (t dunnett test)
D
=
t (dunnett) Syi - yiD 5%
=
2,71 x -V(2 x 6,096)/5=
4,2317 D 1%=
3,296 x -V(2 x 6,096)/5=
5,1467Data Selisih Rata-R£1ta
Konlrol
Rata-ntn 27,158
Sclisih
0,625
87,032
59,874**
1,25 1,875
90 90
62,842** 62,842**
2,5
90
62,842**
3,125
90
62,842**
3,75
90
62,842**
37
Lall1piran 6. Nilai Derajat Proteksi Serangan Rayap C. curvignathlls Pada Setiap Contoh Uji.
Ulangan Konsentrasi (%)
Lentrek 400 Ee
0,00 0,625 1,25 ) ,875 2,5 3,125
I 40 100 100 100 100 !OO
,
I
2 40 100 100 100 100 100Formula Lama 3 40 100 100 100 !OO 100
4 70 100 100 100 100 100
5 40 100 100 100 100 100
1 40 100 100
I
100 100 1002 40 100 100 100 100 100
I
Formula Bam 3 40 lOa 100 100 lOll lOOL
4 711 100 100 100 100 Ilill5 40 !Of) 100 100 1110 100
I
3,75 I
! 100
100
100
j()O 1110
H)O
lOll
100
iliO
33
Lampiran 7 . Hasil Uji Kruskal Wallis Pada Derajat Proteksi Contoh Uji.
A. Uji rata··rata perlakuan Lentrek 400 EC formula lama terhadap Lentrek 400 EC formula barn.
12
H
=
---n (---n + 1)
12
70(70 + I)
= 0
Ri2
--- - 3 (n + I)
111
30
3 (70+ I)
# Tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel, 5%
=
3,841; 1%=
6,635)B. Uji rata-rata perlakuan kontrol terhadap Lentrek 400 EC formula lama 0.625% (sama untuk 1.25, 1,875,2.5,3.125, dan 3.75%).
12
H
= ---
3(10+1)10(10+1) 5
=
6,8# Berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel, 5% = 3,841; 1% = 6,635)
C. Uji rata-rata perlakuan Lentrek 400 EC formula lama 0,625% terhadap Lentrek 400 EC formula lama 1,25% (sarna untuk 1,875,2,5, 3,125 dan 3,75%)
12
H = --- 3 (10+ 1)
10(10 + I) 5
39
Jiran 7. Lanjutan
Jji rata-rata perlakuan kontrol terhadap Lentrek 400 EC formula baru 0,625% :sama untuk 1,25,1,875, 2,5, 3,125, dan 3,75%).
12
H = --- 3(10+1)
10(10 + 1) 5
=
6,8# Berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel, 5% = 3,841; 1'% = 6,635)
セN@ Uji rata-rata perlakuan Lentrek 400 EC formula baru 0,625% terhadap Lcntrek 400 EC formula baru 1,25% (sama untuk 1,875,2,5, 3,125 dan 3,75%)
H - --- 3(10+1)
10(10 + 1) 5
=
0Dflll .'Cfllldmilyfl Y01101I-),011011 di )llIlIIi IIlclifadi YClIa dmtlalllillclifadi lillla,
dilnlll)la1tknH kcyadnllya llljllh lallt lagl sCllldah kcrlllgllya, 1Ilcaya [ldnk akmr habts-habtsilya dililliskmt kalililat Allah. SClllllll5ltllllya Allah Maha pcrkasa [agt Malta Byaksmta
(ag. L1I1111fl11 :27)
l,-,IIUll.mL
hikmah (ilmu) itu laksana binatang liar bagi orang mukmin,
11<umjJ'Ll11ia menemukannya maIm i,l. berhak memilikinya
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
'1(arya 1{eci{ Ini 1{upersem6ali/?sln
EFIKASI DUA MACAM FORMULA TERMITISIDA LENTREK 400 EC
TERHADAP RA YAP TANAH Coptotermes