• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI LARUTAN KITOSAN TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI LARUTAN KITOSAN TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI LARUTAN KITOSAN TERHADAP

RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren

(Isoptera: Rhinotermitidae)

FEBRINA DELLAROSE BOER

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Laboratoris Efikasi Larutan Kitosan terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013 Febrina Dellarose Boer NIM E24090055

(4)

ABSTRAK

FEBRINA DELLAROSE BOER. Pengujian Laboratoris Efikasi Larutan Kitosan terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). Dibimbing oleh DODI NANDIKA.

Rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) dikenal sebagai hama terpenting pada bangunan gedung di Indonesia. Saat ini pengendalian hama bangunan tersebut dilakukan dengan penggunaan pestisida, baik melalui teknik pengawetan kayu maupun perlakuan tanah yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Sementara itu kitosan diketahui merupakan polimer alami yang ramah lingkungan dan diduga dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu karena sifat bioaktifnya. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui keampuhan larutan kitosan dalam beberapa konsentrasi (0.5%, 0.75%, dan 1%) terhadap rayap tanah C. curvignathus di laboratorium. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% kemudian diaplikasikan pada contoh uji yang terbuat dari kayu pinus berukuran 10 cm x 8 cm x 2 cm melalui proses perendaman dingin selama tiga hari. Contoh uji yang telah mendapat perlakuan kitosan diumpankan pada rayap tanah C.curvignathus selama tiga minggu berdasarkan metode PSIH-IPB-1998. Respon yang diukur adalah retensi larutan kitosan, mortalitas rayap, dan derajat proteksi contoh uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan mempengaruhi retensi, mortalitas rayap, dan derajat proteksi. Rata-rata retensi larutan kitosan pada contoh uji yang mendapat perlakuan konsentrasi 1% mencapai 3.50 kg/m3 yang mengakibatkan rata-rata mortalitas rayap C. curvignathus mencapai 98.17% dengan derajat proteksi contoh uji 100 (utuh). Larutan kitosan berpotensi sebagai bahan pengawet kayu khususnya untuk produk kayu yang tidak terpapar langsung oleh cuaca. Namun demikian perlu penelitian lebih lanjut mengenai ketercucian, mekanisme kerja, dan dosis optimum dari larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu.

Kata kunci: Kitosan, Coptotermes curvignathus, pengawetan kayu

ABSTRACT

FEBRINA DELLAROSE BOER. Laboratory Evaluation of Chitosan Solution against Subterranean Termite Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). Supervised by DODI NANDIKA.

Subterranean termite Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) has been known as the most important structural pest that causes significant economic losses on building in Indonesia. Up to now termite control techniques that have been applied are wood preservation and soil treatment, both of the techniques could causing environment pollution. Meanwhile chitosan is known as natural polymer that potentially could developed as wood preservative due to its bioactive compound. A laboratory study was conducted to evaluate the efficacy of chitosan in three concentration levels (0.5%, 0.75%, and 1%) against subterranean termite C. curvignathus. Chitosan was dissolved in 1% acetatic acid

(5)

solution then applied to wood samples made from pine board 10 cm x 8 cm x 2 cm with cold soaking treatment for three days. Wood samples were exposed to subterranean termite C. curvignathus for three weeks based on PSIH-IPB-1998 standard method. Retention of chitosan solution, termite mortality, and degree of protection of wood samples were determined. The results showed that concentration of chitosan solution affect the retention, termite mortality, and degree of protection of wood samples. Wood samples at 1 % concentration were promoted 3.50 kg/m3 retention and caused 98.17% termite mortality with maximum degree of protection of wood samples against C. curvignathus. Chitosan could develop as a wood preservative, especially for protection of wood products that are not directly exposed to weather. However further studies are needed to determine leachibility, mode of action, as well as optimum dose of chitosan solution.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI LARUTAN KITOSAN TERHADAP

RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren

(Isoptera: Rhinotermitidae)

FEBRINA DELLAROSE BOER

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengujian Laboratoris Efikasi Larutan Kitosan terhadap Rayap Tanah Coplolermes curvignalhus Holmgren (lsoptera: Rhinotermi tidae)

Nama : Febrina Dellarose Boer

NIM : E24090055

Disetujui oleh

Prof Dr II Dodi andika, MS Pembimbing

Ketua Departemen

- JL. ; Tanggal LUhif:

(10)

Judul Skripsi : Pengujian Laboratoris Efikasi Larutan Kitosan terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae)

Nama : Febrina Dellarose Boer NIM : E24090055

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Pengujian Laboratoris Efikasi Larutan Kitosan terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini dibuat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada program studi S1 di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga yang selalu memberikan motivasi dan doa yang menjadi sumber inspirasi penulis.

2. Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS selaku pembimbing dan Arinana SHut, MSi yang selalu memberikan arahan dan motivasi bagi penulis, serta Bapak Anhari atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian.

3. Keluarga besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, khususnya teman-teman Hasil Hutan angkatan 46.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat sebagai penunjang penelitian di lapangan dan semua pihak yang bersangkutan serta masyarakat luas.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Penyiapan Bahan 4

Penyiapan Media Pengujian 4

Pengumpulan Data 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Retensi Larutan Kitosan 5

Mortalitas Rayap 7

Derajat Proteksi Contoh Uji 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

(13)

DAFTAR TABEL

1 Skala derajat proteksi contoh uji 5

DAFTAR GAMBAR

1 Serbuk kitosan (20-30 mesh) 2

2 Rayap tanah C.curvignathus (a) kasta pekerja (b) kasta prajurit

(perbesaran 10 x) 3

3 Media pengujian 3

4 Perbandingan retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji 6 5 Perbandingan tingkat mortalitas rayap tanah C.curvignathus 7 6 Keadaan contoh uji kontrol (a) dan contoh uji yang mendapat

perlakuan kitosan (b) setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap

tanah C. curvignathus 9

7 Kerusakan contoh uji pada setiap konsentrasi larutan kitosan setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus (a) 0%,

(b) 0.5%, (c) 0.75%, dan (d) 1% 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji 14 2 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada setiap konsentrasi larutan

kitosan 15

3 Derajat proteksi contoh uji setelah tiga minggu pengumpanan terhadap

rayap tanah C. curvignathus 16

4 Analisis sidik ragam retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji 17 5 Analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C.curvignathus pada setiap

contoh uji 18

6 Analisis sidik ragam derajat proteksi contoh uji pada setiap perlakuan setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C.

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengalaman lebih dari tiga puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting di Indonesia (Nandika 2003). Rakhmawati (1996) menyatakan setiap tahunnya potensi kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan gedung di Indonesia mencapai 1.67 trilyun. Dari kurang lebih 200 jenis rayap di Indonesia (Tarumingkeng 1971) ternyata yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah golongan rayap tanah terutama Coptotermes curvignathus Holmgren (Tambunan dan Nandika 1987). Rayap ini banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika dengan 45% spesiesnya terdapat di daerah tropis (Harris 1971) yang merupakan genus terbesar dari famili Rhinotermitidae (Tarumingkeng 1971). Kalshoven (1960) menambahkan, C. curvignathus Holmgren termasuk jenis rayap yang dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap keadaan berbeda dengan habitat sebelumnya. Rayap Coptotermes sp. tergolong jenis rayap yang terganas dalam menyerang kayu dan bangunan (Nandika et al. 1999). Berbagai metode pengendalian rayap terus berkembang dan bervariasi mulai dari pengendalian menggunakan termitisida, penghalang fisik, pengawetan kayu, maupun sistem pengumpanan. Namun pada saat ini penggunaan bahan kimia seperti pada pengawetan kayu semakin terbatas karena dampak lingkungan yang dihasilkan. Sebagai gantinya adalah jenis-jenis yang daya racunnya rendah dan mudah terurai, sehingga perlakuan tersebut menjadi kurang efektif. Perkembangan metode pengendalian rayap pada saat ini diharapkan pada teknik yang memiliki efektivitas tinggi namun bersifat ramah lingkungan.

Sementara itu kitosan diketahui merupakan polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa. Kitosan merupakan suatu senyawa poli amino-2 deoksi β-D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin (N-asetil-2 amino-2-deoksi β-D-glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam (Ramadhan et al 2010). Menurut Kurt et al. (1991) kitosan berasal dari kitin yang telah mengalami proses penghilangan gugus asetil (deasetilasi). Kitosan merupakan bahan alami yang menarik, bersifat mudah terdegradasi, dan produk degradasinya bersifat non toksik dan tidak bersifat karsinogenik. Kitosan dimanfaatkan dalam bidang obat-obatan, pengendalian limbah di perairan, dan pengawet dalam industri makanan. Dutta et al. (2004) menjelaskan, kitosan memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan selulosa karena kehadiran gugus NH2 pada rantai C-2 nya. Tetapi kitosan hanya larut di dalam larutan asam sehingga membatasi pengaplikasiannya (Sanford et al. 1989). Katatnay et al. (2000) menambahkan kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan kitosan dari limbah cangkang udang sebagai bahan pengawet kayu sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah dan berasal dari sumber daya lokal. Oleh karena itu dirasa perlu dilakukan penelitian untuk

(15)

2

mengetahui keampuhan (efficacy) larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu dalam upaya pengendalian serangan rayap tanah C. curvignathus Holmgren.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi larutan kitosan dalam beberapa konsentrasi (0.5%, 0.75%, dan 1%) sebagai bahan pengawet kayu terhadap koloni rayap tanah C. curvignathus di laboratorium.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk mengaplikasikan larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu dalam rangka penanggulangan rayap yang ramah lingkungan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 bertempat di Laboratorium Termitologi (Laboratorium Rayap), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan

Bahan yang digunakan adalah serbuk kitosan yang diperoleh dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan IPB (Gambar 1), larutan asam asetat 1%, larutan NaOH, rayap tanah C. curvignathus (Gambar 2) yang berasal dari biakan Laboratorium Rayap, Fakultas Kehutanan, IPB berumur lima tahun, kayu pinus berukuran 10 cm x 8 cm x 2 cm, pasir berkadar air 15 %, alkohol 70%, dan air destilata.

(16)

3

(a) (b)

Gambar 2 Rayap tanah C.curvignathus (a) kasta pekerja (b) kasta prajurit (perbesaran 10 x)

Alat

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bejana pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap – standar PSIH-IPB, 1998 (Gambar 3). Bejana terbuat dari gelas berdiameter 26 cm dan tinggi 26 cm berisi pasir sebanyak 3 liter. Di bagian atas bejana tersebut terdapat lubang berdiameter 17.5 cm dan di bagian dasarnya terdapat lubang berdiameter 2 cm yang berisi sumbu kompor (panjang 10 cm) sebagai penghubung antara pasir di dalam bejana dengan air yang menggenangi bagian dasar bejana. Disamping itu digunakan pula oven, desikator, timbangan elektrik, dan kertas lakmus.

(17)

4

Penyiapan Bahan

Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% dengan konsentrasi kitosan masing-masing 0.5%, 0.75%, dan 1%. Kemudian pH larutan dibuat netral dengan menggunakan larutan NaOH. Contoh uji kayu pinus (KA = 10%) berukuran 10 cm x 8 cm x 2 cm direndam dalam larutan kitosan selama 3 hari kemudian dikeringudarakan hingga mencapai kadar air 10%.

Penyiapan Media Pengujian

Kedalam masing-masing bejana pengujian (termasuk kontrol) dimasukkan contoh uji (KA = 10%) dan 1000 ekor rayap tanah yang terdiri dari 900 ekor kasta pekerja dan 100 ekor kasta prajurit. Bejana yang sudah berisi rayap tanah C. curvignathus disimpan di dalam ruang gelap (T = 27 ± 1 o

C, RH = 85 ± 0,5%) selama tiga minggu. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

Pengumpulan Data

Retensi Larutan Kitosan

Berat awal contoh uji kayu ditimbang (B1). Contoh uji kayu yang telah direndam di dalam larutan kitosan kemudian dikeringudarakan hingga KA = 10% dan selanjutnya ditimbang kembali (B2). Retensi larutan kitosan pada contoh uji dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

dimana: R = Retensi

B1 = Berat contoh uji kayu sesudah diawetkan B2 = Berat contoh uji kayu sebelum diawetkan V = Volume contoh uji kayu

K = Konsentrasi kitosan

Mortalitas Rayap

Setelah tiga minggu pengumpanan, seluruh media pengujian dibongkar dan dihitung mortalitas rayapnya dengan formulasi sebagai berikut:

dimana :

Mij = Mortalitas rayap pada media pengujian ke-i dan ulangan ke-j

(18)

5

Derajat Proteksi Contoh Uji

Untuk mengetahui derajat proteksi contoh uji yang diaplikasikan larutan kitosan terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus dilakukan pengamatan contoh uji secara visual dan dilakukan pemeringkatan kerusakannya dengan skala sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Skala derajat proteksi contoh uji

Kondisi kayu (wood condition) Nilai

Ringan (sound) 100

Serangan ringan (light attack) 90

Serangan sedang (moderate attack, penetration) 70

Serangan berat (heavy) 40

Rusak (failures) 0

Sumber: American Wood Preservers Association 1972

Analisis Data

Retensi larutan kitosan, mortalitas rayap, dan derajat proteksi contoh uji dianalisis dengan sidik ragam (Analisis of Variance) menggunakan software SAS 9.1 for Windows dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian dinyatakan mempunyai efikasi yang baik apabila mortalitas rayap rata-rata mencapai ≥ 90% dan mortalitas rayap rata-rata pada contoh uji kontrol 12 % (Standar Komisi Pestisida Indonesia) dengan derajat proteksinya 70%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Retensi Larutan Kitosan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji yang diaplikasi dengan larutan kitosan 1% memiliki retensi paling tinggi yaitu 3.50 kg/m3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi yang diberikan maka peluang banyaknya kitosan untuk tinggal didalam kayu juga semakin besar. Hunt dan Garrat (1967) mempertegas bahwa retensi bahan pengawet dapat ditingkatkan dengan memperbesar konsentrasi bahan pengawet. Grafik peningkatan nilai retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan grafik yang dihasilkan dapat dilihat peningkatan nilai retensi dari konsentrasi 0.5% ke konsentrasi 0.75% cukup signifikan, keduanya memiliki hasil yang berbeda nyata berdasarkan hasil sidik ragam (p<0.05). Namun kecenderungan peningkatan nilai retensi pada konsentrasi yang lebih tinggi tidak terlalu berbeda jauh. Hasil analisis data sidik ragam juga menjelaskan bahwa pada konsentrasi kitosan 0.75% dan 1% memberikan hasil retensi yang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dimengerti dari sifat kitosan yang akan semakin kental apabila dilarutkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

(19)

6

*huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan

Gambar 4 Perbandingan retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji Retensi larutan kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini masih tergolong rendah untuk penggunaannya sebagai bahan pengawet kayu anti rayap. Retensi yang perlu dipenuhi oleh suatu bahan pengawet anti rayap setidaknya harus mencapai 5-7 kg/m3 sedangkan retensi larutan kitosan yang dihasilkan hanya berkisar 1.5-3.5 kg/m3. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai metode aplikasi yang tepat untuk memaksimalkan impregnasi larutan kitosan ke dalam kayu. Schmidt et al. (2004) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa penetrasi larutan kitosan dapat ditingkatkan dengan metode vakum. Larutan kitosan dengan konsentrasi 2% ternyata dapat berpenetrasi lebih baik kedalam kayu pinus.

Keefektifan bahan pengawet kayu juga dilihat dari daya tahan bahan pengawet tersebut terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan. Atau dengan kata lain bahan pengawet kayu harus bersifat permanen (Hunt dan Garrat 1967) di dalam kayu sehingga masa umur pakai kayu dapat lebih panjang. Hal ini berkaitan dengan sifat ketercucian (leachibility). Sementara itu telah diketahui bahwa kitosan bersifat mudah terdegradasi, hal ini mengindikasikan penggunaan larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu lebih cocok untuk penggunaan interior. Berdasarkan penelitian Eikenes et al. (2004), kitosan dengan bobot molekul yang tinggi dapat berfiksasi lebih baik saat diimpregnasi ke dalam kayu sehingga mencegah ketercucian (leaching) selama masa pemakaian.

Hasil pengamatan visual menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna pada contoh uji. Namun terdapat perbedaan kesan raba antara contoh uji sebelum direndam larutan kitosan dengan yang sesudah direndam larutan kitosan. Contoh uji yang diaplikasi larutan kitosan teksturnya menjadi lebih halus dan transparan. Ornum (1992) mengemukakan bahwa kitosan melapisi permukaan kayu sehingga menutupi pori-pori dan serat yang tidak rata. Meningkatnya kehalusan tekstur kayu ini sesuai dengan sifat kitosan yang dapat membentuk lapisan film yang licin dan transparan. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan memiliki potensi sebagai bahan finishing yang berfungsi meningkatkan kehalusan tekstur permukaan kayu. Adanya kitosan diperkirakan akan menghasilkan ikatan antar polimer kitosan

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 0,50 0,75 1,00 R e te n si ( kg/m 3) Konsentrasi Kitosan (%) 1.50 (a)* 3.50 (b)* 3.33 (b)*

(20)

7

dengan polimer selulosa yang mengisi rongga sel dan mikrovoid pada dinding sel. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat fisis dan anatomis kayu yang akan meningkatkan keawetan kayu. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Brzeski (1987) bahwa kitosan dapat bertindak sebagai bulking agent.

Mortalitas Rayap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi larutan kitosan berbanding lurus dengan mortalitas rayap tanah C. curvignathus. Rata-rata mortalitas rayap tertinggi (98.17%) terjadi pada perlakuan larutan kitosan 1% Pada konsentrasi 0.75% rata-rata mortalitas yang terjadi sebesar 87.67% sedangkan pada konsentrasi 0.5% rata-rata mortalitas rayap hanya sebesar 65.10% (Gambar 5). Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa setiap perlakuan yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi larutan kitosan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap mortalitas rayap. Pada minggu pertama terlihat aktivitas rayap masih aktif pada setiap perlakuan konsentrasi larutan kitosan, namun memasuki minggu kedua terlihat rayap sudah kehilangan daya adaptasi terhadap keadaan di dalam bejana. Sebagian rayap yang tidak dapat bertahan hidup akhirnya mati, sedangkan sebagian yang masih dapat beradaptasi masih aktif bergerak namun terjadi penurunan aktivitas. Pada saat tersebut diduga kandungan kitosan yang terdapat dalam umpan kayu mulai bereaksi terhadap rayap.

*huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan

Gambar 5 Perbandingan tingkat mortalitas rayap tanah C.curvignathus Menurut Arinana (2007) kemungkinan mekanisme kematian rayap adalah senyawa toksikan pada kitosan mematikan protozoa yang merupakan simbion rayap melalui gangguan terhadap aktivitas enzim. Telah diketahui bahwa rayap tidak secara langsung mencerna kayu atau bahan berselulosa lain karena tidak memiliki enzim yang dapat mendekomposisi selulosa. Untuk mengubah selulosa menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah dicerna rayap, di dalam usus rayap terdapat protozoa yang mengeluarkan enzim selulase sehingga rayap

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,00 0,50 0,75 1,00 M o rtali tas (% ) Konsentrasi Kitosan (%) 98.17 (d)* 11.76 (a)* 65.10 (b)* 87.67 (c)*

(21)

8

tersebut dapat memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut sebagai sumber energi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetiyo dan Yusuf (2005) yang menyatakan bahwa kitosan bersifat nontoksik sehingga tidak langsung membunuh rayap. Kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan rayap pun akan mati. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja (mode of action) dari kitosan khususnya sebagai bahan alami anti rayap.

Ravi (2000) menjelaskan bahwa kitosan mempunyai sifat spesifik, yaitu adanya sifat bioaktif, anti bakteri, dan dapat terbiodegradasi. Sifat-sifat ini menguntungkan karena selama ini pengendalian rayap melalui kegiatan pengawetan kayu terbatas pada penggunaan bahan kimia yang cenderung memiliki dampak negatif dalam jangka waktu panjang. Namun pengujian mengenai dosis optimum larutan kitosan dibutuhkan sehingga penggunaan larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu nantinya dapat lebih optimal. Tarumingkeng (1992) menjelaskan bahwa adanya informasi mengenai dosis efektif suatu bahan pengawet kayu merupakan faktor penting dalam aplikasi terutama untuk penggunaan yang efektif, efisien, dan ekonomis.

Selain itu peningkatan kualitas kitosan juga dapat dikembangkan sehingga menghasilkan kombinasi yang baik sebagai bahan pengawet kayu ramah lingkungan. Selanjutnya Ravi (2000) mengemukakan bahwa kualitas kitosan dapat dilihat dari sifat intrinsiknya, yaitu kemurniannya, massa molekul, dan derajat deasetilasi. Umumnya kitosan mempunyai derajat deasetilasi 75-100%. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat deasetilasi yang cukup baik yaitu sebesar 85%. Champagne (2002) meneliti bahwa konsentrasi NaOH yang tinggi dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi dan proses deasetilasi yang dilakukan secara bertahap dapat meningkatkan derajat deasetilasi kitosan.

Persentase rata-rata yang dihasilkan dari pengujian kontrol (11.76%) masih dapat ditolerir sesuai dengan Standar Komisi Pestisida karena mortalitas yang terjadi tidak melebihi 12%. Adanya kematian rayap pada uji kontrol diduga disebabkan perubahan habitat rayap di lingkungan yang baru. Mortalitas rayap juga diduga dipengaruhi oleh ada tidaknya daya tarik kayu yang menjadi sumber makanan bagi rayap tersebut misalnya kekerasan permukaan dan adanya bahan yang merangsang aktivitas makan rayap. Meskipun demikian Becker (1975) menyatakan rayap mampu menyerang kayu yang sangat keras, jika kayu tersebut tidak dilindungi bahan kimia alami. Perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan perbedaan preferensi makan setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu. Oleh karena itu, sifat-sifat fisik, dan kimia kayu berpengaruh terhadap tingkat kerusakan kayu karena rayap (Rudi 1999). Setelah tiga minggu masa pengumpanan terlihat perbedaan yang nyata antara contoh uji kontrol dengan contoh uji yang diberi perlakuan. Larutan kitosan yang diaplikasikan pada contoh uji kurang disukai rayap sebaliknya pada contoh uji kontrol terlihat rayap masih aktif dan terlihat menyukai umpan yang diberikan (Gambar 6).

(22)

9

(a) (b)

Gambar 6 Keadaan contoh uji kontrol (a) dan contoh uji yang mendapat perlakuan kitosan (b) setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus

Supriana (1983) menjelaskan tentang perilaku makan rayap yang berbeda di alam dan di Iaboratorium. Di alam rayap bebas memilih makanan yang disukainya, dalam hal ini rayap memiliki banyak alternatif pilihan makanan. Namun keadaan di laboratorium rayap dipaksa untuk memakan kayu umpan yang disediakan. Hal ini membuat perlunya adaptasi pada lingkungan yang baru. Masing-masing individu rayap memerlukan waktu yang berbeda untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Hal tersebut merupakan salah satu kelemahan dari pengujian secara laboratorium. Apabila kayu umpan tidak begitu menarik bagi rayap maka rayap akan berpuasa. Rayap yang lemah lama kelamaan akan mati dan kemudian dimakan oleh rayap yang lebih kuat sebagai upaya mempertahankan hidup dari kelaparan. Hal ini berhubungan dengan sifat khas rayap yaitu sifat kanibalistik dan nekrofagi yang dijelaskan oleh Tarumingkeng (1971). Sifat kanibalistik adalah perilaku rayap untuk memakan individu lain yang sakit atau lemas, sedangkan nekrofagi adalah perilaku rayap yang memakan bangkai individu lainnya. Sifat kanibalistik terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap.

Derajat Proteksi Contoh Uji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji yang diaplikasikan larutan kitosan 1% memiliki derajat proteksi yang paling baik yaitu mencapai nilai 100. Pada contoh uji hanya terbentuk gigitan-gigitan tipis pada permukaan kayu sehingga tidak dianggap sebagai serangan yang nyata. Derajat proteksi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan kitosan yang diberikan (Gambar 7). Berdasarkan hasil sidik ragam penambahan tingkat konsentrasi memberikan pengaruh nyata terhadap derajat proteksi contoh uji (p<0.05).

(23)

10

*huruf yang berbeda di belakang angka menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan

Gambar 7 Perbandingan derajat proteksi contoh uji setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus

Kerusakan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 8. Kerusakan contoh uji bergantung dari daya adaptasi rayap selama masa pengumpanan dan besarnya konsentrasi larutan kitosan yang diberikan. Pada dasarnya rayap tidak menolak untuk memakan contoh uji yang diberi perlakuan larutan kitosan. Namun pada contoh uji yang diaplikasi konsentrasi 1%, bentuk serangan yang terlihat masih tergolong ringan berupa gigitan tipis. Berbeda dengan contoh uji kontrol yang bentuk serangannya terlihat dalam dan lebar. Hal ini menunjukkan bahwa rayap dapat beradaptasi dengan makanan atau umpan yang diberikan. Pada konsentrasi 0.5% rayap masih memakan contoh uji namun kerusakan yang dihasilkan tidak separah contoh uji kontrol, yaitu berupa saluran yang cukup panjang namun tidak begitu dalam. Pada konsentrasi 0.75 % masih terjadi bentuk serangan, namun serangan yang terjadi masih ringan berupa saluran yang tidak dalam dan tidak lebar. Kedalaman saluran yang terbentuk akibat aktivitas makan rayap pada kontrol yaitu 9-14 mm sedangkan pada konsentrasi 0.5% dan 0.75% masing-masing sedalam 2-7 mm dan 1-3 mm.

(a) (b) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,00 0,50 0,75 1,00 D e rajat Pr o te ksi Konsentrasi Kitosan (%) 100 (d)* 90 (c)* 70 (b)* 40 (a)*

(24)

11

(c) (d)

Gambar 8 Kerusakan contoh uji pada setiap konsentrasi larutan kitosan setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus (a) 0%, (b) 0.5%, (c) 0.75%, dan (d) 1%

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Larutan kitosan 1% memiliki efikasi yang cukup baik sebagai bahan pengawet kayu untuk pengendalian serangan rayap tanah C. curvignathus. Pada konsentrasi tersebut dihasilkan rata-rata retensi larutan kitosan sebesar 3.50 kg/m3, rata-rata mortalitas rayap sebesar 98.17%, dan rata-rata derajat proteksi contoh uji mencapai 100. Larutan kitosan memiliki potensi sebagai bahan pengawet kayu untuk penggunaan interior.

Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja kitosan terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ketercucian kitosan dan dosis optimum larutan kitosan sebagai bahan pengawet kayu.

DAFTAR PUSTAKA

[AWPA] American Wood Preservers Association. 1972. AWPA Standards Looseleaf, currently revised.

Arinana. 2007. Teknologi umpan berbahan aktif kitosan untuk pengelolaan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 12(1): 1-6.

Becker G. 1975. Physical, chemical, and biological factor influencing the damage of wood and other materials by termites. Proc. Internat. Biodegrad. Symp. ONR.NBS: 259-271.

(25)

12

Brzeski, MM. 1987. Chitin and chitosan putting waste to good use. Info Fish, Number 5/87.

Champagne, LM. 2002. The synthesis of water soluble n-acyl chitosan derivatives for characterization as antibacterial agents. [dissertation]. BS Xavier University of Lousiana.

Dutta PK, Dutta J, Tripathi VS. 2004. Chitin and chitosan: chemistry, properties, and applications. Journal of Scientific and Industrial Research. 63:20-31. Eikenes M, Alfredsen G, Christensen BE, Militz H, Solheim H. 2005.

Comparison of chitosans with different molecular weight as possible wood preservatives. Journal of wood science. 51:387-394.

Harris WV. 1971. Termites their recognition and control. Ed ke-2. London (GB): Longman Group Ltd.

Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengawetan kayu (terjemahan) edisi pertama. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Kalshoven, LGE. 1981. Pest of crops in Indonesia. P.A. Vaan Der Laan, Univercity of Amsterdam. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Pp: 70-81. Katatny MHEI, Somitsch W, Robra KH, Katatny MSEI, Gubitz GM. 2000.

Production of chitinase and 1,3-Glucanase by Trichoderma harzianium for control of the phytopathogenic fungus Sclerotium rolfsii. Journal Food Technology Biotechnol. 38 (3): 170-180.

Komisi Pestisida Departemen Pertanian. 1995. Metode standar pengujian efikasi pestisida. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Kurt ID, Varum KM, Smidsord O. 1991. Chitosan crosslinked with MO (VI) polyxyanions effect of chemical properties in: advances in chitin and chitosan. London (GB): Elvisier Applied Science.

Nandika D, Surjokusumo S, Rismayadi Y. 1999. Status bahaya serangan rayap pada bangunan gedung di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pemantapan Pengendalian Rayap pada Bangunan Gedung. Jakarta (ID): Departemen PU-IPPHAMI.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: biologi dan pengendaliannya. Surakarta (ID): Muhammadiyah University Press.

Ornum, JV. 1992. Shrimp waste, must it be waste? Info Fish. 6:1992.

Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan membasmi rayap secara ramah lingkungan dan kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Rakhmawati, D. 1996. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramadhan LOAN, Radiman CL, Wahyuningrum D, Suendo F, Ahmad LO, Valiyaveetiil S. 2010. Deasetilasi kitin secara bertahap dan pengaruhnya terhadap derajat deasetilasi serta massa molekul kitosan. Jurnal Kimia Indonesia. 5(1):17-21.

Ravi K. 2000. A review of chitin and chitosan application, reactive and functional polymers. Journal of Scientific and Industrial Research. 46:1-27.

Rudi. 1999. Preferensi makan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) terhadap delapan jenis kayu bangunan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(26)

13

Sanford PA, Skjak-Braek G, Anthonsen T. 1989. Chitin and chitosan-sources, chemistry, biochemistry, physical properties and application. Elsevier. London. Pp: 51-70. Elsevier Applied Science Published Ltd.

Schmidt O, Müller J, Moreth U. 1995. Potentielle schutzwirkung von chitosan gegen holzpilze (in German). Holzzentralblatt 121:2503.

Supriana N. 1983. Feeding behavior of termites (Insecta: Isoptera) on tropical timber and treated materials. [thesis]. England: University of Sauthampton. Tambunan, B, Nandika D. 1987. Deteriorasi kayu oleh faktor biologis. Pusat

Antar Universitas Bioteknologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tang ZX, Shi L, Qian J. 2007. Neutral lipase from aqueous solutions on chitosan

nano particles. Journal Biochemical Engineering. 34: 217-223.

Tarumingkeng RC. 1971. Biologi dan Pengendalian Rayap Perusak Kayu di Indonesia. Laporan No. 138. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hasil Hutan. ________________. 1992. Insektisida: sifat, mekanisme kerja, dan dampak

penggunaannya. Jakarta (ID). Ukrida Press.

________________. 2001. Biologi dan perilaku rayap [internet]. diacu [2013 Mei 8]. Tersedia dari: http://tumou.net/biologi_dan_perilaku_rayap.htm.

(27)

Lampiran 1 Retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji Konsentrasi Larutan

Kitosan (%) Ulangan Retensi (g/cm 3 ) Rata-rata (kg/m3) 0.50 1 0.015 1.50 (a)* 2 0.017 3 0.013 0.75 1 0.030 3.33 (b)* 2 0.038 3 0.031 1.00 1 0.037 3.50 (b)* 2 0.032 3 0.037

*huruf yang sama di belakang nilai rata-rata retensi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang berpengaruh nyata

(28)

Lampiran 2 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada setiap konsentrasi larutan kitosan

Konsentrasi Larutan

Kitosan (%) Ulangan Mortalitas (%) Rata-rata (%)

0.00 1 12.5 11.76 (a)* 2 11.6 3 11.2 0.50 1 66.1 65.10 (b)* 2 73.6 3 55.6 0.75 1 89.0 87.67 (c)* 2 89.7 3 84.3 1.00 1 100 98.17 (d)* 2 100 3 94.5

*huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata mortalitas menunjukkan adanya perbedaan yang berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(29)

Lampiran 3 Derajat proteksi contoh uji setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus

Konsentrasi Larutan

Kitosan (%) Ulangan Derajat Proteksi Rata-rata

0.00 1 40 40 (a)* 2 40 3 40 0.50 1 70 70 (b)* 2 70 3 70 0.75 1 90 90 (c)* 2 90 3 90 1.00 1 100 100 (d)* 2 100 3 100

*huruf yang berbeda dibelakang nilai rata-rata derajat proteksi menunjukkan adanya perbedaan yang berpengaruh nyata terhadap perlakuan

(30)

Lampiran 4 Analisis sidik ragam retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji

Dependent Variable: retensi

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 2 0.00074289 0.00037144 35.56 0.0005

Error 6 0.00006267 0.00001044

Corrected Total 8 0.00080556

R-Square Coeff Var Root MSE retensi Mean

0.922207 11.63443 0.003232 0.027778

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 2 0.00074289 0.00037144 35.56 0.0005

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 2 0.00074289 0.00037144 35.56 0.0005

Duncan's Multiple Range Test for retensi

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 0.00001

Number of Means 2 3 Critical Range .006457 .006692

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N kitosan

A 0.035333 3 1 A

A 0.033000 3 0.75

(31)

Lampiran 5 Analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C.curvignathus pada setiap contoh uji

Dependent Variable: mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 13337.34250 4445.78083 176.25 <.0001

Error 8 201.80000 25.22500

Corrected Total 11 13539.14250

R-Square Coeff Var Root MSE mortalitas Mean

0.985095 7.647430 5.022450 65.67500

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 3 13337.34250 4445.78083 176.25 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 3 13337.34250 4445.78083 176.25 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for mortalitas

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 25.225

Number of Means 2 3 4 Critical Range 9.46 9.85 10.08

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N kitosan

A 98.167 3 1

B 87.667 3 0.75

C 65.100 3 0.5

(32)

Lampiran 6 Analisis sidik ragam derajat proteksi contoh uji pada setiap perlakuan setelah tiga minggu pengumpanan terhadap rayap tanah C. curvignathus

Dependent Variable: derajat_proteksi

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 6300.000000 2100.000000 Infty <.0001

Error 8 0.000000 0.000000

Corrected Total 11 6300.000000

R-Square Coeff Var Root MSE derajat_proteksi Mean

1.000000 0 0 75.00000

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 3 6300.000000 2100.000000 Infty <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kitosan 3 6300.000000 2100.000000 Infty <.0001

Duncan's Multiple Range Test for derajat_proteksi

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 0

Number of Means 2 3 4 Critical Range 0 0 0

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N kitosan

A 100.0 3 1

B 90.0 3 0.75

C 70.0 3 0.5

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Januari 1992 dari ayah Dirvamena Boer dan ibu Dedeh Jubaedah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi seperti Himpunan Profesi HIMASILTAN sebagai anggota Divisi Eksternal pada tahun 2011 dan anggota kelompok minat TPMK HIMASILTAN pada tahun 2012. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cikiong dan Hutan Gunung Tangkuban Parahu pada tahun 2011, Praktek pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2012, dan pada bulan Februari-April 2013 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di CV. Joko Joyo Jati Furniture, Jepara, Jawa Tengah.

Penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan, seperti Divisi Konsumsi Himasiltan Care pada tahun 2011, Medis Bina Corp Rimbawan Fakultas Kehutanan pada tahun 2012, Medis KOMPAK Departemen Hasil Hutan pada tahun 2012, Divisi Kewirausahaan Forest Technology Expo pada tahun 2012, Divisi Kesekretariatan pada Tri-University International Joint Seminar and Symposium pada tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga meraih Juara 2 lomba kreasi jilbab tingkat Fahutan pada tahun 2012 dan Juara 1 lomba kreasi jilbab pada acara Beauty In Action di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama.

Gambar

Gambar 3  Media pengujian
Gambar 4  Perbandingan retensi larutan kitosan pada setiap contoh uji   Retensi larutan kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini masih tergolong  rendah  untuk  penggunaannya  sebagai  bahan  pengawet  kayu  anti  rayap
Gambar  6    Keadaan  contoh  uji    kontrol  (a)  dan  contoh  uji  yang  mendapat  perlakuan  kitosan  (b)  setelah  tiga  minggu  pengumpanan  terhadap  rayap tanah C
Gambar  7    Perbandingan  derajat  proteksi  contoh  uji  setelah  tiga  minggu  pengumpanan terhadap rayap tanah C
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, khitosan diperkirakan mampu digunakan pula sebagai bahan yang dapat membunuh rayap tanah dengan sistim umpan yang ramah lingkungan. Senyawa

[r]

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap tanah CUjJ/o/erl1les clIrvignathlls pada contoh uji kontrol adalah 21.2%, sedangkan pada contoh uji

[r]

curvignathus yang diidentifikasi adalah ekstrak dalam pelarut etanol dan etil asetat, karena ekstrak etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan ekstrak etil asetat

Sebagian hasil penelitian dalam disertasi ini telah dipresentasikan pada Seminar 1 st International Conference of Crop Security, Universitas Brawijaya, Malang, 20 - 22

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah rayap tanah kasta pekerja (C. curvignathus), sarang rayap, kayu karet, kayu nangka, kayu mangga, kayu jambu air,