• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan buku esai foto realita kehidupan pengamen waria di Daerah Binong-Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan buku esai foto realita kehidupan pengamen waria di Daerah Binong-Bandung"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

53 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Lukman

TTL : Bandung, 03 November 1990 Pendidikan :

- SD Abdinegara (2007 – 2003)

- SMP Negeri 1 Rancaekek (2003 – 2006) - SMA Negeri 1 Rancaekek (2006 – 2009) - Universitas Komputer Indonesia (2009 – 2014) Alamat : Perum. Abdinegara RT. 02 RW. 15 Kec. Rancaekek Wetan Kab. Bandung

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN BUKU ESAI FOTO REALITA KEHIDUPAN PENGAMEN WARIA DI DAERAH BINONG - BANDUNG

DK38315/Tugas Akhir

Semester II 2013 - 2014

Oleh :

Muhammad Lukman

51909124

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Rumusan Masalah... 4

I.4 Batasan Masalah ... 4

I.5 Manfaat Penelitian ... 5

I.6 Tujuan Penelitian ... 5

BAB II REALITA KEHIDUPAN PENGAMEN WARIA DI DAERAH BINONG ... 6

II.1 Pengertian Waria ... 6

II.2 Faktor-faktor Penyebab Seseorang Menjadi Waria ... 7

II.3 Faktor-faktor Seorang Waria Memilih Profesi Pengamen ... 9

(7)

vii

II.3.2 Perbedaan Ngamen Dengan Pengamen ... 9

II.3.3 Profesi Pengamen Waria ... 10

II.4 Keberadaan Pengamen Waria di Daerah Binong ... 11

II.4.1 Pro - Kontra Keberadaan Pengamen Waria ... 11

II.4.2 Pengamen Waria Dalam Menjalani Kehidupannya ... 12

II.5 Tinjauan Fotografi ... 17

II.5.1 Pengertian Fotografi ... 17

II.5.2 Foto Esai bagian dari Foto Jurnalistik ... 18

II.5.3 Fungsi Fotografi ... 18

II.6 Analisa Masalah ... 19

II.7 Solusi ... 20

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI ... 21

III.1 Strategi Perancangan ... 21

III.1.1 Kelompok Sasaran (Target Audience) ... 21

III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 23

III.1.2.1 Materi Pesan ... 24

III.1.2.2 Tujuan Komunikasi ... 24

III.1.3 Strategi Kreatif ... 24

III.1.4 Strategi Media ... 25

III.1.4.1 Media Utama ... 25

(8)

viii

III.1.5 Strategi Distribusi ... 27

III.2 Konsep Visual ... 27

(9)

ix

IV.2.10 Pin... 45

IV.2.11 Jam Dingding ... 45

IV.2.12 X-Banner ... 46

DAFTARPUSTAKA ... 47

(10)

47 DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Antonisu dan Hendramon. 1999. Merawat dan Memperbaiki Kamera: Jakarta: Puspa Suara.

Bandura, A. 1973. Aggression a Social Learning Analysis. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Koeswinarno. 2004. Hidup, Sebagai Waria. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara Nugroho, R.Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta: Penerbit Andi Supratiknya, A. 1995.Mengenal Prilaku Abnormal. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara

Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi

Way, Wilsen. 2014. Human Interest Photography. Jakarta: Elex Media Komputindo

Zahar, Iwan. 2003. Catatan Fotografer: Kiat Jitu Menembus New York. Jakarta: Kreatif Media

Terjemahan :

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Jurnal Ilmiah :

Soedijati, E.k. 1995. Solideritas dan Masalah Sosial Kelompok Waria. Bandung: STIE Bandung

Website :

(11)

48 Anonim. 2005. Menjenguk Identitas Kaum Homoseksual. Tersedia di: http//www.jatim.go.Id [24 Desember 2005]

Cheung, Billy. 2010. Komposisi Dalam Fotografi. Tersedia di: http://beecara.wordpress.com/komposisi-dalam-fotografi/ [12 April 2011]

2012. Bandung Akan Sterilkan Pengamen dan Waria. Tersedia di: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/297078-bandung [17 Maret 2012]

(12)

1

BABI

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan pengamen waria dalam lingkungan masyarakat Indonesia saat ini merupakan realitas yang tidak bisa ditolak dan bukan merupakan hal yang baru lagi, hampir semua orang mengetahui pengamen waria. Pengamen waria pada dasarnya adalah individu yang memiliki jenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku serta berpakaian layaknya seperti seorang wanita dan berprofesi sebagai pengamen. Akibatnya perilaku pengamen waria dalam menjalankan aktivitas keseharian ataupun saat mengamen sering tampak kaku, tidak terlihat seperti wanita normal pada umumnya. Fisik pengamen waria memang laki-laki, namun cara berjalan, berbicara, bernyanyi dan penampilannya mirip sekali dengan perempuan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jiwa mereka terperangkap dalam tubuh yang salah (Koeswinarno, 2004, h.1). Sulitnya mencari pekerjaan untuk seorang waria, belum diterima sepenuhnya keberadaan waria di masyarakat, dan keahlian serta pengetahuan yang tidak bisa bersaing. Mengakibatkan sebagian besar waria memilih profesi sebagai pengamen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(13)

2 Fenomena kaum pengamen waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan kaum pengamen waria yang sesungguhnya. Kebanyakan dari masyarakat hanya melihat dari sisi yang negatif. Karena masyarakat selama ini terbiasa disuguhi dengan berita-berita kehidupan pengamen waria yang selalu identik dengan hal-hal yang negatif, seperti yang dikutip berikut ini.

Pikiran Rakyat (15/09/2012) :

Warga kembali mengeluhkan keberadaan waria pengamen jalanan di sejumlah ruas jalan di Kota Bandung. Keberadaan mereka dinilai meresahkan karena tak hanya beroperasi di malam hari, namun juga mulai sore hari. Salah seorang pengguna jalan, Hilda M. (32) mengatakan, keberadaan mereka mengganggu pengguna jalan karena terkesan memaksa. "Kalau tidak diberi uang suka diam saja, akhirnya terpaksa kami memberikan uang," ucapnya kepada "PRLM". Keberadaan mereka mengganggu pengendara yang sedang bersama dengan anggota keluarga. "Sore-sore sudah berkeliaran, tidak enak juga dilihat oleh anak-anak karena dandanannya kurang pantas," kata Hilda.

VIVAnews (17/03/2012) :

Pemerintah Kota Bandung menilai keberadaan pengamen dan waria menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman kepada para wisatawan yang datang ke Bandung. Karena itu Pemkot Bandung punya rencana mensterilkan jalanan Bandung dari pengamen dan waria.

(14)

3 dijelaskan dengan deskripsi yang sederhana, konflik identitas jenis kelamin yang dialami waria serta profesinya sebagai pengamen hanya dapat dipahami melalui kajian terhadap setiap tahap perkembangan dalam hidupnya.

Kehidupan pengamen waria di daerah Binong tepatnya di jalan Kiaracondong gang Cipicung Tujuh kota Bandung, menjadi sangat menarik untuk penulis jadikan bahan penelitian. Karena didaerah ini merupakan salah satu tempat yang banyak ditingali oleh kaum waria dari berbagai daerah khususnya waria yang berprofesi sebagai pengamen. Banyak alasan mengapa kaum waria memilih tinggal di daerah Binong, entah itu dari masyarakatnya yang mau menerima keberadaan waria, ataupun untuk hidup berdampingan dengan sesama waria. Karena berkumpulnya waria dalam satu lingkungan yang sama, menyebabkan adanya solideritas yang tinggi antara waria. Berdasarkan penelitian Soedijati (1995) mengenai solideritas dan masalah sosial kelompok waria maka dapat diketahui bahwa “kelompok waria memiliki solideritas yang tinggi, antara lain diwujudkannya tolong - menolong berupa bantuan keuangan, mengajari cara berdandan perempuan, cepat bertindak dalam membela kaumnya yang dilecehkan dan menolong teman sesama waria yang terkena musibah” (h.85).

(15)

4 I.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang dapat diambil dari realita kehidupan pengamen waria di daerah Binong kota Bandung, adalah sebagai berikut :

 Kehadiran pengamen waria disejumlah ruas jalan di Bandung, dianggap meresahkan warga.

 Pengamen waria dianggap merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan.

 Penampilan pengamen waria yang dianggap kurang pantas, karena tidak baik jika dilihat oleh anak-anak.

 Kehadiran pengamen waria dianggap dapat menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman kepada para wisatawan yang datang ke kota Bandung.

I.3 Rumusan Masalah

Pandangan masyarakat dan pemerintah memberi pengaruh yang besar pada proses pencapaian eksistensi pengamen waria didalam lingkungan masyarakat. Kehadiran pengamen waria yang selalu identik dengan hal-hal negatif, belum tentu sepenuhnya benar. Dalam identifikasi masalah yang dapat diambil maka dapat dirumuskan :

 Bagaimana memberikan gambaran kepada khalayak tentang realitas kehidupan pengamen waria di daerah Binong yang sebenarnya secara jujur dan mendalam melalui karya esai foto, yang bertujuan untuk melihat sisi lain dari kehidupan pengamen waria di daerah binong.

I.4 Batasan Masalah

(16)

5 I.5 Tujuan Perancangan

 Melihat sisi lain dari kehidupan pengamen waria di daerah Binong dalam menjalani kehidupannya sehari-hari secara lebih dekat dan mendalam, yang mungkin jarang terlihat oleh sebagian besar masyarakat.

 Untuk mengetahui aktivitas pengamen waria di daerah Binong dan menyampaikan informasi sebenar-benarnya kepada khalayak, bahwa dibalik kehidupan pengamen waria yang selalu di identikan dengan hal-hal yang negatif terdapat sisi yang positif.

 Karya esai foto tidak hanya mengajak audiens untuk melihat lebih dalam kehidupan pengamen waria hanya lewat bidikan lensa kamera saja, tetapi memaknai kehidupan pengamen waria lewat cerita dibalik cerita.

(17)

6

BABII

KEHIDUPAN PENGAMEN WARIADI DAERAH BINONG

II.1 Pengertian Waria

Gambar II.1 Pengamen Waria Sumber: Dokumen Pribadi (2014)

(18)

7 Sampai saat ini, jumlah waria yang terdata di Indonesia memang tidak pasti. Namun di Bandung, terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khusus waria yang dikenal dengan Srikandi Pasundan. Menurut Luvhi (dalam everything is a story, 2014) sebagai Staff Manager LSM Srikandi Pasundan mengungkapkan. “Untuk Jawa Barat, anggota yang terdaftar sekitar 5800-an orang. Kalau di Bandung sekitar 750 orang, walaupun pada kenyataannya bisa lebih dari itu”. Jumlah waria di bandung memang cukup banyak, namun angka itupun masih berupa perkiraan yang amat kasar. Artinya hingga saat ini belum ada data yang pasti berapa jumlah waria yang ada di Bandung, mengingat masih banyak waria yang belum terdaftar di LSM Srikandi Pasundan.

Di Bandung keberadaan waria dapat dijumpai di setiap sudut kota dan bukan merupakan hal yang aneh lagi, bahkan kaum waria berbaur dengan masyarakat setempat. Ada sebagian dari masyarakat yang menerima kehadiran kaum waria, akan tetapi tidak sedikit pula yang menolak kehadirannya. Karena keberadaan waria masih dianggap merupakan penyimpangan terhadap tatanan norma dan etika di masyarakat. Anonim (2005) menjelaskan “Suatu masyarakat memiliki kecenderungan menerima perkembangan dan perubahan itu, namun sebagian lagi menolak karena mengikuti tatanan norma dan etika moral” (http://www.jatim.go.Id).

(19)

8 II.2 Faktor-faktor Penyebab Seseorang Menjadi Waria

Secara teoritis Bandura (1977) mengemukakan ada tiga faktor besar yang sangat mempengaruhi terjadinya penyimpangan atau perubahan sifat dan sikap seorang laki – laki menjadi seorang waria, yaitu :

Biogenik

Seseorang menjadi waria disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor biologis atau jasmaniah, dimana yang bersangkutan menjadi waria dipengaruhi oleh lebih dominannya hormon seksual perempuan dan merupakan faktor genetik seseorang. Selain itu, neuron yang ada di waria sama dengan neuron yang dimiliki perempuan. Dominannya neuron dan hormon seksual perempuan mempengaruhi pola perilaku seseorang menjadi feminim dan berperilaku perempuan.

Psikogenik

Seseorang menjadi waria juga ada yang disebabkan oleh faktor psikologis, dimana pada masa kecilnya, anak laki-laki menghadapi permasalahan psikologis yang tidak menyenangkan baik dengan orang tua, jenis kelamin yang lain, frustasi hetereseksual, adanya iklim keluarga yang tidak harmonis yang mempengaruhi perkembangan psikologis anak maupun keinginan orang tua memiliki anak perempuan namun kenyataannya anaknya adalah seorang laki-laki. Kondisi tersebut, telah menyebabkan perlakuan atau pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan dan telah membentuk perilaku laki-laki menjadi feminim bahkan kewanitaan.

Sosiogenik

(20)

9 waria membentuk atau berkelompok dengan komunitasnya. Kondisi tersebut ikut mendorong para waria untuk bergabung dalam komunitasnya dan semakin matang menjadi seorang waria baik dalam perilaku maupun orientasi sexualnya.

b. Dalam beberapa kasus, sulitnya mencari pekerjaan bagi para lelaki tertentu di kota besar menyebabkan mereka mengubah penampilan menjadi waria hanya untuk mencari nafkah dan atau yang lama kelamaan menjadi permanen.

c. Pada keluarga tertentu, kesalahan pola asuh yang diterapkan oleh keluarga terhadap anggota keluarganya terutama yang dialami oleh anak laki-lakinya dimasa kecil. Seperti keinginan orang tua memiliki anak perempuan, sehingga ada sikap dan perilaku orang tua yang mempersepsikan anak lelakinya sebagai anak perempuan dengan memberikan pakaian anak perempuan, maupun mendandani anak laki-lakinya layaknya seperti anak perempuan.

II.3 Faktor-faktor Seorang Waria Memilih Profesi Pengamen

II.3.1 Definisi Pengamen

Pengertian pengamen dalam Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2005) yaitu, kegiatan bernyanyi atau bermain musik dari satu tempat ke tempat lain dengan mengharapkan imbalan sukarela atas pertunjukan yang mereka suguhkan. Namun karya yang mereka suguhkan berbeda-beda, baik dari segi bentuk dan kwalitas maupun performanya.

II. 3.2Perbedaan Ngamen dengan Pengamen

(21)

10 ke tempat yang lain. Sedangkan pengamen itu adalah pelaku yang melakukan kegiatan ngamen tersebut. Seseorang yang berfropesi sebagai pengamen, biasanya dia menggantungkan hidup dari kegiatan bernyanyi atau bermain musik keliling dengan menjual jasa secara suka rela, namun dengan harapan ada balasan berupa materi (uang).

II.3.3 Profesi Pengamen Waria

Sulitnya mencari pekerjaan untuk seorang waria, belum diterima sepenuhnya keberadaan waria di masyarakat, dan keahlian serta pengetahuan kaum waria yang tidak bisa bersaing. Mengakibatkan sebagian besar waria memilih profesi sebagai pengamen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Profesi pengamen memang menjadi pekerjaan bagi kaum yang tidak bisa bersaing ataupun kaum yang tersisih dari lingkungan masyarakat, masalah ekonomi selalu menjadi alasan utama untuk mengamen. Para pengamen waria sering kita jumpai di kota-kota besar dan padat penduduknya. Saat ini pengamen waria sudah dianggap mengganggu oleh sebagian masyarakat karena sering terjadi aksi menyimpang dari beberapa pengamen waria ini, seperti di anggap sebagai penyebab kemacetan, pengamen yang suka memaksa harus selalu diberi uang dan lain-lain.

(22)

11 II.4 Keberadaan Pengamen Waria di Daerah Binong

II.4.1 Pro – Kontra KeberadaanPengamen Waria

Pembahasan tentang pro - kontra keberadaan kaum pengamen waria di tengah kehidupan masyarakat memang tak ada habisnya. Perdebatan akan penerimaan kaum pengamen waria di dalam masyarakat selalu menimbulkan protes dari berbagai kalangan, mulai dari tokoh masyarakat hingga dari segi budaya. Apakah benar pengamen waria selalu terkait dengan hal-hal negatif saja, tanpa memiliki nilai-nilai positif yang sebenarnya juga berguna bagi sesamanya?, dan hal seperti inilah yang timbul dan menjadi permasalahan di masyarakat.

Menurut pernyataan dari Kiki, Rina Noze, Salsa dan Mira dalam wawancara penulis dengan waria (2014) di Binong, mengenai masyarakat yang pro dan kontra terhadap mereka adalah sebagai berikut:

Pihak yang pro :

-Teman pergaulan

Teman pergaulan adalah pihak yang mendukung keberadaan pengamen waria. Karena keberadaan pengamen waria bagi teman pergaulan dapat menambah keberagaman teman.

-Teman profesi

Teman profesi adalah pihak yang mendukung keberadaan pengamen waria. Karena sesama teman profesi tentunya saling mendukung dan saling membantu, mereka menganggap bahwa mereka senasib dan sepenanggungan.

-Sebagian masyarakat

(23)

12

Pihak yang kontra:

-Pemuka agama

Pemuka agama adalah pihak yang menolak keberadaan waria karena tidak sesuai dengan ajaran agama. Khususnya agama Islam yang mayoritas penduduk kita memegang ajarannya, tidak membenarkan tentang penyimpangan yang dilakukan oleh kaum waria.

-Pemerintah

Pemerintah juga dianggap pihak yang menolak keberadaan pengamen waria, karena keberadaanya dianggap sebagai pemicu masalah yang dapat menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman kepada para wisatawan yang datang.

-Sebagian masyarakat

Karena keberadaan pengamen waria dianggap dapat merusak tatanan norma dan etika di masyarakat.

Pro – kontra yang terjadi di masyarakat tentang keberadaan kaum minoritas pengamen waria memang tidak ada habisnya. Sebenarnya tidak banyak yang dituntut oleh kaum pengamen waria, hanya pengakuan keberadaan dan kesetaraan akan segala hal yang berhubungan dengan kemanusiaan. Contohnya susahnya waria dalam mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mengakibatkan sebagian kaum waria memilih bekerja sebagai pengamen.

(24)

13 yang berprilaku dan berdandan seperti layaknya seorang wanita, dan berprofesi sebagai pengamen. Dibalik kehidupannya sebagai pengamen waria yang sering di identikan dengan dunia yang negatif, waria juga melakukan kegiatan-kegiatan positif sehari-hari layaknya seperti orang normal biasa pada umumnya. Berikut adalah aktivitas keseharian pengamen waria di Binong yang sempat penulis abadikan :

1.Aktivitas pengamen waria dalam lingkungannya di Binong

(25)

14 Gambar diatas adalah kegiatan pengamen waria di tempat tinggalnya di Binong. Bagaimana para pengamen waria melakukan aktivitas pekerjaan rumahnya seperti membersihkan piring, mencuci pakaian, bagaimana bersosialisasi dengan warga, dan bagaimana melakukan transaksi jual beli dengan pedagang. Para pengamen waria di Binong ini sangat ramah dan akrab dengan warga. Mereka berusaha agar keberadaannya dapat di terima oleh masyarakat disekitar lingkungannya, dengan cara bersosialisasi membuktikan bahwa pengamen waria di Binong bukanlah kaum yang individu.

2. Aktivitas berdandan pengamen waria di Binong

(26)

15 Gambar di atas adalah kegiatan berdandan pengamen waria di Binong. Berdandan merupakan hal yang tidak bisa di tinggalkan untuk pengamen waria. Banyak sekali alat-alat make up, koleksi baju dan sepatu wanita yang di miliki. Dalam merias diri para pengamen waria ini sangat pandai, ilmu itu didapatkan dari sesama teman warianya. Penampilan para pengamen waria di Binong yang unik dan terkesan terlalu meriah, memang sengaja di lakukan untuk mengundang perhatian. Karena semakin meriah dalam berdandan, maka semakin besar juga kemungkinan pendapatan yang akan pengamen waria hasilkan saat mengamen.

3. Kegiatan mengamen waria di Binong.

(27)

16 Gambar di atas adalah kegiatan mengamen waria di Binong. Tempat mengamen yang biasa menjadi target para pengamen waria di Binong adalah Jl. Pasupati-Pasteur, Jl. Dago-Merdeka, Jl. Ahmad Yani-Cicaheum, Jl. Pasirkoja, Jl. Asia Afrika serta tempat-tempat ramai separti pasar atau taman-taman kota di Bandung. Dalam mengamen para pengamen waria ini tidak hanya di satu tempat, tapi selalu berpindah-pindah tempat, mencari tempat keramaian yang biasa dikunjungi orang-orang.

Salah satunya sebut saja Kiki (seorang pengamen waria), dalam wawancara penulis (2014) di tempat tinggalnya di Binong. Kiki sudah mengeluti dunia mengamen hampir 8 tahun. Kiki lahir di Surabaya, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan tujuan Kiki pindah ke kota Bandung. Sebelumnya Kiki pernah mencoba keberuntungannya di kota Jakarta namun biaya hidup di sana sangat tinggi. Kota Bandung menjadi pilihannya karena biaya hidup di kota ini cukup terjangkau, dan penghasilan mengamennya tidak jauh berbeda dengan penghasilannya di Jakarta. Dalam sehari mengamen pendapatan Kiki memang tidak tentu, Kiki bisa mendapatkan uang Rp 80.000 sampai Rp 150.000 tergantung dari tempat mengamennya. Biasanya kiki mulai mengamen dari pukul 15.00 sampai pukul 24.00, bahkan jika cuaca sedang baik Kiki bisa mengamen hinga pukul tiga subuh. Dalam sebulan minimal Kiki harus menyisihkan uang Rp 600.000 untuk membayar kosannya, dan Rp 500.000 sampai Rp 800.000 untuk tabungannya. Kira-kira penghasilan Kiki selama sebulan bisa mencapai Rp 2000.000 sampai Rp 3000.000.

(28)

17 goyangan dan nyanyian dari para pengamen waria seolah-olah mampu membuat warga pasar terhibur.

II.5 Tinjauan Fotografi

5.1 Pengertian Fotografi

Istilah fotografi menurut kamus fotografi oleh R. Amien Nugroho (2006), “berasal dari bahasa latin, yaitu photos dan graphos. Photos

artinya cahaya atau sinar, sedangkan graphos artinya menulis atau melukis. Jadi, arti sebenarnya dari fotogarfi adalah proses dari seni pembuatan gambar (melukis dengan sinar atau cahaya) pada sebuah bidang atau pembukaan yang dipetakan” (h.13).

Fotografi dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Foto dokumentasi

Foto dokumentasi merupakan sebuah karya foto yang dibuat untuk tujuan merekam (mengabadikan) suatu momen kejadian yang dianggap penting oleh pribadi fotografer ataupun oleh klien yang menyerahkan tugas pemotretan kepada fotografer.

2. Foto seni

Foto seni adalah suatu karya foto yang memiliki nilai seni, suatu nilai estetik, baik yang bersifat universal maupun lokal atau terbatas. Karya-karya foto dalam kategori ini mempunyai suatu sifat yang secara minimal memiliki daya simpan dalam waktu yang relatif lama dan tetap dihargai nilai seninya.

3. Foto komersil

(29)

18 4. Foto jurnalistik

Fotografi jurnalistik adalah cabang fotografi dimana seseorang yang memotret menyampaikan sebuah berita lewat kameranya kepada pembaca sebuah media cetak.

5.2 Esai Foto Bagian dari Foto Jurnalistik

Esai Foto merupakan salah satu bagian dari fotografi jurnalistik. Esai foto adalah foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto tetapi temanya satu. Pembuatan esai foto hampir sama halnya seperti pembuatan film dokumenter, yaitu berdasarkan urutan peristiwa terdiri dari pendahuluan, isi dan foto akhir. Kebanyakan esai foto saat ini semuanya di

pose atau adanya pengaturan gaya dan teknis fotografi lainnya untuk menghasilkan foto yang menceritakan kejadian fiksi (realitas, bukan dongeng). Semuanya sah saja, selama posenya jujur dan tidak ditambah atau dikurangi, tidak menyalahi kode etik dan tetap menggambarkan keadaan sebenarnya (Zahar, 2003, h.26).

5.3 Fungsi Fotografi

Menurut Antonius dan Herdamon (1999, h.38) fungsi utama dari sebuah fotografi yaitu sebagai berikut :

a. Fungsi Dokumentasi

(30)

19 b. Fungsi Komunikasi

Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, sebuah foto harus dapat berbicara tentang apa yang disampaikan dalam foto tersebut. Sehingga penikmat dapat mengerti apa dari foto tersebut.

c. Fungsi Seni

Dalam fungsi sebagai seni, sebuah foto harus memiliki nilai estetika yang tinggi sehingga orang yang melihatnya akan merasa tertarik karena merasa dalam suasana yang ditampilkan pada foto tersebut.

d. Fungsi Ekspresi

Foto berfungsi sebagai ekspresi dimaksudkan bahwa foto tersebut adalah ungkapan perasaan dari sang fotografernya yang antara lain berupa rasa sedih, marah, gembira serta yang lainnya. Dalam hal ini penulis memanfaatkan keempat fungsi fotografi tersebut untuk diaplikasikan ke dalam karya tugas akhir ini.

II.6 Analisa Masalah

(31)

20 II.7 Solusi

Keberadaan pengamen waria di lingkungan masyarakat merupakan realitas yang tidak bisa ditolak lagi. Penindasan serta penilaian yang secara objektif terhadap suatu golongan atau individu sebaiknya tidak terjadi, Karena masyarakat hidup berpedoman terhadap Pancasila sebagai dasar utama hukum bangsa Indonesia. Seperti yang di kutip dari sila kedua yang berisi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menegaskan bahwa siapapun warga Negara Indonesia, dan semua yang menyangkut identitas personal atau kelompok suatu bangsa, termasuk juga didalamnya jenis gender ataupun profesinya, bukanlah menjadi penentu atas layak atau tidaknya memberikan keadilan dan keberadaban, semua sama sebagai warga Negara Indonesia.

(32)

21 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan media informasi ini adalah buku esai foto, yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aktivitas pengamen waria dalam kesehariannya dan mengaplikasikan informasi ilustrasi dalam buku melalui media esai foto. Karena media esai foto di angap lebih efisien dan efektif dalam menyampaikan informasi dan gambaran mengenai kegiatan-kegiatan pengamen waria di Binong.

III.1.1 Kelompok Sasaran (Target Audience)

Adapun kelompok sasaran (target audience) buku ini, ditujukan kepada anak muda, orang tua atau usia 20 tahun sampai 40 tahun. Karena usia 20 tahun sampai 40 tahun di masyarakat kita adalah usia yang sudah mulai berpikir dewasa dan mulai peduli terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi dilingkungannya. Seperti yang dikutip dari (Sumiati Ahmad Mohamad, 2013) yang membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut :

40 - 65 tahun = masa setengah umur (Prasenium) 60 tahun ke atas = masa lanjut usia (Senium)

(33)

22  Kelompok Sasaran Primer

merupakan sasaran utama dalam menyampaikan informasi buku esai foto ini. Kajian kelompok sasaran primer meliputi:

-Geografis

Secara geografis, buku esai foto ini ditujukan hanya untuk wilayah Bandung saja. Namun tidak menutup kemungkinan buku esai foto ini untuk di sebar di seluruh wilayah di Indonesia, terutama kota-kota besar yang banyak terdapat ditingali oleh kelompok waria.

- Demografis

Secara demografis, target sasaran primer meliputi kedua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan atau anak muda, orang tua yang usianya sudah menginjak 20 – 40 tahun.

-Psikografis

Secara psikografis, media buku esai foto ini ditujukan untuk orang-orang yang ingin menambah pengetahuan dan informasi tentang masalah sosial yang terjadi di lingkungannya, khususnya masalah pengamen waria yang ada di lingkungan masyarakat.

 Kelompok Sasaran Sekunder

Kelompok sasaran sekunder merupakan target tambahan diluar kelompok sasaran utama. Kelompok sasaran sekunder buku ini adalah orang-orang yang tertarik mengetahui informasi tentang kehidupan pengamen waria walaupun umur mereka tidak tergolong pada umur yang menjadi target

(34)

23 III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Untuk menyampaikan sebuah informasi dibutuhkan komunikasi yang baik dan mampu menyampaikan informasi atau pesan-pesan yang akan disampaikan dengan mudah dimengerti khususnya target audience. Komunikasi merupakan penyampaian pesan atau informasi dari komunikator kepada komunikan yang sedang berinteraksi secara langsung maupun lewat media.

Pendekatan komunikasi yang akan digunakan dalam menyampaikan informasi buku esai foto ini terbagi menjadi 2, yaitu:

 Pendekatan Visual

Pendekatan visual yang akan digunakan adalah berupa foto hitam putih yang bercerita tentang kehidupan pengamen waria di Binong dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Teknik pengambilan foto dilakukan secara jujur dan spontanitas dengan pengambilan foto dari berbagai sudut.

Gambar III.5 Pendekatan Visual Media Utama Sumber: Dokumen Pribadi (2014)

 Pendekatan Verbal

(35)

24 ini dipilih karena mampu mempresentasikan kehidupan pengamen waria, dimana nyayiannya yang selalu terdengar sumbang dan tidak selaras dengan nada yang seharusnya. Sedangkan pendekatan komunikasi yang akan digunakan untuk isi buku berupa teks. Fungsinya sebagai pendukung untuk menjelaskan isi cerita yang ada di dalam foto dan menggunakan bahasa Indonesia yang formal, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan mudah oleh audience.

III.1.2.1 Materi Pesan

Materi pesan yang akan disampaikan dalam perancangan buku esai foto ini adalah. Bagaimana pengamen waria dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Seperti aktivitas pengamen waria di dalam tempat tingalnya, pengamen waria dalam bersosialisali dengan masyarakat atau dengan sesama waria, serta jati diri pengamen waria dalam menampilkan diri di masyarakat dan arti kehidupan bagi pengamen waria. III.1.2.2 Tujuan komunikasi

Untuk menginformasikan dan menarik minat baca audience baik dari visual foto atau teks yang akan disampaikan, sehinga audience

diharapkan dapat memaknai kehidupan pengamen wari melalui pesan yang

disampaikan.

III.1.3 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang akan di tampilkan pada buku esai foto ini adalah lebih mengutamakan tampilan gambar pada foto, baik dari sudut pengambilan gambar, posisi cahaya, dengan menampilkan berbagai ekspresi sesuai dengan keadaan yang terjadi. Lalu mengolahnya kedalam media komputer dengan menggunakan

software Adobe Photosop untuk mempertajam ditail gambar seperti warna, cahaya dan kesan dalam foto yang akan di sampaikan kepada pembaca. Terdapat juga beberapa merchandise dan media pendukung menarik untuk menarik perhatian

(36)

25 III.1.4 Strategi Media

Pemilihan media adalah berdasarkan dengan kebutuhan target audience

dan keefektifan dalam menyampaikan informasi. Adapun media yang digunakan terbagi menjadi dua, yaitu media utama dan media pendukung.

III.1.4.1 Media Utama

Dalam penggunaan media utama yang digunakan adalah berupa buku esai foto, karena buku esai foto lebih efisien dan efektif dalam menyampaikan informasi mengenai kehidupan pengamen waria. Selain itu media buku esai foto dipilih karena mengacu pada target audience yaitu orang dewasa.

III.1.4.2 Media Pendukung

Sesuai fungsinya, media pendukung adalah media yang mendukung

tersampaikannya informasi pada media utama. Adapun media pendukung

yang digunakan antara lain:

1. Poster

Poster berfungsi sebagai media promosi untuk memperkenalkan media utama, yaitu buku esai foto. Poster berukuran 29,5 cm x 41,7 cm dan dicetak di kertas art paper 230 gram. Poster akan diletakkan di dekat toko-toko buku dan di tempat keramaian.

2. X-banner

X-banner berfungsi sebagai media promosi dan informasi bahwa buku ini akan segera terbit dan segera tersedia di toko buku. X-banner berukuran 160 cm x 60 cm. X-banner ini diletakkan di luar dan di dalam toko buku.

3. Bendera Gantung (Flag chain)

(37)

26 berukuran 20 cm x 27 cm dan diletakan di atas pintu masuk toko buku.

4. Flyer

Flyer berfungsi sebagai media promosi yang disebarkan di dekat toko buku dan tempat keramaian seperti taman kota. Berukuran 21 cm x 14,8 cm dan dicetak menggunakan kertas art paper 150 gram.

5. Stiker

Stiker berfungsi sebagai media promosi yang di tempelkan di angkutan umum atau tempat keramaian, berukuran 15,5 cm x 10 cm dan di cetak menggunakan kertas stiker 180 gram.

6. Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan salah satu bagian dari buku yang berguna untuk pembaca sebagai pengingat halaman yang sudah di baca. Pembatas buku ini berukuran 15 cm x 4 cm dan di cetak menggunakan kertas art paper 230 gram.

7. Buku Catatan (Notes)

Buku catatan ini menjadi merchandise dari buku esai foto ini. Berfungsi untuk mencatat hal-hal yang perlu untuk dicatat.

8. Pulpen

Pulpen menjadi merchandise, untuk kelengkapan buku catatan (Notes).

9. Tote Bag

(38)

27 10. Gantungan Kunci

Gantungan kunci bagian dari merchandise, untuk hadiah dari setiap pembelian buku ini.

11. Pin

Pin juga merupakan bagian darimerchandise. 12. Jam Dingding

Jam dingding merupakan media pendukung saat peluncuran buku ini.

III.1.5 Strategi Distribusi

Pendistribusian media ini adalah melalui penjualan/distribusi di toko-toko

buku besar seperti Gramedia. Hal ini untuk lebih memudahkan masyarakat dalam

mencari buku. Karena toko buku Gramedia sudah sangat terkenal di masyarakat,

sehingga masyarakat di mudahkan untuk mendapatkan buku ini. Pendistribusian

media secara geografis diutamakan di daerah Jawa Barat khususnya di daerah

1. Buku ini berukuran 21,2 cm x 29,5 cm ukuran ini di pilih untuk menyeimbangkan antara teks dan gambar dengan posisi buku pertical. 2. Jenis kertas menggunakan art paper 150 gram.

3. Buku di hardcover.

(39)

28 Gambar III.6 Format Desain Buku

Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.2 Tata Letak (layout)

Konsep layout pada buku esai foto ini mengacu pada teori penyusunan layout di dalam buku “Desain Komunikasi Visual”, teori dan aplikasi oleh (Rakhmat Supriyono, 2010, h.86-97), yaitu beberapa patokan dasar yang dipakai untuk merancang sebuah layout:

(40)

29 Gambar III.7 Tata Letak Layout

Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.3 Tipografi

(41)

30 Font untuk judul menggunakan huruf Monotype Corsiva:

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUV

WXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvw

xyz

123456789

Gambar III.8 Font Monotype Corsiva Sumber: Dokumen Pribadi

Nada Sumbang

Gambar III.9 Font di Aplikasikan Pada Judul

Sumber: Dokumen Pribadi

Font untuk teks menggunakan huruf Helvetica LT StdLight:

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUV

WXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234

56789

(42)

31 III.2.4 Ilustrasi

Teknik illustrasi yang digunakan padamedia utama buku ini adalah teknik

fotografi. Teknik fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya, atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya. Fotografi juga merupakan gambar alat visual efektif yang dapat memvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat.

Gambar III.11 Visual Fotografi Sumber: Dokumen Pribadi (2014)

Sedangkan untuk ilustrasi media pendukung menggunakan ilustrasi vector

ilustrasi ini dipilih karena lebih unik untuk dijadikan ilustrasi merchandise dan media pendukung. Dalam pengerjaanya ilustrasi ini menggunakan teknik siluet, mengingat target audiens adalah orang dewasa.

(43)

32 III.2.5Warna

Warna dominan yang akan di gunakan dalam perancangan buku ini adalah hitam dan putih, secara subjektif penggunaan hitam dan putih membuat lebih gamblang menceritakan sebuah kejadian. Keindahan fotografi hitam dan putih bahkan seringkali disebut lebih berwarna dari foto berwarna (color). Dengan hitam dan putih, kita akan lebih leluasa mengatur cerita yang ingin di tonjolkan (Wilsen Way, 2014, h.11). Fotografi hitam putih menyeimbangkan emosi yang tertuang dalam sebuah foto, di mana kebanyakan pengalaman dari fotografernya larut dalam frame-frame fotonya. Dengan menunjukan perbedaan kontras dan komposisi pencahayaan yang tepat, sebuah foto menjadi lebih bermakna dalam balutan hitam dan putih. Berdasarkan teori Gestalt, dengan warna hitam dan putih, kita akan lebih mudah dalam menentukan figure and ground dari sbuah frame

foto, sehingga segalanya akan kembali kepada fotografer dalam mengeksekusi sebuah momen yang ada, mana yang harus ditonjolkan dan mana yang harus menjadi latar. Sedangkan warna oranye dan warna cream menjadi warna pendukung yang memiliki nilai estetika yang pas bila dipadukan dengan warna hitam dan putih.

(44)

33 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Media Utama

IV.1.1 Proses Perancangan Buku Esai Foto

Permulaan proses dimulai dengan pembuatan dan pengembangan storyline

atau konsep isi dan informasi yang akan disampaikan di dalam buku esai foto. Lalu dilakukan pencarian data-data yang berhubungan untuk mendukung isi buku. Setelah data di dapat, proses selanjutnya adalah pembuatan storyboard, atau sketsa kasar untuk menyusun konsep pemotretan foto-foto yang akan di ambil. Setelah semua sketsa selesai, selanjutnya adalah proses pemotretan dilapangan dengan mengunakan media kamera DSLR. Tahap selanjutnya adalah proses

editing di komputer meliputi pengaturan gelap, terang, dan warna foto dengan

software Adobe Photoshop CS5. Setelah proses tersebut selesai, foto disimpan dalam format JPEG dan memasuki tahap layout buku kembali menggunakan

software Adobe photoshop CS5. Proses dengan ini meliputi pengaturan tata letak dan penambahan tipografi atau tulisan. Setelah semua proses editing dan penyusunan tata letak selesai, tahap akhir dilakukan proses pencetakan.

Adapun tahapan dari proses perancangan buku esai foto adalah sebagai berikut:

(45)

34 digunakan dan susah senangnya dalam menjalani hidup sebagai pengamen waria.

2. Pengembangan dari storyline ini selanjutnya diaplikasikan pada story board, untuk membuat sketsa kasar alternatif sudut pengambilan gambar.

Gambar III.14 Story Board Sumber: Dokumen Pribadi

3. Tahap selanjutnya adalah proses pemotretan dilapangan dengan mengunakan media kamera DSLR:

(46)

35 4. Tahap selanjutnya adalah proses editing di computer meliputi pengaturan gelap, terang, dan warna foto dengan software Adobe Photoshop CS5. Pungsinya untuk mengubah foto berwarna kedalam warna hitam putih dan memberikan ditail-ditail serta kesan dramatis kedalam foto.

Gambar III.16 Editing Foto Sumber: Dokumen Pribadi

5. Setelah proses tersebut selesai, foto disimpan dalam format JPEG dan memasuki tahap layout buku kembali menggunakan software Adobe photoshop CS5. Proses ini meliputi pengaturan tata letak dan penambahan tipografi atau tulisan.

(47)

36 Gambar III.18 Penambahan Tipografi

Sumber: Dokumen Pribadi

6. Setelah semua proses editing dan penyusunan tata letak selesai, tahap akhir dilakukan proses pencetakan.

(48)

37 IV.1.2 Konsep Visual Sampul Depan dan Belakang

Pada bagian sampul depan terdapat visual seorang pengamen waria yang sedang memegang alat musik kecrek. Visual itu dipilih untuk mempresentasikan pengamen waria sedangkan judul “NadaSumbang” dipilih sebagai presentasi dari pengamen waria, dimana nyayiannya terdengar sumbang dan tidak selaras dengan nada musik yang dibawakan. Sedangkan sub judul “sebuah esai foto tentang realita kehidupan pengamen waria” adalah untuk memperjelas maksud dari judul “Nada Sumbang”.

Pada bagian sampul belakang terdapat tiga visual foto dengan berbeda beda kegiatan, adalah untuk memberikan gambaran tentang isi buku dan sedikit tulisan untuk mendefinisikan karakter buku.

Ukuran : A4 (21 x 29,7 cm)

Material : Artpaper 260 gram + Hard Cover

Teknis Produksi : Cetak Offset

(49)

38 IV.1.3 Isi Buku

Dalam buku ini, visual foto menjadi media utama dalam menyampaikan informasi dan setiap visual foto disertai dengan teks atau tulisan yang berfungsi sebagai penjelas.

Ukuran : A4 (21 x 29,7 cm) Material : Artpaper 150 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

(50)

39 IV.2 Media Pendukung

IV.2.1 Poster

Media poster dibuat sebagai media promosi dan informasi yang memberitahukan kepada khalayak bahwa buku “Nada Sumbang” segera terbit. Poster akan diletakkan di dekat toko buku. Poster ini dibuat menjadi dua, yang pertama menekan konsep visual sebagai media informasi utama untuk menarik perhatian, dan yang kedua lebih menekan tulisan sebagai informasi yang lebih detail mengenai buku ini.

Ukuran : A3 (42 cm x 29,7 cm) Material : Artpaper 210 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

(51)

40 IV.2.2 Flyer

Flyer berfungsi sebagai media promosi yang disebarkan di dekat toko buku dan tempat keramaian seperti taman kota.

Ukuran : A5 (21 cm x 14,8 cm) Material : Artpaper 150 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.23 Flyer Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.3Stiker

Stikerberfungsi sebagai media promosi yang ditempelkan di angkutan umum atau tempat keramaian.

(52)

41 Gambar IV.24 Stiker

Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.4 Bendera Gantung (Flag chain)

Funsi dari bendera gantung adalah sebagai media pendukung untuk menyampaikan informasi bahwa buku telah terbit. Bendera gantung merupakan media informasi yang diikat pada tali.

Ukuran : 20 cm x 27 cm Material : Artpaper 150 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

(53)

42 IV.2.5 Tote Bag

Tote Bag merupakan bagian dari merchandise, yaitu sebuah tas untuk menyimpan buku. Dalam pengerjaannya tote bag ini menggunakan teknik sablon.

Gambar IV.26 Tote Bag Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.6 Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan bagian dari merchandise dan salah satu bagian dari buku yang berguna untuk pembaca sebagai pengingat halaman yang sudah di baca.

(54)

43 Gambar IV.27 Pembatas Buku

Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.7 Buku Catatan (Notes)

Ukuran : 10,5 cm x 7,5 cm

Material : Jilid ring, Artpaper 230 gram Teknis Produksi : Cetak Offset

(55)

44 IV.2.8 Pulpen

Pulpen menjadi merchandise untuk kelengkapan buku catatan (Notes), berfungsi untuk mencatat hal-hal yang perlu atau penting untuk dicatat.

Gambar IV.29 Pulpen Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.9 Gantungan Kunci

Gantungan kunci merupakan bagian dari merchandise, untuk hadiah dari setiap pembelian buku ini.

Ukuran : 5 cm x 5 cm Material : Laminasi Doff

Teknis Produksi : Cetak Offset

(56)

45 IV.2.10 Pin

Pin juga menjadi bagian bonus (merchandise). Berfungsi sebagai aksesoris dan sebagai pengingat.

Ukuran : 5,5 cm x 5,5 cm Material : Laminasi Doff

Teknis Produksi : Cetak Offset

Gambar IV.31 Pin Sumber: Dokumen Pribadi

IV.2.11 Jam Dingding

Jam dingding dipasang didalam toko buku saat pluncuran buku ini, selain fungsi utamanya sebagai penunjuk waktu, jam ini dibuat untuk menarik perhatian bukan untuk merchandise.

(57)

46 IV.2.12 X-banner

X-banner berfungsi sebagai media promosi dan informasi bahwa buku ini akan segera terbit dan segera tersedia di toko buku.

Ukuran : 160 cm x 60 cm Material : Flexi Korea Teknis Produksi : Cetak Offsset

Gambar

Gambar II.1 Pengamen Waria Sumber: Dokumen Pribadi (2014)
Gambar II.2 Aktivitas Pengamen Waria di Binong  Sumber: Dokumen Pribadi (2014)
Gambar II.3 Aktivitas Berdandan Pengamen Waria di Binong  Sumber: Dokumen Pribadi (2014)
Gambar II.4 Kegiatan Pengamen Waria Saat Mengamen Sumber: Dokumen Pribadi (2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan buku esai foto dan media pendukung kehidupan pengrajin kerang di Desa Tambak Deres - Sukolilo ini diperuntukan untuk masyarakat Surabaya, para wisatawan

Oleh karena itu dengan kemampuan yang dimiliki peneliti dalam hal ini adalah fotografi maka peneliti membuat buku esai foto tentang pengrajin enceng gondok di

Tujuan perancangan buku esai foto ini adalah merancang buku esai foto batik khas kediri yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat di seluruh Indonesia mengenai

Dengan dibuatnya perancangan buku esai foto tentang pengrajin tenun ini, diharapkan dapat menyajikan cerita sisi kehidupan para pengrajin yang memiliki keunikan akan

yang tepat. Buku esai foto menampilkan empat keluarga keturunan Tionghoa yang telah berbaur dengan kaum pribumi karena faktor ekonomi yang kurang memadai. Identitas etnis

Tujuan Kreatif dari buku fotografi esai ini adalah untuk memperkenalkan dan memberi informasi tentang Suku Kajang di Sulawesi Selatan yang hidup dalam kesederhanaan

kehidupan komunitas-komunitas yang tumbuh karena olahraga enduro ini, dan perancangan dengan topik motor trail dalam bentuk buku esai fotografi juga belum ada.. Jadi

Dengan visualisasi yang menarik dan informatif pada perancangan buku esai foto tentang ayam hias jenis onagadori ini, diharapkan dapat menyajikan cerita tentang ayam