• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Indonesia Australia Melalui Cybercrime Investigation Satellite Office dalam Mencegah dan Menanggulangi Cybercrime di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerjasama Indonesia Australia Melalui Cybercrime Investigation Satellite Office dalam Mencegah dan Menanggulangi Cybercrime di Indonesia"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

KERJASAMA INDONESIA AUSTRALIA MELALUI CYBERCRIME INVESTIGATION SATELLITE OFFICE DALAM MENCEGAH DAN

MENANGGULANGI CYBERCRIME DI INDONESIA

INDONESIAN-AUSTRALIA PARTNERSHIP THROUGH CYBERCRIME INVESTIGATION SATELLITE OFFICE IN THE PREVENTION AND

CONTROL CYBERCRIME IN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1 (Strata Satu) Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh,

RANGGA GILANG SAPUTRA MARTONO NIM. 44310703

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Alloh SWT, dengan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari dalam penyususan skripsi ini, banyak menemukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti, akan tetapi disertai keinginan kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan.

Untuk Mamah (Sulistiana Ningsih) dan Bapak (Rudi Martono) tercinta terima kasih untuk segala do’a, nasihat, motivasi, dan kasih sayang yang sungguh luar biasa serta kesabaran untuk terus menunggu anakmu ini untuk mendapatkan gelar sarjana, dan dukungan baik moril maupun materil serta terima kasih atas segala-galanya yang tidak dapat terbalaskan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang telah mendoakan, mendukung, dan membantu dalam penyusunan skripsi, peneliti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(7)

iv

2. Yth. Prof. Dr. Hj Aelina Surya, Dra, selaku Wakil Rektor III Universitas Komputer Indonesia. Sekaligus selaku dosen yang telah memberikan dukungan, ilmu pengetahuan dan wawasan yang sangat bermanfaat untuk kedepannya, selama menjalani perkuliahan. Terimakasih atas bimbingan ibu dalam memberikan masukan-masukan bagi penelitian ini.

3. Yth. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM, dan Dosen Wali Angkatan 2010 yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan semasa perkuliahan, serta memberikan saran dalam penyelesaian skripsi.

4. Yth. Bapak H.Budi Mulyana, S.IP, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing yang memberikan pengarahan, penyusunan skripsi serta arahan dari awal penelitian hingga pengesahan pada skripsi ini untuk disidangkan serta kesabarannya dalam membimbing peneliti.

5. Yth. Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP, M.Si, selaku Dosen yang telah memberikan dukungan, arahan dan saran terhadap penyelesaian skripsi ini, serta telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan semasa perkuliahan.

(8)

v

7. Yth. Teh Dwi Endah Susanti, S.E, Sekretariat Prodi Ilmu Hubungan Internasional yang telah membantu peneliti dalam administrasi selama masa perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi.

8. Yth. Brigadir Saji Purwanto, yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk melakukan penelitian di Cybercrime Investigation Satellite Office Polda Metro Jaya.

9. Yth. Ipda Geo Veranza S.E, yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk melakukan penelitian di Cybercrime Investigation Center Mabes Polri.

10. Yth. AKP Aditya Cahya S.Kom, yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk melakukan penelitian di Cybercrime Investigation Center Mabes Polri.

11. Rega Subuna Martono, Bagja Hadi Nugraha, Septian adik-adik tercinta yang telah memberikan do’a serta dukungan kepada peneliti.

12. Septian, Nadiv, Aliffah, Reffa sepupu sepupuku tercinta yang telah memberikan semangat dan do’a, serta reffa yang selalu bilang pengen

liat ka angga pake toga. Terimakasih telah memberikan semangat kepada peneliti

13. Dra. Eni Setyowati, Drs. Hedi Ruslandi, yang telah memberikan do’a dan dukungan serta semangat kepada peneliti.

14. Fatimah, Rudi Yunus Sanusi, nenek dan kakekku yang telah memberikan do’a , semangat dan bantuan kepada peneliti selama

(9)

vi

15. Tri Haryanti, anty ku tercinta terimakasih telah selalu membantu, mendukung serta memberikan do’a kepada peneliti

16. Untuk keluarga besar GGC, Ardy Fauziansyah, Gani Rachman, Achmad Alfaron, Rizal Budi Santoso, Syahid Faisal Kamal, Handi Aryana, Enyo, Ade Apriliansyah, Adhi Mambo, Ande Nureza, Verdi dan Hakim, terimakasih sudah menjadi sahabat seperjuangan serta sering menghadapi manis asam paitnya kehidupan sebagai anak kost rantauan secara bersamaa terima kasih untuk GGC nya selama ini. Kalian bukan hanya sekedar teman, tetapi sahabat sekaligus keluarga, dan terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan persahabatan yang luar biasa. We do When We Want ! !.

17. Terimakasih kepada teman teman Hubungan Internasional angkatan angkatan 2011 s/d 2012 terima kasih untuk supportnya

18. Yang terakhir terimakasih kepada Lani Leila Malinda Amd Keb, my girlsfriend yang memberi support, do’a serta sabar apabila peneliti

sedang dalam masalah dan terimakasih sudah sabar menunggu peneliti untuk segera lulus. Love you.

19. Serta pihak yang telah membantu sebelum dan selama pelaksanaan penelitian Skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(10)

vii

Oleh karena itu, peneliti berharap dan berterima kasih atas segala saran dan kritik dari pembaca. Serta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Agustus 2016

Peneliti

(11)

viii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 16

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor ... 16

1.2.2 Rumusan Masalah Minor ... 16

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 18

1.3.1 Maksud Penelitian ... 18

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 18

1.4 Kegunaan Penelitian ... 18

1.4.1 KegunaanTeoritis ... 18

1.4.2 KegunaanPraktis ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 20

(12)

ix

2.1.2 Hubungan Bilateral ... 22

2.1.3 Perjanjian Internasional ... 24

2.1.4 Kejahatan Lintas Negara ... 28

2.2 Kerangka Pemikiran... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 38

3.2 Informan Penelitian ... 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.3.1 Studi Pustaka ... 39

3.3.2 Penelusuran Data Online ... 40

3.3.3 Metode Dokumentasi ... 40

3.3.4 Wawancara ... 40

3.4 Uji Keabsahan Data ... 41

3.5 Teknik Analisa Data ... 41

3.6 Lokasi danWaktu Penelitian ... 42

3.6.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.6.2 Waktu Penelitian ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Objek Penelitian ... 44

4.1.1.1 Hubungan Bilateral Indonesia-Australia ... 44

(13)

x

4.1.1.1.2 Kerjasama dan Hubungan Politik ... 53

4.1.1.1.3 Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Investasi ... 56

4.1.1.1.4 Kerjasama Sosial Budaya dan Pariwisata ... 57

4.1.1.1.5 Kerjasama Dalam Bidang Pendidikan ... 58

4.1.1.1.6 Kerjasama Pertahanan dan Keamanan ... 61

4.1.1.2 Cybercrime di Indonesia ... 63

4.1.1.2.1 Penanganan cybercrime di Indonesia ... 67

4.1.1.2.2 Pemanfaatan Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam menindak cybercrime ... 69

4.1.1.3 Cybercrime Investigation Satellite Office CCISO ... .74

4.1.1.3.1 Tugas dan Fungsi Cybercrime Investigation Satellite Office ... 76

4.1.1.3.2 Tujuan Cybercrime Investigation Satellite Office ... 78

4.1.2 Analisa Hasil Uji Validasi dan Realibilitas ... 79

4.2n AnalisanHasilnDatandannPembahasan... 81

4.2.1 Proses Kerjasama yang disepakati Indonesia dan Australia melalui Cybercrime Investigation Satellite Office ... .81

(14)

xi

4.2.1.2 Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation

(JCLEC) ... 90 4.2.1.3 Kegiatan Kerjasama Indonesia-Australia Melalui

CCISO. ... 95 4.2.2 Hasil Kerjasama Indonesia dan Australia melalui

Cybercrime Investigation Satellite Office dalam

Pencegahan dan PenanggulangannCybercrimendinIndonesia ... 100 4.2.3 Prospek kerjasama Indonesia dan Autralia melalui

cybercrime investigation satellite office dalam

mencegah dan menanggulangi cybercrimendinIndonesia ... 109 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 111 5.2 Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Tabel Waktu Penelitian ... 43

4.1nPelatihannIndonesiandannAustraliandinJCLECnTrainernAmerika ... 96

4.2 PelatihannIndonesiandannAustraliandinJCLECnTrainer China ... 97

4.3 PelatihannIndonesiandannAustraliandinJCLECnTrainer NewnZealand ... 98

4.4 Pelatihan Indonesia dan Australia di JCLEC Trainer Singapore ... 99

4.5 Tabel Tindak Pidana Cybercrime 2012 ... 101

4.6 Tabel Tindak Pidana Cybercrime 2013 ... 102

4.7 Tabel Tindak Pidana Cybercrime 2014 ... 104

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 37

4.1 StatistiknKasusnCybercrime ... 67

4.2 JCLEC ... 90

4.3 Kasus Cybercrime pada tahun 2012-2014 ... 107

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

114

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori Dan Praktik Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama .

Betsill, Michele M and Elisabeth Corel (Ed). 2008. NGO Diplomacy: The

Influence of Nongovernmental Organizations in International

Environmental Negotiations. Cambridge: The MIT Press

Berrige, G.R & Alan James.2003 :A Dictionary of Diplomacy. New York : Palgrave USA.

Bambang, Cipto 2010. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

David, Speer. 2003. Redefinig Borders: The Challaenge of Cybercrime. England. Eoghan, Casey 2001. Digital Evidence and Computer Crime, London : A

Harcourt Science and Technology Company

Holsti, K J. 2009. International Politics :A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice Hall.

Jackson, Robert H. dan Sorensen Georg. 2013. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Jewkes,Yvonne. 2003. Dot.cons: Crime, Deviance and Identity on The Internet. England. Wilian Publishing.

(19)

115

Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. 2009. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung : Rafika Aditama

Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional. Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung : Alumni.

Nawawi, Arief Barda. 2006. Tindak pidana mayantara: perkembangan kajian cyber crime di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Perwita, A.A Banyu, dan Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Richard, Chauvel dkk, 2005. Indonesia-Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral. Granit: Jakarta

Stephenson, Peter. 2000. Investigating Computer Related Crime: A Hanbook For Corporate Investigators. London. CRC Press

Rana, Kishan S. 2002. Bilateral Diplomacy.New Delhi :Manas Publications. Rudy, Teuku May. 2002. Studi Strategis: Dalam Transformasi Sistem

Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung : PT. Refika Aditama.

_________________. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah masalah Global. Bandung: PT. Refika Aditama

__________________. 2006. Hukum Internasional 1. PT Refika Aditama : Bandung

Shawn, QC Malcom N. 2013. Hukum Internasional., Bandung : Nusa Media. Sugiono, Muhadi. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia

Ketiga. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

(20)

116

B. JURNAL DAN KARYA ILMIAH

Bakti, Ikrar Nusa, 2008. Indonesia-Australia: Peluang dan Tantangan, Jurnal Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Novianti, Indri, 2014. Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Australia dalam Menanggulangi Cybercrime di

Indonesia. Univeritas Riau

Richard, Andrew, 2009. Pengaruh United Nation Against Transnasional Organized Crime (UNCATOC) Terhadap Kejahatan Carding di Indonesia.

Universitas Komputer Indonesia

Wiyatiningrum, Dwi Ana, 2015. Hubungan Bilateral Indonesia-Australia Pada Masa Perdana Menteri Kevin Rudd (2007-2015)

C. Dokumen

Arrangement Between The Indonesian National Police and The Australian

Federal Police on Coorporation in preventing and Combating

Transnasional Crime

Antisipasi Dan Represi Kejahatan Melalui Internet Di Industri Keuangan Kepolisian Republik Indonesia 2016

Divisi Hubungan Internasional Polri, 2012. Vademikum divisi hubungan internasional polri. Jakarta

Joint Understanding on a Code of Conduct between the Republic of Indonesia and

Australia in Implementation of the Agreement between the Republic of

Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation ("The

(21)

117

Kepolisian Republik Indonesia Laporan Perkembangan kasus cybercrime di Indonesia 2012-2015

Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kerjasama Kepolisian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

D. Rujukan Elektronik Australia

. http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=54 diakses pada 10 Juli 2016

Australia sepakati MOU bidang pendidikan

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/09/12/nbsi4d-riaustralia-sepakati-mou-bidang-pendidikan diakses pada tanggal 23 Juli 2016

Australia-Indonesia Institute, Hubungan Antara Australia dan Indonesia, http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html diakses pada tanggal 21 juli 2016

Badan cyber nasional demi Indonesia digital

(22)

118

BIN: Australia menyadap Indonesia sejak 2007

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/11/131120_bin_sada p_australia. diakses pada tanggal 10 Juli 2016

Computer Crime

http://ilmuta.weebly.com/computer-crime/e-procurement. diakses pada tanggal 18 Februari 2016

Diberi perangkat IT oleh Australia polri jamin tak kena sadap

http://www.merdeka.com/peristiwa/diberi-perangkat-it-oleh-australia-polri-jamin-tak-kena-sadap.html diakses pada tanggal 21 Juli 2016 Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation JCLEC

http://www.jclec.com/ diakses pada tanggal 21 Juli 2016 Kasus Penipuan Dominasi Kejahatan "Cyber"

http://tekno.kompas.com/read/2013/04/15/22095149/kasus.penipuan.domi nasi.kejahatan.quotcyberquot diakses pada tanggal 18 Agustus 2016 Kedubes Australia terbesar sedunia dibuka di Jakarta

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160321185134-106-118859/kedubes-australia-terbesar-sedunia-dibuka-di-jakarta/ diakses pada tanggal 21 Juli 2016

Kisah virus yang bikin patah hati pengguna pc

(23)

119

Penolakan Australia terhadap hukuman mati dipertanyakan

http://www.voaindonesia.com/a/penolakan-australia-terhadap-hukuman-mati-dipertanyakan/2744241.html diakses pada tanggal 22 Juli 2015 Pm Australia ingin perbaiki hubungan dalam kunjungan ke Indonesia

http://www.voaindonesia.com/a/pm-australia-ingin-perbaiki-hubungan-dalam-kunjungan-ke-indonesia/3052904.html pada tanggal 22 Juli 2016

Polda Metro Jaya Resmikan Laboratorium Cyber Cybercrime

”“

http://metro.sindonews.com/read/743023/31/polda-metro-jaya-resmikan-laboratorium-cyber-crime-1367214876” Diakses tanggal 16 Oktober 2015 Polri berupaya tumpas teroris sebelum lakukan serangan

http://www.antarakalteng.com/berita/220345/polri-berupaya-tumpas-teroris-sebelum-lakukan-serangan diakses pada tanggal 22 Juli 2016 Polri tangani kejahatan cybercrime capai 71 kasus

http://beritasore.com/2007/05/15/polri-tangani-kejahatan-cyber-crime-capai-71-kasus/ di akses pada tanggal 18 Februari 2016

School of Humanities and Social Sciences UNSW Australia, Indonesia, http://hass.unsw.adfa.edu.au/Timor/Timor_translated/1/independence/inde x.html diakses pada tanggal 21 juli 2016

Struktur organisasi kasubdit IV

(24)

120

Tabel statistik jumlah pariwisata

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1388 diakses pada tanggal 22 Juli 2016

E. Wawancara

Narasumber 1 adalah Brigadir Saji Purwanto, Subdit IV Cybercrime Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya

Narasumber 2 adalah Ipda Geo Veranza S.E Dit Reskrimsus Mabes Polri

(25)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat saat ini membawa dampak yang besar dalam dunia hubungan internasional saat ini bukan hanya melanda negara-negara maju tetapi negara berkembang pun ikut mengembangkan teknologi dan informasi. Seiring dengan kemajuan yang sangat pesat negara-negara saling mengembangkan teknologi agar dapat bertahan dalam era globalisasi saat ini.

Saat ini hampir setiap manusia telah menggunakan berbagai macam alat elektronik dan bahkan sebagian manusia tidak dapat lepas dari alat elektronik tersebut. Perkembangan teknologi dan komunikasi ini semakin memudahkan manusia dalam berhubungan meskipun terpisah jauh, bahkan berbeda benua.

(26)

2

Masyarakat internasional saat ini sangat memperhatikan perkembangan ancaman cybercrime. Kekhawatiran tersebut dikarenakan cybercrime semakin mudah dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Serangan siber (cyber attack) merupakan salah satu bentuk cybercrime dapat dilakukan untuk menyerang, baik secara individu maupun digunakan untuk menyerang suatu kelompok atau organisasi bahkan negara lain.

Kemajuan teknologi komputer dan kemajuan internet yang saat ini terjadi menyebabkan semakin meningkatnya kasus yang di timbulkan oleh peretas komputer (computer hackers). Kegiatan para peretas komputer ini dapat dilakukan dalam hal positif maupun negatif. Dalam hal positif, para peretas komputer biasanya memasuki suatu sistem dengan memanfaatkan kekurangan atau celah yang ada pada suatu sistem tersebut. Setelah peretas memanfaatkan kekurangan yang ada pada sistem tersebut, peretas kemudian memberitahukan kepada pembuat sistem tersebut tentang kekurangan dari keamanan sistem tersebut sehingga sang pembuat dapat memperbaiki dan menyempurnakan sistemnya. Berbeda dengan dengan kegiatan negatif yang dilakukan oleh para peretas setelah mereka menemukan celah serta kekurangan pada sistem tersebut mereka mencuri dan mengambil informasi yang terdapat dalam sistem tersebut untuk kepentingan pribadi.

(27)

3

menggunakan komputer internet sebagai sarananya baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak, yang merugikan pihak lain.

Kegiatan pencurian data hasil retasan tersebut meningkat secara signifikan dari tahun-ke tahun, dengan jumlah data personal mencapai jutaan bahkan dalam beberapa kasus mencapai milyaran data yang telah dicuri oleh beberapa grup kecil para peretas. Terkadang, beberapa peretas menggunakan program jahat atau malware untuk memfasilitasi serangan mereka yang mana dapat menyebabkan

kerugian ratusan hingga ribuan dolar akibat kerusakan di seluruh pengaturan perusahaan.

Salah satu kasus yang menarik perhatian dunia terjadi pada tanggal 5 Mei 2000 dua programmer muda asal Filipina yang bernama Reonel Ramones dan Onel de Gusman menyebarkan virus komputer yang mereka ciptakan. Virus yang mereka ciptakan bernama virus e-mail Love Bug (ILOVEYOU).

Virus yang mereka ciptakan telah menginfeksi dan melumpuhkan 80 juta lebih komputer pada tahun 2000 dan menyebabkan kerugian sekitar 5.5 milyar dolar – 8.75 milyar dolar AS. Virus tersebut juga menyerang komputer komputer milik Pentagon, CIA (Central Intelligence Agency) dan situs situs militer lainnya (http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150213131622-185-31891/iloveyou-kisah-virus-yang-bikin-patah-hati-pengguna-pc/ Diakses pada tanggal 18 Februari 2016).

(28)

4

Dalam dunia hubungan internasional saat ini cybercrime merupakan salah satu ancaman keamanan bagi seluruh negara. Dikarenakan kejahatan yang dilakukan oleh para peretas tersebut dapat dilakukan dimana saja tidak mengenal batas-batas negara. Dalam kertas kerja UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) mencatat bahwa cybercrime adalah kejahatan transnasional tertinggi

didunia. Masalah kedaulatan nasional dapat menghambat investigasi kriminal tanpa adanya kerjasama aktif antara lembaga penegak hukum dari yurisdiksi yang terlibat. Kecepatan dalam melakukan cybercrime dan mengindarinya menimbulkan tekanan bagi lembaga penegak hukum untuk menangkap mereka dan membuat kerjasama dalam mencegah dan menanggulangi cybercrime semakin penting.

Indonesia pun tidak luput dari cybercrime, salah satu kasus cybercrime yang terjadi di Indonesia adalah kasus yang terjadi pada 17 Juli 2006, DPP Partai Golkar melaporkan terjadinya serangan pengrusakan terhadap situs Golkar.or.id. Serangan terhadap situs partai berlambang pohon beringin itu terjadi pada 9 hingga 13 Juli 2006 hingga menyebabkan tampilan halaman berubah (deface). "Pada 9 Juli 2006, tersangka mengganti tokoh Partai Golkar yang termuat dalam situs dengan gambar gorilla putih tersenyum dan di bagian bawah halaman dipasangi gambar artis Hollywood yang seronok, dengan tulisan 'Bersatu untuk malu'.

(29)

5

Agustus 2006 (http://ilmuta.weebly.com/computer-crime/e-procurement diakses pada tanggal 18 Februari 2016).

Berkembangnya kasus cybercrime yang terjadi saat ini mendorong setiap negara untuk saling bekerjasama dalam melawan cybercrime. Dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bernama United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime yang diselenggarakan di Wina bertujuan untuk

memerangi dan menangulangi masalah Transnasional Organized Crime. Cybercrime merupakan salah satu bentuk Transnasional Organized Crime yang sangat meresahkan bagi suatu negara, dampak yang ditimbulkan dari cybercrime ini dapat mengancam keamanan suatu negara, walaupun cybercrime ini tidak langsung melakukan kontak fisik secara langsung namun hasil kejahatan tersebut sangat fatal dan merugikan secara materil dan non materil.

Namun bukan hanya keamanan saja yang terkena dampak dari cybercrime tetapi perekonomian negara juga terkena dampaknya. Kerena dengan berlakunya layanan perbankan secara elektronik seperti E-banking, E-commerce dan Elektronik Fund transfer, perbankan menjadi sasaran utama bagi para pelaku cybercrime sehingga banyak kasus yang terjadi di Indonesia melibatkan

perbankan sebagai korbannya. Jika jaringan perbankan dihack ,ini akan berakibat pada lumpuhnya perputaran uang yang terjadi di bank. Dan jika perputaran uang di bank dilumpuhkan maka akan berakibat pada perekonomian suatu negara.

(30)

6

merusak nilai kesusilaan di Indonesia, dalam dunia cybercrime ini tergolong dalam cyber sex.

Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini pun dirasakan di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Asia Pasific Network Information Center cybercrime (APNIC) tahun 2003, Indonesia menduduki peringkat pertama negara

yang paling banyak terjadi kasus cybercrime dalam sektor perbankan (carding). Hasil ini diambil dari persentasi jumlah penipuan dalam hal transaksi yang terjadi di Indonesia (http://beritasore.com/2007/05/15/polri-tangani-kejahatan-cyber-crime-capai-71-kasus/ diakses 18 Februari 2016).

Selain contoh kasus cybercrime yang telah di jelaskan peneliti masih banyak pula kasus cybercrime seperti kasus mafia cyber yang merebak pertengahan tahun 2004 di Amerika Serikat. Indonesia pun mengalami kasus cybercrime yang mengganggu keamanan negara, ketika sistem jaringan Komisi

Pemilihan Umum (KPU) diretas oleh para hacker. Sangat mencemaskan ketika dunia semakin bergantung dengan teknologi dan informasi saat ini yang sangat rentan terhadap tindak kejahatan.

(31)

7

Menanggapi hal tersebut, Pada tanggal 29 April 2013 Indonesia dan Australia meresmikan laboratorium siber yang bernama Cyber Crime Investigation Satellite Office (CCISO) di Polda Metro Jaya pembangunan dan

peresmian Cyber Crime Investigation Satellite Office didanai sembilan juta dolar AS untuk infrastruktur, latihan, dan peningkatan kapasitas oleh Australia (http://metro.sindonews.com/read/743023/31/polda-metro-jaya-resmikan

laboratorium-cyber-crime-1367214876 Diakses pada 16 Oktober 2015).

Pembangunan CCISO merupakan lanjutan kerjasama antara Kepolisian Republik Indonesia dan Australia Federal Police yang dilaksanakan sejak tahun 2010. Selain di Polda Metro Jaya, CCISO juga ada di Mabes Polri, Polda Sumatera Utara, Polda Bali, dan Polda Nusa Tenggara Barat. Di masa mendatang akanndiadakanndinsemuanPoldan(http://tekno.kompas.com/read/2013/04/30/1549 1539/Indonesia.Bangun.Pusat.Investigasi.Kejahatan.Cyber Diakses pada 7 Mei 2016).

Jaringan CCISO di berbagai Polda juga telah tersambung dengan pusat pemantauan (monitoring center) atau jaringan JCLEC (Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation), untuk menganalisa komunikasi dari jaringan

kejahatan, seperti terorisme, narkotika, pencucian uang, dan korupsi (http://www.voaislam.com/read/indonesiana/2013/08/31/26579/awasccisolaborato riumcybercanggih-polri-dibiayai-australia/#sthash.KhExH0Bc.dpuf Diakses pada 7 Mei 2016).

(32)

8

ada kerja sama dengan Australia Federal Police, pengungkapan kasus sangat kecil. Namun, setelah ada kerja sama dengan Australia Federal Police, mulai Juni 2012, penyelesaian kasus mencapai 40 persen dari total kasus yang masuk.

Dengan sudah beroperasinya CCISO yang lengkap dengan peralatannya, kamintargetkannpenyelesaiannkasusnbisan60%npertahunn(http://tekno.kompas.co m/read/2013/04/30/15491539/indonesia.bangun.pusat.investigasi.kejahatan.quotc yberquot Diakses pada 7 Mei 2016).

Kepala Sub-Direktorat Cyber Crime Polda Metro, Ajun Komisaris Besar Audie Latuheru, mengatakan, cara kerja CCISO nantinya menyatukan sistem yang dibuat antarnegara. Ia mencontohkan pengiriman barang bukti digital dan bentuk laporannsehingganmemilikinnilaimsecaranhukumn(https://m.tempo.co/read/news/ 2013/04/29/064476569/pusat-investigasi-cyber-crime-australia-dipoldandiakses pada 10 Mei 2016).

(33)

9

Kerjasama yang dilakukan oleh Polri dan Australia Federal Police dalam pembangunan CCISO tersebut merupakan lanjutan kerjasama yang dilakukan oleh kedua kepolisian ini pada tahun 2010. Pada tahun 2010 kerjasama yang di lakukan membuahkan terbentuknya sebuah kantor pencegahan dan penanggulangan

cybercrime yang bernama Cybercrime Investigation Center atau CCIC di markas

besarnkepolisiannKepubliknIndonesian(http://www.voaislam.com/read/indonesia na/2013/08/31/26579/awasccisolaboratoriumcybercanggihpolridibiayaiaustralia/# sthash.KhExH0Bc.KwrlXIjX.dpbs diakses pada tanggal 16 Mei 2016).

Dalam kerjasama yang dilakukan antara Indonesia dan Australia dilatarbelakangi oleh perjanjian lombok atau lombok Treaty. Lombok Treaty pada awalnya merupakan kerjasama keamanan yang dilakukan oleh Australia dan Indonesia dalam memerangi kejahatan lintas negara yang terfokus pada terorisme. Namun dalam perkembangannya perjanjian ini tidak hanya terfokus dalam terorisme melainkan pada kejahatan lintas negara antara lain sepert. Penyelundupan dan perdaganngan manusia, pencucian uang, pendanaan terorisme, korupsi, penangkapan ikan ilegal, kejahatan dunia maya, perdagangan gelap narkotika dan bahan-bahan psikotropika serta prekursornya, perdagangan gelap senjata api dan jenis kejahatan lain yang di anggap perlu oleh kedua negara (http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/1637_AUS-2006-0164.pdf diakses pada tanggal 15 Mei 2016).

(34)

10

Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kepolisian serta Pengaturan Antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Austalia Tentang Kerjasama Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara. Nota kesepahaman dan Pengaturan kerjasama ini Sesuai dengan maksud dan tujuan dari Kesepakatan antara Republik Indonesia dan Australia dalam Kerangka Kerja Sama Keamanan (Perjanjian Lombok) yang telah ditandatangani di Lombok pada tanggal 13 November 2006 (http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/4236_AUS-2011-0188.pdf diakses pada tanggal 16 Mei 2016)

Pembangunan CCISO merupakan hasil dari pengaturan kepolisian antara kepolisian Republik Indonesia dan Australian Federal Police yang terdapat pada paragraf 3 Lingkup kerjasama 3.2 Peningkatan kapasitas untuk meningkatkan kemampuan institus melalui metode-metode; termasuk;

a) pertukaran personil;

b) program pelatihan dan pendidikan;

c) kemitraan dalam membangun fasilitas untuk pencegahan dan penanggulangan kejahatan lintas negara;

d) dukungan peralatan dan teknologi;

e) dukungan operasi (http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/4236_AUS-2011-0188.pdf diakses pada tanggal 16 Mei 2016)

(35)

11

penelitian terdahulu yang akan digunakan peneliti adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Indri Novianty dari Universitas Riau pada tahun 2014 dalam jurnal

yang berjudul “Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian

Federal Australia dalam menanggulangi cybercrime di Indonesia”.

Dalam penelitian ini, Indri membahas masalah kerjasama antara kepolisian Republik Indonesia dan kepolisian Federal Australia pasca penyadapan yang di lakukan oleh Australia serta penjelasan kasus cybercrime di Indonesia. Melalui penelitian ini, Indri memberikan contoh kasus cybercrime yang berdampak pada sektor keamanan, perekonomian dan sosial budaya. Indry juga menjelaskan tentang awal pelaksanaan kerjasama dalam menanggulangi cybercrime dan kondisi kerjasama pasca penyadapan yang di lakukan Australia.

Penelitian yang dilakukan oleh Indry ini mempunyai kesimpulan bahwa cybercrime membawa dampak yang besar bagi kemanan suatu negara yang

berakibat pada terganggunya kemanan serta perekonomian suatu negara. Dengan melakukan kerjasama maka Indonesia dapat memerangi dan menanggulangi kasus cybercrime yang terjadi di Indonesia. Dan pasca penyadapan membawa hubungan

Indonesia dan Australia mengalami ketegangan namun tidak berdampak pada kerjasama antara Polri dan Australian Federal Police) dalam menanggulangi cybercrime di Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan di selenggarakannya Senior

(36)

12

setiap satu tahun sekali oleh delegasi dari Polri maupun (Australian Federal Police).

Persamaan peneliti dengan penelitian pertama yaitu penanganan cybercrime di Indonesia, Penelitian yang dilakukan peneliti berbeda dengan

penelitian Pertama, dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana kerjasama antara Indonesia dan Australia melalui Cyber Crime Investigation Satellite Office dalam menangani cybercrime. Dan perbedaan yang mendasarnya terdapat pada kerjasama yang dilakukan, jika peneliti sebelumnya membahas kerjasama antara Polri dan Australian Federal Police pasca penyadapan yang dilakukan oleh Australia, maka peneliti ingin membahas bagaimana kerjasama Indonesia dan Australia melalui Cyber Crime Investigation Satellite Office yang merupakan pelaksanaan kerjasama yang tertuang dalam Lombok Treaty.

Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Andrew Richard Rihi Iye dari Universitas Komputer Indonesia pada tahun 2009 dengan judul “Pengaruh United Nation Against Transnasional Organized Crime (UNCATOC) Terhadap Kejahatan Carding Di Indonesia”. Dalam penelitian ini Adrew Richard membahas mengenai berbahayanya cybercrime dalam dunia hubungan saat ini. Peneliti memberikan contoh cybercrime yang terjdi di Indonesia yaitu kasus carding dan membahas pengaruh dari United Nation Against Transnasional Organized Crime (UNCATOC) terdahap kasus carding di Indonesia

(37)

13

sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang berpengaruh terhadap Tindakan cybercrime terutama Carding maka penanganan tindakan kejahatan tersebut akan lebih mudah dan dapat diselesaikan secara baik dan benar. Dengan melalui aplikasi hukum internasional Cybercrime maka para penegak hukum dan pihak berwenang dalam memyelesaikan masalah tindak cybercrime ini dapat di tindak lanjuti.

Persamaan peneliti dengan penelitian kedua yaitu sama-sama meneliti tentang kejadian tindak kejahatan lintas negara yaitu cybercrime di Indonesia. Perbedaan yang di lakukan peneliti berbeda dengan penelitian kedua, dimana peneliti kedua hanya membahas masalah carding di Indonesia dan berdasarkan

United Nation Against Transnasional Organized Crime (UNCATOC). Sedangkan

peneliti membahas kerjasama Indonesia dan Australia melalui Cyber Crime Investigation Satellite Office yang merupakan pelaksanaan kerjasama yang tertuang dalam Perjanjian Lombok.

Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ana Wiyatiningrum

dari Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2015 dengan judul “Hubungan

Bilateral Indonesia-Australia Pada Masa Perdana Menteri Kevin Rudd

(2007-2015)”. Pada penelitian ini Dwi Ana Wiyatiningrum membahas mengenai

(38)

14

dalam bidang politik, kebijakan dalam bidang pendidikan dan kebijakan dalam bidang ekonomi.

Pada penelitian ini Dwi Ana Wiyatiningrum berkesimpulan bahwa terpilihnya Kevin Rudd menjadi perdana menteri Australia membawa angin segar bagi hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu terkait konfrensi perubahan iklim di Bali disambut baik oleh PM Kevin Rudd. Kunjungan pertama Kevin Rudd menjadikan dasar terbukanya hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia di masa mendatang.

Kevin Rudd membawa perubahan berarti bagi hubungan Indonesia dan Australia. Berbagai kebijakan dari bidang ekonomi, politik, pendidikan, keamanan dan pertahanan membawa hubungan Indonesia dan Australia mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan pada masa John Howard. Kevin Rudd menjadikan Indonesia sebagai mitra penting bagi Australia dan menjadikan setiap kebijakan luar negerinya condong ke Asia terutama Indonesia.

Persamaan peneliti dengan penelitian ketiga yaitu sama-sama membahas hubungan dan kerjasama antara Indonesia dan Australia. Perbedaan yang dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian ketiga, dimana penelitian ketiga ini hanyak membahas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh perdana menteri Kevin Rudd mengenai hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Sedangkan peneliti membahas kerjasama antara Indonesia Australia melalui

Cyber Crime Investigation Satellite Office yang merupakan pelaksanaan

(39)

15

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia melalui Cyber Crime Investigation Satellite Office dalam memerangi cybercrime. Dan beberapa alasan antara lain : pertama, hubungan Indonesia dan Australia selalu mengalami pasang surut, dan tidak jarang Australia sering ikut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia serta mencoreng kedaulatan negara republik Indonesia. Kedua, dalam kerjasama tersebut peneliti ingin mengetahui kendala, langkah dan apa saja yang dilakukan kedua negara dalam menangani cybercrime melalui Cyber Crime Investigation Satellite Office.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut yang menjadi dasar pertimbangan peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul :

“Kerjasama Indonesia Australia Melalui Cybercrime Investigation

Satellite Office Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime di Indonesia”.

Adapun ketertarikan peneliti untuk meneliti dan mengangkat isu tersebut didukung oleh beberapa mata kuliah disiplin Ilmu Hubungan Internasional, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hukum Internasional, dimana cybercrime menjadi salah satu kajian hukum internasional, khususnya mengenai peraturan serta penanganan cybercrime di seluruh negara.

(40)

16

3. Studi Keamanan Internasional, dalam mata kuliah ini mempelajari konsep keamanan suatu negara yang menjadi faktor penting dalam kehidupan bernegara suatu bangsa. Berdasarkan mata kuliah ini peneliti menilai bahwa perkembangan teknologi dan informasi, membawa setiap negara untuk saling membantu dalam menangani cybercrime karena dapat mengancam setiap negara,

4. Diplomasi dan Negosiasi, dalam mata kuliah ini mempelajari mengenai strategi dalam melakukan diplomasi dan negosiasi dalam upaya Indonesia dan Australia dalam menangani cybercrime dikedua negara. 5. Hubungan Internasional di Australia dan Pasifik, dalam mata kuliah ini

mempelajari kebijakan-kebijakan, kerjasama dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap kepala negara pada periodenya. Dan mempelajari sejarah kerjasama Indonesia dan Australia yang pernah terjadi serta memahami karakteristik kebijakan yang diambil negara kawasan Australia dan Pasifik

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

“Bagaimana Kerjasama Indonesia Australia Melalui Cybercrime

Investigation Satelite Office dalam Dalam Pencegahan dan

(41)

17

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

1. Bagaimana proses kerjasama yang disepakati Indonesia dan Australia melalui cybercrime investigation satellite office?

2. Bagaimana hasil kerjasama Indonesia dan Australia melalui cybercrime investigation satellite office dalam mencegah dan menanggulangi

cybercrime di Indonesia ?

3. Bagaimana Prospek kerjasama Indonesia dan Australia melalui cybercrime investigation satellite office dalam mencegah dan menanggulangi

cybercrime di Indonesia ?

Secara umum dalam hubungan Indonesia-Australia selalu berusaha

memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk peningkatan berbagai kerjasama

bilateral. Dukungan Australia terhadap keutuhan wilayah negara kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) merupakan faktor kunci dalam upaya meningkatkan hubungan

bilateral tersebut. Untuk konteks yang lebih luas, dan dalam rangka membangun

hubungan yang saling menguntungkan, telah pula ada kerjasama Indonesia-Australia

yang tertuang dalam “Lombok Treaty”. Lombok Treaty adalah kerjasama di bidang

keamanan yang dibuat pada 13 November 2006, yang kemudian diratifikasi pada

tahun 2007. Perjanjian kerjasama ini diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia nomor 47 tahun 2007 Tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik

Indonesia dan Australia tentang Kerangka Kerjasama Keamanan yang meliputi 21

kerjasama keamanan yang terangkum dalam 10 bidang. Dan dilanjutkan dengan nota

kesepahaman pengembangan kepolisian dan pengaturan kepolisian Indonesia dan

Australian Federal Police dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan lintas

(42)

18

tahun 2013 merupakan hasil dari pengaturan kepolisian Indonesia dan Australian

Federal Police dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan lintas negara.

Penelitian ini dibatasi dari tahun 2013-2016. Karena peresmian dari kantor

Cybercrime Investigation Satelite pada tahun 2013.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untk mengetahui sejauh mana kerjasama dari Indonesia dan Australia melalui cybercrime investigation satellite office dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime di Indonesia

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan antara lain :

1. Mengetahui proses kerjasama yang di lakukan oleh Indonesia dan Australia dalam menangani cybercrime melalui cybercrime investigation satellite office.

2. Mengetahui hasil Indonesia dan Australia melalui cybercrime investigation satellite office dalam mencegah dan menanggulangi cybercrime di Indonesia.

3. Mengetahui Prospek kerjasama Indonesia dan Australia melalui

cybercrime investigation satellite office dalam mencegah dan

(43)

19

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber atau referensi pengetahuan terkait perkembangan kerjasama Indonesia dan Australia dalam bidang keamanan untuk mengatasi masalah tindak kejahatan lintas negara yaitu cybercrime yang berada dikedua negara. serta dapat menambah keilmuan mengenai mengenai Keamanan Internasional tentang langkah-langkah yang dapat dilaksanakan oleh negara-negara untuk menjaga keamanan di wilayah regionalnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Diharapkan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya Program Studi Ilmu Hubungan Internasional mengenai cybercrime dan kerjasama yang di lakukan Indonesia untuk menanggulanginya.

2. Sebagai bahan referensi bagi penstudi Hubungan Internasional dan Hukum Internasional.

(44)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kerjasama Internasional

Pola interaksi Hubungan Internasional dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara (state actor), maupun oleh pelaku bukan negara (nonstate actor). Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerjasama (cooperation),

persaingan (competition), dan pertentangan (conflict) (Rudy, 2003:2).

Kerjasama internasional merupakan perwujudan dari kondisi masyarakat internasional saat ini yang saling bergantung satu dengan yang lain. Kerjasama merupakan rangkaian hubungan yang tidak didasari oleh kekerasan atau paksaan dan di sahkan secara hukum. Kerjasama menurut Holsti, yaitu

“Kerjasama yaitu proses-proses dimana sejumlah pemerintah saling mendekati dengan penyelesaian yang diusulkan, merundingkan atau membahas masalah, mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian atau lainnya, dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian atau perundingan tertentu yang memuaskan kedua belah pihak” (Holsti dalam Betsill, 2008: 21).

(45)

21

bukti-bukti teknis untuk membenarkan satu usul yang lainnya, dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau saling pengertian yang dapat memuaskan semua pihak (Holsti, 2009: 651).

Adapun beberapa faktor yang menjadi fokus perhatian di dalam suatu kerjasama internasional adalah sebagai berikut :

1. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil 2. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh

kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya bisa mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara-negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bisa memaksakan kepentingannya sendiri (Sugiono, 2006 : 6).

Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2005 : 33).

(46)

22

a. Kerjasama bilateral

Kerjasama yang dilakukan antar dua negara. Kerjasama ini biasanya dalam bentuk hubungan diplomatik, perdagangan, pemdidikan dan kebudayaan. Kerjasama bilateral cenderung lebih mengutamakan pendekatan secara kekerabatan, seperti memberikan bantuan berupa dana untuk fasilitas kegiatan ataupun berupa pinjaman.

b. Kerjasama regional

Dilakukan oleh beberapa negara dalam suatu kawasan atau wilayah. Kerjasama ini biasanya dilakukan dalam bidang politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan (ASEAN dan Liga Arab).

c. Kerjasama Multilateral

Dilakukan oleh beberapa negara dalam bidang tertentu, diantaranya bidang ekonomi (APEC), sosial (ILO,WHO), pertahanan dan keamanan (NATO) (Perwita & yani, 2005 : 121).

2.1.2 Hubungan Bilateral

Hubungan bilateral dapat dikatakan sebagai hubungan yang dijalankan oleh dua negara yang berdaulat. Seperti yang diungkapkan oleh T. May Rudy bahwa Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudy, 2002 : 127).

(47)

23

yang melibatkan banyak negara dan unilateral, jika satu negara bertindak sendiri. Seringkali terjadi perdebatan mengenai bagaimana efektivitas dari penerapan diplomasi bilateral dan multilateral. Penolakan terhadap diplomasi bilateral pertama kali terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia I, ketika para politikus menyimpulkan bahwa sistem perjanjian internasional bilateral sebelumnya pecah di Perang Dunia I yang sifatnya kompleks menyebabkan perang tidak dapat dihindarkan. Kondisi ini kemudian melahirkan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menerapkan aktivitas diplomasi multilateral. Reaksi yang sama menolak perjanjian dagang terjadi setelah Depresi ekonomi dunia tahun 1930an. Kesepakatan-kesepakatan dagang bilateral menyebabkan meningkatnya tarif yang memperparah kejatuhan ekonomi beberapa negara. Maka setelah Perang Dunia, negara-negara Barat melakukan berbagi kesepakatan multilateral seperti General Agreement on Tariff and Trade (GATT) (Berrige, 2003 : 132).

Ketika sebuah negara mengakui kedaulatan negara lain dan setuju untuk menjalin hubungan diplomatik dengan negara yang berdaulat tersebut, kemudian masing-masing negara yang bersangkutan akan mengirimkan perwakilan negaranya sebagai bentuk fasilitas untuk mendukung hubungan bilateral tersebut melalui dialog dan kerjasama. Hubungan tersebut dapat terlaksana di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.

(48)

24

dan unilateral yang dijadikan sebagai alternatif ketika suatu negara bertindak sewenang-wenang (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral, konsep utama yang digunakan adalah sebuah

negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat

hubungan baik dan berkepanjangan antar negara”(Rana, 2002: 15-16). 2.1.3 Perjanjian Internasional

Dalam masyarakat internasional, negara-negara menampakan kecenderungan untuk mengatur dan menuangkan hubungan-hubungan hukum internasionalnya kedalam bentuk perjanjian internasional. Hal ini disebabkan perjanjian internasional (dalam bentuk tertulis) lebih memberikan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang bersangkutan maupun bagi pihak ketiga. perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara

Melalui perjanjian internasional tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan, tidak ada satu negara yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasional (Mauna,2005 : 82).

Dalam pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian international (Treaty) didefinisikan sebagai:

"Suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan

padanya”

(49)

25

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri yaitu:

"Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang di atur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik (Mauna, 2005 : 84-85).”

Dari pengertian ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konversi Wina 1969, yaitu:

1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala

nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional.

2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subjek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional.

3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional

(50)

ian-26

perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak mencakup dalam kriteria ini (Agusman, 2010 : 20).

Dapat disimpulkan bahwa yang disebut perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional (Negara adalah subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional).

2. Rejim Hukum Internasional (Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional) (Mauna, 2005 : 88).

T. May Rudy menggolongkan perjanjian internasional menjadi dua bagian, Treaty Contract dan Law Making. Berikut penjelasannya:

“Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal

adalah penggolongan perjanjian dalam Treaty Contract dan Law Making Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti kontrak atau perjanjian hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara

pihak yang mengadakan perjanjian itu” (Rudy, 2002 : 44).

(51)

27

dan tidak harus mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu perjanjian internasional.

Adapun dalam membuat suatu perjanjian internasional diharuskan melewati beberapa tahap yaitu:

1. Perundingan (Negotiation)

Kebutuhan negara akan hubungan dengan negara lain untuk membicarakan berbagai masalah yang timbul diantara negara-negara itu akan menimbulkan kehendak negara-negara untuk mengadakan perundingan, yang dapat melahirkan suatu traktat.

2. Penandatanganan (Signature)

Setelah berakhirnya perundingan tersebut, maka pada teks treaty yang telah disetujui itu oleh wakil-wakil berkuasa penuh dibubuhkan tandatangan dibawah traktat. Akibat penandatanganan suatu traktat tergantung pada ada tidaknya ratifikasi traktat itu, apabila traktat harus diratifikasi maka penandatanganan hanya berarti bahwa utusan-utusan telah menyetujui teks dan bersedia menerimanya.

3. Ratifikasi

(52)

28

Mulai berlakunya suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral, pada umumnya ditentukan oleh aturan penutup dari perjanjian itu sendiri. Para pihak dalam perjanjian internasional menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektif. Adapun suatu perjanjian mulai berlaku dan aturan-aturan yang umumnya dipakai dalam perjanjian tersebut.

Pasal 3 Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 menyebutkan bahwa berlakunya perjanjian internasional dapat dilakukan melalui penandatanganan, pengesahan, dan pertukaran dokumen perjanjian atau nota diplomatik, serta cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional. (UUD, 2000:81)

2.1.4 Kejahatan Lintas Negara

Kejahatan lintas batas negara merupakan isu yang bukan hanya terjadi secara nasional namun sudah menjadi perhatian internasional karena merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tidak jarang masalah kejahatan ini menimbulkan trauma terhadap korbannya. Salah stau bentuk kejahatan, yaitu kejahatan yang dilakukan secara terorganisir oleh suatu kelompok yang bergerak di suatu negara bahkan lebih dari suatu negara.

Kejahatan lintas negara atau kejahatan transnasional pada dasarnya meliputi dua aspek utama yakni:

(53)

29

2. Kejahatan transnasional adalah lingkup aksi atau tindakan yang dilakukan tersebut telah melewati batas-batas negara atau lintas negara (Muzadi, 2004 : 52).

Kejahatan transnasional menggabungkan konsep formal dan keamanan

transnasional. Kata “kejahatan” dalam bahasa inggris “crime” yang berarti

kelakuan atau perilaku kejahatan atau perbuatan kejahatan, secara etimologis kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan.

Paul W. Tappan mengatakan bahwa:

“Kejahatan adalah Hukum pidana (hukum atau kasus hukum), yang

dilakukan tanpa pertahanan atau alasan, dan dihukum oleh negara sebagai kejahatan dan pelanggaran (Muzadi, 2004 : 52).

(54)

30

dimana perintah yang dikeluarkan di negara A ditransmisikan ke negara B)

(2) Pengakuan internasional terhadap sebuah bentuk kejahatan. Pada tataran nasional, sesuai dengan prinsip nullum crimen, nulla poena sine lege (tidak ada serangan, tidak ada sanksi apabila tidak ada hukumannya). Sebuah tindakan anti sosial baru bisa dianggap sebagai tindakan kriminal apabila ada aturan hukum tertulis yang mengaturnya pada tatanan internasional, sebuah tindakan dianggap tindak kriminal bila dianggap demikian oleh minimal dua negara. Pengakuan ini berasal dari konvensi internasioal perjanjian ekstradisi atau adanya kesamaan dalam hukum nasionalnya (Muzadi, 2004 : 52).

PBB sendiri mengidentifikasikan 18 bentuk kejahatan transnasional secara terperinci yakni:

1. Penucucian uang (Money laundering) 2. Terorisme

3. Pencurian seni dan objek budaya (theft of art and cultural object) 4. Pencurian kekayaan intelektual (theft of intellectual property) 5. Perdagangan senjata gelap (illicit traffict in arms)

6. Pembajakan pesawat terbang (aircraft hijacking) 7. Pembajakan di laut (sea piracy)

(55)

31

10.Kejahatan lingkungan (environmental crime) 11.Perdagangan manusia (trafficking in person)

12.Perdagangan anggota tubuh manusia (trade in human body part) 13.Perdagangan obat bius (illicit drug trafficking)

14.Kebangkrutan bank (fraudulent bankruptcy) 15.Bisnis illegal (infiltration of illegal bussines) 16.Korupsi

17.Penyogokan pejabat pemerintah (corruption and bribey of public official) 18. Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok terorganisir lainnya (ang others

offences commited by organized criminal group) (Nuh, 2005:23)

Cybercrime didefinisikan sebagai bentuk-bentuk kejahatan yang

menggunakan komputer atau jaringan komputer sebagai alat yang digunakan serta sebagai sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai:"… setiap tindakan ilegal yang membutuhkan pengetahuan teknologi komputer untuk perbuatan yang, penyidikan, atau penuntutan ". Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu: " setiap perilaku ilegal, tidak etis atau

tidak sah yang berkaitan dengan pengolahan otomatis dan / atau transmisi data " (Suseno, 2012 : 95).

Menurut Arief Mansur dan Elisatris Gultom:

“Secara umum yang dimaksud kejahatan komputer atau cybercrime

(56)

32

menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang di

masuki atau digunakan tersebut.”( Mansur dan Gultom, 2005:8) Sedangkan menurut Peter :

“Definisi kejahatan siber adalah kejahatan yang ditujukan pada komputer atau sistem komputer. Bagaimanapun sifat kejahatan siber akan jauh lebih kompleks Seperti yang akan kita lihat nanti, kejahatan siber dapat dengan mudah masuk ke komputer lain tanpa memerlukan izin. Hal ini dapat menimbulkan penyebaran virus, vandalisme, dan mungkin pencurian data, uang, atau informasi sensitif menggunakan sistem komputer” (Peter, 2000:56).

Menurut Eoghan Casey “Cybercrime” digunakan untuk mengacu pada setiap kejahatan yang melibatkan komputer dan jaringan, beliau mengkategorikan cybercrime kedalam 4 kategori yaitu:

1. Komputer dapat menjadi objek kejahatan. 2. Komputer dapat menjadi subjek kejahatan.

3. Komputer dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan atau merencanakan kejahatan.

4. Komputer sendiri dapat menjadi simbol untuk mengintimidasi dan menipu (Casey, 2001:16).

Pengertian cybercrime yang relatif lebih luas adalah. “cybercrime merupakan kegiatan dimana komputer, telepon, peralatan seluler, melanggar hak properti intelektual, melanggar dan masuk kedalam sistem komputer dan

jaringan.”( Speer, 2003:260)

(57)

33

1. New crimes using new tools

Kejahatan yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain atau terhadap tipe korban lain, seperti hacking dan memasukan virus.

2. Old crimes using new tools.

Kejahatan konvensional yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan teknologi informasi baru, seperti penipuan, pencurian identitas, dan stalking (Suseno,2012:95).

Dalam Konvensi Dewan Eropa tentang cybercrime (convention on Cybercrime), cybercrime dikategorikan sebagai berikut:

a. Pelanggaran terhadap kerahasiaan, integritas dan ketersediaan data komputer dan sistem:

1. Akses ilegal. 2. Intersepsi ilegal. 3. Gangguan data.

4. Penyalahgunaan perlengkapan komputer. b. Pelanggaran komputer berkaitan pada.

1. Pemalsuan melalui kompter. 2. Penipuan melalui komputer .

3. Pelanggaran yang berkaitan dengan pornografi anak.

(58)

34

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerjasama antara Indonesia dan Australia yang berlangsung terdapat sebuah kepentingan obyektif berupa masalah penanganan tindak kejahatan lintas negara yang sesuai dalam Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia Tentang Kerangka Kerjasama Keamanan, serta Pengaturan Antara Kepolisian Federal Australia dan Kepolisian Republik Indonesia tentang Kerjasama Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara.

Kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dilakukan karena mengingat Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak mengingat kurangnya kemampuan kedua negara dalam menangani kejahatan lintas negara, kedua negara sepakat bekerja sama dalam menangani kejahatan lintas negara yang tertuang dalam Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia Tentang Kerangka Kerjasama Keamanan, Nota Kesepahaman Antara Kepolisian Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kerjasama Kepolisian, serta Pengaturan Antara Kepolisian Federal Australia dan Kepolisian Republik Indonesia tentang Kerjasama Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara

(59)

35

Indonesia tentang Kerjasama Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara. Indonesia dan Australia membangun markas tindak kejahatan dunia maya di Indonesia yang bernama Cybercrime Investigation Satellite Office yang berada di Indonesia.

Cybercrime merupakan salah satu kejahatan lintas negara yang sering terjadi dikawasan Australia dan Indonesia.. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus cybercrime dikedua negara tersebut. Atas tingginya kasus dikedua negara tersebut telah menjadi perhatian utama bagi kedua negara untuk mengatasi permasalahan cybercrime dalam lingkup sebuah kerjasama dalam Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia Tentang Kerangka Kerjasama Keamanan, serta Pengaturan Antara Kepolisian Federal Australia dan Kepolisian Republik Indonesia tentang Kerjasama Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara.

Pembangunan Cybercrime Investigation Satellite Office merupakan hasil dari kerjasama yang dilakukan antara Indonesia dan Australia dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan lintas negara terutama dalam aspek cybercrime yang dimana cybercrime dapat mencuri data-data negara dan bank ataupun melakukan penyadapan yang nantinya dapat terhubung dengan kejahatan-kejahatan lainnya.

Cybercrime Investigation Satellite Office diresmikan pada tangga 29 April

(60)

36

melakukan pemeriksaan barang bukti digital. Seperti, telepon genggam, laptop, komputer dan tindak pidana yang menggunakan atau memanfaatkan komputer atau jaringan internet.

CCISO terbagi menjadi dua divisi yaitu, divisi investigasi dan divisi laboratorium. Divisi investigasi bertugas untuk melakukan penelusuran dan mendapatkan barang bukti yang digunakan oleh pelaku kejahatan serta memerika laporan pidana yang diadukan serta mencari alat bukti-bukti yang dillakukan pelaku dalam melakukan tindak pidana cyber.

(61)
(62)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian, diperlukan sebuah desain atau rancangan yang berisi rumusan tentang objek yang akan diteliti. Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial dan politik, penelitian dalam metode ini tidak menggunakan analisis berupa grafik, bilangan dan numeral berdasarkan prosedur statistik. Penelitian dalam metode ini menyoroti masalah terkait upaya dari suatu negara di kancah internasional. Merujuk pada permasalahan yang diangkat serta variabel yang tersedia, maka peneliti hanya melakukan analisa data berdasarkan data-data serta informasi yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan diimplementasikan dengan teori-teori dalam kajian Hubungan Internasional.

3.2 Informan Penelitian

(63)

39

Republik Indonesia dalam hal ini peneliti bertemu dengan narasumber yang menjadi salah satu staf kementerian tersebut. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh Indonesia dan Australia dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime di Indonesia. Selain itu peneliti juga akan bertemu dengan staf dari Kedutaan Australia untuk Indonesia di Jakarta untuk mengetahui respon dari Australia dalam dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime di Indonesia

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, penelusuran data online, dokumentasi, dan wawancara. Hal ini dikarenakan penelitian ini difokuskan pada upaya kedua negara dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime di Indonesia dengan mengolah data-data yang diperoleh dari sumber yang relevan secara mendalam.

3.3.1 Studi Pustaka

(64)

40

mencari data berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya yang dikeluarkan oleh lembaga terkait Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri.

3.3.2 Penelusuran Data Online

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan layanan internet dengan cara mengakses alamat situs Kementerian Perhubungan serta situs lain yang terkait dengan segala informasi sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.

3.3.3 Metode Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan data berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dokumen, dan sebagainya. Dokumen bisa berbentuk tulisan atau gambar yang diperoleh melalui, Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, dan sumber lain terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

3.3.4 Wawancara

(65)

41

wawancara dengan staf Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Australia yang ada di Jakarta untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3.4 Uji Keabsahan Data

Dalam melakukan uji keabsahan data peneliti menggunakan metode triangulasi data dengan cara melakukan konfirmasi data yang diperoleh dari Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri dengan melakukan studi lapangan ke lembaga tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara dengan staf Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan dari staf Kedutaan Australia untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh.

3.5 Teknik Analisis Data

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pembelahan dan perendaman asam giberelat terhadap pertumbuhan umbi bibit Sedap Malam (Polianthes tuberose L.) dan dilaksanakan pada November

Kalium merupakan salah satu dari tujuh elemen yang banyak terdapat di bumi dan dapat digunakan sebagai pupuk baik dalam bentuk tunggal maupun dlkombinasikan dengan

Tok bolesti se može podeliti u tri klini č ke faze: rana infekcija se manifestuje kao kožna lezija ( erythema migrans ) koja se javlja na mestu uboda krpelja (faza 1), sledi rana

luas wilayah yang memiliki jenis tanah tersebut adalah 1.021,97 Ha terdapat di Kelurahan Meri,. Gunung Gedangan, Kedundung, Balongsari, Jagalan, Santanan dan

Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, angket yang sudah valid kemudian disebarkan kepada 30 orang responden. Hasil angket dari kedua variabel, yaitu data

yang berkaitan dengan etika. Moralitas dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang.. diyakini oleh seseorang atau organisasi tertentu sebagai sesuatu yang baik atau.

[r]

Discovery Learning terbukti mampu meningkatkan proses dan hasil belajar Fisika di SMP Katolik Regina Pacis Airmadidi materi hukum Newton dibandingkan model