• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kawanua Basiar di Tanah Deli (Studi Etnografi Kawanua di Kota Medan)"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Purna, I Made, 2003. Nilai –

nilaiPendidikanMultikulturalDalamBudayaEtnik .Denpasar : PT. Percetakan Bali, 2013.

Koentjaraningrat. 1990. BeberapapokokAntropologiSosial. Jakarta: P.T. Dian Rakyat

Daldjoeni. 1991. Ras – rasUmatManusia (Biogeografis ,Kulturhistoris , Sosiopolitis ). Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 1991. Barth, Fredrik. 1988. Kelompoketnikdanbatasannya. Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-PRES), 1988. Pelly, Usman. 2013. UrbanisasidanAdaptasi:

PerananMisiBudayaMinangkabaudanMandailing di Perkotaan. Medan: UniversitasNegeri Medan (Unimed) Press,2013.

Kesuma , 2004. Migrasidan Orang Bugis:

PenelusuranKehadiranOpuDaengRilakkaPada Abad XVIII Di Johor. Yogyakarta: PenerbitOmbak, 2004. Isaacs , 1993. PemujaanterhadapKelompokEtnis:

IdentitasKelompokdanPerubahanPolitik. Jakarta: YayasanObor Indonesia, 1993.

(2)

Daeng, 2000.Manusia, KebudayaandanLingkungan:

TinjauanAntropologis. Yogyakarta: PustakaPelajar, 2008. Naim.Mochtar, 2013.Merantau: PolaMigrasiSukuMinangkabau,

edisiKetiga. Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2013. Spradley, 1979.MetodeEtnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006. Muadz.Husni, 2014.AnatomiSistemSosial, RekonstruksiNormalitas,

RelasiIntersubjektivitasdenganPendekatanSistem. Jakarta Timur: InstitutPembelajaranGelarHidup [IPGH], 2014. Lubis.Suwardi, 1999.KomunikasiAntarBudaya, StudiKasusEtnikBatak

Toba danEtnikCina. Medan: USU PRESS, 1999. Addina.

Marizka,2009.AnalisisKinerjaPengelolaanAnggaranPend apatandanBelanja Daerah Pemerintah Kota Medan, Skripsi Strata 1 FakultasEkonomi, Medan, Perpustakaan USU Medan, 2009, hal. 51, td.

Suwarsono, 1990.PerubahanSosialdan Pembangunan di Indonesia.Jakarta :LembagaPenelitian,

PendidikandanPeneranganEkonomidanSosial [LP3ES], 1990

https://id.wikipedia.org/wiki/Marga_Minahasa http://eprints.walisongo.ac.id/1373/4/08211107

(3)

http//makalah.kumpulan.Universitasindonesia.ac.id.com: EtnisdanRas,2014

https://giffarnurmansyah99.wordpress.com/2012/10/07/manusia-sebagai-makhluk-sosial/2007

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42017/4/Chapter%20II.p df

http://wildawillie.blogspot.co.id/2012/12/multikulturalisme.html:Masyara kat multikultur,2012

(4)

BAB III

ADAPTASI KAWANUA DI KOTA MEDAN

3.1 Adaptasi Kultural

Suku Minahasa memiliki banyak sekali tradisi dalam kebudayaannya, antara lain ; sistem kekerabatan, tarian, alat musik, makanan, upacara adat , makanan dan lain-lain. Tradisi-tradisi tersebut merupakan aspek dalam kehidupan sosial orang Minahasa. Orang Minahasa memiliki motto hidup Si Tou Timou Tumou Tou, sebuah filsafat hidup masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi, yang berarti: "Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain" atau "Orang hidup untuk menghidupkan orang lain". Dalam ungkapan Bahasa Manadonya, yang berarti: "Baku beking pande" yang secara umum berarti "Saling menambah pintar dengan orang lain".18

Misalnya dalam kebudayaan Minahasa terdapat makanan khas yang bernama Tinutuan atau sering disebut dengan bubur Manado. Tinutuan merupakan makanan khas yang diciptakan pada masa colonial

Menurut bapak August Siwy ;

“ Tradisi dalam kebudayaan Minahasa timbul dan memiliki hubungan layaknya simbiosis mutualisme, dimana setiap tradisi yang ada diharapkan memberikan keuntungan satu sama lainnya dalam arti atau makna tradisi itu”

18

(5)

Belanda, makanan ini diracik oleh orang Minahasa pada saat Minahasa dilanda bencana kelaparan, pada saat itu masyarakat kebingungan untuk mencari sumber sumber makanan yang dapat mereka konsumsi, sehingga munculah niat untuk menjadikan tumbuhan pekarangan rumah mereka sendiri sebagai bahan makanan. Setelah tumbuhan pekarangan rumah dikumpulkan mereka memasak dan meraciknya menjadi satu sehingga terciptalah Tinutuan atau bubur Manado. Tinutuan memiliki arti bahwa semua sumber daya yang dari alam dapat dimakan oleh manusia. Filosofi dari Tinutuan menguatkan mengenai moto orang Minahasa yaitu Si Tou Timou Tumou Tou Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain. Dan sampai saat ini Tinutuan merupakan kearifan lokal dari orang Minahasa yang tidak dapat ditinggalkan.

Melihat situasi yang ada di Kota Medan menyadarkan Kawanua bahwa semua bentuk tradisi tersebut tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Situasi geografis, keadaan masyarakat dan dominasi suku bangsa lainnya menyebabkan tradisi-tradisi Minahasa tidak dapat dilaksanakan oleh kawanua.

(6)

3.1.1 Sistem Kekerabatan

Orang Minahasa memegang prinsip keturunan secara bilateral, atau memperhitungkan hubungan kekerabatan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan jangkauan kekerabatannya umumnya hanya sampai generasi ketiga. Sementara sistem kekerabatan yang dipergunakan mengikuti garis keturunan berdasarkan latar belakang ayahnya (patrilineal).

Orang Minahasa tidak dapat menikah dengan orang yang masih memiliki garis keturunan pada dirinya. Dalam memilih jodoh, penelusuran asal-usul biasa dilakukan, untuk memastikan muda-mudi yang hendak terlibat pernikahan berada di luar jangkauan kekerabatan tiga generasi tersebut.

Setelah menikah, pasangan suami-istri bebas menentukan tempat tinggalnya, baik itu di lingkungan sang Istri atau suami. Di Minahasa, keluarga inti (saanakan) dapat terdiri dari: suami-istri ditambah anak-anak kandung (yang belum menikah); dapat pula terdiri dari suami-istri ditambah anak kandung, anak tiri, atau anak angkat; janda/duda, dengan anak-anak, baik anak kandung, anak tiri, maupun anak angkat; suami-istri yang tidak mempunyai anak; atau dapat pula janda/duda yang hidup sendiri.19

19

(7)

suku Minahasa memiliki lebih kurang seribu marga atau fam. Dalam kebudayaannya fam tersebut berasal dari tujuh sub suku Minahasa. Istilah fam berasal dari bahasa belanda Familiennam20

- Mawuntu : Kedudukan Tinggi

yang berarti nama keluarga. Pemberian fam pada orang minahasa ditentukan melalui fam ayahnya. Setiap fam pada umumnya juga memiliki arti, Misalnya ;

- Ingkiriwang : dari angkasa - Kalalo : Amat berani - Karamoy : Penunjuk

- Rolos : Kepala

- Dan lain lain.

Jadi apabila dalam sebuah keluarga terlahir seorang anak, dimana sang ayah merupakan orang Minahasa maka dibelakang nama anak tersebut dicantumkan fam yang dimiliki oleh ayah kandungnya.

Keberadaan Kawanua di Kota Medan saat ini sudah banyak terpengaruh dengan sentuhan-sentuhan kebudayaan lainnya. Dulu banyak keluarga Minahasa datang ke Medan masih dengan posisi Suami dan istri asli orang Minahasa, kemudian mereka hidup berkembang dan mempunyai keturunan atau generasi di bawah mereka. Di generasi berikutnya tidak sedikit diantara mereka menikah dan membangun keluarga dengan orang-orang dari suku bangsa lainnya, Misalnya orang-orang Minahasa menikah dengan orang Batak, karo, Tionghoa dan lainnya.

20

(8)

Fenomena yang sering disebut dengan kawin campur ini otomatis menuntun Kawanua untuk mengenal dan mengikuti tradisi yang ada pada kebudayaan pasangan yang dinikahi oleh Kawanua. Di PTMP kasus seperti sangat banyak sekali terjadi .

Penulis memberikan penjelasan yang ditemukan di lapangan bagaimana tutur pernikahan antara kawanua dengan kawanua dan juga contoh salah kasus pernikahan antara Kawanua dengan orang Karo dan Batak Toba di Kota Medan baik itu antara Laki-laki dari suku Minahasa dan Perempuan dari suku Karo atau Batak Toba , dan juga perempuan dari suku Minahasa dengan Laki-laki dari suku Karo atau Batak Toba dalam bertutur atau mengenal garis hubungan persaudaraan.

3.1.1.1 Laki-laki Minahasa dengan Perempuan Minahasa

Proses pernikahan akan menimbulkan terbentuknya kerabat baru antara pasangan yang menikah. Terbentuknya kerabat baru akan membentuk tutur atau garis hubungan persaudaraan yang baru.

a. Tutur terhadap orang tua Pasangan Keluarga

(9)

orang tua dari pihak laki-laki dengan sebutan papi dan mami. Dan juga sebaliknya, jika Pihak perempuan memanggil orang tuanya dengan sebutan papa dan mama, maka pihak laki-laki memanggil kedua orang tua pihak perempuan dengan sebutan papa dan mama juga. Menurut informan bapak August Siwi, dalam kasus ini apa yang dilakukan kawanua merupakan suatu bentuk ungkapan rasa menunjukan bahwa “orang tuamu adalah orang tuaku juga”.

b. Opa dan Oma

Opa dan Oma adalah sebutan untuk memanggil kakek dan nenek dalam tradisi orang Minahasa. Dalam kasus pernikahan antara Orang Minahasa dengan orang Minahasa kedua pihak pengantin baik pihak laki-laki dan perempuan memanggil kakek dan nenek mereka dengan sebutan yang sama yaitu opa dan oma.

c. Bapa Tua dan Mama Tua

(10)

suami dari Mama Tua jika yang bersangkutan sudah berkeluarga. Dan hal demikian juga berlaku sama terhadap pihak perempuan.

d. Pak Ade dan Mak Ade

Pak Ade dan Mak Ade sebenarnya sebutan yang sama untuk paman dan bibi dalam tradisi orang Minahasa. Hanya saja orang yang dimaksud memiliki usia yang lebih muda dibandingkan kedua orang tua pasangan suami istri tersebut. Misalnya Ayah dari pihak laki-laki memiliki saudara laki-laki atau perempuan yang lebih muda maka pasangan suami istri ini sama-sama memanggil dengan sebutan yang sama yaitu Pak Ade dan Mak Ade. Panggilan itu berlaku juga untuk istri dari Pak Ade ataupun suami dari Mak Ade jika yang bersangkutan sudah berkeluarga. Dan hal demikian juga berlaku sama terhadap pihak perempuan.

3.1.1.2 Laki-laki Minahasa dengan Perempuan Karo

(11)

a. Tutur dalam Kekerabatan

Dalam pernikahan laki-laki Minahasa dengan perempuan Karo sebutan dalam memanggil orang tua ataupun mertua pada kedua pihak dominan terletak pada suku karo. Laki-laki Minahasa memanggil bapak dan ibu mertuanya dengan panggilan Mama dan Mami. Menurut bapak A. Runtukahu dia hanya mengikuti tradisi yang ada pada suku karo bahwa dia harus memanggil bapak dan ibu mertuanya dengan sebutan demikian. Juga untuk untuk sebutan terhadap saudara ataupun saudari dari mertuanya, Laki-laki Minahasa tersebut juga menyebut Mama misalnya terhadap saudara laki-laki dari bapak Mertuanya dan mamak terhadap saudara perempuan bapak mertuanya.

Sementara itu untuk Perempuan dari suku karo memanggil bapak dan ibu mertuanya dengan sebutan bengkila dan bibi. Menurut ibu F. Tarigan dalam tradisi Minahasa seharusnya beliau memanggil Bapak dan ibu mertuanya dengan sebutan Papa dan Mama seperti suaminya yang memanggil orang tuanya sendiri dengan sebutan itu. Tetapi karena mereka ada di daerah perantauan dan pihak sanak saudara di dominasi dari suku karo pihak perempuan, menuntut dirinya tetap pada tradisi orang karo. Meskipun begitu suaminya menilai ini sebagai suatu kewajaran karena saat ini mereka tinggal dan menetap di Medan yang juga identik dengan identitas suku karo.

(12)

tua, tetap mengikuti tradisi yang berlaku di adat Minahasa, yaitu Bapa Tua dan Mama Tua dan untuk saudara perempuan dari bapak mertuanya.dengan sebutan Mama Tua. Istilah Pak Ade dan Mak Ade juga berlaku jika bapak mertuanya memiliki saudara laki-laki yang lebih muda.

3.1.1.3 Laki-laki Karo dengan Perempuan Minahasa

Untuk kasus pernikahan Laki-laki karo dengan perempuan Minahasa, penulis mewawancarai anggota Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan bernama David Ginting dan Mora Sampul. Dalam kasus ini, untuk menentukan penyebutan garis kekerabatan maka antara laki-laki karo dengan perempuan Minahasa sama-sama membawa tradisi kekerabatannya.

a. Laki-laki karo terhadap kekerabatan Perempuan Minahasa.

(13)

perempuan dari bapak mertuanya. Apabila Mak tua atau Mak Ade sudah berkeluarga maka sebutan Pak Tua dan Pak Ade juga bisa dilakukan dalam memanggil Suami dari Mak Tua atau Mak Ade.

b. Perempuan Minahasa terhadap Kekerabatan Laki-laki Karo

Menurut ibu Mora Sampul, tradisi penyebutan garis kekerabatan dirinya terhadap tradisi yang dibawa oleh suaminya disesuaikan menurut tradisi adat orang karo juga. Sebutan yang digunakan dalam memanggil bapak dan ibu mertuanya adalah bengkila dan bibi. Sementara untuk menyebut garis kekerabatan terhadap saudara laki-laki dari bapak mertuanya baik yang usianya lebih muda atau lebih tua disebut juga dengan bengkila. saudara perempuan dari bapak mertuanya baik itu yang lebih muda usianya ataupun lebih tua disebut dengan bibi, apabila bibi yang dimaksud sudah menikah, maka ibu Mora Sampul memanggil suami dari bibi dengan sebutan Bapak.

3.1.1.4 Laki-laki Minahasa dengan Perempuan Batak Toba

Kawanua di Kota Medan juga banyak yang telah menikah dengan orang-orang dari suku Batak Toba. Pada kasus ini penulis mewawancarai sebuah keluarga di Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan yaitu bapak Jimmy Lumenon dengan Susi Napitupulu.

(14)

untuk menyebut bapak dan Inang untuk menyebut ibu dari perempuan batak Toba. Sementara perempuan Batak Toba memanggil kedua orang tua dari laki-laki Minahasa sesuai dengan bagaimana laki-laki Minahasa menyebut kedua orang tuanya, apabila dia memanggil papi maka perempuan Batak Toba juga memanggil ayah dari Laki-laki Minahasa dengan sebutan papi.

(15)

3.1.1.5 Laki-laki Batak Toba dengan Perempuan Minahasa

Pada kasus pernikahan ini penulis mewawancarai seorang Informan yang bernama Ibu Yulin Moningka. Ibu Yulin Moningka adalah perempuan Minahasa yang menikah dengan laki-laki batak Toba bernama B. Hutahuruk, namun suaminya telah wafat.

(16)

Yulin maka anaknya harus memanggilnya dengan sebutan tulang. Padahal saudara laki-laki Ibu Yulin adalah orang Minahasa asli, namun tradisi dan adat istiadat berlaku kepada ibu Yulin karena dirinya sudah pernah dibeli secara adat Batak Toba oleh suaminya.

3.1.2 Bahasa

Pada bab sebelumnya penulis menjelaskan bahwa Suku Minahasa di bagi atas Tujuh sub suku, dan dari ketujuh sub suku itu terdapat perbedaan bahasa yang berbeda-beda. Antara Tonseadengan tondano memiliki bahasa yang berbeda, antara tondano dengan tountemboan juga memiliki bahasa yang berbeda, demikian juga dengan sub suku yang lainnya.

Apabila orang Tonsea bertemu dengan orang Tondano belum tentu keduanya mampu berkomunikasi dengan baik, sehingga kadang kala bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu bagi keduanya agar komunikasi berjalan dengan baik. Keadaan ini sebenarnya mampu menjadi jurang pemisah bagi orang Minahasa yang ada di Kota Medan karena dalam berkomunikasi antar sesama kelompok etnisnya saja terdapat ketidak sepahaman, bagaimana bila orang Minahasa harus dihadapkan dengan kebudayaan lainnya.

(17)

berkomunikasi, tetapi ada beberapa arti dan pengucapan yang secara umum memiliki kesamaan. Misalnya , baku dapa, baku dapa dari ketujuh sub suku itu memiliki kesamaan arti yaitu bertemu kembali atau bersilahturahmi kembali. Dari inovasi tersebut ternyata orang Minahasa menamakan bahasa tersebut dengan bahasa malayu manado.

Inovasi yang tercipta antara sesama kawanua dalam hal bahasa yaitu adanya penyatuan antara bahasa budaya yang bersifat umum atau memiliki arti yang sama dari ketujuh sub suku tersebut dikombinasikan dengan bahasa Indonesia. Bapak Max Tamunu mengatakan ;

“ Kawanua di Medan pada umumnya bahasanya sudah tercampur-campur, bahasa Indonesia di gabungkan dengan bahasa Minahasa sehingga terciptalah bahasa baru, nah kalau mereka bicara dengan satu sub sukunya barulah mereka pakai bahasa mereka sendiri misalnya saat saya suruh dia antarkan dulu mobil itu maka yang saya katakan antar jo tuh otto pa torang. Bahasa yang saya katakan itu sebenarnya tidak tau bahasa Minahasa dari mana karena sudah dicampur dengan bahasa Indonesia”

Contoh bahasa Minahasa yang digunakan oleh kawanua kota Medan, Misalnya ;

- Torang samua basudara artinya kita semua bersaudara

- Sudah lama torang tak bakumpul to ! artinya sudah lama kita tidak bertemu

- Dorang so smokol? Artinya apakah kamu sudah makan pagi ?

(18)

- ambilkan jo torang punya hand phone artinya tolong ambilkan handphone saya.

- Dan lain lain.

Inovasi yang terbentuk dalam konteks berkomunikasi antara sesama orang Minahasa terbentuk karena kepentingan kelompok tersebut dalam upaya mempertahankan identitas etnisnya. Bahasa dinilai menjadi konsep kebudayaan utama yang harus diperkuat oleh Kawanua sebelum mereka berinteraksi dengan suku-suku yang lainnya. Realitas ini mulai terlihat dalam setiap kegiatan yang dilakukan kawanua di organisasi PTMP. Dalam setiap kegiatan PTMP bahasa pemersatu yang digunakan dalam sesi-sesi formal adalah bahasa Indonesia, tetapi saat mereka berkomunikasi dalam sesi-sesi informal maka mereka menggunakan bahasa yang telah dicampur tersebut sebagai bagian dari bentuk berinteraksi dan hal ini menjadi sebuah tradisi baru bagi Kawanua di Kota Medan.

3.1.3 Upacara Pernikahan

(19)

1. Posanan : Prosesi yang satu ini biasanya disebut dengan proses pingitan. Jika sebelumnya posanan ini dilakukan sejak sebulan sebelum hari pernikahan tiba maka saat ini tradisi posanan hanya dilakukan sehari sebelum pernikahan dilangsungkan.

2. Malam gagaren atau biasa disebut masyarakat setempat sebagai malam muda-mudi : Tradisi ini merupakan tradisi mandi di bawah pancuran yang saat ini tak banyak dijumpai dilakukan oleh Kawanua karena permasalahan utamanya adalah saat ini tidak ada pancuran yang dapat digunakan dalam melaksanakan tradisi tersebut.

3. Lumelek merupakan tradisi mandi menginjak batu yang dilakukan dalam pernikahan adat di minahasa. Mandi lumelek dilakukan dengan mencampur Sembilan jenis bebungaan yang berwarna putih yang memiliki bau yang harum (Anggrek Merpati, Kaca Piring, Kumis Kucing, Korejat, Portulaka, melati, lili hujan, powaran, sikulandi) 4. Mandi Bacoho, Mandi bacoho merupakan mandi adat yang saat ini

dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara tradisi lengkap maupun hanya secara simbolis.

(20)

perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi Upacara Adat di Pelaminan).

Sementara itu tradisi upacara yang dimiliki suku Minahasa tidak semuanya dipergunakan lagi oleh kawanua di kota Medan. Keempat tradisi upacara pernikahan yang dijelaskan oleh informan Hety Lumi telah banyak sekali mengalami perubahan menjadi upacara pernikahan yang dilaksanakan dalam kurun waktu dua hari saja.

Pada pernikahan yang dilakukan oleh pasangan Minahasa, proses pertama yang dijalani yaitu acara lamaran atau pinengen. Acara pinengen dilaksanakan jauh hari sebelum pesta pernikahan berlangsung. Pinengen dilakukan oleh pihak calon mempelai laki-laki bersama keluarga intinya dengan mendatangi kediaman calon mempelai perempuan yang akan dilamar. Pada tahap pinengen pihak laki-laki harus mempersiapkan syarat adat yang harus dipersiapkan yaitu uang, kukis atau kue dan daftar harta yang dimiliki oleh calon mempelai laki-laki yang akan menikah.

(21)

Syarat berikutnya membawa kukis atau kue pada saat pinengen. Membawa kukis atau kue diartikan agar situasi selama pembicaraan berlangsung tidak membosankan. Kukis dihadirkan dengan makna bahwa situasi pembicaraan akan semakin baik dan hubungan persaudaraan akan semakin kuat.

Dan syarat terakhir yang harus dipenuhi yaitu membuat daftar harta yang dimiliki oleh mempelai laki-laki. Dalam tradisi minahasa orang- orang yang diperkenankan untuk menikah adalah mereka yang telah dinilai cukup mapan dalam hal materi. Syarat ini dibuat karena orang Minahasa menilai bahwa selain kepercayaan , materi dinilai menjadi faktor utama yang dapat mengantarkan kebahagiaan bagi orang yang akan menikah.Tetapi kenyataannya saat ini syarat tersebut hanya sebagai simbolis saja, karena syarat ini dinilai tidak relevan terhadap norma yang berlaku pada saat ini. Oleh karena itu mereka cukup menuliskan dalam sebuah kertas sebagian kecil yang mereka miliki tidak harus semuanya.

(22)

pernikahan sesama orang Minahasa di Kota Medan dan masih sering dilakukan terutama bagi orang-orang yang bergabung dengan PTMP.

(23)

Toki pintu dilakukan oleh perwakilan pihak laki-laki (Poto 3.1 Sumber Koleksi pribadi Royce Mawuntu)

Saat pintu sudah dibuka oleh pengantin (Poto 3.2 Koleksi Pribadi Royce Mawuntu)

(24)

pemotongan kue dan basuap keluarga. Kue yang dipersiapkan adalah kue yang bertingkat-tingkat. Selama upacara pemotongan kue acara dipandu oleh ukung tu’a atau pelaksana adat. Kue dipotong oleh pengantin secara bergantian lalu pengantin menyuap kue yang telah dipotong kepada orang tua ataupun wali. Secara bergantian pengantin laki-laki menyuapi orang tua pengantin perempuan dan pengantin perempuan menyuapi orang tua pengantin laki-laki. Setelah itu kedua pengantin yang saling bersuapan. Jika diperkenankan maka kedua pengantin di persilahkan untuk badansa. Hanya saja bagi kawanua di Kota Medan badansa sering tidak dilakukan karena belum tentu bisa diterima oleh kebudayaan yang lainnya.

Tradisi pemotongan kue tart

(poto 3.3 sumber koleksi pribadi Royce Mawuntu)

(25)

kecil dari upacara sebenarnya, setidaknya kawanua berusaha untuk menjaga identitas mereka sebagai orang Minahasa yang memiliki kebudayaan sama seperti orang-orang dari suku bangsa lainnya.

Sementara itu resepsi pernikahan yang sering dilakukan oleh orang Minahasa di Kota Medan kerap menggunakan model Standing Party. Model ini merupakan konsep resepsi pernikahan ala orang Minahasa dimana para tamu yang hadir disuguhkan secara bebas makanan yang dapat mereka ambil sendiri, secara umum model konsumsi pernikahan ini disebut dengan model prasmanan. Dan setiap tamu yang hadir menikmati setiap hidangan tersebut menikmati makanan dalam kondisi berdiri sambil menikmati setiap acara yang disuguhkan oleh pihak pestawan dan pestawati. Kegiatan pesta secara keseluruhan diadakan dalam keadaan berdiri. Dalam posisi tersebut para tamu pesta yang hadir juga dipersilahkan untuk badansa dengan pasangan mereka masing masing ketika beberapa musik dialunkan oleh para pemusik di perayaan itu.

Standing Party dilakukan dengan tujuan agar selama perayaan seluruh tamu diharapkan dapat berbaku dapa dengan yang lainnya dengan mudah. Bapak Teddy Gonie mengatakan ;

“ Kalau itu tamu semuanya dipersilahkan duduk terkadang mau baku dapa sama yang lain jadi malas, malasnya itu karena terkadang segan datang ke meja orang lain atau kursi orang lain, makanya bagusnya standing party ya semuanya tanpa batas, dengan mudah misalnya saya datang kesana tanpa segan karena kan semua kita sama-sama berdiri”

(26)

otomatis siapapun yang menjadi tamu dalam pesta itu harus dapat berbaur dengan model resepsi pernikahan tersebut.

3.1.4 Makanan khas (Etnofood Minahasa)

Minahasa terkenal dengan Makanan khasnya yang sangat lezat. Salah satu makanan khas Minahasa yang terkenal sampai keseluruh Indonesia adalah rica-rica. Seorang informan bernama fery Kaunang mengatakan ;

“kalau di Medan ini orang-orang bercerita tentang orang Manado, maka yang pertama kali terlintas di pikiran tuh orang pasti rica-rica. Kalo saya baku dapa dengan saudara-saudara pasti yang dicari rica-rica”

Apa yang disampaikan oleh Informan menunjukan bahwa rica-rica telah menjadi salah satu identitas utama bagi orang Minahasa. salah satu upaya kawanua untuk mempertahankan identitasnya dengan menjaga serta melestarikan makanan khas daerahnya.

(27)

Makanan khas Minahasa tidak hanya dapat ditemukan di acara-acara atau perayaan – perayaan tertentu yang dilaksanakan oleh kawanua. Tetapi dapat juga kita temukan di beberapa tempat yang khusus menjual Masakan khas Minahasa. salah satunya di Jalan Mangkubumi No.14 Medan.

Warung Manado Jl.Mangkubumi No 14 Medan Poto 3.4 Sumber koleksi pribadi Vera Mondigir

Warung Manado merupakan sebuah restoran yang menjual masakan khas Manado. Pada saat ini banyak masyarakat yang tidak tahu apa itu Minahasa, orang hanya kenal dengan istilah Manado. Jadi restoran warung Manado tersebut menggunakan istilah Manado padahal makanan khas yang dijual merupakan makanan khas ala kebudayaan Minahasa.

(28)

Minahasa karena dia mengetahui banyak sekali orang Minahasa yang menetap sangat lama di Kota Medan dan sudah pasti sangat antusias bila mengetahui ada makanan khas Minahasa yang dengan mudah dan cepat bisa didapatkan, sehingga muncul niat untuk membuat warung Manado tersebut. Apa yang dilakukan oleh orang Minahasa tersebut merupakan salah satu usaha untuk tetap mempertahankan tradisi-tradisi yang dimiliki oleh orang Minahasa. Orang Minahasa akan kembali mendapatkan kepercayaan dirinya apabila mengetahui unsure-unsur kebudayaan yang mereka miliki ternyata masih dapat ditemukan walaupun mereka berada di daerah perantauan.

Identitas kebudayaan Minahasa tidak dapat muncul dengan mudah di daerah perantauan seperti kota Medan ini. Konsep daerah kebudayaan menjadi faktor paling besar dalam mempengaruhi keberadaan kebudayaan tersebut dan hal tersebut tidak dengan mudah muncul apabila tidak ada orang yang mentransmisikan atau mensosialisasikannya. Di Kota Medan aspek Kultural Minahasa hanya bisa ditemukan pada gejala bahasa, upacara pernikahan dan Makanan khas atau etnofood saja. Walaupun aspeknya sangat terbatas tidak membuat kawanua di Kota Medan untuk berhenti berusaha mempertahankan identitas dan jati dirinya sebagai suku Minahasa.

(29)

Ayam Rica-rica

Poto 3.5 Sumber dapurmanado.blogspot diakses 31-8-2016

Woku Belanga

(30)

3.2 Adaptasi Kawanua Menurut Massa Tinggal di Kota Medan

3.2.1. Adaptasi Kawanua yang menetap dalam waktu yang lama

Dalam beradaptasi orang Minahasa memiliki strategi agar proses adaptasi yang mereka lakukan dapat diterima oleh orang lain dan keberadaan mereka sebagai orang Minahasa mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang ada disekitar mereka. Adaptasi sangatlah diperlukan bagi kaum minoritas bahkan adaptasi menjadi elemen yang paling penting bagi kaum Minoritas dengan kuantitas angka golongannya yang sangatlah sedikit,

Terkait dengan strategi beradaptasi orang Minahasa, penulis akan menjelaskan apa yang ditemukan di lapangan terkait proses adaptasi yang dilakukan orang Minahasa di Kota Medan. Penulis membaginya pada dua golongan,yaitu bagi orang Minahasa yang sudah sejak lahir menetap di Kota Medan, dan orang Minahasa yang bermigrasi ke Kota Medan.

3.2.2 Adaptasi Kawanua kelahiran Medan

(31)

Mawuntu , bapak Rony Sampul dan Bapak J.F Sinyal. Ketiga kepala keluarga ini adalah orang Minahasa yang terlahir di Medan, orang tua mereka merupakan seorang Pejuang Militer pada zaman dahulu.

Pada kasus ini adaptasi yang dilakukan oleh orang Minahasa mengikuti bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh orang tua ataupun generasi-generasi terdahulu. Tentunya mereka dengan sangat mudah berbaur dengan orang-orang dari suku lain, karena sejak kecil sudah terbiasa dengan keadaan di lingkungan tempat mereka tinggal. Dan orang orang yang ada di sekitar mereka juga dengan sangat mudah menerima keberadaan mereka karena disatukan dengan perasaan emosional memiliki kesamaan tanah kelahiran. Dari sisi pemahaman dalam berkomunikasi tentunya orang Minahasa yang lahir di Medan tidak akan menemukan kesulitan dalam menjalin komunikasi terhadap orang-orang disekitarnya. Keadaan lingkungan mengubah orang Minahasa dan membentuk dirinya menjadi lebih mudah berinteraksi dengan suku-suku yang lainnya.

(32)

Penulis juga menemukan bahwa orang Minahasa yang terlahir di Medan juga banyak menggunakan slogan-slogan terkenal di Kota Medan dalam mengekspresikan dirinya ke masyarakat luas, banyak diantara mereka mengatakan “Aku Anak Medan Lae”. Pernyataan “Aku Anak Medan Lae” merupakan ungkapan kepercayaan diri dari orang Minahasa tersebut bahwa dirinya adalah bagian dari Kota Medan dan Putra Medan asli.

Adaptasi yang dibentuk oleh lingkungan sekitar juga sering mengubah unsur-unsur seperti dialeg berbicara, berpakaian dan cara-cara hidup orang Minahasa tersebut. Orang Minahasa yang terlahir di daerah yang didominasi oleh orang karo seperti padang bulan dan simalingkar, dengan sendirinya akan berusaha untuk mampu berkomunikasi dengan orang karo dengan bahasa karo juga. Walaupun tidak sesempurna orang karo , orang Minahasa terus berupaya agar bisa berbicara bahasa karo. Begitu juga dengan orang Minahasa yang hidup di daerah yang dominan orang Batak Toba maka orang Minahasa tersebut juga berusaha agar bisa berbahasa Batak Toba.

(33)

dilakukan sifatnya terbuka dan menerima kebudayaan yang lain serta tidak menghilangkan kebudayaan sendiri.

Dengan agama lain orang Minahasa juga beradaptasi dengan menghormati dan menghargai kepercayaan orang lain yang berbeda dengannya. Misalnya saat orang Minahasa yang merupakan jemaat salah satu gereja ikut serta mengamankan acara Maulid Nabi. Kerukunan dan kedamaian menjadi orientasi utama sehingga keberadaan orang Minahasa diakui oleh masyarakat dari suku dan agama lainnya.

3.2.3 Adaptasi Kawanua Pendatang

Setiap pendatang pastinya memiliki maksud dan tujuan mengapa yang bersangkutan datang ke tempat tersebut. Kawanua datang ke Medan dengan membawa tujuan dan maksud tertentu. maksud dan tujuan tersebut tidak akan terpenuhi apabila kawanua tidak beradaptasi dengan lingkungan sosial dan orang-orang disekitarnya. Dalam mencapai tujuan tersebut kawanua harus menyusun strategi adaptasi yang mereka lakukan terhadap lingkungan sosialnya.

(34)

Dalam beradaptasi orang Minahasa harus mempelajari bagaimana

adat istiadat yang berlaku di lingkungan tempat tinggalnya. Apabila daerah tersebut di dominasi oleh suku karo maka kawanua di daerah tersebut diharapkan memahami sekaligus mengerti dengan keadaan dan ciri-ciri kehidupan sosial oang karo. Kawanua harus mampu berbaur dengan masyarakat di sekitarnya. Menghilangkan sifat idealisme yang dapat memicu konflik bagi dirinya sendiri.

Dalam proses beradaptasi, kawanua di Kota Medan melakukan pendekatan yang mendalam terhadap masyarakat disekitarnya, Misalnya pada kasus yang terjadi pada seorang informan bernama bapak Max Tamunu. Bapak Max Tamunu tinggal di daerah jalan pelajar Medan, dimana di daerah itu suku yang dominan adalah suku batak. Sehari-hari bapak Max Tamunu membangun hubungan baik seperti bertegur sapa dengan masyarakat lainnya, berkunjung ke kedai-kedai kopi di sekitar rumahnya dan juga ikut bergabung dengan serikat Tolong Menolong di daerah sekitar.

Dengan bertegur sapa, orang lain akan menilai bahwa bapak Max Tamunu bersifat low profile, rendah hati dan tidak sombong. Apalagi di daerah yang di dominasi oleh suku batak. Orang batak terkenal dengan sifat mudah bergaul dan tidak memilih suku ataupun kelompok dalam hal bergaul.

(35)

hal dilakukan di kedai kopi. Orang batak menjadikan kedai kopi sebagai tempat berkumpul dan bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Dalam kasus ini bapak Max Tamunu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang batak lainnya. Beliau berkunjung ke kedai kopi , berkomunikasi dengan orang-orang di kedai tersebut yang didominasi oleh orang batak, menawarkan rokok sebagai tanda basa-basi dan berupaya membangun komunikasi sebaik mungkin dengan orang batak yang ada disana.

Strategi berikutnya yang dilakukan oleh bapak Max Tamunu dalam beradaptasi yaitu bergabung dengan serikat tolong menolong di daerah tersebut. Orang batak di daerah tersebut membangun kelompok serikat tolong menolong, menurut bapak Max Tamunu mereka menjelaskan serikat tolong menolong dalam istilah punguan dongan sahuta. Perkumpulan ini dibuat agar terjalin hubungan yang baik antara sesama masyarakat sekitar , apabila terjadi kemalangan ataupun kejadian yang tidak di inginkan maka mereka adalah pihak pertama yang siap membantu. Walaupun serikat tolong menolong di dominasi oleh orang batak tidak membuat bapak Max Tamunu merasa terkucil karena hal itulah yang dirasa harus diperbuat agar keberadaan bapak Max Tamunu dapat diakui.

(36)

dimungkinkan hanya dalam kurun waktu yang singkat ataupun sementara. Pada pembahasan ini penulis mencoba mencari data dari seorang informan yang bekerja sebagai Kainfolatadam I/BB Kolonel.Inf F.Suatan.

Bagi orang Minahasa yang menetap sementara, beradaptasi dirasa sangatlah perlu karena mereka datang ke kota Medan sama sekali tidak memiliki kerabat dan orang yang dikenal. Bapak F. Suatan mengatakan ;

“ Saat pertama kali tiba di Kota Medan yang pertama kali saya cari adalah gereja, saya tidak punya keluarga disini kalau saya menemukan gereja maka saya menemukan keluarga saya juga.”

Bapak F. Suatan beradaptasi dengan orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama dengan dirinya, dia menganggap bahwa jemaat gereja adalah keluarga bagi dirinya saat dia ada di perantauan. Pangkat dan jabatan yang tinggi juga memberikan kemudahan bagi dirinya untuk beradaptasi dan menemukan lingkungan sosialnya. Anggota TNI yang berpangkat lebih rendah pasti akan menghormatinya dan lebih mudah mencair dengan dirinya.

(37)

menunjukan bahwa respon yang diberikan oleh Bapak F. Suatan terhadap kelompok paguyuban seperti ada batasan. Diduga batasan tersebut karena informan tidak tinggal dalam kurun waktu yang lama di Kota Medan.

Identitas kelompok dasar adalah sesuatu yang hidup, bertumbuh, berubah, dan maju dengan pesat atau layu sesuai dengan peningkatan atau kemunduran vitalitas21

21

Kemampuan untuk bertahan hidup (sumber Kamus Besar Bahasa Indonesia)

(38)

BAB IV

STRATEGI KAWANUA DI KOTA MEDAN

4.1 Asosiasi Sebagai Suatu Strategi dalam Mempertahankan Identitas

Identitas kawanua sebagai kelompok perantau merupakan elemen utama yang dikaji oleh penulis dalam laporan skripsi ini.Di Kota Medan identitas orang Minahasa kembali terangkat karena usaha-usaha mereka dalam membangun relasi atau hubungan sosial dengan masyarakat yang lainnya. Kota Medan merupakan daerah dengan kadar multikulturalisme yang sangat tinggi pada anggota masyarakatnya. Tidak ada unsur kebudayaan tertentu yang dapat diserap di Kota Medan. Semua kebudayaan berjalan sesuai dengan tradisi mereka masing-masing. Walaupun kadang kala masih ada penggolongan antara mereka yang mayoritas dan minoritas tidak membuat apa yang dimiliki oleh golongan mayoritas diserap dengan mudah oleh suku-suku lainnya.

(39)

Paguyuban orang Minahasa juga memiliki fungsi bagi orang Minahasa untuk mengungkapkan eksistensi mereka dalam mengekspresikan identitas budaya mereka kepada masyarakat luas. Selain itu Paguyuban juga berfungsi sebagai tempat saling bertukar informasi bagi sesama anggota. Orang Minahasa yang bergabung dalam paguyuban memanfaatkan paguyuban sebagai wadah untuk menghadapi persaingan hidup di Kota Medan dari segala bentuk aspek. Misalnya aspek ekonomi, ketika di perusahaan tempat orang Minahasa bekerja sedang membutuhkan tenaga kerja, maka orang Minahasa menawarkan pekerjaan tersebut kepada sesama orang Minahasa terlebih dahulu khususnya bagi orang Minahasa yang berasal dari perkumpulan yang sama dengannya

Dengan dibentuknya sebuah paguyuban membuat orang Minahasa semakin percaya diri pada identitas dirinya. Mereka tidak canggung dengan kehidupan sosial di sekitarnya, hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya sifat etnosentris yang berlebihan dari suku bangsa lain dianggap sebagai suatu masalah yang biasa, karena kawanua merasa mereka punya keluarga sepenanggungan atau orang Minahasa lainnya.

(40)

sekalipun jumlah mereka lebih sedikit kebudayaan yang mereka miliki harus mendapat perlakuan yang sama dari orang yang lebih besar jumlahnya, Misalnya penjelasan penulis terkait dengan pernikahan orang Minahasa dengan orang Karo. Walaupun jumlah orang karo jauh lebih banyak dibandingkan orang Minahasa di Kota Medan, tradisi kebudayaan Minahasa harus tetap berjalan dalam prosesi pernikahan tersebut.

Identitas kawanua juga dapat dilihat berupa dialeg dalam berbicara. Dialeg orang timur pada umumnya memiliki sedikit persamaan, dimana nada tinggi selalu terdengar pada setiap ujung kata atau kalimat. Semakin lama orang Minahasa berada di Kota Medan maka semakin mempercepat hilangnya dialeg-dialeg tersebut. Tetapi terkait berubahnya dialeg berbicara bukanlah suatu persoalan yang rumit menurut orang-orang Minahasa. beberapa informan yang diwawancarai oleh penulis mengatakan bahwa identitas yang sebenarnya adalah saat orang lain mengakui keberadaan orang Minahasa di tengah-tengah mereka dan menghormati orang-orang Minahasa sebagaimana mereka menghormati sesama sukunya.

4.1.1 Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP)

4.1.1.1 Sejarah

(41)

sebutan Kawanua membentuk sebuah paguyuban bernama Perkumpulan Tolong Menolong Pinaesaan (PTMP). Secara historis PTMP mulanya terbentuk atas gagasan bapak J.F Sinyal , Herda Tumilaan , Frans Tumbilaar, J.H Korengkeng dan Hengki Tambuwun guna menyatukan kawanua yang ada di Kota Medan. Sebelum bernama PTMP paguyuban ini bernama KTMP (Kumpulan Tolong Menolong Pinaesaan). Organisasi ini dibentuk pada tahun 1972 dan mendapatkan pengakuan dari Kementerian Sosial sebagai organisasi sosial yang resmi lewat SK Mensos No.10 Tahun 1972 dan setelah SK diterbitkan merubah namanya menjadi PTMP.

Menurut Bapak Korengkeng sebagai salah satu pendiri PTMP , visi dan misi awal mula dibentuknya PTMP yaitu menyatukan setiap orang yang berdarah Minahasa dan merupakan keturunan asli Minahasa di Kota Medan menjadi sebuah Perkumpulan yang kuat dan solid dalam bersosialisasi dengan masyarakat luas di daerah perantauan ini. Dan tidak lupa PTMP diharapkan menjadi sebuah kelompok paguyuban yang memberikan arti dan pengajaran bahwa pentingnya nilai-nilai kebudayaan Minahasa untuk dipertahankan oleh kawanua yang ada di Kota Medan saat ini.

4.1.1.2 Struktur Organisasi

(42)

dalam PTMP terdapat posisi Penasehat, dimana penasehat merupakan orang yang dipercaya sebagai penetua adat yang melindungi dan membimbing setiap perjalanan yang dilakukan oleh organisasi sosial ini. Dan selanjutnya terdapat Badan Pengurus Harian yang fungsinya menjalankan dan merealisasikan agenda yang telah direncanakan. Badan Pengurus Harian PTMP dipimpin oleh seorang Ketua. Istilah Ketua dalam PTMP disebut dengan Kepala Suku. Ketua PTMP mengemban tugas sebagai seorang kepala suku yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses yang terjadi dalam organisasi sosial ini.

Demikian penegasan bapak Korengkeng terhadap penyebutan kepala suku terhadap ketua PTMP;

“Seorang Kepala Suku mempunyai tugas untuk menjaga proses yang terjadi dalam kelompok yang dipimpinnya, disini orang Minahasa yang bersatu dalam PTMP adalah kelompok yang juga memiliki pemimpin, pemimpin itulah yang diibaratkan sebagai kepala suku kita”

(43)
(44)

STRUKTUR ORGANISASI PTMP

Sumber : Badan Pengurus Harian PTMP

Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara

Bidang Liturgis

Bidang Humas

Bidang Sosial

Bidang Keamanan dan Peralatan

(45)

4.1.1.3Wilayah dan Keanggotaan

Sebagai organisasi paguyuban Minahasa yang paling besar di Kota Medan, PTMP memiliki daerah kawasan yang sangat luas menyelimuti seluruh daerah Kota Medan. Oleh karena itu untuk mempermudah kinerja badan pengurus harian dalam hal memberikan informasi dan publikasi, daerah yang luas tersebut dilebur menjadi beberapa daerah sektor atau disebut dengan jaga.

Pembagian jaga

1. Jaga Tanjung Morawa, meliputi daerah Kecamatan Medan amplas sampai ke Tanjung Morawa Kepala jaga saat ini Nyonya Meity Mawuntu jumlah anggota di jaga ini sebanyak 15 kepala keluarga. 2. Jaga II, meliputi daerah Perumnas Mandala, Medan Timur hingga

jalan Krakatau, kepala jaga saat ini Nyonya Annie Kapoh jumlah anggota di jaga ini sebanyak 21 kepala keluarga

3. Jaga III, meliputi daerah Medan baru, Medan selayang , simalingkar hingga tuntungan, kepala jaga saat ini Issabelaa Kombey jumlah anggota di jaga ini sebanyak 27 kepala keluarga 4. Jaga IV, meliputi daerah Medan Sunggal, Binjai hingga menuju

(46)

5. Jaga V, meliputi daerah Sisingamangaraj , Medan Kota , Tembung , dan Medan Denai kepala jaga saat ini Ibu Yullin jumlah anggota di jaga ini sebanyak 19 kepala keluarga.

6. Jaga VI, meliputi daerah Belawan kepala jaga Ibu A. Lalala jumlah anggota saat ini sebanyak 17 kepala keluarga.

7. Jaga VII, meliputi daerah Marelan, Martubung, titi papan hingga brayan, kepala jaga saat ini Ibu Olien Gonie jumlah anggota saat ini sebanyak 21 kepala keluarga.

8. Jaga VIII, meliputi daerah Deli Tua, kampung baru, polonia , Medan Johor hingga sebagian padang bulan kepala jaga saat ini bernama Lieke Sihotang jumlah anggota sebanyak 26 kepala keluarga

Keanggotaan

PTMP memiliki jumlah anggota sebanyak 160 kepala keluarga yang tersebar di 8 jaga yang telah ditentukan. Setiap anggota memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, kewajiban tersebut antara lain;

- Membayar iuran setiap bulan sebesar lima ribu rupiah - Hadir setiap diadakan perkumpulan doa

(47)

- Membayar kontribusi tambahan pada saat menjelang hari besar keagamaan seperti Natal dan Paskah.

- Setiap anggota yang baru bergabung diwajibkan membayar uang pendaftaran sebesar lima puluh ribu rupiah dan memberikan data-data anggota seluruh keluarganya.

Setelah anggota PTMP memenuhi kewajibannya sebagai anggota, maka mereka berhak menerima hak mereka dalam organisasi PTMP, seperti ;

- Berhak menerima dana-dana bantuan saat anggota mengalami keadaan duka cita sesuai dengan ketentuan Anggara dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

- Berhak menerima dana sukacita yang diberikan apabila keluarga anggota Menikah.

- Berhak atas izin penggunaan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh organisasi seperti Sound system, tikar dan lain-lain untuk kepentingan pribadi.

4.1.1.4 Agama

(48)

salah seorang pendeta di organisasi PTMP menjelaskan bahwa PTMP menjadi sebuah organisasi paguyuban orang Minahasa yang berdiri dengan berlandaskan nilai-nilai ke Kristenan yang kuat sebagai sebuah pondasi dalam proses kehidupan sosial anggotanya.

Tetapi walaupun PTMP memiliki latar belakang agama Kristen sebagai identitas utamanya, bukan berarti paguyuban ini tidak menerima apabila ada orang yang berasal dari agama Non Kristen dan Khatolik ingin bergabung menjadi bagian dari PTMP. Apabila seseorang ingin bergabung dengan PTMP maka persyaratan yang utama, orang tersebut harus memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari suku Minahasa. Misalnya ayahnya seorang Minahasa atau ibunya saja yang bersuku Minahasa. Apabila fenomena tersebut ditemukan maka orang yang bergabung dalam organisasi PTMP dengan latar belakang non Kristen boleh untuk tidak mengikuti acara yang sifatnya religius tetapi bergabung dalam acara sosialisasi dan ramah tamah.

4.1.1.5 Kegiatan

a. Doa Sebulan Sekali

(49)

dipergunakan dalam kegiatan doa dengan menggunakan konsep ibadah oikumene, dimana dalam keseluruhan rentetan acara tidak ada metode-metode dan cara peribadatan dari gereja atau aliran tertentu yang dipergunakan sebagai acuan, melainkan dalam konsep peribadatan yang lebih umum.

Dalam pelaksanaan doa tidak ada bahasa pemersatu yang dipergunakan kawanua ataupun simbol dan atribut tertentu yang menjadi tradisi kawanua dalam melaksanakan kegiatan doa. Seluruhnya bersifat umum, bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia, atribut ataupun simbol-simbol tertentu juga bersifat umum. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah juga lagu yang berbahasa Indonesia. Menanggapi konteks bahasa pemersatu, bapak Max Tamunu mengatakan bahwa suku Minahasa sebenarnya terbagi atas tujuh pakasa’an atau sub suku yaitu; Tountemboan , Tombulu, Tonsea, Tondano, Tonsawang ,Sangir talawung dan bantik. Ketujuh pakasa’an ini memiliki bahasa yang berbeda, hanya saja mereka masih tetap disatukan dalam satu Taranak atau suku yang lebih besar. Orang Minahasa di Kota Medan berasal dari ketujuh pakasa’an yang berbeda sehingga dari sisi pemahaman bahasa pastilah ada perbedaan, dan pada akhirnya dalam keadaan membangun sebuah interaksi dan komunikasi terhadap sesama suku Minahasa, bahasa pemersatu yang digunakan adalah bahasa Indonesia.

(50)

Pengurus Harian disusun secara bergilir menurut jaga-jaga yang ada, misalnya pada bulan Januari jadwal kumpulan Doa dilaksanakan di jaga Tamora, maka Badan Pengurus Harian menentukan keluarga siapa yang berasal dari jaga Tamora yang akan menjadi tuan rumah acara perkumpulan doa.

(51)

lalu pengurus bertanya kepada masing-masing anggota apa yang kira-kira dapat disediakan oleh setiap anggota Keluarga, misalnya keluarga bapak Roni Sampul membawa Nasi, lalu keluarga Lucky Ulag membawa Lauk, keluarga Jerry Mawuntu membawa sup brenebon dan lain-lain.

Tidak ada peraturan yang dibuat oleh Badan pengurus harian menyatakan setiap diadakan perkumpulan doa maka diharuskan kepada tuan rumah atau jaga penyelenggara untuk menyediakan makanan khas Minahasa. Walau demikian setiap jaga yang menjadi tuan rumah selalu menyediakan makanan khas Minahasa sebagai sebuah kebiasaan yang sudah dilaksanakan sejak dulu.

Seorang informan bernama Lena Sambur menyatakan mengapa tradisi menghidangkan makanan khas Minahasa selalu berjalan setiap adanya perkumpulan doa PTMP ;

“enggak enak rasanya kalau tidak ada makanan khas Minahasanya, udah torang jauh di medan ini apalagi yang torang so bisa inga dari tanah kelahiran, ya kalau ada rica-rica , RW ,woku, panada kan sarasa di tanah torang sendiri to apalagi di makang bersama dengan kawanua disini”

(52)

keseluruhan yang berbeda tapi hal kecil seperti ini merupakan suatu cara bagi kawanua khususnya di perantauan untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan mereka di tanah orang.

Ketika kegiatan doa selesai dilaksanakan, maka suasana hening dan sakral berganti menjadi suasana kekeluargaan yang sangat erat. Semua anggota saling bertegur sapa, beramah tamah satu dengan lainnya sembari menceritakan hal-hal yang terjadi selama satu bulan tidak bertemu. Kawanua menyebut keadaan ini dengan baku dapa. Baku dapa memiliki arti sebuah pertemuan. Kawanua memaknai bahwa baku dapa seperti mengikat kembali tali persaudaraan yang terkadang bisa longgar bahkan hampir putus.

Menurut bapak August Siwi istilah baku dapa menjadi sakral saat istilah ini dibawa oleh kawanua yang merantau.

“suatu kebanggan bagi kita karena kita kembali so bisa berbaku dapa deng opa,oma,brur,ses anak-anak deng samua kawanua yang ada disini. Karena deng pertemuan ini kita so terus bisa menjalin kekeluargaan bersama deng samua kawanua di kota Medan ini”

(53)

disatukan hanya dengan latar belakang daerah asal yang sama, tak menyurutkan keyakinan mereka bahwa mereka adalah basudara satu sama yang lainnya.

(54)

Situasi saat perkumpulan doa PTMP Poto 4.1:Sumber hasil pengambilan poto penulis

Situasi Setelah perkumpulan doa

(55)

b. Merayakan Hari-Hari Besar Keagamaan

- Perayaan Natal

Setiap tahun PTMP selalu melaksanakan perayaan natal. Kegiatan ini rutin dilaksanakan karena PTMP merupakan suatu organisasi paguyuban yang bersifat realigius seperti yang sudah dijelaskan diawal. Untuk menyelenggarakan perayaan natal Badan Pengurus Harian membentuk panitia natal agar perayaan natal terlaksana dengan baik. Menurut tradisi PTMP dari tahun ketahun panitia natal dipilih oleh Badan Pengurus Harian lalu bagi mereka yang terpilih ditanya kesediaannya apakah mereka siap menjadi panitia natal , apabila tidak siap tentu panitia akan terus mencari siapa yang akan menjadi panitia pada perayaan natal yang akan diselenggarakan.

(56)

saat perayaan natal tidak sedikit oma , opa , nona dan kawanua yang lain menggunakan pakaian adat Minahasa. hampir rata-rata mereka menggunakan pakaian adat Minahasa terkhusus oma-oma dan para ibu-ibu. Kebudayaan Minahasa masih melekat kuat meskipun mereka berada di daerah perantauan khususnya dalam pelaksanaan natal.

Dalam perayaan natal PTMP kawanua Kota Medan, panitia selalu memberikan hadiah cindera mata kepada para lansia atau oma opa yang sudah sangat lama bergabung dengan paguyuban ini. Menurut bapak Max Tamunu cindera mata yang diberikan kepada para lansia merupakan suatu ajakan kepada kawanua yang lainnya untuk menghargai para orang tua yang telah bersusah payah membangun paguyuban ini sebagai suatu komunitas kesukuan yang kuat sehingga orang Minahasa tidak lupa terhadap tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki sebagai suatu nilai penting yang tidak dapat dihilangkan pada diri mereka masing-masing. Berikutnya beliau juga mengatakan bahwa memberikan cindera mata kepada para lansia merupakan suatu penghormatan kepada mereka sebagai orang tua yang harus dihormati sesuai dengan ajaran ajaran Kristen, hormatilah ibu bapamu supaya lanjut umurmu di tanah yang dijanjikan Tuhan Allah kepadamu.

(57)

undang akan menyumbangkan talenta mereka dalam bidang seni, misalnya bernyanyi, berpuisi dan lainnya dan pada saat itu juga dipersilahkan kepada jemaat yang hadir untuk memberikan sumbangan kepada mereka. Diluar dari itu panitia juga mempersiapkan sumbangan khusus kepada anak-anak panti asuhan yang hadir pada saat itu.

Dalam pelaksanaan natal, dana yang diperlukan salah satunya bersumber dari kutipan anggota setiap jaga. Kepala jaga mengutip dana dari setiap anggota dijaganya masing masing kemudian dana yang terkumpul disalurkan kepada Bendahara panitia natal. Dana natal juga bersumber dari para donatur dan sponsor yang telah di ajukan permohonan bantuannya oleh panitia natal. Dana yang terkumpul digunakan untuk mensukseskan perayaan Natal dan biaya operasional lainnya saat berjalannya kepanitiaan.

-Paskah

(58)

mempersiapkan makanan-makanan yang akan dinikmati setelah acara doa selesai.

Pada perayaan Paskah kawanua dihidangkan dengan makanan yang jauh lebih banyak daripada ibadah-ibadah biasanya. Hal ini menunjukan bahwa perayaan paskah merupakan sebuah perayaan besar bagi orang Minahasa. Mereka merasa seakan-akan sedang berpesta besar dan mereka telah dimenangkan sesuai dengan keimanan Kristiani yang mereka miliki.

c. Berpartisipasi dalam Upacara Pernikahan

Sosialisasi bersifat suka cita yang juga dilakukan oleh Kawanua di PTMP salah satunya hadir dalam perayaan upacara pernikahan kerabat sesama anggota PTMP. menghadiri upacara pernikahan merupakan momentum dimana mereka saling berinteraksi dan menyampaikan pentingnya menjaga nilai nilai kebudayaan mereka sendiri. Salah seorang informan yang bernama Jimmy Lumenon mengatakan ;

“ ya kalau kita hadir ke pesta orang apalagi kita yang sama-sama kawanua kita bisa saling baku dapa deng semua saudara saudara, baru kita ajari kita punya anak deng cucu gimana tradisi-tradisi pernikahan orang minahasa”

(59)

Sedangkan apabila salah satu pihak pengantin diluar dari suku minahasa, misalnya suku batak, maka PTMP diposisikan sebagai kerabat inti dari sesama kawanua yang akan menikah. Juga salah seorang anggota PTMP dijadikan sebagai seorang Ukung Tu’a. Ukung Tu’’a artinya seorang pemimpin adat. Ukung Tu’a merupakan orang yang berhak menuntun sebuah perayaan adat. Ketika ada sesuatu yang ingin dirundingkan maka Ukung Tu’a adalah orang yang dipercaya oleh Keluarga untuk menjadi wakil mereka dalam melaksanakan perundingan. Bila orang Minahasa menikah dengan orang Batak maka dari pihak orang Batak pasti memiliki seorang pembicara atau raja adat yang sering disebut dengan parhata, maka dari pihak Kawanua juga memiliki pembicara atau raja adat yang memiliki peran sama seperti parhata dalam suku batak, yaitu Ukung Tu’a.

Realita yang menganggap bahwa seluruh anggota kawanua adalah kerabat merupakan sebuah kewajaran menurut bapak Max Tamunu, mengingat jumlah orang minahasa yang relatif sedikit dibandingkan dengan suku suku yang lain. Oleh karena itu secara otomatis kehadiran PTMP memberikan dukungan moral yang sangat kuat seolah olah kawanua yang berpesta memiliki keluarga yang sangat banyak meskipun mereka ada di daerah perantauan.

(60)

kepada pengantin, maka yang diberikan adalah uang dari khas sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga.

d. Menjenguk Orang Sakit

(61)

e. Berpartisipasi dalam upacara Kematian

Ketika menerima kabar dukacita dari angggota PTMP maka kepala jaga dari keluarga yang berduka memberikan informasi kepada ketua ataupun pengurus yang lainnya dan pengurus harian langsung menginformasikan kepada seluruh anggota melalui kepala jaga masing masing jaga agar dapat hadir kerumah duka.

Pada saat badan pengurus harian dan beberapa anggota telah berkumpul dirumah duka, maka pada saat itu juga kawanua mendiskusikan acara apa saja yang akan dilaksanakan sebelum kawanua yang meninggal dimakamkan. Apabila yang meninggal merupakan keluarga dengan identitas kultural asli Minahasa maka upacara yang dilaksanakan otomatis menurut tradisi Kebudayaan Minahasa yang telah berkembang di Medan, tetapi apabila yang meninggal juga memiliki kaitan identitas dengan suku yang lainnya maka upacara yang dipergunakan sesuai dengan hasil perundingan keluarga yang berduka.

(62)

dan orang tua bapak J.Mawuntu saat itu telah banyak bersosialisasi dengan masyarakat di daerah itu dengan bergabung dengan STM (Serikat Tolong Menolong) dan perkumpulan lainnya. Bapak J.Mawuntu mengatakan ;

“ Dimana Bumi di Pijak disitu langit di Junjung, kita harus melihat daerah sekitar kita, dimana kita tinggal artinya disitu juga kita dituntut agar taat kepada tradisi yang ada di daerah itu, walaupun pada saat papa mama saya meninggal sebenarnya tidak di tuntut untuk harus dengan adat batak, tapi kita keluarga meminta supaya tradisi batak juga bisa dilaksanakan.”

Menurut informan bapak august siwi, perkembangan pengetahuan orang Minahasa terhadap peran serta agama ataupun nilai-nilai ke Tuhanan membuat tradisi-tradisi terdahulu khususnya dalam proses upacara kematian semakin lama menjadi hilang bahkan terlihat seperti punah. Bapak August Siwi mengatakan ;

“Di Medan orang Minahasa rata-rata sudah bagus dalam berTuhan sehingga tradisi yang seperti dulu mulai hilang, karena upacara kematian orang Minahasa seperti Mangolongan dan Romou’tana’ itu dinilai bertentangan dengan ajaran Kitab Suci”

(63)

berkumpul dan menunggu pelayat dari berbagai pihak hadir sembari menunggu jenazah dimakamkan. Tetapi perlu disadari bahwa hilangnya tradisi-tradisi upacara kematian oleh orang Minahasa bukan karena adanya pengaruh dari budaya lokal di Kota Medan, melainkan karena masuknya pengaruh kuat dari agama yang mengubah pola pikir orang Minahasa khususnya di PTMP sangat berpegang teguh terhadap ajaran ke kristenan yang tertuang dalam Kitab Suci.

(64)

tempat tinggal dan proses adaptasi yang dilakukan menjadi pengaruh besar terhadap kawanua dalam mempertahankan identitas etnisnya.

f. Hari Baku Dapa

Kegiatan perkumpulan doa menjadi suatu kegiatan prioritas di PTMP Kawanua Kota Medan. Akan tetapi walaupun begitu ada kegiatan-kegiatan lainnya yang di lakukan oleh PTMP guna menciptakan suasana kekeluargaan yang kuat antara sesama orang Minahasa. Tidak hanya orang Minahasa yang beragama Kristen ataupun Khatolik saja, melainkan kawanua yang beragama islam dan lainnya.

Dalam merealisasikan harapan-harapan tersebut, setiap tahunnya PTMP menyelenggarakan sebuah pagelaran khusus yang dinamakan hari baku dapa. Hari baku dapa merupakan sebuah acara yang menampilkan kesenian tradisional dari Minahasa misalnya seperti penampilan bermain kolintang, tarian Sipato Ka’an lagu-lagu khas daerah Minahasa dan lainnya. Tidak hanya sebatas kesenian tradisional saja, pagelaran hari baku dapa juga menyuguhkan makanan-makanan khas Minahasa dan Sulawesi utara secara keseluruhan misalnya Rica-rica , Tinutuan atau bubur Manado , ikan woku , Nasi Jaha, cakalang fufu dan lainnya.

(65)

dilaksanakan di Balroom ataupun gedung dengan kapasitas yang besar, karena acara ini bersifat umum dan terbuka bagi siapa saja yang ingin hadir dengan tetap mengutamakan kawanua sebagai sasaran utamanya. Selama dua tahun terakhir perayaan ini dilaksanakan di Danau Toba Convention Hall.

Dalam kegiatan ini PTMP sebagai penyelenggara utama tidak bekerja sendirian saja, melainkan dibantu oleh organisasi-organisasi lain yang juga identik dengan identitas suku Minahasa. beberapa organisasi tersebut antara lain :

4.1.2 Koor Family

4.1.2.1 Sejarah

(66)

tidak memiliki sekretariat khusus dalam menjalankan rencana dan kegiatan organisasi.

4.1.2.2 Struktur Organisasi

Organisasi Koor Family memiliki struktur yang sama dengan

(67)

STRUKTUR ORGANISASI KOOR FAMILY

Sumber : Badan Pengurus Harian Koor Family

KETUA

WAKIL

KETUA

WAKIL BENDAHARA BENDAHARA

WAKIL SEKRETARIS

(68)

4.1.2.3 Keanggotaan

Pada saat ini Koor Familiy memiliki jumlah anggota sebesar 70

Kepala Keluarga yang tersebar di semua penjuru Kota Medan. Yang dapat bergabung dengan Koor Family adalah mereka yang berasal dari suku Minahasa ataupun bagi mereka yang berasal dari perkawinan campur tapi salah satunya harus berasal dari suku Minahasa dan juga bagi mereka yang memiliki Kakek atau nenek sampai pada generasi ibu yang berasal dari Suku Minahasa juga dapat bergabung dengan Koor Family. Sebagian besar anggota Koor Family merupakan anggota organisasi PTMP. Setiap anggota Koor Family memiliki kewajiban membayar uang iuran sebesar Lima ribu rupiah setiap bulannya dan berhak atas dana sumbangan baik dalam keadaan suka maupun keadaan duka.

(69)

4.1.2.4Kegiatan

a. Arisan

Setelah merubah dirinya dari paduan suara menjadi sebuah organisasi, Koor Family memiliki beberapa kegiatan dalam aktivitas organisasinya. Salah satu kegiatan tersebut adalah arisan. Secara defenitif arisan merupakan kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi diantara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya (KBBI.Web.Id diakses pada 20 September 2016 Pukul 12.15). Namun ternyata pemahaman tentang arisan yang sebelumnya telah dijelaskan tidaklah sama dengan Arisan yang dilakukan oleh Koor Family.

Arisan yang dilaksanakan oleh Koor Family merupakan sebuah kegiatan baku dapa dimana mereka berkumpul dan bersilahturahmi satu sama lainnya. Tetapi biasanya sebelum arisan Koor Family memulainya dengan ibadah singkat karena Mayoritas dari anggota organisasi ini beragama Kristen. Pada saat ibadah singkat bagi anggota yang beragama non- Kristen menunggu di luar hingga ibadah singkat selesai setelah itu bergabung kembali dan mengikuti acara arisan seperti anggota yang lainnya.

(70)

para tamu untuk langsung menikmati makanan yang telah disediakan. Beberapa tuan rumah selalu menyiapkan sound system dan music keyboard untuk memeriahkan acara arisan. Pada saat arisan berlangsung biasanya mereka bernyanyi sambil menari, saling berinteraksi satu dengan yang lain ada juga beberapa kelompok bapak-bapak yang bermain game kartu seperti kartu bridge, domino dan lain-lain. Sembari seluruh tamu menikmati suasana arisan, Badan pengurus harian yang diwakilkan oleh Bendahara mengumpulkan uang arisan sebesar tiga puluh lima ribu rupiah kepada setiap perwakilan kepala keluarga yang hadir. Uang yang dikumpulkan tersebut diperuntukan bagi tuan rumah untuk meringankan beban karena dirasa sudah banyak mengeluarkan uang untuk melaksanakan arisan di rumahnya sendiri. Di sela sela kesempatan badan pengurus harian mengarahkan seluruh anggota untuk mengumumkan tuan rumah berikutnya yang dipercayakan dalam melaksanakan arisan.

b. Latihan Paduan Suara

Berlatih paduan suara merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

(71)

Lagu lagu yang dilatih dalam paduan suara adalah lagu-lagu daerah Minahasa seperti Opo wananatas, Esa mokan , Sipatokaan dan lain-lain. Koor Family sebagai organisasi orang Minahasa tertua di Kota Medan ingin mempertahankan kebudayaan Minahasa agar tidak menghilang dan terlupakan. Hanya saja usaha yang dilakukan ini tidak lah di wariskan oleh para orang tua kepada anak-anaknya, sebab kebanyakan dari peserta paduan suara adalah para orang tua yang ada di Koor Family.

Walaupun koor family didominasi oleh orang Minahasa beragama Kristen tetapi mereka tidak membuat kegiatan-kegiatan untuk memperingati hari hari besar keagamaan. Pada saat memperingati hari hari besar keagamaan koor family selalu bersandingan dengan organisasi PTMP hal itu juga disebabkan karena koor family adalah organisasi orang Minahasa yang terbuka terhadap agama lain.

4.1.3 Himpunan Masyarakat Sulawesi Utara (HIMSU)

(72)

HIMSU dipimpin oleh Bapak Niko dan didamping oleh Sekjen Drs. Benny F Sundaah ,M.si.

HIMSU merupakan organisasi yang bersifat umum, anggota organisasi ini berasal dari semua agama dan dengan latar belakang profesi yang berbeda dari setiap anggotanya. Namun tidak bisa dipungkiri barisan masa terbesar berasal dari PTMP. eksistensi organisasi HIMSU dapat dikatakan sangat minim pada saat mereka mulai berdiri. Organisasi ini sama sekali tidak memiliki kegiatan, keberadaannya hanya sekedar memberikan wadah kepada orang-orang Sulawesi agar dapat berkumpul dalam satu struktur, tetapi kendala yang terjadi banyak suku-suku bangsa asal Sulawesi Utara selain suku Minahasa tidak kunjung bergabung dengan organisasi HIMSU.

4.2 Berafiliasi pada organisasi sosial lainnya dengan cakupan lebih

luas

(73)

penelitian ini penulis menemukan beberapa contoh upaya orang Minahasa dalam rangka membentuk Jaringan Organisasi sosial yang lebih luas lagi ;

4.2.1 Bergabung dengan STM

Salah satu strategi orang minahasa dalam beradaptasi yaitu dengan bergabung dengan Serikat Tolong Menolong yang memiliki latar belakang di luar Minahasa. Banyak orang Minahasa yang ada di PTMP bergabung dengan STM dengan latar belakang dari suku lainnya. Biasanya hal ini terjadi karena dorongan misalnya sang istri yang berasal dari suku batak Toba, maka secara otomatis suami yang adalah orang Minahasa ikut bergabung dalam kelompok STM kesukuan tersebut.

Fenomena ini merupakan upaya orang Minahasa untuk membangun relasi sosial yang lebih luas dengan kelompok masyarakat lainnya. latar belakang kesukuan yang berbeda tidak menjadi batu sandungan bagi orang Minahasa karena mereka merasa bahwa ikatan emosional yang dimiliki istri merupakan bagian dari ikatan emosionalnya juga.

(74)

secara terbuka membuka dirinya terhadap orang-orang di lingkungan sekitarnya dengan cara bergabung dengan Serikat Tolong Menolong di Lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

4.2.2 Bergabung dengan Organisasi Profesi

Orang Minahasa juga membangun jaringan sosialnya dengan cara bergabung dengan organisasi profesi menurut profesi yang digelutinya saat ini. Misalnya para pendeta di kalangan orang Minahasa bergabung dengan API (Asosiasi Pendeta Indonesia). Dengan bergabungnya para pendeta di kalangan orang Minahasa secara otomatis akan memberikan pengetahuan kepada para pendeta dari suku lainnya bahwa ternyata Asosiasi Pendeta Indonesia memiliki anggota yang berasal dari suku Minahasa. Upaya tersebut merupakan suatu strategi beradaptasi yang dilakukan oleh orang Minahasa dalam rangka mempertahankan identitasnya.

(75)

4.2.3 Bergabung dengan Persaudaraan Sesama Sulawesi

Orang Minahasa di Kota Medan memperluas jaringan atau hubungan sosialnya dengan organisasi-organisasi lainnya seperti PERKASI (Persaudaraan Keluarga Sulawesi). Saat ini PERKASI sudah memiliki anggota 32 Kepala keluarga, dimana anggota organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang berasal dari daerah di seluruh Pulau Sulawesi, Misalnya Gorontalo, Makassar, Minahasa , Kendari dan lain-lain. Namun organisasi tersebut juga masih memiliki latar belakang agama dalam kegiatan organisasinya. Organisasi ini terbuka hanya untuk orang Sulawesi yang beragama Kristen dan Khatolik saja. Anggota organisasi ini didominasi oleh orang Sulawesi yang berdomisili di Kabupaten Deli Serdang namun ada beberapa orang Minahasa dari Kota Medan juga ikut bergabung dalam organisasi ini.

Banyak hal yang dilakukan oleh orang Minahasa untuk mempertahankan identitasnya, termasuk dengan memperluas jaringan terhadap organisasi sosial lainnya. Semakin luas jaringan yang dimiliki oleh orang Minahasa maka semakin bertambah kepercayaan diri mereka dalam melewati dinamika kehidupan sosial di Kota Medan.

4.3 Strategi Adaptasi Kawanua Dalam mengelola Perekonomian

(76)

kehidupan dalam berjalannya aktivitas sosial di tengah masyarakat luas. Untuk mempertahankan kehidupan maka seseorang harus memiliki kemapanan dalam hal perekonomian. Kemapanan dalam hal perekonomian menjadi sebuah tolak ukur untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan bagaimana orang Minahasa mengatur atau memanagemen perekonomian mereka dalam menghadapi persaingan dan mahalnya biaya hidup di Kota Medan menurut data yang ditemukan oleh penulis dilapangan.

4.3.1 Mengelola Perekonomian Terhadap Lingkungan Keluarga

(77)

“ Hidup ini berasal dari Tuhan, jadi semua saya serahkan sama Tuhan. Saya yakin kalau Tuhan mau pakai saya terus, walaupun hanya sebagai pendeta pasti semua kebutuhan pasti terpenuhi sesuai kehendak Tuhan.”

Beliau adalah pendeta di Gereja Pantekosta di Indonesia Pasar 5 Padang Bulan Medan. Sebagai seorang pendeta, informan mengaku memulai merintis gerejanya dengan mencari umat dengan istilah Door to door. Beliau datang kerumah-rumah bersosialisasi dengan orang-orang yang beragama Kristen. Dan juga lewat pelayanannya terhadap kaum muda yaitu Mahasiswa. Perlahan tapi pasti informan mulai memiliki banyak jemaat dan persembahan serta donasi-donasi dari jemaat menjadi tumpuan utama informan dalam memenuhi kebutuhan perekonomian serta menunjang kualitas pelayanan yang diberikan kepada jemaatnya.

Pada kasus ini Bapak H. Tambuwun sebagai seorang pendeta menunjukan untuk dapat bertahan dalam kondisi perekonomian dibutuhkan strategi-strategi khusus agar memperoleh jemaat dimana dirinya memulai dari rumah ke rumah serta pelayanan di kalangan Mahasiswa terlebih dahulu.

(78)

Hence Sandouw tradisi ini sudah dibawa oleh orang Minahasa sejak zaman nenek moyang orang Minahasa, dimana hasil pencarian dari sang suami diberikan kepada istri dan istri yang mengelolanya.

Dalam menghadapi siklus perekonomian yang setiap harinya berubah, orang Minahasa tidak pernah memperhitungkan pengeluaran yang dikeluarkan untuk kebahagiaan keluarga, istri sebagai orang yang mengatur keuangan keluarga tidak pernah merasa berat hati apabila harus mengeluarkan uang yang cukup banyak asal keluarga senang. Namun perlu digaris bawahi bahwa fenomena ini hanya bisa ditemukan apabila keluarga tersebut antara suami dan istri merupakan orang Minahasa. Keadaan mungkin akan berbeda ketika sang istri yang dimaksud berasal dari suku lainnya. Karena setiap suku bangsa memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyusun strategi untuk mempertahankan stabilitas perekonomian keluarganya.

4.3.2 Mengelola Perekonomian terhadap Lingkungan Masyarakat

Dari sisi lain orang Minahasa terkenal cukup boros dalam perekonomian. Orang Minahasa memiliki salah satu prinsip “takpaduli kong barapa doi kaluar yang penting torang hepi.” Artinya mereka tidak perduli berapa pengeluaran yang keluar yang penting mereka senang. Seorang informan bernama bapak J. Poluakan mengatakan ;

(79)

Tapi dengan berkembangnya zaman dan tentunya suasana keadaan masyarakat yang berbeda antara Minahasa dengan Kota Medan membuat orang Minahasa di Kota Medan mulai mengatur keuangan mereka dan tidak lagi boros. Orang Minahasa menyadari bahwa konsep berpesta di pemikiran orang Medan tentulah berbeda dengan konsep berpesta di dalam pemikiran orang di Minahasa. Berpesta dalam konsep pemikiran orang Medan dimana seseorang merayakan perayaan penting dalam hidupnya dan dirayakan dengan meriah dan membutuhkan uang yang sangat besar, sementara bagi orang Minahasa baku dapa kecil-kecilan saja juga merupakan sebuah pesta. Artinya bila orang Minahasa mengadakan pesta atau syukuran dalam konsep yang lebih sederhana, dirinya harus dihadapkan dengan konsep berpesta menurut orang Minahasa dan menurut orang Medan.

Jika perspektif orang Minahasa meyatakan bahwa syukuran dalam konteks yang lebih sederhana merupakan sebuah pesta, maka asumsi tersebut belum tentu dapat diterima oleh orang Medan. Oleh karena itu orang Minahasa di kota Medan selalu mempertimbangkan apabila mereka ingin membuat sebuah perayaan seremonial yang melibatkan orang lain dari berbagai golongan suku bangsa.

Gambar

Gambar 2.1 Peta Kota Medan Sumber : http.image.ggl.kotamedan
Tabel 2.2Data Jumlah Kelurahan per Kecamatan
Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Kota Medan menurut Kecamatan
Tabel 2.4 Presentase Penduduk Menurut Suku bangsa Tahun 2000

Referensi

Dokumen terkait

dalam masyarakat, apakah individu tersebut dapat di katakan memiliki unggah- ungguh yang baik dan sesuai dengan nilai dalam masyarakat Jawa. Nilai hormat dalam norma masyarakat

Based on the description of the problem above, the researcher conducted pre- experimental research to find out whether reciprocal teaching technique improves reading

sikil kidang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis

Namun kenyataannya sekarang ini masih ditemukan pendidikan didalam keluarga nelayan yang belum berjalan dengan baik. Pendidikan didalam keluarga dinilai berhasil dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Clustering Means (C-Means) dan Fuzzy Tahani dalam penentuan rekomendasi

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2)

Bantu, pada akhir bulan di rekap ke buku kuning atau merah sesuai dengan desa asal sasaran. ? Laporan hasil imunisasi di balai pengobatan swasta dicatat di buku biru dari bulan

[r]