• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Relationship Between Family Support and Marital Satisfaction in Ethnic of Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "The Relationship Between Family Support and Marital Satisfaction in Ethnic of Batak Toba"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

SUSI TAMBUNAN

081301061

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

PERNIKAHAN PADA SUKU BATAK TOBA

Dipersiapkan dan Disusun oleh:

SUSI TAMBUNAN 081301061

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 09 November 2013

Mengesahkan

Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog

NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., psikolog Penguji I

NIP. 198602032010122003 Merangkap Pembimbing

2. Dr.Wiwik Sulistyaningsih Penguji II

NIP. 196501122000032001

3. Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog Penguji III

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepuasan Pernikahan Pada Suku Batak Toba

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari

hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi

ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2013

SUSI TAMBUNAN

(4)

ABSTRAK

Awal pernikahan merupakan masa yang rentan bagi pasangan menikah untuk mengalami perceraian. Perceraian merupakan indikasi dari tidak adanya kepuasan pernikahan. Namun, pada suku Batak Toba sangat jarang ditemukan perceraian dan keluarga sangat berpengaruh terhadap pernikahan anak-anak mereka. Kepuasan pernikahan adalah penilaian positif terhadap pernikahan yang telah dijalani bersama oleh suami dan istri, meliputi area-area dalam pernikahan yakni komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara suami dan istri di dalam pernikahannya. Kepuasan pernikahan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah adanya dukungan sosial.

Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yang tujuannya untuk melihat hubungan dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba. Subjek penelitian berjumlah 70 orang individu menikah dengan rentang usia pernikahan 1-4 tahun. Tekhnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala dukungan keluarga berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dan skala kepuasan pernikahan berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Olson dan Fowers (1989). Analisa data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson Product Moment.

Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi antara dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba dengan nilai r = 0.745 dengan p<0.05, artinya ada hubungan positif antara dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba. Dukungan keluarga memberikan sumbangan efektif sebesar 55.6% terhadap kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba.

(5)

ABSTRACT

Early of marriage is a susceptible phase for married couples to get a divorce. Divorce is an indication of the absence of marital satisfaction. However, in the ethnic of Batak Toba, divorce was very rare and the family was very influential towards the marriage of their children. Marital satisfaction is a positive assessment to whose marriage has lived together by a husband and wife, including the areas in marriage that is fun commnunication, religious life is good, how to fill in spare time, solve problems, manage finances, quality and quantity of sexual intercourse, good relations with family and friends, caregiving to children, accepting the nature of partner, and the egalitarian roles between husband and wife in their marriage. Marital satisfaction can be affected by various factors, one of them is the existence of social support.

This research is a quantitative correlation, which the purpose is to see the relationship between family support and marital satisfaction in the ethnic of Batak Toba. Subject of this research amounted to 70 married people with length of married one to four year. The instrument of this research are family support scale based on the theory by Sarafino (2006) and marital satisfaction scale based on theory by Olson and Fowers (1989). Data analysis used is the analysis of correlation Pearson Product Moment.

From the calculations result obtained that the correlation between family support with marital satisfaction in ethnic of Batak Toba amounted r = 0.745 with p <0.05, meaning that there is a positive relationship between family support and marital satiscation in the ethnic of Batak Toba. Family support give an effective contribution as many as 55.6% to marital satisfaction in the ethnic of Batak Toba.

(6)

berkat, karunia dan kekuatan yang Dia berikan dalam penyelesaian skripsi ini

yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan pada

Suku Batak Toba” untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Syukur

kepada Tuhan Yesus untuk penyertaanNya kepada peneliti dalam menyelesaikan

tahap demi tahap penyelesaian skripsi ini.

Terutama sekali peneliti mengucapkan terima kasih kepada kedua

orangtua peneliti yaitu Bapak Ropinus Tambunan dan Mamak Kentina Siahaan

yang tidak henti-hentinya berdoa, memberikan perhatian, dukungan dan semangat

kepada peneliti sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga

mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti, yaitu Kak Stephanie/

Bang Stephanie, Bang Michelle/ Eda Michelle, Bang Ronaldo, Kak Denny, dan

Kak July. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak lain maka peneliti tidak mampu menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena

itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak

yang telah membantu penyelesaian penelitian ini. Untuk itu peneliti mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

(7)

ini. Semua kebaikan dan kesabaran Kakak dalam membimbing peneliti tidak

akan mampu peneliti balas dengan apapun dan akan peneliti kenang selalu.

Semoga Tuhan membalas semua kebaikan Kakak.

3. Arliza Juairiani Lubis M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang

juga sebagai kakak dan orangtua bagi peneliti. Terima kasih atas bimbingan,

arahan dan bantuan selama peneliti mengikuti perkuliahan di Fakultas Psikologi

USU. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan Kakak.

4. Ibu Dr.Wiwik Sulistyaningsih, M.Si., psikolog selaku dosen penguji skripsi.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan

dan saran yang sangat berarti bagi peneliti guna membuat penelitian ini menjadi

lebih baik. Semoga Tuhan senantiasa memberkati dan melimpahkan kasihNya

kepada Ibu.

5.Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi., psikolog selaku dosen penguji skripsi, yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang sangat

berarti bagi peneliti. Semoga Tuhan senantiasa memberkati dan melimpahkan

kasihNya kepada Ibu.

6. Responden peneliti yang berada di kecamatan Balige sekitarnya kabupaten

Toba Samosir. Terima kasih atas kesediaannya dan telah meluangkan waktu

(8)

telah diberikan kepada peneliti selama ini.

8. Kakak dan teman-teman KTB Solideo Gloria, Kak Rani, Alfine, dan Erika

Gresia Sihombing. Terimakasih untuk bantuan, semangat, doa, saran-saran, dan

kesediaannya untuk mendengarkan setiap curahan dan keluh kesah peneliti.

9.Adik KK Blessing, Karin dan Yosefine, yang bersedia mendengarkan curahan

peneliti, memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman senasib dan seperjuangan, Alfine, Yosi, Asda, Kak Dewi, Erika,

Moyang, Nanda dan semua teman stambuk 2008 yang tak bisa disebutkan satu

persatu. Terimakasih untuk setiap masukan, cerita, dan perjuangan kita.

11.Semua orang yang telah membantu peneliti, secara khusus kepada kekasih

tercinta Soritua Panggabean. Terimakasih untuk setiap masukan, kritikan, dan

bantuannya selama pengerjaan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

karena itu peneliti terbuka untuk menerima semua saran dan kritik demi

tercapainya penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, semoga Tuhan Yesus

berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga penelitian

ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Oktober 2013

Peneliti

(9)

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan ... 12

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan.... 13

3. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan ... 15

4. Kriteria Kepuasan Pernikahan... 19

B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan Sosial ... 20

2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial... 21

3. Sumber Dukungan Sosial... 23

4. Dukungan Keluarga ... 24

C. Kepuasan Pernikahan pada Suku Batak Toba. ... 26

D. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal……… 28

2. Karakteristik Dewasa Awal……….28

3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal………... 29

4. Tugas Psikososial Dewasa Awal……….30

F. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan pada Suku Batak Toba. ... 31

G. Hipotesis... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian... 36

B. Definisi Operasional 1. Kepuasan Pernikahan. ... 36

2. Dukungan Keluarga. ... 37

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi ... 38

2. Metode Pengambilan Sampel... 39

(10)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 50

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 51

3. Tahap Pengolahan Data ... 52

H. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian 1. Usia Pernikahan Subjek Penelitian ... 54

2. Jumlah Anak dari Subjek Penelitian ... 55

3. Keterangan Tempat Tinggal dari Subjek Penelitian ... 56

4. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ... 57

5. Penghasilan/ Bulan Subjek Penelitian... 57

B. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 58

a. Uji Normalitas Sebaran... 59

b. Uji Linearitas... 59

2. Hasil Utama Penelitian a. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan pada Suku Batak Toba ... 61

3. Hasil Analisa Tambahan a. Kategorisasi Data Penelitian ... 62

1. Kategorisasi Skor Dukungan Keluarga... 62

2. Kategorisasi Skor Kepuasan Pernikahan. ... 64

b. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Status... 67

c. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Tempat Tinggal. ... 68

d. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Tingkat Pendidikan. ... 69

e. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Penghasilan/Bulan ... 69

C. Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran 1. Saran Metodologis... 76

2. Saran Praktis ... 77

(11)

Tabel 2. Blue print Skala Kepuasan Pernikahan Sebelum Uji Coba...42

Tabel 3. Blue-Print Skala Dukungan Keluarga Sebelum Uji Coba... ...43

Tabel 4. Distribusi Susunan Aitem Skala Kepuasan Pernikahan Sesudah Uji Coba...47

Tabel 5. Distribusi Susunan Aitem Skala Kepuasan Pernikahan Pada Saat Penelitian...48

Tabel 6. Distribusi Susunan Aitem Skala Dukungan Keluarga Sesudah Uji Coba...49

Tabel 7. Distribusi Susunan Aitem Skala Dukungan Keluarga Pada Saat Penelitian...50

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Pernikahan ...54

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak. ...55

Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Keterangan Tempat Tinggal. ...56

Tabel 11 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan...57

Tabel 12 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Penghasilan/Bulan ...57

Tabel 13. Normalitas Sebaran Variabel Dukungan Keluarga dan Kepuasan Pernikahan ...59

Tabel 14. Linearitas Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepuasan Pernikahan ...60

Tabel 15. Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Dukungan Keluarga dan Kepuasan Pernikahan ...63

Tabel 16. Kategorisasi Data Variabel Dukungan Keluarga. ...63

Tabel 17. Gambaran Skor Mean Dukungan Keluarga. ...64

Tabel 18. Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik VaribelKepuasan Pernikahan. 64 Tabel 19. Kategorisasi Data Kepuasan Pernikahan...65

Tabel 20. Kategorisasi Data Kepuasan Pernikahan pada Suami dan Istri...66

Tabel 21. Gambaran Skor Mean Kepuasan Pernikahan...67

Tabel 22. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Status. ...67

Tabel 23. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Keterangan Tempat Tinggal...68

Tabel 24. Kepuasan Pernikahan ditinjau dari Tingkat Pendidikan. ...69

(12)
(13)

Lampiran 1 A. Data Mentah Skala Dukungan Keluarga Saat Uji Coba B. Data Mentah Skala Kepuasan Pernikahan Saat Uji Coba

Lampiran 2 A. Reliabilitas Skala Dukungan Keluarga Saat Uji Coba B. Reliabilitas Skala Kepuasan Pernikahan Saat Uji Coba

Lampiran 3 A. Data Mentah Penelitian Dukungan Keluarga B. Data Mentah Penelitian Kepuasan Pernikahan

Lampiran 4 A. Hasil Uji Asumsi B. Hasil Penelitian

(14)

ABSTRAK

Awal pernikahan merupakan masa yang rentan bagi pasangan menikah untuk mengalami perceraian. Perceraian merupakan indikasi dari tidak adanya kepuasan pernikahan. Namun, pada suku Batak Toba sangat jarang ditemukan perceraian dan keluarga sangat berpengaruh terhadap pernikahan anak-anak mereka. Kepuasan pernikahan adalah penilaian positif terhadap pernikahan yang telah dijalani bersama oleh suami dan istri, meliputi area-area dalam pernikahan yakni komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara suami dan istri di dalam pernikahannya. Kepuasan pernikahan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah adanya dukungan sosial.

Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yang tujuannya untuk melihat hubungan dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba. Subjek penelitian berjumlah 70 orang individu menikah dengan rentang usia pernikahan 1-4 tahun. Tekhnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala dukungan keluarga berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dan skala kepuasan pernikahan berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Olson dan Fowers (1989). Analisa data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson Product Moment.

Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi antara dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba dengan nilai r = 0.745 dengan p<0.05, artinya ada hubungan positif antara dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba. Dukungan keluarga memberikan sumbangan efektif sebesar 55.6% terhadap kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba.

(15)

ABSTRACT

Early of marriage is a susceptible phase for married couples to get a divorce. Divorce is an indication of the absence of marital satisfaction. However, in the ethnic of Batak Toba, divorce was very rare and the family was very influential towards the marriage of their children. Marital satisfaction is a positive assessment to whose marriage has lived together by a husband and wife, including the areas in marriage that is fun commnunication, religious life is good, how to fill in spare time, solve problems, manage finances, quality and quantity of sexual intercourse, good relations with family and friends, caregiving to children, accepting the nature of partner, and the egalitarian roles between husband and wife in their marriage. Marital satisfaction can be affected by various factors, one of them is the existence of social support.

This research is a quantitative correlation, which the purpose is to see the relationship between family support and marital satisfaction in the ethnic of Batak Toba. Subject of this research amounted to 70 married people with length of married one to four year. The instrument of this research are family support scale based on the theory by Sarafino (2006) and marital satisfaction scale based on theory by Olson and Fowers (1989). Data analysis used is the analysis of correlation Pearson Product Moment.

From the calculations result obtained that the correlation between family support with marital satisfaction in ethnic of Batak Toba amounted r = 0.745 with p <0.05, meaning that there is a positive relationship between family support and marital satiscation in the ethnic of Batak Toba. Family support give an effective contribution as many as 55.6% to marital satisfaction in the ethnic of Batak Toba.

(16)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Ketika manusia sudah menginjak usia dewasa, mereka dituntut untuk

memenuhi berbagai hal sesuai dengan tugas perkembangannya. Havighurst

(dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa menginjak usia dewasa atau biasa

disebut sebagai usia dewasa awal yang berada pada rentang usia 18 – 40 tahun,

individu dihadapkan pada tugas perkembangan untuk memilih pasangan hidup.

Pada masa ini mereka dituntut untuk melakukan pernikahan.

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau

sebuah rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa

(UU No.1 tahun1974 dalam Subekti & Tjitrosudibio, 2001). Wismanto (2012)

menambahkan bahwa pernikahan mengandung harapan untuk mencapai suatu

kebahagiaan baik material maupun spiritual. Kebahagiaan yang ingin dicapai

adalah kebahagiaan yang kekal karenanya pernikahan yang diharapkan juga

merupakan pernikahan yang kekal, yang hanya berakhir dengan kematian dari

salah satu pasangan.

Setiap orang menginginkan keluarga yang utuh dan bahagia selamanya di

dalam pernikahannya. Namun pada kenyataannya bahwa tidak semua orang dapat

(17)

meneruskan pernikahan tersebut. Ketika ketegangan antara pasangan tidak mereda

dan terus memuncak, dan terjadi pada waktu yang cukup lama, maka tidaklah

mengherankan jika perceraian dilihat sebagai alternatif penyelesaian yang baik

untuk permasalahan yang sedang dihadapi (Miller & Siegel, dalam Margiantari,

2008).

Ketika pasangan memilih untuk melakukan perceraian, hal itu merupakan

indikasi dari adanya ketidakpuasan pasangan di dalam pernikahannya. Seperti

yang diungkapkan Wismanto (2004) yang menyatakan bahwa perceraian adalah

indikasi tidak adanya kepuasan pernikahan di antara suami istri. Ketika seseorang

puas dengan pernikahannya, maka kehidupannya akan bahagia dan berusaha

mempertahankan pernikahan tersebut. Sebaliknya, jika seseorang merasa tidak

puas dengan pernikahannya, maka ia cenderung akan mengakhiri hubungan itu

dan dapat mengakibatkan perceraian. Hurlock (1999) juga berpendapat bahwa

perceraian merupakan puncak dari ketidakpuasan pernikahan yang tertinggi dan

terjadi apabila suami dan istri sudah tidak mampu lagi saling memuaskan, saling

melayani dan mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua

belah pihak.

Penelitian yang dilakukan oleh Markman (dalam Larsen & Olson, 1989)

menemukan bahwa terdapat 77% pasangan yang bercerai mengalami

masalah-masalah yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kepuasan

pernikahan. Gottman dan Levenson (2002) juga mengadakan studi penelitian

longitudinal terhadap 79 pasangan mengenai prediksi terjadinya perceraian

(18)

tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan kestabilan dan

keberhasilan dalam pernikahan. Dengan kata lain, jika kepuasan pernikahan tidak

terpenuhi, pernikahan tersebut akan menjadi tidak stabil dan bahkan berakhir

dengan perceraian.

Kepuasan pernikahan itu sendiri merupakan evaluasi yang dilakukan oleh

suami dan istri terhadap hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau

memuaskan (Hendrick & Hendrick, 1992). Roach, dkk (dalam Pujiastuti &

Retnowaty, 2004) juga menambahkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan

persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar

kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu. Kepuasan

pernikahan dapat dilihat dari evaluasi yang dilakukan terhadap sepuluh aspek

dalam pernikahan, meliputi komunikasi yang menyenangkan, kehidupan

beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah,

mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik

dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan,

dan berbagi peran antara suami dan istri di dalam pernikahannya (Olson &

Fowers, 1989). Kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan berkaitan erat

dengan kebahagiaan di dalam pernikahan dan tingkat perceraian yang mungkin

terjadi (Wismanto, 2004).

Kepuasan pernikahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni

latarbelakang ekonomi, pendidikan, hubungan dengan orang tua, kehadiran anak

(19)

penelitiannya juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

kepuasan pernikahan adalah latarbelakang sosial budaya.

Budaya itu sendiri dianut oleh manusia dan berpengaruh terhadap

kehidupan manusia tersebut. Individu sebagai makhluk sosial tidak dapat

dilepaskan dari lingkungan dimana mereka hidup dengan norma-norma dan adat

istiadat yang selalu mengikat, termasuk pernikahannya (Amir dkk, 1986).

Pernikahan sebagai bagian dari kehidupan manusia dan merupakan salah satu cara

hidup di dalam masyarakat juga dipengaruhi oleh budaya.

Pandangan setiap budaya terhadap pernikahan berbeda-beda. Menurut

Saragih (1980), pada budaya tertentu pernikahan bukan hanya menjadi masalah

antara pihak yang menikah tetapi juga menjadi masalah kedua keluarga belah

pihak. Bagi sebagian suku, kehidupan pernikahan dipandang sebagai urusan

bersama oleh keluarga besarnya sedangkan sebagian suku lainnya memandang

bahwa kehidupan pernikahan itu merupakan urusan kedua pasangan yang telah

menikah dan tidak ada campur tangan dari keluarga besarnya. Misalnya di dalam

suku adat Minangkabau dimana pernikahan menjadi urusan bersama didasarkan

pada falsafah yang menganggap bahwa manusia dan individu hidup bersama-sama

sehingga masalah rumah tangga menjadi urusan bersama pula (Amir dkk., 1986).

Pada suku Jawa, pernikahan tidak dipandang sebagai penggabungan dua jaringan

keluarga yang luas, tetapi dimaksudkan untuk membentuk suatu rumah tangga

sebagai unit yang berdiri sendiri dan semua keputusan berada di tangan pasangan

yang telah menikah tersebut. Dengan kata lain, pihak orang tua tidak begitu

(20)

budaya Batak Toba, adat istiadat sangat dijunjung tinggi dan berperan dalam

mengatur keseluruhan tingkah laku masyarakatnya, begitu juga dengan

pernikahan sebagai salah satu siklus kehidupan seseorang, sangat dipengaruhi

oleh budaya yang terdapat pada suku tersebut (Saragih, 1980).

Sumatera Utara merupakan provinsi yang mayoritas didiami oleh Suku

Batak Toba (Hadiluwih, 2008). Walaupun merupakan suku mayoritas, tingkat

perceraian pada suku ini ditemukan sangat rendah. Berikut data tingkat perceraian

suku Batak Toba yang terjadi di kota Medan berdasarkan data yang diperoleh dari

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Medan.

Tabel 1.

Data Tingkat Perceraian Di Kota Medan

Tahun Jumlah orang yang

bercerai

Jumlah seluruh kasus perceraian

Persentase

2011 40 1894 2.11 %

2012 43 2229 1.93 %

Sumber: Pengadilan Negeri Medan 2013 & Pengadilan Agama Medan 2013

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kasus perceraian pada suku Batak Toba pada

tahun 2011 sebesar 40 kasus dari total 1894 kasus perceraian atau sebesar 2.11%.

Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 43 kasus dari total 2229 kasus perceraian atau

sebesar 1.93% (sumber data dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama

Medan). Jika kita memperhatikan tabel di atas lebih lanjut, dapat dilihat bahwa

tingkat perceraian semakin meningkat pada periode tahun 2011 ke 2012, namun

sebaliknya kasus perceraian pada suku Batak Toba tidak mengalami peningkatan

dan justru mengalami penurunan, yakni dari 2.11% menjadi 1.93%.

Silaban (2010) menyebutkan bahwa adanya adat yang mengikat akan

(21)

Sitohang dan Sibarani (1988) yang menyatakan bahwa pada suku Batak Toba,

perceraian sangat dilarang dan apapun akan dilakukan agar perceraian antara

pasangan yang telah menikah tidak terjadi. Ia juga menambahkan bahwa pasangan

suami istri Batak Toba adalah satu perasaan baik susah maupun senang dan atas

seluruh kehidupan mereka dan tidak dapat dipisahkan, apapun alasannya.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, rendahnya tingkat perceraian

merupakan indikasi dari adanya kepuasan pernikahan sehingga pasangan akan

mempertahankan pernikahan tersebut (Wismanto, 2004). Berdasarkan data yang

dikemukakan sebelumnya, tingkat perceraian pada suku Batak Toba adalah

rendah. Rendahnya tingkat perceraian ini menunjukkan bahwa umumnya

pernikahan Batak Toba cenderung stabil, bertahan, dan kekal. Hal ini sesuai

dengan pendapat Matlin (2008) yang menyatakan bahwa pernikahan yang stabil

dan langgeng itu merupakan pernikahan yang memuaskan, bahagia, dan bertahan

lama. Adanya kepuasan di dalam kehidupan pernikahan membuat pernikahan itu

kekal dan hanya akan dapat berakhir dengan kematian dari salah satu pasangan

(Wismanto, 2004).

Adat suku Batak Toba juga tidak terlepas dari sistem kekerabatan dan

kekeluargaan yang disebut dengan dalihan na tolu. Nilai adat ini memandang

bahwa pernikahan merupakan urusan bersama kedua belah pihak keluarga dan

bukan hanya menjadi masalah antara pihak yang menikah. Hal ini disebabkan

karena pernikahan pada suku Batak Toba bertujuan untuk melanjutkan keturunan

marga dan akan bertambahnya keluarga yaitu orang tua dan keluarga pihak suami

(22)

menyebutkan bahwa pernikahan suku Batak Toba merupakan suatu pranata yang

tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi juga

mengikat kaum kerabat si laki-laki (paranak) dengan kaum kerabat si wanita

(parboru) dalam suatu hubungan yang tertentu.

Di awal pernikahan, semua keluarga memberikan nasehat agar pasangan

menikah tersebut menjadi keluarga yang rukun dan ‘gabe’ atau bahagia, memiliki

anak laki-laki dan perempuan. Hal ini tampak pada pesan yang selalu disampaikan

pada pesta pernikahan pasangan agar: “maranak sampulu pitu, marboru sampulu

onom”, artinya mempunyai putra tujuh belas orang dan putri enam belas (Siahaan,

2005). Pasangan tersebut sangat diharapkan untuk menjadi keluarga yang kekal

sampai selama-lamanya, tetap harmonis sampai memiliki cucu, langgeng,

bahagia, saling memahami dan menghargai. Pasangan tersebut diharapkan untuk

tetap bersama baik dalam keadaan suka maupun duka, dan akan tetap

mempertahankan pernikahannya (Sitohang & Sibarani, 1988).

Lubis (1999) menyebutkan bahwa keluarga Batak Toba dari kedua belah

pihak pasangan suami istri turut dalam penyelesaian konflik yang terjadi di antara

pasangan tersebut. Apabila terjadi perselisihan di antara pasangan, maka akan

diselesaikan oleh sistem keluarga dalihan na tolu tersebut. Dalihan na tolu ikut

serta mengatasi masalah di antara pasangan dengan cara musyawarah dan mufakat

dan keputusan yang diambil harus dipatuhi anggotanya. Dalihan na tolu ini juga

turut berperan dalam mempertahankan pernikahan pasangan tersebut. Secara

psikologis, penerapan nilai adat dalihan na tolu yang ada pada pernikahan suku

(23)

Sunarti, dkk. (2005) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dukungan

sosial juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan

pernikahan. Semakin besar dukungan sosial yang diperoleh oleh pasangan, maka

semakin baik kepuasan pernikahannya. Blood (dalam Margiantari, 2008) juga

menambahkan bahwa adanya support (dukungan) berperan penting untuk

mencapai pernikahan yang sukses. Hal ini senada dengan penelitian Atirah (2005)

yang menemukan bahwa dukungan sosial, baik itu dukungan yang berasal dari

keluarga besar, keluarga inti, dan tetangga berhubungan dengan pernikahan.

Dukungan sosial itu sendiri merupakan perasaan nyaman yang dirasakan,

dihargai, atau bantuan yang diperoleh individu dari orang atau kelompok lain

(Sarafino, 2006). Sunarti dkk. (2005) mendefinisikan dukungan sosial itu sebagai

bantuan fisik dan nonfisik dari keluarga luas, tetangga, atau teman yang

mendatangkan nilai positif kepada pasangan dalam menjalankan fungsi dan

perannya. Anggraeni (2009) menambahkan adanya berbagai dukungan sosial yang

diterima oleh individu menyebabkan individu merasa kuat dan tetap tegar dalam

menjalani hidupnya, termasuk kehidupan pernikahannya. Dukungan sosial itu

dapat diperoleh dari keluarga, teman, orang tua, pasangan, komunitas sosial, rekan

sekerja, tetangga, maupun professional kesehatan (Baron & Byrne, 2000; Taylor,

2009; Nichole, 2004).

Keluarga merupakan sumber dukungan sosial pertama yang penting untuk

mengatasi masalah. Kertamuda (2009) menyatakan bahwa dukungan keluarga

menjadi kebutuhan setiap anggotanya, dikarenakan keluarga merupakan tempat

(24)

bahagia, sehat, dan aman. Gunarsa dan Gunarsa (2000) juga menyatakan

hubungan yang didapatkan dari keluarga juga akan menentukan dan berpengaruh

terhadap keharmonisan atau ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat apakah ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku

Batak Toba.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian

ini adalah “apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan

pada suku Batak Toba?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan

keluarga dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa manfaat teoritis dan

manfaat praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

- Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kajian Psikologi,

terutama Psikologi Perkembangan mengenai hubungan dukungan keluarga

(25)

- Penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan pada penelitian

selanjutnya terutama yang berhubungan dengan dukungan keluarga dan

kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba.

2. Manfaat Praktis

- Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai gambaran kepuasan

pernikahan dan dukungan keluarga pada suku Batak Toba.

- Masyarakat umum dapat mengetahui hubungan antara dukungan keluarga

dan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba.

- Pasangan menikah memperoleh informasi sejauhmana hubungan

dukungan keluarga dalam meningkatkan kepuasan pernikahan pada suku

Batak Toba.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah yang ingin

diteliti yaitu mengenai hubungan antara dukungan keluarga

dengan kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba dan berisikan

perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika

(26)

BAB II : Landasan Teori

Bab ini berisi tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan masalah. Teori yang digunakan adalah teori yang

berhubungan dengan kepuasan pernikahan, dukungan keluarga,

dan hubungan dukungan keluarga dengan kepuasan pernikahan

pada suku Batak Toba. Bab ini juga mengajukan hipotesis sebagai

jawaban sementara terhadap masalah penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional dari kepuasan pernikahan dan dukungan keluarga,

populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan

data, validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, hasil uji

coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode

analisis data.

BAB IV : Analisa Data Dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil analisis data yang diperoleh, meliputi

subjek penelitian, hasil uji asumsi meliputi uji normalitas dan

linearitas, hasil utama penelitian, deskripsi data penelitian, dan

hasil tambahan serta pembahasan hasil penelitian.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis

(27)

A. KEPUASAN PERNIKAHAN

1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

Olson dan Fowers (1989) mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai

evaluasi terhadap area-area dalam pernikahan. Area ini mencakup komunikasi

yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu

senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas

hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan

terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara suami dan istri

di dalam pernikahannya. Senada dengan pendapat tersebut, Hawkins (dalam

Pujiastuti & Retnowati, 2004) juga mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan

adalah perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan

aspek-aspek yang ada dalam suatu pernikahan, seperti rasa bahagia, puas, serta

pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya.

Hendrick dan Hendrick (1992) berpendapat bahwa kepuasan pernikahan

dapat merujuk pada bagaimana pasangan mengevaluasi hubungan pernikahan

mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan. Hughes dan Noppe (1985)

menyatakan bahwa kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan

tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan pernikahan tersebut sesuai

(28)

memuaskan adalah pernikahan yang stabil, langgeng, bahagia, saling memahami

dan menghargai.

Berdasarkan uraian definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka

dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri

terhadap kehidupan pernikahannya, dilihat dari area-area dalam pernikahan

meliputi komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara

mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas

dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman,

pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara

suami dan istri di dalam pernikahannya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Hendrick dan Hendrick (1992) menyatakan ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu :

a. Premarital Factors adalah faktor-faktor sebelum pernikahan, meliputi:

1) Latar belakang ekonomi

2) Pendidikan

3) Hubungan dengan orang tua

b. Postmarital Factors adalah faktor-faktor setelah pernikahan, meliputi:

1) Kehadiran anak, penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa

menambah stres pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan. Kehadiran

anak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan dengan

(29)

2) Usia pernikahan, seperti yang dikemukakakan oleh Newman dan Newman

(2006) bahwa kemungkinan munculnya perceraian sangat tinggi selama tahun

pertama pernikahan dan mencapai puncaknya antara antara usia dua dan empat

tahun pernikahan.

Senada dengan hal tersebut, Papalia dkk. (2007) juga mengemukakan ada

lima faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan, yaitu:

a. Usia saat menikah, merupakan salah satu prediktor utama. Orang yang menikah

pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih sukses dalam pernikahan,

daripada yang menikah pada usia yang lebih muda.

b. Latar belakang pendidikan dan penghasilan. Karena pendidikan dan

penghasilan adalah saling berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi

pada umumnya berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir yang

lebih terbuka.

c. Agama, dimana orang yang memandang agama sebagai hal yang penting relatif

jarang mengalami masalah pernikahan dibandingkan orang yang memandang

agama sebagai hal yang tidak penting.

d. Dukungan emosional. Kegagalan dalam pernikahan ini ada kemungkinan

terjadi karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan

emosional dari lingkungan.

e. Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih mementingkan

ekspresi emosional dalam pernikahan, di sisi lain suami cenderung puas jika

(30)

Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi

kepuasan pernikahan menurut Salim (2010), yaitu harapan dalam perkawinan,

usia dan alasan saat menikah, latar belakang sosial-budaya, kebahagiaan

pernikahan orangtua, peran orangtua dan keluarga, pola komunikasi, waktu

bersama suami, waktu bersama anak, peran dan tanggung jawab dalam

pernikahan, dan kondisi keuangan. Sunarti dkk. (2005) juga mengemukakan

bahwa faktor dukungan sosial yang diterima oleh pasangan akan mempengaruhi

kepuasan pernikahan. Semakin besar dukungan sosial yang diperoleh pasangan

maka akan semakin baik kepuasan pernikahannya.

3. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson dan Fowers (1989) terdapat beberapa area dalam

pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan. Adapun area-area

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi

Area ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam

berkomunikasi dengan pasangannya. Area ini berfokus pada rasa senang yang

dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi, dimana mereka saling berbagi

dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya. Laswell (1991)

membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu : keterbukaan

diantara pasangan (openness), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan

(31)

pasangan (empathy), dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening

skill).

b. Orientasi Keagamaan

Area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana

pelaksanaannya dalam kehidupan pernikahan. Jika seseorang memiliki keyakinan

beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli terhadap hal-hal keagamaan dan

mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan

kehidupan beragama. Orang tua mengajarkan dasar-dasar agama yang dianut

kepada anaknya, dan merasa bahwa mereka wajib memberi teladan kepada

anaknya dengan membiasakan diri beribadah, melaksanakan praktek agama,

bersembah yang secara teratur, ikut dalam kegiatan atau organisasi agama

(Hurlock, 1999).

c. Kegiatan di waktu luang

Area ini menilai pilihan kegiatan untuk mengisi waktu senggang yang

merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini

juga melihat apakah suatu kegiatan yang dilakukan merupakan pilihan personal

atau bersama, serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama

pasangan. Pasangan sama-sama merasa senang dan dapat menikmati kebersamaan

yang mereka ciptakan.

d. Penyelesaian Konflik

Area ini menilai persepsi suami istri terhadap konflik serta

penyelesaiannya. Fokus pada area ini adalah keterbukaan pasangan untuk

(32)

untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota

keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta

membangun kepercayaan satu sama lain.

e. Pengelolaan Keuangan

Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan,

bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang

tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan,

harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock,

1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap

pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam

mengelola keuangan.

f. Orientasi Seksual

Area ini melihat bagaimana perasaan pasangan dalam hal kasih sayang dan

hubungan seksual. Fokusnya area ini adalah refleksi sikap yang berhubungan

dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan.

Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan

apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat

terus meningkat seiring berjalannya waktu jika pasangan memahami dan

mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain. Selain itu mereka juga mampu

mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang

(33)

sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. Kualitas dan kuantitas

hubungan seksual adalah hal yang penting bagi kesejahteraan pernikahan.

g. Keluarga dan teman

Area ini menilai perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan

kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan

senang menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. Hubungan yang

baik antara menantu dan mertua juga dengan saudara ipar dapat terjadi jika

individu dapat menerima keluarga pasangan seperti keluarganya sendiri.

Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan

sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi

oleh keluarganya, dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu

yang lama (Hurlock, 1999).

h. Anak dan pengasuhan anak

Area ini menilai sikap dan perasaan tentang menjadi orangtua, memiliki

dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan

keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana

pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan

dengan pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam

pernikahan.

i. Kepribadian

Area ini menilai persepsi individu mengenai persoalan yang berhubungan

dengan tingkah laku pasangannya dan tingkat kepuasan dalam setiap persoalan

(34)

kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak

sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku

pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan

bahagia.

j. Kesetaraan Peran

Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam

dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah

tangga, peran sesuai jenis kelamin, dan peran sebagai orangtua. Hurlock (1999)

menjelaskan bahwa konsep egalitarian menekankan individualitas dan persamaan

derajat antara pria dan wanita. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi

dan tidak hanya berlaku untuk jenis kelamin tertentu. Pria dapat bekerjasama

dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak

merasa malu jika penghasilan istri lebih besar dan jabatan lebih tinggi. Wanita

mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya, mengembangkan

potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang

dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

4. Kriteria Kepuasan Pernikahan

Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari

pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain :

a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan dimana

dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi, dan menerima

(35)

b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap

anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.

c. Model parental role yang baik. Pola orang tua yang baik akan menjadi contoh

yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini dapat membentuk keharmonisan

dalam keluarga.

d. Penerimaan terhadap konflik-konflik. Konflik yang muncul dalam keluarga

dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk

diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

e. Kepribadian yang sesuai dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling

memahami satu sama lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang

satu dapat menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling

melengkapi satu sama lain.

f. Mampu memecahkan konflik. Kemampuan pasangan untuk memecahkan

masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan

konflik yang dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

B. DUKUNGAN KELUARGA

1. Pengertian Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah perasaan nyaman yang

dirasakan, diperhatikan, dihargai, atau bantuan yang diperoleh individu dari orang

atau kelompok lain yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan

disayangi. Gottlieb (dalam Kuntjoro, 2002) juga mendefinisikan dukungan sosial

(36)

yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan

sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan

emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang

yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena

diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.

Baron dan Byrne (2000) juga menyatakan bahwa dukungan sosial adalah

kenyamanan fisik dan psikologis yang disediakan oleh teman dan anggota

keluarga. Lebih jauh lagi Taylor (2009) mendefinisikan dukungan sosial sebagai

informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri

dan bernilai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban

bersama.

Berdasarkan uraian definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka

dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang diperoleh individu

dari orang atau kelompok lain dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu,

ataupun materi yang menjadikan individu merasa diperhatikan, bernilai, dan

disayangi.

2. Bentuk – bentuk Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan empat bentuk dari dukungan sosial, yaitu:

a. Dukungan Emosional

Jenis dukungan mencakup mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan

(37)

untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai

sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa

nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan

dalam hidup mereka.

b. Dukungan Instrumental

Jenis dukungan mencakup bantuan yang diberikan secara langsung atau

nyata, dapat berupa jasa atau materi. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau

menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu

dalam melaksanakan aktivitasnya.

c. Dukungan Informasional

Jenis dukungan mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran, atau umpan

balik mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu. Dukungan ini dapat

dilakukan dengan memberi informasi yang dibutuhkan oleh seseorang. Dukungan

ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan

pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut

diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis.

Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena

mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk.

d. Dukungan Persahabatan

Jenis dukungan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk

menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan

memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan

(38)

3. Sumber Dukungan Sosial

Taylor (2009) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari

banyak sumber yang berbeda, seperti orangtua, pasangan atau orang yang dicintai,

keluarga, teman, maupun komunitas sosial.

Kahn dan Antonucci (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa seorang

individu dikelilingi oleh suatu pengiring yang selalu mendukung atau menyertai

individu tersebut sepanjang masa hidupnya. Ada anggota-anggota pengiring yang

stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang menyertai dan mendukung individu.

Peran mereka sangat berarti bagi individu. Yang tergolong ke dalam pengiring ini

adalah pasangan, keluarga, dan teman dekat.

Kahn dan Antonoucci (dalam Orford, 1992) membagi sumber-sumber

dukungan sosial menjadi tiga kategori yaitu:

a. Sumber dukungan sosial yang stabil sepanjang waktu perannya, yaitu yang

selalu ada sepanjang hidupnya, yang menyertai dan mendukungan individu

tersebut. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami atau istri) atau teman

dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan

dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai sepanjang waktu. Misalnya

teman kerja, tetangga, sanak keluarga, dan teman sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang

member dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber

dukungan ini misalnya tenaga ahli atau professional dan keluarga jauh dan

(39)

4. Dukungan Keluarga

Menurut Gerungan (2009) menyatakan keluarga merupakan kelompok

sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan

diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.

Setiono (2011) juga menyatakan keluarga adalah kelompok orang yang ada

hubungan darah atau perkawinan. Burgess dan Locke (dalam Degenova, 2008)

juga menyatakan keluarga adalah pola kecil dari suatu masyarakat yang terdiri

dari individu-individu yang disatukan oleh ikatan pernikahan, ikatan darah, ikatan

adopsi, hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan antar anggota keluarga

saling bereaksi, berkomunikasi dalam peran-peran sosial keluarga, sesuai dengan

kultur bagi masyarakat tetapi dengan ciri yang unik. Kertamuda (2009)

menambahkan bahwa keluarga adalah tempat seseorang untuk bergantung baik

secara ekonomi maupun untuk kehidupan sosial lainnya, tempat untuk

memperoleh dukungan, sekaligus berperan dominan dalam pengambilan

keputusan dalam kehidupan.

Gunarsa dan Gunarsa (2000) menyatakan bahwa keluarga sebagai unit

terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dan berguna untuk

mengurangi masalah yang mungkin terjadi. Di dalam keluarga terjadi interaksi

antara pribadi antara orangtua dan anak maupun sebaliknya, yang berpengaruh

terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada

anggota keluarga tersebut.

(40)

1. Keluarga batih/ inti (nuclear family), terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

kesemuanya sedarah.

2. Keluarga besar (extended family), adalah semua orang dari satu keturunan dari

kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan suami dan istri atau merujuk

pada keluarga inti dengan penambahan anggota keluarga selain anak, misalnya

paman, bibi, serta orang tua dari pasangan suami istri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan

pusat utama dalam kehidupan manusia yang senantiasa mendampingi dan

mengiringi seorang manusia sepanjang hidupnya dan merupakan pendukung

utama bagi individu dalam menghadapi suka dan duka di dalam kehidupannya.

Berdasarkan beberapa literatur diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial yang berasal dari keluarga merupakan dukungan yang cukup

penting bagi pasangan yang telah menikah. Dukungan sosial keluarga adalah

bantuan yang diperoleh individu dari keluarganya yang dapat berupa informasi,

tingkah laku tertentu, ataupun materiil yang menjadikan individu merasa

disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan

tempat utama pasangan yang menikah untuk mendapatkan nasehat, saran,

informasi, interaksi yang dapat mendukung mereka di dalam pernikahannya. Tipe

keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keluarga besar (extended

(41)

C. KEPUASAN PERNIKAHAN PADA SUKU BATAK TOBA

Suku Batak Toba merupakan suatu kesatuan yang memiliki kebudayaan

dan bahasa tersendiri yang berbeda dengan suku lainnya (Irmawati, 2002). Suku

Batak Toba merupakan masyarakat patrilineal dan menarik garis kekeluargaan

dari pihak laki-laki, juga memiliki aturan dan adat pernikahan. Suku ini mengenal

bentuk pernikahan eksogami marga yaitu pernikahan dengan orang di luar

kelompok marga sendiri dan tidak boleh melakukan pernikahan secara timbal

balik (Saragih dkk, 1980).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Irmawati (dalam

Irmawati, 2008), suku bangsa Batak Toba memiliki nilai-nilai budaya yang sangat

berbeda. Dalam menjalani hidupnya suku Batak Toba berpedoman pada sejumlah

nilai-nilai utama yang menjadi keyakinan, penghormatan, dan cita-cita hidupnya.

Sistem kekerabatan dan kekeluargaan memegang peranan penting dalam

mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya. Sistem kekerabatan

tersebut disebut dalihan na tolu. Sistem kekerabatan dalihan na tolu merupakan

prinsip dasar kekerabatan suku Batak Toba (Gultom, 1992). Ihromi (dalam

Vergouwen, 2004) juga mengemukakan bahwa segi kehidupan kemasyarakatan

serta beberapa hal penting, seperti kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga orang

Batak Toba, berkaitan erat dengan hubungan-hubungan kekerabatan yang disebut

dalihan na tolu.

Khans dan Eva (dalam majalah Horas, 2003) menyatakan bahwa lembaga

pernikahan dan hubungan kekerabatan merupakan tiang terpenting yang

(42)

memiliki keluarga besar dengan banyak kerabat. Pernikahan dan hubungan

kekerabatan menjadi tujuan hidup dan yang memberi makna hidup bagi orang

Batak Toba. Pernikahan juga dipandang sebagai pernikahan yang sakral dan oleh

karena itu hanya berlangsung satu kali seumur hidupnya, pasangan yang telah

menikah tidak diperbolehkan untuk berpisah apapun yang terjadi.

Pernikahan dipandang bukan hanya menjadi urusan pria dan wanita yang

melakukan pernikahan, tetapi menjadi urusan bersama di dalam kedua belah pihak

keluarga (Saragih dkk., 1980). Bahkan ketika pasangan tersebut mengalami

konflik di dalam pernikahannya, maka dalihan na tolu akan langsung turut

menyelesaikan perselisihan tersebut dan mengambil keputusan untuk pasangan

tersebut (Lubis, 1999). Dalihan na tolu memiliki pengaruh di dalam kehidupan

pernikahan suami dan istri tersebut.

Suami dan istri disebut mardongan saripe, artinya berbagi atas suatu hak

milik benda. Karena itu di dalam kehidupan pernikahannya, seorang suami dan

istri dikatakan ‘na marripe ripe do nasida di saluhut hangoluan, di nasa sitaonon,

hasonangan, parulian dohot lan angka na asing’, ‘gumul na so jadi bagian,

ansimun na so tupa bola on.’ Suami dan istri adalah satu perasaan baik susah

maupun senang dan atas seluruh kehidupan mereka, mereka berdua tidak dapat

dipisahkan dengan alasan apapun (Sitohang & Sibarani, 1988).

Pasangan suku Batak Toba sangat jarang melakukan perceraian sehingga

pernikahan pada suku Batak Toba umumnya bertahan lama dan hanya dipisahkan

oleh kematian salah satu dari pasangan (Sitohang & Sibarani, 1988). Siagian

(43)

pasangannya, hanya memiliki pasangan satu saja di sepanjang kehidupannya.

Wismanto (2004) juga menyatakan bahwa adanya pernikahan yang kekal dan

bertahan lama dikarenakan adanya kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh

pasangan di dalam pernikahannya. Jadi berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan pada suku Batak Toba adalah baik yang

ditunjukkan dari jarangnya pasangan melakukan perceraian dan cenderung untuk

mempertahankan pernikahannya.

D. DEWASA AWAL

1. Pengertian Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa dewasa yang dimulai dari usia 18

tahun – 40 tahun. Pada masa ini, terjadi perubahan-perubahan fisik, psikologis

dan kemampuan reproduktif (Hurlock, 1999).

2. Karakteristik Dewasa Awal

Hurlock (1999) menyebutkan ada beberapa karakteristik dari usia dewasa

awal yaitu sebagai masa pengaturan, usia reproduktif, masa bermasalah, masa

ketegangan emosional, masa keterasingan emosional, masa komitmen, masa

ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian diri dengan cara hidup

baru, masa kreatif.

Sebagai masa pengaturan, individu sudah saatnya menerima tanggung

jawab sebagai orang dewasa. Sebagai usia reproduktif, individu berperan menjadi

(44)

banyak mengalami masalah baru pada tahun awal masa dewasanya. Sebagai masa

ketegangan emosional, individu mungkin agak bingung dan mengalami keresahan

emosional dikarenakan memasuki suatu wilayah baru. Sebagai masa keterasingan

sosial, individu merasakan keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah

akan berkurang seiring dengan berakhirnya pendidikan formal dan masuknya ke

dalam pola kehidupan orang dewasa sehingga individu mengalami keterasingan

sosial.

Sebagai masa komitmen, individu mengalami perubahan tanggungjawab

menjadi orang dewasa dan membuat komitmen-komitmen baru di dalam

hidupnya. Sebagai masa ketergantungan, individu yang telah mencapai usia

dewasa awal masih agak tergantung kepada orang lain selama jangka waktu yang

berbeda-beda, misalnya kepada orangtua, lembaga pendidikan, atau pemerintah.

Sebagai masa perubahan nilai, individu mengalami perubahan pandangan karena

pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan karena nilai-nilai dilihat dari

kacamata orang dewasa. Sebagai masa penyesuaian diri, individu melakukan

penyesuaian diri terhadap gaya hidup yang baru, seperti penyesuaian pola

kehidupan keluarga ataupun peran seks. Sebagai masa kreatif, individu bebas

untuk mengembangkan kreatifitas tergantung pada minat, kemampuan individual

(45)

3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Hurlock (1994) menyebutkan ada beberapa tugas perkembangan yang

harus dipenuhi oleh individu usia dewasa awal, yaitu:

1. Mendapatkan suatu pekerjaan

2. Memilih seorang teman hidup atau menikah

3. Belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga

4. Membesarkan anak-anak

5. Mengelola sebuah rumah tangga

6. Menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam

kelompok sosial yang cocok

4. Tugas Psikososial Dewasa Awal

Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan psikososial dewasa awal

adalah intimacy versus isolation, sebagai salah satu tugas yang penting bagi

dewasa awal (dalam Papalia, 2007). Intimacy akan muncul saat seseorang sudah

mencapai atau menemukan cara untuk membentuk dan mempertahankan identitas

secara menetap, yang dilakukan dalam masa remaja. Intimacy merupakan

kemampuan seseorang untuk menyatukan identitas diri yang sudah ditemukan di

masa remaja dengan identitas diri orang lain. Newman dan Newman (2006)

menambahkan bahwa intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk

mengalami, baik itu menerima atupun memberi, suatu hubungan yang terbuka,

saling mendukung dan hubungan yang penuh kasih dengan orang lain tanpa

(46)

dewasa awal dapat ditemukan melalui hubungan intim yang dibentuk dengan

pasangan romantisnya (pacar, suami atau istri) dan juga dengan sahabat (Papalia,

2007). Newman dan Newman (2006) juga mengemukakan bahwa salah satu tugas

perkembangan pada dewasa awal adalah membangun hubungan yang intim

dengan seseorang di luar dari anggota keluarganya.

Suatu hubungan yang intim memiliki komponen kognitif dan afektif.

Seseorang akan mampu untuk memahami pandangan dan pemikiran dari

pasangannya. Individu biasanya juga akan mengalami suatu rasa kepercayaan diri

dan saling memberikan perhatian yang merefleksikan kasih sayang mereka

terhadap pasangannya. Intimacy juga akan mendorong individu untuk terbuka

dengan perasaannya sehingga memungkinkan individu tersebut untuk berbagi

ide-ide dan rencana dengan pasangannya (Newman & Newman, 2006).

E. HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPUASAN

PERNIKAHAN PADA SUKU BATAK TOBA

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tingkat

perceraian pun semakin meningkat. Berdasarkan data Badilag pada tahun 2010,

kasus dan tingkat perceraian di Indonesia tampak terus meningkat dari tahun ke

tahunnya. Data menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia tergolong

besar, bahkan di atas lima puluh persen angka pernikahan.

Menurut Brigham (1986), salah satu penyebab terjadinya perceraian

adalah karena individu merasa tidak puas dengan kehidupan pernikahannya.

(47)

merupakan sebentuk persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang

diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu

tertentu. Kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada

tingkat dimana mereka merasakan pernikahan tersebut sesuai dengan kebutuhan

dan harapannya (Hughes & Noppe, 1985). Kepuasan pernikahan tersebut dapat

dilihat melalui beberapa aspek yang dikemukakan Olson dan Fowers, yaitu

meliputi komunikasi, orientasi keagamaan, kegiatan di waktu luang, penyelesaian

konflik, pengelolaan keuangan,hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan

pengasuhan anak, kepribadian, dan kesetaraan peran.

Adanya kepuasan pernikahan di dalam sebuah pasangan suami istri dapat

dilihat dari bagaimana mereka mempertahankan pernikahannya atau dengan kata

lain bertahan dengan pernikahannya. Di dalam pernikahan tersebut,

masing-masing suami dan istri merasa bahagia satu sama lain, saling memahami dan

menghargai satu sama lain. Suami dan istri juga memahami dan menilai latar

belakang budaya mereka (dalam Matlin, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Salim (2010) yang

mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

adalah latar belakang sosial budaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya

dapat mempengaruhi pernikahan yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri.

Hal ini dapat dilihat pada suku Batak Toba yang sangat berpengaruh terhadap

pernikahan pasangan suami istri. Keluarga dari pihak suami dan istri turut serta

(48)

Dalam pernikahan suku Batak Toba, pernikahan bertujuan untuk

melanjutkan keturunan marga dan akan bertambahnya keluarga baik pada pihak

suami maupun istri. Oleh karena itu kedua belah pihak keluarga terlibat dalam

pasangan yang telah menikah (Saragih, 1980). Ketika ada konflik dalam keluarga

maka keluarga akan turut serta dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan

cara musyawarah dan mufakat (Lubis, 1999). Sistem kekeluargaan yang disebut

dengan dalihan na tolu ini sangat berpengaruh di dalam pernikahan yang utuh,

dan adat pada budaya ini juga sangat melarang adanya perceraian (Saragih, 1980).

Dengan kata lain, pada suku Batak Toba keluarga berperan penting terhadap

kehidupan pernikahan.

Keluarga adalah sumber dukungan sosial pertama yang penting untuk

mengatasi masalah. Keluarga dapat menyediakan dukungan dan dapat

memberikan rasa aman serta melalui ekspresi kehangatan, empati, persetujuan

atau penerimaan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga yang lain (Santrock,

2005). Hartanti (2002) juga mengatakan apabila individu mendapat dukungan

keluarga akan mengalami berkurangnya kelelahan emosi dan stress sehingga

individu menjadi tidak sedih lagi, tidak merasa kecewa dan mendapatkan

masukan-masukan untuk masalah yang sedang dihadapi, akibatnya individu akan

mampu menyelesaikan masalah dengan sikap yang positif.

Dukungan keluarga merupakan kebutuhan dari setiap anggotanya, baik

ketika masih anak-anak hingga dewasa. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan

tempat bagi seseorang untuk memperoleh kenyamanan, cinta, dan dukungan

(49)

(2007) menambahkan ketika pasangan menikah tidak mendapatkan dukungan

emosional maka dapat menimbulkan kegagalan dalam pernikahan. Lestari (2012)

juga menyatakan adanya dukungan yang diberikan orang tua berupa dukungan

emosional dan instrumental merupakan hal yang sangat penting bagi pasangan.

Dukungan yang diberikan oleh keluarga mampu meningkatkan kepuasan

yang dirasakan pasangan di dalam pernikahannya (Nichole, 2004). Penelitian

yang dilakukan oleh House (dalam Maldonado, 2005) juga menemukan bahwa

dukungan dari keluarga merupakan hal yang paling efektif dalam mengurangi

beban pada individu. Pentingnya dukungan keluarga juga diun

Gambar

Tabel 1.Data Tingkat Perceraian Di Kota Medan
Blue-print Tabel 2.Skala Kepuasan Pernikahan Sebelum Uji Coba
Tabel 3.Blue-print Skala Dukungan Keluarga Sebelum Uji Coba
Tabel 4.Distribusi Susunan Aitem Skala Kepuasan Pernikahan Sesudah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan ba- hasa pada anak dengan gangguan pende- ngaran?, apakah

Menurut Fatimah (2006) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Kepemimpinan dan Motivasi secara bersama-sama terhadap Kepuasan kerja aparat di Polsek

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi dukungan sosial dengan kualitas hidup lansia dengan hipertensi di Kota

The results of the hypothesis in this study obtained a coefficient of determination (R2) of 0.621 indicating that the work family conflict among single parent employees

Dalam mengkategorikan tingkat pengetahuan rendah dan tingkat pengetahuan tinggi, peneliti menggunakan cara nilai tengah (median) sehingga kriteria dalam pengkategorian

Ujian Korelasi Pearson menunjukkan bahawa hubungan di antara penyusunan kerja secara fleksibel dan kepuasan kerja di sector kerajaan mempunyai hubungan yang signifikan r= 0.602**, p=

Discussion In this study, it was determined that there is no correlation between family support and the quality of life found that there was no relationship between family support and