• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI

MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi: Ekonomi SDM dan Pembangunan

Oleh :

CHOIRIL SURYA ADMAJA

NIM S4209010

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA

(2)

commit to user

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM

PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN

KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Disusun Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA S4209010

Telah Disetujui Pada :

Hari, Tanggal:...

Surakarta, November 2010

Dewan Pembimbing I Dewan Pembimbing II

Prof . Dr. Tulus Haryono, SE,MEk Izza Mafruhah, SE,MSi

NIP.19550801 198103 1 006 NIP. 19720323 200212 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan MESP FE UNS

(3)
(4)

commit to user

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM

PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN

KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Disusun Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA S4209010

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada Tanggal:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Tim Penguji Dr. Evi Gravitiani, M.Si ...

Pembimbing Utama Prof. Dr.Tulus Haryono, SE,Mek ...

Pembimbing Pendamping Izza Mafruhah, SE, M.si ...

Mengetahui, Ketua Program Studi

Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. PhD Dr. J.J. Sarungu, MS

(5)
(6)

commit to user

Karya ini kupersembahkan untuk :

vMasyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang masih mengalami

krisis multidimensional

vAlmamaterku

(7)

commit to user

“Allah tidak akan menguji manusia, melainkan sesuai dengan kemampuannya”

(8)

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

Tesis sebagai sebagian dari syarat untuk mendapatkan Gelar Magister dengan judul “Dampak

Implementasi Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat terhadap

Upaya Penanggulangan Kebutuhan Akses Air Minum dan Sanitasi Masyarakat Miskin

( Studi Kasus di Kabupaten Sragen Tahun 2008)”

Penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. J.J. Sarungu, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Prof . Dr. Tulus Haryono, SE, Mek selaku Pembimbing Utama dalam penyusunan

tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat

terselesaikan.

4. Ibu Izza Mafruhah, SE, MSi selaku Pembimbing Pendamping dalam penyusunan tesis ini,

yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Ir. Agus Putrono, M.Si, selaku Kabid Statistik Pengendalian dan Evaluasi Bappeda

Kabupaten Sragen, yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian di

beberapa instansi/ Dinas terkait.

6. Para narasumber dan responden dalam penelitian ini.

7. Orangtua, istri, kakak dan adik, serta saudara-saudaraku mahasiswa pascasarjana MESP

yang telah memberikan dorongan semangat dan do’a restu, sehingga penulis dapat

(9)

commit to user

Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya

tesis ini. Namun demikian, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan penulis khususnya.

Surakarta, Nopember 2010

(10)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Konsep Pemberdayan Masyarakat ... 9

2.2Konsep Kemiskinan ... 14

2.3Pengukuran Kemiskinan ... 23

2.4Program Penanggulangan Kemiskinan ... 26

2.5Arah Kebijakan Pembangunan ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1Populasi ... 34

3.2Sampel ... 34

3.3Variabel Penelitian ... 34

3.4Sumber dan Pengumpulan Data ... 35

3.5Metode Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1Gambaran Umum Kabupaten Sragen ... 38

4.2Gambaran Umum Program Pamsimas ... 39

4.3Implementasi Program Pamsimas di Kabupaten Sragen ... 55

(11)

commit to user

5.2Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA

(12)

commit to user

Tabel Hal

4.1 Ringkasan Penggunaan Dana Program Pamsimas 48

4.2 Ringkasan data Desa-desa sasaran Pamsimas 57

4.3 Perbandingan kondisi akses air bersih masyarakat Desa Jetis 74

4.4 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Tanggan terhadap

air bersih 75

4.5 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Banyurip terhadap

air bersih 76

4.6 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Jembangan

terhadap air bersih 77

4.7 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Kalangan terhadap

air bersih 78

4.8 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Sambirembe

terhadap air bersih 79

4.9 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Ngandul terhadap

air bersih 80

4.10 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Girimargo terhadap

air bersih 81

4.11 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Gebang terhadap

air bersih 82

4.12 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa Jetis 83

4.13 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Tanggan 84

4.14 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Banyurip 84

4.15 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Jembangan 84

4.16 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Kalangan 85

4.17 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Sambirembe 85

4.18 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Ngandul 86

4.19 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Girimargo 86

4.20 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

(13)

commit to user

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian... 33

4.2.4 Struktur Organisasi Pamsimas Secara Umum... 44

4.2.6.6 Struktur Organisasi LKM... 54

4.3.1Kerangka Pikir yang Dikembangkan dari Tujuan dan

(14)

commit to user

(15)
(16)

commit to user

TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI

MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA NIM S4209010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana dampak dari implementasi dan hal-hal yang menjadi penghambat/kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) di Kabupaten Sragen tahun 2008.

Metodologi penelitian menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, dengan populasi adalah Desa sasaran Pamsimas tahun 2008, dan cara menentukan sampel dengan

cara quota sampling yang berjumlah sembilan Desa. Penyajian hasil menggunakan model

tabel ataupun persentase.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dampak yang terjadi untuk menanggulangi permasalahan air bersih dan sanitasi di Desa sasaran Pamsimas tahun 2008 terlihat dari cakupan total cakupan masyarakat yang mampu mengakses sarana air bersih setelah atau pasca program Pamsimas dan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam menggunakan sarana sanitasi yang sesuai dengan kriteria sarana sanitasi sehat atau tangga sanitasi.

Cakupan sarana air bersih dan sanitasi pasca program pamsimas secara berurutan adalah sebagai berikut: Desa Jetis Kecamatan Sambirejo (83%, 89.8%), Desa Tanggan Kecamatan Gesi (72.1%, 91.6%), Desa Banyurip Kecamatan Jenar (89.7%, 93%), Desa Jembangan Kecamatan Plupuh (28.64%, 93.7%), Desa Kalangan Kecamatan Gemolong (98.5%, 91.7%), Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe (36.5%, 88.75%), Desa Ngandul Kecamatan Sumber Lawang (85.3%, 88.75%), Desa Girimargo Kecamatan Miri (54.36%, 88.86%) dan Desa Gebang Kecamatan Sukodono (78.83%, 88.64%).

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah: dampak program penyediaan

air minum dan sanitasi berbasis masyarakat belum berdampak besar, karena keterbatasan-keterbatasan yang dialami seperti sumber pendanaan sehingga mengurangi rencana kerja masyarakat khususnya bidang fisik atau sarana air bersih (SAB), dan kegiatan pemicuan penggunaan sarana sanitasi atau jamban di masyarakat yang belum optimal karena membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk merubah perilaku masyarakat ke perilaku yang lebih sehat. Hambatan atau kendala yang terjadi selama program berjalan satu tahun periode ialah proses pemberdayaan masyaraat yang belum optimal mengingat sumber daya masyarakat yang terbatas, serta sulitnya merubah anggapan masyarakat desa penerima program yang menganggap program Pamsimas adalah suatu proyek “top down”, atau dari atas ke bawah sehingga partisipasi yang harusnya muncul, belum terlihat maksimal untuk semua bidang program Pamsimas.

(17)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan

nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Menurut

Sondang P.Siagian (1999), pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian

pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju pada modernitas dalam rangka

pembinaan bangsa. Sedangkan menurut Bintoro (1988) bahwa pembangunan

dapat diartikan pula sebagai suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan terus

menerus dari suatu keadaan yang dianggap lebih baik.

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen sangat kuat untuk mencapai

target water supply and sanitation – Millenium Development Goals

(WSS-MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang belum mempunyai akses air

minum dan sanitasi dasar sebesar 50% pada tahun 2015.

Berdasarkan UU Nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah dan UU Nomor

33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, pemerintah daerah bertanggungjawab penuh untuk memberikan pelayanan

dasar kepada masyarakat di daerahnya masing-masing, termasuk pelayanan air

minum dan sanitasi. Namun demikian, bagi daearah-daerah dengan wilayah

perdesaan relatif luas, berpenduduk miskin relatif tinggi dan mempunyai kapasitas

fiskal rendah, pada umumnya kemampuan mereka sangat terbatas, sehingga

memerlukan dukungan finansial utnuk membiayai investasi yang dibutuhkan

(18)

commit to user

dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanannya kepada masyarakat, baik

untuk investasi fisik dalam bentuk sarana prasarana, maupun investasi non –fisik

yang terdiri dari manajemen, teknis, dan pengembangan sumber daya manusia.

Menurut Bappeda Propinsi Jawa Tengah (2003) mengatakan kelemahan

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu antara lain :

1. Berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro.

2. Kebijakan terpusat.

3. Lebih bersifat karitatif.

4. Memposisikan masyarakat sebagai obyek.

5. Cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi.

6. Asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang

sama.

Sehubungan dengan itu perlunya pola baru dalam penanganan kemiskinan

yang lebih berorientasi pada kemandirian dan berkelanjutan upaya – upaya

masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Oleh karena itu

pemahaman tentang data kemiskinan sangat diperlukan untuk memberikan

informasi kepada pengambil kebijakan yang ditujukan untuk pengentasan

kemiskinan.

Program WSLIC 3/ pamsimas merupakan salah satu program dan aksi nyata

pemerintah (pusat dan daerah) dengan dukungan Bank Dunia, untuk

meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi, dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan

(19)

commit to user

Menurut Departemen Kesehatan, dari 1000 bayi lahir 50 di antaranya

meninggal dunia karena diare. Hal ini sering terkait dengan penggunaan air yang

tercemar tinja. Suplai air bersih yang lebih baik diperkirakan mampu mengurangi

angka kematian akibat diare sebesar 21%. Sedangkan sanitasi yang lebih baik

diperkirakan mampu mengurangi angka kematian akibat diare sebesar 37,5%.

Tindakan sederhana seperti mencuci tangan memakai sabun di saat-saat tepat

dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 35%. Sekalipun demikian, sanitasi

tetap menjadi prioritas rendah dengan anggaran yang minim di kota-kota besar.

Hal ini terutama karena manfaat langsung yang dirasakan lebih minim ketimbang

manfaat investasi dalam bentuk pembangunan perumahan, jalan, pasar dan

sekolah (ESP News, Volume 8, 2006 * 2)

Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari

kehidupan. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih untuk skala nasional, cakupan

pemakaian air bersih baru mencapai 76,41% (63,37% di pedesaan dan 91,8% di

perkotaan), dimana dari angka tersebut hanya separuhnya (52%) yang memenuhi

syarat bakteriologis air bersih, sedangkan cakupan penduduk yang memakai

jamban adalah sekitar 66,03% (54,2% di pedesaan dan 85,89% di perkotaan).

Melihat data tersebut maka penduduk Indonesia masih kurang dalam

mengakses air bersih dilihat dari kualitas dan kuantitas. Menghadapi situasi yang

demikian, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan kebijakan dan strategi baru

dalam suatu “Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi

Nasional menuju Idonesia Sehat 2010”. Dalam strategi tersebut telah ditetapkan

(20)

commit to user

tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

permukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta

terwujudnya kehidupan masyarakat yang berperilaku hidup sehat dan saling

tolong menolong dengan memelihara budaya bangsa.

Program penyediaan sarana dan prasarana masyarakat seperti sarana air

minum, sanitasi dan kesehatan lingkungan akan lebih efektif dan berkelanjutan

apabila berbasis masyarakat, melibatkan seluruh masyarakat ( laki-laki dan

perempuan, kaya dan miskin) dan menggunakan pendekatan yang tanggap

terhadap kebutuhan masyarakat. Tanggap terhadap kebutuhan berarti bahwa

program menyediakan sarana dan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat

mau berkontribusi dan membiayai, mengelola dan memelihara sarana yang pada

akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki. Untuk itu perlu dilakukan

pendekatan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif agar masyarakat mau dan

mampu berpartisipasi secara aktif dalam menyiapkan, melaksanakan,

mengoperasionalkan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta

melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat dan di

lingkungan sekolah.

Tujuan dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis

masyarakat (Pamsimas) adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap

air bersih dan sanitasi guna mengubah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat miskin

pedesaan dan peri-urban). Secara khusus program Pamsimas bertujuan untuk :

(21)

commit to user

minum dan sanitasi yang berkelanjutan, kapasitas lokal baik pemerintah lokal

maupun masyarakat dalam menyebarluaskan model program penyediaan sarana

air minum dan sanitasi, efektifitas dan keberlanjutan jangka panjang dari

infrastruktur sarana air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat serta pembangunan

ekonomi desa/kelurahan dalam mendukung operasional dan pemeliharaan

infrastruktur yang telah dibangun.

Kegiatan program Pamsimas dibagi menjadi lima bagian : a)

pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal, pembiayaan

pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal dalam rangka

mengarusutamakan dan menyebarluaskan pendekatan Pamsimas terhadap

peningkatan akses terhadap sarana air minum, sanitasi dan kesehatan, b)

dukungan terhadap kegiatan peningkatan sanitasi dan perilaku hidup sehat

termasuk penyebaran pendekatan CLTS (Community Led Total Sanitation) atau

sanitasi total berbasis masyarakat, kesehatan dan sanitasi sekolah serta promosi

kesehatan, c) dana hibah untuk penyiapan dan implementasi pembangunan sarana

air minum dan sanitasi masyarakat dan sekolah, d) dana hibah untuk inovasi dan

insentif bagi Desa dan kabupaten dalam mengarusutamakan dan replikasi

program Pamsimas, serta e) dukungan administrasi dan manajemen program

Pamsimas.

Oleh karena itu, dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka Pemerintah

Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia pada tahun 2008 memberi bantuan

untuk masyarakat yang terbatas akses air bersihnya, kekurangan sanitasi dasar

(22)

commit to user

sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) salah satunya di Kabupaten Sragen,

Propinsi Jawa Tengah. Posting pendanaan program PAMSIMAS:

1. APBN/Loan Bank Dunia : Rp 192.500.000 (70%)

2. APBD Kab/Kota : Rp 27.500.000 (10%)

3. Kontribusi Masy. Desa : Rp 11.000.000 ( 4%) cash

Rp 44.000.000 (16%) tenaga & material

Total dana per Desa : Rp 275.000.000

Desa sasaran program Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 sebanyak

sembilan Desa yaitu: Desa Jetis Kecamatan Sambirejo, Desa Tanggan Kecamatan

Gesi, Desa Banyurip Kecamatan Jenar, Desa Jembangan Kecamatan Plupuh, Desa

Kalangan Kecamatan Gemolong, Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe, Desa

Ngandul Kecamatan Sumber Lawang, Desa Girimargo Kecamatan Miri dan Desa

Gebang Kecamatan Sukodono.

Semua Desa tersebut sudah melaksanakan dan menyelesaikan proses

program, dan tentunya dengan berbagai opsi (pilihan) penyediaan air minum dan

peningkatan sanitasi di Desanya masing-masing. Mendasar pada tujuan program

Pamsimas, yaitu peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi

guna mengubah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat, oleh karena

itu peneliti tertarik untuk mengambil judul tesis ” Dampak Implementasi Program

Pamsimas Terhadap Upaya Penanggulangan Kebutuhan Akses Air Minum dan

(23)

commit to user 1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari uraian dalam latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah dampak implementasi Program Pamsimas terhadap Desa-desa

sasaran tahun 2008 di Kabupaten Sragen?

2. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan Pamsimas di

Kabupaten Sragen tahun 2008?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Mengetahui dampak implementasi Program Pamsimas terhadap Desa-desa

sasaran tahun 2008 di Kabupaten Sragen.

2 Mengetahui kendala yang dihadapi dalam melaksanakan Program Pamsimas

di Kabupaten Sragen tahun 2008.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat yakni sebagai berikut :

1. Bersifat Teoritis

a. Bagi mahasiwa dapat memperoleh pengetahuan tentang bagaimana peran

program Pamsimas terhadap upaya pengentasan kemiskinan

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi

mahasiswa dan pemerhati masalah sosial khususnya tentang kemiskinan

2. Bersifat Praktis

a. Pengambil kebijakan dan keputusan mengenai Program Pemberdayaan

(24)

commit to user

dapat mengatasi hambatan - hambatan yang muncul dalam

mengimplementasikan program.

b. Memberikan informasi dan wawasan bagi pembaca dan penulis lain

(25)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan merupakan konsep yang muncul setelah adanya

perencanaan advokasi dan perencanaan komunikatif. Pemberdayaan dapat

didefinisikan sebagai sebuah proses/ mekanisme di mana sekelompok orang,

organisasi atau masyarakat memiliki penguasaan atas masalah yang dialami

(Rappaport, 1987).

Menurut Cornell Empowerment Group, pemberdayaan masyarakat adalah

suatu proses yang sedang dan terus berlangsung secara sengaja dan berpusat pada

masyarakat lokal yang berpikiran kritis, memiliki prinsip saling menghormati,

kepedulian terhadap sesama dan partisipasi kelompok, yang mana melalui proses

ini mereka yang tidak memiliki akses akan keadilan alokasi sumber daya,

memiliki akses dan kendali akan sumber daya tersebut (Perkins and Zimmerman,

1995).

Asumsi teori pemberdayaan: (1) Pemberdayaan memiliki bentuk yang

berbeda untuk (sekelompok) orang yang berbeda. (2) Pemberdayaan memiliki

bentuk yang berbeda dalam situasi berbeda. (3) Pemberdayaan berfluktuasi atau

berubah sesuai dengan perubahan waktu.

Syarat berlangsungnya proses pemberdayaan: (1) Anggota masyarakat

memiliki rasa kemasyarakatan (sense of community/ guyub/ kebersamaan) dan

mereka aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. (2) Partisipasi warga,

yaitu suatu proses dimana tiap individu ikut ambil bagian dalam proses

(26)

commit to user

pengambilan keputusan dalam lembaga, program dan lingkungan dimana mereka

berada. (Mulayadi ST, 2005)

Menurut TDr. Wahyudi Kumorotomo tiga bentuk tingkatan partisipasi dan

pemberdayaan masyarakat yakni: 1. Partisipasi dalam pemilihan (electoral

participation), 2. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (decision-making

participation) 3. Partisipasi dalam menentukan isi keputusan publik (determining

the content of policies).

Selain itu program penanggulangan kemiskinan juga harus melibatkan

partisipasi masyarakat, karena dengan partisipatif model ada beberapa

keuntungan, yakni: menguatkan rasa tanggungjawab, menunjang efisiensi;

keberhasilan pembangunan akan lebih terjamin dan membantu proses pelaksanaan

program secara teknis. Hal ini didukung dengan UU No. 25/2004: Pemda

hendaknya menciptakan bottom-up planning, dan UU No. 32/2004:

“pembangunan harus memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan

kreativitas, dan meningkatkan peran serta masyarakat” (TDr. Wahyudi

Kumorotomo).

Kiat mengembangkan program partisipatif Menurut TDr. Wahyudi

Kumorotomo: (1). Orientasi pada hasil, jangan pada target, (2). Jangan

menimbulkan ketergantungan, jangan bersifat bagi-bagi habis (charity), (3).

Jangan hanya mengakomodasi kelompok tertentu, (4). Program harus

mengembangkan rasa tanggungjawab, serta (5). Penanggulangan kemiskinan

(27)

commit to user

Menurut Mulayadi ST (2005) Landasan teoritis dalam pembangunan

masyarakat dalam konsep Community Development atau pembangunan

masyarakat, teknik perencanaan yang digunakan adalah : (1) Perencanaan

advokasi. (2) Perencanaan komunikatif. (3) Pemberdayaan.

Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa fokus pada gender

memberi manfaat yang lebih besar dari sekedar kemampuan proyek untuk

menyediakan air dan sanitasi yang baik, yang tercermin dalam beberapa aspek

seperti proses penyediaan yang lebih baik, pengoperasian dan pemeliharaan yang

lebih baik, pengembalian biaya, dan kesadaran terhadap higiene. Adapun

manfaat-manfaat tersebut, termasuk, antara lain:

a. Manfaat ekonomi: Akses yang lebih baik pada air akan memberi kaum

perempuan waktu yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas

mendatangkan pendapatan, menjawab kebutuhan-kebutuhan anggota

keluarga, atau memberikan kesejahteraan dan waktu luang untuk

kesenangan mereka sendiri. Perekonomian, secara keseluruhan, dapat pula

memberikan berbagai manfaat.

b. Manfaat kepada anak-anak: Kebebasan dari pekerjaan mengumpulkan dan

mengelola air yang memakan waktu dapat membuat anak-anak, khususnya

anak perempuan untuk bersekolah. Oleh sebab itu, dampaknya diharapkan

dapat mencapai antargenerasi.

c. Pemberdayaan terhadap kaum perempuan: Keterlibatan dalam

proyek-proyek penyediaan air dan sanitasi akan memberdayakan kaum

(28)

commit to user

dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan

pendapatan dan sumber daya-sumber daya produktif seperti kredit.

Partisipasi dari pihak yang mendapatkan manfaat dan perhatian kepada

pengurangan tingkat kemiskinan merupakan dua penentu utama atas efektivitas

dan kesinambungan pengelolaan penyediaan air dan sanitasi. Sebuah proyek

penyediaan air dan sanitasi harus memperhatikan kendala-kendala partisipasi

kaum perempuan dalam desain proyek, konstruksi, operasional dan pemeliharaan

(O&M), pelatihan, serta monitoring dan evaluasi (M&E).

Proyek tersebut juga harus memperhatikan hubungan antara gender dan

kemiskinan dengan mengidentifikasi, misalnya, rumah tangga yang dikepalai

kaum perempuan dan kebutuhan-kebutuhan khusus rumah tangga tersebut.

Pemberdayaan adalah terminologi yang paling sering disejajarkan dan

digunakan dalam upaya poverty reduction. Pemberantasan kemiskinan

memerlukan keterlibatan perempuan dalam pembangunan sosial dan ekonomi,

kesempatan yang sama dan partisipasi penuh dan adil antara laki-laki dan

perempuan sebagai agen pembangunan berkelanjutan. Pemberdayaan merupakan

proses peningkatan kapasitas seseorang atau kelompok dalam menentukan pilihan

guna melakukan suatu aksi atau output yang diinginkan. Pemberdayaan

merupakan kombinasi antara dua faktor yang saling terkait yakni agency dan

struktur peluang. Agency yang dimaksud adalah kemampuan seseorang dalam

menentukan pilihan yang berarti baginya. Sedangkan struktur peluang adalah

berbagai aspek yang membuat seseorang dapat berbuat sesuatu karena

(29)

commit to user

sebagai dalam situasi dimana terdapat ketidakseimbangan relasi kekuasaan, maka

seseorang yang memiliki kapasitas yang memadai mampu melakukan

pilihan-pilihan yang efektif serta dapat memperoleh benefit dari berbagai upaya yang

berusaha menekan angka kemiskinan.

Pemberdayaan perempuan yang dicanangkan dalam Millenium

Development Goals untuk mengurangi kemiskinan berwajah perempuan memiliki

tiga dimensi yaitu Human Capability, kemampuan manusia dalam hal pendidikan,

kesehatan dan gizi, dengan menghilangkan gap pendidikan bagi perempuan dan

laki-laki hingga sekolah menengah; Acces to resources and opportunity, akses

terhadap sumber daya dan kesempatan yang mengacu pada aset ekonomi dan

partisipasi politik; dan Security, terutama kerentanan perempuan terhadap

kekerasan. Pemberdayaan perempuan dapat menekan angka kemiskinan dengan

mengubah dan memperbaiki hidup perempuan. Pemberdayaan perempuan dapat

dilakukan dengan pendekatan pembangunan berbasis hak, bahwa setiap orang

memiliki berbagai hak yang mendasar yang mana setiap negara wajib untuk

memajukan, meningkatkan dan melindungi hak-hak warga negaranya, untuk

hidup layak termasuk untuk tidak hidup dalam kemiskinan. Amartya Sen juga

menggarisbawahi relevansi antara kebebasan, hak asasi manusia dan

pembangunan. Dengan memasukkan konsep hak, kemampuan (dan kapasitas),

peluang, kebebasan dan hak-hak individu ke dalam diskursus kemiskinan, maka

kemiskinan dapat dikategorikan sebagai suatu yang bertentangan dengan hak-hak

(30)

commit to user

Pemberdayaan perempuan dapat berupa pemberdayaan hukum yang

diintegrasikan dengan kegiatan pelayanan hukum yang dilengkapi dengan

berbagai kegiatan pendidikan masyarakat/publik, advis hukum, dan reformasi

hukum. Perempuan yang telah berdaya secara hukum atau dengan perkataan lain

telah menyadari hak-hak hukumnya, maka dapat memberikan perlindungan

terhadap dirinya sendiri. Pemberdayaan perempuan dapat juga diintegrasikan ke

dalam kegiatan pembangunan sosial ekonomi seperti pembangunan desa,

kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi dan perumahan. Perempuan yang

telah berdaya dapat memfokuskan dirinya sebagai agent of change baik bagi

perempuan lainnya maupun terhadap masyarakat pada umumnya yang akan

memberikan sumbangan yang besar dalam upaya perlindungan perempuan dan

lebih jauh lagi menekan kemiskinan perempuan (Dewi Mayavanie Susanti).

2.2 Konsep Kemiskinan

Menurut Aris Munandar dalam Jurnal Universitas Paramadina Vol.2 No.

1, September 2002: 12-24, pembangunan adalah sebuah istilah yang sangat

populer dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama pada masa Orde Baru. Kata

ini seakan-akan menjadi suatu kekuatan besar yang memberikan energi dan

motivasi kepada bangsa Indonesia untuk meraih keberhasilan dan kesejahteraan

dalam segala aspek kehidupan.

Kebijakan dan program pembangunan yang disusun setiap lima tahun

(Repelita) sekali dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai

landasan operasionalnya telah “membius” dan menambah keyakinan masyarakat

(31)

commit to user

statistik, dan dukungan dunia internasional yang menunjukkan kesuksesan

pelaksanaan pembangunan - menurunnya angka kemiskinan sampai 15% pada

tahun 1990; angka pertumbuhan ekonomi (PNB) yang tinggi, mencapai 7,34%

tahun 1993 dan pendapatan perkapita (PDB) mencapai 919 dolar per tahun;

perkembangan teknologi dan industri (industri pesawat terbang dan mobil

nasional); serta indikator-indikator sosial-ekonomi lainnya - semakin menambah

kepercayaan bangsa Indonesia akan keampuhan dan “kesaktian” kata

pembangunan, meskipun dalam kenyataannya sebagian besar mereka hidup dalam

kesulitan dan kebodohan karena kemiskinan.

Kita terjebak dengan laporan dan angka-angka statistik yang begitu

meyakinkan, karena selama itu (Orde Baru) keberhasilan dalam pencapaian

pembangunan sangat bias ekonomi. Sebagaimana dikatakan oleh Arief Budiman

(1995): Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala

hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud terutama adalah

kemajuan material. Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan

yang dicapai oleh sebuah masyarakat dalam bidang ekonomi.

Kemiskinan menurut pendekatan ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu

keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai

dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga,

mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil Salim

(32)

commit to user

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok

seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain – lain” (Emil Salim,1982:41).

Pengertian “Miskin” menurut kamus yang disusun oleh WJS

Porwadarminta, berarti “tidak berharta benda, serba kurang”. Sementara The

Concise Oxford Dictionary memberikan definisi “ Poor” sebagai “ Lacking

adequate money or means to live comfortably”. Dari kedua pengertian tersebut

jelas sekali bahwa pengertian kemiskinan tidak semata-mata berhubungan dengan

uang saja. Pengertian harta benda lebih luas dari sekedar uang. Demikian juga

halnya dengan “means to live comfortably” (Tjiptoheriyanto, 1996 : 109).

Kemiskinan kemudian didefinisikan lebih luas dari sekedar miskin pendapatan.

Menurut Reitsma dan Kleinpenning (1996) kemiskinan adalah ketidakmampuan

untuk memenuhi kebutuhan seseorang, baik yang mencakup material maupun

non-material. Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat (1997:78) membedakan

kemiskinan ke dalam tiga pengertian, yaitu :

a. Kemiskinan Absolut

Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya

dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang,

kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan

bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan

(33)

commit to user

b. Kemiskinan Relatif

Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun

relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan

relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang belum menjangkau

seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

c. Kemiskinan Kultural

Kemiskianan kultural ini mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat

yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan untuk memperbaiki

tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

Adapun ciri – ciri mereka yang tergolong miskin menurut Gunawan

Sumodiningrat (1997) adalah :

1. Sebagian besar dari kelompok yang miskin ini terdapat di pedesaan dan

mereka ini umumnya buruh tani yang tidak memiliki lahan sendiri.

Kalaupun ada yang memiliki tanah luasnya tidak seberapa dan tidak cukup

untuk membiayai ongkos hidup yang layak.

2. Mereka itu pengangguran atau setengah menganggur. Kalau ada pekerjaan

maka sifatnya tidaklah teratur atau pekerjaan tidaklah memberi pendapatan

yang memadai bagi tingkat hidup yang wajar.

3. Mereka berusaha sendiri, biasanya dengan menyewa peralatan dengan

orang lain. Usaha mereka kecil dan terbatas dengan ketiadaan modal.

4. Rata – rata semua tidak memiliki peralatan kerja atau modal sendiri.

Kebanyakan dari mereka tidak berpendidikan, apabila ada, tingkat

(34)

commit to user

5. Mereka kurang berkesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang

cukup bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan,

komunikasi dan fasilitas kesejahteraan sosial pada umumnya (Gunawan

Sumodiningrat, 1997 : 19)

Menurut Mohtar Mas’oed (2003) berdasarkan penyebabnya kemiskinan

dapat dibedakan dalam dua jenis yakni :

1. Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan ini timbul akibat kelangkaan sumber – sumber daya alam,

kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairandan kelangkaan prasarana.

2. Kemiskinan Buatan

Kemiskinan ini timbul akibat munculnya kelembagaan (seringkali akibat

modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang membuat anggota masyarakat

tidak dapat menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi yang ada secara

merata (atau disebut juga dengan kemiskinan struktural) (Mohtar Mas’oed, 2003 :

138)

Dimensi utama kemiskinan adalah politik, sosial budaya dan psikologi,

ekonomi, dan akses terhadap aset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling

mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat

tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umumnya

tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan,

takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit akibat kekurangan air

bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki

(35)

commit to user

Maka ciri – ciri masyarakat miskin dapat dilihat sebagai berikut :

1. Secara politik : tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan

yang menyangkut hidup mereka.

2. Secara sosial : tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada

3. Secara ekonomi : rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan,

pendidikan, ketrampilan yang berdampak pada penghasilan.

4. Secara budaya dan tata nilai : terperangkap dalam budaya rendahnya

kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, dan fatalisme.

5. Secara lingkungan hidup : rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset

lingkungan hidup, seperti air bersih dan penerangan. Kondisi tersebut

menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti

sandang, pangan, papan, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi,

kebebasan, partisipasi, dan waktu luang (Fernandes, 2000).

Pengertian kemiskinan menurut komite penanggulangan kemiskinan dapat

didefinisikan sebagai berikut :

1. BPS : Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi

kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari.

2. BKKBN : Kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat

melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2 kali sehari,

tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja, dan bepergian, bagian

terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu membawa anggota keluarga

ke sarana kesehatan. Pengertian ini lebih lanjut menjadi keluarga miskin,

(36)

commit to user

a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging, ikan/telur.

b. Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu

stel pakaian.

c. Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni.

Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak

dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,

bekerja/sekolah, dan bepergian.

c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah

3. Bank Dunia : Kemiskinan adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak

dengan penghasilan US $ 1 per hari per tahun.

Pada umumnya definisi kemiskinan adalah pendapatan minimum yang

dibutuhkan untuk memperoleh masukan kalori dasar. Salah satu pendekatan yang

paling baik dan mengimplementasikan matriks keseluruhan dari kemiskinan

adalah konsep kebutuhan dasar dari Filipina (ADB, 1999) yang mendefinisikan

dalam 3 tingkat hierarki kebutuhan yaitu :

a.Survival : makanan/gizi, kesehatan, air bersih/sanitasi, pakaian.

b.Security : rumah, damai, pendapatan, pekerjaan.

c.Enabling : pendidikan dasar, partisipasi, perawatan keluarga, psikososial.

Menurut Niken S, 2007 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya

kebutuhan manusia itu bermacam – macam maka kemiskinan pun memiliki

(37)

commit to user

1). Aspek Primer berupa :

- Miskin aset.

- Organisasi sosial politik.

- Pengetahuan dan Keterampilan.

2). Aspek Sekunder berupa :

- Jaringan sosial

- Sumber Keuangan dan Informasi.

Penyebab Kemiskinan :

a. Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah sangat beragam

(berbeda) ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi

yang masih rendah.

b. Kebijakan dalam negeri seringkali dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri

atau internasional antara lain dari segi pendanaan.

Menurut Izza Mafruhah, Indeks Kemiskinan Manusia diperkenalkan

pertama kali oleh UNDP (United Nation Development Program), dengan

mengkombinasikan antara indikator angka harapan hidup, tingkat buta huruf,

tingkat kekurangan gizi, akses terhadap air bersih dan tingkat pelayanan

kesehatan. Indikator – indikator yang mendasarinya tidak dari kelompok

masyarakat yang sama (izzamafruhah.wordpress.com/multidimensi-kemiskinan)

Indeks kemiskinan manusia menggambarkan sebaran dari ketertinggalan

masyarakat atas kemajuan yang sudah ada dalam suatu negara. Di negara – negara

yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, difokuskan pada deprivasi dalam

(38)

commit to user

untuk tidak bertahan hidup hingga usia 40 tahun, pengetahuan yang diukur dengan

angka buta huruf pada orang dewasa, dan ketersediaan sarana umum yang diukur

dengan prosentase penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap sumber air

bersih, prosentase penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap fasilitas

kesehatan dan persentase anak – anak di bawah usia 5 tahun dengan berat badan

kurang. (BPS, Bappenas, UNDP, 2001 )

Secara nyata, IKM merupakan indikator hasil secara langsung terhadap

program – program pengentasan kemiskinan yang dilakukan baik secara nasional

maupun daerah. Namun selama ini ukuran yang digunakan oleh BPS dalam

menghitung angka kemiskinan hanya berdasarkan jumlah penduduk yang hidup di

bawah garis kemiskinan yang diukur dari biaya hidup atau pengeluaran konsumsi

yang dimiliki oleh masyarakat untuk hidup secara layak.

Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup

orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.

Sehingga Bank Dunia ( world bank ) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian

antara lain :

a) Jika 40 % jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 %

pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang.

b) Apabila 40 % lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12 –

17 % pendapatan nasional dianggap sedang.

c) Jika 40 % dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 %

(39)

commit to user

Dari beberapa definisi kemiskinan tersebut, penulis berpendapat bahwa

kemiskinan bukan hanya sekedar ketidak mampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya saja, kemiskinan juga mencakup aspek sosial dan moral.

Misalnya, kurangnya kesempatan berusaha, budaya hidup, dan lingkungan dalam

suatu masyarakat, yang menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Tetapi

pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah

kemiskinan material.( Niken Setyaningsih, 2007)

2.3 Pengukuran Kemiskinan

Tidaklah mudah untuk menarik suatu batas yang cukup jelas antara

penduduk miskin dan yang tidak miskin. Langkah pertama untuk memperkirakan

jumlah kaum miskin dengan mendefinisikan garis kemiskinan. Garis kemiskinan

pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya, ternasuk jenis pangan dan bukan pangan. BPS

menggunakan data pengeluaran sebagai representasi dari pendapatan untuk

mendefinisikan titik dasar minimum standar ini bagi kebutuhan pangan dan bukan

pangan. BPS mengartikan penduduk miskin sebagai penduduk yang tingkat

pendapatannya masih dibawah kebutuhan minimum, bahkan mungkin dibawah

Kebutuhan Fisik Minimumnya (KFM). Jumlah pendapatan yang diperlukan untuk

mencapai tingkat kebutuhan minimumnya inilah yang lazim disebut sebagai

“Garis Kemiskinan”.

Pendekatan-pendekatan terhadap formulasi garis kemiskinan terletak

(40)

commit to user

a. Pendekatan yang berdasarkan pada beras, termasuk ukuran-ukuran lain atas

dasar jumlah bahan makanan yang digunakan.

b. Pendekatan yang didasarkan pada pemasukan atau pengeluaran

(Tjondronegoro dalam Husken, 1997 : 194)

Menurut Mohtar Mas’oed (2003) untuk mengukur kemiskinan di

Indonesia dikenal tiga cara. Yang pertama adalah metode yang dikembangkan

oleh Prof. Sajogjo, menurut metode ini orang miskin adalah yang tidak mampu

memperoleh penghasilan per kapita setara 320 kg beras, untuk penduduk desa,

atau 480 kg beras untuk penghuni kota.

Garis kemiskinan Sajogjo secara khusus tidak dibuat untuk mendefinisikan

kaum miskin dan non miskin. Dasar yang dirujuk sebagai garis kemiskinan

Sajogjo adalah kandungan makanan dan gizi dalam kaitan dengan Program

Pemajuan Gizi Keluarga Terapan. Konsep ini mengubah pengeluaran perkapita

dengan padanan beras, yaitu pendapatan diekspresikan dalam jumlah beras yang

dapat dibeli. Dengan kemajuan yang terus menerus dalam pembangunan ekonomi,

dan ketika kajian tentang gizi dilakukan, sekarang itu tidak mencukupi, lantaran ia

tidak dapat manunjukkan pengeluaran bagi pemenuhan kebutuhan– kebutuhan

seperti kesehatan, sekolah, dan perumahan di kawasan urban dan rural.

Ketidakuntungan lebih jauh dari garis kemiskinan Sajogjo terletak pada fakta

bahwa harga – harga beras telah naik dibandingkan dengan harga – harga

komoditas lain yangdiperlukan.

Metode kedua dikembangkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan

(41)

commit to user

Sosial – Ekonomi Nasional (SUSENAS). Metode ketiga adalah

kriterionkesejahteraan yang disebut indeks Kebutuhan Fisik Minimum (KFM),

yaitu nilai barang dan jasa minimum yang diperlukan oleh satu keluarga kota per

bulan, Indeks tidak didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh Departemen

Tenaga Kerja setiap enam bulan untuk menetapkan tingkat upah minimum buruh.

KFM ditetapkan per propinsi (Mohtar Mas’oed, 2003 : 137). Masing – masing

metode itu mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun diantara ketiga metode

itu, kriteria yang umum dipakai adalah yang diterbitkan oleh BPS.

Metode BPS yang digunakan secara resmi menggunakan pendekatan basic

needs approach atau kemiskinan yang dikonseptualisasikan sebagai ketidak

mampuan memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini kemiskinan dipandang dari

sisi ketidakmampuan ekonomi. BPS mendefinisikan garis kemiskinan pemenuhan

kebutuhan minimmal makanan 2100 kalori untuk setiap orang per hari

(Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998). Serta kebutuhan bukan makanan

(perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi serta kebutuhan dasar

bukan makanan lainnya). Untuk batas kecukupan makanan dihasilkan dari 52

jenis komoditi sedangkan untuk paket komoditi bukan makanan mencakup 51

jenis komoditi diperkotaan (27 sub kelompok pengeluaran) dan 47 jenis komoditi

di pedesaan (27 sub kelompok pengeluaran).

Secara matematis, Indeks Kemiskinan Manusia diformulasikan sebagai

berikut:

IKM = [ 1/3 ( P13 + P23 + P33) ]1/3

(42)

commit to user

P1 : Didefinisikan sebagai peluang suatu populasi untuk hidup sampai umur 40

th, metode yang digunakan sama dengan penghitungan untuk IPM. Data

yang digunakan adalah data susenas.

P2 : Didefinisikan sebagai angka buta huruf usia dewasa ( 15 tahun ke atas )

P31: Didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air

PAM, air pompa, air sumur yang letaknya lebih dari 10 m dari septik tank.

Indonesia biasanya dikumpulkan dari data Susenas 1998.

2.4 Program Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah sebenarnya telah melaksanakan upaya penanggulangan

kemiskinan sejak pembangunan ber-pelita yaitu Pelita I yang sudah menjangkau

pelosok tanah air. Upaya ini telah menghasilkan perkembangan yang positif.

Namun demikian krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menimbulkan

lonjakan pengangguran dan meningkatkan kemiskinan. Disisi lain menyadarkan

kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan perlu

dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk meningkatkan taraf hidup. Ada

beberapa alasan penting mengapa kemiskinan perlu mendapat perhatian untuk

ditanggulangi, yaitu :

1. Kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung bagi kaum miskin,

akses terhadap perubahan politik dan institusional sangat terbatas.

2. Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin

ke dalam tindak kriminalitas.

3. Bagi para pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri juga mencerminkan

(43)

commit to user

(Tjiptoherijanto, 1996 : 71). Sesungguhnya, Indonesia telah cukup memiliki

perhatian terhadap kelompok miskin, terlihat dari berbagai produk hukum dan

kebijakan yang telah dibuat selama ini. Hal ini mengindikasikan adanya

perhatian khusus bagi mereka yang secara kategorial sangat miskin dan tidak

bisa didekati dengan strategi ekonomi yang normal. Dengan kata lain,

pemerintah memandangnya sebagai kewajiban sosial dengan memberikan

bantuan – bantuan yang berformat hibah.

Dasar hukum utama program penanggulangan kemiskinan adalah UUD

1945. pada pasal 34 UUD 1945 yang terdiri dari 4 ayat, dicantumkan secara jelas

landasan program kemiskinan sebagai berikut :

Ayat 1 : Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Ayat 2 : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyrakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan.

Ayat 3 : Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang undang.

Khusus pada ayat 1 terlihat bahwa program bantuan untuk anak – anak

terlantar dan fakir miskin bukanlah bantuan yang bertujuan untuk merangsang

kemampuan ekonomi, setidaknya dalam waktu dekat. Kemudian dalam pasal 28

ayat 5 yang berbunyi “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan

(44)

commit to user

persaman dan keadilan”. Ayat ini menunjukkan bahwa pemerintah diperbolehkan

memberikan perlakuan yang khusus kepada satu kelompok masyarakat, sehingga

prinsip “adil dalam peluang” dapat dikedepankan dengan memberikan

kemampuan yang relatif seimbang pada mereka yang membutuhkan.

Pada tingkatan yang lebih implementatif, dalam Undang – Undang No. 5

tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan

empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :

1. Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan ekonomi

makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum.

2. Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan meningkatkan

akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

3. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan

perumahan.

4. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang memiliki cacat

fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisolir, serta terkena

pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.

Poin keempat menunjukkan secara tegas perlunya kebijakan yang

segmentatif, salah satunya berupa program perlindungan sosial yang

mengkhususkan kelompok paling bawah. Tiga bentuk program sebelumnya (poin

1, 2, dan 3) belum dapat diakses oleh kelompok paling miskin. Pemerintah juga

menyadari bahwa keluarga miskin tidak saja berlokasi pada desa – desa miskin di

wilayah terpencil dimana telah tercakup dalam program IDT, tetapi juga di tempat

(45)

commit to user

baru dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan upaya pemberdayaan

masyarakat melalui sasaran kelompok masyarakat tidak individual lagi dan setiap

upaya pemberdayaan baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha maupun

kelompok peduli masyarakat miskin seharusnya dipandang sebagai pancingan dan

pemacu untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Untuk itu maka dalam berbagai

upaya penanggulangan kemiskinan memenuhi lima hal pokok sebagai berikut :

a. Bantuan dana sebagai modal usaha.

b. Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan sosial

ekonomi masyarakat.

c. Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi barang dan

jasa masyarakat.

d. Pelatihan bagi aparat dan masyarakat.

e. Penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat (Sumodiningrat, 1997 : 7

dalam Niken S, 2007).

Menurut Niken S, 2007 strategi / kebijakan dalam mengurangi kemiskinan

antara lain:

1. Pembangunan Sektor Petanian

Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena

sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan

masyarakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin.

Terutama sekali teknologi disektor pertanian dan infrastruktur.

(46)

commit to user

Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya

yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga

pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh

pemerintah.

3. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat

Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat

sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan

dan program pengentasan kemiskinan. ( Niken Setyaningsih, 2007)

2.5 Arah Kebijakan Pembangunan

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, maka kebijakan penanggulangan

kemiskinan pada tahun 2007 di arahkan pada perluasan akses masyarakat miskin

atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar.

Perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur dasar meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut.

a. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan, meliputi:

(1) Penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/MI/SDLB,

SMP/MTs, Pesantren Salafiyah dan Satuan Pendidikan Non-Islam setara

SD dan SMP.

(2) Beasiswa siswa miskin jenjang SMA/SMK/MA.

(3) Pengembangan pendidikan keaksaraan fungsional.

(47)

commit to user

(1) Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya

sebagai pendukung desa siaga.

(2) Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit.

(3) Peningkatan sarana dan prasarana pelayana kesehatan dasar terutama di

daerah perbatasan, terpencil, tertinggal dan kepulauan.

(4) Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan terutama untuk penanganan

penyakit menular dan berpotensi wabah, pelayanan kesehatan ibu dan anak,

gizi buruk dan pelayanan kegawatdaruratan.

(5) Pelatihan teknis bidan dan tenaga kesehatan untuk menunjang percepatan

pencapaian MDG.

c. Peningkatan sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat miskin, meliputi:

(1) Pembangunan dan rehabilitasi perumahan nelayan dan perumahan rakyat di

wilayah perbatasan dan pulau kecil sebanyak 2.600 unit;

(2) Pengembangan lembaga kredit mikro perumahan sebanyak 8 kegiatan;

(3) Pengembangan subsidi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan

rendah;

(4) Peningkatan kualitas kawasan kumuh, desa tradisional, desa nelayan dan

desa eks transmigrasi di 150 kawasan;

(5) Pembangunan prasarana dan sarana permukiman di pulau kecil, kawasan

terpencil di 25 kawasan;

(6) Pembangunan prasarana dan sarana air minum melalui pendekatan

pemberdayaan masyarakat di 105 lokasi /desa miskin, desa rawan air, desa

(48)

commit to user

d. Pengembangan program (uji coba) subsidi langsung tunai bersyarat, meliputi:

(1) Penyediaan Subsidi Langsung Tunai Bersyarat bidang pendidikan dan

kesehatan kepada rumah tangga miskin di beberapa kabupaten percontohan;

(2) Penyediaan dukungan pembinaan peningkatan kesejahteraan bagi rumah

tangga miskin (journal.ui.ac.id/.../03_Kemiskinan%.pdf-penanggulangan

(49)

commit to user 2.6 Kerangka berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diterangkan di muka, maka dapat

disusun kerangka berpikir dalam penelitian ini :

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

1. Dampak program

terhadap Desa

2. Kendala selama

proses pelaksanaan Bantuan program

Pamsimas

APBN, APBD

9 Desa sasaran

Kabupaten

Sragen 2008

1. Pendekatan

pemberdayaan

(50)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto,

2006:130). Sugiyono (2003:55) dalam Niken S, 2007 mengemukakan, populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Desa sasaran Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 yang berjumlah sembilan

Desa.

3.2 Sampel

Pada dasarnya semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama

untuk menjadi anggota sampel dalam sebuah penelitian (Sutrisno Hadi,

2000:220). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode quota sample yaitu teknik sampling yang dilakukan berdasarkan pada

jumlah yang sudah ditentukan. (Suharsimi Arikunto, 2006:141)

Pada penelitian ini seluruh sampel berdasar pada jumlah populasi

penelitian, yaitu Desa sasaran Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 yang

berjumlah sembilan Desa.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan gejala yang bervariasi yang diamati dalam

suatu penelitian, atau dapat dikatakan bahwa variabel penelitian adalah objek

penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:118). Adapun variabel dalam penelitian ini

adalah :

(51)

commit to user

1. Implementasi program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis

masyarakat dalam mengatasi permasalahan air minum di masyarakat miskin.

Indikator pengukuran :

a. Tingkat pemanfaat: banyaknya pemanfaat yang menikmati hasil program

Pamsimas serta berapa besar kemampuan membayar masyarakat terhadap

sarana air minum pasca program.

b. Tingkat kesehatan masyarakat : Perubahan yang terjadi di masyarakat,

dalam hal berperilaku hidup bersih dan sehat, serta peningkatan kualitas

jamban dan buang air besar sembarangan (BABS)

2. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program penyediaan

air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas)

3.4 Sumber dan Metode Pengumpulan Data

1. Survey dan Monitoring

Yaitu suatu kegiatan pengamatan peneliti terhadap populasi untuk

memperoleh data (Suharsimi Arikunto, 1998 : 193). Dalam penelitian ini populasi

yang diamati peneliti ialah masyarakat di Desa penerima program Pamsimas.

2. Dokumentasi

Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel/yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006:231).

Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data

(52)

commit to user

3. Kuesioner atau Angket

Metode kuesioner atau Angket ialah salah satu metode yang digunakan

sebagian besar peneliti untuk memperoleh data (Suharsimi Arikunto, 2006:225).

Dalam penelitian ini metode kuesioner atau Angket digunakan untuk mengetahui

banyaknya pemanfaat yang menikmati hasil program Pamsimas, berapa besar

kemampuan membayar masyarakat terhadap sarana air minum pasca program,

dan perubahan tingkat kesehatan masyarakat dalam hal berperilaku hidup bersih

dan sehat, serta peningkatan kualitas jamban dan buang air besar sembarangan

(BABS).

4. Wawancara (indepth interview)

Wawancara atau indepth interview adalah alat pengumpul informasi

dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan. Wawancara merupakan bagian

dari teknik komunikasi dimana pencari data mengadakan tanya jawab dengan

narasumber untuk menggali data yang diperlukan (Niken Setyaningsih, 2007).

Dalam penelitian ini indepth interview dilakukan terhadap Tim Koordinasi

Kabupaten (TKK), District Project Management Unit (DPMU), Tim Fasilitator

Mayarakat (TFM), Lembaga Kswadayaan Masyarakat (LKM) Desa dan

Masyarakat pemanfaat.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,

yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau simbol (Suharsimi

(53)

commit to user

pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–

fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu (Niken S, 2007)

Menurut Sugiyono (2002:21) statistik deskriptif adalah statistik yang

berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang

diteliti melalui data sampel atau populasi sebagimana adanya, tanpa melakukan

analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Dalam statistik deskriptif

akan dikemukakan cara-cara penyajian data, dengan tabel biasa maupun distribusi

frekuensi; grafik garis maupun batang; diagram lingkaran; piktogram; penjelasan

kelompok melalui modus, median, mean, dan variasi kemlompok melalui rentang

dan simpangan baku.

Menurut Niken S, (2007) Penelitian deskriptif dapat dilengkapi dengan

penggambaran secara persentase atau tabel. Adapun rumus perhitungan persentase

yang digunakan sebagai berikut:

% = n x 100 % N

dimana :

% = Persentase yang diperoleh

n = Jumlah skor yang diperoleh dari data

(54)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Sragen

Secara geografis Kabupaten Sragen merupakan dataran yang mempunyai

ketinggian antara 75 s/d 300 meter diatas permukaan laut. Iklim yang ada di

daerah Kabupaten Sragen adalah tropis dan bertemperatur sedang dengan curah

hujan rata-rata 3000 s/d 3700 mm/th. Luas wilayah Kabupaten Sragen 941,55

Km² dengan jumlah penduduk 894.031 jiwa, kepadatan penduduk 950 jiwa/Km.

Kondisi alam Kabupaten Sragen dibedakan menjadi 2 wilayah, berdasarkan letak

wilayah kecamatan tersebut terhadap Sungai Bengawan Solo, yaitu 9 wilayah

kecamatan berada di sebelah selatan Sungai Bengawan Solo, 11 wilayah

kecamatan berada di sebelah utara Sungai Bengawan Solo.

Total jumlah penduduk Kabupaten Sragen sekitar 152.264 jiwa (38.050

KK). Dari jumlah total ini, masyarakat mengalami kesulitan dalam mengakses air

bersih yang tersebar di 10 kecamatan dengan jumlah dukuh krisis air bersih

sebanyak 338 dukuh (data DPU Kab. Sragen tahun 2001). Setelah diadakan

bantuan pengadaan air bersih oleh beberapa program di Kabupaten Sragen terjadi

penurunan daerah krisis air sampai dengan akhir 2007 jumlah penduduk yang

krisis air bersih menurun dari 152.264 jiwa menjadi 26.920 jiwa. Sarana air bersih

yang telah terbangun sejumlah 92 paket di 260 dukuh. Dilihat dari kondisi

tersebut sampai dengan awal tahun 2008 penduduk yang belum terlayani air

bersih sejumlah 26.920 jiwa tersebar di 76 dukuh di 10 kecamatan.

(55)

commit to user 4.2 Gambaran Umum Program Pamsimas

4.2.1 Latar Belakang Program Pamsimas

Air dan sanitasi adalah kebutuhan makhluk hidup yang sangat penting,

disamping udara. Oleh karena itu, pemenuhan akan kebutuhan tersebut seharusnya

menjadi perhatian semua pihak. Rendahnya cakupan layanan air minum sistem

perpipaan penduduk di perkotaan dan pinggiran kota, rendahnya kualitas

penyediaan air minum (perpipaan maupun non perpipaan yang terlindungi) di

masyarakat pedesaan, keterbatasan ketersediaan air karena rusaknya lingkungan,

pengendalian tata guna lahan dan tata guna air akibat kinerja sektor air minum dan

sanitasi di Negara kita masih rendah, dibandingkan Negara lain di Asia Tenggara.

Selain itu, masih banyak kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya

penyakit yang ditularkan melalui air (water borne diseases). Hal ini terpengaruh

dari kesadaran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat yanga masih

rendah.

Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai

target Water Supply and Sanitation – Millenium Development Goals

(WSS-MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang belum mempunyai akses air

minum dan sanitasi dasar sebesar 50 % pada tahun 2015. Untuk itu, Pemerintah

pusat dan Propinsi mengajak pemerintah Kabupaten/Kota, segenap stakeholders

bersama masyarakat untuk mengatasi permasalahan air dan sanitasi, antara lain

melalui program Pamsimas. Program Third Water Supply and Sanitation for Low

Income Community 3 (WSLIC-3) / Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis

Masyarakat (Pamsimas) merupakan salah satu program dan aksi nyata pemerintah

Gambar

Tabel                                                                                                                Hal 4.1
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian...........................................................
tabel ataupun persentase. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dampak yang terjadi untuk menanggulangi permasalahan air bersih dan sanitasi di Desa sasaran Pamsimas tahun 2008 terlihat dari
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji hipotesis, menurut nasabah Bank BTPN telah memiliki bukti fisik dalam suatu kualitas layanan dan rasa kepuasan dari suatu layanan dengan bukti fisik

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Jaksa sebagai Penuntut Umum yang mewakili kepentingan dalam penyelamatan keuangan Negara dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

Warga di Lingkungan XI Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang terlibat dalam penelitian ini, lebih banyak mempunyai partisipasi yang tinggi dalam mencegah DBD

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM PERSPEKTIF LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa.. Efek

Salah satu alat untuk menganalisis return saham secara fundamental adalah dengan melakukan analisis tingkat kesehatan perbankan dengan menggunakan rasio CAMEL

Pengujian dilakukan dengan cara non-real time yaitu menguji algoritma pada aplikasi Android menggunakan 72 citra latih yang digunakan pada proses optimasi yang

Diperlukan penanganan atas konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di antara anggota, sehingga konflik tidak menjadi bersifat disfungsional tetapi justru menguntungkan

Nilai rata-rata rasa ikan patin asap yang paling tinggi terdapat pada perlakuan tempurung kelapa dengan nilai 7,88, diikuti destilasi kayu laban dengan nilai 7,87 dan nilai