DEPARTEMEN
FAKULTAS EKON
INSTITUT PERTA
OLEHANINDITO AJIRESWARA H14050754
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
ANINDITO AJIRESWARA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Liberalisasi perdagangan telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat, serta beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia. Berkembangnya sektor mobil di Indonesia tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana elastisitas masing-masing faktor produksi serta nilai skala hasil usaha industri mobil di Indonesia, kemudian melihat nilai tambah serta efisiensi industri mobil untuk mengetahui perkembangan kinerja industri mobil di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa nilai output dan biaya input industri mobil Indonesia beserta tiga faktor produksi yakni bahan baku, modal, serta energi. Data tersebut merupakan data time series dari periode 1985 hingga 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang diregresikan secara linear berganda dengan metode Ordinary Least Square(OLS).
sedangkan deregulasi tanggal 24 Juni 1999 bepengaruh nyata terhadap industri mobil, yang dapat dilihat dari meningkatnya efisiensi industri mobil sejak diberlakukannya deregulasi ini.
Nilai elastisitas dari ketiga faktor produksi yang dipergunakan memiliki nilai antara 0 sampai 1. Hal ini berarti bahwa penggunaan ketiga faktor produksi telah optimal. Nilai skala hasil usaha yang terlihat dari penjumlahan seluruh koefisien faktor produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa industri mobil memiliki skala hasil usaha yang meningkat (increasing returns to scale). Kondisi ini umum terjadi pada kondisi industri dengan ukuran perusahaan besar dimana spesialisasi dalam proses produksi sangat kompleks seperti pada industri mobil.
Selama kurun waktu 1985 hingga 2005, industri mobil Indonesia menunjukkan efisiensi yang cukup baik dengan tren yang konstan. Hal ini menandakan bahwa industri mobil di Indonesia telah menerapkan metode produksi yang tepat. Pada tahun 1998, sempat terjadi penurunan nilai efisiensi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pasca krisis, tepatnya mulai tahun 1999, efisiensi industri mobil mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan diberlakukannya deregulasi tanggal 24 Juni 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri mobil. Nilai tambah industri mobil memiliki tren yang cukup stabil pada tahun-tahun sebelum krisis namun mengalami peningkatan yang besar pada tahun-tahun pasca krisis. Hal ini dikarenakan semakin efisiennya proses produksi sehingga mampu menghasilkan output dalam nilai yang lebih besar dibandingkan nilai inputnya. Pada tahun 1997, terjadi penurunan nilai tambah yang disebabkan meningkatnya biaya input akibat kondisi ekonomi yang menurun, sedangkan penurunan tahun 2003 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan industri komponen kendaraan, sehingga berdampak pada jumlah output yang dihasilkan oleh industri mobil Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA
Oleh
ANINDITO AJIRESWARA H14050754
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia
Nama : Anindito Ajireswara
NIM : H14050754
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Widyastutik, M.Si NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA NYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anindito Ajireswara lahir di kota Bogor pada tanggal 18 Juni 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan ayah Asep Saefuddin dan ibu Ratna Widiyastuti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Papandayan 1 Bogor pada tahun 1999 dan kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia”. Industri mobil merupakan industri yang saat ini sedang berkembang pesat , karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua atas kasih sayang, doa serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
2. Widyastutik, M.Si yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.
6. Eci atas kebersamaan, bantuan, serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
7. 1312 BB serta 5171 BD yang telah menjadi pengantar setia serta ‘teman’ yang baik bagi penulis (good-bye 1312..).
Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
2.1. Pengertian Industri... 9
2.2. Fungsi Produksi ... 9
2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 15
2.2.2. Konsep Elastisitas... 18
2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale) ... 19
2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah ... 21
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 22
2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output ... 22
2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil ... 23
2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 24
3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 32
DEPARTEMEN
FAKULTAS EKON
INSTITUT PERTA
OLEHANINDITO AJIRESWARA H14050754
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
ANINDITO AJIRESWARA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Liberalisasi perdagangan telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat, serta beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia. Berkembangnya sektor mobil di Indonesia tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana elastisitas masing-masing faktor produksi serta nilai skala hasil usaha industri mobil di Indonesia, kemudian melihat nilai tambah serta efisiensi industri mobil untuk mengetahui perkembangan kinerja industri mobil di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa nilai output dan biaya input industri mobil Indonesia beserta tiga faktor produksi yakni bahan baku, modal, serta energi. Data tersebut merupakan data time series dari periode 1985 hingga 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang diregresikan secara linear berganda dengan metode Ordinary Least Square(OLS).
sedangkan deregulasi tanggal 24 Juni 1999 bepengaruh nyata terhadap industri mobil, yang dapat dilihat dari meningkatnya efisiensi industri mobil sejak diberlakukannya deregulasi ini.
Nilai elastisitas dari ketiga faktor produksi yang dipergunakan memiliki nilai antara 0 sampai 1. Hal ini berarti bahwa penggunaan ketiga faktor produksi telah optimal. Nilai skala hasil usaha yang terlihat dari penjumlahan seluruh koefisien faktor produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa industri mobil memiliki skala hasil usaha yang meningkat (increasing returns to scale). Kondisi ini umum terjadi pada kondisi industri dengan ukuran perusahaan besar dimana spesialisasi dalam proses produksi sangat kompleks seperti pada industri mobil.
Selama kurun waktu 1985 hingga 2005, industri mobil Indonesia menunjukkan efisiensi yang cukup baik dengan tren yang konstan. Hal ini menandakan bahwa industri mobil di Indonesia telah menerapkan metode produksi yang tepat. Pada tahun 1998, sempat terjadi penurunan nilai efisiensi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pasca krisis, tepatnya mulai tahun 1999, efisiensi industri mobil mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan diberlakukannya deregulasi tanggal 24 Juni 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri mobil. Nilai tambah industri mobil memiliki tren yang cukup stabil pada tahun-tahun sebelum krisis namun mengalami peningkatan yang besar pada tahun-tahun pasca krisis. Hal ini dikarenakan semakin efisiennya proses produksi sehingga mampu menghasilkan output dalam nilai yang lebih besar dibandingkan nilai inputnya. Pada tahun 1997, terjadi penurunan nilai tambah yang disebabkan meningkatnya biaya input akibat kondisi ekonomi yang menurun, sedangkan penurunan tahun 2003 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan industri komponen kendaraan, sehingga berdampak pada jumlah output yang dihasilkan oleh industri mobil Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA
Oleh
ANINDITO AJIRESWARA H14050754
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia
Nama : Anindito Ajireswara
NIM : H14050754
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Widyastutik, M.Si NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA NYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anindito Ajireswara lahir di kota Bogor pada tanggal 18 Juni 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan ayah Asep Saefuddin dan ibu Ratna Widiyastuti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Papandayan 1 Bogor pada tahun 1999 dan kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia”. Industri mobil merupakan industri yang saat ini sedang berkembang pesat , karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua atas kasih sayang, doa serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
2. Widyastutik, M.Si yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.
6. Eci atas kebersamaan, bantuan, serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
7. 1312 BB serta 5171 BD yang telah menjadi pengantar setia serta ‘teman’ yang baik bagi penulis (good-bye 1312..).
Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
2.1. Pengertian Industri... 9
2.2. Fungsi Produksi ... 9
2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 15
2.2.2. Konsep Elastisitas... 18
2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale) ... 19
2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah ... 21
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 22
2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output ... 22
2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil ... 23
2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 24
3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 32
3.2.3. Analisis Efisiensi ... 34
3.2.4. Analisis Nilai Tambah ... 34
3.3. Pengujian Hipotesis ... 35
3.3.1. Kriteria Uji Ekonomi ... 35
3.3.2. Kriteria Uji Statistik ... 35
3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)... 35
3.3.2.2. Uji F-statistik ... 36
3.3.3.4. Uji Normalitas Error Term... 42
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MOBIL INDONESIA ... 43
4.1. Sejarah Industri Mobil Indonesia... 43
4.2. Perkembangan Kebijakan Industri Mobil Indonesia ... 44
4.3. Profil Beberapa Perusahaan Mobil Indonesia... 47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
5.1. Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 52
5.2. Analisis Uji Statistik ... 52
5.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 52
5.2.2. Uji F-statistik ... 53
5.3.4. Uji Normalitas Error Term... 55
5.4. Analisis Ekonomi... 56
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Produksi Mobil Thailand, Malaysia, dan Indonesia 2005-2008... 2 3.1. Rincian Data Variabel Penelitian... 29 4.1. Penjualan dan Pangsa Pasar Berdasarkan Perusahaan
Tahun 2008 ... 48 4.2. Penjualan dan Persentase Berdasarkan Kelas Tahun 2008... 48 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-DouglasIndustri Mobil
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Perkembangan Harga Minyak Dunia 2002 – 2008... 4 2.1. Grafik Fungsi Produksi Jangka Pendek ... 11 2.2. Alur Kerangka Pemikiran ... 27 5.1. Nilai Efisiensi Produksi Industri Mobil Indonesia
Periode 1985 – 2005 ... 64 5.2. Nilai Perkembangan Nilai Tambah Bruto Industri Mobil
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan sektor industri di Indonesia, menurut Thee (1988) dan
McCawley (1979) dalam Tumbuan (2006), disebabkan oleh sedikitnya tujuh
faktor, yakni pertama, membaiknya iklim perekonomian akibat
kebijakan-kebijakan stabilisasi, rekonstruksi, dan rehabilitasi yang dilakukan pasca rezim
orde lama; kedua, semakin dikuranginya kontrol ketat pemerintahan terhadap
perekonomian dan memberikan kesempatan pada kekuatan pasar, khususnya
liberalisasi perdagangan internasional; ketiga, semakin berkurangnya perlakuan
khusus terhadap BUMN sehingga memberikan fairness bagi investor swasta baik
nasional maupun asing; keempat, dikeluarkannya UU mengenai investasi yakni
UU PMA tahun 1967 dan UU PMDN tahun 1968; kelima, terjadinya excess
demand yang besar terhadap aneka barang jadi akibat kekurangan pada era orde
lama; keenam, melimpahnya devisa pasca tahun 1968 akibat boomminyak, ekspor
mineral non-minyak, dan kayu gelondongan serta capital inflow baik akibat PMA
maupun bantuan luar negeri; dan ketujuh, pemberlakuan kebijakan substitusi
impor yang menjamin tersedianya pasar domestik.
Guna meningkatkan produktivitas industri yang berkelanjutan, perlu
diupayakan pemanfaatan secara maksimal dari seluruh potensi sumber daya dan
peluang dari dalam maupun luar negeri. Dalam pertumbuhan dan
perkembanganya dewasa ini, liberalisasi perdagangan dunia telah menghilangkan
beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan
produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi
gambaran kondisi sektor industri dunia saat ini, tidak terkecuali di Indonesia.
Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya
adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di
Indonesia.
Berkembangnya sektor industri mobil di Indonesia tersebut tidak lepas dari
potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi
dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi,
karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang. Pada tahun
2005 tercatat bahwa Indonesia memproduksi 446.975 unit kendaraan atau
peringkat ketiga di bawah Thailand dan Malaysia. Walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2006, Indonesia tetap tergabung dalam tiga besar penghasil
industri mobil di Asia Tenggara.
Tabel 1.1 Produksi Mobil Thailand, Malaysia, dan Indonesia 2005 - 2008
Negara Jumlah Produksi (unit) Perubahan
(%)
2005 2006 2007 2008
Thailand 915.717 1.001.035 1.290.000 1.400.000 8,5
Malaysia 446.097 428.860 - - -3,8
Indonesia 446.975 229.940 411.638 564.202 37
Sumber: Direktorat Industri Alat Transport, 2006 - 2009 (diolah)
Sebagai sektor yang senantiasa berkembang dan menjadi kebutuhan bagi
masyarakat Indonesia seiring dengan semakin meningkatnya kemampuan
perekonomian bangsa, sektor industri mobil terus berkembang sesuai dengan
tuntutan zaman. Peranan sektor industri mobil terhadap perekonomian Indonesia
terhadap pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal kedua tahun 2007 yang
mencapai 2,41 persen (Direktorat Industri Alat Transport, 2007). Semakin
terbukanya arus modal antar negara, yang merupakan akibat dari globalisasi juga
mempermudah sektor industri mobil dalam berkembang. Tercatat pada tahun
2007, total dana investasi industri mobil di Indonesia baik PMA maupun PMDN
mencapai Rp. 4,154 trilyun1. Perkembangan sektor industri otomotif, khususnya
industri mobil, juga berdampak pada sektor riil perekonomian Indonesia. Sektor
industri mobil berperan dalam meningkatkan sektor-sektor industri lainnya seperti
industri komponen mobil. Dalam Atikah (2007), disebutkan bahwa nilai rata-rata
integrasi vertikal antara industri mobil dengan industri komponen pendukungnya
selama kurun waktu 1974 – 2005 adalah sebesar 0,74.
Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak pertengahan tahun 2008
merupakan sebuah fenomena yang oleh sebagian ekonom digambarkan sebagai
krisis terburuk sejak depresi besar pada tahun 1930an dan merupakan jilid kedua
dari krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997. Melesunya perekonomian dunia,
yang ditandai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga finansial internasional serta
perusahaan-perusahaan MNC turut menyerang sektor industri mobil, tak
terkecuali di Indonesia. Krisis ini diperkirakan akan menekan pertumbuhan sektor
industri mobil. Selain krisis finansial global, industri mobil juga turut terhambat
oleh naiknya harga minyak mentah dunia.
1
Sumber: Bespoke Investment Group2, 2008 (diolah)
Gambar 1.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia (2002 – 2008)
Pada Gambar 1.1, dapat dilihat peningkatan harga minyak yang sangat
drastis dari tahun 2002 sampai tahun 2008, mulai dari kisaran US$20 – US$30
pada tahun 2002 mencapai kisaran diatas US$100 pada tahun 2008. Harga minyak
dunia yang sempat mencapai angka US$ 146 per barel menyebabkan harga BBM
dalam negeri baik bersubsidi maupun non-subsidi mengalami kenaikan. Bagi
sektor industri mobil peristiwa ini berpengaruh baik dari sisi produksi maupun
konsumsi. Kenaikan harga bahan bakar ini, dari sisi produksi, berdampak pada
biaya operasional produksi, sedangkan dari sisi konsumen, kenaikan harga BBM
turut menjadi pertimbangan bagi calon konsumen untuk membeli mobil. Oleh
karena itu, guna mengetahui lebih lanjut mengenai industri mobil Indonesia dan
bagaimana keberlanjutan proses produksinya, relevan untuk dilakukan penelitian
2
http://bespokeinvest.typepad.com. Oil Price Chart Since 1990. [21 Mei 2009]. 0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di
Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Indonesia merupakan salah satu dari tiga besar kekuatan industri mobil di
Asia Tenggara (lihat Tabel 1) serta merupakan salah satu pasar paling potensial
industri mobil baik secara regional maupun global. Berbagai potensi serta peluang
yang dimiliki oleh industri mobil Indonesia menjadikannya sebagai salah satu
sektor yang potensial untuk semakin berkembang dan menjadi salah satu tulang
punggung perekonomian Indonesia dari sektor industri.
Kenaikan harga minyak yang terjadi pada kurun waktu 2002 – 2009
menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri mobil dunia, tidak terkecuali
yang berada di Indonesia. Pergerakan harga minyak dari kisaran US$20 per barel
pada tahun 2002 menjadi kisaran US$ 140 pada tahun 2008 memiliki dampak
ganda pada sektor industri mobil. Kenaikan harga minyak ini, pada sisi produksi,
berdampak pada naiknya biaya input faktor-faktor produksi yang dipergunakan
seperti bahan baku serta energi sedangkan pada sisi konsumsi, kenaikan ini
berdampak pada preferensi konsumen untuk membeli mobil.
Krisis perekonomian yang terjadi pada tahun 1997 juga merupakan masalah
bagi sektor industri mobil di Indonesia. Akibat krisis ini, ekonomi riil serta pasar
industri mobil menjadi tertekan, terutama pada negara berkembang yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi. Bagi perusahaan mobil,
faktor produksi yang masih diimpor. Ketidakstabilan kondisi ekonomi pada era
krisis ini juga berdampak pada investasi sektor industri mobil. Restrukturisasi
manajemen akibat perubahan komposisi kepemilikan saham pada
perusahaan-perusahaan pelaku pasar merupakan suatu hal yang terjadi pada era 1997.
Permasalahan sektor industri mobil di Indonesia dapat dipetakan melalui dua
jalur3. Pertama, hampir semua produsen mobil dunia bermain di Indonesia karena
Indonesia dinilai memiliki pasar yang besar. Permasalahannya adalah, kondisi
produsen mobil saat ini sedang mengalami penurunan sehingga terdapat
kemungkinan terjadinya penurunan produksi. Kedua, perlambatan ekonomi dunia
turut menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional sehingga menyebabkan daya
beli penduduk ikut menurun. Kondisi ini berimplikasi pada turunnya permintaan
terhadap barang dan jasa, termasuk permintaan terhadap sektor industri mobil.
Pasca terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, pemerintah mengeluarkan
deregulasi tanggal 24 Juni tahun 1999. Kebijakan ini diberlakukan untuk
menggantikan kebijakan-kebijakan protektif terdahulu yang dianggap terlalu
memanjakan industri mobil Indonesia. Melalui kebijakan ini, pemerintah kembali
mengizinkan impor kendaraan dalam bentuk utuh, yang bertujuan untuk lebih
meningkatkan efisiensi industri mobil dalam negeri yang selama ini relatif tidak
memiliki saingan. Akan tetapi, pemberlakuan kebijakan ini juga menimbulkan
kekhawatiran dari pelaku pasar. Izin impor kendaraan dalam bentuk utuh
dikhawatirkan dapat menurunkan penjualan mobil produksi dalam negeri.
3
Berdasarkan beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan keberadaan
industri mobil di Indonesia maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia?
b. Bagaimana elastisitas, skala hasil usaha, efisiensi, serta nilai tambah industri
mobil Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada subbab sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
a. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output industri mobil
di Indonesia,
b. Menganalisis elastisitas, skala hasil usaha, efisiensi, serta nilai tambah industri
mobil di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan disusunnya penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai:
a. Bagi penulis, merupakan sebuah sarana untuk menerapkan ilmu yang telah
diperoleh selama berada di perguruan tinggi
b. Sebagai bahan kepustakaan bagi mahasiswa-mahasiswa yang akan datang baik
untuk memperkaya wawasan maupun untuk dipergunakan sebagai referensi
c. Sebagai masukkan dan bahan pertimbangan bagi pelaku industri maupun
pengambil keputusan yang bergerak dalam bidang industri mobil.
1.5. Ruang Lingkup
Guna lebih menspesifikasi pembahasan dalam penelitian ini, serta sebagai
sebuah pembeda dengan penelitian-penelitian lainnya, maka ruang lingkup
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Industri mobil yang dimaksud yakni kendaraan bermotor (motor vehicle)
dengan jumlah roda 4 atau lebih (ISIC 34100) yang dikhususkan bagi
kendaraan penumpang (passanger car), dan tidak termasuk kendaraan jenis
trailer dan semi-trailer.
b. Tidak adanya merek produksi 100 persen lokal, maka merek-merek
internasional yang diproduksi dan dijual di Indonesia dapat dikatakan sebagai
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam menganalisis output suatu industri beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, terlebih dahulu perlu didefinisikan secara lebih mendalam
pengertian dari industri dan output itu sendiri serta bagaimana faktor-faktor
tersebut berkaitan dengan industri tersebut sehingga pada akhirnya mampu
mempengaruhi output industri tersebut.
2.1. Pengertian Industri
Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan
barang-barang yang homogen, atau mempunyai sifat saling mengganti yang erat
(Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995) industri mempunyai dua
arti. Pertama, sebagai himpunan perusahaan sejenis, dan kedua, sebagai suatu
sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah
bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
2.2. Fungsi Produksi
Dalam menjalankan operasionalnya, kegiatan utama sebuah perusahaan
bertujuan untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Dalam
mencapai tujuannya ini, perusahaan memiliki pilihan-pilihan masukan yang dapat
dipergunakan dalam proses produksinya itu, seperti berapa komposisi sebuah
masukan tertentu yang ideal guna mencapai output yang semaksimal mungkin
namun dengan biaya dan kinerja yang seefisien dan seefektif mungkin. Namun,
pelaksanaannya. Guna lebih menyederhanakan permasalahan tersebut,
dikembangkanlah suatu model produksi abstrak yang disebut fungsi produksi.
Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai suatu daftar (schedule) yang
memperlihatkan besarnya jumlah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh
sejumlah masukan (input) tertentu pada suatu tingkat teknologi tertentu
(Syahruddin, 1989) sedangkan menurut Nicholson (1995), fungsi produksi
memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan
menggunakan kombinasi alternatif sejumlah input tertentu. Secara matematis,
hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f( X1,X2,X3,….,Xn) (2.1)
Dimana:
Y = Output yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu Xn = Input yang digunakan dalam memproduksi Y
f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input kedalam output Dalam fungsi produksi, input yang digunakan dalam proses produksi disebut
faktor produksi. Menurut Soekartawi (1993), faktor produksi adalah segala
sesuatu yang digunakan dalam menghasilkan suatu produk atau output. Faktor
produksi umumnya digolongkan menjadi tanah, tenaga kerja, dan modal. Fungsi
produksi dapat dinyatakan dalam bentuk grafik yang menggambarkan kenaikan
dan penurunan tingkat output yang dikenal dengan hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan
bahwa jika input produksi ditambah secara terus menerus, dengan asumsi bahwa
dianggap tetap (ceteris paribus), maka tambahan jumlah output produksi akan
semakin berkurang (Nicholson, 1995).
Y
45°
PT III
II
I
PR
X1 X2 X3 PM X
Sumber: Soekartawi, 1993
Gambar 2.1 Grafik Fungsi Produksi Jangka Pendek
Produk marjinal (PM) dari suatu input adalah bertambah atau berkurangnya
suatu output sebesar satu satuan unit yang diakibatkan oleh penambahan suatu
input sebesar satu satuan unit (Soekartawi, 1993) dimana input-input lain
dianggap konstan. Secara matematis, produk marjinal ditulis sebagai berikut:
Produk Marjinal =
=
Nicholson (1995) menyatakan bahwa ketika jumlah input yang digunakan
masih sedikit, maka produk marjinal akan memiliki nilai yang sangat tinggi
dengan asumsi bahwa input lain dinggap konstan, sehingga produk marjinal dari
setiap unit terakhir memiliki nilai yang tidak selalu sama. Selain itu secara
sederhana, kurva produk marjinal merupakan kemiringan (slope) dari produk total
(PT).
Produk total (PT) menggambarkan hubungan antara input dan output total.
Jumlah output akan meningkat hingga batas maksimum ketika terjadi peningkatan
salah satu faktor produksi dengan asumsi bahwa faktor produksi lainnya dianggap
konstan. Jika jumlah output telah mencapai batas maksimum, maka akan terjadi
penurunan jumlah output yang dihasilkan. Kurva produk total berguna untuk
mengetahui kurva PM dan produk rata-rata (PR). Kedua kurva ini bisa diketahui
dengan cara menurunkan kurva PT. PR adalah rata-rata output yang dihasilkan
dengan menggunakan keseluruhan jumlah input dalam proses produksi. Secara
matematis, PR merupakan hasil pembagian antara jumlah output total dengan
jumlah input total yang dirumuskan sebagai berikut:
PR = = (2.3)
Secara matematis, PM dan PR memiliki hubungan yang berbanding
terbalik. Dengan demikian, dalam Soekartawi (1993), hubungan antara PM dan
PR adalah sebagai berikut:
1. Bila PM lebih besar daripada PR, maka slope kurva PR masih dalam keadaan
2. Bila PM lebih kecil daripada PR, maka slope kurva PR dalam keadaan
menurun (slopenegatif).
3. Bila PM sama dengan PR, maka PR dalam posisi titik maksimum.
Adapun hubungan antara PM dengan PT dalam suatu fungsi produksi
adalah sebagai berikut:
1. Bila slope PT dalam keadaan menanjak (slope positif), maka PM memiliki
nilai positif.
2. Bila PT mencapai titik maksimum, maka PM bernilai nol.
3. Bila PT dalam keadaan menurun (slope negatif), maka PM memiliki nilai
negatif.
4. Bila PT bergerak naik pada tahapan increasing rate, maka PM bertambah
pada decreasing rate.
Dalam suatu proses produksi, jumlah output yang dihasilkan tidak selalu
tetap, namun berubah-ubah. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor
produksi yang dipergunakan yang dinyatakan dengan elastisitas produksi (
ε
p).Elastisitas produksi adalah presentase perubahan jumlah output sebagai akibat
dari presentase perubahan jumlah input (Soekartawi, 1993) yang dirumuskan
sebagai berikut:
ε
p=
·
=
(2.5)Dalam Soekartawi (1993), dinyatakan bahwa besarnya nilai
ε
p bergantungpada besar kecilnya PM dari suatu input. Berdasarkan tingkat elastisitasnya, suatu
1. Daerah I
ε
p > 1 dimana produsen masih mampu memperoleh jumlah produksi yanglebih menguntungkan manakala jumlah input ditambahkan. Daerah ini
ditandai dengan PT yang terus naik pada tahapan increasing rate, PR yang
terus naik, serta nilai PM yang naik sampai mencapai titik maksimumnya.
Daerah ini disebut juga daerah irasional (irrational region) karena
keuntungan masih bisa ditingkatkan dengan cara menambahkan faktor
produksi, sehingga pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai.
2. Daerah II
0 <
ε
p < 1 dimana tambahan sejumlah input tidak diimbangi tambahansejumlah output secara proporsional. Pada daerah ini, PM dan PR
mengalami penurunan sedangkan PT tetap mengalami peningkatan pada
tahapan decreasing ratekarena setiap tambahan faktor produksi akan diikuti
oleh peningkatan jumlah output yang semakin lama semakin berkurang. Hal
ini menandakan bahwa penggunaan faktor produksi telah optimal sehingga
disebut juga daerah rasional (rational region).
3. Daerah III
ε
p< 0 dimana baik PT, PR, dan PM menurun, bahkan bernilai negatif untukPM sehingga tambahan faktor produksi pada daerah ini akan menyebabkan
penurunan jumlah output yang dihasilkan. Daerah ini termasuk daerah
4. Titik perbatasan
Terdapat dua titik perbatasan yaitu titik yang membatasi daerah I dengan
daerah II (titik X2) dan titik yang membatasi daerah II dengan daerah III
(titik X3). Pada titik X2, PM memiliki nilai yang sama dengan PR dimana
nilai
ε
p= 1 sedangkan pada titik X3PM bernilai 0 dimanaε
p= 0.2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Guna menganalisis hubungan kausalitas antara faktor-faktor input dengan
outputnya, salah satu alternatif model yang dapat dipergunakan adalah model
Cobb-Douglas. Secara umum, menurut Soekartawi (1993), terdapat tiga alasan
pokok mengapa fungsi produksi Cobb-Douglas lazim digunakan untuk
menganalisis suatu proses produksi. Ketiga alasan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Cobb-Douglas memiliki penyelesaian yang lebih mudah ketimbang
fungsi produksi lainnya (misalnya fungsi kuadratik). Hal ini dikarenakan fungsi
produksi Cobb-Douglasmudah untuk diubah kedalam bentuk linear.
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan
koefisien regresi yang juga menunjukkan besaran elastisitas dari variabel faktor
produksi yang bersangkutan.
3. Besaran koefisien regresi tersebut juga menunjukkan tingkat hasil berbanding
skala (returns to scale) dimana penjumlahan dari seluruh koefisen regresi
variabel faktor produksi pada fungsi produksi tersebut memperlihatkan
Selain ketiga alasan tersebut, fungsi produksi Cobb-Douglas juga mampu
mengurangi terjadinya heteroskedastisitas dan memudahkan pembandingan
penelitian yang satu dengan yang lainnya yang menggunakan alat analisis yang
sama (Wahyuni, 2007 dalam Kurniawan, 2008).
Fungsi Cobb-Douglas, yang dinamakan sesuai C.W. Cobb dan P.H.
Douglas, merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih
variabel yang terdiri dari variabel dependen, yakni variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain atau yang dijelaskan (Y), dan variabel independen yaitu variabel
yang mempengaruhi vaiabel lain atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi,
1993). Fungsi tersebut, secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut:
Y = aX1b1X2b2Xnbn℮u (2.6)
Untuk memudahkan pendugaan, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat
diubah kedalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan
fungsi tersebut sebagai berikut:
Ln Y = a + b1LnX1+ b2LnX2+ bnLnXn+ u (2.7)
dimana:
Y = Variabel dependen
X1,..,n = Variabel independen
a = Intersep
b1,..,n = Koefisien regresi penduga
u = Residual
Dengan bentuk persamaan di atas, proses pendugaan dapat dilakukan
dengan lebih mudah dengan menggunakan regresi linear berganda serta nilai
koefisien regresi penduga (bi) dapat digunakan untuk menunjukkan nilai
elastisitas X terhadap Y. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu (Soekartawi,1993):
1. Tidak adanya pengamatan bernilai nol. Hal ini disebabkan karena
logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan infinite (tidak diketahui
nilainya).
2. Perlunya asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi dalam setiap
pengamatan. Hal ini berarti bahwa bila diperlukan analisis yang
menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model–model
tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope).
3. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim sudah tercakup pada
faktor kesalahan (galat) u.
4. Tiap variabel X berada dalam kondisi perfect competition.
Fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan-kelemahan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Sanimah (2006)
adalah:
1. Elastisitas produksi yang diasumsikan umumnya selalu konstan.
2. Sering timbul multikolinearitas.
3. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika
4. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf
penggunaan faktor produksi sama dengan nol.
2.2.2. Konsep Elastisitas
Konsep elastisitas merupakan suatu konsep untuk mengetahui efek yang
ditimbulkan oleh perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dengan
kondisi dimana kedua variabel tersebut tidak dapat diukur dalam ukuran yang
sama. Jika dimisalkan terdapat dua variabel yakni:
Y = f(K…) (2.8)
maka, elastisitas variabel Y terhadap K dapat diketahui dengan rumus:
ε
Y.K=/
/ =
·
(2.9)Secara teori, elastisitas adalah ukuran persentase perubahan suatu variabel
yang diakibatkan oleh perubahan variabel lainnya sebesar satu persen sedangkan
dalam prakteknya elastisitas pada dasarnya adalah ukuran seberapa jauh reaksi
yang dilakukan oleh pembeli dan penjual dalam suatu pasar terhadap perubahan
kondisi-kondisi di pasar.
Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi penduga dari
model tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai elastisitasnya. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menurunkan rumus dari persamaan fungsi produksi
Cobb-Douglasterhadap salah satu faktor produksinya, sebagai contoh X1.
Y = aX1b1X2b2X3b3eu (2.10)
ε
X1 =·
= ab1X1b1-1X2b2X3b3
×
=
= b1 (2.11)
Dimana:
ε
X1 = Elastisitas bahan baku= Perubahan output Y terhadap bahan baku (X1)
Y = Nilai output yang dihasilkan oleh industri
X1 = Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
X2,X3 = Faktor produksi lainnya yang dipergunakan dalam proses produksi
(misalnya energi dan permodalan).
2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale)
Skala hasil usaha (returns to scale) menunjukkan kondisi yang terjadi pada
output jika terjadi peningkatan seluruh faktor produksi dalam skala yang sama.
Konsep skala hasil usaha merupakan konsep yang terjadi dalam jangka panjang
(long run) dimana semua faktor produksi dianggap variabel. Terdapat tiga kriteria
pengembalian hasil yakni constant returns to scale(CRTS), increasing returns to
scale(IRTS), dan decreasing returns to scale(DRTS).
Suatu fungsi produksi dikatakan sebagai Constant Returns to Scale apabila
jika faktor produksi ditingkatkan sebesar mkali lipat, maka hasil output juga akan
produksi dikatakan Increasing Returns to Scale adalah apabila rasio peningkatan
output suatu produksi melebihi penambahan input yang diberikan. Sebagai
ilustrasi, jika faktor produksi ditingkatkan sebesar mkali lipat, maka pada fungsi
produksi IRTS, output akan meningkat sebanyak 2m, atau dua kali jumlah
penambahan input. Yang terakhir, yaitu fungsi produksi Decreasing Returns to
Scale (DRTS) yakni jika hasil output meningkat dalam skala yang lebih kecil
dibandingkan skala penambahan jumlah inputnya. Sebagai ilustrasi, peningkatan
faktor produksi sebesar mkali lipat menyebabkan output meningkat sebesar 0,5m
kali lipat.
Skala usaha cenderung berbanding lurus dengan nilai efisiensi. Sebagai
contoh, skala hasil usaha yang meningkat cenderung terjadi pada industri berskala
ekonomi besar dengan efisiensi tinggi dan spesialisasi yang kompleks pada proses
produksinya (Frank, 1997).
Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai skala hasil usaha suatu industri
dapat diketahui dari penjumlahan koefisien regresi dari seluruh variabel bebasnya.
Nilai dari penjumlahan variabel bebas tersebut kemudian dapat diartikan sebagai
berikut:
a. Jika (b1 + b2 + … + bn = 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan
hasil berbanding skala yang konstan.
b. Jika (b1 + b2 + … + bn > 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan
hasil berbanding skala yang meningkat.
c. Jika (b1 + b2 + … + bn < 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan
2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah
Nilai efisiensi adalah perbandingan antara biaya input terhadap nilai output
yang dihasilkan (BPS, 2000). Secara matematis, nilai efisiensi diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
Efisensi (η) = (2.12)
Pentingnya nilai efisiensi ini adalah agar suatu perusahaan dapat mengetahui
seberapa efisien penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan sejumlah output
tertentu. Suatu metode produksi dikatakan efisien apabila telah
mengkombinasikan tingkat penggunaan input dan biaya secara optimal
(Nicholson, 1995) serta mampu menghasilkan output dalam jumlah yang sama
dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan metode lain (Lipsey, 1975). Suatu
industri dikatakan efisien apabila memiliki nilai rasio input/output yang rendah.
Nilai tambah, dalam hal ini nilai tambah bruto (NTB) adalah nilai tambah
atas dasar harga yang berlaku sebelum dikurangi pajak yang dapat dilihat dari
selisih antara nilai output dengan biaya input (Kurniawan, 2008).
NTB = Nilai Output − Biaya Input (2.13)
Nilai output merupakan hasil penjumlahan dari nilai barang yang dihasilkan,
jasa yang diberikan pada pihak lain, keuntungan dari barang yang dijual kembali,
selisih nilai stock barang setengah jadi, serta penerimaan dari jasa non industri
sedangkan biaya input merupakan hasil penjumlahan dari nilai bahan baku yang
nilai energi yang dipergunakan, serta nilai modal dalam bentuk sewa gedung dan
alat-alat yang dipergunakan dalam proses produksi (BPS, 2000).
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output
Kurniawan (2008), dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor Indonesia. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan AISI. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis pengaruh input terhadap output, elastisitas dari
masing-masing input dan skala usaha, nilai tambah dan efisiensi industri, serta
dampak dari pemberlakuan KepMen Lingkungan Hidup nomor 141/2003 tentang
standar emisi kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan metode OLS
dengan hasil bahwa faktor produksi bahan baku, modal, dan tenaga kerja
berpengaruh nyata terhadap meningkatnya nilai output, sedangkan energi
berdampak negatif. Nilai tambah cendering meningkat selama tahun 1980 hingga
2005 dan pemberlakuan KepMen LH no 141/2003 membuat produsen menjadi
lebih produktif dan efisien.
Fitriani (2005) dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Output Industri Ban di Indonesia Periode 1984 - 2002.Penelitian
ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS dan APBI. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output
industri ban dan mengetahui nilai elastisitas, skala usaha, efisiensi, dan nilai
dengan hasil bahwa faktor produksi bahan baku, bahan bakar, dan tenaga kerja
berpengaruh positif, sedangkan faktor produksi modal berpengaruh negatif. Faktor
produksi bahan baku memiliki nilai elastisitas terbesar sedangkan faktor produksi
modal memiliki nilai elastistas terkecil. Industri ban Indonesia merupakan industri
yang increasing returns to scale dengan nilai skala usaha sebesar 1,215.
2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil
Atikah (2008), dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Integrasi Vertikal Industri Mobil di Indonesia. Penelitian
ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS, Gaikindo, CSIS, dan
Departemen Perindustrian RI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
tingkat integrasi vertikal industri mobil serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan menggunakan metode
Error Correction Model (ECM), penelitian memperoleh hasil yang menyatakan
bahwa terdapat nilai rata–rata integrasi vertikal sebesar 0,74 antara industri mobil
dengan industri pendukung lainnya seperti industri komponen dan suku cadang.
Sutriyono (2007), dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Industri Mobil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang bersumber dari BPS dan Gaikindo. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi industri mobil di Indonesia
dan pengaruh krisis ekonomi tahun 1997 terhadap industri mobil di Indonesia.
Dengan menggunakan OLS PCM, penelitian ini memperoleh hasil bahwa
berpengaruh positif signifikan, produktifitas perusahaan dalam menghasilkan
output berpengaruh positif signifikan, dan dummykrisis berpengaruh negatif.
2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output
Industri Mobil di Indonesia mempunyai beberapa perbedaan dengan
penelitian-penelitian terdahulu yaitu pertama, ruang lingkup penelitian ini adalah output dari
industri mobil di Indonesia. Kedua, variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bahan baku, modal, dan energi yang digunakan dalam proses
produksi industri mobil serta memasukan pengaruh krisis ekonomi tahun 1997
dan penerapan deregulasi tanggal 24 juni 1999 dalam bentuk variabel dummy.
Ketiga, penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang
dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode
OLS yang hasil regresinya selain dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
input terhadap output, juga dapat mengetahui elastisitas produksi dan skala usaha
dari industri mobil Indonesia. Keempat, penelitian ini menggunakan data sekunder
time series dari tahun 1985 - 2005.
2.5. Kerangka Pemikiran
Industri mobil merupakan salah satu industri yang sedang berkembang saat
ini. Indonesia merupakan negara penghasil mobil ketiga terbesar di ASEAN,
dibawah Thailand dan Malaysia (Direktorat Industri Alat Transport, 2009) dimana
berperan dalam meningkatkan investasi di dalam negeri. Sektor industri mobil
juga berperan dalam mendorong pengembangan industri lain yang terkait, seperti
industri bahan baku komponen kendaraan.
Sebagaimana industri-industri lainnya, industri mobil juga memiliki
berbagai permasalahan yang mempengaruhi jumlah output yang dihasilkannya.
Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi industri ini dapat dibagi dua,
yakni permasalahan yang berasal dari dalam negeri, dan permasalahan yang
berasal dari luar negeri. Permasalahan yang berasal dari dalam negeri berupa
permasalahan yang terkait langsung dengan proses produksi, seperti kondisi
industri bahan baku kendaraan yang terkadang tidak sesuai dengan permintaan
industri mobil, serta kondisi infrastruktur pendukung seperti kelancaran distribusi
tenaga listrik (energi). Selain itu, permasalahan dari dalam negeri juga dapat
berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap kurang mendukung
perkembangan industri mobil.
Permasalah yang berasal dari luar negeri berupa guncangan-guncangan
terhadap perekonomian yang umumnya terjadi dalam bentuk krisis perekonomian.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 merupakan salah satu contoh krisis
yang memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan industri mobil di
Indonesia. Selain krisis, guncangan juga dapat berupa fluktuasi harga minyak
yang berimplikasi pada berfluktuasinya biaya-biaya input produksi serta biaya
produksi itu sendiri.
Setelah mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut, penelitian ini akan
industri mobil dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang
dianalisis menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penggunaan
metode ini dipilih karena selain dapat melihat pengaruh faktor-faktor di atas
terhadap output industri mobil, model yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk
menganalisis elastisitas serta returns to scale atau skala hasil usaha dari industri
mobil di Indonesia. Selain menggunakan metode OLS, penelitian ini juga akan
Perumusan Masalah:
Pergerakan harga minyak mentah yang semakin meningkat pada kurun waktu 2002-2008
Krisis perekonomian tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya biaya input produksi
Pemberlakuan deregulasi tahun 1999 dikhawatirkan menurunkan produksi mobil produksi dalam negeri Analisis Regresi Linear Berganda dengan menggunakan Fungsi
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian serta kerangka pemikiran, maka rumusan
jawaban sementara mengenai permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor produksi bahan baku, faktor produksi modal, serta faktor produksi
energi berpengaruh positif terhadap output yang dihasilkan oleh industri
mobil. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan dalam penggunaan ketiga
faktor produksi tersebut, maka nilai output industri mobil juga akan
mengalami peningkatan.
2. Variabel dummy krisis ekonomi tahun 1997 memiliki pengaruh negatif
terhadap output industri mobil Indonesia.
3. Variabel dummy kebijakan deregulasi 24 Juni 1999 memiliki pengaruh
positif terhadap output industri mobil Indonesia.
4. Dugaan nilai elastisitas untuk faktor produksi bahan baku, modal, dan energi
adalah positif. Skala hasil usaha industri mobil Indonesia diduga bersifat
increasing returns to scale dimana penambahan faktor produksi akan
meningkatkan nilai output dalam rasio yang lebih besar dibandingkan nilai
penambahan faktor produksinya. Selain itu, dugaan terhadap efisiensi
produksi adalah industri ini mampu berproduksi secara efisien dan memiliki
nilai tambah (NTB) yang secara rata-rata semakin meningkat dari tahun ke
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dalam bentuk time series selama kurun waktu 1985 - 2005. Adapun data dan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Rincian Data Variabel Penelitian
No Nama Variabel Sumber Keterangan
1 Output (Y) BPS Variabel Dependen
2 Bahan Baku (X1) BPS Variabel Independen
3 Permodalan (X2) BPS Variabel Independen
4 Energi (X3) BPS Variabel Independen
5 Krisis Ekonomi 1997 (Dk) - Variabel Dummy 6 Deregulasi Juni 1999 (DR) - Variabel Dummy
Spesifikasi secara lebih rinci dari data yang dipergunakan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Variabel dependen
1. Output (Y)
Merupakan total output yang dihasilkan oleh industri mobil di Indonesia
selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.
b. Variabel independen
1. Bahan Baku (X1)
Merupakan total nilai bahan baku yang dipergunakan dalam proses
produksi oleh industri mobil Indonesia selama periode 1985–2005 dalam
2. Modal (X2)
Merupakan total permodalan yang digunakan pada proses produksi
industri mobil Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu
rupiah.
3. Energi (X3)
Merupakan total jumlah energi yang dipergunakan industri mobil
Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.
4. DummyKrisis Ekonomi (Dk)
Pengaruh krisis moneter tahun 1997 terhadap industri mobil di Indonesia.
5. Dummy Deregulasi Juni 1999 (DR)
Pengaruh deregulasi kebijakan tanggal 24 Juni 1999 terhadap industri
mobil di Indonesia.
Data yang diperoleh merupakan data nominal yang kemudian diubah
kedalam bentuk riil dengan rumus sebagai berikut:
Nilai riil =
×
100 (3.1)Penggunaan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sebagai deflator
dimaksudkan agar semua agregat dinilai atas dasar harga konstan suatu tahun.
Penelitian ini menggunakan IHPB dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) dan
harga dianggap tetap sehingga adanya perkembangan terhadap agregat dari tahun
ke tahun disebabkan oleh perkembangan riil, bukan fluktuasi kenaikan harga.
Selain data utama di atas, penelitian ini juga menggunakan data-data
serta literatur-literatur terkait yang dapat membantu menjelaskan analisis dalam
penelitian ini.
3.2. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas yang mampu menggambarkan pengaruh variabel-variabel independen
terhadap suatu variabel dependen tertentu. Pada penelitian ini, yang menjadi
variabel dependen adalah variabel output industri mobil Indonesia sedangkan
yang menjadi variabel independennya adalah variabel bahan baku, modal, serta
energi sektor industri mobil Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
bagaimana pengaruh variabel-variabel indpenden tersebut terhadap variabel
dependen tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Selain variabel independen tersebut, penelitian ini juga menggunakan
variabel dummy yakni dummy krisis ekonomi tahun 1997 untuk mengetahui
bagaimana dampak dari terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 terhadap output dari
industri mobil Indonesia dengan membandingkan kondisi output sebelum dan
sesudah terjadinya krisis yakni pada tahun 1997 serta dummyderegulasi kebijakan
tanggal 24 Juni 1999 untuk mengetahui dampak deregulasi kebijakan tanggal 24
Juni 1999 terhadap perkembangan output dengan membandingkan kondisi output
sebelum dan sesudah deregulasi. Guna lebih memudahkan pendugaan terhadap
persamaan dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas, maka model fungsi
dengan melogaritmakan persamaan tersebut sehingga dalam model data yang
diinput dirubah kedalam satuan persen.
3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi tersebut, secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut:
Y = aX1b1X2b2X3b3℮b4dk℮b5dR ℮u (3.2)
Yang apabila dilinearkan menjadi:
Ln Yt= a+b1LnX1t+b2LnX2t+b3LnX3t+b4Dk+b5DR+u (3.3)
dimana:
Y = Output riil industri mobil tahun ke-t (persen)
X1 = Bahan baku riil industri mobil tahun ke-t (persen)
X2 = Modal riil industri mobil tahun ke-t (persen)
X3 = Energi riil tahun ke-t (persen)
Dk = Dummykrisis, melihat dampak sebelum (D=0) dan sesudah krisis (D=1)
DR = Dummy deregulasi tahun 1999, melihat dampak sebelum (D=0) dan
sesudah deregulasi (D=1)
a = Intersep
bi = Keofisien regresi penduga (i = {1,…,5})
u = Residual
e = 2,1782.. (logaritma natural)
Nilai dugaan parameter yang diharapkan: b1,b2,b3,b5> 0; b4< 0
Dengan fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah dilinearkan tersebut,
analisis regresi linear berganda dan metode Ordinary Least Square (OLS).
Asumsi-asumsi dalam OLS adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995):
a. Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol.
b. Ragam konstan (homoscedasticity).
c. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term.
d. Tidak ada korelasi serial antara error(non-autocorrelation).
e. Tidak terdapat hubungan antara variabel bebas (non-multicolinearity).
f. Ragam errormenyebar normal.
Jika asumsi di atas dapat dipenuhi dalam model regresi linear berganda,
maka penduganya mempunyai ragam minimum yang merupakan penduga linear
tak bias atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
3.2.2. Analisis Elastisitas dan Skala Hasil Usaha
Nilai koefisien regresi penduga masing-masing variabel bebas pada fungsi
Cobb-Douglasmenunjukkan nilai elastistas dari variabel tersebut. Nilai elastisitas
(εp) variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya dapat dilihat dari nilai koefisien
regresinya. Terdapat tiga kondisi nilai elastisitas yaitu pertamajika εp> 1 dimana
penggunaan input belum optimal, kedua 0<εp<1 dimana penggunaan input telah
optimal, dan ketigaεp< 0 dimana penggunaan input sudah over utilized.
Penjumlahan dari seluruh nilai koefisien regresi penduga variabel bebas
pada fungsi Cobb-Douglas menunjukkan skala hasil usaha. Terdapat tiga kriteria
skala hasil usaha yaitu pertama increasing returns to scale (IRTS) jika nilai
constant returns to scale (CRTS) jika ∑b = 1, dan ketiga decreasing returns to
scale(DRTS) jika ∑b < 1.
3.2.3. Analisis Efisiensi
Analisis efisiensi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat
efisiensi dari faktor produksi untuk menghasilkan suatu output dalam jumlah
tertentu. Nilai ini diperoleh dengan menghitung perbandingan antara biaya input
dengan nilai output (BPS, 2002), sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:
Efisiensi (η) =
(
3.4)Semakin rendah nilai rasio perbandingan biaya input dengan nilai output,
yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya nilai koefisien η, menunjukkan tingkat
efisiensi yang semakin tinggi (Sanimah, 2006).
3.2.4. Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan
suatu industri (Sanimah, 2006). Dengan mengamati nilai tambah bruto (NTB)
suatu industri, dalam hal ini industri mobil, dapat diketahui apakah industri
tersebut mengalami pertumbuhan yang positif atau negatif. Nilai tambah bruto
merupakan suatu nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses produksi sebelum
dikurangi pajak, atau secara umum merupakan selisih antara nilai output dengan
biaya input, sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:
dimana nilai NTB yang positif menunjukkkan bahwa industri tersebut mengalami
pertumbuhan yang positif.
3.3. Pengujian Hipotesis 3.3.1. Kriteria Uji Ekonomi
Pengujian suatu model ekonomi bertujuan untuk mengetahui apakah
spesifikasi persamaan struktural suatu model cukup beralasan (reasonable) dan
apakah koefisien yang diestimasi memiliki nilai yang sesuai, baik dengan
hipotesis yang dibangun, maupun teori yang mendasarinya, dalam hal ini teori
ekonomi. Menurut Timor (2008) dalam Kurniawan (2008), kriteria uji ekonomi
dilakukan dengan melihat tanda dan besaran masing-masing variabel dugaan
apakah tanda dan besarannya sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.
3.3.2. Kriteria Uji Statistik
3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Kegunaan uji koefisien determinasi (R2) adalah untuk mengetahui seberapa
besar nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independen)
terhadap variabel tak bebas (dependen). Uji ini menjelaskan persentase keragaman
total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebasnya. Rumus umum
penghitungan koefisien determinasi (R2) adalah sebagai berikut:
R2= (3.6)
dimana:
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi, dan
JKT = Jumlah Kuadrat Total
Besarnya nilai R2 ini berbanding lurus dengan jumlah variabel bebasnya,
artinya nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah
variabel bebas yang dimasukkan dalam model. Gujarati (1995) menjelaskan
bahwa R2memiliki dua sifat sebagai berikut:
1. R2selalu bernilai positif.
2. Memiliki besar antara 0 ≤ R2≤ 1.
Nilai R2 sebesar satu (R2 = 1) memiliki arti bahwa variabel independen
dalam model memiliki kecocokan sempurna dengan variabel dependennya,
sedangkan nilai R2 sebesar nol (R2 = 0) berarti bahwa tidak terdapat kesesuaian
antara variabel dependen dengan variabel independennya.
3.3.2.2. Uji F-statisitik (Fstat)
Dalam model persamaan regresi, uji Fstat digunakan untuk membuktikan
bahwa seluruh koefisien regresi signifikan dalam menentukan nilai dari variabel
dependen. Nilai Fstatdapat dihitung dengan rumus umum sebagai berikut:
F-Hitung = ² ( )
² (3.7)
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: bi= 0
Kriteria uji :
F-Hitung > F α (k-1, n-k), maka tolak H0
F-Hitung < F α (k-1, n-k), maka jangan tolak H0
dimana:
R2= Koefisien Determinasi
n = Banyaknya data, dan
k = Banyaknya Koefisien Regresi Dugaan.
Kondisi H0 yang ditolak (F-Hitung > F α (k-1, n-k)) memiliki arti bahwa
terdapat paling tidak satu variabel independen yang berpengaruh nyata
(signifikan) terhadap total output industri mobil. Sebaliknya, kondisi H0 yang
tidak ditolak (F-Hitung < F α (k-1, n-k)) memiliki arti bahwa tidak ada satupun
variabel independen yang berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap total
output industri mobil.
3.3.2.3. Uji tstatistik(tstat)
Uji tstatdigunakan untul membuktikan apakah koefisien regresi dalam model
secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Uji ini digunakan untuk melihat
apakah secara statistik koefisien regresi dari masing–masing variabel independen
dalam model memiliki pengaruh nyata terhadap variabel dependen secara
terpisah. Rumus umum untuk menghitung tstatadalah:
t-hitung =
( ) (3.8)